POSTPARTUM BLUES DALAM PERSPEKTIF KOMUNIKASI INTERPERSONAL
(Studi Analisa Teori Johari Window)
SKRIPSI
Diajukan Kepada Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya Guna Memenuhi Salah Satu Syarat dalam Memperoleh Gelar Sarjana Ilmu
Komunikasi (S.I.Kom.) dalam Bidang Ilmu Komunikasi
Oleh : Vonny Ariesta NIM. B76213095
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL SURABAYA FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI
JURUSAN KOMUNIKASI
ABSTRAK
Vonny Ariesta, B76213095, 2017. Postpartum Blues dalam Perspektif Komunikasi Interpersonal (Studi Analisa Teori Johari Window)
Kata kunci : Postpartum Blues, Komunikasi Interpersonal
Penelitian ini bermula dari adanya fenomena postpartum blues pada ibu setelah melahirkan. Untuk mengetahui komunikasi interpersonal yang terjadi, maka peneliti mengadakan sebuah penelitian tentang postpartum blues dalam perspektif komunikasi interpersonal. Fokus penelitian ini, yaitu Bagaimana komunikasi interpersonal yang dilakukan ibu yang mengalami postpartum blues dengan keluarga?
Penelitian ini menggunakan metode penelitian dengan pendekatan fenomenologi dan jenis penelitian kualitatif. Informan penelitian ini adalah ibu yang mengalami postpartum blues dengan jumlah 4 informan di Desa Panjunan, dan Desa Dungus, serta pendekatan penelitian praktek interpretif memiliki asumsi subjektivitas tentang hakikat pengalaman nyata dan tatanan sosial.
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL... i
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA………... ii
PERSETUJUAN PEMBIMBING……….. iii
PENGESAHAN TIM PENGUJI………... iv
MOTTO DAN PERSEMBAHAN... v
KATA PENGANTAR... vi
ABSTRAK (Bahasa Inggris)………..……… ix
ABSTRAK (Bahasa Indonesia)... x
DAFTAR ISI... xi
DAFTAR GAMBAR... xiv
BAB I : PENDAHULUAN A. Konteks Penelitian... 1
B. Fokus Penelitian... 7
C. Tujuan Penelitian... 7
D. Manfaat Penelitian... 8
E. Kajian Hasil Penelitian Terdahulu... 9
F. Definisi Konsep Penelitian... 11
G. Kerangka Pikir Penelitian………..………….. 14
1. Pendekatan dan Jenis Penelitian……… 17
2. Subyek, Obyek, dan Lokasi Penelitian……….. 18
3. Jenisdan Sumber Data……….. 20
4. Tahap-Tahap Penelitian………. 21
5. Teknik Pengumpulan Data……… 24
6. Teknik Analisa Data……….. 25
7. Teknik Pemeriksaan Keabsahan Data……… 25
I. Sistematika Penelitian………. 27
BAB II : POSTPARTUM BLUES DALAM PERSPEKTIF KOMUNIKASI INTERPERSONAL A. Kajian Pustaka... 29
1. Postpartum Blues……….….. 29
2. Komunikasi Interpersonal……….. 38
B. Kajian Teori... 47
BAB III : PAPARAN DATA PENELITIAN POSTPARTUM BLUES DALAM PERSPEKTIF KOMUNIKASI INTERPERSONAL A. Deskripsi Data Penelitian……... 54
1. Pasangan dengan Selisih 1-3 Tahun……….. 55
2. Pasangan dengan Selisih 4-6 Tahun……….. 56
3. Pasangan dengan Selisih 7-9 Tahun……….….. 57
4. Pasangan dengan Selisih 10-12 Tahun…….……….. 58
1. Cara Komunikasi Interpersonal secara Langsung yang Dilakukan Ibu
yang Mengalami Postpartum Blues dengan Keluarga………. 66
2. Cara Komunikasi Interpersonal secara Langsung yang Dilakukan Ibu yang Mengalami Postpartum Blues dengan Keluarga……...….. 74
3. Hambatan-Hambatan Komunikasi Interpersonal yang Dilakukan Ibu yang Mengalami Postpartum Blues dengan Keluarga…...….. 80
BAB IV : INTERPRETASI HASIL PENELITIAN POSTPARTUM BLUES DALAM PERSPEKTIF KOMUNIKASI INTERPERSONAL A. Analisis Data... 87
1. Komunikasi Interpersonal secara Langsung yang Dilakukan Ibu yang Mengalami Postpartum Blues dengan Keluarga………... 87
2. Komunikasi Interpersonal secara Tidak Langsung yang Dilakukan Ibu yang Mengalami Postpartum Blues dengan Keluarga……….. 90
3. Hambatan-Hambatan Komunikasi Interpersonal yang Dilakukan Ibu yang Mengalami Postpartum Blues dengan Keluarga………... 93
B. Konfirmasi dengan Teori... 102
BAB V : PENUTUP A. Simpulan... 113
B. Rekomendasi………...………… 114
DAFTAR PUSTAKA... 116
BIODATA PENULIS... 120
BAB I
PENDAHULUAN
A. Konteks Penelitian
Sebuah kehidupan yang dijalani, pasti menginginkan sebuah kebahagiaan,
kesejahteraan, ketentraman, kenyamanan, keadilan dan ketenangan. Akan tetapi jika
semua itu dapat dilalui tanpa adanya sebuah permasalahan atau gangguan. Saat kita
menyesuaikan diri pada hal yang baru pasti akan mengalami sebuah
ketidaknyamanan. Akan tetapi jika kita memahami dan mengatahui situasi dan
kondisi, maka akan timbul semua keinginan dalam menjalani hidup. Berbeda lagi saat
gangguan itu muncul pada ibu yang sedang melahirkan. Seorang ibu atau wanita
hamil akan mengalami sebuah kekhawatiran dalam menjalani proses kehamilannya
apalagi saat proses persalinan.
Bagi wanita yang baru mengalami kehamilan untuk pertama kali, kecemasan
sering menyertai proses kehamilan tersebut karena banyak perubahan yang akan
dihadapi. Untuk itu agar kehamilan dan melahirkan dapat berjalan lancar dan dapat
dinikmati, perlu persiapan baik secara fisik maupun mental. Setiap ibu hamil yang
akan melahirkan anak pertama akan merasakan kecemasan yang lebih tinggi
dibandingkan dengan ibu hamil yang sudah pernah melahirkan anak pertamanya.
2
Wajar jika seorang ibu hamil mengalami kecemasan. Kecemasan atau ansietas
ibu hamil yang akan menghadapi proses persalinan salah satu masalah gangguan
emosional yang sering ditemui dan menimbulkan dampak psikologis cukup serius.1
Misalnya kekhawatiran dalam persalinan normal atau caesar, ketidakmampuan untuk
memberikan yang terbaik pada bayi, atau si ibu tidak mempunyai rasa percaya diri
selama mengalami kehamilan serta proses persalinan yang akan dihadapi. Hal
tersebut membutuhkan adanya dukungan dari orang-orang terdekat terutama pada
keluarga.
Melahirkan bayi merupakan suatu peristiwa penting yang sangat
dinanti-natikan oleh sebagian besar perempuan. Menjadi seorang ibu membuat seorang
perempuan merasa telah berfungsi untuk dalam menjalani kehidupannya, di samping
beberapa fungsi yang lain, seperti sebagai istri, sebagai bagian dari keluarga, sebagai
anak dari kedua orang tuanya, serta sebagai anggota dari keluarga besar dan
masayarakat.2 Kelahiran anak pertama ini sangat dinantikan oleh keluarga dan suami.
Sedangkan pada ibu yang telah melahirkan anaknya, mengatakan bahwa merawat
anak memang susah dan melelahkan akan tetapi bantuan dari orang tua sangat
mendukung untuk merawat bayi. Dengan adanya orang tua (terutama ibu) dapat
mengajarkan cara untuk merawat bayi.
