• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hakikat Kekuasaan Wewenang dan Kepemimpi

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Hakikat Kekuasaan Wewenang dan Kepemimpi"

Copied!
20
0
0

Teks penuh

(1)

PENGANTAR SOSIOLOGI

KELOMPOK II :

1. AHMAD MINANUR RAHMAN

2. JONA PRIYANTO

(2)

KATA PENGANTAR

Assalamualaikum WR. WB

Puji syukur kehadiran Tuhan Yang Maha kuasa segala limpahan rahmat , sehingga saya dapat menyelesaikan penyusunan makalah ini dalam bentuk maupun isinya yang sangat sederhana.

Makalah ini saya akui masih banyak kekurangan karena pengalaman yang saya miliki sangat kurang. Oleh karena itu saya harapkan kepada pembaca untuk memberikan saran & kritik yang bersifat membangun untuk kesempurnaan makalah ini.

Semoga makalah ini dapat di pergunakan sebagai salah satu acuan, petunjuk, maupun pedoman bagi pembaca.

Wassalamualaikum WR WB.

Jakarta, 11 November 2014

(3)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...2

BAB I. Pendahuluan...3

a. Latar Belakang...3

b. Maksud dan Tujuan... 3

BAB II. Pembahasan...4

a. Hakikat Kekuasaan dan Sumbernya...4

b. Unsur Unsur Saluran Kekuasaan dan Dimensinya...6

c. Cara Mempertahankan Kekuasaan...9

d. Beberapa lapisan masyarakat...10

e. Wewenang...11

f. Kepimimpinan...16

BAB III. Penutup...20

a. Kesimpulan...20

b. Kritik dan Saran...20

(4)

BAB I

PENDAHULUAN

a. Latar Belakang

Makalah ini dibuat untuk mengetahui peranan kekuasaan, wewenang, dan kepimimpinan. Oleh karena itu mempunyai peranan yang dapat menentukan nasib berjuta-juta manusia. Oleh karena itu, sangat menarik perhatian oleh mahasiswa. Sesuai dengan sifatnya sebagai ilmu pengetahuan, sosiologi tidak memandang

kekuasan sebagai sesuatu yang baik atau yang buruk. Sosiologi mengakui kekuasaan sebagai unsur yang sangat penting dalam kehidupan suatu masyarakat. Penilaian baik atau buruk senantiasa harus diukur dengan kegunaannya untuk mencapai suatu

tujuan yang sudah ditentukan atau disadari oleh masyarakat. Karena kekuasaan sendiri mempunyai sifat yang netral, maka menilai baik atau buruknya harus dilihat pada penggunaannya bagi keperluan masyarakat.

b. Maksud dan Tujuan

Penulisan makalah ini mempunyai tujuan sebagai berikut : 1. Memenuhi tugas mata kuliah pengantar sosiologi.

2. Memberikan gambaran sosiologi mengenai kekuasaan, wewenang, dan kepimpimpinan.

(5)

BAB III.

PEMBAHASAN

KEKUASAAN, WEWENANG, DAN KEPIMIMPINAN.

a. HAKIKAT KEKUASAAN DAN SUMBERNYA

Definisi dari kekuasaan itu ialah kemampuan untuk mempengaruhi individu, kelompok, keputusan atau kejadian. Dalam setiap hubungan antaramanusia maupun antarkelompok sosial selalu tersimpul pengertian-pengertian kekuasaan dan

wewenang. Untuk sementara pembahasan akan dibatasi pada kekuasaan, yang diartikan sebagai kemampuan untuk mempengaruhi pihak lain menurut kehendak yang ada pada pemegang kekuasaan tersebut. Kekuasaan terdapat di semua bidang kehidupan dan dijalankan. Kekuasaan mencakup kemampuan untuk memerintah (agar yang diperintah patuh) dan juga untuk memberi keputusan-keputusan yang secara langsung maupun tidak langsung mempengaruhi tindakan-tindakan pihak-pihak lainnya.

Kekuasan mempunyai aneka macam bentuk dan bermacam-macam sumber. Hak

milik kebendaan dan kedudukan merupakan sumber kekuasaan. Birokrasi juga merupakan salah satu sumber kekuasaan, disamping kemampuan khusus dalam bidang ilmu-ilmu pengetahuan yang tertentu ataupun atas dasar peraturan-peraturan hukum yang tertentu. Jadi, kekuasaan terdapat di mana-mana, dalam hubungan sosial maupun di dalam organisasi-organisasi sosial. Akan tetapi, pada umumnya

kekuGejala lain yang tampak juga adalah perasaan tidak puas (yaitu mereka yang diperintah) mempunyai pengaruh terhadap kebijaksanaankebijaksanaan yang

(6)

Oleh sebab itu, golongan yang berkuasa harus berusaha untuk menanamkan

kekuasaannya dengan jalan menghubungkannya dengan kepercayaan dan perasaan-perasaan yang kuat di dalam masyarakat bersangkutan, yang pada dasarnya terwujud dalam nilai dan norma.asaan yang tertinggi berada pada organisasi yang dinamakan “negara”.

