• Tidak ada hasil yang ditemukan

RELASI NEGARA DAN MASYARAKAT DALAM POLITIK AGRARIA : STUDI KASUS ALIH FUNGSI LAHAN PERTANIAN DI KECAMATAN BUNGAH KABUPATEN GRESIK.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "RELASI NEGARA DAN MASYARAKAT DALAM POLITIK AGRARIA : STUDI KASUS ALIH FUNGSI LAHAN PERTANIAN DI KECAMATAN BUNGAH KABUPATEN GRESIK."

Copied!
112
0
0

Teks penuh

(1)

RELASI NEGARA DAN MASYARAKAT

DALAM POLITIK AGRARIA

(STUDI KASUS ALIH FUNGSI LAHAN PERTANIAN DI

KECAMATAN BUNGAH KABUPATEN GRESIK)

SKRIPSI

Disusun Untuk Memenuhi Tugas Akhir Guna Memperoleh Gelar

Sarjana Strata Satu (S-1) dalam Program Studi Filsafat Politik Islam

Oleh:

SU’AIBATUL ISLAMIYAH NIM: E04213104

PROGRAM STUDI FILSAFAT POLITIK ISLAM

FAKULTAS USHULUDDIN DAN FILSAFAT

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL

(2)
(3)
(4)
(5)
(6)

iii

ABSTRAK

Judul Skripsi : Relasi Negara dan Masyarakat dalam Politik Agraria (Studi Kasus Alih Fungsi Lahan Pertanian di Kecamatan Bungah Kabupaten Gresik)

Kata Kunci : Agraria, Alih Fungsi, Lahan, Pangan, dan Relasi.

Skripsi ini membahas tentang relasi negara dan masyarakat dalam politik agraria. Penelitian ini bertujuan untuk menjawab rumusan masalah yang menghasilkan deskripsi mengenai: Pertama, problem peruntukan lahan pertanian di Kecamatan Bungah. Kedua, bentuk hegemoni negara dalam politik agraria di Kecamatan Bungah. Ketiga, relasi negara dan masyarakat dalam politik agraria di Kecamatan Bungah.

Penelitian ini merupakan penelitian lapangan (field research). Oleh karena itu untuk mencapai tujuan tersebut, penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif. Pendekatan kualitatif digunakan untuk mendapatkan data dan informasi yang obyektif melalui teknik observasi, wawancara, dan dokumentasi. Pemilihan informan dilakukan dengan cara purpossive sampling, yaitu pengambilan informan dilakukan secara sengaja berdasarkan kapasitas dan kapabilitas dalam artian benar-benar paham di bidangnya. Selanjutnya untuk menganalisa data dilakukan dengan cara mengumpulkan data, mereduksi data, menyajikan data serta menarik kesimpulan secara terus menerus untuk menguji keabsahan data penelitian.

(7)

DAFTAR ISI

COVER... i

HALAMAN JUDUL... ii

ABSTRAK... iii

PERSETUJUAN PEMBIMBING... iv

PENGESAHAN SKRIPSI... v

PERNYATAAN KEASLIAN ... vi

MOTTO ... vii

PERSEMBAHAN ... viii

KATA PENGANTAR... .. ix

DAFTAR ISI ... xi

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Masalah... 1

B. Rumusan Masalah ... 7

C. Tujuan Penelitian ... 8

D. Kegunaan Penelitian ... 8

E. Penelitian Terdahulu ... 9

F. Metode Penelitian ... 13

1. Pendekatan dan Jenis Penelitian ... 13

2. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 15

3. Sumber Data ... 16

(8)

xii

5. Teknik Pemilihan Informan ... 18

6. Teknik Analisis Data ... 19

G. Sistematika Pembahasan ... 21

BAB II KAJIAN KONSEPTUAL ... 23

A. Agraria ... 23

1. Makna Agraria ... 23

2. Pertanian dan Lahan Pertanian ... 26

3. Alih Fungsi Lahan Pertanian... 29

4. Pola dan Karakteristik Alih Fungsi Lahan ... 31

5. Faktor-faktor yang mempengaruhi Alih Fungsi Lahan Pertanian . 33 6. Politik Agraria ... 36

B. Teori Hegemoni ... 42

BAB III PAPARAN DATA DAN TEMUAN DATA PENELITIAN ... 45

A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian ... 45

1. Letak Geografis Kecamatan Bungah ... 45

2. Jumlah Penduduk Kecamatan Bungah ... 47

3. Kondisi Ekonomi Kecamatan Bungah ... 49

4. Kondisi Sosial dan Keagamaan Kecamatan Bungah ... 50

5. Kondisi Kesehatan Kecamatan Bungah ... 52

6. Struktur Susunan Kecamatan Bungah ... 53

B. Penyajian Data ... 53

(9)

2. Dampak Sosial Ekonomi Alih Fungsi Lahan Pertanian Menjadi

Industri ... 62

BAB IV Lahan Pertanian dan Kekuasaan Negara ... 66

A. Problem Peruntukan Lahan Pertanian di Kecamatan Bungah ... 66

B. Bentuk Hegemoni Negara dalam Politik Agraria di Kecamatan Bungah ... 74

C. Relasi Negara dan Masyarakat dalam Politik Agraria di Kecamatan Bungah ... 89

BAB V PENUTUP ... 96

A. Kesimpulan ... 96

B. Saran ... 97

DAFTAR PUSTAKA ... 99

(10)

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Indonesia merupakan negara agraris di mana sebagian besar penduduknya

hidup dari hasil bercocok tanam atau bertani, sehingga pertanian merupakan

sektor yang memegang peranan penting dalam kesejahteraan kehidupan penduduk

Indonesia. Minimnya jumlah lahan pertanian yang semakin berkurang

menyebabkan masalah baru pada bidang pertanian. Lahan pertanian yang semula

berfungsi sebagai media bercocok tanam, berangsur-angsur berubah menjadi

multifungsi dalam pemanfaatannya.

Perubahan spesifik dari penggunaan lahan pertanian menjadi nonpertanian

mendatangkan masalah yang serius, mengingat kebutuhan akan lahan yang

semakin hari semakin bertambah. Hal ini mempengaruhi jumlah produksi

tanaman pangan yang dihasilkan. Ketersediaan lahan untuk usaha pertanian

merupakan salah satu syarat dalam produksi pangan. Seiring bertambahnya

waktu, pertumbuhan populasi, dan pertambahan jumlah penduduk yang semakin

tidak terkendali menyebabkan meningkatnya kebutuhan pangan rakyat. Maka

ketersediaan lahan menjadi semakin penting dalam pemenuhan pangan.

Kedaulatan pangan hanya akan menjadi retorika dan cita-cita belaka sampai

kapanpun, apabila tidak terdapat perubahan politik atas akses dan penguasaan

lahan.

(11)

2

Realita yang ada di lapangan tidak sesuai dengan isi nawacita yang telah

disampaikan oleh Presiden Jokowi.1

Adapun isi Nawacita yang sampaikan pada

bidang ekonomi sebagai berikut:

Kami akan membangun kedaulatan Pangan berbasis pada Agribisnis Kerakyatan melalui: (1) Penyusunan kebijakan pengendalian atas import pangan melalui pemberantasan terhadap 'mafia' impor yang sekedar mencari keuntungan pribadi/kelompok tertentu dengan mengorbankan kepentingan pangan nasional. Pengembangan eksport pertanian berbasis pengolahan pertanian dalam negeri, (2) Penanggulangan Kemiskinan pertanian dan dukungan re-generasi petani melalui: a) Pencanangan 1.000 desa berdaulat benih hingga tahun 2019. b) Peningkatan kemampuan petani, organisasi tani dan pola hubungan dengan pemerintah, terutama pelibatan aktif perempuan petani/pekeria sebagai tulang punggung kedaulatan pangan. c) Pembangunan irigasi, bendungan, sarana jalan dan transportasi, serta pasar dan kelembagaan pasar secara merata. Rehabilitasi jaringan irigasi yang rusak terhadap 3 juta ha pertanian dan 25 bendungan hingga tahun 2019. d) Peningkatan pembangunan dan atraktivitas ekonomi pedesaan yang ditandai dengan peningkatan investasi dalam negeri sebesar 15 persen tahun dan rerata umur petani dan rakyat Indonesia yang bekerja di pedesaan semakin muda. (3) komitmen kami untuk implementasi reforma agrarian melalui: a) Akses dan Aset reform Pendistribusian asset terhadap petani melalui distribusi hak atas tanah petani melalui land reform dan program kepemilikan lahan bagi petani dan buruh tani, menyerahkan lahan sebesar 9 juta ha, b) Meningkatnya akses petani gurem terhadap kepemilikan lahan pertanian dari rata-rata 0.3 hektar menjadi 2.0 hektar per KK tani, dan pembukaan 1 juta ha lahan pertanian kering di luar Jawa dan Bali. (4) Pembangunan Agri-Bisnis Kerakyatan melalui Pembangunan Bank Khusus untuk Pertanian, UMKM dan Koperasi.

