STUDI PERBANDINGAN HASIL BELAJAR PAI SISWA DINIYAH DENGAN SISWA NON DINIYAH SMP AL-ANWARI TANAH MERAH LAOK
BANGKALAN
SKRIPSI
Oleh :
KHILDA NAZALITA
NIM. D01212084
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL SURABAYA FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN
ABSTRAK
Kata Kunci : Hasil Belajar, Siswa Diniyah, Siswa Non Diniyah. Nama : KHILDA NAZALITA
NIM : D01212084
Penelitian Skripsi ini berjudul “Studi Perbandingan Hasil Belajar PAI Siswa Diniyah Dengan Siswa Non Diniyah SMP Al-Anwari Tanah Merah Laok
Bangkalan”, dengan rumusan masalah : 1) Bagaimana hasil belajar PAI siswa SMP
Al-Anwari Tanah Merah Laok Bangkalan (Siswa Diniyah)?; 2) Bagaimana hasil belajar PAI siswa SMP Al-Anwari Tanah Merah Laok Bangkalan (siswa Non Diniyah)?; 3) Bagaimana perbandingan hasil belajar PAI siswa Diniyah dengan Non Diniyah SMP Al-Anwari Tanah Merah Laok Bangkalan?. Dengan rumusan masalah tersebut, maka tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah 1) Mengetahui hasil belajar PAI siswa SMP Al-Anwari Tanah Merah Laok Bangkalan (Siswa Diniyah); 2) Mengetahui hasil belajar PAI siswa SMP Al-Anwari Tanah Merah Laok Bangkalan (siswa Non Diniyah); 3) Mengetahui perbandingan hasil belajar PAI siswa Diniyah dengan Non Diniyah SMP Al-Anwari Tanah Merah Laok Bangkalan.
Berdasarkan pendekatannya, penelitian ini termasuk dalam jenis penelitian Kuantitatif dan Kualitatif (campuran). Sedangkan berdasarkan fungsinya, penelitian ini termasuk dalam Penelitian Tindakan (Action Research). Pada penelitian ini, jumlah populasi adalah : seluruh siswa SMP Al-Anwari baik yang Diniyah maupun Non Diniyah. Jumlah keseluruhan ±90 siswa. Dari jumlah siswa yang ±90 siswa, peneliti akan mengambil sampel sebanyak seluruh jumlah siswa yaitu 90 siswa. Sehingga penelitian ini menggunakan seluruh populasi sebagai sampel.
DAFTAR ISI
SAMPUL DALAM ... i
PERSETUJUAN PEMBIMBING SKRIPSI ... ii
PENGESAHAN TIM PENGUJI ... iii
PERSEMBAHAN ... iv
MOTTO ... v
ABSTRAK ... vi
KATA PENGANTAR ... vii
DAFTAR ISI ... ix
DAFTAR TABEL ... xiii
DAFTAR LAMPIRAN ... xiv
DAFTAR TRANSLITERASI ... xv
BAB I PENDAHULUAN A.Latar Belakang ... 1
B.Rumusan Masalah ... 5
C.Tujuan Penelitian... 6
D.Kegunaan ... 6
E. Penelitian Terdahulu ... 7
F. Ruang Lingkup dan Keterbatasan Penelitian ... 8
G.Definisi Operasional ... 8
H.Sistematika Pembahasan ... 9
1. Hasil Belajar ... 11
2. Faktor-faktor Hasil Belajar ... 19
3. Indikator Hasil Belajar ... 23
4. Pendidikan Agama Islam ... 25
5. Hasil Belajar PAI ... 27
B.Tinjauan Madrasah Diniyah ... 28
C.Teori Perbandingan Madrasah Diniyah dan Non Diniyah ... 32
D.Siswa Diniyah dengan Non Diniyah ... 37
E. Hipotesis Penelitian ... 40
BAB III METODOLOGI PENELITIAN A.Jenis Penelitian ... 42
B.Variabel Penelitian ... 43
C.Populasi ... 45
D.Sampel dan Teknik Sampling ... 46
E. Teknik Pengumpulan Data ... 49
F. Teknik Analisis Data ... 55
BAB IV HASIL DAN ANALISIS DATA A.Gambaran Umum SMP Al-Anwari Tanah Merah Laok Bangkalan... 57
1. Data Hasil Belajar Siswa SMP Al-Anwari Tanah Merah
Laok Bangkalan ... 60
2. Hasil Wawancara dengan Pihak Guru Mata Pelajaran PAI SMP Al-Anwari Tanah Merah Laok ... 68
3. Data Hasil Observasi ... 73
4. Data Hasil Tes Prestasi (Achievementtest) ... 77
C.Analisis Data Penelitian Studi Perbandingan Hasil Belajar Siswa Diniyah dengan Siswa Non Diniyah SMP Al-Anwari Tanah Merah Laok Bangkalan ... 83
1. Analisis Data Kuantitatif ... 83
a. Hipotesis Penelitian ... 83
b. Hipotesis Statistik ... 83
c. Signifikasi ... 84
d. Derajat Kebebasan ... 84
e. Perhitungan Data ... 84
2. Analisis Data Kualitatif ... 88
3. Kesimpulan ... 90
BAB V SIMPULAN DAN SARAN A.SIMPULAN ... 92
B.SARAN ... 93
DAFTAR PUSTAKA
BAB I PENDAHULUAN A.Latar Belakang
Banyak lembaga-lembaga Pendidikan Islam yang sudah berkembang.
Lembaga-lembaga pendidikan yang terkenal di dunia Islam pada zaman klasik
adalah : Kuttab/maktab, aljami’, majelis ilmu atau majelis adab, dan
madrasah.1 Lembaga-lembaga ini pada proses perkembangannya sangat
mempengaruhi perkembangan pendidikan Islam di Indonesia.
Pendidikan Islam di Indonesia berkembang sangat pesat. Bahkan ketika
Belanda masih menjajah Indonesia, banyak lembaga-lembaga Pendidikan
Islam yang mulai bermunculan. Seperti munculnya Pondok Pesantren,
Masjid-masjid, Surau, Dayah, Maktab, dan Madrasah.
Pendidikan Islam di Indonesia pada mulanya di laksanakan secara
Informal, yang pelaksanaannya menitikberatkan kepada terjadinya hubungan
dan kontak pribadi antara muballigh dan masyarakat sekitar.
Selanjutnya, pendidikan Islam di laksanakan secara nonformal.
Pendidikan nonformal ini semakin intensif di dalam Masjid-masjid atau
langgar. Hingga terbentuklah pendidikan formal seperti pesantren, dayah,
maktab dan setelah abad ke 20 muncullah madrasah dan perguruan tinggi
Islam.2 Dari uraian diatas dapat kita lihat betapa pendidikan Islam di Indonesia
berkembang sangat pesat. Semua lembaga-lembaga Pendidikan Islam ini
memberi sumbangan besar bagi proses islamisasi di Indonesia.
1
Haidar Putra Daulay, Pendidikan Islam Dalam Sistem Pendidikan Nasional Di Indonesia , (Jakarta : Kencana, 2004) hal 97
2
2
Menelusuri tumbuh dan berkembangnya lembaga-lembaga pendidikan
Islam di Indonesia, tidak bisa terlepas dari hubungan sejarah masuknya Islam
di Indonesia. Masuknya islam di Indonesia membuat masyarakat yang baru
memeluk agama Islam ingin lebih dalam mempelajari ajaran-ajaran agama
Islam. Maka muncullah pondok pesantren sebagai wadah mereka untuk
menuntut ilmu agama.
Sejalan dengan perkembangan dan pertumbuhan pondok pesantren,
pendidikan Islam di Indonesia juga mengenal pendidikan madrasah. Madrasah
ini adalah lembaga yang mengajarkan pendidikan khusus ilmu-ilmu agama dan
bahasa Arab. Pada prosesnya lembaga ini dinamakan Madrasah Diniyah.3
Madrasah Diniyah diselenggarakan melalui jalur sekolah maupun jalur
luar sekolah. Madrasah Diniyah yang diselenggarakan melalui jalur sekolah
terdiri dari tiga jenjang, yaitu: Diniyah Awaliyah, Diniyah Wustha, dan
Diniyah „Ulya. Sedangkan Diniyah yang diselenggarakan di jalur luar sekolah,
tidak harus berjenjang. Diniyah jalur luar sekolah ini pada umumnya mendidik
siswa yang sudah mengikuti pendidikan pada jalur sekolah.4
Dalam penataan tempat, Madrasah Diniyah ada yang diselenggarakan
di dalam pondok pesantren dan ada yang diselenggarakan di luar pondok
pesantren. Pendirian Madrasah Diniyah yang diselenggarakan di luar pondok
pesantren ini dilatarbelakangi oleh keinginan masyarakat untuk menambah
Ilmu pengetahuan agamanya yang mereka anggap belum memadai, terutama
orang tua yang menyekolahkan anaknya di sekolah umum.