Kebahagiaan mungkin tidak akan dirasakan oleh sebagian ibu yang tidak
berhasil menyesuaikan diri terhadap sejumlah faktor perubahan seperti fisik dan
1Syaifurrahman Hidayat dan Sri Sumarni, “Kecemasan Ibu Hamil dalam Menhadapi Proses
Persalinan”, Jurnal Kesehatan, Wiraraja Medika, vol III no. 2, 2013, hml 67
2
3
emosional. Mereka bahkan dapat mengalami berbagai gangguan emosional dengan
berbagai gejala, sindroma dan faktor resiko yang berbeda-beda. Gangguan emosional
atau gangguan hormon pasca persalinan umumnya dibagi menjadi tiga bentuk yaitu
postpartum blues, depresi postpartum, dan psikosis postpartum. Berkaitan dengan
penelitian ini, maka peneliti akan meneliti mengenai postpartum blues atau baby
blues.3
Baby blues adalah bentuk depresi yang paling ringan. Biasanya, yang timbul
antara 2 hari hingga 2 minggu setelah melahirkan. Lamanya depresi juga tidak terlalu
berlarut-larut, sekitar 2 minggu saja. Yang pasti baby blues dialami hingga 80% ibu
yang baru melahirkan.4 Gejala yang ditimbulkan akibat sosial dan lingkungan seperti
tekanan dalam hubungan pernikahan dan hubungan keluarga, riwayat sindrom
pramenstruasi, rasa cemas, rasa takut tentang persalinan dan depresi masa hamil serta
penyesuaian sosial yang buruk.5 Dalam dunia kesehatan, postpartum blues
merupakan gangguan hormon pada ibu pasca melahirkan. Hal itu wajar dan biasanya
akan hilang dengan sendirinya tanpa ada penanganan, akan tetapi bisa juga menjadi
fatal jika tidak memahami situasi dan kondisi yang dialami ibu yang mengalami
postpartum blues.
Dari beberapa hasil kasus baby Blues atau postpartum blues ditemukan, dari
penelitian yang dilakukan oleh Fatimah (2009) menyatakan bahwa 44% sebanyak 11
orang mengalami gejala postpartum blues dan 56% sebanyak 14 orang tidak
3 Krisdiana Wijayanti, dkk, “
Gambaran Faktor-faktor Resiko Pospartum Blues di Wilayah Kerja Pukesmas Blora” Junal Kebidanan, vol II no. 5 Oktober 2013, hlm 57
4
Mirza Maulana, Penyakit Kehamilan dan Pengobatannya, (Jogjakarta : Katahati, 2012), hlm 218
5
4
mengalami gejala postpartum blues. Penelitian yang dilakukan oleh Setyaningsih
(2010) di RSUD Saras Husada Purworejo menyatakan bahwa ibu yang mengalami
postpartum blues sebanyak 45,19%. Penelitian di Bandung, mengemukakan angka
kejadian postpartum blues pada ibu pasca persalinan meningkat sebanyak 10% dari
15% menjadi 25%.
Beberapa penelitian yang membahas baby blues atau postpartum blues yang
menjadi acuan dalam penelitian ini, seperti pada penelitian Vivin (2013) yang
menyimpulkan bahwa dukungan keluarga yang diberikan dapat berupa kasih sayang,
perhatian, pemberian materi, membantu dalam merawat bayi, membantu untuk
memecahkan sebuah masalah.6 Akan tetapi dukungan keluarga juga dipengaruhi oleh
usia suami, perilaku keluargam dan status sosial ekonomi keluarga. Sedangkan pada
penelitian Setyowati (2006) mengenai studi faktor kejadian postpartum blues pada
ibu pasca salin didapat bahwa sekitar 31 wanita yang melahirkan antara pada tanggal
26 Juni hingga 15 Juli 2006 dengan diberikan EPDS (Edinburgh Postnatal
Depression Scale) dengan waktu sekitar 48 jam setelah melahirkan.7 Berdasarkan
hasil penelitian yang dilakukan dengan menggunakan EPDS, postpartum blues
ditemukan pada 17 subjek (54,84%) dari 31 wanita. Faktor dari postpartum blues
seperti: kehamilan dan pengalaman kerja, faktor psikososial (dukungan sosial dan
kualitas bayi dan kondisi) dan faktor spiritual menunjukkan bahwa psikososial
memiliki peran dalam menyebabkan kejadian postpartum blues (38,71% pada
6
Vivin Safitri, Dukungan Keluarga pada Ibu yang Mengalami Postpartum Blues, (Surabaya : Fakultas Dakwah, Program Studi Psikologi IAIN Sanan Ampel Surabaya, 2013), hlm xi
7
5
kehamilan dan pengalaman merawat bayi, 19,35% dalam dukungan sosial, 16,13%
dalam kualitas bayi dan kondisi dan 9,78% dalam faktor spiritual).
Dari penelitian Vivin tersebut melalui perspektif psikologi disini peneliti akan
meneliti dalam perspektif ilmu komunikasi yaitu pada komunikasi interpersonal. Ada
beberapa faktor yang diperkirakan memicu terjadinya postpartum blues seperti faktor
hormonal, faktor demografik, faktor pengalaman dalam proses kehamilan dan
persalinan, latar belakang psikologis wanita yang bersangkutan, fisik, faktor budaya,
dan faktor komunikasi. Seseorang yang mengalami sebuah gangguan secara
emosional atau dalam kesehatan sedang mengalami gangguan pada hormonnya, ini
yang dibutuhkan adalah sebuah komunikasi.
Kenapa komunikasi penting dilakukan pada ibu yanag mengalami postpartum
blues? Karena dengan komunikasi permasalahan yang sedang kita alami bisa kita
ungkapkan kepada seseorang. Jiwa yang sedang terguncang bisa diobati dengan
komunikasi. Komunikasi yang dilakukan pada ibu yang menglami postpartum blues
yaitu komunikasi hati ke hati yang merupakan komunikasi interpersenoal yang
dilakukan oleh ibu dan keluarga. Ungkapan isi hati yang dilakukan ibu terhadap
keluarga ini akan menimbulkan efek berupa kepedulian keluarga terhadap si ibu.
Secara tidak langsung penanganan ibu yang megalami postpartum blues akan cepat
teratasi dengan menggunakan komunikasi interpersonal.
Ibu yang mengalami postpartum blues membutuhkan dukungan atau perhatian
penuh dari suami ketika dia merasa kondisi yang menekan hingga dia mengalami
postpartum blues. Sebenarnya suami bisa mengatasi hal ini jika kita melihat
6
selalu berkomunikasi, entah itu membahas hal yang serius atau membahas hal yang
sepele. Kurangnya komunikasi juga akan mengakibatkan timbulkan kesalahpahaman
karena dengan berkomunikasi kita dapat mengetahui dan memahami pasangan kita
atau lawan bicara kita.
Hal tersebut telah dibuktikan dengan seorang ibu yang melahirkan dengan
ceasar akibat pre-eklamsi yang mengalami baby blues atau postpartum blues berusia
24 tahun yang pada usia kandungannya 7 bulan. Dia mengatakan “komunikasi ke
suami ngga ada izin, suami setuju aja pokonya yang terbaik, kendalanya juga kan
jarak jauhaku dengan suami”. Saat masakehamilan trismester terakhir dan proses persalinan hanya orangtua yang menemani dan sering sharing mengenai merawat
anak. Pada ibu yang melahirkan dengan ceasar akibat air ketuban habis yang
mengalami postpartum blues pada usia 25 tahun. Dia mengatakan “rasanya seperti hidup dan mati, setelah melahirkan suami sibuk dengan pekerjaannya”. Dalam keluarga yang sibuk mengakibatkan dia tertutup dalam berkomunikasi.
Pada ibu yang berusia 21 tahun yang mengalami postpartum blues. Proses
persalinan secara caesar akibat plasenta previa, ”Setelah melahirkan bentuk badan
berubah” komunikasi interpersonal terhadap suami terjalin hubungan erat. Ibu yang
berusia 25 tahun yang mengalami postpartum blues pada kelahiran anak kedua
dengan proses persalinan normal. Dia mengalami postpartum blues akibat dari jarak
anak pertama dengan kedua yang dekat.
Pada penelitian ini, peneliti akan meneliti mengenai postpartum blues dalam
perspektif komunikasi interpersonal pada pasangan muda atau pasagan beda usia.
7
dibebankannya ia juga harus mengurus seorang anak. Terlebih dengan pekerjaan
rumah tangga akan lebih mudah merasa lelah sehingga rasa tertekan dengan kondisi
lingkungan sekitar akan terasa. Maka dari itu komunikasi yang dilakukan oleh
keluarga atau orang terdekat yang anda cintai selama pasca melahirkan sangat
diperlukan. Apalagi dengan menceritakan permasalahan dan perasaan yang dialami
kepada pasangan atau orang tua, atau siapa saja yang bersedia menjadi pendengar
yang baik akan dapat mengurangi kecemasan, stress bahkan depres yang dialami oleh
ibu pasca melahirkan terutama pada kelahiran anak pertama.
B. Focus Penelitian
Fokus dalam penelitian ini adalah komunikasi interpersonal terhadap ibu yang
mengalami postpartum blues pada pasangan muda dan beda usia. Guna mendalami
fokus tersebut penelitian ini akan menggunakan pendekatan kualitatif. Dalam konteks
penelitian yang akan dikaji ini fokus utama dari penelitian ini adalah pengalaman
keluarga dari seorang ibu yang telah melahirkan anak pertama dan kedua.
Adapun yang terkait mengenai fokus penelitian ini yaitu :
1. Bagaimana komunikasi interpersonal yang dilakukan ibu yang mengalami
portpartum blues dengan keluarga?
C. Tujuan Penelitian
8
1. Untuk mengetahui dan memahami, komunikasi interpersonal secara
langsung yang dilakukan ibu yang mengalami portpartum blues
dengan keluarga.
2. Untuk mengetahui dan memahami, komunikasi interpersonal secara
tidak langsung yang dilakukan ibu yang mengalami portpartum blues
dengan keluarga.
3. Untuk mengetahui dan memahami, hambatan-hambatan komunikasi
interpersonal yang dilakukan ibu yang mengalami portpartum blues
dengan keluarga.
D. Manfaat Penelitian
Manfaat yang akan diperoleh dari penelitian ini adalah :
1. Secara teoritis memberikan sumbangan pada ilmu komunikasi terutama
komunikasi interpersonal.
2. Secara praktis penelitian ini berguna :
a. bagi ibu yang mengalami postpartum blues dengan adanya upaya
preventif agar dapat memberikan sumbangsi ilmu mengenai bentuk
komunikasi keluarga kepada ibu hamil yang mengalami postpartum
blues,
b. bagi terapis di lembaga swadaya baik formal maupun informal
berkenaan dengan pendampingan ibu yang mengalami postpartum
9
E. Kajian Hasil Penelitian Terdahulu
Penelitian Fatimah (2009), mengenai “Hubungan Dukungan Suami dengan
Kejadian Postpartum Blues pada Ibu Primipara di Ruang Bugenvile Rsud Tugurejo
Semarang” yaitu dapat disimpulkan bahwa adanya hubungan antara dukungan suami
terhadap kejadian postpartum blues dengan nilai kemaknaan ibu primipara. Dalam
penelitian Fatimah ini, menggunakan pendekatan kuantitatif dengan metode analitik
kolerasional.
Penelitian Urbayatun (2010) mengenai “dukungan sosial dan kecenderungan
depresi postpartum pada ibu primipara di daerah gempa bantul” yaitu dapat
disumpulkan bahwa dukungan sosial dapat menurunkan kecenderungan depresi
postpartum pada ibu primipara. Jika semakin tinggi tingkat dukungan sosial, maka
semakin rendah kecenderungan depresi postpartum pada ibu primipara dan semakin
rendah tingkat dukungan sosial, maka semakin tinggi tingkat kecenderungan depresi
postpartum pada ibu primipara. Dalam penelitian Urbayatun ini, menggunakan
pendekatan kuantitatif dengan metode analisis kolerasi product moment.
Penelitian Herlina, Widyawati, Sedyowinarso (2009) mengenai “hubungan
tingkat dukungan sosial dengan tingkat depresi pada ibu postpartum”yaitu dapat
disimpulkan bahwa sebagian besar ibu postpartum tidak mengalami depresi setelah
melahirkan. Sehingga tidak ada perbedaan tingkat depresi pada ibu postpartum
berdasarkan usia, tingkat pendidikan, status obstetri dan jenis persalinan. Sebagian
besar ibu postpartum menerima dukungan sosial dalam kategori sosial. Dalam
penelitian Herlina, Widyawati, Sedyowinarso ini, menggunakan pendekatan
10
Penelitian Vivin Safitri (2013), mengenai “Dukungan Keluarga pada Ibu yang
Mengalami Postpartum Blues” yaitu dapat disimpulkan bahwa dukungan keluarga
yang diberikan dapat berupa kasih sayang, perhatian, pemberian materi, membantu
dalam merawat bayi, membantu untuk memecahkan sebuah masalah. Akan tetapi
dukungan keluarga juga dipengaruhi oleh usia suami, perilaku keluargam dan status
sosial ekonomi keluarga. Dalam penelitian Vivin Safitri ini menggunakan pendekatan
kualitatif dan jenis penelitian fenomenologi.
Berdasarkan penelitian diatas, persamaan dari penelitian yang telah ada
dengan penelitian yang akan dilakukan mengenai Postpartum Blues dalam Perspektif
Komunikasi Interpersonal, yaitu meneliti mengenai komunikasi interpersonal yang
dilakukan terhadap ibu muda yang mengalami postpartum blues. Akan tetapi
perbedaan penelitian dengan penelitian terdahulu terletak pada pendekatan yang
digunakan dan subjek penelitian yang digunakan karena penelitian yang terdahulu
penelitian yang dilakuakan oleh Herlin, Ubayatun, dan Fatimah menggunakan
pendekatan kuantitatif untuk mengukur tingkat depresi yang dialami ibu pasca
melahirkan dan subyeknya ibu yang mengalami postpartum blues, sedangkan
penilitian yang diakukan oleh Vivin Safitri menggunakan pendekatan kualitatif
dengan fenomenologi yang ada di masyarakat, dan subjek penelitiannya keluarga dari
ibu yang mengalami postpartum blues.
Pada penilitian ini yang menjadi menarik dan berbeda dari penelitian
sebelumnya yaitu penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan
fenomenologi yang ada di masyarakat, sedangkan subyeknya keluarga dari ibu yang
11
melihat atau membaca penelitian ini memang hampir sama dengan penelitian yang
dilakukan oleh Vivin akan tetapi pembedanya adalah penelitian yang dilakukan oleh
Vivin ini perspektif psikologinya sedangakan penelitian yang peneliti lakukan ini
perspektif komunikasi terutama pada komunikasi interpersonal.
F. Definisi Konsep Penelitian
1. Postpartum Blues
Baby blues adalah bentuk depresi yang paling ringan. Biasanya, yang
timbul antara 2 hari hingga 2 minggu setelah melahirkan. Lamanya depresi
juga tidak terlalu berlarut-larut, sekitar 2 minggu saja. Yang pasti baby blues
dialami hingga 80% ibu yang baru melahirkan.8 Gejala yang ditimbulkan
akibat social dan lingkukan seperti tekanan dalam hubungan pernikahan dan
hubungan keluarga, riwayat sindrom pramenstruasi, rasa cemas, rasa takut
tentang persalinan dan depresi masa hamil serta penyesuaian social yang
buruk.9
Kadang-kadang kegembiraan setelah melahirkan berlanjut sampai 2
atau 3 hari, tetapi hampir semua selesai setelah hari ke-4 pasca persalinan. Ibu
mungkin menjadi depresi, mudah menangis, dan kurang istirahat. Penurunan
kadar estrogen dan progesteron yang tiba-tiba menjadi bagian penting pada
postpartum blues, karenanya disebut depresi. Terdapat alasan lain mengapa
ibu merasakan depresi dan tidak bersemangat. Ketegangan telah belahir, bayi
8
Op. Cit., Mirza Maulana
9
12
telah lahir, dan masa-masa mengangkan telah berlalu. Ibu mengalami nyeri
perineum, payudara membesar ketika menyusui dan nyeri.10
Jika ibu yang mengalami postpartum blues ini berkelanjutan maka
akan berlanjut pada postpartum depression yang terjadi hingga 6 bulan
pertama pasca melahirkan. Depresi sesudah melahirkan (postpartum
depression) adalah kondisi yang muncul segera setelah wanita melahirkan.
Keadaan ini dapat sama dengan depresi yang lain. Namun datangnya karena
respons perubahan fisik dan sosial (karena melahirkan dan membesarkan
bayi). Tingkat keparahan depresi bisa beragam sangat ringan dan hampir tidak
ada hingga sangat parah dan berlangsung lama.11
Gejala-gejala postpartum blues yaitu adanya perasaan sedih, mudah
marah dan ingin marah saja, gelisah, hilangnya minat dan semangat yang
nyata dalam aktivitas sehari-hari yang sebelumnya disukai, enggan dan malas
untuk mengurus anaknya, sulit tidur atau terlalu banyak tidur, nafsu makan
menurun atau sebaliknya semakin meningkat sehingga mengalami penurunan
dan kenaikan berat badan, merasa lelah atau kehilangan energi, kemampuan
berpikir dan konsentrasinya menurun, merasa bersalah, merasa tidak berguna
hingga putus asa, dan mempunyai ide-ide kematian yang berulang.12
Dapat disimpulkan pospartum blues adalah suatu gangguan psikologis
sementara yang ditandai dengan memuncaknya emosi pada minggu pertama
10
Persis Merry Hamilton, Dasar-Dasar Keperawatan Maternitas. (Jakarta : Buku Kedokteran EGC, 1995), hlm 63
11
Namora Lumongga Lubis, Depresi : Tinjauan Psikologis, (Jakarta : Kencana, 2009), hlm 50
12
13
pasca melahirkan, gejala-gejala yang ditimbulkan akibat sosial dan
lingkungan.
