• Tidak ada hasil yang ditemukan

KORELASI ANTARA KEGIATAN KEAGAMAAN DENGAN PEMBENTUKAN AKHLAK PESERTA DIDIK DI SMA ISLAM SIDOARJO.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "KORELASI ANTARA KEGIATAN KEAGAMAAN DENGAN PEMBENTUKAN AKHLAK PESERTA DIDIK DI SMA ISLAM SIDOARJO."

Copied!
136
0
0

Teks penuh

(1)

SKRIPSI

Oleh:

SABTA AGUSTIEN SIESEVA NIM. D3121212115

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL SURABAYA FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN

(2)
(3)
(4)
(5)
(6)

vi

Oleh : SABTA AGUSTIEN SIESEVA, NIM: D31212115. “KORELASI ANTARA KEGIATAN KEAGAMAAN DENGAN PEMBENTUKAN AKHLAK PESERTA DIDIK DI SMA ISLAM SIDOARJO”

Keyword : Kegiatan Keagamaan, Pembentukan Akhlak

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui korelasi antara kegiatan keagamaan dengan pembentukan akhlak peserta didik di SMA Islam Sidoarjo. Penelitian ini adalah penelitian kuantitatif. Kemudian Kegiatan keagamaan sebagai variabel bebas

(Independent) dan pembentukan akhlak peserta didik sebagai variabel terikat

(dependent). Pengujian hipotesis dilakukan dengan menggunakan teknik probability

sampling dengan jenis teknik random sampling dengan menyebarkan angket yang

berjumlah 20 soal yang terdiri atas 10 soal tentang kegiatan keagamaan dan 10 soal untuk pembentukan akhlak peserta didik yang diberikan kepada 78 siswa kelas X,XI dan XII.

Adapun teknik yang dipakai dalam pengumpulan data adalah menggunakan observasi, wawancara, angket, dan dokumentasi. Data penelitian yang terkumpul kemudian dianalisis dengan menggunakan analisis regresi sederhana. Hasil dari penghitungan menggunakan regresi sederhana menunjukkan bahwa nilai F hitung sebesar 116,874 dan F tabel pada nilai N= 78 adalah 12,7062 sedangkan nilai t hitung sebesar 10.811 dan t tabel sebesar 1,980. Karena nilai F hitung > F tabel (116,874 > 12,7062) dan nilai t hitung > t tabel, 10.811 > 1,980 di tambah lagi dengan nilai signifiasi 0,000 < 0,05. Dengan demikian dikatakan bahwa H0 ditolak

dan Ha diterima artinya terdapat korelasi antara kegiatan keagamaan dengan pembentukan akhlak peserta didik di SMA Islam Sidoarjo dapat di katakan juga bahwa semakin tinggi kegiatan keagamaan maka semakin tinggi pula pembentukan akhlak peserta didik.

(7)

viii

SAMPUL DALAM ... i

PERSETUJUAN PEMBIMBING SKRIPSI ... ii

PENGESAHAN TIM PENGUJI SKRIPSI ... iii

HALAMAN MOTTO ... iv

HALAMAN PERSEMBAHAN ... v

ABSTRAK ... vi

KATA PENGANTAR ... vii

DAFTAR ISI ... ix

DAFTAR TABEL ... xii

DAFTAR TRANSLITERASI ... xiv

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1

B. Rumusan Masalah ... 6

C. Tujuan Penelitian ... 7

D. Manfaat Penelitian ... 7

E. Penelitian terdahulu……… ... 8

F. Definisi Operasional ... 8

G. Sistematika Pembahasan ... 10

(8)

ix

3. Pelaksanaan Kegiatan Keagamaan ... 20

B.Tinjauan Tentang Pembentukan Akhlak 1. Pengertian Pembentukan Akhlak ... 21

2. Dasar Akhlak ... 24

3. Ruang Lingkup Akhlak ... 26

4. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pembentukan Akhlak ... 29

5. Tujuan Pembentukan Akhlak ... 31

6. Metode Pembentukan Akhlak ... 32

C.Korelasi Antara Kegiatan Keagamaan dan Pembentukan Akhlak Peserta Didik (Analisis Teori) ... 35

D.Hipotesis Penelitian ... 38

BAB III METODE PENELITIAN A.Jenis dan Rancangan Penelitian ... 40

B.Variabel dan Indikator Penelitian ... 44

C.Instrumen Penelitian ... 46

D.Populasi dan Sampel ... 54

E. Tehnik Pengumpulan Data ... 57

F. Tehnik Analisis Data ... 60

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Deskripsi Sekolah ... 64

B. Penyajian Data ... 72

(9)

x

B. Saran ... 124

(10)

BAB I

PENDAHULUAN

A.Latar Belakang

Pendidikan merupakan salah satu aspek yang sangat penting untuk membentuk generasi yang siap mengganti tongkat estafet generasi tua dalam rangka membangun masa depan.1 Demikian pula peranan pendidikan islam di kalangan umat islam merupakan salah satu bentuk manifestasi cita-cita hidup untuk melestarikan, mengalihkan, menanamkan (internalisasi), dan mentransformasikan nilai-nilai islam tersebut kepada generasi penerusnya sehingga nilai-nilai kultural religius yang dicita-citakan dapat tetap berfungsi dan berkembang sesuai dengan kemajuan zaman dan teknologi.

Dunia pendidikan saat ini sedang dilanda mania modernisasi, yaitu suatu orientasi dimana pendidikan harus mengarah pada penguasaan ilmu-ilmu pengetahuan dan teknologi. Modernisasi kehidupan masyarakat akibat perkembangan dan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi diakui telah melahirkan kemajuan dan peningkatan kesejahteraan masyarakat. Namun disisi lain membawa pula dampak negatif yang mengarah kepada perusakan sendi-sendi moral anak diantaranya lahirnya media massa dengan berbagai bentuknya dan

1

Istighfarotur Rahmaniyah, Pendidikan Etika, (Malang: UIN-Maliki Press, 2010), h.1

(11)

televisi dengan berbagai tayangan yang disuguhkan, seringkali bertentangan dengan nilai-nilai agama dan budaya bangsa.2

Mengatasi hal tersebut, pemerintah berusaha melalui berbagai cara, sebagaimana tujuan pendidikan, menurut Sistem Pendidikan Nasional (SISDIKNAS) UU RI No.20 Tahun 2003 Bab II Pasal 3 dinyatakan:

“Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga Negara yang demokratis serta bertanggung jawab.”3

Subyek dan obyek dari pembangunan bangsa Indonesia dalam hal pendidikan adalah generasi muda yaitu siswa. Oleh sebab itu siswa harus memperoleh pendidikan yang baik khususnya pedidikan agama supaya perilaku siswa tidak cenderung mengarah ke hal-hal yang bersifat negatif, sebab arah dari pendidikan agama adalah pembentukan pribadi muslim yang taat, berilmu dan beramal.

Agama merupakan realitas yang tidak dapat dipisahkan dalam kehidupan, baik individu maupun kolektif. Agama memberi sumbangan , ketidakberdayaan, agama memberikan jawaban dan petunjuk terhadap persoalan yang dihadapi manusia. Fungsi agama bagi manusia adalah menyediakan dasar pokok sebagai

2

Husni Rahim, Arah Baru Pendidikan Islam di Indonesia, (Jakarta: Logos, 2001), h.45

3

(12)

pijakan dan jaminan serta memberi rangsangan bagi seseorang atau masyarakat untuk berusaha.4

Agama juga memiliki peranan penting untuk membentuk akhlak dan mental manusia dalam menjalani proses kehidupan ini. Karena di dalam agama terdapat aturan-aturan dan paduan supaya kita manusia bisa dan mampu untuk melakukan segala aktivitas dan perilaku supaya manusia kembali kepada Tuhan dalam keadaan yang baik.

Penanaman nilai aqidah dan perilaku keagamaan sangat diutamakan dan sangat esensial, sebab akan membimbing anak ke jalan yang benar dan dapat menjadikan anak yang saleh dan solihah. Penanaman nilai rohaniah kepada anak, sama halnya dengan memberikan ajaran agama kepada anak.

Dalam pembinaan perilaku yang tidak didasarkan pada ajaran yang sifatnya perintah dan larangan semata. Namun pendidikan akhlak dalam membentuk jiwa diatas aspek-aspek keutamaan yang bisa membawa hasil sangat memerlukan waktu yang cukup dan pengelolaan yang terus menerus. Oleh karena itu seorang pendidik harus mampu memberi pengaruh yang baik pada peserta didik dengan cara membentuk akhlak yang mulia.5

Program kegiatan keagamaan dapat membiasakan peserta didik terampil mengorganisasi, mengelola, menambah wawasan, maupun memecahkan masalah dan manfaat program kegiatan keagamaan ini diharapkan tidak hanya dirasakan

4

Hasan Langgulung, Manusia dan Pendidikan, (Jakarta: Pustaka Al Husna, 1986), h.396

5

(13)

ketika peserta didik menjadi pelajar, tetapi sampai seterusnya, di dalam kehidupan bermasyarakat. Selain itu program kegiatan keagamaan penting dilaksanakan di sekolah dikarenakan realitas yang terjadi di masyarakat saat ini, mayoritas orang tua kurang dapat memberikan pemahaman pendidikan agama kepada anaknya dengan baik. Hal ini dikarenakan para orang tua sendiri tidak sepenuhnya menguasai dan memahami kaidah-kaidah agama atau pengetahuan agama, sehingga mereka tidak dapat mengamalkannya. Disadari atau tidak hal tersebut ternyata berakibat negatif pada perkembangan keagamaan anak, yaitu anak kurang dapat ,memahami dan mengamalkan ajaran Islam dengan baik. Faktor lain yang mungkin dapat menjadi penyebab timbulnya persoalan tersebut yaitu minimnya pendidikan agama yang didapat peserta didik di sekolah seringkali tidak mendapat dukungan dari lingkungan sekitarnya.