3
Departemen Agama RI, Pondok Pesantren dan Madrasah Diniyah Pertumbuhan dan Perkembangannya,(Jakarta : t.p, 2003) hal 2
3
Dalam kenyataannya, Banyak orang tua yang merasa bahwa
pengetahuan agama yang di ajarkan di sekolah umum belum cukup dalam
untuk menyiapkan anak mereka hingga ke jenjang yang lebih tinggi. Inilah
yang mendorong para orang tua untuk memasukkan anak mereka ke madrasah
Diniyah. Dengan usaha memasukkan anaknya ke dalam Madrasah Diniyah,
orang tua berharap pemahaman tentang Agama Islam yang dimiliki anak
mereka sudah cukup kuat.
Dengan memasukkan anak ke dalam Madrasah Diniyah, orang tua
memiliki harapan bahwa hasil belajar anak-anak mereka terutama dalam mata
pelajaran Agama di sekolah akan meningkat. Ini dengan pemikiran bahwa
pemahaman tentang agama yang mereka dapat di Madrasah Diniyah akan
membantu mereka lebih memahami Pendidikan Agama di sekolah.
Dalam kaitannya dengan hasil belajar, banyak siswa yang masih sangat
jauh dari harapan, terutama pada pelajaran Pendidikan Agama Islam. Hasil
belajar adalah segala macam prosedur yang digunakan untuk mendapatkan
informasi mengenai unjuk kerja siswa atau seberapa jauh siswa dapat mencapai
tujuan-tujuan pembelajaran yang telah di tetapkan.
Benyamin Bloom menyebutkan ada tiga kawasan perilaku sebagai hasil
pembelajaran, yaitu : kognitif, afektif, dan psikomotorik. Namun yang perlu di
perhatikan adalah perubahan perilaku sebagai hasil pembelajaran adalah
perubahan perilaku secara keseluruhan bukan hanya pada salah satu aspek saja.
Sehingga dalam menentukan hasil belajar haru juga memperhatikan seluruh
4
Hasil belajar siswa di tentukan oleh beberapa faktor yang
mempengaruhinya. Salah satu faktor yang mempengaruhi hasil belajar anak
adalah program dan fasilitas yang ada di sekolah.
Berkenaan dengan faktor, faktor yang mempengaruhi hasil belajar anak
dapat di bedakan menjadi faktor luar dan faktor dalam.
a. Faktor Luar
1) Lingkungan : Alami dan sosial Budaya
2) Instrumental : Kurikulum, program, Sarana dan Fasilitas, guru.
b. Faktor Dalam
1) Fisiologis : kondisi Fisiologis, Kondisi pancaindra
2) Psikologis : minat, kecerdasan, bakat, motivasi, kemampuan
kognitif
Dari faktor-faktor di atas dapat dilihat salah satu faktor yang
mempengaruhi hasil belajar anak adalah dalam bidang instrumental, yaitu
kurikulum, program sekolah,sarana dan prasarana serta guru.
Faktor-faktor di atas di harapkan bisa menjadi salah satu penentu dalam
meningkatkan hasil belajar siswa, terutama dalam bidan PAI. Mengadakan
program Madrasah diniyah di dalam lingkungan Sekolah adalah salah satu
upaya yang bisa di lakukan untuk meningkatkan hasil belajar siswa dalam
bidang Agama.
Hal serupa juga peneliti temukan di dalam lembaga Pendidikan
Al-Anwari. Di sana telah berdiri Madrasah Diniyah dan Sekolah Umum, yaitu
5
agama, seperti halnya madrasah Diniyah pada umumnya. Sementara itu, SMP
Al-Anwari adalah lembaga Pendidikan yang memberikan pelajaran-pelajaran
umum seperti halnya sekolah Umum lainnya.
Banyak murid-murid di sekolah Umum SMP Al-Anwari juga menjadi
murid di Madrasah Diniyah Al-Anwari. Begitu pula, banyak orang tua yang
berharap anak-anak mereka memiliki hasil belajar yang tinggi, salah satunya
dalam bidang Pendidikan Agama Islam di sekolah SMP Al-Anwari. Namun,
tak sedikit juga siswa yang tidak mengecap pendidikan Madrasah Diniyah,
khususnya Madrasah Diniyah Al-Anwari.
Kemudian, bagaimana dengan siswa yang tidak menempuh
pembelajaran Diniyah. Apakah hasil belajar mereka dalam pelajaran PAI sama
dengan siswa yang menempuh pembelajaran Diniyah atau lebih rendah
dibanding dengan siswa Diniyah atau bahkan lebih tinggi hasil belajar mereka
dalam pelajaran PAI.
Bertitik tolak dari sinilah penulis mencoba melakukan penelitiandi
sekolah SMP Al-Anwari dengan judul besar : “STUDI PERBANDINGAN
HASIL BELAJAR PAI SISWA DINIYAH DENGAN SISWA NON
DINIYAH SMP AL-ANWARI TANAH MERAH LAOK BANGKALAN”
B.Rumusan Masalah
Melihat latar belakang yang telah dijelaskan diatas, maka pada
Penelitian dengan judul : “STUDI PERBANDINGAN HASIL BELAJAR PAI
6
TANAH MERAH LAOK BANGKALAN” dapat di rumuskan rumusan
masalah sebagai berikut :
1. Bagaimana hasil belajar PAI siswa SMP Al-Anwari Tanah Merah Laok
Bangkalan (Siswa Diniyah) ?
2. Bagaimana hasil belajar PAI siswa SMP Al-Anwari Tanah Merah Laok
Bangkalan (siswa Non Diniyah) ?
3. Bagaimana perbandingan hasil belajar PAI siswa Diniyah dengan Non
Diniyah SMP Al-Anwari Tanah Merah Laok Bangkalan?
C.Tujuan Penelitian
Penelitian dengan judul : “STUDI PERBANDINGAN HASIL
BELAJAR PAI SISWA DINIYAH DENGAN SISWA NON DINIYAH SMP
AL-ANWARI TANAH MERAH LAOK BANGKALAN” Ini bertujuan untuk :
1. Mengetahui hasil belajar PAI siswa SMP Al-Anwari Tanah Merah Laok
Bangkalan (Siswa Diniyah)
2. Mengetahui hasil belajar PAI siswa SMP Al-Anwari Tanah Merah Laok
Bangkalan (siswa Non Diniyah)
3. Mengetahui perbandingan hasil belajar PAI siswa Diniyah dengan Non
Diniyah SMP Al-Anwari Tanah Merah Laok Bangkalan
D.Kegunaan Penelitian
Pelaksanaan penelitian ini diharapkan memiliki kegunaan atau
7
1. Sebagai wahana kedua lembaga untuk mengadakan kerja sama dalam
rangka meningkatkan mutu Pendidikan Agama Islam khususnya di SMP
Al-Anwari Tanah Merah Laok Bangkalan.
2. Menumbuhkan kesadaran di kalangan masyarakat pada umumnya dan di
kalangan siswa pada khususnya tentang pentingnya belajar di Madrasah
Diniyah.
E.Penelitian Terdahulu
Berdasarkan hasil penelusuran dan studi bahan pustaka, karya ilmiyah
serta hasil penelitian yang ada, peneliti menemukan beberapa hasil penelitian
yang memiliki kedekatan pembahasan dengan penelitian ini, diantaranya :
Penelitian yang dilakukan oleh Ahmad Nafi’uddin dalam skripsi nya
pada tahun 2014 dengan judul KORELASI KEIKUTSERTAAN SISWA
BELAJAR DI MADRASAH DINIYAH DENGAN PRESTASI BELAJAR FIQIH
KELAS VIII MTs. BABUSSALAM KALIBENING MOJOAGUNG JOMBANG.
Di dalam skripsi ini meneliti tentang hubungan antara kegiatan siswa di
Madrasah Diniyah dengan Prestasi belajar Fiqh kelas VIII. Hasil dari penelitian
ini adalah “Ada hubungan yang signifikan antara kegiatan diniyah dengan
prestasi belajar fiqh kelas VIII di MTs. Babussalam Kalibening Mojoagung
Jombang”.5
5Nafi’uddin, Ahmad
8
F. Ruang Lingkup dan Keterbatasan Penelitian
Di dalam penelitian ini akan membandingkan siswa SMP Al-Anwari
yang mengikuti pembelajaran Diniyah dan siswa yang tidak mengikuti
pembelajaran Diniyah. Yang menjadi pembanding dalam hal ini adalah hasil
belajar yang di capai siswa. Baik siswa Diniyah maupun siswa non Diniyah.
G.Definisi Istilah atau Definisi Operasional
1. Studi Perbandingan
a. Studi adalah pendidik, pelajaran, penyelidikan.6
b. Perbandingan berasal dari bahasa Inggris “comparative” artinya
perbandingan atau membandingkan.
Jadi Studi komparatif adalah kegiatan ilmiah yang bertujuan untuk
membandingkan/mencari perbandingan terhadap masalah yang ada.7
2. Hasil belajar adalah segala macam prosedur yang digunakan untuk
mendapatkan informasi mengenai unjuk kerja siswa atau seberapa jauh
siswa dapat mencapai tujuan-tujuan pembelajaran yang telah di tetapkan.