Total lahan sawah di Indonesia berdasarkan hasil Audit Kementerian

Pertanian pada tahun 2012 adalah 8.132.642 hektare, yang terdiri atas 54% sawah

beririggasi (seluas 4.417.582 hektare) dan 46% nonirigasi (seluas 3.714.764

hektare). Total luas lahan sawah terluas berada di Jawa yakni 3.444.579 hektar,

kemudian disusul Sumatra 2.224.832 hektar, Kalimantan 1.032.117 hektar,

Sulawesi 919.963 hektar, Bali Nusa Tenggara 462.686 hektar, Papua dan Maluku

1 Jappy Pellokila, “

(12)

3

46.466 hektar.2 Di Jawa, Provinsi Jawa Timur merupakan salah satu provinsi yang

memiliki luas lahan sawah terbesar berdasarkan data luas dan alih fungsi lahan

sawah pada tahun 2012 yakni seluas 1.152.875 hektar.3

Provinsi Jawa Timur merupakan salah satu provinsi yang berfungsi

sebagai lumbung pangan nasional karena kontribusi pengadaan pangan yang

sangat besar, yaitu sebesar 17% dari total nasional. Namun di tahun 2014 produksi

pangan di Provinsi Jawa Timur sedang mengalami penurunan, terutama produksi

padi. Di tahun yang sama, penurunan juga dialami oleh Kabupaten Gresik sebagai

salah satu kontributor padi bagi Jawa Timur sebesar 2%. Berdasarkan situs resmi

Kabupaten Gresik dikatakan bahwa Kabupaten Gresik surplus padi sebesar 129

ribu ton, hal tersebut belum sesuai dengan target produksi yang ditetapkan oleh

pemerintah sebesar 382 ribu ton. Penyebab menurunnya produksi pangan di

Kabupaten Gresik dikarenakan banyaknya lahan pertanian yang beralih fungsi

menjadi industri.4

Beralihnya fungsi lahan pertanian menjadi industri menyebabkan

berkurangnya areal lahan pertanian yang ada di Kabupaten Gresik. Dari data

sensus dapat diketahui luas lahan pertanian di Kabupaten Gresik sebesar 36.000

hektar sekarang menjadi 10.000 hektar. Penyempitan lahan pertanian seluas

26.000 hektar membuat para petani harus bekerja lebih ekstra keras lagi untuk

memenuhi kebutuhan pangan. Penyempitan lahan pertanian tersebut terjadi karena

2

Gatot Irianto, Lahan dan Kedaulatan Pangan, (Jakarta:: Gramedia Pustaka Utama, 2016), 43.

3

Ibid., 54. 4

(13)

4

lahan pertanian yang ada telah berubah menjadi kawasan industri. Salah satu

daerah di Kabupaten Gresik yang pada mulanya merupakan daerah pertanian

kemudian menjadi industri adalah Kecamatan Bungah.5

Dari data sensus pertanian yang dikeluarkan oleh BPS Kabupaten Gresik

pada tahun 2013 dapat diketahui bahwa jumlah usaha pertanian mengalami

banyak penurunan. Pada sensus tahun 2003 usaha pertanian sebanyak 133.624

sedangkan pada tahun 2013 menjadi 102.330, jika dirata-rata setiap tahunnya

mengalami penurunan sebesar 2.34 persen per tahun.6 Menurunnya lahan

pertanian yang ada terjadi karena pembangunan industri yang semakin pesat di

Kabupaten Gresik.

Kecamatan Bungah merupakan wilayah yang memiliki lahan pertanian

yang cukup luas. Di samping itu pula alasan wilayah tersebut sangat cocok untuk

didirikan pabrik adalah karena cukup strategis dan merupakan wilayah pantura.

Selain itu juga di wilayah ini akan dibangun pelabuhan internasional.

Pembangunan pelabuhan internasional membawah efek domino munculnya

pembangunan pabrik-pabrik di sekitar pelabuhan tersebut. Hal ini membuat para

investor yang ingin menanamkan modal di Kecamatan Bungah semakin banyak.

Pada mulanya para petani enggan menjual tanah mereka, tetapi setelah harga

lahan pertanian melambung tinggi membuat para petani tergiur untuk menjualnya.

Selain itu juga ditambah dengan melangitnya pembayaran Pajak Bumi dan

Bangunan (PBB) di Kabupaten Gresik membuat petani merasa terbebani dengan

5

http://www.beritagresik.com/home/berita-gresik/503/penyempitan-lahan-tantangan-peningkatan-hasil-pertanian-gresik.html (Senin, 10 Oktober 2016, 14.02).

6

(14)

5

pembayaran tersebut, mengingat hasil jual yang diperoleh dari produksi padi tidak

seberapa. Namun ada beberapa dari petani yang tidak mau menjual lahan mereka,

karena merasa apabila menjual lahan maka akan banyak pabrik yang didirikan

disekitar lokasi tempat tinggal. Hal ini sangat berdampak pada kondisi lingkungan

yang ada dan juga tidak akan ada lagi produktifitas padi karena pencemaran

limbah pabrik. Mereka berusaha untuk mempertahankan lahan pertanian demi

anak cucu di masa depan. Jika lahan pertanian sudah tidak ada, maka apa yang

akan dimakan di masa depan nanti. Dalam kondisi seperti ini, pihak Pemerintah

Kabupaten (Pemkab) Gresik justru tidak melakukan upaya untuk melindungi

lahan pertanian yang ada di Kecamatan Bungah. Namun dari pihak pemerintah

malah memberikan bantuan kepada para petani yang sudah menjual lahan

pertaniannya dengan bantuan sembako. Padahal sebelum petani menjual lahan

pertaniannya, mereka tidak pernah mendapat bantuan berupa sembako dari

Pemkab Gresik.

Dalam Peraturan daerah Kabupaten Gresik Nomor 8 Tahun 2011 tentang

Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Tahun 2010-20307 dijelaskan, bahwa

untuk pembangunan yang ada di Kabupaten Gresik dengan memanfaatkan ruang

wilayah secara berdaya guna, serasi, selaras, seimbang, dan berkelanjutan untuk

meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Lokasi untuk investasi pembangunan

industri sendiri juga sudah ditentukan, agar keterpaduan pembangunan antar

sektor dapat terwujud yang nantinya akan dilaksanakan oleh pemerintah,

masyarakat, dan dunia usaha. Namun realita yang ada di lapangan tidak demikian,

7

(15)

6

banyak ruang terbuka hijau yang mulai didirikan pabrik, khususnya di wilayah

Kecamatan Bungah. Dalam Perda No. 8 Tahun 2011 tidak terdapat program

pembangunan industri di Kecamatan Bungah, program pembangunan industri

diperuntukan di lokasi Kecamatan Manyar dan Panceng. Namun karena tanah

yang ada adalah milik perseorangan, jadi terkait penjualan lahan juga menjadi hak

perseorang dari pemilik tanah tersebut untuk menjual atau tidak. Hal tersebut juga

dipicu dengan tingginya harga tanah yang ditawarkan oleh investor. Negara dalam

hal ini tidak terlihat perannya terkait dengan penjualan lahan pertanian tersebut.

Selain itu juga negara memberikan izin kepada para investor untuk mendirikan

industri di lahan petanian tersebut.Dari sini dapat dilihat bahwa negara mencoba

menghegemoni masyarakat, agar mereka mau mematuhi semua keinginan dan

dapat menginternalisasi nilai-nilai serta norma yang ada.

Menurut Anthoni Gramsci, seseorang yang dikuasai harus mematuhi

penguasa, tidak hanya itu mereka juga harus menginternalisasi nilai-nilai (norma)

dari sang penguasa dan juga harus memberi persetujuan. Inilah yang dimaksud

oleh Gramsci sebagai hegemoni. Gramsci mendudukan hegemoni sebagai

supremasi kelompok atas kelompok lainnya dalam bentuk kekuasaan. Melalui

konsep ini Gramsci beragumentasi bahwa kekuasaan dapat abadi paling tidak

membutuhkan dua cara yakni, memaksa pranata-pranata yang ada untuk tetap

mendukung dan membujuk masyarakat beserta pranata-pranata untuk tetap taat

pada mereka yang berkuasa.8

8

(16)

7

Dapat diketahui bahwa implikasi perubahan fungsi lahan pertanian yang

tidak terkendali dapat mengancam kapasitas penyediaan pangan, dan bahkan

dalam jangka panjang dapat menimbulkan kerugian sosial dan kemiskinan

struktural secara berkepanjangan. Luas area lahan pertanian di Kecamatan Bungah

dari tahun ke tahun mengalami penyusutan. Hal ini perlu mendapat perhatian

secara serius, demi keberlangsungan pangan yang ada. Maka dari itu, perlu

adanya penelitian secara lebih mendalam.

Relasi negara dan masyarakat dalam politik pangan merupakan hal yang

menarik untuk diteliti karena dalam prakteknya negara banyak menghegemoni

masyarakat untuk mendapatkan lahan pertanian. Berdasarkan realitas di atas,

peneliti ingin mengetahui bentuk relasi yang terjadi antara pemerintah kabupaten

Gresik dengan masyarakat petani di Kecamatan Bungah dalam politik pangan.

