• Tidak ada hasil yang ditemukan

POSTPARTUM BLUES DALAM PERSPEKTIF KOMUNIKASI INTERPERSONAL : STUDI ANALISA TEORI JOHARI WINDOW.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "POSTPARTUM BLUES DALAM PERSPEKTIF KOMUNIKASI INTERPERSONAL : STUDI ANALISA TEORI JOHARI WINDOW."

Copied!
128
0
0

Teks penuh

(1)

POSTPARTUM BLUES DALAM PERSPEKTIF KOMUNIKASI INTERPERSONAL

(Studi Analisa Teori Johari Window)

SKRIPSI

Diajukan Kepada Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya Guna Memenuhi Salah Satu Syarat dalam Memperoleh Gelar Sarjana Ilmu

Komunikasi (S.I.Kom.) dalam Bidang Ilmu Komunikasi

Oleh : Vonny Ariesta NIM. B76213095

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL SURABAYA FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI

JURUSAN KOMUNIKASI

(2)
(3)
(4)
(5)
(6)

ABSTRAK

Vonny Ariesta, B76213095, 2017. Postpartum Blues dalam Perspektif Komunikasi Interpersonal (Studi Analisa Teori Johari Window)

Kata kunci : Postpartum Blues, Komunikasi Interpersonal

Penelitian ini bermula dari adanya fenomena postpartum blues pada ibu setelah melahirkan. Untuk mengetahui komunikasi interpersonal yang terjadi, maka peneliti mengadakan sebuah penelitian tentang postpartum blues dalam perspektif komunikasi interpersonal. Fokus penelitian ini, yaitu Bagaimana komunikasi interpersonal yang dilakukan ibu yang mengalami postpartum blues dengan keluarga?

Penelitian ini menggunakan metode penelitian dengan pendekatan fenomenologi dan jenis penelitian kualitatif. Informan penelitian ini adalah ibu yang mengalami postpartum blues dengan jumlah 4 informan di Desa Panjunan, dan Desa Dungus, serta pendekatan penelitian praktek interpretif memiliki asumsi subjektivitas tentang hakikat pengalaman nyata dan tatanan sosial.

(7)

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL... i

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA………... ii

PERSETUJUAN PEMBIMBING……….. iii

PENGESAHAN TIM PENGUJI………... iv

MOTTO DAN PERSEMBAHAN... v

KATA PENGANTAR... vi

ABSTRAK (Bahasa Inggris)………..……… ix

ABSTRAK (Bahasa Indonesia)... x

DAFTAR ISI... xi

DAFTAR GAMBAR... xiv

BAB I : PENDAHULUAN A. Konteks Penelitian... 1

B. Fokus Penelitian... 7

C. Tujuan Penelitian... 7

D. Manfaat Penelitian... 8

E. Kajian Hasil Penelitian Terdahulu... 9

F. Definisi Konsep Penelitian... 11

G. Kerangka Pikir Penelitian………..………….. 14

(8)

1. Pendekatan dan Jenis Penelitian……… 17

2. Subyek, Obyek, dan Lokasi Penelitian……….. 18

3. Jenisdan Sumber Data……….. 20

4. Tahap-Tahap Penelitian………. 21

5. Teknik Pengumpulan Data……… 24

6. Teknik Analisa Data……….. 25

7. Teknik Pemeriksaan Keabsahan Data……… 25

I. Sistematika Penelitian………. 27

BAB II : POSTPARTUM BLUES DALAM PERSPEKTIF KOMUNIKASI INTERPERSONAL A. Kajian Pustaka... 29

1. Postpartum Blues……….….. 29

2. Komunikasi Interpersonal……….. 38

B. Kajian Teori... 47

BAB III : PAPARAN DATA PENELITIAN POSTPARTUM BLUES DALAM PERSPEKTIF KOMUNIKASI INTERPERSONAL A. Deskripsi Data Penelitian……... 54

1. Pasangan dengan Selisih 1-3 Tahun……….. 55

2. Pasangan dengan Selisih 4-6 Tahun……….. 56

3. Pasangan dengan Selisih 7-9 Tahun……….….. 57

4. Pasangan dengan Selisih 10-12 Tahun…….……….. 58

(9)

1. Cara Komunikasi Interpersonal secara Langsung yang Dilakukan Ibu

yang Mengalami Postpartum Blues dengan Keluarga………. 66

2. Cara Komunikasi Interpersonal secara Langsung yang Dilakukan Ibu yang Mengalami Postpartum Blues dengan Keluarga……...….. 74

3. Hambatan-Hambatan Komunikasi Interpersonal yang Dilakukan Ibu yang Mengalami Postpartum Blues dengan Keluarga…...….. 80

BAB IV : INTERPRETASI HASIL PENELITIAN POSTPARTUM BLUES DALAM PERSPEKTIF KOMUNIKASI INTERPERSONAL A. Analisis Data... 87

1. Komunikasi Interpersonal secara Langsung yang Dilakukan Ibu yang Mengalami Postpartum Blues dengan Keluarga………... 87

2. Komunikasi Interpersonal secara Tidak Langsung yang Dilakukan Ibu yang Mengalami Postpartum Blues dengan Keluarga……….. 90

3. Hambatan-Hambatan Komunikasi Interpersonal yang Dilakukan Ibu yang Mengalami Postpartum Blues dengan Keluarga………... 93

B. Konfirmasi dengan Teori... 102

BAB V : PENUTUP A. Simpulan... 113

B. Rekomendasi………...………… 114

DAFTAR PUSTAKA... 116

BIODATA PENULIS... 120

(10)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Konteks Penelitian

Sebuah kehidupan yang dijalani, pasti menginginkan sebuah kebahagiaan,

kesejahteraan, ketentraman, kenyamanan, keadilan dan ketenangan. Akan tetapi jika

semua itu dapat dilalui tanpa adanya sebuah permasalahan atau gangguan. Saat kita

menyesuaikan diri pada hal yang baru pasti akan mengalami sebuah

ketidaknyamanan. Akan tetapi jika kita memahami dan mengatahui situasi dan

kondisi, maka akan timbul semua keinginan dalam menjalani hidup. Berbeda lagi saat

gangguan itu muncul pada ibu yang sedang melahirkan. Seorang ibu atau wanita

hamil akan mengalami sebuah kekhawatiran dalam menjalani proses kehamilannya

apalagi saat proses persalinan.

Bagi wanita yang baru mengalami kehamilan untuk pertama kali, kecemasan

sering menyertai proses kehamilan tersebut karena banyak perubahan yang akan

dihadapi. Untuk itu agar kehamilan dan melahirkan dapat berjalan lancar dan dapat

dinikmati, perlu persiapan baik secara fisik maupun mental. Setiap ibu hamil yang

akan melahirkan anak pertama akan merasakan kecemasan yang lebih tinggi

dibandingkan dengan ibu hamil yang sudah pernah melahirkan anak pertamanya.

(11)

2

Wajar jika seorang ibu hamil mengalami kecemasan. Kecemasan atau ansietas

ibu hamil yang akan menghadapi proses persalinan salah satu masalah gangguan

emosional yang sering ditemui dan menimbulkan dampak psikologis cukup serius.1

Misalnya kekhawatiran dalam persalinan normal atau caesar, ketidakmampuan untuk

memberikan yang terbaik pada bayi, atau si ibu tidak mempunyai rasa percaya diri

selama mengalami kehamilan serta proses persalinan yang akan dihadapi. Hal

tersebut membutuhkan adanya dukungan dari orang-orang terdekat terutama pada

keluarga.

Melahirkan bayi merupakan suatu peristiwa penting yang sangat

dinanti-natikan oleh sebagian besar perempuan. Menjadi seorang ibu membuat seorang

perempuan merasa telah berfungsi untuk dalam menjalani kehidupannya, di samping

beberapa fungsi yang lain, seperti sebagai istri, sebagai bagian dari keluarga, sebagai

anak dari kedua orang tuanya, serta sebagai anggota dari keluarga besar dan

masayarakat.2 Kelahiran anak pertama ini sangat dinantikan oleh keluarga dan suami.

Sedangkan pada ibu yang telah melahirkan anaknya, mengatakan bahwa merawat

anak memang susah dan melelahkan akan tetapi bantuan dari orang tua sangat

mendukung untuk merawat bayi. Dengan adanya orang tua (terutama ibu) dapat

mengajarkan cara untuk merawat bayi.

Kebahagiaan mungkin tidak akan dirasakan oleh sebagian ibu yang tidak

berhasil menyesuaikan diri terhadap sejumlah faktor perubahan seperti fisik dan

1Syaifurrahman Hidayat dan Sri Sumarni, “Kecemasan Ibu Hamil dalam Menhadapi Proses

Persalinan”, Jurnal Kesehatan, Wiraraja Medika, vol III no. 2, 2013, hml 67

2

(12)

3

emosional. Mereka bahkan dapat mengalami berbagai gangguan emosional dengan

berbagai gejala, sindroma dan faktor resiko yang berbeda-beda. Gangguan emosional

atau gangguan hormon pasca persalinan umumnya dibagi menjadi tiga bentuk yaitu

postpartum blues, depresi postpartum, dan psikosis postpartum. Berkaitan dengan

penelitian ini, maka peneliti akan meneliti mengenai postpartum blues atau baby

blues.3

Baby blues adalah bentuk depresi yang paling ringan. Biasanya, yang timbul

antara 2 hari hingga 2 minggu setelah melahirkan. Lamanya depresi juga tidak terlalu

berlarut-larut, sekitar 2 minggu saja. Yang pasti baby blues dialami hingga 80% ibu

yang baru melahirkan.4 Gejala yang ditimbulkan akibat sosial dan lingkungan seperti

tekanan dalam hubungan pernikahan dan hubungan keluarga, riwayat sindrom

pramenstruasi, rasa cemas, rasa takut tentang persalinan dan depresi masa hamil serta

penyesuaian sosial yang buruk.5 Dalam dunia kesehatan, postpartum blues

merupakan gangguan hormon pada ibu pasca melahirkan. Hal itu wajar dan biasanya

akan hilang dengan sendirinya tanpa ada penanganan, akan tetapi bisa juga menjadi

fatal jika tidak memahami situasi dan kondisi yang dialami ibu yang mengalami

postpartum blues.

Dari beberapa hasil kasus baby Blues atau postpartum blues ditemukan, dari

penelitian yang dilakukan oleh Fatimah (2009) menyatakan bahwa 44% sebanyak 11

orang mengalami gejala postpartum blues dan 56% sebanyak 14 orang tidak

3 Krisdiana Wijayanti, dkk, “

Gambaran Faktor-faktor Resiko Pospartum Blues di Wilayah Kerja Pukesmas Blora” Junal Kebidanan, vol II no. 5 Oktober 2013, hlm 57

4

Mirza Maulana, Penyakit Kehamilan dan Pengobatannya, (Jogjakarta : Katahati, 2012), hlm 218

5

(13)

4

mengalami gejala postpartum blues. Penelitian yang dilakukan oleh Setyaningsih

(2010) di RSUD Saras Husada Purworejo menyatakan bahwa ibu yang mengalami

postpartum blues sebanyak 45,19%. Penelitian di Bandung, mengemukakan angka

kejadian postpartum blues pada ibu pasca persalinan meningkat sebanyak 10% dari

15% menjadi 25%.

Beberapa penelitian yang membahas baby blues atau postpartum blues yang

menjadi acuan dalam penelitian ini, seperti pada penelitian Vivin (2013) yang

menyimpulkan bahwa dukungan keluarga yang diberikan dapat berupa kasih sayang,

perhatian, pemberian materi, membantu dalam merawat bayi, membantu untuk

memecahkan sebuah masalah.6 Akan tetapi dukungan keluarga juga dipengaruhi oleh

usia suami, perilaku keluargam dan status sosial ekonomi keluarga. Sedangkan pada

penelitian Setyowati (2006) mengenai studi faktor kejadian postpartum blues pada

ibu pasca salin didapat bahwa sekitar 31 wanita yang melahirkan antara pada tanggal

26 Juni hingga 15 Juli 2006 dengan diberikan EPDS (Edinburgh Postnatal

Depression Scale) dengan waktu sekitar 48 jam setelah melahirkan.7 Berdasarkan

hasil penelitian yang dilakukan dengan menggunakan EPDS, postpartum blues

ditemukan pada 17 subjek (54,84%) dari 31 wanita. Faktor dari postpartum blues

seperti: kehamilan dan pengalaman kerja, faktor psikososial (dukungan sosial dan

kualitas bayi dan kondisi) dan faktor spiritual menunjukkan bahwa psikososial

memiliki peran dalam menyebabkan kejadian postpartum blues (38,71% pada

6

Vivin Safitri, Dukungan Keluarga pada Ibu yang Mengalami Postpartum Blues, (Surabaya : Fakultas Dakwah, Program Studi Psikologi IAIN Sanan Ampel Surabaya, 2013), hlm xi

7

(14)

5

kehamilan dan pengalaman merawat bayi, 19,35% dalam dukungan sosial, 16,13%

dalam kualitas bayi dan kondisi dan 9,78% dalam faktor spiritual).

Dari penelitian Vivin tersebut melalui perspektif psikologi disini peneliti akan

meneliti dalam perspektif ilmu komunikasi yaitu pada komunikasi interpersonal. Ada

beberapa faktor yang diperkirakan memicu terjadinya postpartum blues seperti faktor

hormonal, faktor demografik, faktor pengalaman dalam proses kehamilan dan

persalinan, latar belakang psikologis wanita yang bersangkutan, fisik, faktor budaya,

dan faktor komunikasi. Seseorang yang mengalami sebuah gangguan secara

emosional atau dalam kesehatan sedang mengalami gangguan pada hormonnya, ini

yang dibutuhkan adalah sebuah komunikasi.

Kenapa komunikasi penting dilakukan pada ibu yanag mengalami postpartum

blues? Karena dengan komunikasi permasalahan yang sedang kita alami bisa kita

ungkapkan kepada seseorang. Jiwa yang sedang terguncang bisa diobati dengan

komunikasi. Komunikasi yang dilakukan pada ibu yang menglami postpartum blues

yaitu komunikasi hati ke hati yang merupakan komunikasi interpersenoal yang

dilakukan oleh ibu dan keluarga. Ungkapan isi hati yang dilakukan ibu terhadap

keluarga ini akan menimbulkan efek berupa kepedulian keluarga terhadap si ibu.

Secara tidak langsung penanganan ibu yang megalami postpartum blues akan cepat

teratasi dengan menggunakan komunikasi interpersonal.

Ibu yang mengalami postpartum blues membutuhkan dukungan atau perhatian

penuh dari suami ketika dia merasa kondisi yang menekan hingga dia mengalami

postpartum blues. Sebenarnya suami bisa mengatasi hal ini jika kita melihat

(15)

6

selalu berkomunikasi, entah itu membahas hal yang serius atau membahas hal yang

sepele. Kurangnya komunikasi juga akan mengakibatkan timbulkan kesalahpahaman

karena dengan berkomunikasi kita dapat mengetahui dan memahami pasangan kita

atau lawan bicara kita.

Hal tersebut telah dibuktikan dengan seorang ibu yang melahirkan dengan

ceasar akibat pre-eklamsi yang mengalami baby blues atau postpartum blues berusia

24 tahun yang pada usia kandungannya 7 bulan. Dia mengatakan “komunikasi ke

suami ngga ada izin, suami setuju aja pokonya yang terbaik, kendalanya juga kan

jarak jauhaku dengan suami”. Saat masakehamilan trismester terakhir dan proses persalinan hanya orangtua yang menemani dan sering sharing mengenai merawat

anak. Pada ibu yang melahirkan dengan ceasar akibat air ketuban habis yang

mengalami postpartum blues pada usia 25 tahun. Dia mengatakan “rasanya seperti hidup dan mati, setelah melahirkan suami sibuk dengan pekerjaannya”. Dalam keluarga yang sibuk mengakibatkan dia tertutup dalam berkomunikasi.

Pada ibu yang berusia 21 tahun yang mengalami postpartum blues. Proses

persalinan secara caesar akibat plasenta previa, ”Setelah melahirkan bentuk badan

berubah” komunikasi interpersonal terhadap suami terjalin hubungan erat. Ibu yang

berusia 25 tahun yang mengalami postpartum blues pada kelahiran anak kedua

dengan proses persalinan normal. Dia mengalami postpartum blues akibat dari jarak

anak pertama dengan kedua yang dekat.

Pada penelitian ini, peneliti akan meneliti mengenai postpartum blues dalam

perspektif komunikasi interpersonal pada pasangan muda atau pasagan beda usia.

(16)

7

dibebankannya ia juga harus mengurus seorang anak. Terlebih dengan pekerjaan

rumah tangga akan lebih mudah merasa lelah sehingga rasa tertekan dengan kondisi

lingkungan sekitar akan terasa. Maka dari itu komunikasi yang dilakukan oleh

keluarga atau orang terdekat yang anda cintai selama pasca melahirkan sangat

diperlukan. Apalagi dengan menceritakan permasalahan dan perasaan yang dialami

kepada pasangan atau orang tua, atau siapa saja yang bersedia menjadi pendengar

yang baik akan dapat mengurangi kecemasan, stress bahkan depres yang dialami oleh

ibu pasca melahirkan terutama pada kelahiran anak pertama.

B. Focus Penelitian

Fokus dalam penelitian ini adalah komunikasi interpersonal terhadap ibu yang

mengalami postpartum blues pada pasangan muda dan beda usia. Guna mendalami

fokus tersebut penelitian ini akan menggunakan pendekatan kualitatif. Dalam konteks

penelitian yang akan dikaji ini fokus utama dari penelitian ini adalah pengalaman

keluarga dari seorang ibu yang telah melahirkan anak pertama dan kedua.

Adapun yang terkait mengenai fokus penelitian ini yaitu :

1. Bagaimana komunikasi interpersonal yang dilakukan ibu yang mengalami

portpartum blues dengan keluarga?

C. Tujuan Penelitian

(17)

8

1. Untuk mengetahui dan memahami, komunikasi interpersonal secara

langsung yang dilakukan ibu yang mengalami portpartum blues

dengan keluarga.