3. Siswa Diniyaadalah anak-anak atau remaja yang pagi harinya telah
mengikuti pendidikan formal, baik yang berada di sekolah umum maupun
madrasah.
6
Dius A Partanto dan M. Dahlan Al-Barry, Kamus Ilmiah Populer, (Surabaya: Arkola,1994), hlm. 728
7
9
4. Siswa Non Diniyah adalah anak-anak atau remaja yang hanya mengikuti
pendidikan formal saja tanpa mengikuti pendidikan tambahan (non formal)
dalam hal ini adalah madrasah diniyah.
H.Sistematika Pembahasan
Penulis membagi sistematika pembahasan penelitian ini menjadi lima
bab dengan rincian tiap bab sebagai berikut:
Bab I Pendahuluan yang meliputi tentang : latar belakang masalah,
rumusan masalah, tujuan penelitian, kegunaan penelitian, penelitian terdahulu,
asumsi dan hipotesis penelitian, ruang lingkup dan keterbatasan penelitian,
definisi operasional, sistematika pembahasan.
Bab II LandasanTeorimeliputi tentang: A. Tinjauan tentang Hasil
Belajar PAI. Terdiri dari Hasil belajar, Faktor – faktor hasil belajar, indikator
hasil belajar, Pendidikan Agama Islam (PAI), Hasil belajar PAI. B. Tinjauan
tentang Madrasah Diniyah. C. Teori Perbandingan Madrasah Diniyah dan Non
Diniyah. D. Tinjauan tentang Siswa Diniyah dan Siswa Non Diniyah. E.
Hipotesis penelitian.
Bab III Metode Penelitian meliputi :, Jenis Penelitian, Variabel
Penelitian, Populasi, Sampel dan Teknik Sampling, Teknik Pengumpulan Data,
Teknik Analisis Data
Bab IV Laporan Hasil Penelitian yang meliputi : Deskripsi Data,
10
Bab V Penutup, sebagai bab terakhir bab ini berisi tentang kesimpulan
dari skripsi dan saran-saran dari penulis untuk perbaikan-perbaikan yang
BAB II
LANDASAN TEORI A. Tinjauan Hasil Belajar PAI
1. Hasil Belajar
Dalam dunia pendidikan, evaluasi memegang peranan penting.
Dari evaluasi tersebut, pengambilan Keputusan bisa menetapkan, apakah
suatu pendidikan berkualitas atau tidak, apakah seorang siswa/santri
berhak lulus atau sebaliknya, dan dengan evaluasi kita akan mengetahui
sejauh mana progress pendidikan telah berjalan sesuai tujuan pendidikan.8
Sebagai suatu kegiatan yang bertujuan, kedudukan evaluasi
pembelajaran semakin penting di era otonomi pendidikan. Sebagaimana
diketahui, evaluasi pembelajaran yang ada selama ini amat cognitive
oriented sedangkan aspek afektif dan psikomotorik jarang disentuh. Hal ini
menjadikan dunia pendidikan kita menghasilkan lulusan yang timpang,
yang umumnya menguasai dan pengetahuan tetap lemah dalam aspek
aplikatif, sikap dan moral. Pada kasus madrasah, hal ini menjadikan para
lulusannya diragukan masyarakat umum, karena masih rendah
dibandingkan lembaga pendidikan umum.9
Nilai yang diterima anak didik (siswa) merupakan bagian dari
evaluasi pembelajaran. Dalam hal ini guru lah yang memiliki wewenang
penuh untuk mengeluarkan hasil belajar siswanya.
8
Ainunrrafiq Dawam, Ahmad Ta’arifin, Manajemen Madrasah Berbasis Pesantren,
(Sapen: Listafariska Putra, 2004) hal. 99
9
12
Hasil belajar adalah segala macam prosedur yang digunakan untuk
mendapatkan informasi mengenai unjuk kerja siswa atau seberapa jauh
siswa dapat mencapai tujuan-tujuan pembelajaran yang telah di tetapkan.10
Sedangkan menurut Syaiful Bahri di dalam bukunya mengatakan
bahwa Hasil belajar merupakan perubahan yang terjadi pada diri siswa
sebagai akibat dari kegiatan belajar. Jadi, untuk mendapatkan hasil belajar
yang berupa perubahan ini, maka harus melalui proses-proses yang di
dalam di pengaruhi beberapa faktor, yaitu faktor dari dalam diri individu
dan faktor dari luar individu.11
Dari sini dapat di pahami bahwa hasil belajar adalah sederet hasil
yang diterima oleh siswa atas kinerja belajar mereka selama proses KBM
berlangsung. Oleh sebab itu, suatu pembelajaran di katakan berhasil hanya
bisa dilihat dari hasil belajarnya, dan hanya dapat disimpulkan dari
hasilnya, karena aktivitas belajar yang telah di lakukan.
Menurut Juliah, Hasil belajar adalah segala sesuatu yang menjadi
milik siswa sebagai akibat dari kegiatan belajar yang dilakukannya.
Sedangkan menurut Hamalik, hasil belajar adalah pola-pola perbuatan,
nilai-nilai, pengertian-pengertian dan sikap-sikap serta apersepsi dan
abilitas.12 Dari kedua pendapat tersebut dapat di tarik kesimpulan bahwa
pengertian hasil belajar adalah perubahan tingkah laku siswa secara nyata
10
Eveline Siregar dan Hartini Nara, Teori Belajar dan Pembelajaran Cet II, (Bogor : Ghalia Indonesia, 2011) hal 144.
11
Syaiful Bahri Djamarah, Psikologi Belajar, (Jakarta : Rineka Cipta, 2012) hal.141 12
13
setelah dilakukan proses belajar mengajar yang sesuai dengan tujuan
pengejaran.
Lindgren, menyebutkan bahwa isi pembelajaran terdiri atas :
kecakapan, informasi, pengertian dan sikap. Benyamin Bloom
menyebutkan ada tiga kawasan perilaku sebagai hasil pembelajaran, yaitu :
kognitif, afektif, dan psikomor. Sedangkan pakar lain, R.M Gagne
mengemukakan bahwa hasil pembelajaran ialah berupa kecakapan
manusiawi (human capabilities) yang meliputi : informasi verbal,
kecakapan intelektual (diskriminasi, konsep konkret, konsep abstrak,
aturan, dan aturan yang lebih tinggi), strategi kognitif, sikap, dan
kecakapan motorik.13
Dari pemikiran dan pendapat para ahli di atas, telah di temukan
beberapa aspek dari hasil pembelajaran. Namun yang perlu di perhatikan
adalah perubahan perilaku sebagai hasil pembelajaran adalah perubahan
perilaku secara keseluruhan bukan hanya pada salah satu aspek saja.
Usman menyatakan bahwa hasil belajar yang dicapai siswa sangat
erat kaitannya dengan rumusan tujuan instruksional yang direncanakan
guru sebelumnya yang di kelompokkan menjadi tiga kategori, yaitu :14
a. Domain Kognitif
1) Pengetahuan (Knowledge). Jenjang yang paling rendah dalam
kemampuan kognitif meliputi pengingatan tentang hal-hal yang
bersifat khusus atau universal, mengetahui metode dan proses,
13
Mohamad Surya, Psikologi Pembelajaran dan Pengajaran, (Bandung : Pustaka Bani Quraisy, 2004) hal. 17
14
14
pengingatan terhadap suatu pola, struktur atau seting. Dalam hal ini
kata-kata yang biasa di gunakan atau di pakai adalah definisikan,
laporkan, ingat, garis bawahi, sebutkan, daftar dan sambungkan.
2) Pemahaman (chomprehension). Jenjang setingkat di atas
pengetahuan ini akan meliputi penerimaan dalam komunikasi secara
akurat, menempatkan hasil komunikasi dalam bentuk penyajian yang
berbeda, mereorganisasikannya secara singkat tanpa merubah
pengertian dan dapat mengeksporasikan.
Kata-kata yang dapat dipakai antara lain: menterjemah, nyatakan
kembali, diskusikan, gambarkan, reorganisasikan, jelaskan,
ceritakan, dan lain-lain.
3) Aplikasi atau penggunaan prinsip atau metode pada situasi yang
baru. Kata-kata yang dapat di pakai antara lain : laksanakan,
gunakan, demonstrasikan, praktekan, kerjakan, dan lain-lain.
4) Analisa. Jenjang yang ke empat ini akan menyangkut terutama
kemampuan anak dalam memisah-misahkan suatu materi menjadi
bagian-bagian yang membentuknya, mendeteksi hubungan di antara
bagian-bagian itu dan cara materi itu di organisasikan.
Kata yang biasa di gunakan antara lain: bedakan, hitung, hubungkan,
teliti, debatkan, pecahkan, dan lain-lain.
5) Sintesa. Jenjang yang sudah satu tingkat lebih sukis dari analisa ini
15
bagian atau elemen satu/ bersama sehingga membentuk suatu
keseluruhan yang koheren.
Kata-kata yang dapat dipakai: komposisi, desain, formulasi, rakit,
dan lain-lain.