Berbicara masalah pembentukan akhlak sama halnya dengan berbicara tentang tujuan pendidikan. Akhlak sebagai potensi yang bersemayam dalam jiwa ,menunjukkan bahwa akhlak itu abstrak, tidak dapat di ukur oleh indrawi manusia. Untuk memberi penilaian baik dan buruknya akhlak seseorang dapat dilihat dari perbuatan yang sudah menjadi kebiasaannya dan inilah yang disebut dengan perbuatan akhlak.6

Permasalahan akhlak memang bisa mengalami suatu pasang surut, dalam arti bahwa akhlak ada kalanya baik dan ada kalanya buruk pada suatu masyarakat atau

6

(14)

suatu kurun waktu tertentu. yang penting untuk dipahami ialah tentang bagaimana permasalahan akhlak itu bisa diatasi dengan baik agar tidak mengalami kemunduran (degradasi), sehingga pada masa yang akan datang generasi terjaga dari kerusakan akhlak. Jadi, pembentukan akhlak adalah bagaimana merubah seseorang untuk menimbulkan perbuatan baik dengan mudah sehingga kita sebagai manusia dapat diterima dengan mudah dalam hidup berkelompok.

Dalam penelitian ini yang lebih difokuskan adalah pembentukan akhlak siswa yang dibatasi dalam hal-hal antara lain : ketaatan siswa terhadap tata tertib sekolah, terhadap kewajiban agama, sikap terhadap guru dan teman.

Ada beberapa aspek yang bisa membentuk perilaku akhlakul karimah peserta didik di SMA Islam Sidoarjo, diantaranya dengan mengadakan kegiatan keagamaan misalnya : shalat dhuha, istighosah, yasin dan tahlil. Kegiatan keagamaan peserta didik bertujuan untuk mendapatkan hubungan positif dalam hal pembentukan akhlak yang baik. Adapun tujuan mengenai shalat dhuha di sekolah untuk beribadah kepada sang pemberi hidup, namun bertujuan juga untuk mempererat persaudaraan antara sesama saudara seiman, menjaga kehangatan hubungan antara siswa dengan guru, sedangkan istighosah tujuannya untuk menanamkan keyakinan bagi siswa kepada Allah tentang adanya Tuhan beserta ciptaannya. Membaca yasin dan tahlil bertujuan membiasakan diri untuk membaca Al-Qur’an. Dengan membaca Al-Qur’an akan timbul rasa senang, nyaman

(15)

SMA Islam Sidoarjo adalah salah satu lembaga pendidikan yang bercirikan sekolah Islami dengan memberikan modal pendidikan di dalamnya terdapat macam kegiatan pembelajaran baik yang berhubungan dengan teknologi maupun etika dan moral siswa. Dalam meningkatkan kualitas pelayanan dan pelaksanaan pendidikan untuk mengantarkan siswa siswi memiliki keunggulan intelektual dan spiritual yang dilandaskan Iman dan taqwa serta membentuk peserta didik agar mempunyai akhlak yang mulia.

Berangkat dari permasalahan di atas, SMA Islam Sidoarjo merasa bahwa kegiatan keagamaan di sekolah sangat penting dan perlu dilaksanakan sebagai upaya dalam menanamkan kebiasaan dan memberikan latihan keagamaan. Sehingga diharapkan lama kelamaan pada diri anak akan tumbuh rasa senang melakukan ibadah. Dengan kegiatan keagamaan tersebut diharapkan peserta didik mampu mendalami dan menghayati nilai-nilai ajaran Islam kemudian mengamalkannya dalam kehidupan sehari-hari.

Dalam kegiatan keagamaan memiliki peran yang sangat besar dalam membentuk akhlak yang baik. Dengan demikian mendorong peneliti untuk melakukan penelitian tentang : “Korelasi antara Kegiatan Keagamaan dengan

Pembentukan Akhlak Peserta Didik di SMA Islam Sidoarjo”

B. Rumusan Masalah

(16)

1. Bagaimana kegiatan keagamaan peserta didik di SMA Islam Sidoarjo? 2. Bagaimana pembentukan akhlak peserta didik di SMA Islam Sidoarjo?

3. Adakah korelasi antara kegiatan kegamaan dengan pembentukan akhlak peserta didik di SMA Islam Sidoarjo ?

C. Tujuan Penelitian

Bertolak dari rumusan masalah di atas, penelitian ini dilakukan dengan tujuan sebagai berikut :

1. Untuk mengungkapkan kegiatan keagamaan peserta didik di SMA Islam Sidoarjo.

2. Untuk mengungkapkan pembentukan akhlak peserta didik di SMA Islam Sidoarjo.

3. Untuk mengungkapkan ada tidaknya korelasi antara kegiatan kegamaan terhadap pembentukan akhlak peserta didik di SMA Islam Sidoarjo.

D. Kegunaan Penelitian

Suatu penelitian dikatakan berhasil apabila dapat memberikan manfaat pada dunia pendidikan. Dalam penelitian ini, penulis mengharapkan adanya manfaat atau kegunaan, khususnya bagi peneliti sendiri dan umumnya bagi yang berkepentingan di bidang pendidikan. Adapun manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

(17)

1. Secara teoritis

a. Sebagai pengembangan ilmu itu sendiri khususnya dalam bidang pendidikan.

b. Sebagai penambah wawasan keilmuan serta melatih diri peserta didik dalam menerapkan ilmu yang telah diperoleh.

2. Secara Praktis

a. Sebagai alternatif solusi serta langkah pembinaan dan peningkatan mutu pendidikan di SMA Islam Sidoarjo.

b. Sebagai pedoman dan dasar bagi peneliti lain dalam mengkaji penelitian lagi yang lebih mendalam.

E. Penelitian Terdahulu

Judul yang saya temukan dalam penelitian sebelumnya di perpustakaan UIN Sunan Ampel Surabaya yaitu: Hubungan Antara Kegiatan Keagamaan Dengan Kesiapan Siswa Dalam Menghadapi Ujian Nasional Siswa Kelas IX SMP Negeri 1 Wonoayu Sidoarjo. Dari hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa terdapat korelasi positif antara kegiatan keagamaan dengan kesiapan siswa dalam menghadapi ujian nasional.

F. Definisi Operasional

(18)

1. Korelasi

a. Korelasi dapat diartikan “Saling ketergantungan antarsatu dengan yang lain.7

2. Kegiatan Keagamaan

a. Kegiatan adalah melakukan suatu aktifitas.

b. Keagamaan adalah sifat-sifat yang terdapat dalam agama atau segala sesuatu mengenai agama.

Jadi, kegiatan keagamaan merupakan segala bentuk aktivitas yang dilakukan oleh seorang pemeluk agama yang sesuai dengan ajaran-ajaran agama yang dianutnya. Oleh karena itu, seseorang dapat dikatakan beragama bila mereka menjalankan perintah dan menjauhi larangan-larangan agama.

3. Pembentukan Akhlak Peserta Didik a. Pembentukan Akhlak

Pembentukan berasal dari akar kata bentuk yang mempunyai makna proses, perbuatan, cara membentuk.8 Sedangkan kata akhlak disadur dari bahasa Arab dengan kosa kata al-khulq yang berarti kejadian, budi pekerti dan tabiat dasar yang ada pada manusia.9 akhlak adalah suatu sifat yang tertanam dalam jiwa, yang dari padanya timbul perbuatan-perbuatan

7

Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1997), h.358

8

Tim Penyusun, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Edisi III, (Jakarta : Balai Pustaka, 2005), Cet. 3, h. 751

9

(19)

dengan mudah dan gampang tanpa memerlukan pikiran dan pertimbangan. Jika sifat itu tertanam dalam jiwa maka menghasilkan perbuatan-perbuatan yang baik menurut akal dan syari’ah.

b. Peserta didik

Peserta didik adalah anggota masyarakat yang berusaha mengembangkan potensi diri melalui proses pembelajaran pada jalur pendidikan, baik pendidikan formal maupun pendidikan non-formal, pada jenjang pendidikan dan jenis pendidikan tertentu.

Jadi, pembentukan akhlak adalah bagaimana merubah seseorang untuk menimbulkan perbuatan baik dengan mudah sehingga kita sebagai manusia dapat diterima dengan mudah dalam hidup berkelompok.

Jadi, korelasi antara kegiatan keagamaan dengan pembentukan akhlak peserta didik adalah keterkaitan antara suatu aktivitas keagamaan dengan pembentukan akhlak.

G. Sistematika Pembahasan

Berikut pokok pembahasan yang penulis ketengahkan dalam penelitian kali ini adalah tentang permasalahan pokok mengenai korelasi antara kegiatan keagamaan dengan pembentukan akhlak peserta didik di SMA Islam Sidoarjo.

(20)

Bab kedua berisi tentang, pembahasan landasan teori yang mencakup pembahasan tentang kegiatan keagamaan yang memuat kegiatan keagamaan, tujuan dan jenis-jenis kegiatan keagamaan, pelaksanaan kegiatan keagamaan, kemudian kajian tentang pembentukan akhlak peserta didik yang di dalamnya berisikan mengenai pengertian akhlak, dasar akhlak, jenis-jenis akhlak, faktor-faktor yang mempengaruhi pembentukan akhlak, tujuan pembentukan akhlak, metode pembentukan akhlak, dilanjutkan membahas kajian inti yaitu tentang Korelasi antara kegiatan keagamaan terhadap pembentukan akhlak peserta didik di SMA Islam Sidoarjo dan hipotesis.

Bab ketiga merupakan penjelasan metode penelitian yang mencakup: jenis dan rancangan , variabel dan indikator, instrumen, penelitian, populasi dan sampel, teknik pengumpulan data, dan teknik analisis data.

Bab keempat merupakan hasil penelitian yang berisi tentang deskripsi data yang meliputi gambaran sekolah secara umum, penyajian data, analisis data dan pengujian hipotesis, diskusi hasil penelitian.

(21)

BAB II

LANDASAN TEORI

A. Tinjauan tentang Kegiatan Keagamaan 1. Pengertian Kegiatan Keagamaan

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia Kontemporer kata kegiatan mempunyai arti aktifitas, pekerjaan.10 Begitu pula dalam Kamus Besar Besar Bahasa Indonesia, kegiatan adalah kekuatan atau ketangkasan (dalam berusaha).11 Sedangkan pengertian keagamaan merupakan istilah yang mengalami imbuhan dari kata dasar “agama” yang mendapat awalan “ke-“ dan “-an” yang menunjukkan kata sifat yaitu bersifat keagamaan dengan

pengertian sebagai berikut :

a. Agama adalah dustur atau undang-undang Ilahi yang didatangkan Allah untuk menjadi pedoman hidup dalam kehidupan di alam dunia untuk mencapai kebahagiaan akhirat.

Dengan definisi di atas dapat disimpulkan bahwa agama adalah peraturan Tuhan yang diberikan kepada manusia, untuk mencapai kebahagiaan hidup di dunia dan di akhirat kelak. Hal ini diperkuat dengan pernyataan Allah dalam al-Qur’an surat Ar-Rum ayat 30 :

10

Peter Salim & Yeni Salim, Kamus Besar Bahasa Indonesia Kontemporer, (Jakarta: Modern English Press, 1991), h. 475

11

Depdikbud, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1998), h. 322

(22)

َليِدْبَ ت ا اَهْ يَلَع َساهلا َرَطَف ِِهلا ِهّا َةَرْطِف اًفيَِح ِنيِّدلِل َكَهْجَو ْمِقَأَف

ِلَذ ِهّا ِقْلَِِ

َنوُمَلْعَ ي ا ِساهلا َرَ ثْكَأ هنِكَلَو ُمِّيَقْلا ُنيِّدلا َك

Artinya : Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama Allah; (tetaplah atas) fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. Tidak ada perubahan pada fitrah Allah. (Itulah) agama yang lurus; tetapi

kebanyakan manusia tidak mengetahui.(Ar- Rum : 30)

Dari pengertian di atas penulis dapat membuat penilaian bahwa yang dimaksud dengan kegiatan keagamaan adalah segala perbuatan, perkataan, lahir batin seseorang atau individu yang di dasarkan pada nilai-nilai atau norma-norma yang berpangkal pada ajaran-ajaran agama, yang telah menjadi kebiasaan hidup sehari-hari dalam sekolah.

2. Tujuan dan Jenis-Jenis Kegiatan Keagamaan

Adapun tujuan dan jenis kegiatan keagamaan adalah sebagai berikut : a. Tujuan Kegiatan Keagamaan

Setelah diketahui apa yang dimaksud dengan kegiatan keagamaan, maka tujuan yang hendak dicapai adalah:

1) Meningkatkan intensitas dakwah islamiyah kepada siswa dalam rangka membangun siswa sebagai generasi muda yang religius, sebagai implementasi Islam adalah rahmatanlilalamin

(23)

3) Membangun pribadi siswa yang terbiasa dalam melaksanakan ibadah 4) Menciptakan generasi dengan tingkat kecerdasan spiritual (SQ) yang

baik, sehingga akan melahirkan generasi yang menjunjung tinggi etika, moral dan nilai-nilai religius.

5) Meningkatkan kemampuan siswa, beraspek kognitif, afektif, dan psikomotorik

6) Pengembangan bakat dan minat siswa dalam upaya pembinaan pribadi menuju pembinaan manusia seutuhnya yang positif

7) Dapat mengetahui, mengenang serta membedakan hubungan satu pelajaran dengan pelajaran lainnya.12

Ghirah Islamiah diri peserta didik harus ditumbuhkan, untuk itu diperlukan upaya alternatif supaya mereka bersemangat untuk mengamalkan ajaran agamanya. Kegiatan keagamaan merupakan salah satu sub dari pelajaran Pendidikan Agama Islam yang diharapkan mampu memberikan konstribusi terhadap religiusitas seseorang.

b. Jenis-Jenis Kegiatan Keagamaan

Menurut B. Suryobroto, jenis-jenis kegiatan ekstrakurikuler dibagi menjadi dua jenis, yaitu :

1) Kegiatan ekstra kurikuler yang bersifat kelanjutan yaitu jenis kegiatan ekstra kurikuler yang dilaksanakan secara terus menerus

12

(24)

selama satu periode tertentu, misalnya: pramuka, PMR, UKS dan lain-lain.

2) Kegiatan ekstra kurikuler yang bersifat periodik atau sesaat yaitu kegiatan ekstra kurikuler yang dilaksanakan sewaktu-waktu saja. Misalnya: perkemahan, pertandingan, karya wisata, bakti social, dan lain-lain.13

Dalam buku Petunjuk Pelaksanaan Pendidikan Agama Islam disebutkan contoh kegiatan keagamaan adalah sebagai berikut : Musabaqoh Tilawatil Qur’an, Ceramah pengajian mingguan, Peringatan

Hari Besar, Kunjungan ke museum, ziarah ke makam Islam, Seni Kaligrafi, Penyelengaraan shalat jum’at, shalat tarawih, Cinta alam.14

Dari uraian tersebut di atas jelaslah bahwa kegiatan ekstra keagamaan yang dilaksanakan di sekolah adalah kegiatan ekstra yang bersifat kelanjutan dan sesaat seperti yang dilaksanakan di SMA Islam Sidoarjo : Shalat dhuha, istighosah, yasin, tahlil dan lain-lain. Kegiatan keagamaan tersebut diantaranya adalah :

a) Shalat Dhuha

Dhuha adalah waktu yang istimewa. Oleh karena itu disunnahkan untuk melakukan shalat didalamnya yang biasa dikenal dengan nama shalat dhuha. Rasulullah tidak pernah lalai untuk

13

Ibid., h. 275

14

(25)

melaksanakannya. Baik dikala sehat maupun sakit.15 Dijelaskan dalam sabda Rasulullah SAW :

Diriwayatkan dari Aisyah r.a: Rasulullah SAAW. Biasa mengerjakan shalat dhuha empat rakaat, dan beliau juga biasa menambah

sekehendaknya.16

Shalat dhuha adalah shalat sunnah yang dilakukan setelah matahari terbit sampai menjelang waktu zhuhur. Afdhalnya dilakukan di saat matahari sedang naik atau kira-kira jam 09.00. Waktu shalat dhuha memang bersamaan dengan waktu efektif kerja. Oleh karena itu banyak orang yang enggan melaksanakannnya, dengan alasan mengganggu waktu efektifitas kerja. Bahkan ada pendapat yang cukup ekstrim, bahwa shalat dhuha hanya mengganggi pekerjaan saja.

Komentar seperti itu tentu hanya untuk membela dirinya yang malas beribadah. Jika shalat dhuha menghambat pekerjaan, mengapa Rasulullah SAW menjalankannya dan bahkan menyarankannya. Padahal Rasulullah adalah seorang pebisnis yang sukses. Bukanlah

15

Zainurrafiq Al-Azizi, Dasyatnya Tiga Shalat Sunnah, (Jombang: ISFA Press, 2011)., h. 83

16

(26)

ini merupakan bukti orang yang menjalankan shalat dhuha ternyata justru mempunyai tambahan energi untuk sukses dalam segala hal.17

Oleh sebab itu, janganlah anda meremehkan shalat dhuha. Banyak sekali manfaat yang terkandung didalamnya. Jadi janganlah sekali-kali mempunyai pikiran bahwa shalat dhuha hanya mengganggu pekerjaan. Shalat dhuha bukanlah penghalang pekerjaan, akan tetapi sebaliknya shalat dhuha merupakan resep agar kita memiliki prestasi yang tinggi. Karena tidak mungkin Allah SWT mensyari’atkan sesuatu yang hanya menghambat bagi kebaikan

hambaNya.

Kesadaran untuk selalu melaksanakan shalat dhuha itu pula yang ingin dibangun dalam benak para peserta didik SMA Islam Sidoarjo. Hal ini ditujukan agar para peserta didik mendapatkan hikmah yang terkandung dalam shalat dhuha. Jika kita sudah rajin menjalankan shalat dhuha seperti yang dikerjakan Rasulullah, maka kesuksesan mudah sekali kita raih.

b) Istighosah dan Doa Bersama

Kata “istighosah” berasal dari “al-ghouts” yang berarti

pertolongan. Dalam tata bahasa Arab kalimat yang mengikuti pola (wazan) “istaf’ala” atau “istif’al” menunjukkan arti permintaan atau

permohonan. Maka istighosah berarti meminta pertolongan. Seperti

17

(27)

kata ghufron yang berarti ampunan ketika diikuti pola istif’al menjadi

istighfar yang berarti memohon ampunan.18

Jadi istighosah berarti “thalabul ghouts” atau meninta

pertolongan. Para ulama membedakan antara istighosah dengan “istianah”, meskipun secara kebahasaan makna keduanya kurang

lebih sama. Karena isti’anah juga pola istif’al dari kata “al-aun” yang

berarti “thalabul aun” yang juga berarti meminta pertolongan. Istighosah adalah meminta pertolongan ketika keadaan sukar atau sulit. Sedangkan Isti’anah maknanya meminta pertolongan dengan

arti yang lebih luas dan umum.