2. Untuk mengetahui dan memahami, komunikasi interpersonal secara

tidak langsung yang dilakukan ibu yang mengalami portpartum blues

dengan keluarga.

3. Untuk mengetahui dan memahami, hambatan-hambatan komunikasi

interpersonal yang dilakukan ibu yang mengalami portpartum blues

dengan keluarga.

D. Manfaat Penelitian

Manfaat yang akan diperoleh dari penelitian ini adalah :

1. Secara teoritis memberikan sumbangan pada ilmu komunikasi terutama

komunikasi interpersonal.

2. Secara praktis penelitian ini berguna :

a. bagi ibu yang mengalami postpartum blues dengan adanya upaya

preventif agar dapat memberikan sumbangsi ilmu mengenai bentuk

komunikasi keluarga kepada ibu hamil yang mengalami postpartum

blues,

b. bagi terapis di lembaga swadaya baik formal maupun informal

berkenaan dengan pendampingan ibu yang mengalami postpartum

(18)

9

E. Kajian Hasil Penelitian Terdahulu

Penelitian Fatimah (2009), mengenai “Hubungan Dukungan Suami dengan

Kejadian Postpartum Blues pada Ibu Primipara di Ruang Bugenvile Rsud Tugurejo

Semarang” yaitu dapat disimpulkan bahwa adanya hubungan antara dukungan suami

terhadap kejadian postpartum blues dengan nilai kemaknaan ibu primipara. Dalam

penelitian Fatimah ini, menggunakan pendekatan kuantitatif dengan metode analitik

kolerasional.

Penelitian Urbayatun (2010) mengenai “dukungan sosial dan kecenderungan

depresi postpartum pada ibu primipara di daerah gempa bantul” yaitu dapat

disumpulkan bahwa dukungan sosial dapat menurunkan kecenderungan depresi

postpartum pada ibu primipara. Jika semakin tinggi tingkat dukungan sosial, maka

semakin rendah kecenderungan depresi postpartum pada ibu primipara dan semakin

rendah tingkat dukungan sosial, maka semakin tinggi tingkat kecenderungan depresi

postpartum pada ibu primipara. Dalam penelitian Urbayatun ini, menggunakan

pendekatan kuantitatif dengan metode analisis kolerasi product moment.

Penelitian Herlina, Widyawati, Sedyowinarso (2009) mengenai “hubungan

tingkat dukungan sosial dengan tingkat depresi pada ibu postpartum”yaitu dapat

disimpulkan bahwa sebagian besar ibu postpartum tidak mengalami depresi setelah

melahirkan. Sehingga tidak ada perbedaan tingkat depresi pada ibu postpartum

berdasarkan usia, tingkat pendidikan, status obstetri dan jenis persalinan. Sebagian

besar ibu postpartum menerima dukungan sosial dalam kategori sosial. Dalam

penelitian Herlina, Widyawati, Sedyowinarso ini, menggunakan pendekatan

(19)

10

Penelitian Vivin Safitri (2013), mengenai “Dukungan Keluarga pada Ibu yang

Mengalami Postpartum Blues” yaitu dapat disimpulkan bahwa dukungan keluarga

yang diberikan dapat berupa kasih sayang, perhatian, pemberian materi, membantu

dalam merawat bayi, membantu untuk memecahkan sebuah masalah. Akan tetapi

dukungan keluarga juga dipengaruhi oleh usia suami, perilaku keluargam dan status

sosial ekonomi keluarga. Dalam penelitian Vivin Safitri ini menggunakan pendekatan

kualitatif dan jenis penelitian fenomenologi.

Berdasarkan penelitian diatas, persamaan dari penelitian yang telah ada

dengan penelitian yang akan dilakukan mengenai Postpartum Blues dalam Perspektif

Komunikasi Interpersonal, yaitu meneliti mengenai komunikasi interpersonal yang

dilakukan terhadap ibu muda yang mengalami postpartum blues. Akan tetapi

perbedaan penelitian dengan penelitian terdahulu terletak pada pendekatan yang

digunakan dan subjek penelitian yang digunakan karena penelitian yang terdahulu

penelitian yang dilakuakan oleh Herlin, Ubayatun, dan Fatimah menggunakan

pendekatan kuantitatif untuk mengukur tingkat depresi yang dialami ibu pasca

melahirkan dan subyeknya ibu yang mengalami postpartum blues, sedangkan

penilitian yang diakukan oleh Vivin Safitri menggunakan pendekatan kualitatif

dengan fenomenologi yang ada di masyarakat, dan subjek penelitiannya keluarga dari

ibu yang mengalami postpartum blues.

Pada penilitian ini yang menjadi menarik dan berbeda dari penelitian

sebelumnya yaitu penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan

fenomenologi yang ada di masyarakat, sedangkan subyeknya keluarga dari ibu yang

(20)

11

melihat atau membaca penelitian ini memang hampir sama dengan penelitian yang

dilakukan oleh Vivin akan tetapi pembedanya adalah penelitian yang dilakukan oleh

Vivin ini perspektif psikologinya sedangakan penelitian yang peneliti lakukan ini

perspektif komunikasi terutama pada komunikasi interpersonal.

F. Definisi Konsep Penelitian

1. Postpartum Blues

Baby blues adalah bentuk depresi yang paling ringan. Biasanya, yang

timbul antara 2 hari hingga 2 minggu setelah melahirkan. Lamanya depresi

juga tidak terlalu berlarut-larut, sekitar 2 minggu saja. Yang pasti baby blues

dialami hingga 80% ibu yang baru melahirkan.8 Gejala yang ditimbulkan

akibat social dan lingkukan seperti tekanan dalam hubungan pernikahan dan

hubungan keluarga, riwayat sindrom pramenstruasi, rasa cemas, rasa takut

tentang persalinan dan depresi masa hamil serta penyesuaian social yang

buruk.9

Kadang-kadang kegembiraan setelah melahirkan berlanjut sampai 2

atau 3 hari, tetapi hampir semua selesai setelah hari ke-4 pasca persalinan. Ibu

mungkin menjadi depresi, mudah menangis, dan kurang istirahat. Penurunan

kadar estrogen dan progesteron yang tiba-tiba menjadi bagian penting pada

postpartum blues, karenanya disebut depresi. Terdapat alasan lain mengapa

ibu merasakan depresi dan tidak bersemangat. Ketegangan telah belahir, bayi

8

Op. Cit., Mirza Maulana

9

(21)

12

telah lahir, dan masa-masa mengangkan telah berlalu. Ibu mengalami nyeri

perineum, payudara membesar ketika menyusui dan nyeri.10

Jika ibu yang mengalami postpartum blues ini berkelanjutan maka

akan berlanjut pada postpartum depression yang terjadi hingga 6 bulan

pertama pasca melahirkan. Depresi sesudah melahirkan (postpartum

depression) adalah kondisi yang muncul segera setelah wanita melahirkan.

Keadaan ini dapat sama dengan depresi yang lain. Namun datangnya karena

respons perubahan fisik dan sosial (karena melahirkan dan membesarkan

bayi). Tingkat keparahan depresi bisa beragam sangat ringan dan hampir tidak

ada hingga sangat parah dan berlangsung lama.11

Gejala-gejala postpartum blues yaitu adanya perasaan sedih, mudah

marah dan ingin marah saja, gelisah, hilangnya minat dan semangat yang

nyata dalam aktivitas sehari-hari yang sebelumnya disukai, enggan dan malas

untuk mengurus anaknya, sulit tidur atau terlalu banyak tidur, nafsu makan

menurun atau sebaliknya semakin meningkat sehingga mengalami penurunan

dan kenaikan berat badan, merasa lelah atau kehilangan energi, kemampuan

berpikir dan konsentrasinya menurun, merasa bersalah, merasa tidak berguna

hingga putus asa, dan mempunyai ide-ide kematian yang berulang.12

Dapat disimpulkan pospartum blues adalah suatu gangguan psikologis

sementara yang ditandai dengan memuncaknya emosi pada minggu pertama

10

Persis Merry Hamilton, Dasar-Dasar Keperawatan Maternitas. (Jakarta : Buku Kedokteran EGC, 1995), hlm 63

11

Namora Lumongga Lubis, Depresi : Tinjauan Psikologis, (Jakarta : Kencana, 2009), hlm 50

12

(22)

13

pasca melahirkan, gejala-gejala yang ditimbulkan akibat sosial dan

lingkungan.

2. Komunikasi Interpersonal

Komunikasi antarpribadi (interpersonal) terjadi apabila seseorang

mendasarkan prediksinya tentang reaksi orang lain dengan data psikologis.13

Komunikasi interpersonal proses pertukaran informasi diantara seseorang

dengan paling kurang seorang lainnya atau biasanya diantara dua orang yang

dapat langsung diketahui balikannya.14

Menurut Devito komunikasi interpersonal adalah penyampaian pesan

oleh satu orang dan penerimaan pesan oleh orang lain atau sekelompok kecil

orang, dengan berbagai dampaknya dan dengan peluang untuk memberikan

umpan balik segera.15

Menurut Effendy pada hakekatnya, komunikasi interpersonal adalah

komunikasi antar komunikator dengan komunikan, komunikasi jenis ini

dianggap paling efektif dalam upaya mengubah sikap, pendapat atau perilaku

sesorang, karena sifatnya yang dialogis berupa percakapan. Arus balik bersifat

langsung, komunikator mengetahui tanggapan komunikan ketika itu juga.

