BAB 1
PENDAHULUAN
1.1Latar Belakang
Dalam 100 tahun belakangan ini telah dikembangkan berbagai kelas magnet
permanen. Di awal abad 19 baja dengan kandungan Co ~ 30 - 40 % dapat
menghasilkan magnet permanen dengan remanensi Br~ 0,90 T dan produk energi
maksimum (BH)max ~ 7,6 kJ/m3 yang merupakan magnet terbaik pada masa
tersebut. Namun dalam beberapa puluh tahun belakangan, telah terjadi
perkembangan yang pesat dalam penelitian di bidang magnet permanen sehingga
sejumlah fasa magnetik baru dengan energi yang lebih tinggi telah ditemukan.
Magnet alnico misalnya, pertama sekali diperkenalkan pada tahun 1930-an, yang
terdiri atas sejumlah elemen logam transisi (Fe, Co, Ni) memiliki nilai (BH)
max
dua kali lipat magnet baja. Pada tahun 1950-an, dikembangkan magnet permanen
kelas keramik dengan formula MO(Fe
2O3)6 dimana M adalah Barium atau
Stronsium yang kemudian dikenal sebagai magnet ferrite. Apabila dibandingkan
dengan magnet alnico, magnet ferrite memiliki energi dan remanen yang lebih
rendah tetapi memiliki koersivitas yang jauh lebih tinggi [Tarihoran, 2002].
Barium heksaferit dengan struktur molekul BaFe12O19 merupakan salah
satu material magnetik yang banyak digunakan untuk penelitian, kaitannya
dengan peningkatan kualitas material sesuai pengaplikasiannya. BaFe12O19
memiliki nilai Hc (saturasi magnet) tinggi, stabilitas kimia yang baik, Tc
(temperatur Curie) tinggi dan tahan terhadap korosi [Kumalahardiyani, 2015].
Sifat-sifat makroskopik seperti sifat magnet, listrik maupun mekanik
bahan akan sangat bergantung pada struktur mikroskopiknya. Oleh sebab itu,
proses sintesis maupun komponen unsur-unsur yang terkandung di dalam bahan
dan pertumbuhan kristalit bahan yang dipengaruhi oleh suhu dan waktu sintering
akan mempengaruhi produk akhir yang akan dihasilkan. Pertumbuhan kristalit ini
dapat dipercepat ataupun dibatasi dengan menambahkan unsur-unsur tertentu ke
Pada penelitian ini akan dilakukan penambahan FeMn (ferromangan) ke
dalam barium heksaferit sebagai prekursor dengan metode mechanical alloying.
Mechanical alloying merupakan pencampuran serbuk dengan medium gerinda
(biasanya besi/baja). Campuran ini kemudian dimilling beberapa lama sehingga
keadaan tetap dari serbuk tercapai dimana komposisi serbuk semuanya sama
seperti ukuran elemen-elemen pada awal pencampuran serbuk. Hal-hal yang
mempengaruhi proses milling antara lain adalah bahan baku, tipe milling, dan
variabel proses milling [Septian, 2010].
Ada dua tipe pemilingan serbuk, yaitu serbuk dimiling dengan media
cairan dan dikenal dengan proses penggilingan basah (wet milling). Jika dilakukan
bukan dengan media cairan dikenal dengan penggilingan kering (dry milling).
Barium heksaferit sebagai prekursor akan dimilling dengan penggilingan
kering, dan FeMn akan dimilling dengan penggilingan basah menggunakan media
toluen (FeMn merupakan bahan yang mudah teroksidasi). Perbandingan
komposisi magnet dan bahan aditif yang digunakan yaitu 97:3 dan 93:7 wt%.
FeMn (ferromangan) terbuat dari bijih mangan kadar tinggi (lebih dari
40% Mn), yang umumnya dibuat dengan menggunakan tungku electric arc
furnace. Ketersediaan bijih mangan kadar tinggi yang sangat terbatas, menjadi permasalahan dalam pembuatan ferromangan [Nurjaman dkk., 2015].
Penelitian sebelumnya, telah dibuat dan dikarakterisasi barium heksaferit
dengan subtitusi Mn pada bagian Fe, hasil uji densitas didapatkan bahwa densitas
di atas 4.00 gram/cm3. Angka ini adalah 75% dari densitas teori (5,30 gram/cm3). Hasil densitas ini menunjukkan bahwa sampel cukup rapat. Porositas umumnya
dibawah 10%. Angka ini menunjukkan bahwa pori cukup besar. Nilai dari kurva
histeresis pada kurva berbentuk pelet sangat acak. Sehingga tidak didapatkan
hubungan antara konsentrasi Mn dan sifat magnet. Pada sampel berbentuk cincin
didapatkan nilai dari remanensi dan energi produk cenderung menurun ketika Mn
naik [Daulay, 2012].
Penelitian lainnya yaitu sintesis magnet permanen barium heksaferit
(BaFe12O19) dengan penambahan imbuhan Fe melalui teknik pemaduan mekanik
(mechanical alloying). Penambahan logam Fe pada proporsi yang optimum
meningkatkan nilai kemagnetan barium heksaferit. Komposisi terbaik adalah pada
penambahan imbuhan Fe 1% wt yang menghasilkan koersivitas 3,479 kOe dan
fluks densitas 883,3 Gauss [Sembiring, 2014].
Dalam penelitian ini akan diteliti pengaruh suhu sintering terhadap sifat
fisis dan sifat magnet barium heksaferit dengan aditif FeMn. Melalui proses
sintering terjadi perubahan struktur mikro seperti pengurangan jumlah dan ukuran
pori, pertumbuhan butir serta peningkatan densitas. Faktor-faktor yang
menentukan proses dan mekanisme sintering antara lain jenis bahan, komposisi
bahan dan ukuran partikel. Semakin tinggi suhu sintering maka semakin lunak
butiran yang terbentuk sehingga luas kontak daerah yang bersentuhan semakin
besar dan mengakibatkan celah yang terbentuk kecil antara satu butiran dengan
butiran yang lainnya dan mengakibatkan porositas kecil [Listiawati, 2012].
1.2Tujuan Penelitian
1. Untuk membuat magnet BaFe12O19 yang ditambahkan bahan aditif FeMn
(3 dan 7 wt%) dengan variasi suhu sintering 1100, 1150, 1200 dan 12500C masing-masing pada suhu tersebut ditahan selama 2 jam.
2. Untuk mengamati keadaan optimum dari pengaruh temperatur sintering
terhadap sifat fisis, mikrostruktur, dan sifat magnetik pada bahan magnet
BaFe12O19 dengan penambahan aditif FeMn.
1.3Perumusan Masalah
Adapun rumusan masalah dari penelitian ini adalah bagaimana keadaan
optimum dari pengaruh suhu sintering terhadap sifat fisis, mikrostukrtur, dan
sifat magnetik pada bahan barium heksaferit yang ditambahkan aditif FeMn
sebesar 3 dan 7% wt.?
1.4Batasan Masalah
1. Pembuatan magnet barium heksaferit dengan bahan baku BaFe12O19,
ditambahkan bahan aditif FeMn.
2. Variasi komposisi aditif FeMn yang digunakan sebanyak 3 dan 7% (dalam
3. Variasi suhu sintering yang digunakan yaitu 1100, 1150, 1200, dan
1250oC dengan holding time selama 2 jam.
4. Karakterisasi BaFe12O19 dengan penambahan aditif FeMn yang akan
dilakukan meliputi :
a. Pengujian sifat fisis meliputi: densitas (true density, bulk density), dan
porositas.
b. Pengujian struktur mikro menggunakan OM (Optical Microscope), dan
analisis struktur kristal menggunakan XRD (X-Ray Diffraction).
c. Pengujian sifat magnet meliputi: uji VSM (Vibrating Sample
Magnetometer) dan flux density dengan meggunakan Gaussmeter.
1.5Manfaat Penelitian
1. Memberikan informasi mengenai keadaan optimum dari proses pembuatan
hard-magnetic material berbasis barium heksaferit dengan penambahan
bahan aditif FeMn.
2.
Meningkatkan kemampuan teknik pembuatan magnet permanen.3. Sebagai referensi untuk peneliti selanjutnya.
1.6Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan laporan Tugas Akhir ini meliputi:
BAB I PENDAHULUAN Bab ini mencakup latar belakang
penelitian, tujuan penelitian,
rumusan masalah yang akan
diteliti, batasan masalah yang akan
diteliti, manfaat penelitian, dan
sistematika penulisan.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA Bab ini membahas tentang studi
literatur dan landasan teori yang
mendukung dan menjadi acuan
BAB III METODOLOGI PENELITIAN Bab ini membahas tentang
peralatan dan bahan yang
digunakan dalam penelitian ini,
diagram alir penelitian, dan
prosedur penelitian.
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Bab ini menguraikan data hasil
penelitian dan analisis data yang
diperoleh dari penelitian.
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN Bab ini berisikan tentang
kesimpulan yang diperoleh dari
penelitian dan memberikan saran