6) Evaluasi. Jenjang ini adalah yang paling atas atau paling di anggap
sulit dalam kemampuan pengetahuan anak didik. Di sini akan
melibatkan kemampuan anak didik dalam pengambilan Keputusan
atau dalam menyatakan pendapat tentang suatu tujuan, ide,
pekerjaan, pemecahan masalah, metode, materi dan lain-lain.
Kata-kata yang dapat digunakan adalah : putuskan, hargai,nilai,
perkirakan, revisi, dan lain-lain.
b. Domain Kemampuan Sikap
1) Menerima atau memperhatikan. Jenjang pertama ini akan meliputi
sifat sensitif terhadap adanya eksistensi suatu phenomena tertentu
atau suatu stimulus dan kesadaran yang merupakan perilaku kognitif.
Termasuk di dalamnya juga keinginan untuk menerima atau
memperhatikan. Kata-kata yang digunakan adalah : dengar, lihat,
raba, rasa, pilih, perhatian, dan lain-lain.
2) Merespon. Dalam jenjang ini anak didik diibaratkan secara puas
salam suatu subjek tertentu, suatu kegiatan sehingga ia akan
mencari-cari dan menambah kepuasan dari bekerja dengannya atau
16
membantu, menolong, partisipasi, melibatkan diri, menyukai, gemar,
cinta, puas, menikmati, dan lain-lain.
3) Penghargaan. Pada level ini perilaku anak didik adalah konsisten dan
stabil, tidak hanya dalam persetujuan terhadap suatu nilai tetapi juga
pemilihan terhadapnya dan keterikatannya pada suatu pandangan
atau ide tertentu.
Kata-kata yang dapat dipakai : mengakui dengan tulus,
mengidentifikasi diri, mempercayai, menyatukan diri, menginginkan,
menghendaki, disiplin, dedikasi diri, rela berkorban, tanggung
jawab,yakin, dan lain-lain.
4) Mengorganisasikan. Dalam jenjang ini anak didik membentuk suatu
sistem nilai yang dapat menuntun perilaku. Ini meliputi
konseptualisasi dan mengorganisasikan. Kata-kata yang bisa di pakai
antara lain : menjalin, menyusun sistem, menyelaraskan,
menimbang-nimbang, mengidentifikasikan, dan lain-lain.
5) Mempribadi (mewatak). Pada tingkat terakhir ini sudah ada
internalisasi, nilai-nilai telah mendapatkan tempat pada diri individu,
diorganisir ke dalam suatu sistem yang bersifat internal, memiliki
kontrol perilaku.
Kata-kata yang dapat di gunakan adalah : bijaksana, adil, percaya
diri, berkepribadian, dan lain-lain.
17
1) Menirukan. Apabila ditunjukkan kepada anak didik suatu Action
yang dapat di amati, maka ia akan memulai membuat suatu tiruan
terhadap Action itu sampai pada tingkat sistem otot-ototnya.
Kata-kata yang di gunakan adalah : menirukan, pengulangan, coba
lakukan, dan lain-lain.
2) Menipufasi. Pada tingkat ini anak didik dapat menampilkan suatu
Action seperti yang diajarkan dan juga tidak hanya pada seperti yang
diamati. Dia mulai bisa membedakan antara satu set Action dengan
yang lain. Menjadi mampu memilih Action yang perlukan.
Kata-kata yang gunakan antar lain : ikuti petunjuk, tetapkan
mencoba-coba, mengutak-atik, perbaikan tindakan.
3) Keseksamaan. Ini meliputi kemampuan anak didik dalam
penampilan yang telah sampai pada tingkat perbaikan yang lebih
tinggi dalam memproduksi suatu kegiatan tertentu. Kata-kata yang di
gunakan : lakukan kembali, kerjakan, hasilkan, teliti.
4) Artikulasi. Yang utama di sini anak didik telah dapat
mengkoordinasikan serentetan Action dengan menetapkan
urutan-urutan secara tepat di antara Action yang berbeda-beda. Kata-kata
yang digunakan : lakukan secara harmonis, lakukan secara unit.
5) Naturalisasi. Tingkat terakhir dari kemampuan psikomotorik adalah
jika nak sudah mampu melakukan satu Action atau lebih dengan
18
Untuk memperoleh hasil belajar, dilakukan evaluasi atau penilaian
yang merupakan tindak lanjut atau cara untuk mengukur tingkat
penguasaan siswa. Kemajuan prestasi belajar siswa tidak saja di ukur dari
tingkat penguasaan ilmu pengetahuan tetapi juga sikap dan keterampilan.
Dengan demikian penilaian hasil belajar siswa mencakup segala hal yang
di sekolah, baik itu menyangkut pengetahuan, sikap, dan keterampilan.15
Terdapat beberapa cara yang dapat digunakan untuk
mengumpulkan bukti-bukti kemajuan belajar siswa, yaitu sebagai
berikut:16
a. Penilaian portofolio. Portofolio merupakan kumpulan hasil kerja siswa
secara sistematis selama satu periode. Hasil portofolio ini
memperlihatkan prestasi dan keterampilan siswa.
b. Penilaian melalui unjuk kerja (performance). Adalah penilain
berdasarkan hasil pengamatan aktivitas belajar siswa sebagai mana
terjadi selama proses KBM berlangsung.
c. Penilaian melalui penugasan (project). Penilaian ini di lakukan terhadap
suatu tugas siswa baik secara individu maupun kelompok. Penilaian
meliputi pengumpulan dan pengorganisasian data, analisis data,
penyajian data dalam bentuk laporan.
d. Penilaian hasil kerja (Products). Adalah penilaian terhadap kemampuan
siswa membuat produk-produk teknologi dan seni, seperti makanan,
pahatan, barang logam, dan lain-lain.
15
Ibid, Asep jihad & Abdul Haris, Evaluasi Pembelajaran, hal 15.
16
19
Pemaparan di atas menjelaskan bahwa ada berbagai macam cara
guru untuk mendapatkan nilai atas hasil belajar siswa-siswa nya. Hal ini
lah yang menjadi penting untuk di perhatikan bagaimana mengefektifkan
keempat cara itu sehingga siswa-siswi mendapatkan hasil belajar yang
bagus sesuai tujuan-tujuan pembelajaran yang ingin dicapai.
2. Faktor-Faktor Hasil Belajar
Pembelajaran merupakan suatu proses yang kondisional, artinya
terkait erat dengan kondisi-kondisi tertentu. Oleh sebab itu, pencapaian
hasil pembelajaran (hasil belajar) juga terkai dengan kondisi-kondisi
tertentu baik ada dalam diri siswa maupun yang berasal dari luar diri
siswa. Faktor-faktor psikologis seperti intelegensi (kecerdasan),
kemampuan, minat belajar, motivasi belajar, bakat, sikap, dan lain-lain
sangat memengaruhi hasil belajar siswa. Selain itu, faktor luar siswa juga
mempengaruhi hasil belajar siswa.17
Menurut Noehi Nasution dan kawan-kawan dalam buku Psikologi
Belajar, mengemukakan beberapa faktor yang mempengaruhi hasil
belajar Siswa, di antaranya :18
a. Faktor Luar
1) Lingkungan : Alami dan sosial Budaya
2) Instrumental : Kurikulum, program, Sarana dan Fasilitas, guru.
17
Tohirin, Psikologi Pembelajaran Pendidikan Agama Islam, (Jakarta : PT Raja Grafindo Persada, 2005) hal.158-159
18
20
b. Faktor Dalam
1) Fisiologis : kondisi Fisiologis, Kondisi pancaindra
2) Psikologis : minat, kecerdasan, bakat, motivasi, kemampuan
kognitif
Dari faktor-faktor di atas, dapat dipahami bahwa hasil belajar siswa
di pengaruhi oleh berbagai faktor yang ada di sekelilingnya. Terutama
pada faktor instrumen, yaitu Kurikulum, program, sarana dan fasilitas
serta guru. Faktor instrumen ini adalah faktor yang semua elemen
bersumber dari dalam diri sekolah. Faktor inilah yang menjadi fokus
utama dalam pembahasan penelitian ini.
a. Kurikulum
Kurikulum adalah a plan for learning yang merupakan unsur
substansial dalam pendidikan.19 Tanpa kurikulum kegiatan belajar
mengajar tidak dapat berlangsung, guru tidak bisa merencanakan
program pembelajarannya karena tidak tahu materi yang akan di
ajarkan. Hal inilah mengapa kurikulum menjadi sangat penting dalam
proses pembelajaran.
Muatan kurikulum akan mempengaruhi intensitas dan frekuensi
belajar anak didik.20 Jika seorang guru memaksakan anak didik tetap
belajar dengan keras dalam waktu singkat dengan bahan materi yang
banyak hanya untuk mengejar target kurikulum, tentu saja ini akan
menjadikan anak didik lelah. Akibatnya akan berdampak pada hasil
19
Ibid, 146
20
21
belajar anak didik yang demikian kurang memuaskan dan cenderung
mengecewakan. Guru semacam ini akan mendapatkan hasil belajar
anak didik di bawah standar minimum. Hal ini disebabkan telah terjadi
proses belajar yang kurang wajar pada diri setiap anak didik. Pemadatan
kurikulum yang dilakukan guru untuk mencapai target kurikulum inilah
yang menjadikan hasil belajar anak didik turun dan tidak memuaskan.
b. Program
Setiap sekolah mempunyai program pendidikan. Program
pendidikan disusun untuk dijalankan demi kemajuan pendidikan.
Keberhasilan pendidikan di sekolah tergantung dari baik tidaknya
program pendidikan yang dirancang. Program pendidikan disusun
berdasarkan potensi sekolah yang tersedia, baik tenaga, finansial, dan
sarana prasarana.21
Karena Program pendidikan disusun berdasarkan potensi sekolah
yang tersedia, baik tenaga, finansial, dan sarana prasarana, maka
Program yang dimiliki sekolah satu dengan yang lain berbeda sesuai
dengan potensi dan kemampuan sekolah itu. Dampak dari perbedaan
program ini adalah kualitas pengajaran yang dimiliki setiap sekolah.
Sekolah yang memiliki program terarah, bagus maka akan memiliki
kualitas pengajaran yang bagus pula.
Program pengajaran yang guru buat akan mempengaruhi ke arah
mana proses belajar itu berlangsung. Gaya belajar anak didik digiring
21
22
ke suatu aktivitas belajar yang menunjang keberhasilan program
pengajaran. Penyimpangan perilaku anak didik dari aktivitas belajar
dapat menghambat keberhasilan program pengajaran yang telah
dibuat.22
Program yang dibuat sekolah akan mempengaruhi hasil belajar
siswa. Semakin program yang guru atau sekolah buat, maka akan
membuat pembelajaran semakin terarah dan membuat anak didik
menikmati proses pembelajaran. Selain itu, dengan berbagai program,
bisa menumbuhkan minat dan bakat anak didik di bidang-bidang
tertentu.
c. Sarana dan Fasilitas
Sarana mempunyai arti penting dalam pendidikan. Gedung sekolah
misalnya sebagai tempat yang strategis bagi berlangsungnya kegiatan
belajar mengajar di sekolah. Suatu sekolah yang memiliki kekurangan
dalam hal ruang kelas, sementara jumlah anak didik yang dimiliki
dalam jumlah yang banyak melebihi daya tampung kelas akan banyak
menemukan masalah.
Salah satu masalah yang akan timbul adalah pengelolaan kelas
yang kurang efektif. Banyak konflik yang terjadi antar peserta didik,
dan tempat yang kurang proporsional akan membuat anak didik
terabaikan. Oleh karena itu, sarana yang dimiliki sekolah sangat
22
23
berpengaruh terhadap proses belajar anak dan hasil belajar anak didik
nantinya.
Selain masalah sarana, fasilitas juga kelengkapan sekolah yang
sama sekali tidak bisa diabaikan. Lengkap tidaknya buku-buku di
perpustakaan ikut menentukan kualitas suatu sekolah. Buku pegangan
anak didik harus lengkap sebagai penunjang kegiatan belajar. Dengan
pemilikan buku sendiri anak didik dapat membaca sendiri kapan dan di
manapun ada kesempatan.
3. Indikator Hasil Belajar
Banyak guru yang merasa sukar untuk menjawab pertanyaan yang
diajukan mengenai apakah pengajaran yang telah dilakukannya berhasil
dan apa buktinya? Untuk menjawab pertanyaan itu terlebih dahulu harus
ditetapkan apa yang menjadi kriteria keberhasilan pengajaran, baru
kemudian ditetapkan alat untuk menaikkan keberhasilan tersebut secara
tepat. Menurut Sudjana, kriteria tersebut adalah :23
a. Kriteria ditinjau dari sudut prosesnya.
Kriteria dari sudut prosesnya menekankan kepada pengajaran sebagai
suatu proses yang merupakan interaksi dinamis sehingga siswa
sebagai subjek mampu mengembangkan potensinya melalui belajar
sendiri. Untuk mengukur keberhasilan pengajaran dari sudut
prosesnya dapat dikaji melalui beberapa persoalan di bawah ini :
23
24
1) Apakah pengajaran direncanakan dan dipersiapkan terlebih dahulu
oleh guru dengan melibatkan siswa secara sistematik?
2) Apakah kegiatan siswa belajar dimotivasi guru sehingga ia
melakukan kegiatan belajar dengan penuh kesabaran, kesungguhan,
dan tanpa paksaan untuk memperoleh tingkat penguasaan,
pengetahuan, kemampuan serta sikap yang dikehendaki dari
pengajaran ini ?
3) Apakah guru memakai multimedia?
4) Apakah siswa mempunyai kesempatan untuk mengontrol dan
menilai sendiri hasil belajar yang dicapainya?
5) Apakah proses pengajaran dapat melibatkan semua siswa dalam
kelas?
6) Apakah suasana pengajaran atau proses belajar mengajar cukup
menyenangkan dan merangsang siswa belajar?
7) Apakah kelas memiliki sarana belajar yang cukup kaya, sehingga
menjadi laboratorium belajar?
b. Kriteria ditinjau dari hasilnya
Di samping tinjauan dari segi proses, keberhasilan pengajaran dapat
dilihat dari segi hasil. Berikut ini adalah beberapa persoalan yang
dapat dipertimbangkan dalam menentukan keberhasilan pengajaran
ditinjau dari segi hasil atau produk yang dicapai siswa :
1) Apakah hasil belajar yang diperoleh siswa dari proses pengajaran
25
2) Apakah hasil belajar yang dicapai siswa dari proses pengajaran
dapat diaplikasikan dalam kehidupan siswa?
3) Apakah hasil belajar yang diperoleh siswa tahan lama di ingatan
dan mengendap dalam pikirannya, serta cukup mempengaruhi
perilaku dirinya?
4) Apakah yakin bahwa perubahan yang di tunjukan oleh siswa
merupakan akibat dari proses pengajaran?
4. Pendidikan Agama Islam (PAI)
Ada dua sisi yang dapat di gunakan untuk memahami pengertian
agama Islam, yaitu dari sisi kebahasaan dan sisi peristilahan.
Menurut bahasa, Islam berasal dari bahasa Arab, yaitu kata Salim
yang berarti selamat, sentosa, dan damai. Dari asal kata itu di bentuk kata
aslama, yuslimu, islaman, yang berarti memelihara diri, tunduk, patuh
dan taat. Seseorang yang bersikap sebagaimana di maksud di atas
dinamakan muslim, yaitu orang yang menyatakan dirinya taat,
menyerahkan diri, patuh dan tunduk kepada Allah SWT.24
Dari penjelasan di atas dapat di pahami bahwa Islam dari segi
bahasa mengandung arti patuh, tunduk, taat, dan berserah diri kepada
Allah dalam upaya mencari keselamatan dan kebahagiaan dunia akhirat.
24
26
Secara istilah (terminologi), Islam berarti suatu nama bagi Agama
yang ajaran-ajarannya di wahyukan Allah kepada manusia melalui
seorang Rasul, yaitu Nabi Muhammad S.A.W.25
Dari segi misi yang dibawa, yaitu kepatuhan dan ketundukan
kepada Allah SWT, untuk memperoleh keselamatan dan kebahagiaan
dunia dan akhirat, Islam adalah agama sepanjang sejarah manusia. Islam
adalah agama seluruh para Nabi dan Rasul yang di utus Allah SWT. Hal
ini telah termaktub dalam Al-Qur’an yaitu Q.S Al-Baqarah 132 :
Artinya :“Dan Ibrahim telah Mewasiatkan Ucapan itu kepada anak-anaknya,
demikian pula Ya'qub. (Ibrahim berkata): "Hai anak-anakku! Sesungguhnya Allah telah memilih agama ini bagimu, Maka janganlah kamu mati kecuali dalam memeluk agama Islam".(Q.S. Al-Baqarah 132)
Ayat di atas menjelaskan bahwa pada zaman nabi Ibrahim, Allah
sudah menetapkan Agama Islam adalah agama yang paling benar, dan
Nabi Ibrahim telah di tugaskan oleh Allah untuk menyi’arkan Agama
Islam, terutama kepada Anak-anaknya.
Untuk bisa mewujudkan misi yang dibawa yaitu kepatuhan dan
kebahagiaan hidup di dunia serta untuk menjadi seorang yang muslim,
maka diperlukan yang namanya Pendidikan Agama Islam.
25
27
Pendidikan Agama Islam dilakukan untuk menyiapkan peserta
didik meyakini, memahami, dan mengamalkan ajaran-ajaran Islam.
Pendidikan tersebut melalui kegiatan bimbingan, pengajaran, atau
pelatihan yang telah ditentukan untuk mencapai tujuan yang telah
ditetapkan.26
Pendidikan Agama Islam dapat diartikan sebagai program yang
terencana dalam menyiapkan peserta didik untuk mengenal, memahami,
menghayati, hingga mengimani ajaran agama Islam serta diikuti tuntunan
untuk menghormati penganut agama lain dalam hubungannya dengan
kerukunan antar umat beragama hingga terwujud kesatuan dan persatuan
bangsa.
