• Tidak ada hasil yang ditemukan

Muhammadiyah dan Islam Indonesia

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Muhammadiyah dan Islam Indonesia"

Copied!
3
0
0

Teks penuh

(1)

Muhammadiyah dan Islam Indonesia : Zuly Qodir

Sebagai organisasi sosial kemasyarakatan, Muhammadiyah hampir-hampir tidak bisa diragukan bahwa organisasi ini telah banyak memberikan kontribusinya pada bangsa

sepanjang sejarahnya. Dengan jumlah pengikut yang cukup besar, kira-kira 15 sampai 20 juta jiwa, Muhammadiyah telah menempatkan diri sebagai ormas Islam terbesar kedua, setelah NU di nusantara ini. Muhammadiyah, oleh sebab itu tetap akan disorot apa kontribusinya dengan perkembangan dan kemajuan bangsa ini.

Dalam konteks itulah, gerakan Muhammadiyah, menjadi penting diperhatikan kaitannya dengan Islam di Indonesia. Bahkan, pencitraan atas Islam Indonesia, selain dialamatkan kepada NU sebagai ormas terbesar, secara tidak langsung jelas dialamatkan kepada

Muhammadiyah. Hal ini tentu saja masuk akal, sebab Muhammadiyah dan NU bisa dibilang sebagai representasi Islam Indonesia secara nasional.

Oleh sebab itulah, ketika awal tahun 2002 terjadi gegeran di republik ini berkaitan dengan isu terorisme yang disinyalir dilakukan oleh kelompok Islam, Pimpinan Pusat

Muhammadiyah Prof. A. Syafii Maarif dan Ketua PBNU, Hasyim Muzadi bergegas menjelaskan kepada publik bahwa terorisme yang dilakukan bukanlah oleh masyarakat muslim, tetapi individu yang beragama Islam dan sebenarnya mereka tidak memahami Islam secara memadai, sebab perilaku terorisme, kekerasan, pembunuhan tidak diajarkan dalam Islam sebagai jalan penyelesaian masalah.

Apa yang dilakukan Pimpinan Pusat Muhammadiyah dan PBNU hemat saya merupakan upaya konkret untuk menjelaskan kepada negara lain bahwa Islam Indonesia tidak

sebagaimana dicitrakan, yakni sebagai “Islam yang penuh dengan kekerasan”. Pencitraan atas Islam oleh dunia internasional karena itu memang berkaitan dengan bagaimana

Muhammadiyah dan NU “tampil” di pentas sehingga Islam tidak sebagaimana sering dituduhkan oleh dunia internasional.

Gerakan Muhammadiyah

Sebagai gerakan sosial, Muhammadiyah sepanjang sejarahnya telah menampilkan diri sebagai sebuah fenomena gerakan dalam kehidupan keagamaan yang unik di Indonesia. Sebagai organisasi, Muhammadiyah telah membuktikan bahwa dia bukanlah sekadar gerakan pendidikan, atau khusus sosial keagamaan, melainkan juga gerakan yang sangat aktif

mendorong kebangkitan kembali masyarakat muslim Indonesia. Selain sumbangannya yang mengesankan dalam bidang pendidikan, dalam bidang sosial, dalam bidang politik, sayap perempuan dalam Muhammadiyah, yakni Aisyiyah merupakan sayap gerakan perempuan yang paling kondusif dan progresif di dunia muslim manapun. (Alwi Shihab, 1999)

Bahkan, selain itu, dalam pandangan tokoh nahdhiyin ini, Muhammadiyah sebenarnya memiliki sekurang-kurangnya empat peran penting yang antara satu dengan lainnya sangat terkait. Keempat tersebut adalah; sebagai agen gerakan pembaruan; sebagai agen perubahan sosial; sebagai kekuatan sosial politik; dan juga sebagai gerakan “membendung secara aktif” misi-misi Kristenisasi di Indonesia. (Shihab, 1999)

Apa yang dilakukan oleh Muhammadiyah dalam empat wilayah gerakannya, telah menempatkan Muhammadiyah sebagai gerakan pembaruan Islam di Indonesia yang cukup diperhitungkan dalam upaya melakukan “pembersihan-pembersihan” praktik-praktik keagamaan yang menyimpang, sebagai praktek bid’ah dan khurafat yang sangat menonjol pada masa-masa pra kemerdekaan dan awal kemerdekaan, bahkan sebenarnya sampai saat ini.

(2)

proses-proses pencerahan, perubahan dan pengembangan masyarakat melalui jalan

modernisasi. Modernisasi dalam arti tidak menjadikan hal-hal material dan duniawi sebagai “kiblat” tetapi modernisasi sebagai sebuah model untuk melihat fenomena-fenomena yang terjadi di nusantara. Muhammadiyah telah memberikan kontribusinya yang cukup memadai dalam melakukan proses modernisasi dalam masyarakat muslim Indonesia.