Oleh karena itu, peneliti mengambil penelitian skripsi dengan judul “Relasi

Negara dan Masyarakat dalam Politik Agraria (Studi Kasus Alih Fungsi Lahan

Pertanian di Kecamatan Bungah Kabupaten Gresik).”

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka perumusan masalah

dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Bagaimana problem peruntukan lahan pertanian di Kecamatan Bungah?

2. Bagaimana bentuk hegemoni negara dalam politik agraria di Kecamatan

Bungah?

3. Bagaimana relasi negara dan masyarakat dalam politik agraria di Kecamatan

(17)

8

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan pada rumusan masalah diatas, maka tujuan penelitian yang

hendak dicapai sebagai berikut:

1. Menganalisis problem peruntukan lahan pertanian di Kecamatan Bungah.

2. Menganalisis tentang bentuk hegemoni negara dalam politik agraria di

Kecamatan Bungah.

3. Menghasilkan deskripsi tentang relasi negara dan masyarakat dalam politik

agraria di Kecamatan Bungah.

D. Kegunaan Penelitian

1. Secara teoritis, tulisan ini dapat memberikan landasan berfikir baru dalam

menanggapi segala permasalahan yang terkait dengan politik agraria. Isu-isu

yang berkaitan dengan problem peruntukan lahan pertanian di Kecamatan

Bungah dan mengetahui relasi negara dan masyarakat dalam politik agraria di

Kecamatan Bungah.

2. Secara praktis, manfaat tulisan ini dapat berimplikasi bagi pembaca

khususnya:

a. Mahasiswa Prodi Politik Islam dapat mengetahui prolem peruntukan lahan

pertanian sehingga dapat digunakan sebagai pertimbangan-pertimbangan

keilmuan dalam bidang akademis dan mengetahui bentuk relasi negara dan

masyarakat dalam politik agraria di Kecamatan Bungah. Dan juga

mengetahui bentuk hegemoni negara dalam politik agraria di Kecamatan

(18)

9

b. Pembaca pada umumnya dapat digunakan sebagai bahan analisa dan

wacana untuk mengetahui relasi negara dan masyarakat dalam politik

agraria, sehingga dapat mengetahui secara mendalam problem peruntukan

lahan pertanian dan bentuk hegemoni negara dalam politik agraria di

Kecamatan Bungah.

E. Penelitian Terdahulu

Untuk menjadi bahan kajian dalam penelitian skripsi ini peneliti

menggunakan buku-buku, artikel-artikel atau catatan tertulis lainnya yang

berkaitan dengan penelitian judul skripsi. Selain itu, peneliti manjadikan

buku-buku karya asli petani dan penguasa sebagai rujukan untuk menghindari

kesalahpahaman penafsiran sehingga mendapat sumber bacaan yang otentik.

Buku karya Mustain yang berjudul “Petani vs Negara (Gerakan Sosial Petani

Melawan Hegemoni Negara)” (Yogyakarta: Ar-Ruzz Media, 2007)9 yang

mengkaji tentang perilaku resistensi petani kepada negara sebagai bentuk

ketidakpuasan petani karena tidak terjaminnya kehidupan yang ada. Resistensi

dilakukan karena mereka beranggapan bahwa semua kebijakan yang dibuat oleh

negara hanya untuk menghegemonik dan tidak pernah menguntungkan petani

kecil.

Selanjutnya, buku karya Noer fauzi yang berjudul: “Petani dan Penguasa

(Dinamika PerjalananPolitik Agraria Indonesia)” (Yogyakarta: Pustaka Pelajar,

9

(19)

10

1999)10 yang mengkaji tentang nasib petani dalam skenario politik agraria

sepanjang zaman sejarah yang berubah, mulai dari zaman feodalisme sampai pada

reformasi dewasa ini. Selain itu juga berisi tentang dinamika nasib petani dari

zaman ke zaman dengan banyaknya praktik politik agraria kapitalis yang

dilakukan oleh pemerintah.

Selain itu, skripsi yang ditulis oleh Fransiskus X. Gian Tue Mali pada

tahun 2015 yang dituangkan dalam bentuk jurnal yang berjudul “Negara vs

Masyarakat: Konflik Tanah di Kabupaten Naggeko Nusa Tenggara Timur”.11

Skripsi ini meneliti tentang ini konflik lahan yang terjadi di Kabupaten Nageko

yang terjadi karena kesalahan pengaturan dalam kepemilikan lahan. Dalam

pelaksanaannya banyak menyimpang dari Undang-undang dan Peraturan

Presiden. Selain itu juga pengadaan tanah yang ada banyak digunakan untuk

kepentingan umum dan juga terdapat kepentingan pribadi di dalamnya, sehingga

menyebabkan munculnya banyak konflik. Akibatnya hubungan yang terjalin

antara masyarakat dan negara di Kabupaten Nagekeo menjadi tidak singkron

karena banyaknya kepentingan pribadi yang diwujudkan, daripada kepentimgan

umum.

Skripsi yang ditulis oleh Muhamad Dika Yudhistira pada tahun 2013 yang

berjudul “Analisis Dampak Alih Fungsi Lahan Pertanian Terhadap Ketahanan

Pangan di Kabupaten Bekasi Jawa Barat (Studi Kasus Desa Sriamur Kecamatan

10

Noer fauzi, Petani dan Penguasa (Dinamika Perjalanan Politik Agraria Indonesia), (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1999), v.

11

(20)

11

Tambun Utara)”.12

Dalam penelitian ini dijelaskan bahwa pola alih fungsi lahan

pertanian yang terjadi diawali dengan alih kekuasaan lahan dari petani kepada

pihak lain. Petani menjual lahan pertanian kepada para investor dan kemudian

dialihfungsikan menjadi pemukiman atau industri. Adapun yanag menjadi faktor

utama banyaknya alih fungsi lahan yang terjadi karena kepemilikan lahan dari

petani yang dijual kepada para invesrtor. Adapun latar belakang penjualan

tersebut karena jumlah tanggungan petani lebih tinggi daripada proporsi

pendapatan usaha tani.

Selain itu juga terdapat skripsi yang ditulis Amrisal pada tahun 2013 yang

dituangkan dalam sebuah jurnal berjudul “Tahapan Konflik Agraria antara

Masyarakat dengan Pamerintah Daerah (Studi: Konflik Masyarakat Nagari Abai

dengan Pemerintah Kabupaten Solok Selatan Mengenai Hak Guna Usaha PT.

Ranah Andalas Plantation)”13

. Dalam penelitian ini membahas tentang adanya

kepincangan diantara pemerintah dengan masyarakat. Pemerintah setempat

menyerahkan tanah masyarakat kepada pihak investor agara terjalin kerjasama

antara pemerintah dengan pemilik modal. Namun hal ini mendapat penolakan dari

masyarakat karean kerjasama investasi yang dilakukan tidak memiliki

kesepakatan yang jelas. Dalam kerjasama tersebut investor hanya memberikan

ganti rugi tanah masyarakat yang digunakan. Masyarakat mencoba untuk

12

Muhamad Dika Yudhistira, Analisis Dampak Alih Fungsi Lahan Pertanian Terhadap Ketahanan Pangan di Kabupaten Bekasi Jawa Barat (Studi Kasus Desa Sriamur Kecamatan Tambun Utara), (Skripsi: Departemen Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor), 2013.

13

(21)

12

menunntut pemerintah agar tidak memberikan izin kepada para investor untuk

mendirikan perusahaan didekat pemukiman warga karena akan berdampak pada

lingkungan. Namun pemerintah malah memberikan perizinan kepada investor

untuk memperoleh hak atas tanah dan membiarkan masyarakat kehilangan tanah

mereka.

Dari beberapa penelitian terdahulu yang telah disebutkan sebelumnya,

pembahasan yang ada hanya terkait masalah konflik lahan dan tidak menyentuh

ke arah politik agraria secara menyeluruh. Misal penelitian yang dilakukan oleh

Fransiscus, yang membahas negara vs masyarakat yang mana di dalam

pembahasannya hanya melihat bahwa terdapat kesalahan pengaturan penggunaan

tanah yang banyak menyimpang dari undang-undang yang berlaku. Penyebab

banyaknya penyimpngan tersebut karena kepentingan yang ada. Sayangnya,

dalam penelitian itu tidak menyentuh bagaimana dan seperti apa seharusnya sikap

pemerintah dalam mempertahankan tanah yang ada.

Penelitian ini membahas lebih mendalam tentang masalah agraria

khususnya masalah tanah dengan melihat beberapa poin yang penting dalam

agaria, yakni politik agaria. Bagaimana politik agaria menjadi hal yang paling

dominan dalam ketersediaan dan ketercukupan pangan. Penelitian ini juga

mengkaitkanrelasi antara negara dan masyarakat dalam politik agaria, bagaimana

hubungan antara keduanya harus terjalin demi terealisasinya program politik

agaria. Sehingga dalam penelitian ini akan mendapatkan proses analisis yang

berbeda dan akan mendapatkan kesimpulan yang berbeda. Maka dapat

(22)

13

dilakukan. Karena memakai alat analisis yang berbeda dan memberikan sebuah

jawaban, dan kesimpulan yang berbeda.

