• Tidak ada hasil yang ditemukan

KEMUNDURAN DAN KEJATUHAN SAFAWIYAH. docx

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "KEMUNDURAN DAN KEJATUHAN SAFAWIYAH. docx"

Copied!
7
0
0

Teks penuh

(1)

KEMUNDURAN DAN KEJATUHAN SAFAWIYAH

Oleh: Ustad Zaenal Hamam

A. PENDAHULUAN

Kemunduran dan kejatuhan dinasti Safawiyah, yang berkuasa di Persia selama dua abad lebih (1501-1736 M) merupakan peristiwa sejarah yang penting untuk dikaji karena secara tidak langsung peristiwa sejarah tersebut merupakan bagian dari penyebab munculnya kembali otoritas non formal yang dimiliki ulama di kawasan tersebut. Di Persia, negeri yang kemudian berubah nama menjadi Iran, para ulama mendapatkan posisinya di masyarakat dan dapat memerintahkan ketaatan dan kepatuhan orang-orang Iran lebih efektif dari pada shah yang mana pun sehingga ulama di Iran memiliki kekuasaan yang tidak ada duanya di dunia Muslim.

Berbekal otoritas yang dimilikinya sebagai seorang ulama kharismatik, Khomeini berhasil memimpin revolusi Islam Iran pada tahun 1979, dia diakui sebagai Marja'i Taqlid mutlaq

(pemimpin agama tertinggi dalam Islam Syiah). Pada perkembangan selanjutnya disusunlah Undang Undang Dasar Republik Islam Iran tahun 1979 yang di antara pasalnya (pasal 107) menetapkan Khomeini sebagai pemimpin spiri-tual (Faqih) yang mempunyai kekuasaan otoritatif atas masalah politik dan agama.[1] Dengan demikian, otoritas non formal yang dimiliki ulama menjadi otoritas formal.

Dari uraian di atas, penulis menfokuskan kajian pada tiga masalah, yaitu 1) deskripsi kerajaan Safawiyah, 2) kemundurannya, dan 3) kejatuhannya. Kajian tersebut dilakukan dengan menggunakan pendekatan kualitatif. Dari segi tempat, kajian ini termasuk jenis kajian pustaka

(library research), yaitu kajian yang bertempat di perpustakaan,[2] maksudnya kajian dilakukan

dengan cara mencari informasi dan data dari karya pustaka. Karya pustakan diharapkan dapat memberikan data yang dibutuhkan dalam kajian ini.

Supaya pembahasan dapat dilakukan secara tererah dan sistematis, pembahasan dalam makalah ini disusun dengan sistematika sebagai berikut:

Pertama, pengantar yang meliputi uraian mengenai identifikasi permasalah yang menjadi

(2)

kerajaan, dan wilayah kekuasaannya. Walaupun kajian ini sudah dibahas pada dua makalah sebelumnya, namun pada makalah ini diuraikan kembali guna mengantarkan pada dua bab berikutnya.

Ktiga, kemunduran Safawiyah. Kemunduran ini digambarkan dengan masa tiga

pemerintahan Safawiyah, yaitu masa pemerintahan Safi Mirza, masa pemerintahan ‘Abbās II, dan masa pemerintahan Sulaymān Keempat, kejatuhan Safawitah yang meliputi pemberontakan sunni afghanistan, Nadir Khan mengakhiri Safawiyah, dan munculnya otoritas ulama. Kelima, Kesimpulan yang menggambarkan masalah yang menjadi kajian. Kesimpulan ini disampaikan dengan disertai analisa penulis.

