KOMUNIKASI LINTAS GOLONGAN
Oleh Haedar Nashir
Sejak beberapa bulan terakhir, Pimpinan Pusat Muhammadiyah maupun Ketua PP Muhammadiyah Prof. Dr. H. Ahmad Syafii Maarif, melakukan bererapa pertemuan dan dialog dengan berbagai kalangan yang bersifat lintas golongan. Selain dengan kalangan Islam, termasuk pertemuan dengan PB Nahdhatul Ulama, dilakukan juga pertemuan dengan kalangan non-muslim.
Pimpinan Pusat melalui acara-acara nasional juga mengundang tokoh-tokoh lain baik tokoh formal maupun informal, yang secara politik boleh jadi satu sama lain di antara para tokoh itu berseberangan. Tapi, Muhammadiyah tetap terbuka untuk siapapun.
Pertemuan pada 26 Maret 2002 yang cukup monumental adalah Dialog “Islam and West Working Together for a Peaceful World” (Islam dan Barat bekerjasama untuk Dunia yang damai), diselenggarakan di Gedung Dakwah PP Muhammadiyah, Jakarta. Acara tersebut cukup mengundang perhatian media asing dan luar negeri. Maklum, diikuti oleh Duta-duta Besar negara Barat dan Timur Tengah, juga tokoh-tokoh Islam dari berbagai kalangan. Di sana Dubes AS dan Inggris bisa bertemu dengan Ja’far Umar Thalib dalam suasana dialog yang terbuka.
Apa makna dari pertemuan-pertemuan semacam itu bagi Muhammadiyah? Maknanya ialah, Muhammadiyah ingin taaruf dan ta’awun dengan siapapun untuk kemaslahatan umat, bangsa, dan dunia kemanusiaan sesuai pesan risalah Islam untuk tampil sebagai rahmatan lil-‘alamin. Ta’aruf itu perintah Allah dalam Surat Al-Hujarat 13, demikian juga dengan ta’awun sebagaimana tersurat dalam Al-Maidah ayat 2, yang sangat hafal di kepala setiap pimpinan dan warga Muhammadiyah.
Kyai Haji Ahmad Dahlan pun telah memberi contoh teladan. Seperti sering dikutif Ketua PP Muhammadiyah, Buya Syafii Maarif, pendiri Muhammadiyah dari Kauman itu luwes dan piawai dalam berkomunikasi dan bekerjasama dengan berbagai kalangan. Pergaulan Kyai Dahlan luas sekali. Beliau aktif di Boedi Oetomo dan Syarikat Islam. Juga selalu berkomunikasi dan bergaul dengan tokoh-tokoh nasional dari mana pun, bahkan bertukar pikiran dan berdebat tentang agama dengan pendeta. Hal itu menunjukkan sikap pluralis dan inklusif dari Kyai Dahlan.
taqwa, bukan untuk permusuhan dan dosa. Sikap-sikap yang terlalu politis, penuh kecurigaan, dan prasangka justru akan mempersempit wilayah pergaulan Muhammadiyah.
Pergaulan yang luas tidak akan melunturkan kepribadian dan mengorbankan kepentingan Muhammadiyah. Sebaliknya dapat memberi kemanfaatan dan kemaslahatan bagi Muhammadiyah lebih-lebih untuk umat, bangsa, dan dunia kemanusiaan. Tentu saja, semuanya sambil senantiasa berserah diri dan mohon hidayah serta taufik dari Allah Subhanahu Wata’ala. Karena yang dilakukan Muhammadiyah sebatas ikhtiar dalam menjalankan fungsi dakwah Islam secara luas. Kata mantan Ketua PP Muhammadiyah, Prof. Dr. H.M. Amien Rais, Muhammadiyah itu harus berwawasan luas.
Sumber: