• Tidak ada hasil yang ditemukan

analisis-gender-dalam-pembangunan-lingkungan hidup

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "analisis-gender-dalam-pembangunan-lingkungan hidup"

Copied!
50
0
0

Teks penuh

(1)
(2)

Analisis

Gender

dalam

Pembangunan

lingkungan

Hidup

Aplikasi Gender Analysis Pathway (GAP)

dan

Berbagi Pengalaman

D O K U M E N T , A S I & A R S I I . '

BAPPENAS

Acc. No. , q.a.(...AI/

-'26b-r

cli,-;.:..:..hi:ki;

c h e c k e d , ' 2 5 . : . . . 8 . . . : : ' 7 6 b r

.

Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (B,APPENAS)

bekerjasama dengan

Development Planning Assistance (DPA) Project ll -Canadian International Development Agency (CIDA)

(3)

Kata Pengantar

Penyusunan laporan ini merupakan dokumentasi pengalaman empat sektor pembangunan yaitu kesehatan, kesejahteraan sosial, keluarga berencana, dan lingkungan hidup ketika menerapkan analisis gender dengan teknik Gender Analysis Pathway (GAP) dalam merancang kegiatan program pembangunan yang sensitif gender. Pelaksanaan kegiatan diselenggarakan melalui serangkaian diskusi dan workshop yang penyelenggaraannya merupakan kerjasama antara Bappenas (Direktorat Kependudukan, Kesejahteraan Sosial, dan Pemberdayaan Perempuan) dan CIDA (melalui Proyek Development Planning Assisttmce II-DPA ID.

Perlu diketahui bahwa kegiatan ini merupakan kelanjutan dari kegiatan yang telah dilaksanakan di 5 (lima) sektor pembangunan lainnya pada tahun anggaran 200 l, yaitu koperasi dan usaha kecil menengah, ketenagakerjaan, hukum, pendidikan, dan pertanian. Pada tahun 2001, kegiatan semacam ini merupakan kerjasama antara Bappenas (melalui Direktorat Kependudukan, Kemasyarakatan, dan Pemberdayaan Perempuan) dengan CIDA (melalui Women's Support Project Phase II-WSP Il). Dengan demikian sarnpai saat ini, paling tidak, ada 9 (sembilan) sektor pembangunan yang telah berupaya untuk melaksanakan pengarusutamaan gender dalam perencxnaan kegiatan pembangunan mereka.

Berbagai upaya pembangunan nzlsional yang diarahkan untuk meningkatkan kualitas manusia, baik perempuan maupun laki-laki, ternyata belum memberikan manfaat yang setara bagi perempuan dan laki-laki. Hal ini tidak saja berarli bahwa hak-hak perempuan untuk memperoleh manfaat secara optimal dari pembangunan belum terpenuhi, tetapi juga karena masih belum termanfaatkannya kapasitas perempuan, sebagai sumber daya manusia, secara optimal. Disamping itu, rendahnya kualitas perempuan juga dapat mempengaruhi kualitas generasi penerusnya, mengingat bahwa mereka mempunyai fungsi reproduksi dan sangat berperan dalam mengembangkan sumber daya manusia masa depan.

Sementara itu, kesetaraan dan keadilan gender belum sepenuhnya dapat diwujudkan di segala bidang karena masih kuatnya pengaruh nilai sosial budya yang patiarki, yang menempatkan laki-laki dan perempuan pada kedudukan dan peran yang berbeda dan tidak setara. Di lain pihak, pada saat ini masih banyak kebijakan, program, proyek, dan kegiatan pembangunan, baik di tingkat nasional maupun di tingkat daerah (propinsi dan kabupaten/kota) yang belum peka gender', yaitu belum mempertimbangkan perbedaan pengalaman, aspirasi, dan kepentingan antara perempuan dan laki-laki, serta belum menetapkan kesetaraan dan keadilan gender sebagai sasaran akhir dari pembangunan.

(4)

Apiikasi GAP dalam pefencanaan pembangunan di 4 (empat) sektor tersebut tidak mungkin dapat terlaksana tanpa kerjasama yang baik dengan berbagai pihak seperti Kementerian Pemberdayaan Perempuan, Kementerian Lingkungan Hidup, Departemen Kesehatan, Departemen Sosial, Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional, Badan Pusat Statistik (BPS), Direktofat Pengendalian Sumber Daya Alam dan Lingkungan Hidup - Bappenas, Direktorat Kesehatan dan Gizi Masyarakat -Bappenai, Direktorat Kependudukan, Kesejahteraan Sosial, dan Pemberdayaan peiempuan - Bappenas, serta peran aktif para fasilitator yaitu, DR. Yulfita Rahardjo dan Di. Nar.dho Gunawan, MPH. Untuk itu, atas dukungan semua pihak terkait, kami ucapkan terima kasih.

Disadari bahwa masih banyak kekurangan dalam laporan ini. oleh ka|ena itu, saran, kritik. koreksi, dan masukan dari semua pihak guna penyempurnean laporan ini akan senantiasa kami haraPkan.

(5)

t{Fi tu{ h,$i"t'Fl l{ I r\ N 1., I N {"; {t I"j $i (; A i\ [{ [ D I ] P lt #rp ti *lf .u{ l}il}{}h {i'qitA

Sambutan Sekretaris Menteri Negara Lingkungan Hidup

Kementerian Lingkungan Hidup memposisikan peran penting kelompok perempuan yang merupakan salah satu "Major Groupg'sepedi yang diamanatkan dalam Chapter 24 Agenda 21 Global Adion for Women Towards Sustainable and Equitable Development. Komitmen ini kemudian dipertegas pada World Summit on Sustainable Development (WSSD) yang diselenggarakan tanggal 27 Agustus - 5 September 2002 di Johannesburg, Afrika Selatan. Pada kesempatan itu disepakati pentingnya perspektif gender dalam pengelolaan lingkungan hidup dan pembangunan berkelanjutan sehingga aspek pemberdayaan perempuan menjadi prioritas dalam Plan oflmplementation Bahkan sebelum WSSD, Ketetapan MPR RI Nomor VI/MPR/2002 mengamanatkan pelibatan kaum perempuan dalam pengelolaan lingkungan hidup dan pemanfaatan sumber daya alam.

Masih rendahnya nilai Gender-related Development Index (GDI) Indonesia menunjukkan bahwa peran perempuan masih perlu ditingkatkan untuk dapat menikmati manfaat yang sama dalam pembangunan. Oleh karena itu, Kementerian Lingkungan Hidup menyambut baik upaya pengarusutamaan gender melalui analisis gender pada seluruh keb|akan dan perencanaan program pengelolaan dan pelestarian lingkungan. Dengan sensitifitas gender diharapkan kebijakan dan program lingkungan hidup akan mencapai kesetaraan antara laki-laki dan perempuan.

