BAB II
LANDASAN TEORI
A. TIPE PENGAMBILAN KEPUTUSAN MEMBELI
1. Pengertian Pengambilan Keputusan Membeli
Pengambilan keputusan membeli merupakan suatu proses pemecahan masalah
(John Dewey dalam Engel, Blackwell dan Miniard, 1995). Sejalan dengan pengertian
tersebut, Peter & Olson (2002), juga menggolongkan pengambilan keputusan
membeli sebagai proses pemecahan masalah. Proses ini diawali dengan adanya
persepsi konsumen akan adanya suatu masalah karena adanya keinginan yang tidak
terpenuhi. Konsumen akhirnya membuat keputusan tentang perilaku mana yang ingin
ditampilkan untuk mencapai tujuan mereka dan memecahkan masalah.
Schiffman & Kanuk (2004) mengartikan keputusan sebagai pemilihan dari dua
atau lebih alternatif tindakan yang ada sehingga keputusan hanya dapat dibuat jika
ada beberapa alternatif yang dapat dipilih. Pengambilan keputusan membeli
merupakan pemilihan dari dua atau lebih alternatif yang dapat dipilih dalam proses
pembelian yang dilakukan oleh seorang konsumen.
Berkowitz (2002) mengatakan proses keputusan pembelian merupakan
tahap-tahap yang dilalui pembeli dalam menentukan pilihan tentang produk dan jasa yang
hendak dibeli.
Loudon & Della Bitta (1993) mengatakan bahwa proses pengambilan keputusan
banyak yang akan dibeli, di mana akan dilakukan, kapan akan dilakukan dan
bagaimana pembelian akan dilakukan. Proses kunci dari proses pengambilan
keputusan membeli adalah proses integrasi di mana pengetahuan dikombinasikan
untuk mengevaluasi semua alternatif yang ada dan akhirnya memilih satu. Hasil
pemilihan ini secara kognitif dianggap sebagai intensi perilaku yang kemudian dapat
disebut sebagai rencana untuk terikat dalam satu atau lebih perilaku (Peter & Olson,
2002).
Hawkins, Mothersbaugh dan Best (2007) mengatakan bahwa pengambilan
keputusan membeli merupakan suatu gambaran dimana seseorang secara hati-hati
mengevaluasi berbagai atribut dari produk-produk, brand, atau jasa dan secara
rasional memilih salah satu yang memenuhi kebutuhannya.
Berdasarkan berbagai pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa pengambilan
keputusan membeli merupakan proses pemecahan masalah oleh konsumen mengenai
produk atau jasa yang hendak dibeli dengan cara memilih perilaku yang ingin
ditampilkan melalui tahapan-tahapan pembelian.
2. Tahapan-tahapan dalam Pengambilan Keputusan Membeli
Hawkins, Mothersbaugh dan Best (2007) membagi proses pengambilan
keputusan konsumen membeli atas lima tahapan. Tahap-tahap tersebut adalah:
a. Pengenalan masalah
Proses yang terjadi dalam tahap ini adalah terciptanya persepsi akan adanya
kesenjangan antara kondisi yang diinginkan dan kondisi yang sebenarnya. Proses
pengenalan kebutuhan merupakan proses yang paling penting, karena pada tahap
sehingga dapat mengaktifkan proses pengambilan keputusan.
b. Pencarian informasi
Setelah mengenali adanya kebutuhan, konsumen akan melakukan pencarian
informasi yang relevan dari memorinya sendiri. Pencarian ini merupakan pencarian
internal. Apabila konsumen merasa pencarian tersebut tidak cukup, maka ia akan
melakukan pencarian secara eksternal, yaitu pencarian informasi dari lingkungannya.
Pencarian ini misalnya bertanya kepada sumber-sumber pribadi seperti teman dan
keluarga, sumber-sumber umum misalnya majalah konsumen dan iklan, sumber
pemasaran misalnya karyawan toko atau bisa juga dengan langsung mencoba suatu
produk.
c. Evaluasi alternatif
Pada tahap ini, konsumen membandingkan alternatif-alternatif yang sudah
dikumpulkan sebelumnya, mengevaluasi keuntungan maupun kerugian masing-
masing alternatif tersebut dan menyempitkan pilihan pada alternatif yang disukai.
d. Tahap pembelian
Proses yang terjadi pada tahap ini adalah konsumen memutuskan bagaimana
cara pembelian akan dilakukan, kapan pembelian akan dilakukannya, di toko apa
pembelian akan dilakukan, dan apa yang akan dibelinya. Tidak jarang konsumen
akhirnya memilih untuk membeli sesuatu yang berbeda dari yang direncanakan
sebelumnya, karena adanya faktor-faktor lain, misalnya diskon, yang dirasa lebih
e. Evaluasi alternatif setelah pembelian
Proses yang terjadi dalam tahap ini adalah evaluasi yang dilakukan oleh
konsumen tentang sejauh mana konsumsi memberikan kepuasan. Konsumen akan
membandingkan harapan yang dimilikinya di awal saat melakukan proses pembelian
dengan kinerja produk yang sudah dibelinya. Respon puas akan timbul bila konsumen
merasa kinerja produk yang dibelinya lebih besar daripada harapan awalnya.