B. SEKILAS TENTANG KERAJAAN SAFAWIYAH 1. Safawiyah Sebagai Nama Kerajaan

“Safawi” berasal dari bahasa arab “ṣafiyy” yang kemasukan huruf ya yang berfungsi sebagai nisbah menjadi “ṣafawī”.[3] Kata “ṣafiyy” yang dimaksud di sini diambil dari nama al-Shaykh afiyy al-Dīn al-Ardabīlī,Ṣ [4] seorang sufi keturunan Imam Syi`ah yang keenam (Mūsā al-Ka im). Setelah guru dan sekaligus mertuanya, al-Shaykh Tāj al-Dīn Ibrāhīm Zāhidī (1216-ẓ 1301 M) wafat, ia menggantikan kedudukanya dan mendirikan tarekat Safawiyah. Tarekat yang dipimpin oleh al-Shaykh afiyy al-Dīn ini besar pengaruhnya di Persia, Syria, dan Anatolia. DiṢ negeri-negeri luar Ardabil, al-Shaykh afiyy al-Dīn al-Ardabīlī menempatkan seorang khalifahṢ untuk memimpin murid-muridnya.[5]

Sumber lain, yaitu Fahsin M. Fa’al dalam Sejarah Kekuasaan Islam, menjelaskan bahwa nama dinasti Syafawiyah berasal dari nama Syekh Syaifuddin Ishak.[6] Namun pendapat ini lemah sedangkan pendapat yang kuat adalah pendapat pertama yang mengatakan bahwa

ṣafawī” berasal dari nama afiyy al-Dīn al-Ardabīlī. Dengan kata lain, nama ulama yangṢ

(3)

2. Pendiri Kerajaan Safawiyah

Pendiri kerajaan Safawiyah adalah Shāh Ismā‘īl al- afawīṢ [9] bin aydar bin Junayd binḤ Ibrāhīm bin Khawaja ‘Alī bin adar al-Dīn bin afiyy al-Dīn al-Ardabīlī.Ṣ Ṣ [10] afiyy al-Dīn al-Ṣ Ardabīlī ini adalah pendiri tarekat afawīyah, suatu pergerakan keagamaan yang kemudianṢ memperluas geraknya dengan kegiatan politik dan menimbulkan konflik pada masa kepemimpinan Judayd (1447-1460 M) antara Junayd dengan penguasa Kara Koyunlu (domba hitam), salah satu suku bangsa Turki yang berkuasa di wilayah itu. Dalam konflik tersebut, Junay kalah. Satu tahun setelah ia gagal merebut Ardail, tepatnya pada tahun 1460 M, ia merebut Sircassia tetapi pasukan yang dipimpinnya dihadang oleh tentara Sirwan dan ia terbunuh. Perjuangan merebut Sircassia ini dilanjutkan oleh putra yang menggantikannya, aydar (1460-Ḥ 1494 M) namun ia kalah dalam melawan tentara Sirwan yang mendapat bantuan militer dari AK Koyunlu (domba putih).[11] Ia sendiri tebunuh dalam pertempuran tersebut.[12]

Putra aydar yang menggantikannya adalah ‘Alī (1494-1501). Ia ditangkap oleh AKḤ Koyunlu karena hendak menuntut balas atas kematian ayahnya. Ia bersama saudaranya, Ibrāhīm dan Ismā‘īl, dan ibunya dipenjarakan di Fars selama empat setengah tahun dan dibebaskan oleh Rustam, putra mahkota AK Koyunlu dengan syarat membantunya memerangi saudara sepupunya. Setelah saudara sepupu Rustam dapat dikalahkan, ‘Alī bersama saudaranya ke Ardabil akan tetapi tidak lama kemudian Rustam berbalik menyerang ‘Alī barsaudara dan ‘Alī terbunuh dalam penyerangan pada tahun 1494 M. ini.

Ismā‘īl, sang pendiri kerajaan Safawitah, yang ketika itu masih berusia tujuh tahun memimpin menggantikan kakaknya. Selama lima tahun ia beserta pasukannya bermarkas di Gilan, mempersiapkan kekuatan dan mengadakan hubungan dengan para pengikutnya di Azerbaijan, Syria, dan Anatolia. Pasukan yang dibinanya dinamai Qizilbash (baret merah). Pada tahun 1501 di bawah pimpinan Ismā‘īl, pasukan Qizilbash menyerang dan dapat mengalahkan AK Koyunlu di Sharur, dekat Nakhchivan. Pasukan ini terus berusaha memasuki dan menaklukkan Tabriz, ibu kota AK Koyunlu dan berhasil merebut serta mendudukinya. Di kota Tabriz ini, Ismā‘ī memprokalmasikan dirinya sebagai raja pertama kerajaan Safawiyah.[13]