F. METODE PENELITIAN

1. Pendekatan dan Jenis Penelitian

Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif untuk mendapatkan

informasi yang mendalam tentang relasi negara dan masyarakat dalam politik

agraria (studi kasus alih fungsi lahan pertanian di Kecamatan Bungah

Kabupaten Gresik). Penelitian ini menggunakan metode penelitian lapangan

(field research) sesuai dengan obyek yang dipilih sebagai deskripsi komunitas

secara langsung (data sebenarnya) di lapangan.14 Penelitian yang berjenis

penelitian lapangan ini dengan memaparkan serta mengkaji sumber-sumber

data yang terdiri dari literatur-literatur ataupun referensi-referensi yang

berkaitan dengan judul penelitian, di samping itu juga lewat tanya-jawab

dengan informan.

Metode penelitian kualitatif dipilih karena metode ini memiliki varian

yang beragam untuk menganalisis secara mendalam masalah yang terjadi, agar

dapat melihat kenyataan-kenyataan yang ada pada obyek penelitian sehingga

dapat menjelaskan kenyataan tersebut secara ilmiah. Metode sangat penting

14

Sugiyono, Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif dan R&D

(23)

14

dalam sebuah penelitian sebab tujuan utama penelitian adalah untuk

memecahkan masalah. 15

Oleh karena itu, langkah-langkah yang ditempuh harus relevan dengan

masalah yang telah dirumuskan dalam penelitian yang digunakan. Metode

penelitian tersebut terdiri atas: lokasi penelitian, tipe penelitian dan dasar

penelitian, sumber data, teknik pengmpulan data, teknik pemilihan informan,

dan metode analisis data. Metode ini sangat berguna dalam penelitian

kualitatif untuk mendapatkan variasi permasalahan karena berkaitan dengan

tingkah laku manusia (perilaku).

Metode kualitatif dalam penelitian ini dilaksanakan dalam bentuk

deskripsi. Dalam penelitian ini dilakukan deskripsi untuk mendapatkan

informasi yang mendalam. Laporan penelitian ini disusun dalam bentuk narasi

bersifat kreatif dan mendalam serta menunjukkan ciri-ciri naturalistik secara

otentik.16 Dengan demikian, fokus analisis penelitian ini adalah relasi negara

dan masyarakat dalam politik agraria di Kecamatan Bungah.

Selain itu, penggunaan metode kualitatif juga sebagai cara peneliti

untuk berfikir secara induktif, yaitu peneliti menangkap berbagai fakta atau

fenomena-fenomena sosial melalui pengamatan di lapangan, kemudian

menganalisanya dan berupaya melakukan penarikan kesimpulan berdasarkan

apa yang diamati. Penelitian kualitatif menghasilkan data deskriptif berwujud

15

Burhan Bungin, Metodologi Penelitian Sosial: Format-Format Kuantitatif dan Kualitatif (Surabaya: Airlangga University Press, 2001), 17.

16

(24)

15

kata-kata tertulis atau lisandari orang dan perilaku yang diamati

(observable).17

Jadi diharapkan dengan metode penelitian ini, peneliti akan mudah

untuk menggambarkan hasil penelitian. Selain itu dengan pendekatan

kualitatif, peneliti mendapatkan data berupa hasil wawancara dengan

narasumber yang sudah ditentukan untuk dikelola, di mana peneliti tetap kritis

terhadap data yang didapatkan.

2. Lokasi dan Waktu Penelitian

Lokasi penelitian mengambil lokasi di Kecamatan Bungah Kabupaten

Gresik. Lokasi penelitian itu dipilih karena dari daerah tersebut banyak

memiliki lahan pertanian dan sekarang beberapa lahan sudah beralih fungsi

menjadi pabrik. Jumlah lahan pertanian ditiap tahunnya mengalami

penyusutan dan mengakibatkan produksi padi menurun. Sedangkan waktu

penelitian ini dilaksanakan pada bulan Oktober 2016 sampai pada bulan

Januari 2017. Waktu pelaksanaan tersebut dilakukan berdasarakan surat izin

penelitian yang diberikan oleh Bapeda (Badan Pemerintahan Daerah)

Kabupaten Gresik.

17

(25)

16

3. Sumber Data

Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini antara lain sebagai

berikut:

a. Sumber Primer

Sumber primer merupakan sumber data utama (sumber data orang

pertama) dan kebutuah mendasar dari penelitian ini. Sumber data

diperoleh dari hasil wawancara dengan informan saat terjun langsung

kelapangan tempat penelitian. Informan adalah sumber utama dalam

penelitian. Informan dipilih berdasarkan kebutuhan, serta berkaitan dengan

tema penelitian.18

Kriteria sumber data primer adalah orang yang berpengaruh

(pemerintah) dan mampu mengeksplor data-data yang mendukung judul

skripsi ini serta masyarakat yang menjual lahan pertanian untuk

menyamakan persepsi dengan pemerintah. Selanjutnya untuk lebih

menguatkan data, maka peneliti menambahkan lagi masyarakat petani

sebagai narasumber. Alasan memilih sumber primer karena membutuhkan

informan untuk data-data skripsi sesuai judul tersebut agar data-data yang

di dapat menjadi valid.

b. Sumber Sekunder

Sumber data sekunder diperoleh dari hal-hal yang berkaitan dengan

politik pangan, antara lain berasal dari buku, jurnal, artikel, majalah

online, dan browsing di internet.

18

(26)

17

4. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yakni membicarakan tentang bagaimana

cara mengumpulkan data. Penelitian ini menggunakan beberapa metode dalam

pengumpulan data antara lain sebagai berikut:

Pertama, tahapan participant observation (observasi). Metode

observasi atau pengamatan adalah kegiatan keseharian manusia dengan

pengamatan menggunakan panca indera. Marshall menyatakan bahwa,

Through observation, the researcher learn about behavior and the meaning

attached to those behavior”. Melalui observasi, peneliti belajar tentang

perilaku, dan makna dari perilaku tersebut.19 Adapun observasi yang

dilakukan peneliti termasuk dalam jenis observasi non-partisipatif. Dalam

metode ini, peneliti tidak hanya mengamati obyek studi tetapi juga mencatat

hal-gal yang terdapat pada obyek tersebut. Selain itu metode ini peneliti

gunakan untuk mendapatkan data tentang situasi dan kondisi secara universal

dari obyek penelitian, yaitu letak geografis atau lokasi penelitian.

Kedua, tahapan wawancara. Wawancara atau interview adalah sebuah

dialog yang dilakukan secara mendalam (in-depth interview) oleh

pewawancara untuk memperoleh keterangan atau informasi dari

terwawancara.20 Adapun wawancara yang digunakan oleh peneliti adalah

wawancara terbuka. Wawancara terbuka adalah suatu metode wawancara

yang para subjeknya mengetahui bahwa mereka sedang diwawancarai, serta

19

Sugiyono, Metode Penelitian Pendidikan…, 82. 20

(27)

18

mengetahui pula maksud dan tujuan wawancara yang peneliti lakukan. Dalam

wawancara terbuka, peneliti melakukan in-depth interview.

5. Teknik Pemilihan Informan

Informan penelitian dipilih dengan menggunakan teknik purposive

sampling. Purposive sampling adalah teknik penentuan sampel dengan

pertimbangan tertentu.21 Sehingga dalam menentukan informan penelitian,

peneliti memilih berdasarkan beberapa pertimbangan atas kedudukannya

dalam negara. Dari sini peneliti menentukan informan berdasarkan

sumber-sumber berikut:

Pertama, dari unsur negara yakni badan legislatif yakni Anggota

DPRD Kabupaten Gresik Komisi C dari Partai Kebangkitan Bangsa (PKB),

Kepala Balai Penyuluhan Pertanian Perkebunan dan Kehutanan (BP3K)

Kecamatan Bungah, Ketua Seksi Ketersediaan Pangan Kabupaten Gresik, dan

dua orang Kepala Desa yang berada diwilayah Kecamatan Bungah pesisir

utara. Adapun Kepala Desa yang menjadi informan dibagi menjadi dua yakni

Kepala Desa yang berada di wilayah penjualan lahan dan yang bersangkutan

dalam penjualan lahan. Kedua, masyarakat petani Kecamatan Bungah yang

terkena dampak penjualan lahan. Masyarakat petani dalam hal ini dibagi

menjadi tiga yakni, masyarakat petani yang memiliki lahan dan bekerja

sebagai petani, masyarakat petani yang memiliki lahan dan tidak bekerja

21

(28)

19

sebagai petani, dan masyarakat petani yang tidak memiliki lahan dan bekerja

sebagai petani.