2. Komunikasi Interpersonal
Komunikasi antarpribadi (interpersonal) terjadi apabila seseorang
mendasarkan prediksinya tentang reaksi orang lain dengan data psikologis.13
Komunikasi interpersonal proses pertukaran informasi diantara seseorang
dengan paling kurang seorang lainnya atau biasanya diantara dua orang yang
dapat langsung diketahui balikannya.14
Menurut Devito komunikasi interpersonal adalah penyampaian pesan
oleh satu orang dan penerimaan pesan oleh orang lain atau sekelompok kecil
orang, dengan berbagai dampaknya dan dengan peluang untuk memberikan
umpan balik segera.15
Menurut Effendy pada hakekatnya, komunikasi interpersonal adalah
komunikasi antar komunikator dengan komunikan, komunikasi jenis ini
dianggap paling efektif dalam upaya mengubah sikap, pendapat atau perilaku
sesorang, karena sifatnya yang dialogis berupa percakapan. Arus balik bersifat
langsung, komunikator mengetahui tanggapan komunikan ketika itu juga.
Pada saat komunikasi dilancarkan, komunikasi mengetahui secara pasti
13
Muhammad Budyatna, Teori Komunikasi Antarpribadi, (Jakarta : Kencana, 2011), hlm 7
14
Arni Muhammad, Komunikasi Organisasi, (Jakarta : PT. Bumi Aksara, 1989), hlm 159
15
14
apakah komunikasinya postif atau negatif, berhasil atau tidaknya. Jika ia dapat
memberikan kesempatan pada komunikan untuk bertanya seluas-luasnya.16
Dalam penelitian ini dapat disimpulkan, komunikasi interpersonal
adalah penyampaian pesan yang dilakukan oleh ibu yang mengalami
postpartum blues kepada keluarganya dalam upaya mengubah sikap, pendapat
atau perilaku sesorang.
G. Kerangka Pikir Penelitian
Postpartum blues dalam perspektif komunikasi interpersonal ini merupakan
penelitian mengenai ibu yang mengalami postpartum blues. Penelitian ini
menggunakan teori Johari Windows yang dikemukakan oleh Joseph Luth dan Harry
Ingram. Pandangan beliau tentang postpartum blues dalam perspektif komunikasi
interpersonal menekankan pada keterbukaan diri dan tingkat kesadaran terhadap diri
sendiri.17 Berikut gambar teori johari windows.
Gambar 1.1 Teori Johari Windows.
16
Sunarto, Perilaku Organisasi, (Jakarta : Amus, 2003), hlm 13
17
Jalaluddin Rakhmad, Psikologi Komunikasi. (Bandung : Remaja Rosdakarya, 2012), hlm 105
Privat Publik
Tersembunyi
Buta
Tidak
Dikenal Terbuka
15
Makin luas diri publik kita, makin terbuka kita pada orang lain, makin akrab
hubungan kita dengan orang lain. Pengertian yang sama tentang lambang-lambang,
presepsi yang cermat tentang petunjuk verbal dan nonverbal, pendeknya komunikasi
interpersonal yang efektif, terjadi pada daerah publik. Makin baik anda mengetahui
seseorang, makin akrab hubungan anda dengan dia, makin lebar daerah terbuka
jendela anda.
Gambar 1.2 Kerangka Pikir Postpartum Blues dalam Perspektif Komunikasi Keluarga (Studi pada Pasangan Muda di UIN Sunan Ampel Surabaya)
Saudara
Ipar
Orang
tua
Anak Istri
Suami
Saudara
Kandung Komunikasi Interpersonal
dengan keluaga inti
Komunikasi Interpersonal
16
Dalam konteks keluarga inti, menurut Soelaeman, secara psikologi, keluarga
adalah sekumpulan orang yang hidup bersama dalam tempat tinggal bersama dan
masing-masing anggota merasakan adanya pertautan batin sehingga terjadi saling
mempengaruhi. Ketika sebuah keluarga terbentuk, komunitas baru karena hubungan
darah pun terbentuk pula. Didalamnya ada suami, istri, dan anak sebagai
penghuninya, saling berhubugan, saling berinteraksi diantara mereka melahirkan
dinamika kelompok karena berbagai kepentingan, yang terkadang bisa memicu
konflik dalam keluarga. Keluarga besar terdiri dari suami, istri, anak, ibu kandung,
ayah kandung, ibu mertua, ayah mertua, saudara ipar dan saudara kandung.
Ketika konflik lahir, keluarga bahagia dan sejahtera sebagai suatu cita-cita
bagai pasangan suami-istri sukar diwujudkan. Oleh karena itu, konflik dalam
keluarga harus diminimalkann untuk mewujudkan keluarga yang seimbang. Karena
seimbang adalah yang ditandai leh keharmonisan hubngan antara ayah, ibu dan anak.
Dan setiap keluarga tahu tugas dan tanggung jawab masing-masing dan dapat
dipercaya.18 Jika pemahaman keluarga terhadap ibu yang mengalami postpartum
blues melalui komunikasi keluarga itu efektif maka ibu yang mengalami postpartum
blues akan mendapat dukungan secara verbal dan nonverbal. Jika si ibu terbuka itu
akan membuat dirinya jauh dari rasa stress dan depresi yang dialaminya. Jadi
seseorang yang mengalami postpartum blues akan sembuh dengan melakukan sebuah
komunikasi. Karena dengan adanya komunikasi kita dapat memahami keadaan
lingkungan sekitar kita.
18
17
Keadaan yang dikehendaki sebenarnya dalam suatu komunikasi interpersonal
adalah terbuka, dimana antara komunikator dan komunikan saling mengetahui makna
pesan yang sama. Meskipun demikian kenyataan hubunganinterpersonal tidak seideal
yang diharapkan, hal tersebut disebabkan karena dalam berhubungan dengan orang
lain betapa sering setiap oang mempunyai peluang untuk menyembunyikan atau
mengungkapkan masalah yang dihadapinya.
H. Metode Penelitian
1. Pendekatan dan Jenis Penelitian
Dalam penelitian ini, menggunakan metode penelitian dengan
pendekatan fenomenologi serta dengan jenis penelitian kualitatif. Pendekatan
penelitian praktik interpretif memiliki asumsi subjektivitas tentang hakikat
pengalaman nyata dan tatanan sosial. Dalam penelitian ini, menggunakan
metode penelitian dengan pendekatan fenomenologi serta dengan jenis
penelitian kualitatif. Pendekatan penelitian praktik interpretif memiliki asumsi
subjektivitas tentang hakikat pengalaman nyata dan kehidupan sosial.
Menurut pemikiran Husserl adalah bahwa ilmu pengetahuan selalu
berpijak pada yang eksperiensial (yang bersifat pengalaman). Baginya,
hubungan antara persepsi dengan obyek-obyeknya tidaklah pasif. Husserl
berpendapat bahwa kesadaran manusia secara aktif mengandung obyek-obyek
18
kualitatif tentang praktik dan perilaku yang membentuk realitas. Hanya saja
prinsip tersebut dibelokkan kearah yang berbeda.19
Schutz menyatakan bahwa ilmu sosial semestinya memusatkan
perhatian pada cara-cara dunia/kehidupan yakini dunia eksperiental yang
diterima begitu saja oleh setiap orang yang diciptakan dan dialami oleh
anggota-anggotanya, yakni perspektif subjektif merupakan satu-satunya
jaminan yang perlu dipertahankan agar dunia fiktif yang bersifat semu yang
dicipatakan oleh para peneliti ilmiah.20
Dalam pandangan ini, subjektivitas adalah satu-satunya prinsip yang
tidak boleh dilupakan ketika para peneliti social memaknai obyek-obyek
sosial. Sehingga yang ditekankan adalah bagaimana orang-orang yang
berhubungan dengan obyek-obyek pengamalan memahami dan berinteraksi
dengan obyek tersebut sebagai benda yang terpisah dari sang peneliti.
2. Subyek, Obyek, dan Lokasi Penelitian
Penelitian adalah instrument utama penelitian, sehingga ia dapat
melakukan penyesuaian sejala dengan kenyataan-kenyataan yang terjadi di
lapangan. Tidak seperti yang biasa dilakukan oleh penelitian sebelumnya,
sehingga tidak mungkin untuk melakukan perubahan. Selain itu karena
peneliti sebagai instrument penelitian ia bukan benda mati seperti angket,
skala, tes, dan sebagainya maka ia dapat berhubungan dengan subjek
penelitian dan mampu memahami ketertarikannya dengan kenyataan di
19
Norman K. Denzin, Handbook of Qualitative Research, (Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 2009), hlm 47
20
19
lapangan. Selain itu, ia juga akan dapat mengantisipasi dan mengganti strategi
apabila kehadirannya akan mengganggu fenomena yang sedang terjadi.21
Dalam penelitian ini, kehadiran peneliti telah di ketahui statusnya
sebagai peneliti oleh subyek penelitian dan subyek partisipan. Selain itu,
peran peneliti disini yaitu berpartisipasi secara aktif artinya harus
dapatmengamati semua aktivitas yang dilakukan subjek. Dimana dalam hal ini
harus dapat mengamati di tempat kegiatan orang yang diamati serta berperan
aktif dengan subjek selama satu bulan untuk mengetahui semua aktivitas dan
kegiatan didalam rumah sehingga antara peneliti dan subjek terjadi
komunikasi aktif dalam memberikan informasi. Dengan demikian, fenomena
yang terjadi adalah asli (natural). Peneliti bertindak sebagai instrument utama
penelitian dengan menggunakan instrument bantu yaitu alat tulis, pedoman
wawancara, pedoman observasi, dan alat perekam.
Subyek penelitian adalah sesuatu yang diteliti baik orang, benda
ataupun lembaga. Subyek penelitian pada dasarnya adalah yang akan dikenai
kesimpulan hasil penelitian. Di dalam subyek penelitian terdapat obyek
penelitian.22 Obyek penelitian adalah sifat keadaan dari suatu benda, orang
atau yang menjadi pusat perhatian dan sasaran penelitian. Sifat keadaan yang
dimaksud bisa berupa sifat, kuantitas, dan kualitas yang bisa berupa perilaku,
kegiatan, pendapat, pandangan penilaian, sikappro-kontra, simpati-antipati,
keadaan batin, dan bisa juga berupa proses.
21
Asmadi Alsa, Pendekatan Kuantitatif, dan Kualitatif, serta Kombinasinya dalam Penelitian Psikologi, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2003), hlm 87
22
20
Penelitian ini menggunakan subyek ibu yang mengalami postpartum
blues, sedangkan keluarga dari ibu yang mengalami postpartum blues
merupakan subyek kedua untuk mendapatkan data sekunder, sedangkan
obyeknya adalah postpartum blues. Dalam hal ini kreteria subyek yang akan
diteliti yaitu, berusia 18-25 tahun, mengalami postpartum blues pada
kelahiran pertama dan kedua, mempunyai anak yang berusia 0-1 tahun, yang
mempunyai pekerjaan atau ibu rumah tangga dan sedang berstatus kawin dan
jarak usia dengan suami 1-12 tahun.
Penelitian ini akan dilaksanakan di Kabupaten Sidoarjo, yang ada di
Desa Dungus dan Desa Panjunan, karena daerah tersebut merupakan daerah
yang lingkungan padat, terdapat ibu yang mengalami postpartum blues serta
memiliki konflik yang bermacam-macam dan juga perubahan jaman yang
semakin modern membuat orang menjadi berubah.
3. Jenis dan Sumber Data
Data kualitatif menurut Bungin, penelitian kualitatif diungkapkan
dalam bentuk kalimat serta uraian-uraian, bahkan dapat berupa cerita pendek.
Sedangkan jenis data kualitatif yang digunakan adalah data kasus. Ciri khas
dari data kualitatif adalah menjelaskan kasus-kasus tertentu. Data kasus hanya
berlaku untuk kasus tertentu serta tidak bertujuan untuk digeneralisasikan atau
menguji hipotesis tertentu sehingga data dalam penelitian ini sifatnya tekstual
dan konseptual, yaitu subjek adalah seorang ibu yang mengalami postpartum
21
pengalaman yang dimiliki ibu yang telah melahirkan pun kurang dalam
merawat bayi.
Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini yaitu dengan
menggunakan dua sumber data. Sumber data terbagi menjadi 2 jenis, yaitu
data primer dan data sekunder. Data primer adalah data yang berupa tindakan
atau perilaku subjek penelitian. Sedangkan data sekunder adalah data yang
berasal dari informan sebagai penguat data primer atau yang disebut sebagai
subjek partisipan. Subjek partisipan yaitu orang yang hidup di sekitar subjek
dan teori-teori yang terkait dengan focus penelitian yang digunakan.
4. Tahap-Tahap Penelitian
Adapun susunan penelitian,23 sebagai berikut :
a. Menentukan masalah
Masalah penelitian itu menjadi sebuah awal dalam melakukan
penelitian. Mustahil jika kita melakukan sebuah penelitian tanpa ada
masalah untuk diteliti. Jadi menentukan masalah itu penting dan tidak
mudah bagi peneliti untuk menemukan dan menentukan masalah
yang akan diteliti.
b. Studi pendahuluan
Studi pendahuluan merupakan studi yang dilakukan untuk
mempertajam arah studi utama. Studi pendahuluan dilakukan karena
kelayakan penelitian berkenaan dengan prosedur penelitian dan hal
23
22
lainnya masih belum jelas. Studi pendahuluan bisa saja mengubah
arah penelitian yang telah disusun di dalam proposal.24
c. Merumuskan masalah
Rumusan masalah merupakan suatu pertanyaan yang akan
dicarikan jawabannya melalui pengumpulan data bentuk-bentuk
rumuasan masalah penelitian berdasarkan penelitian menurut tingkat
eksplanasi.25 Merumuskan masalah adalah suatu rumusan yang
mempertanyakan suatu fenomena.26 Intinya menjelaskan tentang
fenomena yang anda teliti.
d. Memilih pendekatan
Para peneliti dalam penelitiannya itu harus memilih
pendekatan apa yang akan digunakan dalam penelitiannya karena itu
mempermudahkan bagi para peneliti dalam penelitiannya, bisa
pendekatan kuantitatif atau kualitatif. Pendekatan kuantitatif itu
memiliki sebuah hipotesis dalam penelitiannya sedangkan kualitatif
tidak mempunyai hipotesis.
e. Menentukan sumber data
Sumber data dapat diperoleh dari sebuah wawancara, sumber
datanya informan dan observasi.
f. Mengumpulkan data
24
http://sagiyantaruna.blogspot.com/2010/12/blog-post.html, di cuplik pada tanggal 20 Oktober 2016
25
Suharni Arikunto, Prosedur Penelitian, (Jakarta : Rineka Cipta, 2002), hlm 56.
26
23
Menurut ahli metode pengumpulan data berupa suatu
pernyataan (statement) tentang sifat, keadaan, kegiatan tertentu dan
sejenisnya. Pengumpulan data dilakukan untuk memperoleh
informasi yang dibutuhkan dalam rangka mencapai tujuan
penelitian.27
g. Menganalisis data
Analisa data adalah Kegiatan mengubah data hasil penelitian menjadi
informasi yang dapat digunakan untuk mengambil kesimpulan dalam
suatu penelitian. Adapun cara mengambil kesimpulan bisa dengan
hipotesis maupun dengan estimasi hasil.28
h. Pemerikasaan keabsahan data
Pemerikasaan keabsahan data meliputi perpanjangan
keikutsertaan penelitian dalam melakukan wawancara, ketekunan
pengamatan penelitian dan tragulasi data.
i. Menarik kesimpulan
Menarik kesimpulan itu berdasarkan data yang diperoleh dari
hasil sebuah penelitian yang telah anda teliti.
j. Menulis laporan
Jika semua tahap telah dilakukan maka tahap terakhir dari
sebuah penelitian adalah menulis laporan. Menulis laporan ini harus
berdasarkan yang telah anda teliti dan tidak ada manipulasi data.
27
W. Gulo, Metodologi Penelitian, (Jakarta : Gramedia Widiasarana Indonesia, 2002), hlm 110.
28
24
Sehingga laporan atau penelitian yang anda teliti itu nyata dan
benar-benar asli.
5. Teknik Pengumpulan Data
Pengumpulan data diperlukan bagi peneliti untuk memperoleh data
yang diinginkan. Pengumpulan data pada penelitian ini yaitu dengan
menggunakan beberapa metode sebagai berikut:
a. Wawancara mendalam
Menurut Hadi (2004) wawancara merupakan metode
pengumpulan data dengan jalan Tanya jawab sepihak yang
dikerjakan dengan sistematis dan berlandaskan tujuan penelitian.
Dalam penelitian ini wawancara merupakan alat utama dalam
menggali pengalaman ibu yang mengalami postpartum blues
beserta bentuk komunikasi yang dilakukan keluarga kepada ibu
yang mengalami postpartum blues.
Pada penelitian ini, tema wawancara yang digunakan yaitu
sebagai berikut: profil keluarga, kedekatan keluarga, peranan
dalam keluarga, kondisi saat mengandung / hamil, kondisi setelah
melahirkan, gangguan yang dialami sebelum dan setelah
melahirkan, dukungan yang diberikan keluarga, dampak psikologis
yang timbul.
b. Observasi
Menurut Hadi (2004) mengemukakan bahwa observasi adalah
25
fenomena yang di teliti. Observasi dalam penelitian ini digunakan
untuk mengamati lingkungan sosial subyek penelitian. Bentuk
komunikasi yang akan di observasi dalam penelitian ini adalah
sebagai berikut: kondisi rumah, keadaan sekitar rumah
(lingkungan), dan keadaan saat wawancara.