Sebaliknya, bila harapan awal yang lebih besar, maka yang akan timbul adalah
disonansi ataupun respon tidak puas.
Konsumen terkadang mengalami keraguan atau kecemasan tentang keputusan
pembeliannya, yang dikenal sebagai pertentangan pasca pembelian atau post purchase
dissonance (Munandar, 2001). Untuk mengurangi pertentangan pasca pembelian
tersebut, individu menggunakan beberapa strategi (Schiffman & Kanuk, 2004), yaitu :
a. Merasionalisasikan keputusannya sebagai keputusan yang terbaik,
b. Mencari infomasi yang mendukung pilihannya dan menghindari produk yang
berbeda.
c. Berusaha mempengaruhi teman, orang lain untuk membeli produk yang sama,
atau
d. Merasa puas pada produk untuk menentramkan diri.
3. Tipe – Tipe Pengambilan Keputusan Membeli
Hawkins, Mothersbaugh dan Best (2007) menjelaskan tingkatan dalam proses
a. Pengambilan Keputusan Diperluas
Pada pengambilan keputusan diperluas, konsumen terbuka pada informasi dari
berbagai sumber dan termotivasi untuk membuat pilihan yang tepat. Pengambilan
keputusan ini meliputi proses yang melibatkan pencarian informasi internal maupun
eksternal yang intensif, diikuti oleh evaluasi yang kompleks atas sejumlah besar
alternatif yang tersedia. Kelima tahapan proses pengambilan keputusan diikuti
meskipun tidak berurutan dan akan banyak alternatif yang di evaluasi. Jika hasil yang
diharapkan terpenuhi, maka keputusan ditunjukkan dalam bentuk rekomendasi pada
orang lain dan keinginan untuk membeli kembali. Sejalan dengan Hawkins, Solomon
(2004) mengatakan bahwa dalam pengambilan keputusan diperluas, pada tahap
pencarian informasi, konsumen terbuka pada sumber informasi yang berbeda,
menggunakan banyak kriteria alternatif yang dievaluasi, mengunjungi berbagai
toko-toko dan sering melakukan komunikasi dengan penjual ketika melakukan pembelian.
b. Pengambilan Keputusan Terbatas
Pada pengambilan keputusan terbatas, konsumen juga mengikuti setiap tahap
dalam pengambilan keputusan membeli. Diawali dari pengenalan masalah yang
menuntun kepada pencarian informasi. Pencarian informasi yang dilakukan konsumen
lebih kepada pencarian informasi intensif secara internal dan hanya melibatkan
pencarian informasi eksternal yang terbatas. Dalam evaluasi alternatif, konsumen
hanya melibatkan sedikit atribut, sedikit alternatif, dan tidak secara kompleks. Tidak
terjadi disonansi yang dialami konsumen setelah pembelian dan evaluasi pasca
pembelian yang dilakukan juga terbatas.
Solomon (2004) menambahkan bahwa dalam pengambilan keputusan terbatas
menggunakan waktu berbelanja yang terbatas dan pemilihan produk dipengaruhi oleh
apa yang dipajang di toko ketika melakukan pembelian.
c. Pengambilan Keputusan Nominal
Dalam pengambilan keputusan nominal, tahapan yang dialami seseorang ialah
adanya pengenalan masalah, kemudian hanya melibatkan pencarian informasi internal
(memori jangka panjang) yang lalu menyediakan satu brand solusi saja. Brand itu
kemudian dibeli, dan hanya dievaluasi apabila produk tersebut gagal atau tidak sesuai
harapan. Pengambilan keputusan nominal tidak melibatkan evaluasi alternatif
sebelum pembelian.
4. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pengambilan Keputusan Membeli
Engel, Blackwell dan Miniard (1995) menyatakan bahwa proses pengambilan
keputusan membeli pada konsumen dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor yang
dikelompokkan menjadi dua bagian yaitu yang berasal dari lingkungan (eksternal)
dan yang bersifat individual (internal). Beberapa faktor yang berasal dari lingkungan
(eksternal) yang mempengaruhi proses pengambilan keputusan membeli konsumen
(Engel, Blackwell dan Miniard, 1995) antara lain :
a. Budaya
Aspek kebudayaan menjadi dasar nilai, keyakinan, dan tindakan konsumen yang
secara tidak langsung mempengaruhi konsumen dalam pengambilan keputusan
b. Kelas sosial
Kelas sosial mengacu pada pengelompokan orang yang sama dalam perilaku
mereka berdasarkan posisi ekonomi mereka di dalam pasar. Ada beberapa aspek yang
menentukan kelas sosial (Kahl, dalam Engel dkk, 1995) yaitu pekerjaan, pendidikan,
dan pendapatan.
c. Demografi
Harrel (1986) mengemukakan bahwa perilaku konsumen lebih menekankan
pada aspek-aspek yang menetap yang mengacu pada populasi suatu daerah yang
bersifat kuantitatif seperti usia, pendapatan, pekerjaan, jenis kelamin, pendidikan, dan
kode wilayah. Sementara itu, Engel dkk (1995) mengemukakan bahwa faktor
demografi yaitu status sosial ekonomi meliputi pekerjaan, pendapatan dan kekayaan.
d. Pengaruh kelompok
Kebanyakan perilaku konsumen dipengaruhi oleh kelompok (Hasbro, dalam
Engel, Blackwell dan Miniard, 1995). Dalam hal ini khususnya dipengaruhi oleh
kelompok referensi, dimana cara berpikir dan nilai yang dianut kelompok
mempengaruhi secara bermakna perilaku individu.
e. Keluarga
Keluarga adalah "pusat pembelian" yang merefleksikan kegiatan dan pengaruh
individu yang membentuk keluarga yang bersangkutan (Engel, Blackwell dan
Miniard, 1995). Individu membeli produk untuk dipakai sendiri dan untuk dipakai
oleh anggota keluarga lain. Keluarga merupakan variabel struktural yang memberikan
dampak bagi keputusan pembelian, yang terdiri dari usia kepala rumah tangga atau
suami istri dalam rumah tangga.
Faktor yang bersifat individual (internal) yang mempengaruhi pengambilan
keputusan membeli yaitu :
a. Belajar dan Ingatan
Perilaku konsumen sangat dipengaruhi oleh pengalaman belajar yang akan
menentukan tindakan dan pengambilan keputusan membeli bagi konsumen.
Seseorang harus mempelajari semua hal yang berkaitan dengan performa, keberadaan,
nilai, pilihan produk, kemudian menyimpan informasi tersebut dalam ingatan.
b. Sikap
Sikap adalah evaluasi terhadap suatu objek (Morgan, 1989). Sedangkan menurut
Hawkins, Mothersbaugh dan Best (2007) sikap merupakan cara berpikir, merasa dan
bertindak terhadap beberapa aspek dari lingkungan. Ada tiga komponen sikap, yaitu,
kognitif, afektif dan perilaku. Kognitif berarti keyakinan atau pengetahuan individu
terhadap objek. Afektif berarti perasaan atau reaksi emosional terhadap objek.
Sedangkan perilaku merefleksikan tindakan yang tampak dan pernyataan dari intensi
perilaku dengan mempertimbangkan atribut fisik dari suatu objek. Ketiga komponen
sikap akan konsisten satu sama lainnya.
c. Motivasi dan kepribadian
Motivasi adalah dorongan atau kekuatan yang menggerakkan perilaku dan
memberikan arah serta tujuan bagi perilaku seseorang. Sedangkan motif adalah
konstruk yang menggambarkan kekuatan dalam diri yang tidak dapat diamati, yang
merangsang respon perilaku dan memberikan arah spesifik terhadap respon tersebut.
memiliki tujuan, maka kepribadian akan mengarahkan perilaku yang dipilih untuk
mencapai tujuan dalam situasi yang berbeda.
d. Persepsi
Dasar dari pengambilan keputusan konsumen adalah adanya informasi.
Konsumen mengumpulkan informasi, memprosesnya, menambah, dan menyimpan
sebagian informasi, serta menambah dan menggabungkan informasi yang baru
dengan yang lama. Proses inilah yang membentuk persepsi. Persepsi inilah
selanjutnya yang akan menghasilkan suatu pemecahan masalah dalam bentuk adanya
keputusan.
e. Gaya hidup
Gaya hidup adalah fungsi dari karakteristik seseorang yang telah terbentuk
melalui interaksi sosial. Harrel (1986) mendefinisikan gaya hidup sebagai bagaimana
seseorang menjalani kehidupannya, mengalokasikan uang dan waktu. Kotler &
Susanto (2001) mengemukakan bahwa gaya hidup seseorang adalah pola hidup
seseorang dalam kehidupan sehari-hari yang dinyatakan dalam kegiatan, minat dan
pendapat (opini) yang bersangkutan. Gaya hidup individu didasari oleh konsep
dirinya yaitu sikap yang dianut seseorang terhadap dirinya.
B. TECHNOGRAPHICS
1. a. Pengertian Technographics
Rubin & Bluestein (1999) menyatakan bahwa yang dimaksud dengan
Technographics ialah suatu model yang didesain untuk mengkategorisasikan
konsumen berdasarkan sikap, motivasi, dan kemampuan mereka dalam menggunakan
Hawkins, Mothersbaugh dan Best (2007) mengatakan bahwa Technographics
merupakan suatu skema yang mengukur tipe gaya hidup yang berhubungan dengan
teknologi dan aktivitas-aktivitas seperti akses online, kepemilikan PC, instant
messaging, dan belanja online.
Berdasarkan beberapa hal di atas dapat disimpulkan bahwa Technographics
merupakan suatu tipe kategorisasi gaya hidup konsumen dalam penggunaan
teknologi.
b. Pengertian Gaya Hidup
Kotler & Keller (2006) mendefinisikan gaya hidup sebagai pola hidup
seseorang di dunia yang diekspresikan dalam aktivitas, minat, dan opini. Pengertian
ini sejalan dengan Setiadi (2003) mengatakan gaya hidup secara luas diidentifikasikan
oleh bagaimana orang menghabiskan waktu mereka (aktivitas) apa yang mereka
anggap penting dalam lingkungannya (ketertarikan), dan apa yang mereka pikirkan
tentang diri mereka sendiri dan juga dunia di sekitarnya (pendapat).
Engel, Blackwell dan Miniard (1995) mendefinisikan gaya hidup sebagai pola
dimana orang hidup dan menghabiskan waktu serta uang. Gaya hidup adalah konsepsi
sederhana yang mencerminkan nilai konsumen. Hal ini sesuai dengan Mowen &
Minor (2002) yang mengatakan bahwa gaya hidup menunjukkan bagaimana orang
hidup, bagaimana mereka membelanjakan uangnya, dan bagaimana mereka
mengalokasikan waktu mereka. Selanjutnya, Nas & Sande (dalam Ginting & Sianturi,
2005) mendefinisikan gaya hidup sebagai sebuah konstruk kesadaran dari frame of
reference yang diciptakan relatif bebas oleh individu untuk menguatkan identitasnya
dalam pergaulan dan membantunya dalam komunikasi. Dalam pengertian ini, gaya
dalam bertingkah laku.
Hawkins, Mothersbaugh dan Best (2007) menyatakan gaya hidup sebagai
bagaimana individu menjalankan proses kehidupan. Gaya hidup merupakan fungsi
dari ciri-ciri dalam diri individu yang terbentuk melalui interaksi sosial sewaktu
individu bergerak melalui daur hidupnya. Gaya hidup itu bersifat dinamis dan secara
konstan mengalami perubahan. Gaya hidup merupakan dasar motivasi yang
mempengaruhi sikap dan kebutuhan individu, yang pada akhirnya mempengaruhi
pembelian dan aktivitas yang digunakan individu. Hawkins, Mothersbaugh dan Best
(2007) juga menambahkan bahwa gaya hidup mencakup produk apa yang kita beli,
bagaimana kita menggunakannya, dan apa yang kita pikirkan tentang produk tersebut.
2. Aspek-aspek Technographics
Rubin & Bluestein (1999) menyatakan bahwa terdapat tiga aksis yang
mendefinisikan tipe Technographics yaitu : sikap terhadap teknologi, pendapatan, dan
motivasi primer.
a. Sikap terhadap teknologi
Tipe Technographics membagi konsumen dalam dua kelompok, yaitu:
teknologi optimis dan teknologi pesimis.
Teknologi optimis yaitu orang-orang yang berkeyakinan bahwa dengan
mengubah perilaku mereka dengan menggunakan dan mendapatkan teknolgi baru
akan membuat hidup mereka lebih mudah dan lebih menyenangkan.