Muhammadiyah diakui atau tidak dengan “proyek modernisasi” telah menjadikan bangsa ini memiliki harga diri yang tinggi dan memiliki kedaulatan di tengah percaturan global yang sarat dengan manipulasi-manipulasi. Muhammadiyah telah meningkatkan harkat dan

martabat bangsa Indonesia sebagai bangsa yang modern. Inilah sumbangan paling berharga dari Muhammadiyah sebab model-model tradisional yang pernah menjadi bagian kehidupan bangsa ini, perlahan-lahan berubah sebagai akibat dari cara pandang tentang modernisasi.

“Proyek modernisasi” Muhammadiyah sebenarnya yang paling terang dapat dilihat dari model-model pendidikan yang dikembangkan Muhammadiyah sejak awalnya. Model pendidikan Muhammadiyah, diakui atau tidak sebenarnya merupakan model pendidikan ala Barat Kristen yang diadopsi untuk kemudian disesuaikan dengan kondisi masyarakat

Indonesia. Dengan mencontoh model pendidikan Barat Kristen, maka jangan heran jika Muhammadiyah pernah pada suatu ketika disebut sebagai “Kristen Putih” atau “Kristen Alus”, meminjam istilah Prof. Syafii Maarif. Modernisasi Muhammadiyah juga terlihat dalam bentuk pembangunan rumah sakit dan panti asuhan, yang jelas-jelas merupakan karakteristik pelayanan sosial yang dilakukan oleh Barat Kristen dalam melakukan pelayanan gerejawi.

Muhammadiyah, dengan sendirinya sebenarnya telah menempatkan diri sebagai gerakan yang bertugas melakukan pembentengan atas gerakan modernisasi ala Barat Kristen, dengan gerakan yang telah dilakukan dalam bidang sosial, pendidikan, dan purifikasi, di samping gerakan politik. Gerakan politik Muhammadiyah ketika pra kemerdekaan dan pasca

kemerdekaan telah membuahkan semangat perlawanan pribumi pada kolonial Belanda dan Jepang, sehingga masyarakat Islam mampu melakukan perlawanan dengan sepenuh kekuatan tanpa melihat agama dan suku dalam menghadapi penjajah.

Citra Islam

Dengan mengacu pada empat wilayah gerakan yang dikerjakan Muhammadiyah diatas, sungguh tidak mengada-ada jika soal citra Islam Indoensia pada akhirnya harus dikaitkan dengan Muhammadiyah. Baik dan buruknya soal citra Islam di Indonesia, secara tidak langsung akan dihubungkan dengan Muhammadiyah, yang secara riil memang memiliki banyak amal usaha, dalam bidang pendidikan, sosial, politik dan keagamaan.

Memang, menempatkan Muhammadiyah sebagai satu-satunya ormas Islam yang paling bertanggung jawab atas citra Islam merupakan ketidakadilan dan tidak fair, sebab Islam di Indonesia tidak hanya bercorak Muhammadiyah, atau bercorak modernis. Tetapi

Muhammadiyah mengelak dari “tuduhan” bahwa Muhammadiyah turut bertanggung jawab atas citra Islam Indonesia juga merupakan perbuatan lari dari tanggung jawab sosial

Muhammadiyah. Oleh sebab itu, salah satu jalan yang menjadi tanggung jawab sosial Muhammadiyah adalah bagaimana menampilkan wajah Islam Indonesia sebagaimana yang menjadi tujuan Muhammadiyah, menjadi Islam Modern, ramah atau toleran sebagai bentuk rahmatan lil alamin.

Dalam kaitannya dengan membuat citra Islam Indonesia, hemat saya Muhammadiyah memiliki peran dan fungsi yang sangat strategis, sebab dengan amal usaha yang dimiliki dan jaringan yang dipunyai, sebenarnya tidak ada alasan untuk menolak agar citra Islam

(3)

secara cultural, mendamaikan, mesejahterakan dan menentramkan siapa saja yang mendengar ajakannya.

Apabila model dakwah Muhammadiyah yang demikian dapat dikerjakan secara memadai, hemat saya, citra Islam Indonesia yang modern, mampu merespon masalah-masalah sosial dengan segera, berkemajuan, damai, bukan Islam bercitra teroris akan menemukan

pijakannya yang kuat. Islam Indonesia pada akhirnya lebih merupakan bagian dari model dakwah yang dilakukan Muhammadiyah. Model dakwah Muhammadiyah karena itu memang harus senantiasa di-update terus-menerus sesuai dengan perkembangan zaman yang terus melaju.