6. Teknik Analisa Data
Teknik analisa data penelitian ini adalah :
a. Mengumpulkan data.
b. Membaca keseluruhan data.
c. Proses pengorganisasian dan mengurutkan ke dalam kategori.
Mengategorikan data berdasarkan tujuan penelitian.
d. Menemukan tema dan hipotesa kerja yang akan diangkat menjadi teori
substantif.
e. Setelah data terkumpul, melakukan uji data
f. Setelah proses tersebut, mendalami kepustakaan guna mengonfirmasikan
teori.
7. Teknik Pemeriksaan Keabsahan Data
Dalam penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan studi
kasus (case study). Oleh sebab itu memerlukan teknik keabsahan data dalam
penelitian. Teknik keabsahan data yang dilakukan dalam penelitian kualitatif
ini adalah melalui beberapa cara yakni:
a. Perpanjangan keikutsertaan penelitian dalam melakukan
26
meningkatkan derajat kepercayaan data yang dikumpulkan. Oleh
karena itu, peneliti melakukan wawancara dengan subyek maupun
sumber data penelitian secara bertahap.
b. Ketekunan pengamatan penelitian terhadap sikap dan tingkah laku
ibu postpartum blues yang relevan dengan persolan yang diteliti
serta bentuk komunikasi yang diberikan oleh keluarga. Ketekunan
pengamatan ini dilakukan untk menemukan ciri-ciri dan
unsur-unsur dalam situasi yang sangat relevan terhadap persoalan yang
sedang diteliti kemudian memusatkan diri pada hal-hal tersebut
secara rinci. Jika perpanjangan keikutsertaan penelitian
menyediakan lingkup, mala ketekunan pengamatan menyediakan
kedalaman temuan-temuan persoalan.
c. Tragulasi data dengan melakukan perbandingan data wawancara
observasi subjek dengan data yang diperoleh dari luar sumber
lainnya. Sehingga keabsahan data dapat dilakukan. Proses
triagulasia dalah teknik di luar data untuk keperluan pengecekan
atau sebagai pembanding terhadap data itu. Menurut Patton (1994)
triagulasi adalah teknik pemeriksaan keabsahan data dengan
menggunakan berbagai sumber data seperti dokumen, arsip, hasil
27
dari satu subjek yang dianggap memiliki sudut pandang yang
berbeda.29
Pada penelitian ini, menggunakan teknik pemeriksaan triagulasi.
Teknik triagulasi ini sesuai dengan metode pengumpulan data yang dilakukan.
I. Sistematika Penelitian
Untuk tercapainya tujuan pembahasan penelitian, maka penulis membuat
sistematika pembahasan yang terdiri lima bab, dimana pada tiap-tiap babnya terbagi
atas beberapa sub bab yang saling berkaitan antara satu dengan yang lainnya.
Pada bagian awal dalam penelitian ini diuraikan halaman judul, halaman
persetujuan pembimbing, halaman pengesahan tim penguji, halaman persembahan,
kata pengantar, abstrak, daftar isi, daftar gambar, dan daftar lampiran.
BAB I : PENDAHULUAN berisi tentang konteks penelitian (latar belakang
masalah), fokus penelitian, tujuan penelitian, manfaat penelitian, penelitian terdahulu,
definisi konsep penelitian, kerangka piker penelitian, metode penelitian, dan
sistematika pembahasan ini sendiri. Pada bab ini dimaksudkan sebagai awal terhadap
seluruh isi penelitian.
BAB II, KAJIAN TEORITIS. Pada bab ini menjelaskan teori apa yang akan
dipakai dalam penelitian ini dan model konseptual tentang bagaimana teori dengan
berbagai faktor yang telah menindentifikasikan sebagai masalah penelitian.
29
28
BAB III : PAPARAN DATA PENELITIAN berisi tentang profil data
informan dan deskripsi hasil penelitian.
BAB IV : INTERPRETASI HASIL PENELITIAN, berisi tentang analisis
data dan konfimasi dengan teori.
BAB V, PENUTUP yang terdiri dari Kesimpulan dan Rekomendasi. Pada bab
ini merupakan bab terakhir dari sebuah penelitian dimana disini memuat temuan
pokok atau kesimpulan, implikasi dan tindak lanjut penelitian, serta saran-saran atau
rekomendasi yang diajukan.
Bagian akhir dalam penelitian ini yaitu daftar pustaka yang menjadi daftar
bahan atau sumber bahan yang dapat berupa buku teks, artikel dalam jurnal, makalah
BAB II
POSTPARTUM BLUES DALAM PERSPEKTIF KOMUNIKASI
INTERPERSONAL
A. Kajian Pustaka
1. Postpartum Blues
Kebahagiaan mungkin tidak akan dirasakan oleh sebagian ibu yang
tidak berhasil menyesuaikan diri terhadap sejumlah faktor perubahan seperti
fisik dan emosional. Mereka bahkan dapat mengalami berbagai gangguan
emosional dengan berbagai gejala, sindroma dan faktor resiko yang
berbeda-beda.Gangguan emosional pasca persalinan umumnya dibagi menjadi tiga
bentuk yaitu postpartum blues, depresi postpartum, dan psikosis postpartum.1
Seorang istri yang setelah melahirkan tiba-tiba kondisinya mudah
marah, mudah tersinggung, dan sikapnya berubah saat setelah melahirkan
serta kurangnya tidur.Pasti keluarga bahkan suami menjadi bingung dan
kondisi keluarga yang awalnya ceria menjadi muram. Kondisi yang dialami
oleh istri merupakan suatu kondisi umum yang dialamioleh ibu pasca
melahirkan dan hampir mengenai 50% ibu baru. Seringkali perasaan gembira
karena hadirnya seorang anak juga disertai perasaan sedih, cemas, kaget yang
silih berganti, sehingga menimbulkan kelelahan secara psikis bagi si
1
30
ibu.Gejala tersebut biasa dikenal sebagai baby blues syndrome atau
postpartum blues, yaitu salah satu bentuk depresi yang sangat ringan dan
terjadi selama 2 minggu pertama setelah melahirkan dan cenderung buruk
setelah 3 atau 4 hari pasca melahirkan. Adapun pengertian mengenai
postpartum blues sebagai berikut :
a. Postpartum blues yaitu perasaan sedih yang dialami oleh ibu
setelah melahirkan, hal ini berkaitan dengan bayinya.2 Menurut
Cunninghum, postpartum blues adalah gangguan suasana hati yang
berlangsung selama 3-6 hari pasca melahirkan. Postpartum blues
sering disebut dengan maternity blues atau baby blues syndrome,
yaitu kondisi yang sering terjadi dalam 14 hari pertama setelah
melahirkan dan cenderung lebih buruk pada hari ketiga dan
keempat.3Baby blues merupakan sekuel umur kelahiran bayi,
biasanya terjadi pada 70% wanita, dan juga dimulai pada beberapa
hari setelah kelahiran dan berakhir setelah 10-14 hari.4
b. Baby bluesatau postpartum bluesmerupakan gangguan mood yang
paling umum pada ibu baru (50%-80%). Hal ini memuncak pada
hari kelima setelah melhirkan dan terjadi pada 10-14 hari setelah
2
Ambarwati, Asuhan Kebidanan Nifas, (Yogyakarta : Mitra Cendikia, 2009), hlm 87
3
Ade Benih Nirwana, Psikologi Kesehatan Wanita, (Yogyakarta : Nuha Medika, 2011), hlm 93
4
31
melahirkan. Gejalanya antara lain emosi yang labil,sering
menangis, kecemasan, kelelahan, insomnia, marah, dan sedih.5
c. Postpartum blues atau baby blues merupakan perasaan gembira
karena hadirnya seorang anak yang disertai dengan perasaan sedih,
cemas dan kaget silih berganti sehingga menimbukan kelelahan
secara psikis bagi si ibu. Gejala ini merupakan salah satu bentuk
depresi sangat ringan yang biasanya terjadi dalam 14 hari atau 2
minggu pertama setelah melahirkan.6
d. Postpartum blues merupakan perwujudan fenomena psikologis
yang dialami oleh wanita yang dari keluarga dan bayinya atau
ketidakmampuan seorang ibu untuk mengahdapi suatu keadaan
baru dimana kehadiran anggota baru dalam pola asuh bayi dan
keluarga.7
e. Baby blues atau postpartum blues adalah bentuk depresi yang
paling ringan. Biasanya, yang timbul antara 2 hari hingga 2
minggu setelah melahirkan. Lamanya depresi juga tidak terlalu
berlarut-larut, sekitar 2 minggu saja. Yang pasti baby blues dialami
hingga 80% ibu yang baru melahirkan.8
5Sara Thurgood, dkk. “Postpartum Depression”, American Journal of Clinical Medicine, 2009, vol VI
no. 2, hlm 17
6
Suwignyo Siswosuharjo, Tetap Cantik dan Bugar Pasca Melahirkan, (Solo : Tiga Serangkai, 2014), hlm 70
7
Siti Nunung Nurjanah, dkk., Asuhan Kebidanan Postpartum, (Bandung : PT. Rafika Aditama, 2013), hlm 77
8
32
Ciri-ciri baby blues atau postpartum blues,9 sebagai berikut :
a. Dialamai bahkan oleh sekitar 80 persen wanita yang baru
melahirkan.
b. Berlangsung paling lama enam minggu.
c. Intensitas lebih ringan.
d. Ibu masih bisa tidur nyenyak jika dijauhkan dari kewajiban
mengurus bayinya.
