• Tidak ada hasil yang ditemukan

Prosiding Seminar Inovasi Teknologi Pertanian 2012

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Prosiding Seminar Inovasi Teknologi Pertanian 2012"

Copied!
5
0
0

Teks penuh

(1)

UJI KETAHANAN GALUR-GALUR PADI TERHADAP PENYAKIT TUNGRO DI DAERAH ENDEMIK

Mansur1, Syahrir Pakki2, Edi Tando3 dan 4Yulie Oktavia 1Loka Penelitian Penyakit Tungro

2

Balai Penelitian Tanaman Serealia Maros, Sulawesi Selatan 3

Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Sulawesi Tenggara 4

Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Bengkulu

ABSTRAK

Penyakit tungro pada tanaman padi disebabkan oleh virus yang ditularkan oleh wereng hijau Nephotetix virescens. Penelitian uji ketahanan galur padi terhadap penyakit tungro di daerah endemik ditujukan untuk mengevaluasi ketahanan galur-galur generasi lanjut di daerah endemik tungro. Penelitian dilaksanakan di Polewali Mandar Sulawesi Barat mulai bulan Februari sampai dengan Mei 2011, menggunakan augmented design, dengan 80 galur harapan tahan tungro. Hasil Penelitian menunjukkan bahwa tercatat 2 galur tahan trerhadap penyakit tungro, yaitu: BP4124-1F-4-2-3*B-2 dan BP7956-1f-2-2-2*B yang memiliki ketahanan lebih tinggi dengan potensi hasil gabah kering panen 4500-6000 kg/ha. Galur-galur tersebut selanjutnya direkomendasikan untuk uji multilokasi.

Kata Kunci : penyakit tungro; wereng hijau; galur-galur padi

PENDAHULUAN

Penyakit tungro adalah salah satu organisme pengganggu tanaman (OPT) utama pada tanaman padi. Penyakit ini akan selalu menjadi kendala dalam upaya peningkatan stabilitas produksi padi Nasional bahkan menjadi ancaman serius bagi ketahanan pangan yang berkelanjutan (Widiarta et al,. 2004). Produksi optimal suatu varietas padi tidak akan tercapai jika terserang virus tungro, bahkan jika serangan terjadi sejak di pesemaian maka tidak akan diperoleh hasil (Hasanuddin, 2002).

Dilaporkan bahwa penyakit tungro awalnya hanya terdapat di beberapa wilayah sentra produksi padi di Indonesia, namun hingga saat ini telah menyebar di 27 provinsi di Indonesia, sehingga menyebabkan kerugian milyaran per tahun. Kasus ledakan serangan secara spot di suatu daerah endemik dapat mencapai puluhan ribu hektar. Manokwari Papua adalah salahsatu daerah endemik tungro di Indonesia, dilaporkan tahun 2008 tungro menginfeksi pertanaman padi sekitar 15.000 ha sedangkan di Bantaeng Sulawesi Selatan, sekitar 800 ha padi sawah (Pakki et al., 2010). Tahun 2009 di Sulawesi Barat penyakit tungro menginfeksi padi sawah sekitar 1000 ha (Fajar, 2009). Selanjutnya pada tahun 2011 serangan tungro di Indonesia mencapai 13.868 ha dan Puso 333 ha dengan luas serangan tertinggi terjadi pada propinsi Jawa Barat dan Nusa Tenggara Barat masing-masing 2,763 ha dan 2.328 ha (Budianto et al., 2011). Ledakan serangan tungro terjadi secara sporadis. Oleh karena itu, sangat diperlukan usaha pengendalian terpadu khususnya di daerah endemik tungro dan seluruh sentra produksi padi nasional pada umumnya.

Usaha pengendalian tungro telah dilakukan berbagai cara, diantaranya dengan penanaman varietas tahan, waktu tanam tepat, tanam serempak, pergiliran varietas, manipulasi faktor lingkungan dan penggunaan insektisida pada kondisi tertentu (Muis et al., 1990). Pengendalian terpadu dengan mengintegrasikan berbagai komponen pengendalian dalam satu paket teknologi pengendalian tungro diharapkan dapat mengurangi sebaran penyakit tungro di Indonesia (Hasanuddin et al,. 2001).

