• Tidak ada hasil yang ditemukan

LIBRARY RESEARCH Kajian Kepustakaan Pene

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "LIBRARY RESEARCH Kajian Kepustakaan Pene"

Copied!
21
0
0

Teks penuh

(1)

MAKALAH

Dosen Pengampu Mata Kuliah: Ridwan Arifin, S.H., LL.m.

Kajian Kepustakaan Penegakan Hukum Lingkungan Oleh Masyarakat Hukum Adat

(Analisis Peran Hukum Adat Dalam Pengelolaan Lingkungan Hidup Di indonesia Studi Kasus PT Semen Indonesia Vs Samin /Sedulur Sikep ,Sukolilo,Kabupaten Pati )

Oleh:

Alex Candra Pamungkas NIM: 8111416168 Zaki Aidina Zaen NIM: 8111416164

JURUSAN ILMU HUKUM FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG 2017/2018

KATA PENGANTAR

(2)

Makalah penelitian kepustakaan ini ditulis dalam rangka memenuhi tugas mata kuliah Hukum Lingkungan tahun ajaran 2017/2018 Fakultas Hukum Universitas Negeri Semarang.

Makalah penelitian kepustakaan ini mampu terselesaikan berkat rahmatNya dan bimbingan serta dorongan dari berbagai pihak, terutama dosen mata kuliah Hukum Lingkungan yang selalu memberikan dorongan penulis sejak awal penulisan hingga terselesaikannya makalah penelitian kepustakaan ini. Karena itu, penulis menyampaikan terimakasih secara tulus.

Penulis berharap makalah penulisan kepustakaan ini dapat menjadi masukan bagi berbagai pihak terkait di dalam upaya mengsinergikan hukum adat dengan hukum nasional dalam upaya melindungi hak gak warga masyarakat hukum adat

Sebagai langkah awal pembelajaran penulis dalam membuat makalah penulisan kepustakaan, tentu saja terdapat berbagai kekurangan dan kelemahan dalam tulisan ini. Untuk itu, saran dan masukan selalu penulis harapkan, sebagai bekal meningkatkan kemampuan menulis di waktu – waktu mendatang.

Kepada Bapak Ridwan Arifin sebagai dosen Hukum Lingkungan, penulis menyampaikan terimakasih atas perkenannya membaca tulisan sederhana ini. Semoga bermanfaat!

Semarang, 18 Oktober 2017

(3)

DAFTAR ISI

HALAMAN

JUDUL...1 KATA

PENGANTAR...2 DAFTAR

ISI...3 BAB I PENDAHULUAN

A. Latar

Belakang...4

B. Rumusan

Masalah...5

C. Metode

Penulisan...5 BAB II PEMBAHASAN

1 Sub Pembahasan

1...7

2 Sub Pembahasan

2...9

3 Sub pembahasan

3...11

BAB III

KESIMPULAN...17 DAFTAR

(4)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Lingkungan hidup dapat dikatakan bagian yang mutlak dari kehidupan manusia dan menjadi sumber utama bagi manusia untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Dari lungkungan hidup, manusia memanfaatkan bagian-bagian lingkungan hidup seperti hewan, tumbuhan, air, udara, sinar matahari, garam, kayu, barang-barang tambang dan lain sebagainya; dari lingkungan pula, manusia bisa memperoleh daya atau tenaga, memperoleh kebutuhan primer atau sekundernya, bahkan manusia dapat mengembangkan bakat atau seninya.1

Pengelolaan lingkungan merupakan suatu usaha secara sadar untuk memelihara, melindungi dan memperbaiki mutu lingkungan agar kebutuhan dasar manusia dapat terpenuhi dengan sebaik-baiknya sehingga dapat mendukung kelangsungan hidup manusia sampai pada tingkat kesejahteraan dan keadilan sosial. Pengelolaan lingkungan merupakan hal yang sangat penting dilakukan,mengingat bahwa manusia selalu berusaha memaksimalkan segala perwujudan keinginannya dan seringkali dengan cara yang secepat cepatnya, sehingga cenderung mengorbankan kepentingan lingkungan hidupnya.2

Relasi yang bersifat trade-off antara pembangunan ekonomi dan pelestarian lingkungan hidup dan sumber daya alam (SDA) masih terus berlangsung di Indonesia. Kinerja ekonomi dengan angka pertumbuhan ekonomi 6-6,5 persen pertahun, disamping tidak diiringi dengan peningkatan kesejahteraan masyarakat, juga tidak diikuti oleh perbaikan kualitas lingkungan dan pengelolaan SDA yang berkelanjutan. Dalam praktiknya, kepentingan maksimalisasi pertumbuhan ekonomi lebih