Pemahaman akan pentingnya analisis gender dalam setiap sektor pembangunan perlu diketahui oteh semua pihak. Metalui bantuan alat analisls gender akan terlihat tempat di mana kebijakan pembangunan menunjukan ketidakpekaannya pada isu gender. Dengan demikian, hasil akhir berupa penyusunan program rencana tindak beserta indikator kinerjanya diharapkan akan berperspektif gender.

Akhir kata, kami berharap buku ini dapat dimanfaatkan sebagai referensi oleh semua pihak dalam melakukan analisis gender, khususnya dalam pembangunan lingkungan hidup. Kepada BAPPENAS, khususnya Direktorat Kependudukan, Kesejahteraan Sosial, dan Pemberdayaan Perempuan/ yang telah memilih Kementerian Lingkungan Hidup sebagai salah satu institusi yang melakukan analisis gender kami sampaikan terima kasih, demikian pula kepada CIDA melalui Proyek Development Planning Assistance (DPA) lI serta fasilitator DR. Yulfita Rahardjo. Demikian pula kepada Kementerian Pemberdayaan Perempuan yang telah memberikan dukungan sepenuhnya atas kegiatan ini. Ucapan selamat disampaikan kepada seluruh Kelompok Kerja Gender Kementerian Lingkungan Hidup atas kerja kerasnya hingga tersusunnya rencana Program Pengelolaan Lingkungan Hidup responsif gender dan tersusunnya buku ini. Semoga kerjasama yang baik ini dapat terus berlangsung pada masa mendatang,

(6)

Kelompok Kerja

Analisis

Gender

dalam

Pembangunan

Lingkungan

Hidup

Ketua Pengarah: Ir. Arie D.D. Djoekardi

Deputi Bidang Peningkatan Peran Masyarakat, Kementerian Lingkungan Hidup

Anggota Pengarah:

I. Ir. Dana A. Kartakusuma, MSc., SE, Kcpala, Biro Administrasi dan Keljasama Luar Negeri, Kementerian Lingkungan Hidup

DR. Yohandalwati, MA, Direktur Kependudukan, Kesejahteraan Sosial, dan Pemberdayaan Perempuan, Bappenas

DR. Ir. Agus Prabowo, Direktur Pengendalian Sumberdaya Alam dan Lingkungan Hidup, Bappenas

Ketta (F-ocal Point): DR. Henri Bastaman, MS

Asisten Deputi Urusan Masyarakat Perkotaan, Kementerian Lingkungan Hidup

Anggota merangkap Tim Editor Buku: 1. Ir. Tuti Hendrawati, MPPPM 2. Dra. Siti Aini Hanum, MA 3. Ir. Sinta Saptarina, MSc 4. Ir. Tuti Haslinda, MSi 5. Drs. Marta Amnan, MSi

Anggota:

l. Nurlini Kasri, SH, MSi 2. Dra.'fina Artini, MA 3. Drs. Wijono

4. Ir. Arief Wibowo, MSc 5. Ir. Sulistyowati 6. Dra. Euis Ekawati, MS 7. Ir. Nuntut Barus 8. Ir. Dida Migfar 9. Ir. Huda Achsani

10. Ir. Wahyu Indraningsih 11. Susy S. Sadikin, SE 12. Isti Fatimah, S.Sos 13. Ir. Ana Mutiara

Fasilitator:

(7)

KEL)MP)K KERJA. ANALISIS GENDER DALAM PEMBANCUNAN LINGKUNGAN HIDUP

Koordinator:

Lenny N. Rosalin, SE, MSc. - Bappenas

Narasumber:

1. Dra. Nina Sardjunani, MA - Bappenas 2. Prof. Linda Miranda, PhD

3. Staf Direktorat Kependudukan, Kesejahteraan Sosial. dan Pembcldayaan Perempuan - Bappenas

Staf Direktorat Pengendalian Sumberdaya Alarn dan Lingkungan FIidup - Bappenas Staf Kantor Deputi Menteri Bidang Kesetaraan Gender (Deputi Ii) - Ketnenterian Pemberdayaan Ferempuan

4. 5 .

7 .

Staf Kantor Deputi Menteri Bidang Peningkatan Kualitas lll) - Kementerian Pemberdayaan Perempuan

Staf Direktorat Statistik Ketahanan Sosial - Badan Pusat

Hidup Perernpuan (Deputi

(8)

Daftar Isi

BAB I PENGANTAR... ...'-...'...1

BAB 2 LATAR BELAKANG KEGIATAN ANALISIS GEN'DER DALAM

PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP. ...3

2.1. Pengarusutamaan Gender di Tatanan Internasional.... """ """ 3 2.2 Pengarusutamaan Gender di Tatanan Nasional .'.." "" """ "" 6 2.3 Pengarusutamaan Gender di Kementerian Lingkungan Hidup " """""' """""'7 BAB 3 PROSES KEGIATAN ANALISIS GENDER PADA REPETA 2OO3 DI

KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP ...10

3 . 1 T a h a p P e r s i a p a n . . . ' . . . . " ' . . . " " " " " " " " " " i 0 3 . 2 T a h a p P e l a k s a n a a n . . ' . . ' . . - ' . . . - . . . ' " " " " " " . " " " ' I I 3.3 Tahap Penyusunan Buku Lessons Learned Analisis Gender """""" """"""'12 BAB 4 ANALISIS GENDER DALAM PROGRAM PENGELOLAAN LINGKUNGAN

HIDUP REPETA 2003 ...-.-...14

4.1 Kebijakan Pengelolaan Lingkungan Hidup Berwawasan Cender dalam

R E P E T A 2 0 0 3 . . . . . . ' . ' . . . . - . . . 1 4 4.2. Data Pembuka Wawasan Gender'....'... "' """"" """""" ' 15 4.3. Identifikasi Kesenjangan dan Isu Gender """""""""" """ " 16 4.4. Penentuan Program Aksi dan Indikator Kinerja... .'." -"""- 16 4.5. Matriks Analisis Gender REPETA 2003... """""""""1'7 BAB 5 LESSONS LEARNED PENERAPAN ANALISIS GENDER DALAM REPETA

2003... """"'18

5 . 1 . A s p e k S D M " ' " " " " " " " " " " ' l 8 5.2. Aspek Institusi """" """""" 18

BAB 6 PENUTUP... ...21

DAFTAR SINGKATAN DAN ISTILAH

(9)

Bab 1

Pengantar

Analisis gender untuk kebijakan dan perencanaan plogram pembangunan masih merupakan hal yang baru. Apalagi konsep gender sendiri banyak yang belum memahaminya, bahkan masih merupakan isu yang kontroversiai. Lebih-lebih lagi jika harus menerjemahkan konsep gender ke dalam realitas, sepefti ke dalam program atau rencana tindak' Dengan dikeluarkannya INPRES No.9 Tahun 2000 mengenai pengarusutamaan gender maka setiap sektol diminta untuk turut berpartisipasi.

Kementerian Lingkungan Hidupr merupakan salah satu institusi yang terpilih melaksanakan kegiatan analisis gender mengenai kebijakan dan perencanaall progran pembangunan di bidang pengelolaan lingkungan hidup. Kelompok Kerja Gender kemudian dibentuk untuk melaksanakan kegiatan ana'lisis gender te|hadap salah satu progl'aln yaitu program No' 3 Progrant Pencegal'tart dan Pengendalian Kerusctkan dan Pertcemarttn Lingkungan unlttk REPETA 2003. Dengan tujuan untuk memperkuat kapasitas staf empat institusi terpilih, kegiaran Analisis Gender ini berada di bawah Proyek Development Plttnning Assistance (DPA) yang merupakan kerjasama antarl BAPPENAS dengan Canadian Intenzatitntol Developrnenr Agency (CID,\). Proyek DPA djlaksanakan oleh Hickling Colporation/Hickling Indonesia.

Sebagai salah satu institusi pionir untuk melakukan analisis gender, banyak pengalaman dan pelajaran berharga yang didapat. Karena itu dirasakan perlu untuk mendokumentasikan proses pelaksanaan analisis gender dalam program terpilah tersebut. Proses ini diharapkan menjadi lessons learned yang dapat betmanfaat tidak hanya bagi pembelajaran kelompok kerja gender institusi pelaksana, tetapi juga diharapkan bermanfaat bagi unit/sektor lain yang akan melakukan hal yang sama dan/atau mereplikasikannya.

Secara spesifik tujuan penulisan buku ini adalah mengambil pelajaran dan bcrbagi pengalaman dari proses penyusunan analisis gender dengan menggunakan piranti Gender Analysis Pathway (GAP). Selain itu, tujuan dari penulisan buku ini adalah untuk mengi<ientitikasi tantangan dan kesempatan yang ada saat ini terutama yang berkaitan dengan struktur kelembagaan, mekanisme, serta hubungan-hubungan strategis, dan menjadikannya sebagai langkah kongkrit dalam upaya pelembagaan gender analisis dan pengarusutamaan gender ke dalam berbagai program dan kegiatan sektor'

Buku yang memuat pengalaman melakukan GAP terdiri atas:

Bab l: Kata Pengontar menguraikan apa yang akan ditulis dan alasan mengapa laporan ini ditulis.

Bab 2: Latar belakang Perspektif Gender dalam Pengelolaan Lingkungan Hidr,tp mengnraikan Pengarusutamaan Gender PLFI baik pada tatanan global maupun tatanan

(10)

PENGAT'|IAR

nasional. Utamanya dikaitkan dengan kesepakatan-kesepakatan yang menyangkut dengan isu lingkungan maupun dengan isu gender.

Bctb 3: Proses Kegiatan Analisis Gender pada REPETA 2003 di Kementerian Lingkungan Hidup mengrraikan proses kegiatan implementasi kegiatan Analisis Gender di Kementerian Lingkungan Hidup.

Bab 4: Analisis Gender dalam Program Pengelolaan Lingkutzgan Hidup menguraikan proses gender analisis dari program lerpilih serta hasilnya.

Bab 5: Lessons l*arned Penerapan Analisis Gender dalam REPETA 2003 menguraikan hambatan penerapan Program Pengelolaan Lingkungan Hidup REPETA 2003 responsif gender.

Bab 6: Penutup, berupa kesimpulan serta rekomendasi untuk langkah-langkah selanjutnya.

(11)

Bab 2

Latar Belakang Kegiatan Analisis Gender

dalam Pengelolaan

Lingkungan Hidup

2,1. Pengarusutamaan Gender di Tatanan Internasional

Tuntutan terhadap pentingnya melakukan pengarusutamaan gender di bidang lingkungan tidak berdiri sendiri atau terisolasi dari ber-bagai kesepakatan baik pada tingkat nasional maupun global. Bahwa lingkungan dan gender merupakan dua hal yang tidak dapat terpisahkan dibuktikan dengan aplikasi dari kesepakatan-kesepakatan di tingkat internasional dimana Indonesia ikut meratifikasinya.

Kesepakatan-kesepakata yang secara ekspilisit memuat komitmen atas pentingnya mengaitkan gendet dan pengelolaan lingkungan di antalanya adalah:

Konpelensi Lingkungan Hidup di Stockholm, 1972.

Pada Konperensi intemasional pertama mengenai lingkungan hidup tersebut telah disadari pentingnya mengaitkan masalah lingkungan dengan masalah perempuan. Walaupun belum secara eksplisit dicantumkan, namun pelspesktif gender telah mewarnai kesepakatan internasional tersebut.

Konperensi World Conservation Stategy, I 980. Pertemuan ini diselenggarakan oleh The International Union for the Conservation of Nttture (IUCN), World Wildlife Fund (WWF), dan United Ntttions Environment Progiramme (UNEP). Pertemuan ini juga mempunyai agenda kegiatan untuk kelompok perempuan.

Pada tahun 1987, konperensi dunia tentang lingkungan dan pembangunan atau the United Nutions Conference on Environment and Development (UNCED) menerbitkan laporannya Our Common Future yang memfokuskan perhatian pada konsep pembangunan yang berkelanjutan.

Pada tahun i992, UNCED mengadakan KTT Bumi yang diselenggarakan di Rio Janeiro, Brasil. Menjelang pertemuan tersebut dilakukan persiapan-persiapan dalam dua bentuk kegiatan yang bersamaan yang diselenggarakan di Miami, Florida pada bulan Nopember 199 i , yaitu "Pertemuan Perempuan Sedunia" (GIobaI Assembly of Women) dan "Kongres Perempuan Sedunia untuk Planet yang Sehat" (World Women's Congress for a Healthy Planet). Keduanya memberikan masukan penting mengenai petempuan dalam proses persiapan UNCED. Sebaliknya UNCED memberikan peluang yang unik dengan mengaitkan isu perempuan dalam pembangunan dan lingkungan: Women, Environment and D e v elopmen I (WED)'.

(12)

IATAR BEIAKANG KEGIATAN ANALISIS GENDER DALAM PENGELOI.AAN LH

Kfi Bumi di Rio de Janeiro, 1992, menghasilkan sejumlah dokumen. Dokumen yang dianggap amat penting adalalah Agenda 21 , yang merupakan blueprint untuk menerapkan pembangunan berkelanjutan dengan mengintegrasikan aspek sosial, ekonomi dan iingkungan secara utuh. Negara peserta, termasuk Indonesia setuju untuk mengimplementasikannya di negara mereka masing-masing. Meskipun Agenda 21 lidak secara eksplisit menyebutkan keterkaitan kelestarian lingkungan dengan (keadilan) gender, akan tetapi menekankan perlunya pemberdayaan perempuan, dan mendesak pemerintah negara-negara peserta untuk segera meratifikasi dan mengimplementasi'the Nairobi Strategies' dansemua konvensi yang relevan dengan pbrempuan3. Semangat dari Agenda 21 juga dirancang untuk membefikan penghargaan kepada kebijakan perempuan

dan strateginya untuk bertahan di dalam masyarakat lokal dan bahkan di dalam masyarakat global yang lebih besar. Bahkan bab 24 dari Agenda 21 d|btat khusus untuk perempuan dengan judul "Tindakan Global. untuk Perempuan Guna Mencapai Fembangunan yang Berkelanjutan dan Berkeadilan (Global Action. for women Towards Sustainable and Equitable Development). Dokumen tersebut merekomendasikan beberapa tindakan untuk menutup kesenjangan gender, dengan penekanan pada percmpuan di desa".