Beberapa faktor penyebab postpartum blues,10 sebagai berikut :
a. Pengalaman dalam persalinan, kekecewaan dalam persainan bisa
menjadi faktor predisposisi dimana ibu merasa gangguan.
b. Pembebasan setelah proses kelahiran.
c. Ketidakmampuan dalam menerima bayi baru lahir dan menjadi
orang tua.
d. Perilaku bayi, misalnya tangisan bayi.
e. Kesulitan dalam pertahanan diri ibu setelah persalinan, misalnya
aktivitas merawatbayi baru lahir.
f. Konflik dengan perawat, bidan dan kegiatan rutin rumah sakit.
Penyebab postpartum blues,11yaitu :
9
Nurhaeni Arief, Buku Pintar Kehamilan dan Kelahiran Sehat, (Yogyakarta : Pyramedia Yogyakarta, 2010), hlm 212
10
Op. Cit., Siti Nunung Nurjanah, dkk., hlm 78
11
33
a. Faktor hormonal, yaitu berupa perubahan kadar estrogen,
progesterone, prolaktin, dan estriol yang terlalu rendah dan terlalu
tinggi.
b. Faktor demografik, yaitu umur dan paritas. Umur yang terlalu
muda untuk melahirkan, sehingga dia memikirkan tanggung
jawabnya sebagai seorang ibu untk mengurus anaknya. Sedangkan
postpartum blues banyak terjadi pada ibu, mengingat ia baru
memasuki perannya sebagai seorang ibu, tidak menutup
kemungkinan hal itu terjadi kepada ibu yang mempunyai riwayat
postpartum sebelumnya.
c. Pengalaman dalam proses kehamilan dan persalinan.
Kesulitan-kesulitan yang dialami ibu selama kehamilan kan turut
memperburuk kondisi ibu pasca melahirkan.
d. Latar belakang psikologis wanita yang bersangkutan yaitu, semua
yang berhubngan dengan latar belakang wanita tersebut seperti
tingkat pendidikan, status perkawinan, dan suami yang
menginginkan mempunyai anak atau tidak, keadaan kejiawaan
wanita tersebut, kondisi ekonomi serta status social dan keadaan
dengan keluarga sang suami.
e. Fisik, maksudnya adalah kelelahan dalam mengurus anak. Apalagi
jiak sang suami tidak membantu dalam menggantikan posisinya itu
34
Dampak negatif baby blues,12yaitu :
a. Emosi negatif padaibu bisa membuat ibu mengabaikan bayi.
b. Pada akhirnya, ikatan antara ibu dan anak pada usia awal bayi sulit
terbentuk
c. Penolakan ibu terhadap anak bisa menyebabkan bayi tumbuh
menjadi anak yang rewel, pemurung, mudah menangis, dan
pecemas.
d. Komunikasi dengan pasangan bisa memburuk dan hasrat seks
menurun.
e. Ibu tidak bisa menjalankan perannya dengan baik.
f. Ibu mengalami stress sehingga berpengaruh padakesehatan
fisiknya.
Cara mengatasi baby blues,13 sebagai berikut :
a. Jangan ragu atau malu untuk menceritakan rasacemas yang dialami
dengan pasangan, saudara atau teman dekat. Kecemasan ini bisa
terjadi pada siapa pun, jadi anda tak perlu menambah beban
dengan menyimpannya sendiri.
b. Luangkan waktu untuk diri sendiri meskipun hanya 15 menit untuk
melakukan aktivitas yang menyenangkan dan merileksasikan
12
Op. Cit., Suwignyo Siswosuharjo, hlm 71
13
35
otot tubuh, seperti mendengarkan music, membaca buku, olahraga
ringan atau dipijat.
c. Berkatalah jujur padadiri sendiri atau orang lain, sejauh mana kita
dapat melakakukan sesuai dengan kemampuan. Minta bantuan
orang lain apabila anda tak sanggup mengerjakan suatu pekerjaan.
Biarka pasangan atau keluarga membantu dalam urusan rumah
tangga dan mengurus anak.
d. Bergabunglah pada kelompok ibu-ibu baru dan berbagi cerita
dengan mereka. Mengetahui ada banyak teman yang senasib
membuat anda terhibur dan makin kuat.
e. Sesekalilah minta orang lain menjaga bayi anda, sementara anda
meluangkan waktu untuk berkegiatan diluar rumah.
f. Berusahalah ikut tidut saat bayi anda tidur.
g. Jika perasaan tersebut tak berkurang, hubungi dokter anda agar
bisa memperoleh bantuan untuk jiwa anda.
h. Berdoalah! Mendekatan diri kepada Yang Maha Kuasa bisa
menguatkan anda.
Untuk menghindari terjadinya baby blues yang berkepanjangan,
siapkanlah mental sebelum melahirkan. Selain itu, persiapkan kesiapan
financial dari orang tua, pengetahuan dasar calon ayah dan ibu tentang
kehamilan, proses melahirkan, sampai dengan cara merawat si kecil. Jika
perlu bacalah buku mengenai haltersebut serat diskusi dengan orang yang
36
melahirkan, saat ayah dapat membantu mengasuh anak dan berperan serta
dalam mengurus rumah tangga.Pembagian tugas ini diperluakan agar ibu
mempunyai waktu yang cukup untuk beristirahat. Apabila memungkinkan,
pertimbangkanlah pula untuk mempunyai asisten rumah tangga dalam
membantu mengurus rumah tangga atau melibatkan orang lain yang dapat
membantu anda.
Jika ibu yang mengalami postpartum blues ini berkelanjutan maka
akan berlanjut pada postpartum depression yang terjadi hingga 6 bulan
pertama pasca melahirkan. Depresi sesudah melahirkan (postpartum
depression) adalah kondisi yang muncul segera setelah wanita melahirkan.
Keadaan ini dapat sama dengan depresi yang lain. Namun datangnya karena
respons perubahan fisik dan sosial (karena melahirkan dan membesarkan
bayi).Tingkat keparahan depresi bisa beragam sangat ringan dan hampir tidak
ada hingga sangat parah dan berlangsung lama.14
Postpartum depression adalah bentuk depresi yang lebih serius.
Bedanya dengan baby blues adalah pada frekuensi, intensitas dan lama
gejalamnya. Masalah tidur adalah satu cara untuk membedakan keduanya.
Jika anda samapai tidak bisa tidur karena selalu merasa gelisah bisa jadi anda
mengalami postpartum depression.Postpartum depression ini timbul dari 2
minggu hingg setahun setelah melahirkan.15
14
Op. Cit., Namora Lumongga Lubis
15
37
Terkadang postpartum depression hilang tanpa pengobatan.Namun
pengobatan diperlukan untuk mengatasi depresi yang sangat
mengganggu.Pengetahuan tentang depresi ini sangat diperlukan oleh pasangan
suami istri serta keluarganya. Seorang ibu mengatahui benar bahwa dirinya
tengah dilanda depresi akan memiliki kewaspadaan sehingga terhindar dari
efek-efek yang ekstrim.16
Gejala-gejala postpartum depression yaitu adanya perasaan sedih,
mudah marah dan ingin marah saja, gelisah, hilangnya minat dan semangat
yang nyata dalam aktivitas sehari-hari yang sebelumnya disukai, enggan dan
malas untuk mengurus anaknya, sulit tidur atau terlalu banyak tidur, nafsu
makan menurun atau sebaliknya semakin meningkat sehingga mengalami
penurunan dan kenaikan berat badan, merasa lelah atau kehilangan energi,
kemampuan berpikir dan konsentrasinya menurun, merasa bersalah, merasa
tidak berguna hingga putus asa, dan mempunyai ide-ide kematian yang
berulang.17
Jika ia mempunyai ide-ide kematian berulang-ulang, maka hal tersebut
dapat membahayakan dirinya sendiri. Hal ini perlu ada kesadaran dari
keluarga terhadap kondisi si ibu. Terkadang seseorang yang mengalami
depresi setelah melahirkan, ia terbuka dengan keadaan yang ia rasakan, ada
juga yang ia tertutup dengan kondisinya. Kepekaan dari keluarga sangat
dibutuhkan dalam hal ini. Seseorang yang memiliki sifat terbuka, ini
16
Op. Cit.,Nurhaeni Arief, hlm 214
17
38
memberikan keuntungan bagi lawan bicaranya karena kita dapat memahami
apa yang ia rasakan, kita pun tidak kesusahan dalam memahami keadaan yang
ia rasakan. Berbeda lagi dengan seseorang yang mempunyai sifat tertutup, kita
kesusahan memahami apa yang ia rasakan baik secara verbal maupun
nonverbal karena tidak ada pengakuanatau ungakapan rasa yang ia utarakan,
maka lawan bicara atau keluarga harus benar-benar peka yang ia rasakan.