(5)

dominan daripada upaya perlindungan lingkungan hidup, meskipun wacana tentang pembangunan berkelanjutan terus berkembang dan diagendakan dalam praktik pembangunan di seluruh negara di dunia .Dua kepentingan yang saling bertabrakan tersebut dengan mudah dapat ditemui di negara-negara Asia Tenggara, yang biasanya selalu muncul seiring dengan pembangunan bendungan (besar), penebangan hutan, polusi industri, pertambangan, turisme, dan aktivitas pembangunan lainnya.3

karena itu dengan meningkatnya laju pembangunan, maka setiap perencanaan pembangunan keberadaan tata nilai adat istiadat, norma, kultur budaya yang memiliki kearifan lokal (local wisdom) perlu diperhitungkan dengan melihat pendekatan holistik akan lingkungan hidup. perbedaan-perbedaan suku bangsa, agama, adat serta kedaerahan, sedangkan ciri vertikal adalah gambaran lain struktur masyarakat indonesia yang berbentuk perbedaan-perbedaan lapisan sosial antara lapisan atas dan lapisan bawah. Selanjutnya dikatakanpelapisan yang bersifat kentara tersebut terlihat pada sejumlah orang berdasarkan kemampuan dan penguasaan yang bersifat ekonomis, politis, ilmu pengetahuan, yang jelas menunjukkan perbedan-perbedaan dan derajat sosial sehingga berpotensi sebagai salah satu sumber konflik.4

Masyarakat yang plural ini merupakan kekayaan budaya yang senantiasa dipertahankan dan dilestarikan yang didalamnya terdapat tata nilai, norma-norma adat yang berlaku dalam masyarakat tersebut, oleh karena itu dengan meningkatnya laju pembangunan, maka setiap perencanaan pembangunan keberadaan tata nilai adat istiadat, norma, kultur budaya yang memiliki kearifan lokal (local wisdom) perlu diperhitungkan dengan melihat pendekatan holistik akan lingkungan hidup.

B. Rumusan Masalah

1. BagaimanakahSejarah keberdaan suku serta Adat istiadat samin atau sedulur sikep?

3 Suharko, “Ditambang atau Dilestarikan Konflik Sosial Rencana Pembangunan Pabrik Semen di Kabupaten Pati Jawa Tengah”, jurnal ilmu social dan politik, Vol.17 No.2, 2013, hlm 163-178.

(6)

2. Bagaimana nilai-nilai lokal masyarakat adat samin atau sedulur sikep yang berhubungan erat dengan pengelolaan dan perlindungan lingkungan hidup?

3. Mengapa masyarakat adat samin melakukan perlawan terhadap pembangunan semen gresik serta pemaknaan hukum untuk masyarakat?

C. Metode Penelitian

1. Tempat dan Waktu Penelitian

Karena Penelitian ini merupakan penelitian kepustakaan atau Library Research, maka penelitian ini dilakukan di perpustakaan Unnes Semarang, di kampus Unnes Semarang. Sedangkan waktu untuk melakukan penelitian ini adalah pada tanggal 8Oktober-22 Oktober 2017.

2. Pendekatan dan Jenis Penelitian

Adapun jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian kepustakaan atau library research. Penelitian ini dilakukan melalui mengumpulkan data atau karya tulis ilmiah yang bertujuan dengan obyek penelitian atau pengumpulan data yang bersifat kepustakaan, atau telaah yang dilaksanakan untuk memecahkan suatu masalah yang pada dasarnya tertumpu pada penelaahan kritis dan mendalam terhadap bahan-bahan pustaka yang relevan.

3. Sumber Data

Sumber sekunder adalah bahan pustaka yang ditulis dan dipublikasikan oleh seorang penulis yang tidak secara langsung melakukan pengamatan atau berpartisipasi dalam kenyataan yang ia deskripsikan, melainkan dengan memberikan komentar atau kritik terhadap masalah anak jalanan dan perlindunganya.

4. Teknik Pengumpulan Data

Karena penelitian ini merupakan penelitian library research, maka teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah pengumpulan data literer yaitu dengan mengumpulkan bahan-bahan pustaka yang berkesinambungan (koheren) dengan objek pembahasan yang diteliti. Data yang ada dalam kepustakaan tersebut dikumpulkan dan diolah dengan cara:

(7)

kelengkapan, kejelasan makna dan koherensi makna antara yang satu dengan yang lain.

2. Organizing yakni menyusun data-data yang diperoleh dengan kerangka yang sudah

Ditentukan.

3. Penemuan hasil penelitian, yakni melakukan analisis lanjutan terhadap hasil

penyusunan data dengan menggunakan kaidah-kaidah, teori dan metode yang telah

ditentukan sehingga diperoleh kesimpulan (inferensi) tertentu yang merupakan hasil

jawaban dari rumusan masalah.