Konperensi Perempuan Sedunia lV di Beijing tahun 1995, yang antala lain menghasilkan Deklarasi Beijing berhasil menengarai "12 Critical Areas" yang salah satu diantaranya adalah pelibatan perempuan dalam mengambil keputusan di bidang pengelolaan lingkungan hidup. sebuah plan of action dihasilkan yang dikenal sebagai BeiTing PIatfurm of Action lengkap dengan stateginya'

Forum pertemuan pertama Menteri Lingkungan Hidup sedunia di Malmo, Swedia pada Tahun 2000, pada Pasal 19 Deklarasi Malmo telah disepakati untuk memberikan penekanan yang lebih besar dalam pengambilan keputusan di bidang pengelolaan sumberdaya alam dan lingkungan yang berpelspektif gender.

Kesepakatan atas pentingnya perspektif gender dalam pengelolaan lingkungan hidup dan p.*buttgonutr beikelan3utan dipertegas lagi pada world summit on suslainable Develofment (WSSD) yang diselenggarakan pada tanggal 27 Agustus - 5 Septemlrer

2OO2 di Johannesburg, Afrika Selatan. Dalam kesepakatan tersebut dinyatakan dalam Plan of Implementation bahwa berbagai aspek yang terkait dengan pemberdayaan perempuan harus menjadi prioritas. Misalnya, dalam bagian kesehatan dan pembangunan terkelanjutan ditegaskan bahwa masalah kesehatan yang berkaitan dengan pembangunan harus mimberikan prioritas pada anak dan perempuan sebagai kelompok utama dalam pembangunan berkelanjutan.

pertamakalinya dan menganjurkan pemerintah bekerja untuk mengakhiri diskilminasi telhadap pelempuan baik sebagai individu maupun sebagai warga negfia

3 Koiperensi perempuan Sedunla III ying diselenggarakan di Nairobi, tahun 1985' menghasilkNtplan ol action berikut strateginya

i?a.uput"tu'n-t"sepakatan Agenda 21, terutama yang berkaitan dengan isu perempuan dan pembangunan, ditindakJanjuti pada pertemuan-pefiemuan sedunia di bidang lainnya, sepefii pada pertem-u_an kependudukan se'unia (lCinl'ai Ciiro, 1994,'dan Pertemuan Perempuan Sedunia di Beijing tahun 1995 serta PertemDan Pembangunan Sosial di Copenhirgen tahun 1995.

(13)

I,ATAR BEI"4KANG KEGIATAN ANAUSIS GENDER DALAM PENGELOLAAN LH

Mengapa tilID?

Pendekatan Perempuan dalam Pembangunan atau Women in. Development (WID) yang selama ini dijalankan, meskipun diakui bermanfaat sebagai cara untuk pemenuhan kebutuhan yang spesifik pefempuan, akan tetapi tidak strategik untuk mengurangi/menghapuskan kesenjangan antara perempuan dan laki-laki di dalam kesempatan memperoleh aftses, manfaat dan keikutsertaan dalam proses pembangunan sertapenguasaan terhadap sumber-sumber daya seperti pengetahuan, informasi, te

Alasan Penyempurnaan Menjadi GAD

Untuk itu dikembangkan suatu pendekatan yang disebut 'gender dan pembangunan' atau Gender and Developmenr (CAD). Pendekatan ini dianggap lebih instrumental' untuk tujuan menghapus kesenjangan gender. Salah satu strategi yang disepakati untuk ditindakJanjuti adalah pengarusutamaan gender (geruler mainstreaminS). Suatu str.ategi dengan memasukkan perspektif gender ke dalam keseluruhan siklus pembangunan; mulai dari perumusan kebijakan program. perencanaan sampai dengan pelaksanaannya.

Seluruh pemerintah yang hadir dalam pertemuan di Beijing tersebut diminta untuk melakukin intervensi dengan mengakomodasi keadilan bagi semua orang (laki-laki dan perempuan) di dalam memperoleh akses' manfaat, partisipasi dan penguasaan konlrol), yang tercermin di dalam semua kebijakan program dan keseluruhan program perencanaan pembangunannya (pengarusutamaan gender). Indonesia b"ria*o-sa*u dengan 178 negara lainya, sepakat untuk melaksanakannya. Dengan memakai perspektif gender berarti memberi p?rhatian pada fakta adanya p.rb-.duun dalam kehidupan perempuan dan laki-laki5. Telah ditengarai bahwa perbedaan di dalam peran gender dan hubungan.kekuasaan antara perempuan dan iaki-laki (hubungan gender) telah mempunyai implikasi yang berbeda untuk keduanya dalam kesempatan memperoleh akses, manfaat, keikutsertaan program dan penguasaan terhadap sumber-sumber daya seperti pengetahuan dan informasi, Dalam konteks ini dibutuhkan suatu analisa gender dalam pengembangan kebijakan pfogram sampai dengan tahap perencanaan dan pelaksanaannya. Suatu analisa untuk memastikan bahwa suatu program akan memberikan keadilan bagi perempuan dan laki-laki, dengan mempertimbangkan perbedaan peran dan hubungan gender antara keduanya. Perspektif inilah yang selama ini terlupakan, terutama ketika mengembangkan kebijakan dan perencanaanr-program. Berbagai. kalangan menyebutkan bahwa seringkali kebijakan maupun perencanaan prcgtam buta

s perempuan memainkan peran (secara eksplisit maupun implisit) di semua bidang kehidupan - peran produktif, reprodu'ktif', sosial, budaya, politik - dalam bentuk yang berbeda dengan laki-laki (peran dan hubungan gendzr),

seperti yang dikonstruksikan oleh masyarakat budayanya'

5 n ^ - - , . - - ^ - - - - t r i f i - i - a L ' , d i a n c c o ^ ^ p n t i n o r r n f l r k

ben*on ietsp"t<tif ini maka dianggap penting untuk melakukan analisis gender dalam memtbrmulasikan

h i i ^ k a n m e m n c a n s D e r e n c a n a i l d a n D r o g a m ,

(14)

L,ATAR BEI"AKANG KEaIATAN ANALIS$ GENDER DALAM PEN}EL)LAAN LH

Pengarusutamaan Gender di Tatanan Nasional

Meskipun kesepakatan untuk memasukkan isu perempuan telah termuat dalam sejumlah konperensi lingkungan dan dalam dekade terakhir ini isu gender, baik secara ekslisit maupun implisit, menjadi agenda berbagai pihak, namun tindakan kongkrit masih sedikit dilakukan. Pada umumnya program yang ada adalah dalam bentuk program-program spesifik untuk perempuan, seperti terefleksi dalam pendekatan Wr.tmen in Development (WID). Program belum menyentuh, misalnya, prinsip-prinsip kesetaraan pelempuan dan laki-laki.