3. Wilayah Kekuasaan Safawiyah

(4)

dan daerah barat daya Persia (1508 M), Sirwan (1509 M) dan Khurasan (1510 M). hanya dalam waktu sepuluh tahun itu wilayah kekuasaannya sudah meliputi seluruh Persia dan bagian timur Bulan Sabit Subur (Fortile Crescent).[14]

C. KEMUNDURAN SAFAWIYAH

Kerajaan yang didirikan oleh Ismā‘īl dan mencapai puncak kejayaannya pada masa kekuasaan raja safawiyah ke lima, Abbās I (1588-1628 M) ini mengalami kemunduran pada masa raja-raja berikutnya. Sepeninggal ‘Abbās I, kerajaan Safawiyah berturut-turut dipimpin oleh Safi Mirza (1628-1642 M), ‘Abbās II (1642-1667 M), Sulaymān (1667-1694 M), usaynḤ (1694-1722 M), ahmāz II (1722-1732 M), dan ‘Abbās III (1733-1736 M). Ṭ [15] Pada masa kemunduran ini para ulama mendapatkan posisinya di masyarakat sehingga dapat mengimbangi kelemahan pemerintahan.[16]

1. Masa Pemerintahan Safi Mirza

Safi Mirza, cucu ‘Abbās I, menggantikan kakeknya dan memerintah Safawiyah mulai tahun 1628 sampai dengan 1642 M. Raja Safawiyah, yang dikenal sebagai raja yang lemah menghadapi musuh dan kejam terhadap pembesar-pembesar kerajaan, ini tidak mampu mempertahankan kejayaan yang telah dicapai pada masa pemerintahan eyangnya. Ia tidak mampu menahan serangan dari dua kerajaan Usmani dan Moghul. Kerajaan Usmani yang sangat membenci Syi’ah dengan pasukannya yang kuat dapat merebut Baghdad sementara kerajaan Moghul yang ketika itu dipimpin oleh Sultan Syah Jehan dapat menguasai dan menduduki Qandahar (sekarang termasuk wilayah Afghanistan).[17]

2. Masa Pemerintahan ‘Abbās II

‘Abbās II menggantikan Safi Mirza dan memerintah Safawiyah mulai tahun 1642 sampai dengan 1667 M. Raja kerajaan Safawiyah yang ke tujuh ini dikenal sebagai raja yang suka minum minuman keras sehingga ia jatuh sakit dan meninggal. Meskipun demikian, dengan bantuan wazir-wazirnya, pada saat Moghul dipimpin oleh Aurangzeb, kota Qandahar yang dikuasai kerajaan Moghul yang ketika itu dipimpin Sultan Syah Jehan, dapat direbut kembali.

[18]

(5)

Sulaymān menggantikan ‘Abbās II dan memerintah Safawiyah mulai tahun 1667 sampai dengan 1694 M. Raja kerajaan Safawiyah yang ke delapan ini dikenal sebagai raja yang suka minum minuman keras sebagaimana raja sebelumnya bahkan ia juga dikenal sebagai raja yang kejam terhadap para pembesar yang dicurigainya. Akibatrnya, rakyat bersikap masa bodoh terhadap pemerintahan. Ia diganti oleh Shah usyn yang alim dan memberikan kekuasaan yangḤ besar kepada para ulama Syi’ah yang berbuntut kepada pemberontakan golongan Sunni Afghanistan.

D. KEJATUHAN SAFAWIYAH 1. Pemberontakan Sunni Afghanistan

Kejatuhan safawiyah bermula dari pemberontakan kelompok Sunni Afghanistan. Pemberian kekuasaan besar oleh Shah usayn, pengganti Sulaymān dan memerintah SafawiyahḤ mulai tahun 1694 sampai dengan 11722 M, kepada para ulama Syi’ah yang sering memaksakan pendapatnya terhadap penganut aliran Sunni memunculkan pemberontakan golongan Sunni Afganistan.

Pemberontakan bangsa Afghan tersebut muncul pertama kali pada tahun 1709 M di bawah pimpinan Mir Vays dan berhasil merebut wilayah Qandahar. Pemberontakan lainnya terjadi di Herat dan suku Ardabil Afghanistan berhasil menduduki Mashad. Mir Mahmud, yang berkuasa di Qandahar menggantikan Mir Vays, berhasil mempersatukan pasukannya dengan pasukan Ardabil. Dengan kekuatan gabungan ini, Mir Mahmud dapat merebut negri-negri Afghan dari kekuasaan Safawiyah.

Setelah posisinya di Afghan semakin kuat, Mir Mahmud dengan kekuatan gabungannya berusaha menguasai Persia. Pada tahun 1721, ia berhasil merebut Kirman. Tak lama kemudian, ia menyerang Isfahan, mengepungnya selama enam bulan dan mendesak Shah usayn untukḤ menyerah tanpa syarat dan pada tanggal 12 Oktober 1722M, Shah usayn menyerah. PadaḤ tanggal 25 Oktober Mir Mahmud memasuki kota Isfahan dengan penuh kemenangan.[19]

2. Nadir Khan Mengakhiri Safawiyah

(6)

kekuasaannya di kota Astarabad. Pada tahun 1726 M, ahmāz bekerja sama dengan Nadir KhanṬ dari suku Afshar untuk memerangi dan mengusir bangsa Afghan yang menduduki Isfahan.

Asyraf, yang menggantikan Mir Muhmud dan berkuasa di Isfahan, digempur dan dikalahkan oleh pasukan Nadir Khan tahun 1729 M dan Asyrafpun terbunuh dalam pertempuran itu. Dengan demikian dinasti Syafawiyah kembali berkuasa. Namun pada bulan Agustus 1732 M, ahmāz II depecat oleh Nadir Khan dan diganti oleh Abbās III (anak ahmāz II) yang ketika itu

Ṭ Ṭ

masih kecil. Empat tahun kemudian, tepatnya, 8 Maret 1736, Nadir Khan mengangkat dirinya sebagai raja menggantikan ‘Abbās III. Dengan demikian, berkhirlah kekuasaan dinasti Safawiyah.[20]

3. Munculnya Otoritas Ulama

Ketika Nadir Khan berkuasa di Persia yang kemudian berubah nama menjadi Iran, para ulama terkemuka meninggalkan imperium dan menetap di kota-kota suci Syi’ah, Najaf dan Karbala yang berada di Irak Usmani. Di Najaf dan Karbala ini mereka bermarkas dan dari situ mereka mengajarkan ajarannya ke daerah-daerah yang tidak terjangkau para penguasa temporal Iran.

Sepeninggal Nadir Khan yang terbunuh pada tahun 1748, Persia mengalami kekosongan otoritas sentral kekuasaan sampai Aqa’ Muhammad dari suku Turcoman Qajar berhasil mengendalikan Iran pada tahun 1779 M dan mendirikan dinasti Qajar. Pada saat kekosongan kekuasaan itu, para ulama semakin mendapatkan posisinya di masyarakat dan ulama pun bisa memerintahkan ketaatan dan kepatuhan orang-orang Iran lebih efektif dari pada shah yang mana pun sehingga ulama di Iran memiliki kekuasaan yang tidak ada duanya di dunia Muslim.[21]

E. KESIMPULAN

(7)

Kemunduran kerajaan Safawiyah di antaranya adalah dekadensi moral yang melanda para pemimpin kerajaan ini. Safi Mirza adalah raja yang kejam terhadap pembesar-pembesar kerajaan namun lemah menghadapi musuh. ‘Abbās II, pengganti Safi Mirza, adalah raja yang suka minum minuman keras sehingga ia jatuh sakit dan meninggal. Demikian pula Sulaymān, pengganti ‘Abbās adalah raja yang suka minum minuman keras dan kejam terhadap para pembesar yang dicurigainya. Akibatrnya, rakyat bersikap masa bodoh terhadap pemerintahan.

Kejatuhan safawiyah bermula dari pemberontakan kelompok Sunni Afghanistan yang dipicu oleh Pemberian kekuasaan besar kepada para ulama Syi’ah yang sering memaksakan pendapatnya terhadap penganut aliran Sunni. Pemberontakan yang muncul pertama kali pada tahun 1709 M dan berhasil merebut wilayah Qandahar ini terus bergerak merebut daerah-daerah Afghanistan dari kekuasan Safawi. Setelah posisinya di Afghanintan semakin kuat, kelompok pemberontak ini berusaha menguasai Persia hingga Shah usayn menyerah pada tanggal 12Ḥ Oktober 1722M.