BAB II PEMBAHASAN

1. Sejarah Suku Samin dan saminisme

Masyarakat Samin adalah keturunan para pengikut Samin Soerontiko yang mengajarkan sedulur sikep, dimana dia mengobarkan semangat perlawanan terhadap Belanda dalam bentuk lain di luar kekerasan. Sedulur Sikep hidup secara tersebar di pantai utara Jawa Tengah, seperti Kudus, Pati, Blora, Rembang, Bojonegoro bahkan sampai ke Ngawi.

(8)

Karena alasan tertentu memutuskan meninggalkan gemerlap dunia kebangsawanan. Ia mendalami keilmuan spiritual yang saat itu sudah mulai diintervensi oleh kepentingan kelompok tertentu, khususnya oleh agama-agama baru dan tata kehidupan kolonial. Mbah Samin mendalami sendiri nilai-nilai budi luhur serta beladiri menentang penjajahan Belanda dan pada akhirnya mengajarkan kepada murid-muridnya. Begitu mencoloknya sikap Mbah Samin terhadap tata kehidupan saat itu, sehingga sampai kini orang lain mengatakan ” Dasar orang Samin” pada tindak-tanduk serupa5

Bentuk yang dilakukan adalah menolak membayar pajak, menolak segala peraturan yang dibuat pemerintah kolonial. Masyarakat ini acap memusingkan pemerintah Belanda maupun penjajahan Jepang karena sikap itu, sikap yang hingga sekarang dianggap menjengkelkan oleh kelompok diluarnya. Masyarakat Samin sendiri juga mengisolasi diri sehingga baru pada tahun 70an mereka baru tahu Indonesia telah merdeka.

Orang luar Samin sering menganggap mereka sebagai kelompok yang lugu, suka mencuri, menolak membayar pajak, dan acap menjadi bahan lelucon terutama di kalangan masyarakat Bojonegoro. Pokok ajaran Samin diantaranya adalah6 :

 Agama adalah senjata atau pegangan hidup. Paham Samin tidak membeda-bedakan agama, yang penting adalah tabiat dalam hidupnya.

 Jangan mengganggu orang, jangan bertengkar, jangan irihati dan jangan suka mengambil milik orang lain.

 Bersikap sabar dan jangan sombong.

 Manusia harus memahami kehidupannya, sebab roh hanya satu dan dibawa abadi selamanya.

 Bila orang berbicara, harus bisa menjaga mulut, jujur dan saling menghormati. Orang Samin dilarang berdagang karena terdapat unsur ‘ketidakjujuran’ didalamnya. Juga tidak boleh menerima sumbangan dalam bentuk apapun.

Masyarakat Samin terkesan lugu, bahkan lugu yang amat sangat, berbicara apa adanya, dan tidak mengenal batas halus kasar dalam

5 Anis Sholeh Baasyin,SAMIN Mistisme Petani ditengah Pergolakan, Gigih Pustaka Mandiri,Semarang ,Hlm 87

(9)

berbahasa karena bagi mereka tindak-tanduk orang jauh lebih penting daripada halusnya tutur kata. Kelompok ini terbagi dua, yakni Jomblo-ito atau Samin Lugu, dan Samin sangkak, yang mempunyai sikap melawan dan pemberani. Kelompok ini mudah curiga pada pendatang dan suka membantah dengan cara yang tidak masuk akal. Ini yang sering menjadi stereotip dikalangan masyarakat Bojonegoro dan Blora. Mereka melaksanakan pernikahan secara langsung, tanpa melibatkan lembaga-lembaga pemerintah bahkan agama, karena agama mereka tidak diakui negara. Mereka menganggap agamanya sebagai Agama Adam, yang diterapkan turun temurun. Dalam buku Rich Forests, Poor People - Resource Control and Resistance in Java, Nancy Lee Peluso menjelaskan para pemimpin samin adalah guru tanpa buku, pengikut-pengikutnya tidak dapat membaca ataupun menulis. Suripan Sadi Hutomo dalam Tradisi dari Blora (1996) menunjuk dua tempat penting dalam pergerakan Samin: Desa Klopodhuwur di Blora sebelah selatan sebagai tempat bersemayam Samin Surosentiko, dan Desa Tapelan di Kecamatan Ngraho, Bojonegoro, yang memiliki jumlah terbanyak pengikut Samin. Mengutip karya Harry J. Benda dan Lance Castles (1960), Suripan menyebutkan, orang Samin di Tapelan memeluk saminisme sejak tahun 1890. Dalam Encyclopaedie van Nederlandsch Indie (1919) diterangkan, orang Samin seluruhnya berjumlah 2.300 orang (menurut Darmo Subekti dalam makalah Tradisi Lisan Pergerakan Samin, Legitimasi Arus Bawah Menentang Penjajah, 1999, jumlahnya 2.305 keluarga sampai tahun 1917, tersebar di Blora, Bojonegoro, Pati, Rembang, Kudus, Madiun, Sragen, dan Grobogan) dan yang terbanyak di Tapelan.