Berbagai program dan kegiatan dalam pengelolaan lingkungan masih menerapkan pendekatan WID. Kegiatan yang hanya memfokuskan satu pihak masih mewarnai banyak proyek seperti misalnya 'perenxpuarx dan air bersih' yang dimaksudkan untuk memenuhi kebutuhan peran gender dan peningkatan kemampuan perempuan sebagai pengelola rumahtangganya. Meskipun pendekatan WiD sangat berguna dan tetap dibutuhkan, akan tetapi dianggap belum efektif untuk mengurangi kesenjangan antara perempuan dan laki-laki. Bahkan banyak studi yang memperlihatkan kesenjangan itu makin tajam, seperti terlihat di hampir semua bidang kehidupan (Statistik dan Indikator Gender, BPS dan UNIFEM, 2000).

Kurang efektifnya WID utamanya disebabkan oleh kalena banyak intervensi program pembangunan gagal dalam menengarai kenyataan yang hidup dalam masyaakat yang masih kental dengan isu gender'. Akibatnya, meskipun kebijakan dan program yang selama ini tidak bermaksud diskriminatif, akan tetapi karena tidak mempeftimbangkan isu gender di dalam merancang dan mengimplementasikannya, dampaknya terhadap perempuan dan laki-laki menjadi berbeda.

Di tingkat nasional, kelanjutan dari kesepakatan global tentang pengarusutamaan gender itu terefleksi dalam TAP MPR No \V 11999 tentang Garis-Garis Besar Haluan Negara 1999 yang menetapkan arah pembangunan yang responsif gender, yaitu pembangunan yang memberi keadilan dan kesetaraan bagi perempuan dan laki-laki. Penjabaran dari Garis-Garis Besar Haluan Negara ada pada PROPENAS 2000-2004.

Instruksi Presiden No. 9 Tahun 2000 tentang Pengarusutamaan Gender dalam Pembangunan Nasional merupakan salah satu dari penjabaran ketetapan MPR. Adapun isinya adalah instruksi kepada semua Menteri, Lembaga Tinggi Negara, Panglima Angkatan bersenjata, Gubernur dan BupatiAValikota untuk melaksanakan perencanaan, pelaksanaan, pemantauan dan evaluasi atas kebijakan dan program pembangunan nasional yang berperspektif gender sesuai dengan kewenangan masing-masing. Dengan dikeluarkannya instruksi tersebut maka pengarusutamaan gender mempunyai kekuatan hukum. Semua sektor pemerintahan diwaiibkan untuk melakukannva.

7 Masalah yang disebabkan karena ada kesenjangan di dalam memperoleh akses, manf'aaq partisipasi dan konffol terhadap berbagai sumber (kredit, intbmasi, pengetahuan, keterampilan, dan seterusnya.)

(15)

LATAR BEaKANG KEGIATAN ANALISIS GENDER DALAM PENGEL)L"|AN LH

Dasar Pertimbangan Melaksanakan Pembangunan yang Berkeadilan o UUD 1945 Pasal 34

o GBHN 1999-2000 o PROPENAS 2000-2004

o Inpres 9 Tahun 2000 tentang Pengarusutamaan Gender dalam Pembangunan Nasional

o Surat Edaran Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan Nomor B.55/MEN .I/YI12002 tentans Pengukuhan Focal Point PUG pada Sektor

2.3. Pengarusutamaan Gender di Kementerian Lingkungan Hidup

Kesadaran atas pentingnya aspek gender dalam pengelolaan lingkungan di Kementerian Lingkungan Hidup telah cukup lama. Berbagai kesepakatan kerjasama internasional yang diperoleh Kementerian Lingkungan Hidup memberikan kesempatan untuk berbagai kalangan memperoleh pemahaman mengenai keterkaitan antara gender dan pengelolaan lingkungan hidup. Pengenalan atas masalah gendel pertama kali di peroleh melalui bantuan Pemerintah Kanada melalui Environmental Mana7ement Development in Indonesia (EMDI). Untuk memudahkan, tahapan proses interna'lisasi gender ke dalam pengelolaan lingkungan di Kementerian Lingkungan Hidup dapat di bagi ke dalam2 (dua) periode waktu yaitu Periode 1994 - 1999 dan Periode I 999 - 200 I .

Periode 1994 - 1999

Kebijakan Pengelolaan Lingkungan Hidup yang berwawasan gender sudah dimulai pada 1994 dengan adanya kerjasama Kantor Menteri Negara Lingkungan Hidup dengan program EMDI 3 dalam kegiatan diskusi kelompok kecil dan menghadiri beberapa seminar tentang pemberdayaan perempuan. Pada saat itu unit kerja yang menjadi koordinator adalah Asisten Menteri bidang Perencanaan Kantor Menteri Negara Lingkungan Hidup.

Selanjutnya kegiatan pengarusutamaan gender semakin teralah dengan dibentuknya Kelompok Kerja Gender dan Lingkungan Hidup (Working Group on Gender and Environment) melalui asistensi proyek Collaborative Environmental Project in Indonesia (CEPI) tahun 1997. Kelompok kerja yang beranggotakan sebelas orang mewakili Kantor Menteri Negara Lingkungan Hidup, Bapedal, Bapedal Wilayah Sulawesi, Kantor Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan, Pusat Pengkajian Studi Mengenai Lingkungan Universitas Indonesia (PPSML UI) dengan koordinator Pembantu Asisten Bidang Pelencanaan SDM dan IPTEK. Kegiatan yang dilaksanakan berupa peningkatan kapasitas anggota KKGL mengenai gender dan lingkungan hidup, antara lain: seminar peningkatan kesadaran tentang gender dan lingkungan, lokakalya Analisis Gender menggunakan demplot di Sulawesi Selatan; dan penyusunan draft buku Pengenalan Perencanaan Lingkungan yang Responsif Gender, serta serangkaian seminar mengenai keterkaitan antala gender, kesehatan

(16)

I,ATAR BELAKANC KEGIATAN ANALISIS GENDER DALAM PENjEL)L"AAN LH

Periode 1999 - 2001

Pada tahun 2000, unit kerja Asdep urusan Sosial Budaya, Deputi II bidang Sosial Ekonomi Lingkungan (eselon 2) KMNLH, ditunjuk sebagai unit kerja yang menangani masalah gender mewakili institusi Kantor Negara Menteri Lingkungan llidup (KMNLH) dan Badan Pengendalian Dampak Lingkungan (BAPEDAL). Ia juga sekaligus bertindak sebagaifocal point gender dan tergabung dalam Kelompok Kerja Pengarusutamaan Gender (KKPG) yang

dikoordinasikan oleh Kementerian Pemberdayaan Perempuan. Unit kerja Asdep urusan Sosial Budaya melalui APBN 2001 aktif menyelenggalakan sosialisasi dan advokasi mengenai konsep gender dan pengarusutamaan gender.