Dengan demikian, dapatlah dikatakan bahwa sifat hakikat kekuasaan dapat terwujud dalam hubungan yang simetris dan asimetris. Masing masing hubungan terwujud dalam kehidupan sehari-hari sehingga dapat diperoleh dengan gambaran sebagai berikut :

Sifat dan hakikat kekuasaan : 1. SIMETRIS

 Hubungan persahabatan

 Hubungan sehari-hari

 Hubungan yang bersifat ambivalen

 Pertentangan antara mereka yang sejajar kedudukannya.

2. ASIMETRIS

 Popularitas

 Peniruan

 Mengikuti Perintah

 Tunduk pada pemimipn formal dan informal

 Tunduk pada seorang ahli

 Pertentangan antara mereka yang tidak sejajar kedudukannya

 Hubungan sehari-hari.

b. UNSUR UNSUR SALURAN KEKUASAAN DAN DIMENSINYA 1. Rasa Takut

Perasaan takut pada seseorang (yang merupakan penguasa, misalnya)

(7)

merupakan gejala universal yang terdapat di mana-mana dan biasanya dipergunakan sebaik-baiknya dalam masyarakat yang mempunyai pemerintahan otoriter.

2. Rasa Cinta

Rasa cinta menghasiIkan perbuatan-perbuatan yang pada umumnya positif. Orang-orang lain bertindak sesua'i dengan kehendak pihak yang berkuasa untuk menyenangkan semua pihak. Artinya ada titik-titik pertemuan antara pihak-pihak yang bersangkutan. Rasa cinta biasanya telah mendarah daging (internalized) dalam diri seseorang atau sekelompok orang. Rasa cinta yang efisien seharusnya dimulai dari pihak penguasa. Apabila ada suatu reaksi positif dari masyarakat yang dikuasai, kekuasaan akan dapat berjalan dengan baik dan teratur.

3. Kepercayaan

Kepercayaan dapat timbul sebagai hasil hubungan langsung antara dua orang atau lebih yang bersifat asosiatif. Misalnya, B sebagai orang yang dikuasai mengadakan hubungan langsung dengan A sebagai pemegang kekuasaan. B percaya sepenuhnya kepada A kalau A akan selalu be tindak dan berlaku baik. Dengan demikian, setiap keinginan A alo selalu dilaksanakan oleh B. Kemungkinan sekali bahwa B sama sekali tidak mengetahui kegunaan tindakan-tindakannya itu. Akan tetaF karena dia telah menaruh kepercayaan kepada si A, dia akan berbu hal-hal yang sesuai dengan kemauan A yang merupakan penguasa agar A semakin memercayai B. Pada contoh tersebut, hubungan yang terja bersifat pribadi, tetapi mungkin saja hubungan

demikian akan be kembang di dalam suatu organisasi atau masyarakat secara luas. So kepercayaan memang sangat penting demi kelanggengan suatu kekuasaan.

4. Pemujaan

Sistem kepercayaan mungkin masih dapat disangkal oleh orang-orang lain. Akan tetapi, di dalam sistem pemujaan, seseorang atau selv lompok orang yang memegang kekuasaan mempunyai dasar pemuja~ dari orang-orang lain. Akibatnya adalah segala tindakan pengua; dibenarkan atau setidak-tidaknya dianggap benar.

Keempat unsur tersebut merupakan sarana yang biasanya digunakan oleh penguasa untuk dapat menjalankan kekuasaan yang ada di tangannya, apabila seseorang hendak menjalankan kekuasaan, biasanya dilakukan secara langsung tanpa

(8)

Apabila dilihat dalam masyarakat, kekuasaan di dalam pelaksanaant dijalankan melalui saluran-saluran tertentu. Saluran-saluran terse) banyak sekali, tetapi kita hanya akan membatasi diri pada saluran – saluran sebagai berikut ini :

1. Saluran Militer

Apabila saluran ini yang dipergunakan, penguasa akan lebih bareani

mempergunakan paksaan (caercion) serta kekuatan militer (milit force) di dalam melaksanakan kekuasaannya. Tujuan utama ada untuk menimbulkan rasa takut dalam diri masyarakat sehingga mereka tunduk kepada kemauan penguasa atau

sekelompok orang-orang yang dianggap sebagai penguasa. Untuk keperluan tersebut, sering kali di bentuk organisasi-organisasi atau pasukan-pasukan khusus yang

bertindak sebagai dinas rahasia. Hal ini banyak dijumpai pada negara-negara totaliter.

2. Saluran Ekonomi

Dengan menggunakan saluran-saluran di bidang ekonomi, penguasa berusaha untuk menguasai kehidupan masyarakat. Dengan jalan menguasai ekonomi serta kehidupan rakyat tersebut, penguasa dapat melaksanakan peraturan-peraturannya serta akan menyalurkan perintahperintahnya dengan dikenakan sanksi-sanksi yang tertentu.

3. Saluran Politik

Melalui saluran politik, penguasa dan pemerintah berusaha untuk membuat peraturan-peraturan yang harus ditaati oleh masyarakat. Caranya adalah, antara lain, dengan meyakinkan atau memaksa masyarakat untuk menaati peraturan-peraturan yang telah dibuat oleh badan-badan yaryg berwenang dan yang sah.