(10)

mereka. Pengambilan kayu dari hutan harus seizin mandor polisi hutan. Pemerintah Belanda berdalih semua pajak itu kelak dipakai untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat. Akal bulus itu ditentang oleh masyarakat pinggir hutan di bawah komando. Samin Surosentiko yang diangkat oleh pengikutnya sebagai pemimpin informal tanpa persetujuan dirinya. Oleh para pengikutnya Samin Surosentiko dianggap sebagai Ratu Tanah Jawi atau Ratu Adil Heru Cakra dengan gelar Prabu Panembahan Suryangalam. Para pengikut Samin berpendapat, langkah swastanisasi kehutanan tahun 1875 yang mengambil alih tanah-tanah kerajaan menyengsarakan masyarakat dan membuat mereka terusir dari tanah leluhurnya.

Sebelumnya, pemahaman pengikut Samin adalah: tanah dan udara adalah hak milik komunal yang merupakan perwujudan kekuasaan Tuhan Yang Maha Esa. Mereka menolak berbicara dengan mandor-mandor hutan dan para pengelola dengan bahasa krama. Sebagai gantinya para saminis memperjuangkan hak-haknya dalam satu bingkai, menggunakan bahasa yang sama, Jawa ngoko yang kasar alias tidak taklim. Sasaran mereka sangat jelas, para mandor hutan dan pejabat pemerintah Belanda. Ketika mandor hutan menarik pajak tanah, secara demonstratif mereka berbaring di tengah tanah pekarangannya sambil berteriak keras, “Kanggo!” (punya saya). Ini membuat para penguasa dan orang-orang kota menjadi sinis dan mengkonotasikan pergerakan tersebut sebagai sekadar perkumpulan orang tidak santun, padahal itu adalah sebuah upaya perlawanan secara tersirat yang dilakukan suku samin bagi pihak pihak yang secara jelas dan nyata menyrobot serta merampas tanah adat atau tanah lingkungan mereka,

2. Nilai Lokal Samin/Sedulur Sikep Persepsi Masyarakat

(11)

hadapan pemerintah kolonial Belanda yang dimanifestasikan dengan ritualisme, mistisisme dan isolasi diri.

Kedua, menentang penjajah Belanda dengan menolak membayar pajak, karena pajak dipergunakan untuk penjajah, bukan untuk pribumi. Gerakan ini kemudian dikenal dengan “gerakan sirep”, yaitu gerakan tanpa senjata karena tidak ingin ada pertumpahan darah.

Ketiga, perlawanan terhadap penjajah dengan cara ekspresif membentuk pasukan, merampok warga pribumi kaya yang mengikuti penjajah Belanda lalu dibagikan kepada masyarakat miskin.

Keempat, mempersiapkan para pemuda dengan olah kanuragan, sebagai persiapan untuk melawan Belanda. Kelima, melawan pemerintah Belanda karenan mematok tanah untuk perluasan hutan jati tahun 1870, yang berdampak pada terkuranginya kepemilikan tanah masyarakat Samin. Jadi pada dasarnya, Samin adalah salah satu manifestasi dari gerakan revolusi (perlawanan) terhadap pemerintah kolonial dengan karakteristik dan strategi perjuangannya sendiri yang khas.7

Gerakan Samin memang lebih dikenal di tlatah Blora dan Pati. Tetapi di Kudus, salah satu kota dengan wilayah terkecil di Jawa Tengah, juga memiliki komunitas Samin. Masyarakat Samin di sini, juga mempunyai pertalian hubungan yang erat dengan Samin di Blora dan Pati. Ada tiga tokoh yang cukup dikenal dalam persebaran Samin di kota kretek. Yaitu Sosar (Desa Kutuk), Radiwongso (Dukuh Kaliyoso) dan Proyongaden (Desa Larekrejo).

Samin Kudus sendiri memiliki prinsip dasar yang masih dipegang sampai sekarang. Di sana dikenal enam prinsip dasar etika yaitu berupa pantangan (larangan) drengki, srei, panasten, dawen, kemeren, lan nyiyo marang sepodo. Masyarakat Samin mempunyai falsafah bejok reyot iku dulure,

waton meningso tur gelem di daku sedulur. Ada lima hal lain lagi yang

tidak boleh dilakukan. Yaitu bedok (menuduh), colong (mencuri), pethil

(mengambil barang yang masih menyatu dengan alam atau masih melekat dalam sumber kehidupannya), jumput (mengambil barang yang jadi komoditas di pasar), nemu wae ora kena (menemukan barang milik orang lain, tidak boleh diambil/harus dikembalikan kepada si empunya). Sementara itu, hal-hal yang harus diugemi dalam kehidupan sehari-hari tercermin dalam