Pada Agustus 2001 serangkaian kegiatan advokasi dan sosialisasi pemahaman dan pengarusutamaan gender dibelikan kepada para pejabat Eselon I dan II. Sebagai pertanda adanya dukungan politik, perlemuan itu dibuka oleh Menteri Negara Lingkungan Hidup dan Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan. Kerjasama dengan Kementerian Pemberdayaan Perempuan berlanjut dengan diadakannya pertemuan serupa dalam dua gelombang untuk Eselon III dan IV pada bulan Oktober 2001.

Keteladanan (Best Practices)

o Dibentuknya focal point yang bertungsi memfasilitasi dan membantu pengarusutamaan gender dalam sektor.

o Advokasi dan sosialisasi konsep gender dan pengarusutamaan gender untuk Eselon I, II, III dan IV dilakukan secara terpisah.

o Kehadiran Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan dan Menteri Negara Lingkungan Hidup dalarn memberi dukungan kegiatan Pengarusutamaan Gender di bidang Lingkungan Hidup.

o Komitmen anggota Tim/kelompok kerja.

Sosialisasi Pengarusutamaan Gender di bidang Lingkungan Hidup bertujuan untuk menyamakan persepsi mengenai PUG serta terbangunnya sensitivitas gender di kalangan pengambilan keputusan yang diharapkan akan belpengaruh terhadap kebijakan pengelolaan LH. Dengan kegiatan tersebut sudah ada upaya peningkatan kapasitas SDM di KLH mengenai pengarusutamaan gender.

Secara umum, pelaksanaan program pembangunan Lingkungan Hidup yang ada belum sepenuhnya mempertimbangkan perspektif gender. Di kalangan internal Kementerian Lingkungan Hidup sendiri masih ada kerancuan dalam memahami konsep gender dan menganggap masalah gender hanya sebagai masalah "wanita" atau "perempuan." Resistensi terhadap digunakannya perspektif gender dalam program pembangunan, masih dirasakan, baik secara implisit maupun terbuka.

Bahkan perbedaan pendapat di antara anggota kelompok kerja gender masih terjadi karena beberapa alasan yang menjadi penyebab diantaranya adalah:

(17)

ta)

(b)

(c)

(d)

IATAR BEL-AKANG KEGIATAN ANALIS(S GBwpon ptuM PENGEL)L-LAN LH

belum ada staf Kementerian Lingkungan Hidup yang mengikuti pelatihan analisis gender secara khusus,

belum semua anggota kelompok kerja analisis gender mengikuti pelatihan pengarusutamaan gender,

ada anggota pokja yang bersikeras bahwa plogram dan kegiatan yang dilakukan oleh KMNLH dan Bapedal bersifat netral sehingga tidak perlu ditambah kata-kata "berwawasan gender" atau "responsif gender",

ada juga anggota pokja yang berpendapat sebaiknya kata-kata "berwawasan gender" atau "responsif gender" muncul pada indikator gender saja. Perdebatan tersebut tidak dapat dihindari, sehingga memerlukan waktu untuk penyamaan persepsi tentang isu gender yang sedang dibahas.

Hal ini terutama karena belum semua unit kerja dan para pejabat di KLH mengenal dan memahami konsep gender. Oleh sebab itu gender masih merupakan isu kontroversial. Masih banyak kesalahpahaman mengenai gender dan pengarusutamaan gender. Permasalahan lajn adalah frekuensi sosialisasi yang kurang memadai, sehingga ridak cukup untuk meyakinkan banyak olang (termasuk para pengambil keputusan, pelencana maupun pelaksana program) tentang manfaat pengarusutamaan gender di bidang lingkungan hidup. Advokasi dan sosialisasi untuk kesadaran gender yang dilakukan selama ini dirasakan belum memadai untuk menjadikan gender sebagai salah satu bahan pertimbangan bagi para pejabat di lingkungan KLH dalam pengambilan keputusan, baik pada tahap perencananaan maupun tahap pelaksanaan program/kegiatan.

Disamping itu, antara wacana dengan praktek memang dua hal yang berbeda. Meskipun pemahaman mengenai konsep gender dan pengarusutamaan gender sudah cukup memadai, akan tetapi belum ada pengalaman maupun upaya untuk mengaplikasikan pengetahuan gender ke dalam kegiatan/program LH yang ada.

Kesalahpahaman mengenai Gender o Stereotipe gender sebagai masalah wanita. o Konsep gender berasal dari kebudayaan Barat. o Konsep gender menyalahi kodrat perempuan. o Suatu kegiatan yang mengada-ada.

o Menambah beban pekerjaan.

(18)

Bab 3

Proses Kegiatan Analisis Gender pada

REPETA 2003 di Kementrian Lingkungan Hidup

Pada tahun 2001, Kementerian Lingkungan Hidup, khususnya dalam meningkatkan pemahaman gender, diperkaya dengan diikutsertakannya KMNLH/BAPEDAL bersama-sama Depkes, BKKBN dan Depsos untuk bekerjasama dengan Bappenas dalam penyusunan REPETA 2003 yang responsif gender. Proses kegiatan analisis gender ini merupakan proses peningkatan kapasitas staf KMNLH/BAPEDAL yang dilakukan secara learning b1t doing-Secara lebih spesifik, pendekatan Gender Analysis Pathway (GAP) diperkenalkan ke dalam mekanisme perencanaan lingkungan. Melalui penerapan GAP dalam proses pelencanaan diharapkan program kegiatan pada Tahun Anggaran 2003 bidang lingkungan hidup telah memasukkan perlimbangan gender.

Kegiatan Analisis Gender untuk REPETA 2003 di lingkungan KLH secara garis besar dapat dibagi dalam 3 (tiga) tahap, yaitu :

3.1 Tahap Persiapan

Tujuan dari tahap persiapan ini adalah untuk memberikan pemahaman terhadap seluruh jajaran KLH mengenai analisis gender yang akan digunakan dalam penyusunan perencanaan lingkungan KLH Tahun Anggaran 2003. Selain itu, CIDA memfasilitasi dengan memberikan pemahaman atas GAP terhadap staf KLH.

Pada tahap ini selangkaian pertemuan dilakukan dengan tujuan unluk brainsrorming menentukan langkah-langkah kegiatan yang akan dilaksanakan. Pertemuan internal KMNLI{ dan BAPEDAL yang pertama diadakan pada Januari 2002 dengan mengundang semua unit kerja untuk ikut dalam kegiatan analisis gender. Pada kesempatan ini diedarkan lembar konfirmasi kepada setiap unit kerja dan staf/pejabat yang pernah mengikuti pelatihan mengenai gender untuk meminta kesediaan menjadi narasumber atau anggota tim penulis' Dari hasil konfirmasi terbentuk Tim Penulis yang terbagi atas 3 kelompok program serta Tirn Narasumber.