5. Hasil Belajar PAI
Di dalam dunia pendidikan, hasil belajar memang adalah tujuan
yang paling penting di semua mata pelajaran. Begitu pula pada mata
pelajaran Pendidikan Agama Islam (PAI).
Hasil belajar PAI adalah segala bentuk pencapaian kinerja belajar
peserta didik dalam memahami dan mencapai tujuan-tujuan pembelajaran
Pendidikan Agama Islam. Tujuan-tujuan yang harus dicapai adalah
pemahaman akan kepatuhan dan kebahagiaan hidup di dunia serta untuk
menjadi seorang peserta didik yang bertakwa kepada Allah SWT
(muslim).
26
28
Menurut Abbas Mahjub mengatakan bahwa tujuan pendidikan
agama Islam adalah mengembangkan ilmu pengetahuan dan budaya serta
aplikasinya dalam realitas kehidupan untuk menciptakan suatu sikap
tanggung jawab untuk menghadapi berbagai tantangan dunia nyata.27
B. Tinjauan Madrasah Diniyah
Madrasah berasal dari bahasa Arab, daras, yadrusu, madrasah, yang
berarti tempat belajar. Madrasah selanjutnya menjadi lembaga pendidikan
umum berciri khas keagamaan, yang pengelolaannya berada di bawah
Kementrian Agama Republik Indonesia.28
Padanan Madrasah dalam bahasa Indonesia adalah sekolah yang lebih
dikhususkan bagi sekolah-sekolah agama Islam. Selain itu, ada yang
mengartikan madrasah adalah Nama dari suatu lembaga di mana ilmu-ilmu
keislaman diajarkan.29
Dari penjelasan tersebut dapat dipahami bahwa madrasah adalah suatu
lembaga sekolah yang pembelajarannya menekankan pada ilmu-ilmu
keislaman. Perkataan madrasah di tanah Arab di tunjukkan untuk sekolah
pada umumnya. Namun di Indonesia, Madrasah di peruntukkan untuk
sekolah-sekolah khusus pembelajaran ajaran-ajaran Islam. Pada prinsipnya,
madrasah adalah kelanjutan dari sistem pesantren. Namun ada perbedaan di
antara keduanya.
27
Sri Minarti, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta : AMZAH, 2013) hal 37
28
Abuddin Nata, Sejarah Sosial Intelektual Islam dan Institusi Pendidikannya,
(Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2012) hal 298
29
29
Di dunia pesantren di kenal dengan beberapa elemen-elemen pokok,
yaitu: pondok, masjid, pengajian kitab-kitab klasik, santri dan kiai. Pada
sistem madrasah tidak mesti ada pondok, masjid, dan pengajian kitab-kitab
klasik. Elemen-elemen yang utama di madrasah adalah adanya : lokal
tempat belajar, guru, siswa, dan rencana pelajaran, pimpinan.30
Dilihat dari pemaparan di atas, dapat di pahami bahwa sistem
Madrasah pada dasarnya mirip dengan sistem sekolah umum di Indonesia.
Para siswa tidak wajib tinggal mondok di kompleks madrasah, siswa cukup
datang ke madrasah pada jam-jam berlangsung pelajaran pada pagi atau sore
hari.
Secara historis, embrio atau cikal bakal timbulnya madrasah diniyah
telah terjadi sejak awal masuknya Islam di Indonesia ini, kendati
menggunakan nama dan bentuk yang berbeda-beda, tetapi substansinya
sama seperti pengajian di masjid, surau, rangkang, langgar, rumah kiai, dan
sebagai nya. Pada mulanya madrasah diniyah ini berfungsi memberi
pemahaman dasar-dasar keislaman kepada masyarakat Muslim. Setelah
sekolah-sekolah sekuler berdiri dan masyarakat banyak yang cenderung
pada sekolah-sekolah sekuler itu, maka fungsi madrasah diniyah ini
bergeser menjadi penyeimbang dan pelengkap terhadap sekolah-sekolah
sekuler itu.31
Lembaga pendidikan Islam madrasah, sejak tumbuhnya merupakan
lembaga pendidikan yang mandiri, tanpa bantuan dan bimbingan pemerintah
30
Ibid.
31
30
kolonial Belanda. Setelah Indonesia merdeka, madrasah dan pesantren
mulai mendapatkan perhatian dan pembinaan dari Pemerintah Republik
Indonesia. UUD 1945 mengamanatkan agar mengusahakan terbentuknya
suatu sistem pendidikan dan pengajaran yang bersifat nasional. (UUD 1945
pasal 31:2)
Dalam rangka merealisasikan amanat tersebut, maka Badan Pekerja
Komite Nasional Indonesia Pusat (BPKNIP) sebagai Badan Pekerja MPR
pada masa itu, merumuskan pokok-pokok Usaha Pendidikan dan
pengajaran, yang terdiri dari 10 pasal. Pada pasal 5 menetapkan bahwa :
Madrasah dan pesantren yang pada hakikatnya adalah salah satu alat dan sumber pendidikan dan pencerdasan rakyat jelata yang sudah berurat dalam masyarakat Indonesia umumnya, hendaklah pula mendapat perhatian dan bantuan yang nyata berupa tuntutan dan
bantuan materil dari pemerintah.32
Dalam hal pembinaan dan pengembang, maka pemerintah
menyerahkan wewenang itu pada Departemen Agama. Maksud dari
pemberian pembinaan dan pengembangan madrasah adalah agar madrasah
sebagai lembaga pendidikan Islam berkembang secara terintegrasi dalam
suatu sistem pendidikan Nasional.
Untuk meningkatkan mutu pendidikan Madrasah, maka
dikeluarkanlah SKB3 Menteri yang menetapkan :
1. Ijazah madrasah dapat mempunyai nilai yang sama dengan nilai
ijazah sekolah umum yang setingkat.
32
31
2. Lulusan madrasah dapat melanjutkan ke sekolah umum setingkat
lebih atas.
3. Siswa madrasah dapat berpindah ke sekolah umum yang
setingkat.33
Dari penetapan SKB3 Menteri di atas dapat dipahami bahwa
Madrasah-madrasah di Indonesia telah sejajar dengan sekolah-sekolah
umum. Ini memberikan peluang bagi siswa-siswa di madrasah untuk
mengecap mata pelajaran umum sama halnya dengan siswa di
sekolah-sekolah Umum. Akan tetapi, tidak semua madrasah dapat mengadaptasikan
dirinya dengan SKB3 Menteri tersebut. Masih ada sebagian madrasah yang
tetap mempertahankan pola lamanya, yaitu semata-mata memberikan
pendidikan dan pengajaran agama murni. Madrasah inilah yang yang
disebut madrasah Diniyah.
Madrasah diniyah berkembang dari bentuk yang sederhana, yaitu
pengajian di masjid-masjid, langgar, dan surau. Madrasah pada mulanya
hanya mengajarkan ilmu-ilmu dan bahasa Arab. Dan pada
perkembangannya, Madrasah diberikan mata pelajaran umum, namun
Madrasah Diniyah tetap mengkhususkan pada mata pelajaran Agama dan
bahasa Arab.
Madrasah Diniyah ada yang diselenggarakan di dalam pondok, ada
yang di luar pondok. Setelah Indonesia merdeka, madrasah diniyah terus
berkembang terutama madrasah diniyah yang berada di luar pondok.
33
32
Kesadaran masyarakat terhadap pentingnya agama, terutama dalam
menghadapi tantangan masa kini dan masa depan, telah mendorong
munculnya tingkat kebutuhan keberagamaan yang semakin tinggi.34
Masyarakat tampaknya masih cenderung tetap mempertahankan
adanya madrasah-madrasah diniyah ini, dengan maksud untuk memberikan
kesempatan kepada murid-murid di sekolah-sekolah umum, yang ingin
memperdalam ilmu pengetahuan agama. Umumnya madrasah-madrasah
diniyah ini, masih tetap dipertahankan dalam lingkungan pondok pesantren
atau langgar serta masjid.
Orang tua yang menyekolahkan anaknya di sekolah umum, banyak
yang merasa bahwa pendidikan agama di sekolah belum cukup dalam
menyiapkan keberagamaan anaknya sampai ke tingkat yang memadai untuk
mengarungi kehidupan kelak. Salah satu upaya yang mereka lakukan adalah
memasukkan anak mereka ke madrasah diniyah.35
Dari penjelasan di atas dapat dipahami bahwa keberadaan madrasah
diniyah sangat di butuhkan oleh masyarakat, khususnya masyarakat yang
merasa belum cukup memadai dalam memahami ajaran-ajaran Islam.
C. Teori Perbandingan Madrasah Diniyah dan Non Diniyah
Dalam Menghadapi pembaharuan pendidikan yang terjadi di
Indonesia, dunia pendidikan Islam pun mengadakan pembaharuan. Upaya
membakukan bentuk diniyah mulai dilakukan sejak tahun 1964, dengan
34
Departemen Agama RI, Pondok Pesantren dan Madrasah Diniyah Pertumbuhan dan Perkembangannya,(Jakarta : t.p, 2003) hal 22
35
33
ditetapkannya Peraturan Menteri Agama Nomor : 13 tahun 1964 yang
antara lain dijelaskan berikut :
1. Madrasah Diniyah ialah lembaga pendidikan yang memberikan
pendidikan dan pengajaran secara klasikal dalam pengetahuannya agama
Islam kepada pelajar bersama-sama sedikitnya berjumlah 10 (sepuluh)
orang atau lebih, di antara anak-anak yang berusia 7 (tujuh) sampai
dengan 18 (delapan belas) tahun.
2. Pendidikan dan pengajaran pada madrasah diniyah bertujuan untuk
memberi tambahan pengetahuan agama kepada pelajar-pelajar yang
merasa kurang menerima pelajaran agama di sekolah-sekolah umum.
3. Madrasah diniyah ada 3 (tiga jenjang) tingkatan yakni : Diniyah
Awaliyah, Diniyah Wustha, dan Diniyah Aliyah/’Ula.36
Madrasah Diniyah dimaksud terdiri dari 3 jenjang atau tingkatan,
yaitu :
1. Madrasah Diniyah Awaliyah :
Yaitu madrasah yang khusus mempelajari pengetahuan ilmu agama Islam
pada tingkat dasar.
2. Madrasah Diniyah Wustho ;
Yang khusus mengajarkan ilmu pengetahuan agama pada tingkat
menengah pertama.
3. Madrasah Diniyah Aliyah ;
Mengajarkan ilmu pengetahuan agama pada tingkat menengah atas.37
36
34
Dari sini dapat di pahami bahwa madrasah diniyah mengalami
pergeseran menjadi lembaga pendidikan Islam yang berposisi dan berfungsi
sebagai pemberi tambahan dan pendalaman pengetahuan agama Islam
kepada pelajar-pelajar sekolah Umum (sekuler), baik pada jenjang Sekolah
Dasar, Sekolah Menengah Pertama, Sekolah Menengah Atas. Untuk itu,
jenjang pendidikan madrasah diniyah disesuaikan dengan jenjang
pendidikan sekolah umum meskipun durasi waktu belajarnya berbeda.
Yaitu, Diniyah Awaliyah selama 4 tahun, Diniyah Wistha selama 2 tahun,
dan Diniyah Ulya selama 2 tahun.
Adapun kurikulum madrasah diniyah berkisar pada materi yang
selama ini dianggap rumpun materi agama, yaitu Al-Qur’an hadits baik
materi maupun ilmunya, akidah-akhlak, Fiqh-ushul fiqh, praktik ibadah,
sejarah kebudayaan islam, dan bahasa Arab. Untuk lebih jelasnya, dapat
diperhatikan pada tabel berikut :38
1. Kurikulum Diniyah Awaliyah dan Wustha
Bidang Study
Jenjang Kelas
Diniyah Awaliyah Diniyah
Wustha
I II III IV I II
Qur’an Hadits 4 4 8 8 8 8
a. Qur’an (4) (4) (2) (2) (2) (2)
b. Hadits - - (2) (2) (2) (4)
c. Terjemah Tafsir - - (2) (2) (2) (2)
d. Tajwid - - (2) (2) - -
37
Ibid,hasbullah hal183
38
35
Akidah Aklak 4 4 2 2 2 2
Fiqh-Ibadah 4 4 2 2 2 2
Sejarah Kebudayaan Islam 2 2 2 2 2 2
Bahasa Arab 2 2 2 2 2 2
Praktik Ibadah 2 2 2 2 2 2
Jumlah 18 18 18 18 18 18
2. Kurikulum Diniyah Takmiliyah Ulya
Bidang Study
Kelas
Keterangan
I II
Qur’an Hadits 4 4
a. Tafsir-Ilmu Tafsir (2) (2)
b. Hadits-Ilmu Hadits (2) (2)
Akhlak-Ilmu Tauhid 2 2
Fiqh 4 2
Ushul Fiqh - 2
Sejarah Kebudayaan Islam 2 -
Perbandingan Agama - 2
Bahasa Arab 4 4
Praktik Ibadah 2 2
Jumlah 18 18
Keterangan :
1. Satu jam pelajaran berarti :
a. Kelas I Madrasah Diniyah Awaliyah (MDA) 30 menit.
b. Kelas II s.d IV Madrasah Diniya Awaliyah (MDA) 40 menit.
c. Kelas I s.d II Madrasah Diniyah Wustha (MDW) 45 menit.
36
2. Jumlah jam pelajaran perminggu :
a. Kelas I s.d IV MDA minimal 18 jam pelajaran.
b. Kelas I s.d II MDW minimal 18 jam pelajaran.
c. Kelas I s.d II MDU minimal 18 jam pelajaran.
Selanjutnya, kompetensi lulusan madrasah diniyah ini didesain untuk
memiliki kemampuan di seputar ketakwaan, akhlak yang mulia, sikap
sebagai warga negara yang baik, kepribadian yang baik, percaya diri, sehat
jasmani dan rohani, sikap sosial yang terpuji, dan kemampuan berbakti
kepada Allah.39 Jadi, lulusan dari madrasah Diniyah ini di arahkan kepada
hubungan vertikal kepada Allah dan hubungan sosial kepada masyarakat.
Dilihat dari kurikulum yang dimiliki oleh madrasah Diniyah di atas,
dapat dilihat bahwa memang madrasah diniyah memiliki pembelajaran
tambahan untuk menopang dan menyeimbangkan pengetahuan agama
peserta didik yang mengecap pendidikan formal.
Bila dibandingkan dengan Non Diniyah (formal), madrasah diniyah
jauh lebih unggul dalam bidang keagamaan. Seperti pembelajaran Hadist
dan SKI serta Bahasa Arab yang terdapat pada kurikulum Madrasah
Diniyah. Pelajaran-pelajaran itu tidak di dapati di dalam kurikulum Non
Diniyah (formal). Berikut adalah kurikulum yang dimiliki oleh sekolah Non
Diniyah :40
39
Ibid, hal. 109 40
37
Pada kurikulum yang tercantum di atas, pelajaran Agama tidak
diberikan secara lebih terperinci, berbeda dengan kurikulum diniyah yang
pelajaran agamanya di berikan lebih terperinci. Sehingga dengan adanya
tambahan dari pembelajaran diniyah itu, bisa membantu peserta didik dalam
meningkatkan hasil belajar mereka, khususnya pada mata pelajaran PAI.
D. Siswa Diniyah dengan Non Diniyah
Peserta didik merupakan bahan mentah dalam proses transformasi
pendidikan Islam. Transformasi ini mengarah pada perkembangan
pendidikan yang berorientasi pada kompetensi di berbagai bidang untuk
menghadapi globalisasi.
Peserta didik yang dalam pengertian umum adalah setiap orang yang
menerima pengaruh dari seseorang atau kelompok yang menjalankan
kegiatan pendidikan.41 Seperti yang tercantum di dalam Al-Qur’an yaitu Q.S
Ar-Rum : 30.
41
38
Maka hadapkanlah wajahmu dengan Lurus kepada agama Allah; (tetaplah atas) fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. tidak ada perubahan pada fitrah Allah. (Itulah) agama yang lurus; tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui.
Dengan melihat kandungan surat Ar-Rum ayat 30 ini dapat kita
pahami bahwa peserta didik sangat memerlukan pendidikan sebagai bentuk
dari eksistensi dan penyempurnaan dirinya sehingga menjadi seorang
manusia seutuhnya. Selain itu, pendidikan sangat penting untuk diberikan
kepada peserta didik, sehingga nanti, itulah yang menentukan masa depan
mereka, terutama mengenai masalah keimanan mereka.
Di dalam dunia pendidikan, peserta didik sering kali di sebut murid,
siswa atau anak didik. Di dalam bahasa Indonesia, makna Siswa, murid,
pelajar, dan peserta didik merupakan sinonim. Semuanya bermakna anak
yang sedang berguru, anak yang sedang memperoleh pendidikan dasar dari
suatu lembaga pendidikan.42 Jadi dapat diartikan bahwa anak didik
merupakan semua orang yang sedang belajar, baik di lembaga pendidikan
formal maupun nonformal.
Santri adalah siswa atau murid yang belajar di pesantren. Begitu pula
di madrasah. Siswa yang belajar di madrasah, disebut santri. Pada
umumnya, santri terbagi dalam dua kategori. Pertama, santri mukim, yaitu
murid-murid yang berasal dari daerah yang jauh dan menetap di pesantren.
42
39
Kedua, santri kalong, yaitu para siswa yang berasal dari desa-desa di sekitar
pesantren. Mereka bolak-balik dari rumahnya sendiri.43 Jenis santri inilah
yang biasanya menuntut ilmu di madrasah. Mereka berangkat pulang – pergi
dari rumah masing-masing seperti halnya ketika mereka belajar di sekolah
umum.