(12)

prinsip adalah Kudu weruh the-e dhewe (tahu barang miliknya dan yang bukan miliknya, Lugu (komitmen tegas kalau berjanji, kalau bisa katakan bisa kalau tidak katakan tidak), Mligi (taat pada aturan yang berupa prinsip beretika dan prinsip berinteraksi) dan Rukun dengan isteri, anak, orangtua, tetangga dan siapa saja.8

Peran pegunungan kendeng secara kultural bagi masyarakat Sedulur Sikep dan masyarakat lokal lainnya di Wilayah Kecamatan Sukolilo Kabupaten Pati, memiliki ikatan kesadaran simbolis yang terdapat dalam situs-situs kebudayaan yang banyak terdapat di pegunungan Kendeng.

Kesadaran masyarakat lokal di wilayah Sukolilo yang mengikat dengan pegunungan Kendengan diantaranya Watu Payung yang merupakan simbolisasi dari sejarah pewayangan Dewi Kunti, dimana beberapa situs narasi pewayangan tersebut terartikulasikan dalam beberapa relief alam yang terdapat di pegunungan Kendeng. Usaha untuk melestarikan pegunungan kendeng ini juga merupakan “amanah” dari Sunan Muria, dimana Istri Gunritno melakukan “jumenengan” di Watu payung” jauh sebelum ada tanda tanda perusahaan Semen Gresik mau mendirikan pabrik Di Kecamatan Sukolilo kabupaten Pati.

Di pegunungan yang dulu cukup lebat dengan pohon jati ini bermukim sebagian besar penduduk Kecamatan Sukolilo. Selain digunakan untuk tempat tinggal warga, pegunungan ini juga memberikan beberapa manfaat lain bagi warga yang hidup di sekitarnya. Pertama, sumber air yang telah mengairi 15.873,9 ha lahan pertanian di sekitarnya. Kedua, lahan di pegunungan ini juga menjadi lahan pekerjaan bagai ribuan peladang yang menanam berbagai palawija di sela-sela pepohonan jati milik Perhutani.9

3. Kebijakan Pendirian Pabrik Semen Serta Pemaknaan Hukum Untuk manusia/masyarakat

Di Kecamatan Sukolilo, rencananya akan di bangun pabrik semen oleh PT. Semen Gresik dengan luas lahan mencapai ± 2000 hektar ( bahkan lebih luas ).

8 Suharko, “Masyarakat Adat versus Korporasi:Konflik Sosial Rencana Pembangunan Pabrik Semen di Kabupaten Pati Jawa Tengah Periode 2013-2016”, Jurnal Ilmu Sosial dan Politik, Vol.20 No.2 , 2016, hlm. 97-115.

(13)

Bahan baku pabrik semen tersebut adalah batu gamping / batu kapur yang berasal dari kawasan perbukitan Kars di Kecamatan Sukolilo, Kabupaten Pati. Kegiatan penambangan ini tentunya akan mengambil dan mengeruk perbukitan kapur yang berfungsi sebagai penyimpan air alami (reservoir) dari mata air-mata air yang bermunculan di kaki perbukitan kawasan kars tersebut.

Masing-masing kelompok memiliki alasan dan pembenarnya masing-masing. Secara umum, masyarakat yang setuju rata-rata memiliki harapan akan mendapatkan pekerjaan yang lebih menarik dari sekedar bertani. Masyarakat ini juga menaruh kepercayaan pada PT. Semen Gresik yang menjamin tidak akan merusak lingkungan serta menjamin pemenuhan kebutuhan air bersih masyarakat jika ada kerusakan pada mata air mereka. Selebihnya, masyarakat golongan ini merasa tidak berdaya karena menganggap rencana penambangan tersebut merupakan keputusan pemerintah yang sudah tidak bisa diganggu gugat.

Di lain pihak, masyarakat yang menolak rencana penambangan umumnya memiliki kekhawatiran akan keselamatan lingkungan mereka, terutama pada lahan pertanian dan suplai air dari mata air untuk kebutuhan sehari-hari. Kelompok masyarakat ini tidak termakan janji yang dilontarkan oleh pihak perusahaan, karena tidak percaya akan kebenaran realisasinya. Hal ini didasarkan pada fakta yang sudah ada, dimana setiap industri besar berdiri pasti akan melahirkan persoalan baru yang jauh lebih pelik. PT Semen Gresik 9 berencana berekspansi modal (sekitar 40% saham asing) 10 ke Kabupaten Pati-Jawa Tengah sekitar pertengahan 2008. Pabrik besar akan didirikan tepatnya di Kecamatan Sukolilo, Kabupaten Pati, Jawa Tengah yang merupakan kawasan pertanian. Tidak seperti warga lain yang biasanya menyukai bila tanah miliknya dibeli pemodal besar karena akan dihargai mahal, warga setempat anehnya menolak.