6. Teknik Analisis Data

Analisis data adalah upaya yang dilakukan dengan jalan bekerja

dengan data, mengorganisasi data, memilah-milahnya menjadi satuan yang

dapat dikelola, mensintesiskannya, mencari dan menemukan pola,

menemukan apa yang penting dan apa yang dipelajari, dan memutuskan apa

yang dapat diceritakan kepada orang lain.22 Model analisis data yang dipakai

dalam penelitian ini adalah model interaktif. Model inilah yang kemudian

dipakai untuk menganalisa data-data yang diperoleh di lapangan. Model

interaktif terdiri dari tiga hal utama, yaitu; reduksi data, penyajian data, dan

penarikan kesimpulan atau verifikasi. Ketiga kegiatan tersebut adalah kegiatan

sebelum, selama, dan sesudah pengumpulan data dalam bentuk sejajar untuk

membangun wawasan umum yang disebut analisis.23 Adapun langkah-langkah

yang harus ditempuh dalam model analisis data kualitatif tersebut sebagai

berikut:

a. Reduksi Data

Reduksi data adalah proses pemilih, pemfokusan, pemusatan,

perhatian pada penyederhanaan, pengabstrakkan dan transformasi data

kasar yang muncul dari catatan tertulis dari lapangan (field notes). Reduksi

22

Lexy J. Moeleong, Metodologi Penelitian Kualitatif..., 18. 23

Muhammad Idrus, Metode Penelitian Ilmu Sosial Pendekatan Kualitatif dan Kuantitatif

(29)

20

data berlangsung terus-menerus selama penelitian berlangsung. Peneliti

menyeleksi setiap data yang didapatkan di lapangan melalui observasi,

wawancara, dan dokumentasi yang telah dan sedang dilakukan. Seleksi

data dilakukan atas dasar data yang didapat sesuai dengan pokok

penelitian yang diteliti. Kemudian peneliti meringkas data yang telah

diseleksi dengan uraian yang singkat agar mudah dipahami. Dengan

demikian, proses reduksi data bertujuan untuk menajamkan,

menggolongkan, mengarahkan, membuang bagian data yang tidak

diperlukan, serta mengorganisasi data sehingga memudahkan penarikan

kesimpulan, kemudian dilanjutkan dengan proses verifikasi. Misalnya data

seperti problem peruntukan lahan pertanian dan respon negara terkait

kurangnya lahan pertanian. Peneliti mencari data kepada informan terkait

dengan tema di atas, kemudian menyeleksi dat yang diperoleh tersebut

sesuai dengan kebutuhan penelitian.

b. Penyajian Data

Penyajian data merupakan sekumpulan informasi tersusun yang

memberi kemungkinan adanya penarikan kesimpulan dan pengambilan

tindakan. Dalam penyajian data, peneliti akan lebih mudah memahami apa

yang sedang terjadi dan apa yang harus dilakukan. Artinya, setelah proses

reduksi selesai dilakukan, peneliti menyajikan data secara terstruktur.

Misalnya data disusun sesuai dengan rumusan masalah di atas. Seperti

(30)

21

c. Verifikasi atau Penarikan Kesimpulan

Upaya penarikan kesimpulan dilakukan peneliti secara

terus-menerus selama berada di lapangan. Peneliti menginterpretasi data yang

telah tersaji, kemudian merumuskan pola dan tema, melihat data dan

mencoba mereduksinya kembali, sehingga proses ini merupakan proses

yang interaktif. Proses verifikasi hasil temuan dilakukan secara selintas

dengan mengingat hasil temuan-temuan terdahulu dan melakukan cek

silang (cross check) dengan temuan lainnya. Dengan melakukan verifikasi,

peneliti dapat mempertahankan dan menjamin validitas dan reliabilitas

hasil temuan. Selain itu, peneliti menanyakan kembali kepada narasumber

terkait dengan hasil wawancara.

G. SISTEMATIKA PEMBAHASAN

Guna mempermudah dalam memahami penelitian skripsi ini, sistematika

pembahasan penelitian ini terdiri dari beberapa komponen yang sistematis terbagi

menjadi lima bab masing-masing terdiri dari sub bab yang saling berkaitan satu

sama lain. Kerangka penelitiannya sebagai berikut:

Bab pertama, pendahuluan yang merupakan gambaran umum dan

pengantar pembahasan terdiri atas, latar belakang, rumusan masalah, tujuan

penelitian, kegunaan penelitian, penelitian terdahulu, metode penelitian, dan

sistematika pembahasan.

Bab kedua, merupakan kerangka konseptual berisi tentang agraria meliputi

(31)

22

dan karakteristik alih fungsi lahan, faktor-faktor yang mempengaruhi alih fungsi

lahan pertanian, dan politik agraria. Selain itu juga di bab ini juga menerangkan

teori yang digunakan yakni teori hegemony Anthony Gramsci

Bab ketiga, merupakan paparan data dan temuan data penelitian yang

berisi tentang gambaran umum lokasi penelitian yang meliputi letak geografis,

jumlah penduduk, kondisi ekonomi, kondisi sosial dan keagamaan, kondisi

kesehatan, badan susunan organisasi Kecamatan Bungah. Sedangkan penyajian

data berisi tentang kondisi lahan pertanian, dan dampak sosial ekonomi alih fungsi

lahan pertanian menjadi industri.

Bab keempat, tentang problem peruntukan lahan pertanian di Kecamatan

Bungah, bentuk hegemoni negara dalam politik agraria di Kecamatan Bungah,

dan relasi negara dan masyarakat dalam politik agraria di Kecamatan Bungah.

Bab kelima, merupakan penutup yang berisi tentang kesimpulan dan saran

(32)

23

BAB II

KERANGKA KONSEPTUAL

A. Agraria

1. Makna Agraria

Kata agraria mempunyai arti yang berbeda antara bahasa satu dengan

lainnya. Di mana dalam bahasa latin agraria berasal dari kata agger dan

agrarius. Kata agger (bahasa belanda) berarti tanah atau sebidang tanah,

sedangkan kata agrarius memiliki arti sama dengan perladangan, persawahan,

pertanian. Dalam bahasa indonesia agraria berarti urusan tanah, pertanian,

perkebunan. Dalam bahasa Inggris kata agraria diartikan agrarian yang berarti

tanah dan dihubungkan dengan usaha pertanian.

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia agrarian berarti urusan

pertanian atau tanah pertanian.1 Dalam Black Law Dictionary arti agraria

adalah segala hal yang terkait dengan tanah, atau kepemilikan tanah terhadap

suatu bagian dari suatu kepemilikan tanah (agraria is relating to land, or land

tenure to a division of landed property).2 Kemudian menurut Andi Hamzah,

agraria adalah masalah tanah dan semuanya yang ada di dalam dan di

atasnya.3

1

Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia: Edisi Ketiga,

Cetakan Keempat, (Jakarta: Balai Pustaka, 2007), 13. 2

Bryan A. Gadner, Black’s Law Dictionary: Eighth Edition, (USA: West Publishing Co, 2004), 73.

3

Urip Santoso, Hukum Agraria kajian komprehensif, (Jakarta: Kencana Prenada Group, 2013), 1.

(33)

24

Sedangkan menurut Subekti dan R.Tjitrosoedibio agraria adalah

urusan tanah dan segala apa yang ada di dalam dan di atasnya. Di mana semua

unsur yang ada dalam tanah dibahas semua mulai dari batu, kerikil, tambang,

dan juga apa saja yang ada di atas tanah baik berupa tanaman dan bangunan.4

Pergertian tersebut sama dengan pengertian real estate yang dikemukakan

Arthur P.Crabtree yang menyatakan bahwa hak milik (properti) dibagi

menjadi dua macam, yaitu:5

a. Real Property adalah selama suatu benda itu terletak di atas tanah dan

melekat pada tanah.

b. Real Property adalah apabila tersebut sudah terlepas dari tanah

Pengertian agraria dalam arti sempit hanyalah meliputi permukaan

bumi yang disebut tanah. Sedangkan pengertian agraria dalam arti luas adalah,

meliputi bumi, air, ruang angkasa, dan kekayaan alam yang terkandung di

dalamnya. Pengertian tanah sebagai bagian dari bumi disebutkan dalam Pasal

4 ayat (1) UUPA yaitu “atas dasar hak menguasai dari negara sebagaimana

yang dimaksud dalam Pasal 2 ditentukan adanya macam-macam hak atas

permukaan bumi yang disebut tanah, yang dapat diberikan dan dapat pula

dimiliki oleh orang-orang baik sendiri maupun bersama-sama dengan orang

lain serta badan-badan hukum.”6

Tanah merupakan faktor terpenting dari kegiatan ekonomi suatu

negara. Dalam bahasa Inggris, istilah agraria yakni agrarian lebih luas lagi

4

Ibid.,2. 5

Urip Santoso, Hukum Agraria & Hak-hak Atas Tanah, (Jakarta: Kencana Prenada Media, 2010), 5.