Istighosah sebenarnya sama dengan berdoa akan tetapi bila disebutkan kata istighosah konotasinya lebih dari sekedar berdoa, karena yang dimohon dalam istighosah adalah bukan hal yang biasa-biasa saja. Oleh karena itu,, istighosah sering dilakukan secara kolektif dan biasanya dimulai dengan wirid-wirid tertentu, terutama istighfar, sehingga Allah SWT berkenan mengabulkan permohonan itu. Hal ini sejalan dengan sabda Rasulullah SAW:

َع

ْن

َق َُْع ُه َيِض َر َة َرْ ي َرُ ى ا

ُسَر : َل ا

ُه ىهلَص ِه ُا ْو

عماناو ى يدبع ِّنَظَدِْع اَنَا : هلَخَوهزَع ُه ُلْوُقَ ي : َمهلَس َو ِْيَلَع

يركذ نإو ،يسفن ي تركذ سفن ي يرك ذ نإف، يرك دي نح

18

(28)

تبرقت ارش ىم برقت نإو ،مه م رخ م أم ي تركذ أم ي

اع ارذ يا برقت ناو ،اع ارذ يلا

شم ياتأ ناو ،اعاب م تبرقت

ةلور تيتأ

Diriwayatkan dari Abu Hurairah r.a. : Rasulullah SAW. Bersabda, “

Allah „Azza wa Jalla berfirman, „ Aku menurut (bergantung pada)

dugaan hamba-Ku, dan Aku bersama dia ketika dia ingat kepada-Ku.

Jika dia ingat kepada-Ku di dalam hatinya, aku ingat pula

kepadanya di dalam hati-Ku. Jika dia ingat kepada-Ku di

tengah-tengah khalayak ramai. Aku ingat pula kepadanya di tengah-tengah-tengah-tengah

kahalayak yang lebih baik dari mereka. Jika dia mendekat

kepada-Ku sejauh satu jengkal, Aku mendekat kepdanya sejauh satu hasta.

Jika dia mendekat kepada-Ku satu hasta. Aku mendekat kepadanya

satu depa. Dan jika dia datang kepada-Ku dengan berjalan biasa,

maka aku mendatanginya dengan berlari-lari”.19

c) Yasin

Surah yasin adalah surah ke-36 dalam al-Qur’an. Surah ini terdiri

atas 83 ayat, termasuk golongan surah-surah Makkiyah serta diturunkan sesudah surah Al-Jinn. Dinamai Ya sin karena dimulai dengan huruf Ya sin. Sebagaimana halnya arti tersembunyi huruf-huruf abjad Alif Lam Mim atau Nun yang terletak pada permulaan

19

(29)

beberapa surah Al-Qur’an, maka demikian pula arti Ya sin yang termasuk dalam kategori ayat mustasyaabihat.

d) Tahlil

Tahlil berasal dari kata hallala-yuhallilu-tahlilan yang artinya membaca kalimat la ilaha illallah : tiada Tuhan selain Allah. Jadi yang dimaksud dengan tahlil disini adalah membaca serangkaian surah-surah Al-Qur’an, ayat-ayat pilihan, dan kalimat-kalimat zikir pilihan (termasuk di dalamnya membaca la ilaha illallah) dengan meniatkan pahalanya untuk para arwah dan ditutup dengan do’a.

3. Pelaksanaan Kegiatan Keagamaan

Sebelum melaksanakan kegiatan ekstra keagamaan hendaknya memperhatikan langkah-langkah sebagai berikut :

a. Kegiatan ekstra kurikuler yang diberikan kepada siswa secara perorangan atau kelompok ditetapkan oleh sekolah berdasarkan minat siswa dan tersedianya fasilitas yang diperlukan serta adanya guru atau petugas yang membimbing kegiatan tersebut

b. Kegiatan yang direncanakan untuk diberikan kepada siswa hendaknya diperhatikan keselamatan dan kemampuan siswa serta kondisi sosial dan budaya setempat.20 Sebelum melaksanakan kegiatan pembimbing harus memperhatikan kemampuan siswa karena dengan begitu akan membuat

20Ma’

(30)

siswa merasa senang melakukan kegiatan yang diberikan dalam bentuk kegiatan ekstra kurikuler.

c. Penyusunan rencana program berikut pembiayaan dengan melibatkan kepala sekolah, wali kelas dan guru.

d. Menetapkan waktu pelaksanaan, objek kegiatan serta kondisi lingkungannya. Dengan menetapkan waktu pelaksanaan objek kegiatan serta kondisi lingkungannya dimaksudkan agar siswa mengetahui jenis-jenis kegiatan apa yang dilakukan sesuai dengan bakat dan minatnya serta didukung dengan kondisi lingkungan yang baik sehingga mengetahui waktu pelaksanaannya dan tidak terbentur dengan kegiatan lain.

e. Mengevaluasi hasil-hasil kegiatan siswa, setelah melakaukan kegiatn pembimbing diharapkan mengevaluasi kegiatan siswa karena dengan mengevaluasi akan diketahui sejauh mana pengetahuan yang dimiliki siswa dari hasil kegiatan itu.

B. Tinjauan Tentang Pembentukan Akhlak

1. Pengertian Pembentukan Karakter atau Akhlak

Karakter berasal dari bahasa Latin “kharakter”, “kharassein”,

kharax”, dalam bahasa Inggris: character dan Indonesia “karakter”, dalam

(31)

karakter.21 Dalam Kamus Poerwadarminta, karakter diartikan sebagai tabiat, watak, sifat-sifat kejiwaan, akhlak atau budi pekerti yang membedakan seseorang dengan yang lain. Nama dari jumlah seluruh ciri pribadi yang meliputi hal-hal seperti perilaku, kebiasaan, kesukaan, ketidaksukaan, kemampuan, kecenderungan, potensi, nilai-nilai, dan pola-pola pemikiran.

Dalam Kamus Indonesia Arab, ada dua kata yang memiliki makna karakter, yaitu “akhlak” dan “tabi’ah”. Selain bermakna karakter, kalimat

tersebut juga berarti watak, pembawaan, kebiasaan.22 Begitu pula dalam Kamus Al-Munawwir, kata yang memiliki arti karakter sama persis dengan yang disebutkan diatas.23

(Hornby & Parnwell, 1972: 49) karakter adalah kualitas mental atau moral, kekuatan moral, nama atau reputasi. Hermawan Kertajaya (2010: 3) mendefinisikan karakter adalah “ciri khas” yang dimiliki oleh suatu benda atau individu. Ciri khas tersebut adalah “asli” dan mengakar pada kepribadian benda atau individu tersebut dan merupakan „mesin’ pendorong

bagaimana seseorang bertindak, bersikap, berujar, dan merespons sesuatu. Istilah karakter dan kepribadian atau watak sering digunakan secara bertukar-tukar, tetapi Allport menunjukkan kata watak berarti normative, serta mengatakan bahwa watak adalah adalah pengertian etis dan

21

Heri Gunawan, Pendidikan Karakter: Konsep dan Implementasi, (Bandung: Alfabeta, 2012), h. 2.

22

Rusyadi, Kamus Indonesia Arab, (Jakarta: Rineka Cipta, 1995), h. 391.

23

(32)

menyatakan Character is personality evaluated and personality is character

devaluated (watak adalah kepribadian dinilai, dan kepribadian adalah watak

yang tak dinilai).

Karakter adalah watak, sifat, atau hal-hal yang memang sangat mendasar yang ada pada diri seseorang. Hal-hal yang sangat abstrak yang ada pada diri seseorang. Sering orang menyebutnya dengan tabiat atau perangai.24

Sedangkan, akhlak berasal dari bahasa Arab jama' dari bentuk mufradnya "khuluqun" ( قلخ ) yang menurut logat diartikan: budi pekerti, perangai, tingkah laku atau tabiat. Kalimat tersebut mengandung segi-segi persesuaian dengan perkataan "khalqun" (قلخ ) yang berarti kejadian, serta erat hubungannya dengan "khaliq" (قلاخ ) yang berarti pencipta dan "makhluq" ( قولخم ) yang berarti yang diciptakan.25

Definisi akhlak di atas muncul sebagai mediator yang menjembatani komunikasi antara khaliq (pencipta) dengan makhluq (yang diciptakan) secara timbal balik, yang kemudian disebut sebagai hablum min Allah. Dari produk hamlum min Allah yang verbal biasanya lahirlah pola hubungan antar sesama manusia yang disebut dengan hablum min annas (pola hubungan antar sesama makhluk).26

24

Abdul Majid, Pendidikan Karakter, Ibid. h. 12.

25

Zahruddin AR, dan Hasanuddin Sinaga, Pengantar Studi Akhlak, (Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada, 2004), Cet.1, h. 1

26

(33)

Dari pengertian di atas dapat diketahui bahwa akhlak ialah sifat-sifat yang dibawa manusia sejak lahir yang tertanam dalam jiwanya dan selalu ada padanya. Sifat itu dapat lahir berupa perbuatan baik, disebut akhlak yang mulia, atau perbuatan buruk, disebut akhlak yang tercela sesuai dengan pembinaannya.27

Secara terminologi definisi akhlak menurut imam Al-Ghozali adalah: “Akhlak ialah sifat yang tertanam dalam jiwa yang menimbulkan

macam-macam perbuatan dengan gampang dan mudah, tanpa memerlukan pemikiran dan pertimbangan”.

Jadi pada hakikatnya khuluk (budi pekerti) atau akhlak ialah kondisi atau sifat yang telah meresap dalam jiwa dan menjadi kepribadian hingga dari situ timbullah berbagai macam perbuatan dengan cara spontan dan mudah tanpa dibuat-buat dan tanpa memerlukan pikiran. Apabila dari kondisi tadi timbul kelakuan yang baik dan terpuji menurut pandangan syariat dan akal pikiran. Maka ia dinamakan budi pekerti mulia dan sebaliknya apabila yang lahir kelakuan yang buruk, maka disebut budi pekerti yang tercela.

2. Dasar Akhlak

Sumber akhlak atau pedoman hidup dalam Islam yang menjelaskan kriteria baik buruknya sesuatu perbuatan adalah al-Qur'an dan sunnah

27

(34)

Rasulullah SAW.28 Barnawie Umary menambahkan bahwa dasar akhlak adalah al-Qur'an dan al-Hadits serta hasil pemikiran para ulama dan filosof. Kedua dasar itulah yang menjadi landasan dan sumber ajaran Islam secara keseluruhan sebagai pola hidup dan menetapkan mana yang baik dan mana yang buruk. Dalam al-Qur'an diterangkan dasar akhlak pada surat al-Qalam ayat 4.

ٍميِظَع ٍقُلُخ ىلَعَل َكهنِإَو

Dan sesungguhnya kamu benar-benar berbudi pekerti yang agung. (QS. Al-Qalam : 4).

Dasar akhlak dalam Hadits Nabi SAW salah satunya adalah :

َع

ْن

َِﺍ

ْﰊ

ُ

َر

ﺓري

َق

َﻝا

:

َق

َﻝا

َﺭ

ُس

ْو

ُﻝ

ِهﺍ

َص

َل

ى

هﺍ

َع

َلْي

ِ

َﻭ

َس

َلْم

ِ :

هّإ

َا

َب ِع َث

ُت

مأ

امركلا ا

َخأا

َل

َق

)دما اور(.

Dari Abi Hurairah berkata, Rasulullah SAW bersabda: sesungguhnya aku diutus untuk memperbaiki akhlak. (HR Ahmad)

Jadi jelaslah bahwa al-Qur'an dan al-Hadits pedoman hidup yang menjadi asas bagi setiap muslim, mata teranglah keduanya merupakan sumber akhlak dalam Islam. firman Allah dan sunnah Nabi adalah ajaran yang paling mulia dari segala ajaran maupun hasil renungan dan ciptaan manusia, hingga telah terjadi keyakinan (aqidah) Islam bahwa akal dan

28Hamzah Ya’kub, Etika Islam Pembinaan Akhlaqul Karimah (Suatu Pengantar), (Bandung:

(35)

naluri manusia harus tunduk kriteria mana perbuatan yang baik dan jahat, mana yang halal dan mana yang haram.

3. Ruang Lingkup Akhlak

Ruang lingkup akhlak adalah sama dengan ruang lingkup ajaran Islam itu sendiri, yaitu pola hubungan manusia dengan Allah (khaliq) dan hubungan dengan sesama makhluk (baik manusia maupun bukan manusia). Sehingga apabila di perinci sebagai berikut:

1. Akhlak terhadap Allah san Khaliq 2. Akhlak terhadap makhluk, terbagi dua:

a. Akhlak terhadap manusia, dapat dibagi lagi menjadi: Akhlak terhadap diri sendiri dan akhlak terhadap orang lain atau sesama manusia (Rasulullah, keluarga, teman /karib kerabat , tetangga, masyarakat).

b. Akhlak terhadap bukan manusia, yaitu: alam/lingkungan (hewan, tumbuh-tumbuhan dan alam sekitar).

Sehubungan dengan hal tersebut diatas penelitian ini hanya memfokuskan pembahasan mengenai akhlak yang berhubungan dengan Allah Swt, akhlak terhadap diri sendiri, terhadap sesama manusia, dan terhadap lingkungan.

1) Akhlak terhadap Allah

(36)

seharusnya dilakukan oleh manusia sebagai makhluk kepada Allah Swt sebagai khaliq. Titik tolak akhlak terhadap Allah adalah pengakuan dan kesadaran bahwa tiada Tuhan melainkan Allah.

Sekurang-kurangnya ada empat alasan mengapa manusia perlu berakhlak kepada Allah. Pertama, karena Allah yang telah menciptakan manusia. Kedua, karena Allah yang telah memberikan perlengkapan panca indera, akal pikiran dan hati sanubari, disamping tubuh yang kokoh dan sempurna kepada manusia. Ketiga, karena Allah yang telah menyediakan berbagai bahan dan sarana yang diperlukan bagi kelangsungan hidup manusia. Keempat, Allah yang telah memuliakan manusia dari makhluk Allah lainnya.

Banyak sekali cara yang dapat dilakukan dalam berakhlak kepada Allah. Dalam hal ini akhlak-akhlak yang perlu ditanamkan oleh orang tua, terutama dengan cara diteladankan kepada anak-anaknya dalam hubungannya dengan akhlak terhadap Allah, antara lain:29

a) Takwa

Bertakwa kepada Allah, menunaikan shalat fardlu 5 waktu, menunaikan puasa pada bulan Ramadlan dan menjauhi semua yang dilarang-Nya, seperti: tidak berjudi dan sebagainya.

29

(37)

b) Cinta dan Ridla

Salah satu cara mencintai Allah adalah dengan selalu berdzikir dan mengingat-Nya, memperbanyak doa dan membaca al-Qur„an.

c) Bersyukur

Bersyukur atas nikmat Allah tidak hanya diucapkan dengan lisan, akan tetapi juga diwujudkan dengan perbuatan, yaitu dengan menggunakan nikmat yang telah diberikan Allah dengan sebaik- baiknya.

d) Tawakal

Tawakal kepada Allah berarti menyerahkan semua urusan kita sepenuhnya kepada-Nya, sesudah melakukan usaha semaksimal yang kita sanggupi, sehingga kita benar-benar tidak mencampurinya lagi.

2) Akhlak terhadap diri sendiri

Akhlak terhadap diri sendiri adalah pemenuhan kewajiban manusia terhadap dirinya sendiri, baik yang menyangkut jasmani maupun rohani. Akhlak ini meliputi:

a) Jujur dan dapat dipercaya b) Rendah hati

c) Kerja keras dan disiplin d) Berjiwa ikhlas

(38)

f) Hidup bersih dan sehat.30

3) Akhlak terhadap sesama manusia, antara lain :

a) Akhlak terhadap keluarga, kerabat; saling menyayangi, berbuat baik, membina silaturahim.

b) Akhlak terhadap tetangga, masyarakat: saling menghormati, tolong menolong, dan gotong royong.31

4) Akhlak terhadap lingkungan (hewan, tumbuh-tumbuhan, alam sekitar). Akhlak terhadap lingkungan yang diajarkan al-Quran bersumber dari fungsi manusia sebagai khalifah di Bumi. Cara berakhlak terhadap lingkungan diantaranya: memelihara kelestarian lingkungan, menjaga kebersihan lingkungan, dan menyayangi makhluk hidup.32

4. Faktor-faktor yang mempengaruhi pembentukan akhlak

untuk menjelaskan faktor-faktor yang mempengaruhi terbentuknya akhlak ada tiga aliran yang sudah sangat popular, yaitu alran Nativisme,

Empirisme dan aliran Konvergensi.

Aliaran Nativisme yang dikembangkan oleh filsuf Arthur Schopenhauer berpendapat bahwa faktor yang paling berpengaruh terhadap pembentukan diri seseorang adalah faktor pembawaan dari dalam. Minat dan

30

Mahfudz Junaedi, (ed.), Aqidah Akhlak untuk Madrasah Aliyah kelas X, (Semarang: CV.Ghani & SON bekerjasama dengan Kanwil Depag Jateng, 2004), hlm. 16-18

31

Muhammad Daud Ali, Pendidikan Agama Islam, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2000), cet. 3, hlm. 352

32

(39)

bakat semata-mata faktor kodrati yang ditentukan oleh hereditas atau pembawaan. Jika seseorang sudah memiliki pembawaaan atau kecenderungan kepada yang baik, maka dengan sendirinya orang tersebut menjadi baik. Aliran ini tampak kurang menghargai atau kurang memperhitungkan peranan pembinaan dan pendidikan.33

Selanjutnya menurut aliran empirisme bahwa faktor yang paling berpengaruh terhadap pembentukan diri seseorang adalah faktor dari luar, yaitu lingkungan sosial, termasuk pembinaan dan pendidikan yang diberikan. Jika pembinaan dan pendidikan yang diberikan itu baik maka seseorang akan menjadi baik, begitupun sebaliknya. Aliran ini tampak lebih begitu percaya kepada peranan yang dilakukan oleh dunia pendidikan dan pengajaran.

Sedangkan aliran konvergensi (William Stern) berpendapat bahwa pembentukan akhlak dipengaruhi oleh faktor internal (pembawaan dari diri) dan faktor eksternal (luar) yaitu pendidikan dan pembinaaan yang dilakukan secara khusus, atau melalui interaksi dalam lingkungan sosial. Fitrah dan kecenderungan kearah yang baik yang ada dalam diri manusia dibina secara intensif melalui berbagai metode.34

Dengan demikian faktor yang mempengaruhi terbentuknya akhlak ada dua, yaitu faktor dari dalam, yakni potensi fisik, intelektual, dan hati

33

M. Ngalim Purwanto, Ilmu Pendidikan Teoritis dan Praktis, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2000), cet. 12, hlm. 59

34

(40)

(rohaniah) yang dibawa seseorang sejak lahir. Dan kedua adalah faktor dari luar yang dalam hal ini adalah orang tua, guru di sekolah, tokoh-tokoh serta pemimpin dalam masyarakat, dan lingkungan pergaulan lainnya seperti: teman bergaul, media informasi, dan lain-lain.

5. Tujuan Pembentukan Akhlak

Islam adalah agama rahmat bagi umat manusia. Ia datang dengan membawa kebenaran dari Allah SWT dan dengan tujuan ingin menyelamatkan dan memberikan kebahagiaan hidup kepada manusia dimanapun mereka berada. Agama Islam mengajarkan kebaikan, kebaktian, mencegah manusia dari tindakan onar dan maksiat.35 Sebelum merumuskan tujuan pembentukan akhlak, terlebih dahulu harus kita ketahui mangenai tujuan pendidikan islam dan tujuan pendidikan akhlak.