4. Saluran Tradisional

Saluran tradisional biasanya merupakan saluran yang paling disukai. Dengan cara menyesuaikan tradisi pemegang kekuasaan dengan tradisi yang dikenal di dalam sesuatu masyarakat, pelaksanaan kekuasaan dapat berjalan dengan lebih lancar. 5. Saluran Ideologi

Penguasa-penguasa dalam masyarakat biasanya mengemukakan serangkaian ajaran-ajaran atau doktrin-doktrin, yang bertujuan untuk menerangkan dan sekaligus memberi dasar pembenaran bagi pelaksanaan kekuasaannya. Hal itu dilakukan supaya kekuasaan dapat menjelma menjadi wewenang.

6. Saluran-saluran lainnya

(9)

yang sangat pesat di bidang teknologi alat-alat komunikasa menyebabkan saluran tersebut pada akhir-akhir ini mendapatkan yang penting sebagai saluran pelaksanaan kekuasaan yang oleh seorang penguasa. Biasanya penguasa tidak hanya menjadi salah satu saluran. Akan tetapi, tergantung pada struktur yang bersangkutan.

Misalnya pada masyarakat tradisional, tradisi akan Iebih berhasil dalam meyakinkan masyarakat misalnya saluran militer.

Apabila dimensi kekuasaan ditelaah, ada kemungkinan-kemungkinan di antaranya:

a. kekuasaan yang sah dengan kekerasan; b. kekuasaan yang sah tanpa kekerasan c. kekuasaan tidak sah dengan kekerasan; d. kekuasaan tidak sah tanpa kekerasan.

c. CARA CARA MEMPERTAHANKAN KEKUASAAN

Kekuasaan yang telah dilaksanakan melalui saluran-saluran sebaga-mana diterangkan di atas memerlukan. serangkaian cara atau usaha-usaha untuk

mempertahankannya. Setiap penguasa yang telah memegang kekuasaan di dalam masyarakam, demi stabilnya masyrakat tersebut, akan berusaha untuk

mempertahankannya. Cara-cara atau usaha-usaha yang dapat dilakukannya adalah antara lain :

1. Dengan jalan menghilangkan segenap peraturan-peraturan lama, terutama dalam bidang politik, yang merugikan kedudukan penguasa, dimana peraturan-peraturan tersebut akan menguntungkan penguasa, keadaan tersebut biasanya terjadi pada waktu ada pergantian kekuasaan dari seseorang penguasa kepada pennguasa lain (yang baru).

2. Mengadakan sistem-sistem kepercayaan yang akan dapat memperkokoh kedudukan penguasa atau golongannya, yang meliputi agama, ideologi dan seterusnya.

3. Pelaksanaan administrasi dan birokrasi yang baik. 4. Mengadakan konsolidasi horizontal dan vertikal.

d. BEBERAPA LAPISAN MASYARAKAT

Bentuk-bentuk kekuasaan pada masyarakat-masyarakat tertentu di dunia ini beraneka macam dengan masing-masing polanya. Biasanya ada satu pola yang berlaku umum pada setiap masyarakat, betapapun perubahan-perubahan yang dialami masyarakat itu (yang akan menelorkan suatu pola baru). Namun, pola

(10)

masyarakat dengan adat istiadat clan pola-pola perilakunya. Mungkin dalam keadaan-keadaan krisis, batas-batasnya mengalami perubahan sedikit, pada

umumnya garis tegas antara yang berkuasa dengan yang dikuasai selalu ada. Gejala demikian menimbulkan lapisan kekuasaan atau piramida kekuasaan, 9 yang

didasarkan pada rasa kekhawatiran masyarakat akan terjadinya disintegrasi bila tidak ada kekuasaan yang menguasainya. Karena integrasi masyarakat dipertahankan oleh tata tertib sosial yang dijalankan oleh penguasa, masyarakat mengakui adanya

lapisan kekuasaan tersebut, walaupun kadang-kadang kenyataan demikian

merupakan beban. Adanya faktor pengikat antara warga-warga masyarakat dikare-nakan atas dasar gejala bahwa ada yang memerintah dan ada yang diperintah dalam masyarakat yang bersangkutan. Lapisan-lapisan tersebut selalu akan ada, walaupun setiap perubahan dalam masyarakat akan berpengaruh terhadapnya. Mungkin sistem lapisan yang lama akan hancur sama sekali, tetapi pasti akan timbul sistem lapisan kekuasaan baru karena masyarakat memerlukannya. Setiap tahap perkembangan dari suatu masyarakat tertentu mempunyai ciri-ciri sistem lapisan kekuasaan yang khusus. Perlu pula ditambahkan bahwa kekuasaan bukanlah semata-mata berarti bahwa banyak orang tunduk di bawah penguasa. Kekuasaan selalu berarti suatu sistem lapisan bertingkat (hierarkis).

Menurut MacIver, ada tiga pola umum sistem lapisan kekuasaan atau piramida kekuasaan, yaitu sebagai berikut:

1. Tipe pertama (tipe kata) adalah sistem lapisan kekuasaan dengan garis pemisah yang tegas dan kaku. Tipe semacam ini biasanya dijumpai pada masyarakat berkasta, dimana hampir-hampir tak terjadi gerak sosial vertikal.

2. Tipe yang kedua (tipe oligarkis) masih mempunyai garis pemisah yang tegas. Akan tetapi, dasar pembedaan kelas-kelas sosial di tukar oleh kebudayaan masyarakat, terutama pada kesempatan diberikan kepada para warga untuk

memperoleh kekuasaan-keku tertentu. Bedanya dengan tipe yang pertama adalah walaupun kedudukan para warga pada tipe kedua masih didasarkan pada

kelahiran ascribed status, individu masih diberi kesempatan untuk naik lapisan. Di setiap lapisan juga dapat dijumpai lapisan-lapisan yang lebih khusus lagi, sedangkan perbedaan antara satu lapisan dengan lapisan lainnya tidak begitu mencolok.

(11)

suatu masyarakat demokratis dapat mencapai kedudukan-kedudukan tertentu melalui partai.

e. WEWENANG

Sebagaimana halnya dengan kekuasaan, wewenang juga dapat dijumpai di mana-mana, walaupun tidak selamanya kekuasaan dan wewenang berada di satu tangan. Wewenang dimaksudkan sebagai suatu hak yang telah ditetapkan dalam tata tertib sosial untuk menetapkan kebijaksanaan, menentukan keputusan-keputusan mengenai masalah-masalah penting, dan untuk menyelesaikan pertentangan-pertentangan. Dengan kata lain, seseorang yang mempunyai wewenang bertindak sebagai orang yang memimpin atau membimbing orang banyak. Apabila orang membicarakan tentang wewenang, maka yang dimaksud adalah hak yang dimiliki seseorang atau sekelompok orang. Tekanannya adalah pada hak, dan bukan pada kekuasaan.

Dipandang dari sudut masyarakat, kekuasaan tanpa wewenang merupakan kekuatan yang tidak sah. Kekuasaan harus mendapatkan pengakuan dan pengesahan dari masyarakat agar menjadi wewenang. Wewenang hanya mengalami perubahan dalam bentuk. Berdasarkan kenyataannya wewenang tadi tetap ada. Perkembangan suatu wewenang terletak pada arah serta tujuannya untuk sebanyak mungkin memenuhi bentuk yang diidam-idamkan masyarakat. Wewenang ada beberapa bentuk, yaitu sebagai berikut :

1. Wewenang Kharismatis, Tradisional, dan Rasional (Legal)

Perbedaan antara wewenang kharismatis, tradisional, dan rasional (legal) dikemukakan oleh Max Weber. Pembedaan tersebut didasarkan pada hubungan antara tindakan dengan dasar hukum yang berlaku. Di dalam mernbicarakan ketiga bentuk wewenang tadi, Max Weber memerhatikan sifat dasar wewenang tersebut karena itulah yang menentukan kedudukan penguasa yang mempunyai wewenang tersebut.

Wewenang kharismatis merupakan wewenang yang didasarkan pada kharisma, yaitu suatu kemampuan khusus (wahyu pulung) yang ada pada diri seseorang. Kemampuan khusus tadi melekat orang tersebut karena anugerah dari Tuhan Yang Maha Kuasa. Orang-orang di sekitarnya mengakui akan adanya kemampuan tersebut dasar kepercayaan dan pemujaan karena mereka menganggap bahwa sumber

kemampuan tersebut merupakan sesuatu yang berada di atas kekuasaan dan kemampuan manusia umumnya. Manfaat serta kegunaa sumber kepercayaan dan pemujaan karena kemampuan khusus tad pernah terbukti bagi masyarakat.

(12)

suatu wewenang untuk diri orang itu sendiri dan dapat dilaksanakan terhadap segolongan orang atau bahkan terhadap bagian terbesar masyarakat. Jadi, dasar wewenang kharismatis bukanlah terletak pada suatu peraturan (hukum), tetapi ' bersumber pada diri pribadi individu bersangkutan. Kharisma semakin meningkat sesuai dengan kesanggupan individu yang bersangkutan untuk membuktikan manfaatnya bagi masyarakat, dan pengikut-pengikutnya akan menikmatinya. Wewenang kharismatis dapat berkurang bila ternyata individu yang memilikinya berbuat kesalahan-kesalahan yang merugikan masyarakat sehingga kepercayaan masyarakat terhadapnya menjadi berkurang.

Wewenang tradisional dapat dipunyai oleh seseorang maupun sekelompok orang. Dengan kata lain, wewenang tersebut dimiliki oleh orang-orang yang menjadi

anggota kelompok, yang sudah lama sekali mempunyai kekuasaan di dalam suatu masyarakat. Wewenang tadi dipunyai oleh seseorang atau sekelompok orang bukan karena mereka mempunyai kemampuan-kemampuan khusus seperti pada wewenang kharismatis, tetapi karena kelompok tadi mempunyai kekuasaan dan wewenang yang telah melembaga clan bahkan menjiwai masyarakat. Demikian lamanya golongan tersebut memegang tampuk kekuasaan hingga membuat masyarakat percaya akan mengakui kekuasaannya.