Pada saat komunikasi dilancarkan, komunikasi mengetahui secara pasti

13

Muhammad Budyatna, Teori Komunikasi Antarpribadi, (Jakarta : Kencana, 2011), hlm 7

14

Arni Muhammad, Komunikasi Organisasi, (Jakarta : PT. Bumi Aksara, 1989), hlm 159

15

(23)

14

apakah komunikasinya postif atau negatif, berhasil atau tidaknya. Jika ia dapat

memberikan kesempatan pada komunikan untuk bertanya seluas-luasnya.16

Dalam penelitian ini dapat disimpulkan, komunikasi interpersonal

adalah penyampaian pesan yang dilakukan oleh ibu yang mengalami

postpartum blues kepada keluarganya dalam upaya mengubah sikap, pendapat

atau perilaku sesorang.

G. Kerangka Pikir Penelitian

Postpartum blues dalam perspektif komunikasi interpersonal ini merupakan

penelitian mengenai ibu yang mengalami postpartum blues. Penelitian ini

menggunakan teori Johari Windows yang dikemukakan oleh Joseph Luth dan Harry

Ingram. Pandangan beliau tentang postpartum blues dalam perspektif komunikasi

interpersonal menekankan pada keterbukaan diri dan tingkat kesadaran terhadap diri

sendiri.17 Berikut gambar teori johari windows.

Gambar 1.1 Teori Johari Windows.

16

Sunarto, Perilaku Organisasi, (Jakarta : Amus, 2003), hlm 13

17

Jalaluddin Rakhmad, Psikologi Komunikasi. (Bandung : Remaja Rosdakarya, 2012), hlm 105

Privat Publik

Tersembunyi

Buta

Tidak

Dikenal Terbuka

(24)

15

Makin luas diri publik kita, makin terbuka kita pada orang lain, makin akrab

hubungan kita dengan orang lain. Pengertian yang sama tentang lambang-lambang,

presepsi yang cermat tentang petunjuk verbal dan nonverbal, pendeknya komunikasi

interpersonal yang efektif, terjadi pada daerah publik. Makin baik anda mengetahui

seseorang, makin akrab hubungan anda dengan dia, makin lebar daerah terbuka

jendela anda.

Gambar 1.2 Kerangka Pikir Postpartum Blues dalam Perspektif Komunikasi Keluarga (Studi pada Pasangan Muda di UIN Sunan Ampel Surabaya)

Saudara

Ipar

Orang

tua

Anak Istri

Suami

Saudara

Kandung Komunikasi Interpersonal

dengan keluaga inti

Komunikasi Interpersonal

(25)

16

Dalam konteks keluarga inti, menurut Soelaeman, secara psikologi, keluarga

adalah sekumpulan orang yang hidup bersama dalam tempat tinggal bersama dan

masing-masing anggota merasakan adanya pertautan batin sehingga terjadi saling

mempengaruhi. Ketika sebuah keluarga terbentuk, komunitas baru karena hubungan

darah pun terbentuk pula. Didalamnya ada suami, istri, dan anak sebagai

penghuninya, saling berhubugan, saling berinteraksi diantara mereka melahirkan

dinamika kelompok karena berbagai kepentingan, yang terkadang bisa memicu

konflik dalam keluarga. Keluarga besar terdiri dari suami, istri, anak, ibu kandung,

ayah kandung, ibu mertua, ayah mertua, saudara ipar dan saudara kandung.

Ketika konflik lahir, keluarga bahagia dan sejahtera sebagai suatu cita-cita

bagai pasangan suami-istri sukar diwujudkan. Oleh karena itu, konflik dalam

keluarga harus diminimalkann untuk mewujudkan keluarga yang seimbang. Karena

seimbang adalah yang ditandai leh keharmonisan hubngan antara ayah, ibu dan anak.

Dan setiap keluarga tahu tugas dan tanggung jawab masing-masing dan dapat

dipercaya.18 Jika pemahaman keluarga terhadap ibu yang mengalami postpartum

blues melalui komunikasi keluarga itu efektif maka ibu yang mengalami postpartum

blues akan mendapat dukungan secara verbal dan nonverbal. Jika si ibu terbuka itu

akan membuat dirinya jauh dari rasa stress dan depresi yang dialaminya. Jadi

seseorang yang mengalami postpartum blues akan sembuh dengan melakukan sebuah

komunikasi. Karena dengan adanya komunikasi kita dapat memahami keadaan

lingkungan sekitar kita.

18

(26)

17

Keadaan yang dikehendaki sebenarnya dalam suatu komunikasi interpersonal

adalah terbuka, dimana antara komunikator dan komunikan saling mengetahui makna

pesan yang sama. Meskipun demikian kenyataan hubunganinterpersonal tidak seideal

yang diharapkan, hal tersebut disebabkan karena dalam berhubungan dengan orang

lain betapa sering setiap oang mempunyai peluang untuk menyembunyikan atau

mengungkapkan masalah yang dihadapinya.

H. Metode Penelitian

1. Pendekatan dan Jenis Penelitian

Dalam penelitian ini, menggunakan metode penelitian dengan

pendekatan fenomenologi serta dengan jenis penelitian kualitatif. Pendekatan

penelitian praktik interpretif memiliki asumsi subjektivitas tentang hakikat

pengalaman nyata dan tatanan sosial. Dalam penelitian ini, menggunakan

metode penelitian dengan pendekatan fenomenologi serta dengan jenis

penelitian kualitatif. Pendekatan penelitian praktik interpretif memiliki asumsi

subjektivitas tentang hakikat pengalaman nyata dan kehidupan sosial.

Menurut pemikiran Husserl adalah bahwa ilmu pengetahuan selalu

berpijak pada yang eksperiensial (yang bersifat pengalaman). Baginya,

hubungan antara persepsi dengan obyek-obyeknya tidaklah pasif. Husserl

berpendapat bahwa kesadaran manusia secara aktif mengandung obyek-obyek

(27)

18

kualitatif tentang praktik dan perilaku yang membentuk realitas. Hanya saja

prinsip tersebut dibelokkan kearah yang berbeda.19

Schutz menyatakan bahwa ilmu sosial semestinya memusatkan

perhatian pada cara-cara dunia/kehidupan yakini dunia eksperiental yang

diterima begitu saja oleh setiap orang yang diciptakan dan dialami oleh

anggota-anggotanya, yakni perspektif subjektif merupakan satu-satunya

jaminan yang perlu dipertahankan agar dunia fiktif yang bersifat semu yang

dicipatakan oleh para peneliti ilmiah.20

Dalam pandangan ini, subjektivitas adalah satu-satunya prinsip yang

tidak boleh dilupakan ketika para peneliti social memaknai obyek-obyek

sosial. Sehingga yang ditekankan adalah bagaimana orang-orang yang

berhubungan dengan obyek-obyek pengamalan memahami dan berinteraksi

dengan obyek tersebut sebagai benda yang terpisah dari sang peneliti.

2. Subyek, Obyek, dan Lokasi Penelitian

Penelitian adalah instrument utama penelitian, sehingga ia dapat

melakukan penyesuaian sejala dengan kenyataan-kenyataan yang terjadi di

lapangan. Tidak seperti yang biasa dilakukan oleh penelitian sebelumnya,

sehingga tidak mungkin untuk melakukan perubahan. Selain itu karena

peneliti sebagai instrument penelitian ia bukan benda mati seperti angket,

skala, tes, dan sebagainya maka ia dapat berhubungan dengan subjek

penelitian dan mampu memahami ketertarikannya dengan kenyataan di

19

Norman K. Denzin, Handbook of Qualitative Research, (Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 2009), hlm 47

20

(28)

19

lapangan. Selain itu, ia juga akan dapat mengantisipasi dan mengganti strategi

apabila kehadirannya akan mengganggu fenomena yang sedang terjadi.21

Dalam penelitian ini, kehadiran peneliti telah di ketahui statusnya

sebagai peneliti oleh subyek penelitian dan subyek partisipan. Selain itu,

peran peneliti disini yaitu berpartisipasi secara aktif artinya harus

dapatmengamati semua aktivitas yang dilakukan subjek. Dimana dalam hal ini

harus dapat mengamati di tempat kegiatan orang yang diamati serta berperan

aktif dengan subjek selama satu bulan untuk mengetahui semua aktivitas dan

kegiatan didalam rumah sehingga antara peneliti dan subjek terjadi

komunikasi aktif dalam memberikan informasi. Dengan demikian, fenomena

yang terjadi adalah asli (natural). Peneliti bertindak sebagai instrument utama

penelitian dengan menggunakan instrument bantu yaitu alat tulis, pedoman

wawancara, pedoman observasi, dan alat perekam.