Muhammad Al-Munir menjelaskan bahwa tujuan pendidikan Islam adalah: tercapainya manusia seutuhnya, tercapainya kebahagiaan dunia dan akhirat, dan menumbuhkan kesadaran manusia mengabdi dan takut kepada Allah.36

Menurut Muhamad Al-Athiyah Al-Abrasy, tujuan utama dari pendidikan Islam ialah pembentukan akhlak dan budi pekerti yang sanggup

35

Hasan Basri, Remaja Berkualitas: Problematika Remaja dan Solusinya, (Yogyakarta : Mitra Pustaka, 2004), Cet. 4, hlm. 145.

36

(41)

menghasilkan orang–orang yang bermoral, laki-laki maupun perempuan, jiwa yang bersih, kemauan yang keras, cita-cita yang benar dan akhlak yang tinggi, tahu arti kewajiban dan pelaksanaannya, menghormati hak asasi manusia, tau membedakan baik dan buruk, memilih suatu fadilah karena ia cinta pada fadilah, menghindari suatu perbuatan yang tercela, karena ia tercela, dan mengingat Tuhan dalam setiap pekerjaan yang mereka lakukan.

Dari beberapa keterangan di atas, dapat ditarik rumusan mengenai tujuan pendidikan akhlak, yaitu membentuk akhlakul karimah. Sedangkan pembentukan akhlak sendiri itu sebagai sarana dalam mencapai tujuan pendidikan akhlak agar menciptakan menusia yang berakhlakul karimah.

6. Metode Pembentukan Akhlak

Dalam dunia pendidikan dinyatakan bahwa metode adalah sebagai alat untuk mencapai tujuan. Dalam hal ini tujuannya adalah pembentukan akhlak. maka metode yang digunakan dalam pembentukan akhlak adalah sebagai berikut:

a. Keteladanan

(42)

terlebih dahulu. Sebab pandangan anak itu tertuju pada dirimu maka yang baik kepada mereka adalah kamu kerjakan dan yang buruk adalah yang kamu tinggalkan."37

b. Metode Latihan dan Pembiasaan

Mendidik dengan melatih dan pembiasaan adalah mendidik dengan cara memberikan latihan-latihan terhadap suatu norma tertentu kemudian membiasakan untuk mengulangi kegiatan tertentu tersebut berkali-kali agar menjadi bagian hidupnya, seperti sholat, puasa, kesopanan dalam bergaul dan sejenisnya. Oleh karena itu, Islam mengharuskan agar semua kegiatan itu dibarengi niat supaya dihitung sebagai kebaikan. Sebagaimana sabda Rasulullah SAW:

نع

ع

رم

نب

ﺏاطخ

ﻝاق

ﻝاق

ﻝوسﺭ

هﺍ

ىلص

هﺍ

يلع

ملسﻭ

اّﺇ

ﻝامعأﺍ

ةي لاب

اّﺇ

ﺉرماﺍ

ام

ﻯون

نمف

تناك

ترﺠ

ﱃﺍ

هﺍ

لوسﺭ

ترﺠهف

ﱃﺍ

هﺍ

لوسﺭ

نم

تناك

ترﺠ

ايندل

اهبيﺼي

ﻭﺃ

ﺓﺃرمﺍ

اهجﻭزتي

ترﺠهف

ﱃﺍ

ام

رجا

يلﺇ

)ملسم ا ور(

Dari Umar bin al-Khatab RA. telah berkata: aku telah mendengar Rasulullah SAW bersabda: Sesungguhnya setiap amal itu tergantung niat, dan sesungguhnya orang memperoleh apa yang ia niatkan. Maka barang siapa yang hijrahnya itu karena Allah dan Rasul-Nya, maka hijrahnya kepada Allah dan Rasul-Nya, dan barang siapa yang hijrahnya itu karena dunia (harta atau kemegahan dunia), atau karena seoarang wanita yang

37 Imam Abdul Mukmin Sa’aduddin, Meneladani Akhlak Nabi: Membangun Kepribadian

(43)

akan dinikahinya, maka hijrahnya ke arah yang ditujunya” (HR. Muslim).38

c. Memberikan Dorongan dan Menambah Rasa Takut (kepada Allah)

Perasaan berharap dan takut adalah dua sifat alamiah yang ada dalam jiwa manusia. misalnya seorang bayi baru lahir, bayi itu ingin mengharapkan kasih sayang dalam asuhan ibu.

d. Memupuk Hati Nurani

Hati nurani adalah suatu benih yang telah diciptakan oleh Allah dalam jiwa manusia. setiap perbuatan manusia lahir dari suatu kehendak yang di peragakan oleh naluri atau instinct. Naluri merupakan tabiat dari sejak lahir, maka naluri merupakan faktor pembawaan dari manusia.39 Nurani dapat tumbuh dan berkembang karena pengaruh pendidikan. Dalam pengembangan nurani adalah sikap yang konsisten dari ayah dan ibu dalam bergaul dengan anak untuk dalam mendidik perbuatan seorang anak secara terus menerus. Apabila seorang anak itu melakukan perbuatan yang salah maka ada suatu bisikan dari dalam diri yang mengatakan bahwa perbuatan itu salah.

38

lmam Abu Husain Muslim bin Hijaj Qusyairy, Shohih Muslim, Juz II (Semarang : toha Putra, tth), h. 157-158

39

(44)

C. Korelasi Antara Kegiatan Keagamaan Terhadap Pembentukan Akhlak Peserta Didik di SMA Islam Sidoarjo

Pendidikan agama pada sekolah atau madrasah bertujuan untuk menumbuhkan dan meningkatkan keimanan melalui pemberian dan pemupukan pengetahuan penghayatan, pengalaman serta pengamalan peserta didik tentang agama Islam sehingga menjadi manusia muslim yang terus berkembang dalam hal keimanan dan ketakwaan.

kegiatan keagamaan merupakan segala bentuk aktivitas yang dilakukan oleh seorang pemeluk agama yang sesuai dengan ajaran-ajaran agama yang dianutnya. Oleh karena itu, seseorang dapat dikatakan beragama bila mereka menjalankan perintah dan menjauhi larangan-larangan agama.

Tujuan kegiatan keagamaan pada umumnya adalah menghendaki peserta didiknya memiliki akhlakul karimah atau moralitas yang baik. Tujuan ini adalah sebagai upaya dalam penyempurnaan tujuan Pendidikan Agama Islam untuk membentuk insan kamil.

(45)

kegiatan ini dijadikan sebagai aspek esensial pendidikan karakter yang ditujukan kepada jiwa dan pembentukan akhlak atau karakter siswa.40

Karena pentingnya agama dan ilmu menjadikan keduanya sebagai pegangan yang paling utama dalam kehidupan manusia. Oleh karena itulah pada umumnya sekolah atau madrasah banyak yang memberi jam pelajaran tambahan atau kegiatan tambahan diluar jam pelajaran dalam bentuk kegiatan yang khusus dalam bidang keagamaan, agar para siswa dapat memperoleh pengetahuan yang seimbang antara pengetahuan agama dan pengetahuan umum serta dapat menerapkan dan mengamalkannya dalam kehidupan sehari-hari.41

Upaya membentuk manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Allah serta berakhlak mulia, ternyata tidak bisa hanya mengandalkan pelajaran pendidikan agama yang hanya dua jam pelajaran, tetapi perlu adanya pelaksanaan kegiatan keagamaan secara terus menerus dan berkelanjutan di luar jam pelajaran pendidikan agama, baik dalam kelas maupun diluar kelas bahkan diperlukan pula kerjasama yang harmonis interaktif diantara warga sekolah dan para tenaga kependidikan yang ada di dalamnya.

Aktivitas hidup manusia sangat dipengaruhi oleh nilai-nilai agama yang diyakininya. Nilai-nilai agama inilah yang membentuk pola pikir, bersikap dan berperilaku dalam kehidupannya. Nilai agama yang berintikan pada akidah bisa menjadikan seorang muslim lebih baik dan mampu mengalahkan seluruh

40

Ibid., h. 5.

41

(46)

kekuatan jahat. Agama yang dipahami secara benar akan berfungsi sebagai “kompas” penunjuk arah kemana kehidupan modern yang penuh perubahan tata

nilai ini akan dimuarakan, karena pada dasarnya agama dapat memberikan jalan kepada manusia untuk mencapai rasa aman, rasa tidak takut atau rasa cemas dalam menghadapi persoalan hidup.

Karena itu, pendidikan agama berperan dalam membangkitkan kekuatan dan kesediaan spiritual yang bersifat naluri melalui bimbingan agama. Pelaksanaan pendidikan nilai keagamaan bertujuan untuk menginternalisasikan nilai-nilai ketuhanan sehingga menjiwai nilai-nilai etik insani. Nilai-nilai itulah yang harus sejak dini ditanamkan kedalam diri seorang anak melalui proses pendidikan nilai-nilai agama.

Pendidikan nilai-nilai agama saat ini sudah banyak diterapkan di sekolah negeri maupun di swasta, misalnya kegiatan keagamaan seperti mengikuti shalat dhuha berjama’ah, istighosah, yasin dan tahlil. Dengan adanya kegiatan

keagamaan tersebut diharapkan dalam diri siswa akan tertanam nilai-nilai pendidikan agama yang nantinya akan berdampak pada pembentukan akhlak peserta didik. Pembentukan akhlak adalah bagaimana merubah seseorang untuk menimbulkan perbuatan baik dengan mudah sehingga kita sebagai manusia dapat diterima dengan mudah dalam hidup berkelompok.

(47)

diri individu peserta didik. Dengan adanya pembentukan akhlak yang baik akan menjadikan kehidupan peserta didik jauh lebih baik kedepannya.