Teknologi pesimis yaitu orang-orang yang tidak tertarik, cemas, dan tidak
bersahabat dengan teknologi. Mereka menunjukkan ketertarikan yang sedikit dalam
metode tradisional saja.
b. Pendapatan
Pendapatan yang dimaksud di sini terbagi dua, yaitu orang-orang dengan
pendapatan tinggi dan pendapatan rendah. Kasali (1998) membagi penghasilan di kota
metropolitan (Jakarta, Surabaya, Balikpapan, dan Medan) sebagai berikut:
Tabel 1. Pembagian penghasilan di kota metropolitan
Penghasilan Keluarga Perbulan Tinggi ( Bagian Atas) >5 juta
Tinggi (Bagian Bawah) 3-5 juta Rendah (Bagian Atas) 1-3 juta
Rendah (Bagian Bawah) <1 juta
c. Motivasi primer
Segmentasi Technographics membedakan konsumen melalui tiga tipe motivasi
primer : karir, keluarga, dan hiburan. Motivasi-motivasi ini berhubungan dengan
kebutuhan mereka untuk merasa tercukupi dalam hidup mereka.
Motivasi primer dalam hal ini terbagi tiga, yaitu:
1. Konsumen dengan motivasi hiburan (Entertainment-motivated consumer),
yaitu mereka yang berhubungan dengan kebutuhan untuk bersenang-senang.
2. Konsumen dengan motivasi karir (Career-motivated consumer), yaitu
mereka yang memiliki kebutuhan untuk maju atau merasa penting dalam
karir.
mereka yang berhubungan dengan kebutuhan untuk merawat atau menjaga
orang-orang terdekat.
3. Tipe Technographics
Berdasarkan hal tersebut, Hawkins, Mothersbaugh dan Best (2007)
mengelompokkan gaya hidup individu dalam hal penggunaan teknologi ke dalam 10
tipe, yaitu:
Tabel 2. Pembagian tipe Technographics
1. Fast Forwards : Orang-orang yang optimis, berpenghasilan tinggi, dan
termotivasi oleh karir. Mereka terburu-buru waktu, punya tujuan, dan
merupakan pengguna berat teknologi. Sangat mungkin untuk online
sepanjang waktu.
2. Techno-Strivers : Orang-orang yang optimis, berpenghasilan rendah, dan
termotivasi oleh karir. Mereka yakin bahwa nilai dari teknologi merupakan
jalan untuk meningkatkan karir mereka.
3. Handshakers : Orang-orang yang pesimis, berpenghasilan tinggi, dan
termotivasi oleh karir. Mereka sukses dalam karir mereka namun Sikap Pendapatan
Motivasi Primer
Karir Keluarga Hiburan
Optimis Tinggi Fast Forwards New Age Nurturers
Mouse Potatoes
Rendah Techno-Strivers
Digital Hopefuls
Gadget Grabbers
bertoleransi rendah dengan teknologi. Pengguna paling rendah dalam instant
messaging.
4. New Age Nurturers : Orang-orang yang optimis, berpenghasilan tinggi,
dan termotivasi oleh keluarga. Mereka sangat yakin dengan nilai dari
teknologi bagi keluarga dan pendidikan.
5. Digital Hopefuls : Orang-orang yang optimis, berpenghasilan rendah, dan
termotivasi oleh keluarga. Mereka adalah pecinta teknologi yang
berhubungan dengan keluarga. Merupakan pengguna instant messaging
yang relatif tinggi.
6. Traditionalists : Orang-orang yang pesimis, berpenghasilan tinggi, dan
termotivasi oleh keluarga. Mereka paling tidak gampang menerima
teknologi baru yang lain dari yang biasa mereka gunakan. Paling tidak
mungkin terpengaruh dengan apa yang menjadi trend.
7. Mouse Potatoes : Orang-orang yang optimis, berpenghasilan tinggi, dan
termotivasi oleh hiburan. Mereka tertarik dengan hiburan interaktif
khususnya pada PC. Paling mungkin untuk berbelanja online.
8. Media Junkies : Orang-orang yang pesimis, berpenghasilan tinggi, dan
termotivasi oleh hiburan. Biasanya mereka tertarik pada TV dan fitur-fitur
video.
9. Sidelined Citizens : Orang-orang pesimis dan berpenghasilan rendah.
Mereka takut dengan teknologi baru dan lambat dalam beradaptasi. Mereka
10. Gadget Grabbers : Orang-orang yang optimis, berpenghasilan rendah dan
termotivasi oleh hiburan. Mereka menginginkan produk-produk teknologi
tinggi dengan harga terjangkau. Mereka paling mudah terpengaruh dengan
apa yang sedang menjadi trend, dan paling mungkin menggunakan instant
messaging. Agak lebih kurang untuk tetap online karena pendapatan rendah