6

(34)

25

yaitu tanah dan yang berkaitan dengan tanah dan juga terdapat pengertian

bahwa tanah juga didefinisikan sebagai tanah untuk penghunian dalam bidang

perumahan. Pengertian dalam bahasa Inggris lebih luas dari pengertian

sebelumnya yang digunakan dalam bahasa latin. Hal ini dikarenakan dalam

perkembangannya tanah tidak hanya digunakan untuk pertanian, tetapi seiring

meningkatnya pertumbuhan penduduk maka tanah juga dibutuhkan untuk

permukiman dan penghunian rakyat.

Pengertian agraria sering dikaitkan dengan corak kehidupan suatu

masyarakat atau bangsa, misalnya Indonesia sebagai negara agraris yaitu suatu

bangsa yang sebagaian besar masyarakatnya bertumpu pada sektor pertanian.

Di mana agraris sebagai kata sifat dipergunakan untuk membedakan corak

pertanian dengan corak kehidupan masyarakat perkotaan yang bertumpu pada

sektor non-pertanian (perdagangan, industri, birokrasi). Dapat dipahami

tentunya mengingat tanah yang begitu luasnya dan hanya digunakan sebagai

tempat untuk pertanian, karena semua yang menyangkut mengenai tanah dan

yang perlu diatur adalah tanah pertanian.7

Selain itu juga pengertian agraria sering juga digunakan untuk

menunjuk kepada seperangkat peraturan hukum yang membicarakan tentang

pembagian, penguasaan dan kepemilikan tanah. Hal ini yang kemudian

disebut juga sebagai hak atas tanah. Hak atas tanah merupakan hak atas

sebagian tertentu permukaan bumi, yang berbatas dimensi dua dengan ukuran

panjang dan lebar. Jadi yang dimaksud dengan hak atas tanah adalah hak yang

7

(35)

26

memberi kewenangan kepada pemegang hak untuk mepergunakan dan

mengambil manfaat dari tanah yang dihakinya sesuai dengan peraturan

perundangundangan. Berdasarkan ketentuan Pasal 4 ayat (2) UUPA pemegang

hak atas tanah diberi wewenang untuk mempergunakan tanah yang

bersangkutan, demikian pula tubuh bumi dan air serta ruang yang ada ditasnya

sekedar diperlukan untuk kepentingan langsung berhubungan dengan

penggunaan tanah itu dalam batas-batas menurut UUPA dan

peraturan-peraturan hukum lain yang lebih tinggi.8

2. Pertanian dan Lahan Pertanian

Pertanian dalam arti sempit atau pertanian rakyat yaitu usaha pertanian

keluarga dimana diproduksi bahan makanan utama seperti beras, palawija

(jagung, kacang-kacangan dan ubi-ubian) dan tanaman-tanaman hortikultura

yaitu sayur- sayuran dan buah-buahan. Pertanian rakyat diusahakan di

tanah-tanah sawah, ladang dan pekarangan. Sedangkan pertanian dalam arti luas

mencakup seperti; pertanian rakyat atau disebut pertanian dalam arti sempit,

perkebunan (termasuk di dalamnya perkebunan rakyat dan perkebunan besar),

kehutanan, peternakan, dan perikanan (yang dibagi menjadi dua yaitu

perikanan darat dan perikanan laut).9

Lahan sawah adalah lahan pertanian yang berpetak-petak dan dibatasi

oleh pematang, saluran untuk menahan /menyalurkan air, yang biasanya

8

Ibid., 13. 9

(36)

27

ditanami padi sawah tanpa memandang dari mana diperoleh atau status lahan

tersebut. Lahan tersebut termasuk lahan yang terdaftar di pajak bumi

bangunan, iuran pembangunan daerah, lahan bengkok, lahan serobotan, lahan

rawa yang ditanami padi dan lahan bekas tanaman tahunan yang telah

dijadikan sawah baik yang ditanami padi maupun palawija. Selain itu,

keberadaan lahan sawah memiliki banyak fungsi, baik untuk kehidupan

manusia maupun lingkungan.10

Fungsi lahan sawah bagi kehidupan manusia selain sebagai penghasil

bahan pangan, juga merupakan salah satu sumber pendapatan, tempat bekerja,

tempat rekreasi, tempat mencari ilmu, dan lain sebagainya. Fungsi lahan

sawah bagi lingkungan dapat dilihat dari fungsi lahan sawah sebagai tempat

hidup berbagai tumbuhan, tempat berkembang biak berbagai organisme hidup

seperti cacing, berbagai serangga, burung, belut, ular, dan organisme lainnya,

berperan dalam mencegah terjadinya banjir, erosi, maupun tanah tanah

longsor. 11 Manfaat lahan pertanian dapat dibagi atas 2 kategori yaitu:12

a. Use value atau nilai penggunaan yang dapat pula disebut sebagai personal

use values. Manfaat ini dihasilkan dari kegiatan eksploitasi atau kegiatan

usaha tani yang dilakukan pada sumber daya lahan pertanian.

b. Non- use values yang dapat pula disebut sebagai intrinsic values atau

manfaat bawaan. Yang termasuk kategori manfaat ini adalah berbagai

manfaat yang tercipta dengan sendirinya walaupun bukan merupakan

10

Bambang Irawan, Konversi Lahan Sawah: Potensi Dampak, Pola Pemanfaatannya, dan Faktor Determinan, (Bogor: Pusat Analisis Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian, 2005), 16.

11

Ibid., 18. 12

(37)

28

tujuan dari kegiatan eksploitasi yang dilakukan oleh pemilik lahan. Salah

satu contohnya adalah terpeliharanya keragaman biologis atau keberadaan

spesies tertentu, yang pada saat ini belum diketahui manfaatnya, tetapi di

masa yang akan datang mungkin akan sangat berguna untuk memenuhi

kebutuhan manusia.

Lahan sawah merupakan lahan pertanian yang paling rentan terhadap

alih fungsi lahan. Hal tersebut disebabkan oleh beberapa hal berikut ini:13

a. Kepadatan penduduk di pedesaan yang mempunyai agroekosistem

dominan sawah pada umumnya jauh lebih tinggi dibandingkan

agroekosistem lahan kering, sehingga tekanan penduduk atas lahan juga

lebih tinggi.

b. Daerah pesawahan banyak yang lokasinya berdekatan dengan daerah

perkotaan.

c. Akibat pola pembangunan di masa sebelumnya, infrastruktur wilayah

pesawahan pada umumnya lebih baik dari pada wilayah lahan kering.

d. Pembangunan prasarana dan sarana pemukiman, kawasan industri, dan

sebagainya cenderung berlangsung cepat di wilayah bertopografi datar,

dimana pada wilayah dengan topografi seperti itu (terutama di Pulau Jawa)

ekosistem pertaniannya dominan areal persawahan.

13

(38)

29

3. Alih Fungsi Lahan Pertanian

Sebagai sumberdaya alam, lahan merupakan wadah dan faktor

produksi strategis bagi kegiatan pembangunan untuk meningkatkan

kesejahteraan manusia.14 Sumberdaya lahan merupakan salah satu sumberdaya

alam yang memiliki banyak manfaat dalam memenuhi berbagai kebutuhan

manusia, seperti sebagai tempat tinggal, tempat mencari nafkah, tempat

berwisata, dan tempat bercocok tanam.

Lahan mempunyai arti penting bagi masing-masing orang yang

memanfaatkannya. Fungsi lahan bagi masyarakat sebagai tempat tinggal dan

sumber mata pencaharian. Bagi petani, lahan merupakan sumber

memproduksi makanan dan keberlangsungan hidup. Bagi investor swasta,

lahan merupakan aset untuk mengakumulasikan modal. Bagi pemerintah,

lahan merupakan kedaulatan suatu negara untuk kesejahteraan rakyatnya.15

Terdapat banyak kepentingan yang saling terkait dalam penggunaan lahan

mengakibatkan terjadinya tumpang tindih kepentingan antar masyarakat,

petani, investor swasta, dan pemerintah dalam memanfaatkan lahan.

Alih fungsi lahan atau lazimnya disebut sebagai konversi lahan adalah

perubahan fungsi sebagian atau seluruh kawasan lahan dari fungsinya semula

(seperti yang direncanakan) menjadi fungsi lain. Hal itu menjadi dampak

negatif (masalah) terhadap lingkungan dan potensi lahan itu sendiri. Alih

fungsi lahan dalam artian perubahan/penyesuaian peruntukan penggunaan,

14

Ilham, Perkembangan dan Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Konversi Lahan Sawah Serta Dampak Ekonominya, (Bogor: IPB Press, 2003), 12.

15

(39)

30

disebabkan oleh faktor-faktor yang secara garis besar meliputi keperluan

untuk memenuhi kebutuhan penduduk yang makin bertambah jumlahnya dan

meningkatnya tuntutan akan mutu kehidupan yang lebih baik.16

Alih fungsi lahan ini secara umum menyangkut transformasi dalam

pengalokasian sumberdaya lahan dari satu penggunaan ke penggunaan

lainnya. Hal ini umumnya terjadi di wilayah sekitar perkotaan dan

dimaksudkan untuk mendukung perkembangan sektor industri dan jasa. Alih

fungsi lahan pertanian sebenarnya bukan merupakan hal baru di Indonesia. Isu

yang berkaitan dengan alih fungsi lahan pertanian marak diperdebatkan.