(19)

PR2SES KEGIATAN ANALISIS GENDER PADA REPETA 2OO3 DI KEMENTERIAN LH

\ )

Tahap Pelaksanaan

Pertemuan teknis rutin. Pertemuan ini merupakan pertemuan lutin internal antara tim Teknis dan fasilitator. Hasil identifikasi terhadap program-program pembangunan sumber daya alam dan lingkungan hidup pada Program Pembangunan Nasional (PROPENAS) 2000 - 2004 terdapat 3 program pembangunan yang terpilih untuk dapat dianalisis dan dimasukkan isu gender. Program tersebut adalah: program pengembangan dan peningkatan akses informasi sumberdaya alam dan lingkungan hidup (program 1); program pencegahan dan pengendttlian kerusakan dan pencemaran lingkungan hidup (program 3), dan; progftrm peningkatan peranan finsyarakat dalam pengelolaan SDA dan pelestarian lingkungan hidup (program 5). Namun demikian, dengan keterbatasan data pembuka wawasan, waktu dan kapasitas pemahaman menganalisis gender pada Kelompok Kerja Gender maka diputuskan bahwa analisis gender hanya dilakukan terhadap satu program saja yaitu Program Pencegahan dan Pengendalian Kerusakan dan Pencemaran Lingkungan Hidup (Program 3).

Pemilihan program ini berdasarkan pada pertimbangan-pertimbangan:

o Ketersediaan data pembuka wawasan pada proglam pencegahan dan pengendalian kerusakan dan pencemaran lingkungan hidup, serta pengetahuan dan pengalaman sebagian besar terhadap analisis gender.

o Perempuan umumnya lebih rentan terhadap pencemaran, khususnya pencemaran bahan kimia, yang berpengaruh pada organ-organ reproduksinya.

o Kedekatan perempuan dengan bahan kimia berbahaya yang ada di rumah tangga maupun kegiatan pertanian sepefti detergen, sabun cuci, bahan pembersih lain, pestisida (rumah tangga dan perlanian), pupuk, dan lain-lain.

o Peranan perempuan yang besar dalam pengendalian limbah rumah tangga sehingga perempuan berpotensi untuk dapat mengendalikan pencemaran tersebut.

Lokakarya. Sejalan dengan penyusunan analisis gender, pada bulan Januari 2002 dilaksanakan sosialisasi mengenai gender budgeting kepada pejabat Eselon I dan II di KMNLH dan BAPEDAL oleh konsultan gender internasional, Dr. Linda Miranda. Acara ini dibuka oleh Menteri Negara Lingkungan Hidup dan Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan. Selanjutnya dilaksanakan workshop dua hari di Bogor yang dihadiri oleh tim teknis analisis gender dari 4 sektor, yaitu Kesehatan, Keluarga Berencana, Kesejahtelaan Sosial dan Lingkungan Hidup untuk membahas tentang alur analisis gender dan pengunaan piranti GAP pada masing-masing program.

(20)

masing-PRosEs KEGIATANANALISTS GENDER PADA REPETA 2AA3 DI KEMENTERIAN LH

masing sektor yang menghasilkan matriks REPETA 2003 untuk program pengelolaan lingkungan hidup yang responsif gender'.

Fitzalisasi matrik. Hasil matriks REPETA 2003 responsif gender masih terus disempurnakan oleh tim penyusun KLH dengan masukan dari fasilitator. Matriks yang telah disempumakztn disampaikan kepada Biro Administrasi Perencanaan dan Kerjasama Luar Negeri dan kepada seluruh Deputi di jajaran KLH, dengan harapan agar semua unit kerja dapat menggunakan analisis tersebut sebagai acuan dalam penyusunan usulan kegiatan Tahun Anggaran 2003. Selain itu, matriks yang memuat analisis gender diusulkan juga kepada Bappenas agar dapat menjadi peftimbangan penentuan kegiatan prioritas Tahun Anggaran 2003.

Penyusunan matriks REPETA 2003 mengalami keterlambatan karena reorganisasi di lingkungan Kantor Menteri Negara Lingkungan Hidup dan Badan Pengendalian Dampak Lingkungan yang digabung menjadi Kementerian Lingkungan Hidup (KLH). Sejalan dengan reorganisasi tersebut maka Focal Point Gender dijalankan oleh Asisten Deputi Urusan Masyalakat Perkotaan pada Deputi III KLH. Pada 14 Jvni 2002 Focal Point baru mengundang Kelompok Kerja Gender, Bappenas, dan CIDA untuk membahas kelanjutan kegiatan Analisis Gender yang sempat terhenti, sehubungan dengan adanya reorganisasi di KLH tersebut.

Diseminasi hasil Analisis Gender. Pada bulan Junl 2002, hasil sementara kegiatan analisis gender, didiseminasikan kepada seluruh pejabat Eselon II KLH dengan target analisis gender dalam pembangunan lingkungan hidup dapat diintegrasikan ke dalam kegiatan prioritas Tahun Anggaran 2003. Acara dibuka oleh Karo APKLN KLH dilanjutkan dengan penjelasan dari Asdep Urusan Masyarakat Perkotaan selaku focal point yang baru dan presentasi oleh Asdep Urusan Limbah Usaha Kecil selaklfocal poinl sebelumnya. Pada kesempatan tersebut Dr. Linda Miranda, Direktur UNIFEM memberikan presentasi tentahg gender perspektif dalam kebijakan pembangunan sefta memberi ulasan terhadap hasil analisis gender yang dibuat oleh kelompok kerja gender KLH. Selanjutnya bersama delapan sektor lainnya,focal point KLH menyajikan hasil analisis gender serta berbagi pengalaman, keberhasilan maupun hambatannya.'

Tahap Penyusunan Buku 1z ssons laarned Analisis Gender

Penyusunan Draft I . Sebagai langkahJangkah akhir dari kegiatan analisis gender di 4 sektor, diadakan Lokakarya 3 hari pada bulan September 2002 di Puncak dalam rangka konsolidasi penulisan akhir dari kegiatan analisis gender ini. Masing-masing sektor diwakilkan oleh 3-5 anggota tim inti (penulis), unsur dari BAPPENAS, Kementerian Pemberdayaan Perempuan, serta fasilitator. Pertemuan ini menehasilkan draft I'

8 Hasil pembahasan antara pemerintah dan DPR, sebanyak 32 program yang responsif gender, termasuk dua dari bidang Lingkungan Hidup, Program 3: Program Pencegahan dan Pengendalian Kerusakan dan Pencemaran LH dan Program 5: Program Peningkatan Peranan Masyarakat dalam Pengelolaan SDA

, Kelima sektor yang telah melakukan analisis gender tersebut adalah Tenagakerja, Pendidikan, Kehakiman, P€rranian dan Koperasi, yang lebih dikenal dengan sebutan 'MEJAC' singkatan dart Manpower, Education, Justice, Agricuhure, Cooperative. Sedangkan empat sektor yang sedang melakukan analisis gender untuk programnya adalah Kesejahteraan Sosial, Lingkungan Hidup, Kesehatan dan Keluarga berencana.