Subyek penelitian adalah sesuatu yang diteliti baik orang, benda

ataupun lembaga. Subyek penelitian pada dasarnya adalah yang akan dikenai

kesimpulan hasil penelitian. Di dalam subyek penelitian terdapat obyek

penelitian.22 Obyek penelitian adalah sifat keadaan dari suatu benda, orang

atau yang menjadi pusat perhatian dan sasaran penelitian. Sifat keadaan yang

dimaksud bisa berupa sifat, kuantitas, dan kualitas yang bisa berupa perilaku,

kegiatan, pendapat, pandangan penilaian, sikappro-kontra, simpati-antipati,

keadaan batin, dan bisa juga berupa proses.

21

Asmadi Alsa, Pendekatan Kuantitatif, dan Kualitatif, serta Kombinasinya dalam Penelitian Psikologi, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2003), hlm 87

22

(29)

20

Penelitian ini menggunakan subyek ibu yang mengalami postpartum

blues, sedangkan keluarga dari ibu yang mengalami postpartum blues

merupakan subyek kedua untuk mendapatkan data sekunder, sedangkan

obyeknya adalah postpartum blues. Dalam hal ini kreteria subyek yang akan

diteliti yaitu, berusia 18-25 tahun, mengalami postpartum blues pada

kelahiran pertama dan kedua, mempunyai anak yang berusia 0-1 tahun, yang

mempunyai pekerjaan atau ibu rumah tangga dan sedang berstatus kawin dan

jarak usia dengan suami 1-12 tahun.

Penelitian ini akan dilaksanakan di Kabupaten Sidoarjo, yang ada di

Desa Dungus dan Desa Panjunan, karena daerah tersebut merupakan daerah

yang lingkungan padat, terdapat ibu yang mengalami postpartum blues serta

memiliki konflik yang bermacam-macam dan juga perubahan jaman yang

semakin modern membuat orang menjadi berubah.

3. Jenis dan Sumber Data

Data kualitatif menurut Bungin, penelitian kualitatif diungkapkan

dalam bentuk kalimat serta uraian-uraian, bahkan dapat berupa cerita pendek.

Sedangkan jenis data kualitatif yang digunakan adalah data kasus. Ciri khas

dari data kualitatif adalah menjelaskan kasus-kasus tertentu. Data kasus hanya

berlaku untuk kasus tertentu serta tidak bertujuan untuk digeneralisasikan atau

menguji hipotesis tertentu sehingga data dalam penelitian ini sifatnya tekstual

dan konseptual, yaitu subjek adalah seorang ibu yang mengalami postpartum

(30)

21

pengalaman yang dimiliki ibu yang telah melahirkan pun kurang dalam

merawat bayi.

Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini yaitu dengan

menggunakan dua sumber data. Sumber data terbagi menjadi 2 jenis, yaitu

data primer dan data sekunder. Data primer adalah data yang berupa tindakan

atau perilaku subjek penelitian. Sedangkan data sekunder adalah data yang

berasal dari informan sebagai penguat data primer atau yang disebut sebagai

subjek partisipan. Subjek partisipan yaitu orang yang hidup di sekitar subjek

dan teori-teori yang terkait dengan focus penelitian yang digunakan.

4. Tahap-Tahap Penelitian

Adapun susunan penelitian,23 sebagai berikut :

a. Menentukan masalah

Masalah penelitian itu menjadi sebuah awal dalam melakukan

penelitian. Mustahil jika kita melakukan sebuah penelitian tanpa ada

masalah untuk diteliti. Jadi menentukan masalah itu penting dan tidak

mudah bagi peneliti untuk menemukan dan menentukan masalah

yang akan diteliti.

b. Studi pendahuluan

Studi pendahuluan merupakan studi yang dilakukan untuk

mempertajam arah studi utama. Studi pendahuluan dilakukan karena

kelayakan penelitian berkenaan dengan prosedur penelitian dan hal

23

(31)

22

lainnya masih belum jelas. Studi pendahuluan bisa saja mengubah

arah penelitian yang telah disusun di dalam proposal.24

c. Merumuskan masalah

Rumusan masalah merupakan suatu pertanyaan yang akan

dicarikan jawabannya melalui pengumpulan data bentuk-bentuk

rumuasan masalah penelitian berdasarkan penelitian menurut tingkat

eksplanasi.25 Merumuskan masalah adalah suatu rumusan yang

mempertanyakan suatu fenomena.26 Intinya menjelaskan tentang

fenomena yang anda teliti.

d. Memilih pendekatan

Para peneliti dalam penelitiannya itu harus memilih

pendekatan apa yang akan digunakan dalam penelitiannya karena itu

mempermudahkan bagi para peneliti dalam penelitiannya, bisa

pendekatan kuantitatif atau kualitatif. Pendekatan kuantitatif itu

memiliki sebuah hipotesis dalam penelitiannya sedangkan kualitatif

tidak mempunyai hipotesis.

e. Menentukan sumber data

Sumber data dapat diperoleh dari sebuah wawancara, sumber

datanya informan dan observasi.

f. Mengumpulkan data

24

http://sagiyantaruna.blogspot.com/2010/12/blog-post.html, di cuplik pada tanggal 20 Oktober 2016

25

Suharni Arikunto, Prosedur Penelitian, (Jakarta : Rineka Cipta, 2002), hlm 56.

26

(32)

23

Menurut ahli metode pengumpulan data berupa suatu

pernyataan (statement) tentang sifat, keadaan, kegiatan tertentu dan

sejenisnya. Pengumpulan data dilakukan untuk memperoleh

informasi yang dibutuhkan dalam rangka mencapai tujuan

penelitian.27

g. Menganalisis data

Analisa data adalah Kegiatan mengubah data hasil penelitian menjadi

informasi yang dapat digunakan untuk mengambil kesimpulan dalam

suatu penelitian. Adapun cara mengambil kesimpulan bisa dengan

hipotesis maupun dengan estimasi hasil.28

h. Pemerikasaan keabsahan data

Pemerikasaan keabsahan data meliputi perpanjangan

keikutsertaan penelitian dalam melakukan wawancara, ketekunan

pengamatan penelitian dan tragulasi data.

i. Menarik kesimpulan

Menarik kesimpulan itu berdasarkan data yang diperoleh dari

hasil sebuah penelitian yang telah anda teliti.

j. Menulis laporan

Jika semua tahap telah dilakukan maka tahap terakhir dari

sebuah penelitian adalah menulis laporan. Menulis laporan ini harus

berdasarkan yang telah anda teliti dan tidak ada manipulasi data.

27

W. Gulo, Metodologi Penelitian, (Jakarta : Gramedia Widiasarana Indonesia, 2002), hlm 110.

28

(33)

24

Sehingga laporan atau penelitian yang anda teliti itu nyata dan

benar-benar asli.

5. Teknik Pengumpulan Data

Pengumpulan data diperlukan bagi peneliti untuk memperoleh data

yang diinginkan. Pengumpulan data pada penelitian ini yaitu dengan

menggunakan beberapa metode sebagai berikut:

a. Wawancara mendalam

Menurut Hadi (2004) wawancara merupakan metode

pengumpulan data dengan jalan Tanya jawab sepihak yang

dikerjakan dengan sistematis dan berlandaskan tujuan penelitian.

Dalam penelitian ini wawancara merupakan alat utama dalam

menggali pengalaman ibu yang mengalami postpartum blues

beserta bentuk komunikasi yang dilakukan keluarga kepada ibu

yang mengalami postpartum blues.

Pada penelitian ini, tema wawancara yang digunakan yaitu

sebagai berikut: profil keluarga, kedekatan keluarga, peranan

dalam keluarga, kondisi saat mengandung / hamil, kondisi setelah

melahirkan, gangguan yang dialami sebelum dan setelah

melahirkan, dukungan yang diberikan keluarga, dampak psikologis

yang timbul.

b. Observasi

Menurut Hadi (2004) mengemukakan bahwa observasi adalah

(34)

25

fenomena yang di teliti. Observasi dalam penelitian ini digunakan

untuk mengamati lingkungan sosial subyek penelitian. Bentuk

komunikasi yang akan di observasi dalam penelitian ini adalah

sebagai berikut: kondisi rumah, keadaan sekitar rumah

(lingkungan), dan keadaan saat wawancara.

6. Teknik Analisa Data

Teknik analisa data penelitian ini adalah :

a. Mengumpulkan data.

b. Membaca keseluruhan data.

c. Proses pengorganisasian dan mengurutkan ke dalam kategori.

Mengategorikan data berdasarkan tujuan penelitian.

d. Menemukan tema dan hipotesa kerja yang akan diangkat menjadi teori

substantif.

e. Setelah data terkumpul, melakukan uji data

f. Setelah proses tersebut, mendalami kepustakaan guna mengonfirmasikan

teori.