(14)

Tompegunung, Desa Sukolilo, Desa Sumbersoko Kecamatan Sukolilo Kabupaten Pati Jawa Tengah yang mengabaikan perlindungan lingkungan dan pembangunan yang berkelanjutan serta masyarakat disekitar lokasi khususnya masyarakat Sedulur Sikep.

Penolakan warga ini dilatarbelakangi oleh sebuah pandangan hidup yang kita kenal dengan kearifan lokal yang dimiliki masyarakat sekitar, khususnya masyarakat Sedulur Sikep baik aspek transcendental maupun aspek emperik.menurut pandangan hidup sedulur sikep air dan tanah adalah hal yang paling utama dalam kehidupan seseorang dan pemberian serta berkah dari yang maha kuasa,menurut filosofi hidup mereka semua di dunia ini hanyalah titipan bagi anak keturunan kelak dan tugas dari orang yang hidup sekarang adalah menjaga ,merawat serta mengelolanya. Penolakan warga ini berbuntut panjang hingga sampai ke meja para wakil rakyat di Komisi VII DPR.

Untuk menjaring aspirasi warga dan mengetahui latar belakang penolakan tersebut wakil ketua Komisi VII DPR saat itu Sonny Keraf mengadakan dialog dengan Komunitas Samin atau dikenal sebagai para Sedulur Sikep dan perwakilan dari tujuh desa yang bakal terkena dampak langsung pembangunan pabrik semen.

Desa-desa itu diantaranya Desa Kedumulyo, Gadudero, Sukolilo, Baturejo, Sumbersoko, dan Tompe Gunung. Singkatnya, pertemuan digelar di rumah sesepuh Sedulur Sikep, Mbah Tarno yang usianya sudah mencapai 100 tahun, di Desa Baturejo, Kecamatan Sukolilo, 27 km selatan pusat pemerintahan Kabupaten Pati, tanggal 7 September 2008 lalu. Hasil pertemuan itu adalah Sonny Keraf meminta kepada Menteri ESDM serta Menteri Negara Lingkungan Hidup menurunkan tim ke Sukolilo bersama-sama lembaga riset untuk mengetahui serta menyelami inspirasi warga setempat.

(15)

Sikep dengan Pemerintah dan atau perusahaan Semen, karena setiap pertemuanyang “diwakili” Gunritno sebagai komunitas samin tidak pernah menerima konsep dari Pemerintah dan atau perusahaan karena ternyata masih ada para panambang “liar” di wilayah tersebut . Bila cara pandang akan lingkungan itu konsisten, tentu masyarakat khususnya Komunitas Samin juga keberatan/melarang adanya penambangan, ternyata tidak demikian, penambangan tetap berjalan terus.

Akhirnya perjuangan mereka membuahkan hasil, pada tanggal 26 Juli 2009, Gubernur Jawa Tengah, Bibit Waluyo memutuskan membatalkan rencana pembangunan pabrik semen oleh PT Semen Gresik di Sukolilo, Pati.Kawasan Kars Kendeng Utara yang melingkupi Kabupaten Grobogan, Kabupaten Pati hingga Kabupaten Blora belum ditetapkan mengenai klasifikasi wilayah kars tersebut. Berdasarkan ” Keputusan Menteri Energi Dan Sumber Daya Mineral Nomor : 1456 K/20/MEM/2000 Tentang Pedoman Pengelolaan Kawasan Kars”10dalam pengelolaan sebuah kawasan kars harus melakukan sebuah pengkajian dan survey terlebih dahulu. Apabila dalam penetapannya sebuah kawasan kars memiliki kriteria sebagai kawasan Kars Kelas 1 (Pasal 12) maka segala penambangan tidak diperbolehkan di kawasan tersebut.Itulah salah satu wujud implementasi pelaksanaan hukum adat/kearifan lokal yang di padukan menggunakan pendekatan hukum nasional dalam rangka menjaga ,melestarikan,serta melindunggi lingkungan sosial,alam masyarakat hukum adat .

Pemaknaan Hukum Untuk Masyarakat/Manusia dalam kasus Semen vs Samin

Hukum pada awalnya berfungsi untuk mengatur tingkah laku manusia dan mempertahankan pola-pola kebiasaan yang sudah ada dalam masyarakat (Social Control), tetapi dalam perkembangannya hukum berfungsi sebagai sarana untukmencapai tujuan (social Engineering). Hukum dimanapun akan tumbuh dari cara hidup, pandangan hidup dan kebutuhan hidup masyarakatnya, sehingga hukum akan tumbuh dan berkembang

(16)

bersama masyarakatnya; Hal ini sebagaimana diajarkan Rescoe Pound, bahwa hukum itu adalah lembaga kemasyarakatanuntuk memenuhi kebutuhan sosial11. Pandangan yang demikian berbeda dengan konsep hukum aliran sejarah yang dikemukakan oleh pendirinya Friedrich Von Savigny, dimana hukum di pandang sebagai ekspresi dari kesadaran hukum rakyat atau Volksgeist ( jiwa bangsa ) ; Yang dimaksud Volksgeist adalah falsafah hidup suatu bangsa atau pola kebudayaan yang tumbuh akibat pengalaman dan tradisi dimasa lampau. Hukum itu tumbuh bersama pertumbuhan masyarakat, menjadi kuat bersama kuatnya suatu bangsa.