Sesesorang yang mempunyai keinginan untuk mengakhiri hidupnya,
itu memerlukan penanganan yang khusus, dan dalam berkomunikasi pun
harus dijaga agar tidak menimbulkan kesalahpahaman kepada ibu yang
mengalami postpartum depression.Disini membutuhkan komunikasi yang
menimbulkan sebuah motivasi, bahasanya pun harus menggunakan bahasa
yang mudah dipahami. Jika perlu ajaklah ke tempat-tempat yang menghibur,
itu akan membuat ia tenang dan tidak merasa depresi kembali.
2. Komunikasi Interpersonal
Komunikasi adalah pertukaran pesan verbal maupun nonverbal antara
si pengirim dengan si penerima pesan untuk mengubah tingkah laku.18
Sebenarnya hampir semua aktivitas komunikasi yang kita lakukan dengan
orang lain mengandung komunikasi antarbudaya. Kesulitan berkomunikasi
dengan orang lain, terutama yang berbeda suku dan budaya, bukan hanya itu
melainkan dalam hal bahasa verbal dan non verbal juga. Dengan asumsi
bahwa keberhasilan komunikasi kita tergantung pada sejauh mana kita
18
39
memahami umpan-balik dari orang lain, bagaimana mungkin komunikasi kita
berhasil jika kita mengabaikan umpan-balik non verbal dari orang lain
tersebut.19Komunikasi yang efektif ketika komunikator memberi sebuah pesan
kepada komuikan yang mempunyai timbal balik (feedback) diantar keduanya.
Dalam konteks keluarga inti, menurut Soelaeman, secara psikologi,
keluarga adalah sekumpulan orang yang hidup bersama dalam tempat tinggal
bersama dan masing-masing anggota merasakan adanya pertautan batin
sehingga terjadi saling mempengaruhi.Ketika sebuah keluarga terbentuk,
komunitas baru karena hubungan darah pun terbentuk pula.Didalamnya ada
suami, istri, dan anak sebagai penghuninya, saling berhubugan, saling
berinteraksi diantara mereka melahirkan dinamika kelompok karena berbagai
kepentingan, yang terkadang bisa memicu konflik dalam keluarga.Keluarga
besar terdiri dari suami, istri, anak, ibu kandung, ayah kandung, ibu mertua,
ayah mertua, saudara ipar dan saudara kandung.
Ketika konflik lahir, keluarga bahagia dan sejahtera sebagai suatu
cita-cita bagai pasangan suami-istri sukar diwujudkan.Oleh karena itu, konflik
dalam keluarga harus diminimalkann untuk mewujudkan keluarga yang
seimbang.Karena seimbang adalah yang ditandai leh keharmonisan hubngan
antara ayah, ibu dan anak.Dan setiap keluarga tahu tugas dan tanggung jawab
masing-masing dan dapat dipercaya.20
19
Deddy Mulyana, Komunikasi Efektif, (Bandung : PT. Remaja Rosdakarya, 2004), hlm 26.
20
40
Komunikasi yang baik adalah tentang apa yang kita katakan,
bagaimana kita mengatakannya dan kapan atau dalam konteks apa kita
mengatakan.21Komunikasi adalah suatu hal yang sangat penting di dalam
memelihara keharmonisan keluarga.Banyak masalah dapat muncul di dalam
sebuah perkawinan karena terjadi kemacetan komunikasi terutama
antar-pasangan. Komunikasi yang macet akan membuat segala tujuan di dalam
keluarga tersebut gagal tercapai. Karena setiap pihak akan melakukan
tindakannya sendiri-sendiri tanpa memperdulikan kepentinagn atau
keterlibatan pasangannya. Apabila terjadi seperti ini, maka suasana di dalam
keluarga menjadi tidak kondusif ke arah yang sehat. Pasangan suami istri akan
cenderung mempertahankan egonya masing-masing dan membela diri pada
satu sisi bahkan menyerang pasangannya di sisi yang lain.
Menurut Carl I. Hovland, ilmu komunikasi adalah upaya yang
sistematis untuk merumuskan secara tegas asas-asas penyampaian informasi
serta pembentukan pendapat dan sikap. Secara garis besar dapat disimpulakan
bahwa komunikasi adalah penyampaian informasi dan penegrtian seseorang
terhadap orang lain.22Adapun pengertian mengenai komunikasi interpersonal
sebagai berikut :
a. Menurut Devito komunikasi interpersonal adalah penyampaian
pesan oleh satu orang dan penerimaan pesan oleh orang lain atau
21
Asyahbuddin, Harmonisasi Keluarga Melalui Komunikasi Setara : Model Terapi Keluarga Virginia Satir 24-25, Jurnal Dakwah Komunikasi, volume 6. Nomor I. Januari - Juni 2012.
22
41
sekelompok kecil orang, dengan berbagai dampaknya dan dengan
peluang untuk memberikan umpan balik segera.23
b. Komunikasi interpersonal adalah proses pertukaran informasi serta
pemindahan pengertian antara dua orang atau lebih dari suatu
kelompok manusia kecil dengan berbagai efek dan umpan balik
(feed back).24
c. Menurut Effendy pada hakekatnya, komunikasi interpersonal
adalah komunikasi antar komunikator dengan komunikan,
komunikasi jenis ini dianggap paling efektif dalam upaya
mengubah sikap, pendapat atau perilaku sesorang, karena sifatnya
yang dialogis berupa percakapan. Arus balik bersifat langsung,
komunikator mengetahui tanggapan komunikan ketika itu juga.
Pada saat komunikasi dilancarkan, komunikasi mengetahui secara
pasti apakah komunikasinya postif atau negatif, berhasil atau
tidaknya. Jika ia dapat memberikan kesempatan pada komunikan
untuk bertanya seluas-luasnya.25
Dari berbagai definisi diatas, komunikasi interpersonal merupakan
kegiatan aktif bukan pasif.Komunikasi interpersonal bukan dari pengirim ke
penerima melainkan komunikasi timbal balik. Komunikasi interpersonal
bukan juga sekedar rangsangan atau tanggapan, tetapi serangkaian proses
saling menerima penyeraan dan penyampaian tanggapan yang telah diolah
23
Ibid., hlm 30
24
W. A. Widjaja, Komunikasi dan Hubungan Masyarakat, (Jakarta : Bumi Aksara), hlm 8
25
42
oleh masing-masing pihak. Dan komunikasi ini sangat efektif karena dapat
diketahui langsung respon dari komunikan.
Sebagaian orang mengartikan komunikasi sebagai kegiatan yang
bersifat tatap muka.Komunikasi interpersonal adalah komunikasi tatap muka
(face to face) ini merupakan hal yang penting bagi orang manager atau
pimpinan.Keberhasilan dalam komunikasi ini merupakan faktor penentu bagi
keberhasilan organisasi dalam mencapai tujuan.26
R. Wayne Pace mengemukakan bahwa komunikasi antarpribadi atau
communication interpersonal merupakan proses komunikasi yang
berlangsung antar dua orang atau lebih secara tatap muka dimana pengirim
dapat menyampaikan pesan secara langsung dan penerima pesan dapat
menerima dan menanggapi secara langsung.27
Menurut Agus M. Hardjana, komunikasi interpersonal adalah interaksi
tatap muka antar dua orang atau beberapa orang, dimana pengirim dapat
menyampaikan pesan secara langsung dan penerima pesan dapat menerima
dan menanggapi secara langsung pula.28
Dalam pengertian komunikasi interpersonal yang diartikan oleh para
ahli yang lainnya, Burhan Bungin berpendapat berbeda dengan paraahli yang
lainnya.Menurut Burhan Bungin, komunikasi interpersonal adalah komunikasi
antar perorangan yang bersifat pribadi yang baik yang terjadi secara langsung
26
Indriyo Gitosudarmo dan Agus Mulyono, Prinsip Dasar Manajemen, (Yogyakarta : BPFE, 2001), hlm 196
27
Hafied Cangara, Pengantar Ilmu Komunikasi, (Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada, 1998), hlm 32
28
Agus M. Hardjana, Komunikasi Interpersonal dan Interpersonal Berbagai Jenis Pekerjaan,