7. Teknik Pemeriksaan Keabsahan Data

Dalam penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan studi

kasus (case study). Oleh sebab itu memerlukan teknik keabsahan data dalam

penelitian. Teknik keabsahan data yang dilakukan dalam penelitian kualitatif

ini adalah melalui beberapa cara yakni:

a. Perpanjangan keikutsertaan penelitian dalam melakukan

(35)

26

meningkatkan derajat kepercayaan data yang dikumpulkan. Oleh

karena itu, peneliti melakukan wawancara dengan subyek maupun

sumber data penelitian secara bertahap.

b. Ketekunan pengamatan penelitian terhadap sikap dan tingkah laku

ibu postpartum blues yang relevan dengan persolan yang diteliti

serta bentuk komunikasi yang diberikan oleh keluarga. Ketekunan

pengamatan ini dilakukan untk menemukan ciri-ciri dan

unsur-unsur dalam situasi yang sangat relevan terhadap persoalan yang

sedang diteliti kemudian memusatkan diri pada hal-hal tersebut

secara rinci. Jika perpanjangan keikutsertaan penelitian

menyediakan lingkup, mala ketekunan pengamatan menyediakan

kedalaman temuan-temuan persoalan.

c. Tragulasi data dengan melakukan perbandingan data wawancara

observasi subjek dengan data yang diperoleh dari luar sumber

lainnya. Sehingga keabsahan data dapat dilakukan. Proses

triagulasia dalah teknik di luar data untuk keperluan pengecekan

atau sebagai pembanding terhadap data itu. Menurut Patton (1994)

triagulasi adalah teknik pemeriksaan keabsahan data dengan

menggunakan berbagai sumber data seperti dokumen, arsip, hasil

(36)

27

dari satu subjek yang dianggap memiliki sudut pandang yang

berbeda.29

Pada penelitian ini, menggunakan teknik pemeriksaan triagulasi.

Teknik triagulasi ini sesuai dengan metode pengumpulan data yang dilakukan.

I. Sistematika Penelitian

Untuk tercapainya tujuan pembahasan penelitian, maka penulis membuat

sistematika pembahasan yang terdiri lima bab, dimana pada tiap-tiap babnya terbagi

atas beberapa sub bab yang saling berkaitan antara satu dengan yang lainnya.

Pada bagian awal dalam penelitian ini diuraikan halaman judul, halaman

persetujuan pembimbing, halaman pengesahan tim penguji, halaman persembahan,

kata pengantar, abstrak, daftar isi, daftar gambar, dan daftar lampiran.

BAB I : PENDAHULUAN berisi tentang konteks penelitian (latar belakang

masalah), fokus penelitian, tujuan penelitian, manfaat penelitian, penelitian terdahulu,

definisi konsep penelitian, kerangka piker penelitian, metode penelitian, dan

sistematika pembahasan ini sendiri. Pada bab ini dimaksudkan sebagai awal terhadap

seluruh isi penelitian.

BAB II, KAJIAN TEORITIS. Pada bab ini menjelaskan teori apa yang akan

dipakai dalam penelitian ini dan model konseptual tentang bagaimana teori dengan

berbagai faktor yang telah menindentifikasikan sebagai masalah penelitian.

29

(37)

28

BAB III : PAPARAN DATA PENELITIAN berisi tentang profil data

informan dan deskripsi hasil penelitian.

BAB IV : INTERPRETASI HASIL PENELITIAN, berisi tentang analisis

data dan konfimasi dengan teori.

BAB V, PENUTUP yang terdiri dari Kesimpulan dan Rekomendasi. Pada bab

ini merupakan bab terakhir dari sebuah penelitian dimana disini memuat temuan

pokok atau kesimpulan, implikasi dan tindak lanjut penelitian, serta saran-saran atau

rekomendasi yang diajukan.

Bagian akhir dalam penelitian ini yaitu daftar pustaka yang menjadi daftar

bahan atau sumber bahan yang dapat berupa buku teks, artikel dalam jurnal, makalah

(38)

BAB II

POSTPARTUM BLUES DALAM PERSPEKTIF KOMUNIKASI

INTERPERSONAL

A. Kajian Pustaka

1. Postpartum Blues

Kebahagiaan mungkin tidak akan dirasakan oleh sebagian ibu yang

tidak berhasil menyesuaikan diri terhadap sejumlah faktor perubahan seperti

fisik dan emosional. Mereka bahkan dapat mengalami berbagai gangguan

emosional dengan berbagai gejala, sindroma dan faktor resiko yang

berbeda-beda.Gangguan emosional pasca persalinan umumnya dibagi menjadi tiga

bentuk yaitu postpartum blues, depresi postpartum, dan psikosis postpartum.1

Seorang istri yang setelah melahirkan tiba-tiba kondisinya mudah

marah, mudah tersinggung, dan sikapnya berubah saat setelah melahirkan

serta kurangnya tidur.Pasti keluarga bahkan suami menjadi bingung dan

kondisi keluarga yang awalnya ceria menjadi muram. Kondisi yang dialami

oleh istri merupakan suatu kondisi umum yang dialamioleh ibu pasca

melahirkan dan hampir mengenai 50% ibu baru. Seringkali perasaan gembira

karena hadirnya seorang anak juga disertai perasaan sedih, cemas, kaget yang

silih berganti, sehingga menimbulkan kelelahan secara psikis bagi si

1

(39)

30

ibu.Gejala tersebut biasa dikenal sebagai baby blues syndrome atau

postpartum blues, yaitu salah satu bentuk depresi yang sangat ringan dan

terjadi selama 2 minggu pertama setelah melahirkan dan cenderung buruk

setelah 3 atau 4 hari pasca melahirkan. Adapun pengertian mengenai

postpartum blues sebagai berikut :

a. Postpartum blues yaitu perasaan sedih yang dialami oleh ibu

setelah melahirkan, hal ini berkaitan dengan bayinya.2 Menurut

Cunninghum, postpartum blues adalah gangguan suasana hati yang

berlangsung selama 3-6 hari pasca melahirkan. Postpartum blues

sering disebut dengan maternity blues atau baby blues syndrome,

yaitu kondisi yang sering terjadi dalam 14 hari pertama setelah

melahirkan dan cenderung lebih buruk pada hari ketiga dan

keempat.3Baby blues merupakan sekuel umur kelahiran bayi,

biasanya terjadi pada 70% wanita, dan juga dimulai pada beberapa

hari setelah kelahiran dan berakhir setelah 10-14 hari.4

b. Baby bluesatau postpartum bluesmerupakan gangguan mood yang

paling umum pada ibu baru (50%-80%). Hal ini memuncak pada

hari kelima setelah melhirkan dan terjadi pada 10-14 hari setelah

2

Ambarwati, Asuhan Kebidanan Nifas, (Yogyakarta : Mitra Cendikia, 2009), hlm 87

3

Ade Benih Nirwana, Psikologi Kesehatan Wanita, (Yogyakarta : Nuha Medika, 2011), hlm 93

4

(40)

31

melahirkan. Gejalanya antara lain emosi yang labil,sering

menangis, kecemasan, kelelahan, insomnia, marah, dan sedih.5

c. Postpartum blues atau baby blues merupakan perasaan gembira

karena hadirnya seorang anak yang disertai dengan perasaan sedih,

cemas dan kaget silih berganti sehingga menimbukan kelelahan

secara psikis bagi si ibu. Gejala ini merupakan salah satu bentuk

depresi sangat ringan yang biasanya terjadi dalam 14 hari atau 2

minggu pertama setelah melahirkan.6

d. Postpartum blues merupakan perwujudan fenomena psikologis

yang dialami oleh wanita yang dari keluarga dan bayinya atau

ketidakmampuan seorang ibu untuk mengahdapi suatu keadaan

baru dimana kehadiran anggota baru dalam pola asuh bayi dan

keluarga.7

e. Baby blues atau postpartum blues adalah bentuk depresi yang

paling ringan. Biasanya, yang timbul antara 2 hari hingga 2

minggu setelah melahirkan. Lamanya depresi juga tidak terlalu

berlarut-larut, sekitar 2 minggu saja. Yang pasti baby blues dialami

hingga 80% ibu yang baru melahirkan.8

5Sara Thurgood, dkk. “Postpartum Depression”, American Journal of Clinical Medicine, 2009, vol VI

no. 2, hlm 17

6

Suwignyo Siswosuharjo, Tetap Cantik dan Bugar Pasca Melahirkan, (Solo : Tiga Serangkai, 2014), hlm 70

7

Siti Nunung Nurjanah, dkk., Asuhan Kebidanan Postpartum, (Bandung : PT. Rafika Aditama, 2013), hlm 77

8

(41)

32

Ciri-ciri baby blues atau postpartum blues,9 sebagai berikut :

a. Dialamai bahkan oleh sekitar 80 persen wanita yang baru

melahirkan.

b. Berlangsung paling lama enam minggu.

c. Intensitas lebih ringan.

d. Ibu masih bisa tidur nyenyak jika dijauhkan dari kewajiban

mengurus bayinya.

Beberapa faktor penyebab postpartum blues,10 sebagai berikut :

a. Pengalaman dalam persalinan, kekecewaan dalam persainan bisa

menjadi faktor predisposisi dimana ibu merasa gangguan.

b. Pembebasan setelah proses kelahiran.

c. Ketidakmampuan dalam menerima bayi baru lahir dan menjadi

orang tua.

d. Perilaku bayi, misalnya tangisan bayi.

e. Kesulitan dalam pertahanan diri ibu setelah persalinan, misalnya

aktivitas merawatbayi baru lahir.

f. Konflik dengan perawat, bidan dan kegiatan rutin rumah sakit.