Pada masyarakat di masa penguasa mensional, tidak ada pembatasan yang tegas kemampuan-kemampuan pribadi seseorang. hubungan kekeluargaan memegang peranan pelaksanaan wewenang. Kepercayaan serta kehormatan mereka yang mempunyai wewenang tradisional fungsi memberikan ketenangan pada masyarakat masyarakat selalu mengikatkan diri pada tradisi.

Di dalam masyarakat yang demokratis sesuai dengan sistem hukumnya, orang yang memegang kekuasaan diberi kedudukan menurut jangka waktu tertentu dan terbatas. Gunanya adalah supaya orang-orang yang memegang kekuasaan tadi akan dapat menyelenggarakannya sesuai dengan kepentingan masyarakat. Kemungkinan orang-orang tertentu secara terus-menerus memegang kekuasaan dalam jangka waktu lama seperti halnya pada masyarakat tradisional kecil sekali karena kemungkinan semacam itu akan menghambat keinginan akan pemenuhan kebutuhan-kebutuhan masyarakat.

(13)

Di dalam masyarakat yang mengalami perubahan-perubahan cepat. mendalam dan meluas, wewenang kharismatis mendapat kesempatan untuk tampil ke muka. Dalam keadaan demikian tradisi tidak mendapat penghargaan selayaknya dari masyarakat. Lagi pula, kaidah-kaidah didapat nilai-nilai sosial tidak lagi dapat digunakan sebagai pedoman tegas bagi para warga. Oleh karena itu, golongan-golongan masyarakat yang biasa dipimpin dengan sukarela mengikuti orang yang cakap. Barangsiapa pernah mengalami revolusi fisik Indonesia pada 1945 akan mengetahui betapa besar daya tarik para pemimpin masyarakat yang memiliki kharisma di dalam mengarahkan masyarakat pada waktu itu.

Max Weber mengemukakan pendapat bahwa ada kecenderungan dari wewenang kharismatis (yang berkurang kekuatannya bila ]ceadaan masyarakat berubah) untuk dijadikan kekuasaan tetap dengan meng abadikan kepentingan serta cita-cita para pengikut pemimpin kharismatis tadi ke dalam kehidupan bersama kelompok, dan kepentingan untuk mempererat hubungan satu dengan lainnya. Masalah akan timbul bila yang memiliki kharisma sudah tak ada lagi. Dalam hal ini ada beberapa cara yang dapat ditempuh untuk mengatasi masalah tersebut, yaitu antara lain:

 mencari seseorang yang mampu untuk memenuhi ukuran-ukuran atau kriteria wewenang kharismatis sebagaimana ditentukan oieh masyarakat.

 dengan mengadakan penyaringan atau seleksi.

 seseorang yang mempunyai wewenang kharismatis, menunjuk

penggantinya serta mengakui kekuasaannya, di mana masyarakat luas juga mengakuinya.

 penunjukan oleh pembantu-pembantu penguasa terdahulu yang dipercayai oleh masyarakat.

 menciptakan suatu sistem kepercayaan bahwa kharisma dapat diwariskan kepada keturunan atau seseorang yang masih ada hubungan keluarga dengan orang yang mempunyai kharisma tersebut.

 menciptakan sistem kepercayaan bahwa dengan upacara-upacara tradisional tertentu, kharisma dapat dialihkan kepada orang lain.

Proses perubahan wewenang kharismatis menjadi kekuasaan dan wewenang yang tetap tidak mustahil menimbulkan pertikaian-pertikaian. Bagi penganut wewenang kharismatis, kadang-kadang tidaklah mudah untuk melupakan kenyataan bahwa wewenang tersebut pernah melekat pada diri clan pribadinya. Akan tetapi, hal ini bukanlah merupakan penghalang besar terutama pada masyarakat modern karena warga masyarakat umumnya rasional dan menghendaki suatu landasan hukum yang kuat pada wewenang yang berlaku di dalam masyarakat. Kesulitan-kesulitan

(14)

2. Wewenang resmi dan tidak resmi

Di dalam setiap masyarakat akan dapat dijumpai aneka macam bentuk kelompok. Dalam kehidupan kelompok-kelompok tadi sering kali timbul masalah tentang

derajat resmi suatu wewenang yang berlaku di dalamnya. Sering kali wewenang yang berlaku dalam kelompok-kelompok kecil disebut sebagai wewenang tidak resmi karena bersifat spontan, situasional dan, didasarkan pada faktor saling mengenal. Wewenang demikian tidak diterapkan secara sistematis. Keadaan semacam ini dapat dijumpai, misalnya, pada ciri seorang ayah dalam fungsinya sebagai kepala rumah tangga atau pada diri seorang guru yang sedang mengajar di muka kelas. Wewenang tidak resmi biasanya timbul dalam hubungan-hubungan antarpmbadi yang snatnya situasionat, dan sangat ditentukan oleh kepribadian para pihak.