Hukum tersebut akan hilangbersama-sama dengan lenyapnya nasionalitas12.secara sadar dengan sengaja dianggapnya sebagai suatu aktivitasyang tidak wajar, sehingga sesungguhnya tidak lebih hanyamemberikan pengesahan saja terhadap norma-norma yang di bentuk secara informal oleh pergaulan hidup itu sendiri.13senada dengan apa yang dikemukakan diatas,bahwa di dalam setiap masyarakat senantiasa terdapat berbagai kepentingan dari warganya. Di antara kepentingan itu ada yang bisa selaras dengan kepentingan yang lain, tetapi ada juga kepentingan yang memicu konflik dengan kepentingan yang lain.Untuk keperluan tersebut, hukum harus difungsikan menurut fungsi-fungsitertentu untuk mencapai tujuannya. Dengan kata lain, fungsi hukum adalah menertibkan dan mengatur pergaulan dalam masyarakat serta menyelesaikan konflik yang terjadi

11Sunarjati Hartono, Capita SelectaPerbandingan Hukum ( Bandung, Alumni,1968) halaman.58

12Sulaiman Nitiatma, Hukum Yang Baik, (Semarang, GUPPI –Undaris- 1997) halaman 29

(17)

Fungsi hukum menurut Franz Magnis Suseno, adalah untuk mengatasi konflik kepentingan. Dengan adanya hukum, konflik itu tidak lagi dipecahkan menurut siapa yang paling kuat, melainkan berdasarkan aturan yang berorientasi pada kepentingan-kepentingan dan nilai-nilai objektif dengan tidak membedakan antara yang kuat dan yang lemah, dan orientasi itu disebut keadilan. Penegakan hukum adalah suatu proses untuk mewujudkan tujuan-tujuan hukum, ide-ide hukum menjadi kenyataan,

Tujuan atau ide para pembuat hukum diwujudkan dalam penegakan hukum ( law enforcement). Keberhasilan dalam penegakan hukumsangat dipengaruhi oleh sistem hukumnya.MenurutLawrence M.Friedman, sistem hukum terdiri dari tiga komponen, yaitu:

(1) Komponen Struktural (lembaga penegak hukum)

(2) Komponen Substansial (peraturan perundang-undangan) dan

(3)Komponen Kultural, baik internal legal culture (polisi,hakim, lawyers) atau externallegal culture (masyarakat, roleoccupant)

Dari tiga komponen di atas komponen struktural menjadi faktor yang sangat penting dalam proses penegakan hukum. Dalam perspektif sosial pengadilan adalah sebagai institusi sosial dalam melaksanakantugasnyaakandipengaruhi oleh kekuatan-kekuatansosial,politik,ekonomi, budaya dan sebagainya.

Senada dengan pemikiran hukum, terkait dengan lingkungan hidup maka etika lingkungan tidak dapat dipisahkan dengan pembangunan yang berkelanjutan dan good governance. Teori etika lingkungan menurut Sony Keraf terbagi tiga, yaitu:

(18)

tatanan ekosistem dan dalam kebijakan yangdiambil dalam kaitan dengan alam, baik secara langsung atau tidak langsung.

Biosentrisme: Lingkungan hidup diperhatikan karna berkaitan dengan tanggung jawab moral menjaga kehidupan.

Ekosentrisme: manusia adalah bagian dari alam, maka alam menjadi tanggung jawab manusia; seluruh ekosistem bernilai karna kehidupan bergantung pada eksosistem; makhluk ekologis.

Menurut Sony Keraf, untuk mengatasi permasalahan permasalahan serta konfik yang terjadi antara masyarakat hukum adat dengan korporasi perusahaan, warga negara lain serta pemerintah, maka perlu dilakukan tindakan agar krisis lingkungan dapat teratasi yaitu:

 perubahan perilaku setiap individu maupun kelompok

 Kedua, perubahan paradigma pembangunan dari pembangunan berkelanjutan ke pembangunan keberlanjutan ekologi

 perlunya Good Environmental Government, yang memiliki komitmen

moral yangkonsisten (individu, masyarakat, dunia usaha dan pemerintah).