Kondisi seperti ini sulit dihindari karena pemanfaatan lahan untuk kegiatan

non pertanian lebih memberikan keuntungan finansial dibandingkan

pemanfaatan lahan untuk kegiatan pertanian. Hal ini tercermin pada nilai land

rent untuk kegiatan pertanian yang cenderung lebih kecil dibandingkan untuk

kegiatan non pertanian.17

Alih fungsi lahan pertanian merupakan isu yang perlu diperhatikan

karena ketergantungan masyarakat terhadap sektor pertanian, terutama

pangan. Dalam kegiatan alih fungsi lahan sangat erat kaitannya dengan

permintaan dan penawaran lahan, dimana penawaran atau persediaan lahan

sangat terbatas sedangkan permintaan lahan yang tidak terbatas. Tedapat

beberapa faktor yang mempengaruhi penawaran lahan antara lain,

karakteristik fisik, ekonomi, teknologi, dan kelembagaan. Selain itu, terdapat

faktor lain yang mempengaruhi permintaan lahan adalah populasi penduduk,

16

Rahmanto, dkk, Persepsi Mengenai Multifungsi Lahan Sawah…, 28.

17

(40)

31

perkembangan teknologi, kebiasaan dan tradisi, pendidikan dan kebudayaan,

selera dan tujuan, serta perubahan sikap dan nilai yang disebabkan oleh

perkembangan usia.18 Pada umumnya permintaan komoditas pertanian

terutama komoditas pangan terhadap pendapatan bersifat kurang elastis,

sedangkan permintaan komoditas non pertanian pangan bersifat elastis.

Konsekuensinya adalah pembangunan ekonomi untuk meningkatkan

pendapatan cenderung menyebabkan naiknya permintaan lahan untuk kegiatan

non pertanian dibandingkan permintaan lahan untuk kegiatan pertanian.

4. Pola dan Karakteristik Alih Fungsi Lahan

Pola dan karakteristik alih fungsi lahan dapat di tinjau dalam beberapa

aspek. Pertama, alih fungsi lahan yang dilakukan secara langsung oleh pemilik

lahan yang bersangkutan. Motif dari pemilik lahan pertanian untuk merubah

penggunaan lahannya antara lain, karena pemenuhan kebutuhan akan tempat

tinggal dan peningkatan pendapatan melalui alih usaha. Sebagaimana

diketahui para petani umumnya berpendapatan sedikit karena kebijakan

pemerintah dalam pengaturan harga komoditas pertanian yang kurang bijak

dibandingkan dengan harga input pertanian yang tinggi. Sehingga mereka

cenderung membuat tempat tinggal untuk keturunannya atau membuat usaha

lain dengan mengalihfungsikan lahan pertanian milik mereka sendiri. Dampak

dari alih fungsi ini akan baru terasa dalam jangka waktu yang lama. Kedua,

alih fungsi lahan yang diawali dengan alih penguasaan lahan. Pemilik lahan

18

(41)

32

menjual kepada pihak lain yang akan memanfaatkannya untuk usaha non

pertanian.19

Selain itu menurut Silaloho (2004), alih fungsi lahan terbagi kedalam

tujuh pola atau tipologi, antara lain:20

a. Konversi gradual berpola sporadis; dipengaruhi oleh dua faktor utama

yaitu lahan yang kurang/tidak produktif dan keterdesakan ekonomi pelaku

konversi.

b. Konversi sistematik berpola “enclave” dikarenakan lahan kurang

produktif, sehingga konversi dilakukan secara serempak untuk

meningkatkan nilai tambah.

c. Konversi lahan sebagai respon atas pertumbuhan penduduk (population

growth driven land conversion); lebih lanjut disebut konversi adaptasi

demografi, di mana dengan meningkatnya pertumbuhan penduduk, lahan

terkonversi untuk memenuhi kebutuhan tempat tinggal.

d. Konversi yang disebabkan oleh masalah sosial (social problem driven land

conversion); disebabkan oleh dua faktor yakni keterdesakan ekonomi dan

perubahan kesejahteraan.

e. Konversi tanpa beban; dipengaruhi oleh faktor keinginan untuk mengubah

hidup yang lebih baik dari keadaan saat ini dan ingin keluar dari kampung.

19 Ibid. 20

(42)

33

f. Konversi adaptasi agraris; disebabkan karena keterdesakan ekonomi dan

keinginan untuk berubah dari masyarakat dengan tujuan meningkatkan

hasil pertanian.

g. Konversi multi bentuk atau tanpa bentuk; konversi dipengaruhi oleh

berbagai faktor, khususnya faktor peruntukan untuk perkantoran, sekolah,

koperasi, perdagangan, termasuk sistem waris yang tidak dijelaskan dalam

konversi demografi.

Dari beberapa pola alih fungsi lahan di atas, para petani yang

cenderung berpendapatan kecil akan menjual lahannya karena tergiur akan

harga lahan yang ditawarkan oleh para investor. Oleh karena itu banyak terjadi

alih fungsi lahan pertanian baik yang bersifat sementara dan bersifat

permanen. Jika lahan pertanian yang berubah menjadi perkebunan, maka alih

fungsi lahan tersebut bersifat sementara, karena pada tahun-tahun berikutnya

dapat dijadikan sawah kembali. Sedangkan jika lahan pertanian berubah

menjadi pemukiman atau industri maka alih fungsi lahan tersebut bersifat

permanen. Alih fungsi lahan yang bersifat permanen memiliki dampak yang

lebih besar dibandingkan alih fungsi lahan yang bersifat sementara.

5. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Alih Fungsi Lahan Pertanian

Laju penggunaan lahan akan semakin meningkat seiring dengan

pembangunan pertumbuhan ekonomi. Meningkatnya permintaan akan lahan

mendorong terjadinya alih fungsi lahan pertanian ke non pertanian. Menurut

(43)

34

dibedakan menjadi dua yaitu faktor langsung dan tak langsung. Faktor

langsung atau mikro yaitu faktor konversi di tingkat petani dimana faktor

tersebut mempengaruhi langsung keputusan petani. Faktor tersebut antara lain

kondisi sosial ekonomi petani, seperti pendidikan, pendapatan, kemampuan

secara ekonomi, pajak tanah, harga tanah, dan lokasi tanah.

Sedangkan faktor tak langsung atau makro yaitu faktor konversi di

tingkat wilayah dimana faktor tersebut tidak secara langsung mempengaruhi

keputusan petani. Faktor ini mempengaruhi faktor-faktor lain yang nantinya

berpengaruh terhadap keputusan petani. Faktor tersebut antara lain seperti

pertumbuhan penduduk yang mempengaruhi pertumbuhan pembangunan

pemukiman dan perubahan struktur ekonomi ke arah industri dan jasa yang

akan meningkatkan kebutuhan akan sarana transportasi dan lahan untuk

industri.

Pendapat tersebut didukung oleh Witjaksono yang memaparkan

terdapat lima faktor sosial yang mempengaruhi alih fungsi lahan, yaitu;

perubahan perilaku, hubungan pemilik dengan lahan, pemecahan lahan,

pengambilan keputusan, dan apresiasi pemerintah terhadap aspirasi

masyarakat.21 Sedangkan terdapat dua faktor lain yang berhubungan dengan

sistem pemerintahan. Hal ini berkaitan dengan asumsi bahwa pemerintah

sebagai pengayom dan abdi masyarakat seharusnya dapat bertindak sebagai

pengendali terjadinya alih fungsi lahan.

21

(44)

35

Menurut Nasoetion dan Winoto proses alih fungsi lahan secara

langsung dan tidak langsung ditentukan oleh dua faktor, yaitu sistem

kelembagaan yang dikembangkan oleh masyarakat dan pemerintah dan sistem

non kelembagaan yang berkembang secara alamiah dalam masyarakat.