D. Hipotesis

Hipotesis adalah dugaan yang mungkin benar atau mungkin juga salah.42 Sedangkan menurut Suharsimi Arikunto, hipotesis adalah “Suatu jawaban yang bersifat sementara terhadap permasalahan penelitian, sampai terbukti melalui data yang terkumpul”.43

Kemudian menurut Sugiyono, Hipotesis merupakan jawaban sementara terhadap rumusan masalah penelitian, di mana rumusan masalah penelitian telah dinyatakan dalam bentuk kalimat pertanyaan.

Hipotesis penelitian dapat juga diartikan sebagai jawaban sementara terhadap masalah penelitian, yang kebenarannya masih harus diuji secara empiris.

Hipotesis terdiri dari dua macam yaitu: Hipotesis nol (Ho) yang menyatakan adanya persamaan atau tidak adanya perbedaan antara dua kelompok atau lebih dan hipotesis kerja/alternatif (Ha) yang menyatakan adanya hubungan antara variabel x dan variabel y atau adanya perbedaan antara x dan y.

1. Ha : Hipotesis Kerja atau Hipotesis Alternatif

Hipotesis kerja ( Ha ) dalam penelitian ini adalah : “Adanya Korelasi antara

kegiatan keagamaan dengan pembentukan akhlak peserta didik”.

42

Sutrisno Hadi, Metodologi Research, Jilid I, (Yogyakarta: Andi Offset, 2000), h.63.

43

(48)

2. Ho : Hipotesis Nol atau Hipotesis Nihil

(49)

BAB III

METODE PENELITIAN

Metode di sini diartikan sebagai suatu cara atau teknis yang akan dilakukan dalam proses penelitian, sedangkan penelitian itu sendiri diartikan sebagai upaya dalam bidang ilmu pengetahuan yang dijalankan untuk memperoleh fakta-fakta dan prinsip-prinsip dengan sabar, hati-hati dan sistematis untuk mewujudkan kebenaran.

Metode penelitian dalam penulisan karya ilmiah mutlah diperlukan agar alur penulisan karya tersebut betul-betul sistematis, tidak simpang siur sehingga alur permasalahan dan penyelesaian masalahnya dapat ditulis dengan lancar dan sempurna. Metode penelitian menurut Moelong adalah seperangkat cara dalam proses yang sistematis diperlukan dalam perencanaan dan juga dalam pelaksanaan penelitian.44 Oleh karena itu di sini akan dipaparkan mengenai:

A. Jenis dan Rancangan Penelitian 1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian deskriptif. penelitian deskriptif adalah jenis penelitian yang memberikan gambaran atau uraian atas suatu keadaan sejelas mungkin tanpa ada perlakuan terhadap obyek yang diteliti.

44

Lexy J Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif. (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2006), 43

(50)

Sedangkan pendekatan penelitian yang digunakan adalah kuantitatif. Menurut sugiyono alasan digunakannya penelitian kuantitatif dikarenakan data penelitian berupa angka-angka dan analisis menggunakan statistik.45 Kuantitatif digunakan apabila masalah merupakan penyimpangan antara yang seharusnya dengan yang terjadi, antara aturan dengan pelaksanaan, antara teori dengan praktik, antara rencana dengan pelaksanaan. Penelitian menggunakan jenis dan pendekatan ini untuk korelasi antara kegiatan keagamaan dengan pembentukan akhlak peserta didik di SMA Islam Sidoarjo.

2. Rancangan Penelitian

Rancangan penelitian yaitu rancangan yang menggambarkan atau menjelaskan apa yang hendak diteliti dan bagaimana penelitian dilaksanakan. Dalam penelitian ini, beberapa tahapan yang harus ditempuh adalah sebagai berikut:

a. Judul Penelitian

Judul harus jelas dan spesifik. Judul yang jelas harus menggambarkan variabel yang diteliti, sehingga pembaca bisa menduga permasalahan yang tersirat dalam penelitian. Judul juga memberikan kesan di mana atau dalam kontek apa penelitian itu dilaksanakan.

45

(51)

b. Pendahuluan

Dalam pendahuluan berisi tentang uraian argumentasi pentingnya penelitian tersebut dilaksanakan dalam hubungannya dengan ilmu, pemecahan masalah, kebijaksanaan atau berkaitan dengan pembangunan. Argumentasi tersebut bisa dilihat dari fakta empiris atau deduksi teori.

c. Perumusan Masalah

Perumusan masalah merupakan lanjutan uraian pendahuluan, artinya spesifikasi atau penajaman uraian pendahuluan terhadap hakikat masalah yang diteliti. Perumusan masalah diawali dengan identifikasi atau analisis masalah, menetapkan ruang lingkup masalah yang diteliti, membatasi masalah dan merumuskan masalah penelitian.

d. Kajian Teori dan Kerangka Penelitian

Dalam kajian teori dijelaskan kedudukan masalah yang ditinjau dari khasanah pengetauan artinya permasalahan tersebut dapat dijelaskan maknanya dari sudut ilmu pengetahuan. Variabel yang berkenaan dengan masalah dikaji secara rasional, bahkan kalau ada didukung dengan data empirik dari hasil penelitian yang relevan.

e. Tujuan Penelitian

(52)

menjadi tujuan umum yang mengacu kepada makna yang tersirat dalam judul dan tujuan khusus yang mengacu kepada pertanyaan penelitian atau pada hipotesis penelitian.

f. Manfaat Penelitian

Manfaat Penelitian bertujuan untuk pemecahan masalah, untuk merumuskan kebijaksanaan, untuk pengembangan ilmu, untuk memperbaiki suatu model kerja yang lebih efektif dan lain-lain bergantung kepada masalah dan lingkup penelitiannya.

g. Metode Penelitian

Metodologi penelitian menjelaskan bagaimana prosedur penelitian itu akan dilaksanakan. Artinya, cara bagaimana memperoleh data empiris untuk menjawab pertanyaan penelitian atau menguji hipotesis. Unsur yang harus terdapat dalam metodologi penelitian adalah metode dan jenis penelitian, instrumen pengumpul data, sampel penelitian dan analisis data.

h. Jadwal Waktu Penelitian

(53)

i. Perkiraan Biaya

Dalam uraian atau penjelasan biaya dikemukakan besarnya biaya yang diperlukan untuk penelitian yang diajukan serta rincian penggunaanya sesuai dengan tahapan penelitian seperti dijelaskan dalam komponen waktu penelitian.

j. Hasil Penelitian

Hasil Penelitian bisanya merupakan bagian terakhir yang penting peranannya. Pada bab ini menunjukkan hasil akhir dari proses penelitian. Disamping itu, bab ini umumnya berisi tentang implikasi atau hasil penelitian peneliti atas diperolehnya hasil penelitian dalam pemanfaatan hasil penelitian dan saran-saran yang direncanakan untuk lebih memanfaakan hasil penelitian.46

B. Variabel dan Indikator 1. Variabel Penelitian

Variabel adalah obyek penelitian, atau apa yang menjadi titik perhatian suatu penelitian. Penelitian ini terdiri dari dua variabel, yaitu variabel independen (bebas) dan variabel dependen (terikat). Variabel independen (bebas) adalah variabel yang mempengaruhi atau yang menjadi sebab perubahannya atau timbulnya variabel dependen (terikat). Sedangkan variabel

46

(54)

dependen (terikat) adalah variabel yang dipengaruhi atau yang menjadi akibat, karena adanya variabel bebas.

Sesuai dengan judul penelitian tentang “ Korelasi Antara Kegiatan

Keagamaan Dengan Pembentukan Akhlak Peserta Didik “. Dalam penelitian ini hanya terdapat dua variabel yaitu variabel X dan Y, dengan rincian sebagai berikut :

a. Variabel Bebas (Independent Variabel)

Variabel bebas (X) adalah variabel yang beroprasi secara bebas secara aktif yang diselidiki korelasinya. Variabel bebas dalam penelitian ini adalah Kegiatan Keagamaan.

b. Variabel Terikat (Dependent Variabel)

Variabel terikat (Y) adalah variabel yang diramalkan akan timbul dan berhubungan fungsional. Variabel terikat dalam penelitian ini adalah Pembentukan akhlak.

2. Indikator Penelitian

Indikator Variabel adalah yang dipecahkan menjadi kategori- kategori data yang harus dikumpulkan oleh peneliti. Adapun indikator variabel dalam penelitian ini adalah:

a. Variabel kegiatan keagamaan dengan indikator sebagai berikut : 1) Shalat Dhuha

(55)

3) Yasin 4) Tahlil

b. Variabel pembentukan akhlak dengan indikator sebagai berikut : 1) Allah

2) Diri Sendiri 3) Manusia 4) Lingkungan

C. Instrumen Penelitian

(56)
[image:56.612.112.521.153.527.2]

TABEL 3.1

INSTRUMEN PENELITIAN No

Variabel Penelitian

Sub Variabel Indikator

Banya knya Butir

No. Butir 1 Kegiatan

Keagamaan Mengikuti kegiatan keagamaan atau kehadiran  Shalat Dhuha  Istighosah  Yasin  Tahlil 3 3 2 2 1,2,5 3,4,6 7,10 8,9

2 Pembentukan Akhlak

Perilaku  Allah

 Diri Sendiri

 Manusia  Masyarakat  Alam 2 1 1 2 2 1,2 5 10 3,4 6,7

Jumlah 20

1. Skoring Angket Kegiatan Keagamaan Dan Pembentukan Akhlak Peserta Didik

(57)

pernyataan positif dan bentuk pertanyaan atau pernyataan negatif untuk mengukur sikap negatif.

[image:57.612.129.521.213.487.2]

Pada penelitian ini menggunakan skala likert dengan alternatif pilihan jawaban : pada angket kegiatan keagamaan dan Pembentukan akhlak peserta didik yaitu : SL, SR, KK, J,TP.