BAB III

KESIMPULAN

(19)

dengan baik.Kondisi kearifan lokal masyarakat Sedlur Sikep dapat dilihat dari 2 (dua) aspek yaitu :Aspek transendental dan aspek emperik

Perlawanan yang dilakukan oleh orang orang samin atau sedulur sikep di wilayah pegunungan kendeng wilayah sukolilo,kabupaten pati terutama terkait dengan pradigmaatas lingkungan hidup yang baik dan sehat yang kearifan lokal masyarakat Sedulur Sikep. Bahasa “mensejahterakan” dipahami berbeda karena masyarakat dengan pola yang sedehana itu sudah sejahtera baik lahir maupun bathin sehingga pembangunan pabrik semen dengan penambangan batu kapur (kars) justru akan merusak lingkungan dan membuat masyarakat mendrita. Disamping itu bertentangan dengan Rencana Tatat Ruang (RTRW) Jawa Tengah yang ada.

DAFTAR PUSTAKA

BUKU BUKU :

 NHT. Siahan, 1987,Ekologi Pembangunan dan Hukum Tata Lingkungan ,Jakarta ,Erlangga.

 M. Djafar Saidi,1989,Hukum Lingkungan, Makassar , Lembaga Penerbitan

Universitas Hasanudin.

 Satjipto Rahardjo,1980,Hukum DanMasyarakat, Bandung, Angkasa.

(20)

 Moh.Rosyid, 2008,Samin Kudus Barsahaja Di Tengah Asketisme Lokal,Yogyakarta : Pustaka Pelajar.

 Anis Sholeh Baasyin,2015,SAMIN Mistisme Petani ditengah Pergolakan,

semarang ,Gigih Pustaka

JURNAL :

 Hartuti Purnaweni, “Kebijakan Pengelolaan Lingkungan di Kawasan Kendeng Utara Provinsi Jawa Tengah”, Jurnal Ilmu Lingkungan, Vol. 12 No. 1, 2014.

 Suharko, “Masyarakat Adat versus Korporasi:Konflik Sosial Rencana Pembangunan Pabrik Semen di Kabupaten Pati Jawa Tengah Periode 2013-2016”, Jurnal Ilmu Sosial dan Politik, Vol.20 No.2 , 2016.

 Wahyu nugroho,konstitusionalitas hak masyarakat hukum adat dalam mengelola hutan adat ,jurnal konstitusi volume 11,nomor 1,tahun2014

 Suharko, “Ditambang atau Dilestarikan Konflik Sosial Rencana Pembangunan Pabrik Semen di Kabupaten Pati Jawa Tengah”, jurnal ilmu social dan politik, Vol.17 No.2, 2013.

JURNAL Internasional :

 Mirza Satria Buana, Living adat Law, Indigenous Peoples and the State Law: A Complex Map of Legal Pluralism in Indonesia, New Zealand: vol 31, no 3:241-254

JURNAL FH UNNES

Jawahir Tonthowi,Pengaturan Masyarakat Hukum Adat dan Implementasi Perlindungan Hak-hak Tradisionalnya,Semarang :Jurnal Fakultas Hukum UNNES Vol 10, No 1

PERATURAN :

 Keputusan Menteri Energi Dan Sumber Daya Mineral Nomor : 1456

(21)

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian ini bertujuanmengetahuipenyebab mengapa konflik terjadi serta mengungkap upaya apa saja yangdilakukan warga Desa Air Napal dalam mendapatkan kembali lahan

Berdasarkan masalah narkotika terutama orang yang pernah menggunakan obat tersebut, memang perlu adanya tindakan dalam mengatasi hal tersebut, sebagaimana peranan dinas

Adapun data kesetimbangan uap-cair sistem biner etanol + eugenol dan 1-propanol + eugenol pada tekanan atmosferik dan vakum yang diperoleh dari eksperimen belum ada data yang

Apabila ditelaah lebih lanjut, maka fleksibelnya TRIPs dapat menjadi celah bagi negara berkembang, termasuk Indonesia, untuk memperkuat kedudukan dalam kontrak lisensi

Tema yang dipilih dalam penelitian ini adalah southern bluefin tuna dengan judul penelitian Optimalisasi dan Strategi Pemanfaatan Southern Bluefin Tuna di Samudera Hindia – Selatan

Disini diasumsikan bahwa sumber daya yang dikomsumsi proporsional dengan volume produksi, sedangkan tidak semua sumber daya yang digunakan dalam proses produksi

Dengan demikian, penelitian yang berjudul Analisis hukum Islam Terhadap Praktik Arisan Karang Taruna Bunga Remaja di Dusun Gianti Desa Munggugianti Kecamatan Benjeng

Hasil eksperimen yang lebih besar disebabkan redaman kantilever dipengaruhi oleh jenis material dengan getaran yang terjadi yang terus menerus sehingga akan