Wewenang resmi sifatnya sistematis, diperhitungkan, dan rasional Biasanya wewenang tersebut dapat dijumpai pada kelompok-kelompok besar yang memerlukan aturan-aturan tata tertib yang tegas dan bersifat tetap. Di dalam kelompok tadi, karena banyaknya anggota, biasanya hat serta kewajiban para anggotanya, kedudukan serta peranan, siapa-siapa yang menetapkan kebijaksanaan dan siapa pelaksananya, dan seterusnya ditentukan dengan tegas. Walau demikian, dalam kelompok-kelompok besar dengan wewenang resmi tersebut, mungkin saja ada wewenang yang tidak resmi. Tidak semuanya dijalankan atas dasar peraturan-peraturan resmi yang sengaja dibentuk. Bahkan demi lancarnya suatn perusahaan besar, misalnya,. kadangkala prosesnya didasarkan padi kebiasaan atau aturan-aturan yang tidak resmi. Contohnya dapat dilihat pada seorang sekretaris direktur. la punya wewenang tidak resmi yang besar. Demikian pula dalam suatu lembaga

pemasyarakatan, seorang narapidana tertentu lebih ditakuti oleh rekan-rekannya daripada pegawai lembaga pemasyarakatan yang mempunyai wewenang resmi. Sebaliknya di dalam kelompok-kelompok kecil mungkin saja ada usahausaha untuk menjadikan wewenang tidak resmi menjadi resmi karena terlalu seringnya terjadi pertikaian antar anggota.

3. Wewenang pribadi dan teritorial

Pembedaan antara wewenang pribadi dengan teritorial sebenarnya timbul dari sifat dan dasar keiompok-kelompok sosial tertentu. Kelompokkelompok tersebut mungkin timbul karena faktor ikatan darah, atau ' mungkin juga karena faktor ikatan tempat-tinggal, atau karena gabungan kedua faktor tersebut. Di Indonesia dikenal kelompok-kelompok atas : dasar ikatan darah, misalnya marga, belah, dan

(15)

individu dianggap lebih banyak memiliki kewajiban ketimbang hak. Struktur wewenang bersifat konsentris, yaitu dari satu titik pusat lalu meluas melalui lingkaran-lingkaran wewenang tertentu. Setiap lingkaran wewenang dianggap mempunyai kekuasaan penuh di wilayahnya masing-masing. Apabila bentuk wewenang ini dihubungkan dengan ajaran Max Weber, wewenang pribadi lebih didasarkan pada tradisi daripada peraturan-peraturan. Juga mungkin didasarkan pada kharisma seseorang.

Pada wewenang teritorial, wilayah tempat tinggal memegang peranan yang sangat penting. Pada kelompok-kelompok teritorial unsur kebersamaan cenderung

berkurang karena desakan faktor-faktor individualisme. Hal ini tidaklah berarti bahwa kepentingan perorangan diakui dalam kerangka kepentingan bersama. Pada wewenang teritorial ada kecenderungan untuk mengadakan sentralisasi wewenang yang memungkinkan hubungan langsung dengan para warga kelompok. Walaupun di sini dikemukakan pembedaan antara wewenang pribadi dengan teritorial, di dalam kenyataannya kedua bentuk wewenang tadi dapat saja hidup berdampingan.

Pada desa-desa di Jawa, misalnya, wewenang teritorial lebih berperan, di samping ada kecenderungan-kecenderungan untuk mengakui wewenang dari golongan pemilik tanah (kuli kenceng) dan sifatnya turuntemurun dan didasarkan pada ikatan atau hubungan darah. Akan tetapi, ada pula kenyataan-kenyataan yang membuktikan bahwa terdapat wewenang-wewenang pribadi clan teritorial yang murni sifatnya. 4. Wewenang terbatas dan menyeluruh

Suatu dimensi lain dari wewenang adalah pembedaan antara wewenang terbatas dengan wewenang menyeluruh. Apabila dibicarakan tentang wewenang terbatas, maksudnya adalah wewenang tidak mencakup semua sektor atau bidang kehidupan, tetapi hanya terbatas pada salahsatu sektor atau bidang saja. Misalnya, seorang jaksa di Indonesia, mempunyai wewenang untuk atas nama negara dan mewakili

masyarakat menuntut seorang warga masyarakat yang melakukan tindak pidana. Namun, jaksa tidak berwenang mengadilinya. Contoh lain adalah seorang menteri dalam negeri, tidak mempunyai wewenang untuk mencampuri urusan-urusan yang menjadi wewenang menteri luar negeri. Wewenang semacam ini sebenarnya lazim, terutama dalam masyarakat yang sudah rumit susunan clan organisasinya. Namun demikian, wewenang yang menyeluruh juga suatu ciri dari suatu negara.

(16)

Kedua bentuk wewenang tadi dapat berproses secara berdampingan, dimana pada situasi tertentu, salah satu bentuk lebih berperan daripada bentuk lainnya.

f. KEPIMIMPINAN 1.Umum

Kepemimpinan (Leadership) adalah kemampuan seseorang (yaitu pemimpin atau leader) untuk mempengaruhi orang lain (yaitu yang dipimpin atau pengikut-pengikutnya) sehingga orang lain tersebut bertingkah laku sebagai mana

dikehendaki oleh pemimpin tersebut. Kadangkala dibedakan antara kepemimpinan sebagai suatu proses sosial.