Tabel 3.2

Skoring Angket Kegiatan Keagamaan dan Pembentukan Akhlak

Kategori Respon Skor Skala

Favorable

Skor Skala Unfavorable

Selalu 5 1

Sering 4 2

Kadang-Kadang 3 3

Jarang 2 4

Tidak Pernah 1 5

Berdasarkan tabel di atas dapat dilihat bahwa pernyataan favorable menunjukkan indikasi mendukung teori sehingga nilainya bergerak dari 5 sampai 1, sebaliknya unfavorable menunjukkan tidak mendukung teori sehingga nilainya bergerak dari 1 – 5.

2. Validitas dan Reliabilitas a. Validitas

(58)

tersebut menjalankan fungsi ukurannya atau memberikan hasil ukur yang tepat dan akurat sesuai dengan maksud dikenakan tes tersebut. Suatu tes yang menghasilkan data tidak relevan dengan tujuan diadakannya pengukuran dikatakan sebagai tes yang memiliki validitas rendah.47

Menurut Friedenbeg biasanya dalam pengembagan dan penyusunan skala-skala psikologi, digunakan harga koefisien korelasi yang minimal sama dengan 0,30. Dengan demikian semua item yang memiliki korelasi kurang dari 0,30 dapat disisihkan dan item-item yang akan dimasukkan dalam alat tes adalah item-item yang memiliki kerelasi di atas 0,30 dengan pengertian semakin tinggi korelasi itu mendekati angka 1 maka semakin baik pula konsistensinya (validitasnya).48

Berikut ini merupakan hasil pengujian validitas dari item-item pada setiap variabelnya. Setelah melalui uji validitas dengan program Statistical Package

For Science (SPSS) for Windows v. 16.00, maka untuk menentukan valit

tidaknya suatu aitem maka dapat dilihat pada tabel Corrected Item Total

Correlation. Jika nilai pada tabel Corrected Item Total Correlation >0,30

maka aitem tersebut valid tetapi jika nilai pada tabel Corrected Item Total

Correlation <0,30 maka item tersebut tidak valid.

Tabel 3.3

Validitas Angket Kegiatan Keagamaan

47

Saifuddin Azwar, Penyusunan Skala Psikologi, (Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 2015)., h.6

48

(59)

No. Pernyataan Koefisien Korelasi

0,30 Keterangan

1 Saya aktif dalam mengerjakan shalat dhuha.

0.517 > 0,30 Valid

2 Saya selalu memperhatikan materi

atau kultum ketika shalat dhuha. 0.711

> 0,30 Valid

3 Saya dalam keadaan suci ketika mengikuti istighosah

0.593 > 0,30 Valid

4 Guru saya selalu memotivasi saya ketika saya malas mengikuti istighosah.

0.698 > 0,30 Valid

5 Saya bersungguh-sungguh dalam mengikuti shalat dhuha.

0.531 > 0,30 Valid

6 Saya bersungguh-sungguh dalam mengikuti istighosah.

0.517 > 0,30 Valid

7 Saya bersungguh-sungguh dalam mengikuti yasinan.

0.688 > 0,30 Valid

8 Saya selalu mengikuti tahlilan di rumah.

0.451 > 0,30 Valid

9 Saya mengikuti tahlillan atas kemauan diri sendiri.

0.661 > 0,30 Valid

10 Saya membaca yasin dengan tajwid yang benar.

(60)
[image:60.612.114.505.154.688.2]

Tabel 3.4

Validitas Angket Pembentukan Akhlak

No Pernyataan Koefisien

Korelasi

0,30 Keterangan

1 Saya akan selalu mengucapkan istighfar sehabis shalat.

0.396 >0,30 Valid

2 Saya rajin shalat lima waktu setiap hari.

0.425 >0,30 Valid

3 Ketika saya lapar, saya makan secukupnya.

0.570 >0,30 Valid

4 Saya berolahraga di pagi hari untuk menjaga kesehatan tubuh.

0.631 >0,30 Valid

5 Saya mendengarkan penjelasan guru ketika pelajaran.

0.380 >0,30 Valid

6 Saya membuang sampah pada tempatnya.

0.608 >0,30 Valid

7 Saya ikut berpartisipasi dalam mengikuti kegiatan menanam sejuta pohon.

0.659 >0,30 Valid

8 Saya akan menyapa ketika bertemu tetangga.

0.567 >0,30 Valid

9 Ketika tetangga membutuhkan pertolongan, saya akan membantu.

(61)

10 Jujur apabila ditanya sesuatu oleh orang tua.

0.471 >0,30 Valid

Berdasarkan analisis validitas item pembentukan akhlak dengan menggunakan teknis analisis uji daya beda data program SPSS (Statistical

Package For The Social Sciences). Maka terdapat 10 item pernyataan angket

kegiatan keagamaan yang terima (Valid) dan 10 yaitu item pernyataan angket pembentukan akhlak peserta didik yang terima (valid). Maka item yang berjumlah 20 tersebut yang digunakan untuk mengukur kegiatan keagamaan dan pembentukan akhlak peserta didik. Karena 20 item tersebut sudah teruji validitasnya dan memiliki nilai koefisien korelasi >0,30.

Tabel validitas di atas menunjukkan item-item yang valid dan dapat digunakan sebagai alat pengukur untuk mekakukan penelitian variabel pembentukan akhlak. Selanjutnya di dalam penelitian kuantitatif item yang digunakan hanya item yang valid saja. Item valid tersebut sudah melalui seleksi dengan cara uji coba sebelum penelitian dilakukan. Berikut ini adalah Blue Print angket pengukuran variabel pembentukan akhlak yang berisi penyebaran aitem-aitem valid yang mewakili setiap indikator dan masing-masing dimensi pada variabel penelitian .

b. Reliabilitas

(62)

bahwa tinggi rendahnya reliabilitas secara empiric ditunjukkan oleh suatu angka yang disebut koefisien reliabilitas. Semakin tinggi koefisien antara hasil ukur maka akan semakin reliable. Biasanya koefisien realibilitas berkisar antara 0 sampai 1, jika koefisien mendekati angka 1,00 berarti tinggi reliabilitasnya. Menurut sekaran bahwa kaidah reliabilitas 0,6 adalah kurang baik, sedangkan 0,7 dapat diterima dan di atas 0,8 adalah baik.49 Menurut azwar, bahwa item yang baik adalah item yang memiliki daya beda di atas 0,3 sedangkan item dengan daya beda kurang dari 0,3 menunjukkan item tidak baik.50

Reliabilitas dalam penelitian ini dilakukan dengan tekhnik koefisien alpha. Semakin besar koefisien reliabilitas berarti semakin kecil kesalahan pengukuran maka semakin reliabel alat ukur tersebut. Sebaliknya semakin kecil koefisien reliabilitas berarti akan semakin besar kesalahan pengukuran, maka semakin tidak reliabel alat ukur tersebut. Menurut sekaran, cronbach alpha dikatakan reliabel jika nilai cronbach alpha > 0,70 dan jika nilai cronbach alpha <0,70 maka data tersebut dikatakan tidak reliabel.

Reliabilitas pada bab ini merupakan reliabilitas dari item-item yang sudah terseleksi valid dan memenuhi syarat validitas yang diinginkan. Berikut ini merupakan reliabilitas dari ketiga variabel yang digunakan dalam penelitian:

49

Sakaran, metode penelitian bisnis, (Jakarta : Salemba Empat, 2006)., h. 13

50

(63)
[image:63.612.112.527.154.500.2]

Tabel 3.5

Reliabilitas Kedua Variabel yang Diteliti

No. Variabel Cronbach

Alpha

0,70 Keterangan 1. Kegiatan keagamaan 0.744 >0,70 Reliabel

2. Pembentukan akhlak peserta didik

0.724 >0,70 Reliabel

Berdasarkan nilai koefisien cronbach‟s alpha pada variabel kegiatan keagamaan sebesar 0.744 dan pembentukan akhlak peserta didik sebesar 0.724 maka instrumen penelitian

Gambar

TABEL 3.1 INSTRUMEN PENELITIAN
Tabel 3.2 Skoring Angket Kegiatan Keagamaan dan Pembentukan Akhlak
Tabel 3.4
Tabel 3.5
+7

Referensi

Dokumen terkait

Secara praktis dengan penelitian ini diharapkan dapat membantu pembaca untuk lebih memahami isi cerita dalam novel Mellow Yellow Drama karya Audrey Yu Jia Hui terutama

 spesi kafein (atau disebut juga fase diklorometana karena kafein merupakan senyawa organik nonpolar yang dapat larut pada diklorometana yang juga senyawa organik nonpolar):

Menurut Widoyoko (2009: 155) cara menganalisis validitas dan reabilitas instrumen menggunakan komputer dilakukan dengan mengunakan program SPSS ( Statistical Package Faor

Keuntungan utama dari penerapan pelat sandwich dibandingkan dengan menggunakan pelat baja konvensional adalah sebagai berikut: (1) mengurangi kebutuhan penegar,

Metode fishbone analysis menunjukan diagram hubungan sebab akibat berkaitan dengan pengendalian proses statistikal, diagram sebab-akibat dipergunakan untuk menunjukkan

Pendapatan Regional Produk Domestik Regional Bruto Kota Bandar Lampung menurut Lapangan Usaha Atas Dasar Harga Konstan Tahun 2011-2015 juta rupiah Gross Regional Domestic Product

pekerja/buruh terhindar dari bahaya kecelakaan yang dapat ditimbulkan oleh alat-alat kerja atau bahan yang dikerjakan. Perlindungan sosial dan perlindungan ekonomis

Jika dilihat dari karakteristik responden, sebagian be- sar jenis investasi yang dimiliki oleh re- sponden adalah pada aset riil, yang berarti risiko yang dimiliki pada