Tetapi, apabila model dakwah Muhammadiyah tidak dapat diterima masyarakat pendengar sebab dakwahnya terkesan “membabat habis” apa yang dianggap tidak sesuai dengan Muhammadiyah, tidak mendukung kemajuan dan modernisasi, sehingga terkesan ofensif atas masyarakat bawah, dan mereka yang “belum Muhammadiyah”, maka pada saat itu pula dakwah Muhammadiyah lebih dekat dengan gerakan yang lebih menakutkan ketimbang mendamaikan, menentramkan dan mensejahterakan. Citra Islam kembali berada pada titik paling rendah, yakni serba tidak setuju dengan kultur yang tumbuh dan berkembang dalam masyarakat.

Dengan jumlah umat Islam kira-kira 80-85 %, hemat saya peran umat Islam memang sangat jelas dapat dilihat oleh umat di luar Islam. Jika masyarakat kita runyam, tidak damai dan sejahtera maka yang akan terlihat dahulu adalah umat Islam, bukan umat yang lain. Sekali lagi ini tentu saja persangkaan yang kurang adil, tetapi, bagaimanapun, umat Islam di Indonesia adalah mayoritas, dalam ke-mayoritas-annya itulah umat Islam dituntut

memberikan kontribusinya untuk Indonesia.

Salah satu tuntutan atas pencitraan Islam tersebut, sebagaimana sudah dikemukakan diawal ditimpakkan pada Muhammadiyah. Oleh sebab itu, hemat saya Muhammadiyah memang tidak boleh lengah atas peran yang harus dikerjakan ditengah tumpukan pekerjaan rumah bangsa ini yang tengah carut-marut. Jika Muhammadiyah mampu mengambil peran dengan seksama, maka Muhammadiyah tidak akan dituduh sebagai ormas Islam terbesar kedua yang lari dari tanggung jawab. Sekali lagi, citra Islam Indonesia berada dipundak Muhammadiyah dan NU sebagai dua ormas Islam terbesar, di samping ormas-ormas Islam lainnya. Mampukah Muhammadiyah berperan membuat citra Islam di sini?

Muhammadiyah juga bertanggung jawab atas kebangkitan Islam Indonesia yang saat ini tengah terpuruk akibat adanya peristiwa-peristiwa yang membuat umat Islam Indonesia sangat jelek. Muhammadiyah diharapkan mampu memayungi adanya kebangkitan intelektualisme Islam yang belakangan menjadi fenomena yang cukup menggembirakan. Adanya pelbagai variasi dalam gerakan pemikiran Islam kontemporer, yang diusung oleh generasi muda muslim, baik NU maupun Muhammadiyah adalah bukti-bukti bahwa fenomena intelektualisme Islam tengah bergerak maju. Jika proses kebangkitan ini tidak dipayungi oleh organisasi keagamaan seperti Muhammadiyah, hemat saya akan mengalami mati suri, sebab Muhammadiyah sebagai organisasi modern mau tidak mau memang harus responsive dengan perubahan sosial yang terus terjadi.

Zuly Qodir, Generasi Muda Muhammadiyah tinggal di Yogyakarta.

Sumber:

Referensi

Dokumen terkait

Pada bentuk penjualan yang kedua yaitu penjualan ikan “potas” pada pedagang (pang es) harganya lebih rendah dari penjualan secara langsung di pasar karena pedagang mengetahui

Narasumber juga memberikan hasil penilaian dari validasi media dari segi komponen materi dengan nilai 90% yang tergolong sangat baik penilaian ini diberikan oleh

Menurut PCGHSM (2013:12) adalah sebuah manajemen persediaan rumah sakit, berdasarkan analisis ABC (nilai pemakaian serta nilai investasi) harus ditambah dengan

Berdasarkan taraf regenerasinya, hutan mangrove pantai timur Sumatera Utara mirip dengan hutan mangrove di Aceh Singkil (Soehardjono, 1999), yakni berada pada taraf

F9 Penguasaan bahasa Melayu yang baik oleh kaum-kaum lain Mana-mana jawapan munasabah. Maksimum

penderita penyakit gizi buruk, dengan cara menentukan status gangguan gizi terlebih dahulu yang terdiri dari 4 status gangguan gizi, dengan jumlah gejala sebanyak

STEL batas paparan jangka pendek: 2) batas paparan jangka pendek: nilai batas yang di atasnya paparan hendaknya tidak terjadi dan yang terkait dengan jangka 15-menit (kecuali

ditemukan dalam gua adalah biota-biota yang sudah menyesuaikandengan kondisi mikroklimat gua, sehingga ditemukan spesies-spesies yang secara fisiologis, morfologis