Apabila di tinjau dari siswa, mengingat fungsinya sebagai pelengkap
bagi pendidikan formal, maka siswa diniyah adalah anak-anak atau remaja
yang pagi harinya telah mengikuti pendidikan formal, baik yang berada di
sekolah umum maupun madrasah. Siswa diniyah tidak di tentukan secara
kaku dalam hal usia. Hanya kisarannya mereka memiliki usia selevel usia
sekolah, yaitu antara 6-15 tahun.
Sementara itu, pengertian siswa non Diniyah yaitu anak-anak atau
remaja yang hanya mengikuti pendidikan formal saja tanpa mengikuti
pendidikan tambahan (non formal) dalam hal ini adalah madrasah diniyah.
Dalam kaitannya dengan satuan pendidikan lain, khususnya sekolah
umum dan madrasah, madrasah diniyah dapat dikelompokkan menjadi tiga
tipe, yaitu :
1. Madrasah diniyah wajib, yaitu madrasah diniyah yang menjadi bagian
tak terpisahkan dari sekolah umum atau madrasah. Siswa sekolah umum
atau madrasah yang bersangkutan wajib menjadi siswa madrasah diniyah.
Kelulusan sekolah umum atau madrasah tergantung juga pada kelulusan
madrasah diniyah.
43
40
2. Madrasah diniyah pelengkap, yaitu madrasah diniyah yang diikuti oleh
siswa sekolah umum atau madrasah sebagai upaya menambahkan atau
melengkapi pengetahuan agama dan bahasa Arab yang sudah mereka
peroleh di sekolah umum atau madrasah. Berbeda dengan madrasah
diniyah wajib, madrasah diniyah pelengkap ini tidak menjadi bagian dari
sekolah atau madrasah, tetapi berdiri sendiri. Hanya siswanya berasal
dari sekolah umum atau madrasah.
3. Madrasah diniyah murni, yaitu madrasah yang siswanya hanya
menempuh pendidikan di madrasah diniyah tersebut, tidak merangkap di
sekolah umum maupun madrasah.
E. Hipotesis Penelitian
Hipotesis merupakan jawaban sementara terhadap rumusan masalah
penelitian, di mana rumusan masalah penelitian telah dinyatakan dalam
bentuk kalimat pertanyaan. Dikatakan sementara, karena jawaban yang
diberikan baru berdasarkan pada teori yang relevan, belum didasarkan pada
fakta-fakta empiris yang diperoleh melalui pengumpulan data.44 Jadi
hipotesis juga dapat dinyatakan sebagai jawaban teoritis terhadap rumusan
masalah penelitian, belum jawaban yang empirik dengan data.
Penelitian yang merumuskan hipotesis adalah penelitian yang
menggunakan pendekatan kuantitatif. Pada penelitian kualitatif, tidak
dirumuskan hipotesis, tetapi justru diharapkan dapat ditemukan hipotesis.
44
41
Sedangkan Suharsimi Arikunto memberikan pengertian bahwa
hipotesis adalah kebenaran sementara yang ditentukan oleh peneliti45, tetapi
harus dibuktikan atau di tes atau di uji kebenarannya. Hipotesis ini ada dua
macam yaitu : Hipotesis nol (Ho) yang menyatakan adanya persamaan atau
tidak adanya perbedaan antara dua kelompok atau lebih dan hipotesis
kerja/alternatif (Ha) yang menyatakan adanya hubungan antara variabel x
dan variabel y atau adanya perbedaan antara x dan y.
Guna menjawab rumusan masalah yang diajukan, maka hipotesis
atau jawaban sementara yang akan dibuktikan kebenarannya melalui proses
penelitian ini : “STUDI KOMPARASI HASIL BELAJAR PAI SISWA
DINIYAH DENGAN SISWA NON DINIYAH SMP AL-ANWARI
TANAH MERAH LAOK BANGKALAN”
Ho : Tidak ada Perbedaan hasil belajar PAI Siswa Diniyah dengan Siswa
Non Diniyah SMP Al-Anwari Tanah Merah Laok Bangkalan.
Ha : Ada Perbedaan hasil belajar PAI Siswa Diniyah dengan Siswa Non
Diniyah SMP Al-Anwari Tanah Merah Laok Bangkalan.
Setelah penelitian ini di lakukan, jika (Ho) di terima, maka (Ha) di
tolak. Begitu sebaliknya, jika (Ho) di tolak, maka (Ha) di terima.
45
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN A. Jenis Penelitian
Berdasarkan pendekatannya, penelitian ini termasuk dalam jenis
penelitian Kuantitatif dan Kualitatif (campuran). Di mana penelitian
kuantitatif adalah penelitian yang digunakan untuk menjawab permasalahan
melalui teknik pengukuran yang cermat terhadap variabel-variabel tertentu,
sehingga menghasilkan simpulan-simpulan yang dapat digeneralisasikan.45
Sedangkan penelitian Kualitatif adalah penelitian yang berlandaskan pada
filsafat Postpositivisme, digunakan untuk meneliti pada kondisi obyek yang
alamiah.46 Jadi, penelitian ini akan menggabungkan antara data statistik dan
data di lapangan yang di analisis secara alamiah.
Metode kuantitatif sering dipasangkan dengan metode kualitatif dan
di beri nama metode tradisional dan metode baru, metode positivistik dan
metode postpossitivistik, dan lain-lain. Jadi metode kuantitatif adalah metode
tradisional dan metode kualitatif adalah metode baru.
Metode kuantitatif di namakan metode tradisional, karena metode ini
sudah cukup lama digunakan sehingga sudah mentradisi sebagai metode
untuk penelitian. Disebut sebagai metode positivistik karena metode
kuantitatif ini berlandaskan pada filsafat positivistik. Metode kualitatif di
45
Zainal Arifin, Penelitian Pendidikan, (Bandung : PT.RemajaRosdakarya, 2012) h.29. 46
43
namakan metode baru karena popularitasnya belum lama, di namakan metode
postpositivistik karena berlandaskan pada filsafat postpositifistik.47
Sedangkan berdasarkan fungsinya, penelitian ini termasuk dalam
Penelitian Tindakan (Action Research). Penelitian Tindakan adalah suatu
bentuk penelitian refleksi diri melalui tindakan nyata dalam situasi yang
sebenarnya. Tujuan dari penelitian ini salah satunya adalah untuk
meningkatkan hasil kegiatan.
Penelitian “STUDI PERBANDINGAN HASIL BELAJAR PAI
SISWA DINIYAH DENGAN SISWA NON DINIYAH SMP AL-ANWARI
TANAH MERAH LAOK BANGKALAN” termasuk ke dalam penelitian
Kuantitatif.
B. Variabel Penelitian
Jika ada pertanyaan tentang apa yang anda teliti, maka jawabannya
berkenaan dengan variabel penelitian. Jadi, variabel penelitian pada dasarnya
variabel penelitian adalah segala sesuatu yang berbentuk apa saja yang telah
di tetapkan oleh peneliti untuk di pelajar sehingga diperoleh informasi tentang
hal tersebut, kemudian di tarik kesimpulan.48
Karlinger menyatakan bahwa variabel adalah konstruk atau sifat
yang akan di pelajar. Diberikan contoh misalnya tingkat aspirasi, penghasilan,
pendidikan, status sosial, jenis kelamin, golongan gaji, dan lain-lain.
Sedangkan Hatch dan Farhady mengartikan bahwa variabel adalah atribut
47
Ibid, h13
48
44
dari bidang keilmuan atau kegiatan tertentu. Tinggi, berat badan, sikap,
motivasi, kepemimpinan, disiplin kerja, merupakan atribut-atribut dari setiap
orang.49
Berdasarkan pengertian-pengertian di atas, maka dapat dirumuskan
di sini bahwa variabel penelitian adalah suatu atribut atau sifat atau nilai dari
orang, objek atau kegiatan yang mempunyai variasi tertentu yang ditetapkan
oleh penelitian untuk dipelajari dan ditarik kesimpulannya.
Menurut hubungan antara satu variabel dengan variabel yang lain,
maka macam-macam variabel dalam penelitian dapat dibedakan menjadi :
1. Variabel Independen
Variabel ini sering di sebut variabel stimulus, predikator. Dalam bahasa
Indonesia sering disebut sebagai variabel bebas. Variabel bebas adalah
merupakan variabel yang mempengaruhi atau yang menjadi sebab
perubahannya atau timbulnya variabel dependen (terikat).50 Dalam
kaitannya dengan penelitian yang berjudul “STUDI PERBANDINGAN
HASIL BELAJAR PAI SISWA DINIYAH DENGAN SISWA NON
DINIYAH SMP AL-ANWARI TANAH MERAH LAOK
BANGKALAN” ini, yang menjadi variabel independen adalah Siswa
Diniyah dengan siswa Non Diniyah.
2. Variabel Dependen
Sering disebut sebagai variabel output, kriteria, konsekuen. Dalam bahasa
Indonesia sering disebut sebagai variabel terikat. Variabel terikat