Kepemimpinan ada yang bersifat resmi (formal leadership), yaitu

kepemimpinan yang tersimpul di dalam suatu jabatan. Adapula kepemimpinan karena pengakuan masyarakat akan kemampuan seseorang untuk menjalankan kepemimpinan. Suatu perbedaan yang mencolok antara kepemimpinan yang resmi dengan yang tidak resmi ( informal leadership) adalah kepempinan yang resmi didalam pelaksanaannya selalu harus berada di atas landasan-landasan tau peraturan-peraturan resmi.

2.Perkembangan kepimimpinan dan sifat seorang pimpinan

Kepemimpinan merupakan hasil organisasi sosial yang telah terbentuk atau sebagai hasil dinamika interaksi sosial. Sejak mula terbentuknya suatu kelompok sosial, seseorang atau beberapa orang di antara warga-warganya melakukan peranan yang lebih aktif dari pada rekan-rekanya sehingga orang tadi atau beberapa orang tampak lebih menonjol dari lain-lainya. Itulah asal mula timbulnya kepemimpinan, yang kebanyakan timbul dan berkembang dalam struktur sosial yang kurang stabil.

Munculnya seorang pemimpin sangat diperlukan dalam keadaan-keadaan dimana tujuan kelompok sosial yang bersangkutan terhalang atau apabila kelompok tadi mengalami ancaman dari luar.

Munculnya seorang pemimpin merupakan hasil dari suatu proses dinamis yang sesuai dengan kebutuhan-kebutuhan kelompok. Apabila pada saat tersebut muncul seorang peemimpin, kemungkinan kelompok tersebut akan mengalami suatu disintegrasi.

3.Kepimpinan menurut ajaran tradisional

Ajaran-ajaran tradisional seperti misalnya di jaawa menggambarkan tugas seorang pemimpin melalui pepatah sebagai berikut :

 Ing ngarsa sung tulada

 Ing madya mangun karsa

(17)

Pepatah tersebut sering dipergunakan oleh almarhum Ki Hajar Dewantara, yang apabila diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia kurang lebih adalh sebagai berikut:

 Di muka member tauladan

 Di tengah- tengah membangun semangat

 Dari belakang memberikan pengaruh

Seorang pemimpin di muka harus memiliki idealisme yang kuat, serta kedudukan. Akan tetapi, menutut watak dan kecakapannya, bseorang pemimpin dapat dikatakan sebagai pemimpin dimuka, ditengah, dan

dibelakang (front leader, social leader, dan rear leader). Bahaya bagi pemimpin dimuka adalah kemungkinan berjalanya terlalu cepat sehingga masyarakat yang dipimpinnya tertinggal jauh.

Seorang pemimpin yang ditengah mengikuti kehendak yang dibentuk masyarakat. Ia selalu dapat menggamati jalanya masyarakat, serta dapat merasakan suka dukanya. Pemimpin yang dibelakang diharapkan mempunyai kemampuan untuk mengikuti perkembangan masyarakat.

Memang kepemimpinan tradisional Indonesia pada umumnya bersifat sebagai kepemimpinan di belakang, yang hingga dewasa ini masih tetap dipertahankan terutama pada masyarakat -masyarakat tradisional, yaitu masyarakat-masyarakat hukum adat.

4.Sandaran kepimpinan yang dianggap efektif

Kepemimpinan seseorang (pemimpin) harus mempunyai sandaran-sandaran kemasyarakatan atau social basis. Pertama-tama kepemimpinan erat

hubungannya dengan susunan masyarakat. Masyarakat-masyarakat yang agraris dimana belum ada spesialis biasanya kepemimpinan meliputi seluruh bidang kehidupan masyarakat.

Cultural focus dapat berpindah-pindah, misalnya pada suatu waktu pada

lapangan ekonomi dan seterusnya. Apabila pada suatu saat cultural focus beralih, si pemimpin punharus mampu mengalihkan titik berat kepemimpiannya pada cultural focus yang baru.

(18)

kebutuhan setiap golongan masyrakat kota, tak lagi dapat dilaksanakan melalui hubungan-hubungan pribadi. Melainkan kebijaksanaan rasional-lah yang lebih diperlukan.

5.Tugas dan metode seorang pemimpin

Secara sosiologis, tugas-tugas pokok seorang pemimpin adalah sebagai berikut :

 Memberikan suatu kerangka pokok yang jelas yang dapat dijadikan pegangan bagi pengikut-pengikutnya.

 Mengawasi, mengendalikan, serta menyalurkan perilaku warga masyarakat yang dipimpinnya.

 Bertindak sebagai wakil kelompok kepada dunia di luar kelompok yang dipimpin.

Cara-cara tersebut lazimnya dikelompokan ke dalam kategori-kategori, sebagai berikut:

a. Cara-cara otoriter memiliki ciri-ciri pokok berikut ini

 Pemimpin menentukan segala kegiatan kelompok secara sepihak.