Banyaknya varietas padi yang beredar di petani yang tidak memiliki gen ketahanan, berpotensi menjadi penyebab meledaknya tungro. Oleh karena itu upaya perakitan/penemuan varietas unggul baru yang tahan terhadap tungro perlu dilakukan. Penelitian uji ketahanan galur-galur padi terhadap penyakit tungro di daerah endemik bertujuan untuk mengevaluasi ketahanan galur-galur padi terhadap penyakit tungro di daerah endemik.

BAHAN DAN METODA

(2)

pembanding peka terhadap tungro dan Inpari 9 Elo sebagai pembanding tahan terhadap tungro dalam setiap 20 galur uji yang merupakan tanaman utama. Tanaman dipupuk dengan phonska dan urea. Pemupukan I dilakukan pada saat tanaman berumur 10 hst dengan perincian ponska 300 kg/ha ditambah 100 kg urea, pemupukan II dilakukan setelah tanaman berumur 40 hst dengan menggunaan urea 100 kg/ha dengan parameter pengamatan penelitian di lapangan meliputi;

a)

Kerapatan populasi wereng hijau dengan 10 kali ayunan ganda pada 20 dan 30 hari setelah tanam (Pakki et al., 2011)

b)

Intensitas penyakit tungro (%) dinilai dengan skor sesuai dengan Standard Evaluation System for Rice (IRRI, 1996) sebagai berikut :

Skor 1 = 0% tidak ada genjala serangan

3 = 1-10% terserang, kerdil dan belum menguning 5 = 11-30% terserang, kerdil dan agak menguning 7 = 31-50% terserang, kerdil dan menguning 9 = > 50% terserang, kerdil dan oranye

Berdasarkan skala keparahan gejala penyakit tersebut kemudian dihitung indeks penyakit tungro dengan rumus sebagai berikut :

Di = n(1) + n(3) + n(5) + n(7) + n(9) tn

dimana, Di = Indeks penyakit tungro

n = jumlah tanaman yang terserang tungro dengan skala tertentu tn = total rumpun yang diskor

Sedangkan rentang indeks penyakit tungro (Di) menurut Standard Evaluation System for Rice (IRRI, 1996), adalah; tahan (R = 0-3), moderat (M = 4-6), dan peka (S = 7-9).

c) Hasil gabah kering panen (kg/ha)

HASIL DAN PEMBAHASAN

(3)

Gambar 1. Populasi vektor (N. virescens) dan Intensitas Serangan (%) umur 30 hst.

Keterangan : Kode Galur Kode Galur

A= BP4200-2F-4-3-3*B-1 AL= BP7956-1f-2-2-2*B C= BP4200-2F-4-3-3*B-3 AO= BP5094-4f-11-1-4*B D= BP4124-1F-4-2-3*B-1 AZ= BP5170f-Kn-3-1-4*B E= BP4124-1F-4-2-3*B-2 BV= BP8188-2f-5-2-2*B G= BP2870-4E-Kn-22-2-1-6*B-1 CA= BP7988-1f-9-2-1*B J = BP4198-7F-1-2-2*B WCK3-1 CB= BP9012-2e-Kn-6-2-2*B AA= BP9000-3e-Kn-16-2-2*B L= BP4260f-Kn-11-2-2-3*B-2 N = BP5156f-Kn-6-2-2*B-1 BF= BP7010-3f-7-1-1*B BN = BP3350-3e-Kn-5-2-7*B BO= BP8216-1f-10-1-2*B AC = BP4900-3f-8-3-5*B BM= BP4738-5f-Kn-10-1-5*B W = BP4602-2f-3-3-2*B-4-1 AF= BP7628-3f-3-3-2*B INPARI 9 (Pembanding Tahan) IR64 (Pembanding Peka)

Sumber : Analisis data primer, 2011.

Perkembangan penyakit tungro yang lebih lambat pada galur tertentu dibanding galur lain, oleh karena adanya kemampuan yang dimiliki tanaman dalam mencegah proses infeksi atau membatasi kolonisasi patogen virus. Bilamana inang mampu membatasi proses infeksi dan virus tungro berkembang, maka ketahanannya akan ditunjukan dengan tidak timbulnya gejala. Sebaliknya bila inang tidak mampu membatasi proses infeksi maka tanaman akan menjadi kerdil dan terjadinya perubahan warna daun (Hasanuddin, 2009).

Penemuan galur-galur uji yang tahan tungro dari wilayah endemik dengan cekaman yang tinggi, memberi harapan ditemukannya calon varietas yang mempunyai durasi ketahanan yang tinggi dan adaptif pada beberapa lokasi. Varietas unggul yang memiliki ketahanan stabil terhadap tungro dapat mencegah terjadinya serangan tungro secara meluas. Adanya penggunaan varietas tahan tungro merupakan cara yang paling efektif dalam upaya pengendalian penyakit tungro. Peningkatan penggunaan varietas tahan dalam suatu hamparan sangat berpengaruh nyata terhadap pengurangan intensitas tungro di lapang.

Dari 80 galur uji perlakuan pada fase vegetatif, ditemukan 2 galur tahan, 10 galur moderat dan 78 galur peka, dibandingkan dengan pembanding peka terinfeksi 84%, sedangkan Inpari 9 Elo sebagai pembanding tahan memperlihatkan karakter ketahanan yang sangat baik dengan intensitas serangan tungro 0 % (Tabel 1). Ketahanan varietas padi terhadap tungro merupakan kompleksitas ketahanan terhadap wereng hijau dan virus tungro, ketahanan tersebut dikendalikan oleh beberapa gen yang independen (Hasanuddin, 2009). Galur-galur tersebut mempunyai sifat genetik yang dominan resisten terhadap tungro sehingga dapat dijadikan sebagai calon varietas unggul padi tahan tungro.

Populasi

(4)

Tabel 1. Ketahanan galur uji terhadap penyakit tungro

No Galur Uji dan Pembanding Indeks Penyakit Kriteria

Tungro Ketahanan

Gejala penyakit tungro yang umum ditemukan di Polman adalah tanaman kerdil, mengalami klorosis sampai daun berubah warna kekuningan, yang paling parah tanaman tidak menghasilkan gabah bernas. Tinggi rendahnya tingkat serangan sangat bergantung pada kerentanan varietas yang ditanam. Infeksi virus tungro dapat menyebabkan penurunan klorofil dan hormon, penurunan laju fotosintesis dan peningkatan laju respirasi. Secara morfologi tanaman menjadi kerdil, kekuningan, jumlah anakan berkurang dan kehampaan malai tinggi (Ling, 1975). Infeksi virus tungro akan mengakibatkan penurunan jumlah malai per rumpun, pemendekan malai, jumlah gabah per malai, akan menyebabkan kehilangan hasil yang tinggi (Chowndhury dan Mukhopadhyay, 1975).

Hasil analisis juga memperlihatkan bahwa terdapat beberapa galur uji yang mempunyai potensi hasil 4500- 6000 kg/ha hasil gabah kering panen dengan kandungan kadar air 17-19 % serta memperlihatkan tingkat ketahanan terhadap tungro (Gambar 2). Hasil tersebut mendekati dan sama dengan pembanding tahan Inpari 9 dan jauh lebih tinggi dibanding IR 64. Galur-galur tersebut adalah A, C, D, E, G, J, AL, AO, AZ, BV, CA, dan CB. Penampilan respon tanaman tersebut mempunyai intensitas serangan tungro yang rendah sehingga dapat dilanjutkan untuk uji multi lokasi dengan harapan dapat menjadi calon varietas unggul padi tahan tungro.

Gambar 2. Gabah Kering Panen Galur-Galur Tahan Tungro.

Galur-Galur

(5)

Hasil analisis menunjukkan adanya perbedaan ketahanan terhadap penyakit tungro, dimana galur-galur yang terinfeksi berat penyakit tungro dikategorikan sebagai galur yang tidak berpotensi untuk dikembangkan pada wilayah endemik tungro, sebaliknya galur uji yang memperlihatkan ketahanan yang baik dan memiliki potensi hasil yang tinggi direkomendasikan untuk ditanam.

KESIMPULAN

Pengujian ketahanan 80 galur diperoleh 2 galur yang memperlihatkan reaksi ketahanan yang tinggi terhadap penyakit tungro di daerah endemik, dengan potensi hasil gabah kering panen berkisar antara 4700 dan 6000 kg/ha. Kedua galur tersebut yaitu BP4124-1F-4-2-3*B-2 dan BP7956-1f-2-2-2*B direkomendasikan untuk uji multilokasi.

DAFTAR PUSTAKA

Budianto, E. M. Nurhidayat, Suparni dan S. Haryati. 2011. Perlindungan Tanaman untuk Menekan Kehilangan Hasil Padi. Dalam: Hermato, A. Muis, dan S. Pakki (Ed.). Inovasi Teknologi Pengendalian Penyakit Tungro dan Hama utama Padi Menuju Swasembada Berkelanjutan. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan. p.1-9.

Chowndhury, A.K. and A.N. Mukhopadhyay. 1975. Effect of Virus on Yield Components. International Rice Commision. News Letter, 42(2):74-75.

Hasanuddin, A. 2009. Status Tungro di Indonesia Penelitian dan Stategi Pengelolaan ke Depan. Makalah dalamOrasi Purnabakti Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan. Bogor.

Hasanuddin, A. 2002. Pengendalian Penyakit Tungro Terpadu : Strategi dan Implementasi. Orasi Pengukuhan Ahli Peneliti Utama. Puslitbang Tanaman Pangan. Badan Litbang Pertanian. Jakarta.

Hasanuddin, A. I.N. Widiarta dan M. Muhsin. 2001. Penelitian Teknik Eliminasi Sumber Inokulum RTSV: Suatu Strategi Pengendalian Tungro. Laporan Riset Unggulan Terpadu IV. Kantor Menristek dan DRN. Jakarta.

Hikmawati, M.K. 2003. Studi Komposisi Spesies Wereng Hijau Genus Nephotettix spp. (Hemiptera:Cicadellidae) di Wilayah dan di Luar Wilayah Endemi Penyakit Tungro. Laporan Penelitiaan. Fakultas Pertanian. Universitas Sebelas Maret. Solo.

Ling, K.C. 1975. Experimental Epidemiology of Rice Tungro Disease: Effect of Virus Source on Disease Incidence. Philipp. Phytopathol. 11:46-57.

Muis, A. M. Yasin Said dan A. Hasanuddin. 1990. Epidemiologi Penyakit Tungro, Pergiliran Varietas dan Waktu Tanam Padi. Laporan Penelitian, Balai Penelitian Tanaman Pangan Sulawesi selatan. Maros. ;(1):47-52.

Pakki, S. A. Bastian. A. Jabbar dan F. T. Ladja. 2010.a Padi Pengembangan Teknik Peringatan Dini di Pesemaian dan Tanaman Umur Muda (30 hst) serta Pengendalian Tungro untuk Menekan Kehilangan Hasil < 10 %. Laporan Hasil Penelitian, Loka Penelitian Penyakit Tungro. Sidrap: Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan. Bogor.

Fajar. 2009. Serangan Penyakit Tungro di Sulawesi Barat. Harian Fajar (Juli 2009). Sulawesi Barat. Palu.

Gambar

Gambar 1. Populasi vektor (N. virescens) dan Intensitas Serangan (%) umur 30 hst.
Gambar 2. Gabah Kering Panen Galur-Galur Tahan Tungro.

Referensi

Dokumen terkait

Atau dengan kata lain, secara statistik terbukti bahwa sektor pertanian memiliki peran yang signifikan dalam menghadapi kesenjangan perekonomian antar kabupaten/kota

Al-Mara&lt;ghi&lt; adalah seorang ulama yang menguasai berbagai ilmu agama sehingga menyusun sebuah kitab tafsir dengan metode penulisan yang sistematis, dengan bahasa ringan

Beberapa analit tidak dapat dititrasi dalam air karena kelarutannya rendah atau memiliki kekuatan asam/ basa yang tidak memadai untuk mencapai titik akhir,

Akuntabilitas dalam hal ini adalah bagaimana pemerintah atau aparatur dapat menjelaskan semua aktifitasnya dengan memberikan data dan informasi yang akurat terhadap

hingga 2010, institusi pendidikan tinggi awam (IPTA) dengan bilangan sebanyak 20 buah, masih tidak akan dapat menyerap semua pertambahan permintaan terhadap pendidikan

dalam kerang hijau ukuran besar di Teluk Jakarta ini tidak aman untuk dikonsumsi, karena lebih tinggi dari nilai ambang batas aman yang ditetapkan

Hasil: Pada systematic review ini menunjukan bahwa gaya kepemimpinan transformasional memiliki pengaruh dan dampak terhadap kepuasan kerja perawat sehingga banyak yang menggunakan