Menurut penelitiannya, alih fungsi lahan sawah 59,08 persen ditentukan oleh

faktor-faktor yang berkaitan dengan sistem pertanian yang ada. Sedangkan

faktor industrialisasi dan perkotaan mempengaruhi 32,17 persen dan faktor

demografis hanya mempengaruhi 8,75 persen.22

Secara umum masalah alih fungsi dalam penggunaan lahan terjadi

antara lain karena pola pemanfaatan lahan yang masih sektoral, delineasi antar

kawasan, kriteria kawasan, koordinasi pemanfaatan ruang yang masih lemah,

dan penegakan hukum seperti UUPA (Undang-undang Pokok Agraria) yang

masih lemah. Adapun faktor lain yang mendorong terjadinya alih fungsi lahan

pertanian menjadi non pertanian antara lain:23

a. Faktor kependudukan, yaitu peningkatan dan penyebaran penduduk di

suatu wilayah. Pesatnya peningkatan jumlah penduduk telah meningkatkan

permintaan tanah. Selain itu, peningkatan taraf hidup masyarakat juga

turut berperan menciptakan tambahan permintaan lahan.

b. Faktor ekonomi, yaitu tingginya land rent yang diperoleh aktifitas sektor

non pertanian dibandingkan dengan sektor pertanian. Rendahnya insentif

untuk bertani disebabkan tingginya biaya produksi, sementara harga hasil

pertanian relatif rendah dan berfluktuasi. Selain itu karena faktor

22

Ibid., 34. 23

(45)

36

kebutuhan keluarga petani yang semakin mendesak menyebabkan

terjadinya konversi lahan.

c. Faktor sosial budaya, antara lain keberadaan hukum waris yang

menyebabkan terfragmentasinya tanah pertanian, sehingga tidak

memenuhi batas minimun skala ekonomi usaha yang menguntungkan.

d. Perilaku myopic, yaitu mencari keuntungan jangka pendek namun kurang

memperhatikan jangka panjang dan kepentingan nasional secara

keseluruhan. Hal ini tercermin dari rencana tata ruang wilayah (RTRW)

yang cenderung mendorong konversi tanah pertanian untuk penggunaan

tanah non pertanian.

e. Lemahnya sistem perundang-undangan dan penegakan hukum dari

peraturan yang ada.

6. Politik Agraria

Sebelum memahami apa itu politik agrarian, maka terlebih dahulu

dipahami tentang makna politik. Secara umum politik adalah sebuah tahapan

dimana untuk membentuk atau membangun posisi-posisi kekuasaan didalam

masyarakat yang berguna sebagai pengambil keputusan-keputusan yang

terkait dengan kondisi masyarakat. Jika dilihat secara etimologis yaitu kata

“politik” ini masih memiliki keterkaitan dengan kata-kata seperti “polisi” dan

“kebijakan”. Oleh karena itu secara garis besar definisi atau makna dari

“politik” ini adalah sebuah perilaku atau kegiatan-kegiatan yang dilakukan

(46)

37

merealisasikan cita-cita negara sesungguhnya, sehingga mampu membangun

dan membentuk negara sesuai rules agar kebahagian bersama didalam

masyarakat disebuah negara tersebut lebih mudah tercapai.24

Sedangkan yang dimaksud politik agraria adalah garis besar

kebijaksanaan yang dianut oleh negara dalam memelihara, mengawetkan,

memperuntukkan, mengusahakan, mengambil manfaat, mengurus dan

membagi tanah dan sumber alam lainnya termasuk hasilnya untuk

kepentingan kesejahteraan rakyat dan negara, yang bagi negara Indonesia

berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang dasar (UUD) 1945. Politik

Agraria dapat dilaksanakan, dimasukkan dalam sebuah Undang-Undang

agraria yang memuat asas-asas, dasar-dasar, dan soal-soal agraria dalam garis

besarnya, dilengkapi dengan peraturan pelaksanaannya. Dengan demikian, ada

hubungan yang erat antara politik dan hukum.25

Dalam pengertian lainnya, politik agraria merupakan kebijakan dari

pemerintah yang berkuasa di bidang agraria dan karenanya mempengaruhi

arah perkembangan hukum agrarian yang sedang berlaku. Mengingat politik

agraria merupakan kebijakan pemerintah, maka kebijakan tersebut akan

dipengaruhi oleh kebijakan makro perekonomian. Politik agraria yang sudah

ditetapkan agar mempunyai kekuatan mengikat, kekuatan pemaksa

(enforcement), dan sekaligus mempunyai legalitas yang kuat, perlu

dirumuskan dalam bentuk peraturan hukum. Penormaan dalam bentuk

24

Inu Kencana Syafiie, Ilmu Politik, (Jakarta: Rineka Cipta, 2002), 26. 25

(47)

38

peraturan hukum ini bukan persoalan yang mudah, apalagi jika penormaan

tersebut dalam bentuk undang-undang yang proses pembentukannya harus

melalui persetujuan dan keterlibatan Parlemen (Dewan Perwakilan Rakyat).

Keanggotaan DPR adalah pencerminan dari kekuatan partai politik, kiranya

perumusan dan persetujuan atas pembentukan undang-undang akan di

pengaruhi oleh visi, misi, dan kepentingan parpol.26

Namun demikian, salah satu hasil dari adanya politik agraria adalah

munculnya Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA) yang mengatur tentang

agrarian atau dalam hal ini yakni dimensi pertanahan. Kelahiran UUPA

merupakan suatu tonggak sejarah politik hukum agraria yang secara normatif

menempatkan petani pada suatu proses pemberdayaan untuk memperoleh

suatu kekuasaan, kekuatan, dan kemampuan terhadap sumber daya tanah.

UUPA disini sebagai sebuah rekonstruksi suatu bangunan politik agraria yang

bertujuan untuk menjamin hak-hak petani atas suatu tanah. Inilah yang

seharusnya direnungkan oleh para elite pemerintahan di negara yang disebut

sebagai suatu negara agraris, yang tugasnya untuk lebih mengedepankan

makna kemerdekaan bagi rakyat tani, yakni kuatnya suatu hak atas tanah yang

dimilikinya. Politik agraria, telah menempatkan tanah sebagai suatu masalah

yang rutin di dalam birokrasi pembangunan. Agrarian reform yang semula

26

(48)

39

untuk menata penguasaan tanah, khususnya hak milik maka menjadi berhenti

dan seolah-olah UUPA disini di peti emaskan demi sebuah pembangunan.27

Dominasi kegiatan manusia yang berkaitan dengan tanah di bidang

ekonomi diwujudkan melalui pemanfaatan tanah sesuai dengan ketentuan

UUPA dengan berbagai jenis hak atas tanah. Akibat pemanfaatan tanah sesuai

dengan kebutuhan manusia melalui perbuatan hukum sering menimbulkan

hubungan hukum sebagai contoh pemilikan hak atas tanah.28 UUPA

dimaksudkan sebagai instrumen untuk menciptakan suatu perubahan

masyarakat yang maju di bidang ekonominya melalui penataan struktur

pemilikan tanah, yang di satu sisi mendorong ke arah perubahan pertanian dan

industri yang semakin maju namun dengan tidak mengabaikan keadilan dalam

pengertian terciptanya pemerataan pemilikan tanah.29

Jadi pada dasarnya, UUPA merupakan suatu hukum

perundang-undangan yang monumental dan revolusioner karena telah mampu menghapus

sistem penguasaan tanah dan menerjemahkan dengan tepat politik hukum

agraria tentang penguasaan sumber daya untuk sebesar-besarnya kepentingan

rakyat. Konsep hukum UUPA yang menolak liberalisme dan tidak

memperbolehkan adanya kepemilikan tanah berlebihan oleh perseorangan

juga dinilai sangat baik. Namun, pada prakteknya justru terjadi banyak

penyimpangan terhadap konsep awal UUPA tersebut.

Penyimpangan-penyimpangan yang terjadi pada pelaksanaan UUPA juga dipicu oleh adanya

27

Boedi Harsono, Hukum Agraria Indonesia: Sejarah Pembentukan UUPA, Isi dan Pelaksanaannya, (Jakarta: Djambatan, 2005), 182.

28

Maria SW Sumardjono, Tanah Dalam Perspektif Hak Ekonomi, Sosial, Dan Budaya, (Jakarta: Kompas, 2008), 172.

29

Gambar

Tabel 3.2 Jumlah Penduduk Berdasarkan Usia
Tabel 3.2 Mata Pencaharian Penduduk3
Tabel 3.1 Jumlah Tempat pendidikan
Tabel 3.2 Luas Lahan Pertanian6
+5

Referensi

Dokumen terkait

Sejak adanya penggunaan mesin/motor bagi komunitas Pattorani maka eksploitasi sumber daya perikanan dan biola laut lainnya dilakukan secara optimal serta

Class Diagram Aplikasi Sistem Antrean Untuk Pasien di Puskesmas Batealit Berbasis Android .... Squence Diagram

Pelaksanaan Administrasi Keuangan dan Umum merupakan serangkaian kegiatan yang dilaksanakan Pabrik Gula Tasikmadu Karanganyar untuk mengolah data dan mengkoordinasi di

untuk memberikan jasa yang dijanjikan dengan handal dan akurat. Jika dilihat dalam bidang usaha jasa restoran, maka sebuah layanan yang handal adalah ketika seorang

Dekontaminasi adalah menghilangkan mikroorganisme patogen dan kotoran dari suatu benda sehingga aman untuk pengelolaan selanjutnya dan dilakukan sebagai langkah pertama

20000000 bcm/yr Production Working hours 6000 hrs/yr Support unit working hours 3000 hrs/yr.

kendaraan yang diturunkan dari sistem Aerial Videography dapat digunakan untuk evaluasi tingkat pelayanan jalan, dimana nilai akurasi geomerik yang dihasilkan dinilai lebih

Cinta adalah sesuatu yang amat indah Tiada yagn lebih indah daripada cinta Tanpa cinta tidak ada kasih sayang Tanpa cinta tiada ketulusan hati. Oi saat kita