Kejatuhan Safawiyah yang ke dua kali karena disingkirkan oleh Nadir Khan mendorong para ulama terkemuka meninggalkan imperium dan menetap di kota-kota suci Syi’ah, Najaf dan Karbala yang berada di Irak Usmani. Di Najaf dan Karbala ini mereka bermarkas dan dari situ mereka mengajarkan ajarannya ke daerah-daerah yang tidak terjangkau para penguasa temporal Persia. Sepeninggal Nadir Khan yang terbunuh pada tahun 1748, ketika Persia kosong dari kekuasaan, para ulama tersebut semakin mendapatkan posisinya di masyarakat dan ulama pun bisa memerintahkan ketaatan dan kepatuhan orang-orang Persia (sekarang Iran) lebih efektif dari pada shah mana pun.

DAFTAR PUSTAKA

‘Alī, Jawād. al-Mufa al fī Tārīkh al-‘Arab Qabl al-Islāmṣṣ . tt:Dār al-Sāqī, 2001.

Armstrong, Karen. Islam Sejarah Singkat. terj. Fungky Kusnaendy Timur. Yogyakarta: Jendela, 2002. Fa’al, Fahsin M. Sejarah Kekuasaan Islam. Jakarta: Artha Rivera, tt.

Hadi, Sutrisno. Hadi, Metodologi Research. Yogyakarta: Andi Offset. Ibnu Mālik, Alfiyat Ibni Mālik. Nganjuk: Reka Cipta Salavy, tt.

Mufrodi, Ali. Islam di Kawasan Kebudayaan Arab. Surabaya: Anika Bahagia, 2010.

Rachmat, Saefur. “Belajar dari Iran: Dialektika Agama dan Politik Pasca Khomeini”.

https://docs.google.com/viewer?

a=v&q=cache:oqNwNzSaiKAJ:staff.uny.ac.id/sites/default/files/JPKBelajar%2520dari %2520Iran, diakses 24 April 2012.

al- alābī, Alī Mu ammad Mu ammadṢ ḥ ḥ . al-Dawlatu al-‘Uthmānīyatu ‘Awāmil al-Nuhū wa Asbāb al-ḍ

Suqū iṭ. CD-ROM: al-Maktabah al-Shāmilah V, Ridwana Mediakita, 2010, Digital.

Referensi

Dokumen terkait

Hasil pertimbangan Pengadilan Negeri Kisaran menyatakan bahwa terdakwa terbukti bersalah melakukan tindak pidana bersalah melakukan tindak pidana “secara bersama-sama

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui determinasi sikap guru terhadap profesinya, konsep diri, dan iklim kerja sekolah terhadap kinerja guru sekolah dasar di gugus

Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi Kantor Pelayanan Pajak, sebagai bahan masukan dan pertimbangan dalam meningkatkan mutu pelayanan perpajakan

Tujuan utama dari penelitian adalah melihat karakteristik ketenagakerjaan yang dihubungkan dengan pendidikan terakhir angkatan kerja di Jawa Timur tahun 2014, serta

Penelitian ini dilakukan bertujuan untuk mengetahui pengaruh perbandingan konsentrasi carbomer 940 sebagai gelling agent dalam pembuatan formula pasta gigi ekstrak

Konklusi hasil penelitian ini adalah sebagai berikut: Pertama, Dalam studi ilmu hukum, penelitian adalah suatu bangunan logika, yang dari awal sampai akhir harus

Berdasarkan jenis alat penangkap ikan, dari 5 jenis perikanan yang dibandingkan maka terdapat 3 (tiga) dalam keadaan cukup berkelanjutan yaitu perikanan pancing

Bentuk tanggung jawab sosial maupun ling- kungan korporasi harus lebih diarahkan pada pemulihan dampak pencemaran akibat langsung kegiatan usaha yang dilakukan serta bukan dalam