Penyebab postpartum blues,11yaitu :

9

Nurhaeni Arief, Buku Pintar Kehamilan dan Kelahiran Sehat, (Yogyakarta : Pyramedia Yogyakarta, 2010), hlm 212

10

Op. Cit., Siti Nunung Nurjanah, dkk., hlm 78

11

(42)

33

a. Faktor hormonal, yaitu berupa perubahan kadar estrogen,

progesterone, prolaktin, dan estriol yang terlalu rendah dan terlalu

tinggi.

b. Faktor demografik, yaitu umur dan paritas. Umur yang terlalu

muda untuk melahirkan, sehingga dia memikirkan tanggung

jawabnya sebagai seorang ibu untk mengurus anaknya. Sedangkan

postpartum blues banyak terjadi pada ibu, mengingat ia baru

memasuki perannya sebagai seorang ibu, tidak menutup

kemungkinan hal itu terjadi kepada ibu yang mempunyai riwayat

postpartum sebelumnya.

c. Pengalaman dalam proses kehamilan dan persalinan.

Kesulitan-kesulitan yang dialami ibu selama kehamilan kan turut

memperburuk kondisi ibu pasca melahirkan.

d. Latar belakang psikologis wanita yang bersangkutan yaitu, semua

yang berhubngan dengan latar belakang wanita tersebut seperti

tingkat pendidikan, status perkawinan, dan suami yang

menginginkan mempunyai anak atau tidak, keadaan kejiawaan

wanita tersebut, kondisi ekonomi serta status social dan keadaan

dengan keluarga sang suami.

e. Fisik, maksudnya adalah kelelahan dalam mengurus anak. Apalagi

jiak sang suami tidak membantu dalam menggantikan posisinya itu

(43)

34

Dampak negatif baby blues,12yaitu :

a. Emosi negatif padaibu bisa membuat ibu mengabaikan bayi.

b. Pada akhirnya, ikatan antara ibu dan anak pada usia awal bayi sulit

terbentuk

c. Penolakan ibu terhadap anak bisa menyebabkan bayi tumbuh

menjadi anak yang rewel, pemurung, mudah menangis, dan

pecemas.

d. Komunikasi dengan pasangan bisa memburuk dan hasrat seks

menurun.

e. Ibu tidak bisa menjalankan perannya dengan baik.

f. Ibu mengalami stress sehingga berpengaruh padakesehatan

fisiknya.

Cara mengatasi baby blues,13 sebagai berikut :

a. Jangan ragu atau malu untuk menceritakan rasacemas yang dialami

dengan pasangan, saudara atau teman dekat. Kecemasan ini bisa

terjadi pada siapa pun, jadi anda tak perlu menambah beban

dengan menyimpannya sendiri.

b. Luangkan waktu untuk diri sendiri meskipun hanya 15 menit untuk

melakukan aktivitas yang menyenangkan dan merileksasikan

12

Op. Cit., Suwignyo Siswosuharjo, hlm 71

13

(44)

35

otot tubuh, seperti mendengarkan music, membaca buku, olahraga

ringan atau dipijat.

c. Berkatalah jujur padadiri sendiri atau orang lain, sejauh mana kita

dapat melakakukan sesuai dengan kemampuan. Minta bantuan

orang lain apabila anda tak sanggup mengerjakan suatu pekerjaan.

Biarka pasangan atau keluarga membantu dalam urusan rumah

tangga dan mengurus anak.

d. Bergabunglah pada kelompok ibu-ibu baru dan berbagi cerita

dengan mereka. Mengetahui ada banyak teman yang senasib

membuat anda terhibur dan makin kuat.

e. Sesekalilah minta orang lain menjaga bayi anda, sementara anda

meluangkan waktu untuk berkegiatan diluar rumah.

f. Berusahalah ikut tidut saat bayi anda tidur.

g. Jika perasaan tersebut tak berkurang, hubungi dokter anda agar

bisa memperoleh bantuan untuk jiwa anda.

h. Berdoalah! Mendekatan diri kepada Yang Maha Kuasa bisa

menguatkan anda.

Untuk menghindari terjadinya baby blues yang berkepanjangan,

siapkanlah mental sebelum melahirkan. Selain itu, persiapkan kesiapan

financial dari orang tua, pengetahuan dasar calon ayah dan ibu tentang

kehamilan, proses melahirkan, sampai dengan cara merawat si kecil. Jika

perlu bacalah buku mengenai haltersebut serat diskusi dengan orang yang

(45)

36

melahirkan, saat ayah dapat membantu mengasuh anak dan berperan serta

dalam mengurus rumah tangga.Pembagian tugas ini diperluakan agar ibu

mempunyai waktu yang cukup untuk beristirahat. Apabila memungkinkan,

pertimbangkanlah pula untuk mempunyai asisten rumah tangga dalam

membantu mengurus rumah tangga atau melibatkan orang lain yang dapat

membantu anda.

Jika ibu yang mengalami postpartum blues ini berkelanjutan maka

akan berlanjut pada postpartum depression yang terjadi hingga 6 bulan

pertama pasca melahirkan. Depresi sesudah melahirkan (postpartum

depression) adalah kondisi yang muncul segera setelah wanita melahirkan.

Keadaan ini dapat sama dengan depresi yang lain. Namun datangnya karena

respons perubahan fisik dan sosial (karena melahirkan dan membesarkan

bayi).Tingkat keparahan depresi bisa beragam sangat ringan dan hampir tidak

ada hingga sangat parah dan berlangsung lama.14

Postpartum depression adalah bentuk depresi yang lebih serius.

Bedanya dengan baby blues adalah pada frekuensi, intensitas dan lama

gejalamnya. Masalah tidur adalah satu cara untuk membedakan keduanya.

Jika anda samapai tidak bisa tidur karena selalu merasa gelisah bisa jadi anda

mengalami postpartum depression.Postpartum depression ini timbul dari 2

minggu hingg setahun setelah melahirkan.15

14

Op. Cit., Namora Lumongga Lubis

15

(46)

37

Terkadang postpartum depression hilang tanpa pengobatan.Namun

pengobatan diperlukan untuk mengatasi depresi yang sangat

mengganggu.Pengetahuan tentang depresi ini sangat diperlukan oleh pasangan

suami istri serta keluarganya. Seorang ibu mengatahui benar bahwa dirinya

tengah dilanda depresi akan memiliki kewaspadaan sehingga terhindar dari

efek-efek yang ekstrim.16

Gejala-gejala postpartum depression yaitu adanya perasaan sedih,

mudah marah dan ingin marah saja, gelisah, hilangnya minat dan semangat

yang nyata dalam aktivitas sehari-hari yang sebelumnya disukai, enggan dan

malas untuk mengurus anaknya, sulit tidur atau terlalu banyak tidur, nafsu

makan menurun atau sebaliknya semakin meningkat sehingga mengalami

penurunan dan kenaikan berat badan, merasa lelah atau kehilangan energi,

kemampuan berpikir dan konsentrasinya menurun, merasa bersalah, merasa

tidak berguna hingga putus asa, dan mempunyai ide-ide kematian yang

berulang.17

Jika ia mempunyai ide-ide kematian berulang-ulang, maka hal tersebut

dapat membahayakan dirinya sendiri. Hal ini perlu ada kesadaran dari

keluarga terhadap kondisi si ibu. Terkadang seseorang yang mengalami

depresi setelah melahirkan, ia terbuka dengan keadaan yang ia rasakan, ada

juga yang ia tertutup dengan kondisinya. Kepekaan dari keluarga sangat

dibutuhkan dalam hal ini. Seseorang yang memiliki sifat terbuka, ini

16

Op. Cit.,Nurhaeni Arief, hlm 214

17

(47)

38

memberikan keuntungan bagi lawan bicaranya karena kita dapat memahami

apa yang ia rasakan, kita pun tidak kesusahan dalam memahami keadaan yang

ia rasakan. Berbeda lagi dengan seseorang yang mempunyai sifat tertutup, kita

kesusahan memahami apa yang ia rasakan baik secara verbal maupun

nonverbal karena tidak ada pengakuanatau ungakapan rasa yang ia utarakan,

maka lawan bicara atau keluarga harus benar-benar peka yang ia rasakan.

Sesesorang yang mempunyai keinginan untuk mengakhiri hidupnya,

itu memerlukan penanganan yang khusus, dan dalam berkomunikasi pun

harus dijaga agar tidak menimbulkan kesalahpahaman kepada ibu yang

mengalami postpartum depression.Disini membutuhkan komunikasi yang

menimbulkan sebuah motivasi, bahasanya pun harus menggunakan bahasa

yang mudah dipahami. Jika perlu ajaklah ke tempat-tempat yang menghibur,

itu akan membuat ia tenang dan tidak merasa depresi kembali.

2. Komunikasi Interpersonal

Komunikasi adalah pertukaran pesan verbal maupun nonverbal antara

si pengirim dengan si penerima pesan untuk mengubah tingkah laku.18

Sebenarnya hampir semua aktivitas komunikasi yang kita lakukan dengan

orang lain mengandung komunikasi antarbudaya. Kesulitan berkomunikasi

dengan orang lain, terutama yang berbeda suku dan budaya, bukan hanya itu

melainkan dalam hal bahasa verbal dan non verbal juga. Dengan asumsi

bahwa keberhasilan komunikasi kita tergantung pada sejauh mana kita

18

(48)

39

memahami umpan-balik dari orang lain, bagaimana mungkin komunikasi kita

berhasil jika kita mengabaikan umpan-balik non verbal dari orang lain

tersebut.19Komunikasi yang efektif ketika komunikator memberi sebuah pesan

kepada komuikan yang mempunyai timbal balik (feedback) diantar keduanya.

Dalam konteks keluarga inti, menurut Soelaeman, secara psikologi,

keluarga adalah sekumpulan orang yang hidup bersama dalam tempat tinggal

bersama dan masing-masing anggota merasakan adanya pertautan batin

sehingga terjadi saling mempengaruhi.Ketika sebuah keluarga terbentuk,

komunitas baru karena hubungan darah pun terbentuk pula.Didalamnya ada

suami, istri, dan anak sebagai penghuninya, saling berhubugan, saling

berinteraksi diantara mereka melahirkan dinamika kelompok karena berbagai

kepentingan, yang terkadang bisa memicu konflik dalam keluarga.Keluarga

besar terdiri dari suami, istri, anak, ibu kandung, ayah kandung, ibu mertua,

ayah mertua, saudara ipar dan saudara kandung.

Ketika konflik lahir, keluarga bahagia dan sejahtera sebagai suatu

cita-cita bagai pasangan suami-istri sukar diwujudkan.Oleh karena itu, konflik

dalam keluarga harus diminimalkann untuk mewujudkan keluarga yang

seimbang.Karena seimbang adalah yang ditandai leh keharmonisan hubngan

antara ayah, ibu dan anak.Dan setiap keluarga tahu tugas dan tanggung jawab

masing-masing dan dapat dipercaya.20

19

Deddy Mulyana, Komunikasi Efektif, (Bandung : PT. Remaja Rosdakarya, 2004), hlm 26.

20

(49)

40

Komunikasi yang baik adalah tentang apa yang kita katakan,

bagaimana kita mengatakannya dan kapan atau dalam konteks apa kita

mengatakan.21Komunikasi adalah suatu hal yang sangat penting di dalam

memelihara keharmonisan keluarga.Banyak masalah dapat muncul di dalam

sebuah perkawinan karena terjadi kemacetan komunikasi terutama

antar-pasangan. Komunikasi yang macet akan membuat segala tujuan di dalam

keluarga tersebut gagal tercapai. Karena setiap pihak akan melakukan

tindakannya sendiri-sendiri tanpa memperdulikan kepentinagn atau

keterlibatan pasangannya. Apabila terjadi seperti ini, maka suasana di dalam

keluarga menjadi tidak kondusif ke arah yang sehat. Pasangan suami istri akan

cenderung mempertahankan egonya masing-masing dan membela diri pada

satu sisi bahkan menyerang pasangannya di sisi yang lain.

Menurut Carl I. Hovland, ilmu komunikasi adalah upaya yang

sistematis untuk merumuskan secara tegas asas-asas penyampaian informasi

serta pembentukan pendapat dan sikap. Secara garis besar dapat disimpulakan

bahwa komunikasi adalah penyampaian informasi dan penegrtian seseorang

terhadap orang lain.22Adapun pengertian mengenai komunikasi interpersonal

sebagai berikut :

a. Menurut Devito komunikasi interpersonal adalah penyampaian

pesan oleh satu orang dan penerimaan pesan oleh orang lain atau

21

Asyahbuddin, Harmonisasi Keluarga Melalui Komunikasi Setara : Model Terapi Keluarga Virginia Satir 24-25, Jurnal Dakwah Komunikasi, volume 6. Nomor I. Januari - Juni 2012.

22

(50)

41

sekelompok kecil orang, dengan berbagai dampaknya dan dengan

peluang untuk memberikan umpan balik segera.23

b. Komunikasi interpersonal adalah proses pertukaran informasi serta

pemindahan pengertian antara dua orang atau lebih dari suatu

kelompok manusia kecil dengan berbagai efek dan umpan balik

(feed back).24

c. Menurut Effendy pada hakekatnya, komunikasi interpersonal

adalah komunikasi antar komunikator dengan komunikan,

komunikasi jenis ini dianggap paling efektif dalam upaya

mengubah sikap, pendapat atau perilaku sesorang, karena sifatnya

yang dialogis berupa percakapan. Arus balik bersifat langsung,

komunikator mengetahui tanggapan komunikan ketika itu juga.

Pada saat komunikasi dilancarkan, komunikasi mengetahui secara

pasti apakah komunikasinya postif atau negatif, berhasil atau

tidaknya. Jika ia dapat memberikan kesempatan pada komunikan

untuk bertanya seluas-luasnya.25

Dari berbagai definisi diatas, komunikasi interpersonal merupakan

kegiatan aktif bukan pasif.Komunikasi interpersonal bukan dari pengirim ke

penerima melainkan komunikasi timbal balik. Komunikasi interpersonal

bukan juga sekedar rangsangan atau tanggapan, tetapi serangkaian proses

saling menerima penyeraan dan penyampaian tanggapan yang telah diolah

23

Ibid., hlm 30

24

W. A. Widjaja, Komunikasi dan Hubungan Masyarakat, (Jakarta : Bumi Aksara), hlm 8

25

(51)

42

oleh masing-masing pihak. Dan komunikasi ini sangat efektif karena dapat

diketahui langsung respon dari komunikan.

Sebagaian orang mengartikan komunikasi sebagai kegiatan yang

bersifat tatap muka.Komunikasi interpersonal adalah komunikasi tatap muka

(face to face) ini merupakan hal yang penting bagi orang manager atau

pimpinan.Keberhasilan dalam komunikasi ini merupakan faktor penentu bagi

keberhasilan organisasi dalam mencapai tujuan.26

R. Wayne Pace mengemukakan bahwa komunikasi antarpribadi atau

communication interpersonal merupakan proses komunikasi yang

berlangsung antar dua orang atau lebih secara tatap muka dimana pengirim

dapat menyampaikan pesan secara langsung dan penerima pesan dapat

menerima dan menanggapi secara langsung.27

Menurut Agus M. Hardjana, komunikasi interpersonal adalah interaksi

tatap muka antar dua orang atau beberapa orang, dimana pengirim dapat

menyampaikan pesan secara langsung dan penerima pesan dapat menerima

dan menanggapi secara langsung pula.28

Dalam pengertian komunikasi interpersonal yang diartikan oleh para

ahli yang lainnya, Burhan Bungin berpendapat berbeda dengan paraahli yang

lainnya.Menurut Burhan Bungin, komunikasi interpersonal adalah komunikasi

antar perorangan yang bersifat pribadi yang baik yang terjadi secara langsung

26

Indriyo Gitosudarmo dan Agus Mulyono, Prinsip Dasar Manajemen, (Yogyakarta : BPFE, 2001), hlm 196

27

Hafied Cangara, Pengantar Ilmu Komunikasi, (Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada, 1998), hlm 32

28

Agus M. Hardjana, Komunikasi Interpersonal dan Interpersonal Berbagai Jenis Pekerjaan,

Gambar

Gambar 1.1 Teori Johari Windows.
Gambar 1.2 Kerangka Pikir Postpartum Blues dalam Perspektif Komunikasi
Gambar 2.1 Teori Johari Windows

Referensi

Dokumen terkait

Judul : Bimbingan dan Konseling Islam dengan Terapi Keluarga (Family Therapy) dalam Mengatasi Kekerasan Orang Tua Terhadap Anak di Desa Banjar Bendo Kecamatan Sidoarjo

Macam Media, Video Sebagai Media Pembelajaran, Pengertian Media Video, Sejarah Media Video, Produksi Media Video, Proses Pemanfaatan Media Video, Permasalahan atau

Hasil analisis menunjukkan bahwa untuk kondisi kesehatan yang dilihat dari adanya footdermatitis, HB, breast blister dari ayam broiler yang dipelihara secara intensif dan

Kesimpulan pemberian informasi yang baik akan mempengaruhi ibu untuk mau melakukan senam nifas dini, namun jumlah paritas ibu tidak memberi pengaruh pada kemauan ibu dalam

Peningkatan umur pakai kayu dengan penggunaan bahan pengawet yang cocok mempunyai pengaruh lain yang nyata dalam bidang penggunaan kayu , yaitu dimungkinkannya

Jadi, analisis tindakan ini mendukung hipotesis tindakan yang diajukan yaitu penerapan model pembelajaran kooperatif dengan metode CRH dapat meningkatkan hasil

Tujuan penelitian ini adalah (1) Mengetahui motivasi belajar peserta didik biologi sebelum diajar dengan metode resitasi dan brainstorming di kelas XI MAN Manggarai

Nyai Sumur Bandung adalah putri seorang raja yang bernama Prabu Kidang Pananjung dari Negara (kerajaan) Bitung Wulung. Nama Kidang Pananjung termasuk salah satu