 Pengikut sama sekali tidak diajak untuk ikut serta merumuskan tujuan kelompok dan cara-cara untuk mencapai tujuan tersebut.

 Pemimpin terpisah deri kelompok dan seakan-akan tidak ikut dalam proses interaksi di dalam kelompok tersebut.

b. Cara-cara demokrasi

 Secara musyawarah dan mufakat pemimpin mengajak warga atau anggota kelompok untuk ikut serta merumuskan tujuan tujuan yang harus dicapai kelompok, serta cara-cara untuk mencapai tujuan-tujuan yang tersebut.

 Pemimpin secara aktif memberikan saran dan petunjuk-petunjuk.

 Ada kritik positif, baik dari pemimpin maupun pengikut-pengikut.

 Pemimpin secara aktif ikut berpartisipasi di dalam kegiatan-kegiatan kelompok.

c. Cara-cara bebas

Cara-cara bebas memiliki ciri-ciri pokok sebagai berikut

 Pemimpin menjalankan peranannya secara pasif.

 Penentuan tujuan yang akan dicapai kelompok sepenuhnya diserahkan kelompok.

(19)

 Pemimpin berda di tengah-tengah kelompok, namun dia hanya berperan sebagai penonton.

Cara-cara otoriter mungkin lebih tepat untuk diterapkan di dalam masyarakat yang sangat heterogen, sedangkan cara-cara bebas lebih cocok bagi masyarakat yang relative homogen.

BAB III. PENUTUP

A. Kesimpulan

Dari makalah ini dapat kami simpulkan bahwa ilmu sosiologi kekuasaan, wewenang, dan kepemimpinan merupakan hal yang tidak dapat dipisahkan dan sangat penting dalam kehidupan kelompok sosial di masyarakat. Kekuasaan adalah kemungkinan seorang pelaku mewujudkan keinginannya di dalam suatu hubungan social yang ada termasuk dengan kekuatan atau tanpa mengiraukan landasan yang menjadi pijakan kemungkinan itu. Wewenang merupakan hak jabatan yang sah untuk memerintahkan orang lain bertindak dan untuk memaksa pelaksanaannya. Dengan wewenang, seseorang dapat mempengaruhi aktifitas atau tingkah laku perorangan dan grup. Kepemimpinan adalah pengaruh antar pribadi yang dilaksanakan dan diarahkan melalui proses komunikasi, ke arah pencapaian tujuan atau tujuan-tujuan tertentu. Sumber kekuasaan terdiri dari harta benda, status, wewenang legal,

charisma, dan pendidikan. Selain itu unsur kekuasaan juga berpengaruh yaitu meliputi: rasa takut, rasa cinta, kepercayaan, dan pemujaan.

(20)

Makalah ini kami buat dengan sebaik-baiknya, namun tak luput dari itu juga makalah ini banyak terdapat kesalahan-kesalahan yang sekiranya kami belum memahaminya. Dari itu kami berharap makalah ini bisa menjadi inspirasi bagi kita semua dengan segala kritikan-kritikan yang bisa menjadikan motivasi untuk belajar.

DAFTAR PUSTAKA

Soekanto soerjono. Sosiologi suatu pengantar. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 1982.

Ballard, H. Social institutions. New York: D Appleton Century, 1936.

Bouman. Ilmu masyarakat Umum. Terjemahan Susjono. Jakarta: PT.Pembangunan, 1956.

Referensi

Dokumen terkait

Impak pelaksanaan cukai CBP ke atas harga 124 sektor diberikan pada Jadual 2 bagi barangan dan perkhidmatan yang mengalami peningkatan harga dan Jadual 3 bagi

Tujuan Penelitian untuk mengetahui strategi pengembangan Bandara Internasional Soekarno Hatta dalam peningkatan pelayanan publik di bandara berdasarkan kombinasi dari

Judul Skripsi : Pengaruh Kebijakan Dividen, Kebijakan Hutang, Profitabilitas, dan Ukuran Perusahaan terhadap Nilai Perusahaan (Studi Empiris pada Perusahaan

pertanyaan/penyelidikan untuk konsultasi publik dan rekomendasi atas persetujuan formal dari draf akhir. The Standardisation Committee decides by a positive vote of 70

Dari fenomena ini terdapat peluang penelitian yang bertujuan untuk mengetahui bagaimana pengaruh penggunaan konsep green terhadap keputusan ekonomi (investasi) dan keberlanjutannya

sesuai dengan yang telah diinformasikan sebelumya, kemudian data yang telah diberikan oleh masyarakat akan dikelolah oleh pelaksana kebijakan, dan apabila

Oleh karena itu dari pengertian diatas bahwa yang dimaksud dengan sewa menyewa (Ija>rah) adalah suatu perjanjian tentang pemakaian dan pengambilan manfaat dari suatu

Untuk kantong pasir, yang mana ukuran panjang kantong beberapa kali lebih besar dari lebar atau tebal kantong, sehingga perhitungan karakterisitk diameter tersebut tidak