(21)

PR2SES KECIATAN ANALISIS GENDER PADA REPETA 2OO3 DI KEMENTERIAN LH

Penyusunan Draft 2. Pertemuan selanjutnya adalah lokakarya sehari di Jakarta untuk mendapatkan masukan dari seluruh anggota tim. Hasil dari serangkaian lokakarya tersebut adalah draft II. Dengan surat pengantar dai Deputi BAPPENAS, draft 2 disampaikan kepada Sskretaris Menteri Negara LH untuk mendapatkan tanggapan dan masukan-masukan.

Penyusunan Draft 3. PeLtemuan ini merupakan pertemuan lanjutan menyempurnakan draft buku oleh tim inti yang selanjutnya akan dimintakan masukan ke seluruh anggota Kelompok Kerja Gender.

Keteladanan (Best Practices)

o Diletakkan Focal Point pada Eselon II.

(22)

Bab 4

Analisis Gender dalam Program Pengelolaan

Lingkungan Hidup REPET A 2003

4.1. Kebijakan Pengelolaan Lingkungan llidup Berwawasan Gender dalam REPETA 2OO3

Kebijakan untuk melakukan analisis gender sudah termuat dalam REPETA 2002 Kantor Menteri Negara Lingkungan IIidup pada Program Peningkatan Peranan Masyat'akat dalam Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Pelestarian Lingkungan llidup. Dalam REPETA 2002 akan dialokasikan dana untuk pelatihan analisis gender bagi staf KMNLH dan Bapedal. Pelatihan analisis gender tersebut sangat dibutuhkan agar setiap program dan kegiatan yang dilakukan dapat responsif gender.

Kegiatan analisis gender yang dilakukan bersama-sama dengan BAPPENAS, CIDA, dan di bawah asistensi pakar gender met'upakatt suatu "lompatan" dalarn proses pemahaman gender di Kementerian Lingkungan Hidup, namun juga rnerupakan blessing in dis'guise, karena dengan dernikitrn seluruh staf yang terlibat dalarn kegiatan analisis gender mendapatkan proses pembelajaran secara langsung (leunzit'tg by dr.tittg). Meskipun untuk itu harus melewati tahap-tahap'Jatuh bangun" untuk Inenemu kenali isu gender.

Dengan berbagai kendala dan potensi yang ada, ana'lisis gender diidentifikasikan terhadap ber.bagai program pembangunan sumber daya alam dan lingkungan hidup yang ada dalam PROPENAS 2000 - 2004. Hasil dari analisis tersebut diperoleh 3 program pembangunan yang relevan terhadap isu gender:

(1) program pengembangan dan peningkatan akses informasi sumberdaya alam dan lingkungan hidup (program l);

(2) program pencegahan dan pengendalian kerusakan dan pencemaran lingkungan hidup (program 3), dan;

(3) pfogram peningkatan peranan masyarakat dalam pengelolaan SDA dan Pelestarian Lingkungan Hidup (program 5).

(23)

ANALISIS GENDER DALAM PR)GMM PENGEL1L"|AN LINGKUNGAN HIDUP REPETA, 2OO3

4.2. Data Pembuka Wawasan Gender

Tahap awal dalam melakukan analisis gender adalah memanfaatkan data dan informasi yang terkait dengan kegiatan yang akan dianalisis. Data yang dibutuhkan terutama data terpilah dan perempuan. Kepada seluruh anggota kelompok kerja diminta untuk mencari informasi yang dibutuhkan dari berbagai sumber s_eperti: guntingan koran, majalah, hasil penelitian, laporan instansi dan lain-lain serta observasi atau pengamatan terhadap isu gender yang terkait dengan lingkungan hidup.

Namun demikian, perolehan dan pemanfaatan data terpilah guna mendukung data pembuka wawasan di bidang pencegahan dan pengendalian kelusakan dan pencemaran lingkungan hidup sulit diperoleh secara rinci. Hal ini terjadi karena pengelolaan lingkungan hidup bersifat lintas sektor dan lintas daerah, sehingga data tentang pencemaran dan kerusakan lingkungan hidup tersebar di berbagai sektor dan daerah. Sementara itu, sektor-sektor terkait maupun daerah belum melakukan pemilahan data.

identifikasi terhadap data kuantitatif terpilah di bidang lingkungan hidup seperti yang dilakukan oleh BPS, terutama data tentang pencemaran dan kerusakan lingkungan hidup belum sepenuhnya telakomodasi. Oleh karena itu penggunaan data dan infolmasi lebih banyak menggunakan hasil pengamatan atau observasi, serta referensi dari berbagai sumber dan umumnya berupa data kualitatif.

Terhadap Program terpilih, yaitu plogram pencegahan dan pengendalian kerusakan dan pencemaran'lingkungan hidup (program 3), diterapkan proses seperti yang diuraikan tersebut di atas. Aspek pencemaran misalnya sangat erat kaitannya dengan kualitas hidup perempuan. Sebagai salah satu contoh data pembuka wawasan gender yang digunakan dan terkait dengan pencemaran lingkungan adalah hasil Penelitian Dr. Nani Djuangsih (1987). Ia menemukan residu DDT dalam ASI sebanyak 11,1 ppb di daerah Lembang. Residu dalam ASI ini dapat diturunkan ke bayi dan akan mempengaruhi kesehatannya. Data seperti ini sangat diperlukan mengingat data ini secara spesifik dapat memberikan data terpilah yang mengetengahkan kerugian yang diderita kaum perempuan yang membahayakan kesehatan anak yang dikandungnya dan disusuinya.

(24)

ANALIS/S GENDER DALAM PR)GMM PENGEL)IAAN LINGKUNGAN HIDUP REPETA 2OO3

4.3. Identifikasi Kesenjangan dan Isu Gender

Analisis terhadap kesenjangan dan isu gender digunakan melalui penerapan parurnetet yang menjadi acuan yaitu akses, partisipasi, kontrol dan manfaat. Keempat acuan tersebut dikaji terhadap suatu program agar dapat ditemukan faktor kesenjangan dan isu gender yang potensial timbul.

Pada program pencegahan dan pengendalian kerusakan dan pencemalan lingkungan hidup dilakukan juga pengkajian dengan menggunakan ke-empat acuan tersebut. Dari proglam tersebut kemudian dilihat ke masing-masing sub-proglam atau kegiatan pokok. Dali kegiatan pokok inilah kemudian dicermati rencana tindak dari masing-masing kegiatan pokok dengan menggunakan analisis gender.

Data pembuka wawasan gendel seperti dicontohkan di atas juga menggambarkan adanya kesenjangan gender dimana perempuan kurang memperoleh kesempatan dalam mengakses informasi tentang bahaya kerusakan lingkungan dan pencemaran yang berasal dari pestisida. Data ini juga menyiratkan adanya lsl gender dimana aftses atau mekanisme penyampaian informasi tentang bahaya kerusakan dan pencemaran lingkungan tentang bahaya pestisida tidak sesuai dengan target grup, daiam hal ini kelompok pelempuan, karena pelatihan atau penyampaian informasi tentang penggunaan pestisida yang bijaksana di perdesaan biasanya diikuti oleh kepala kelu;rga, dalam hal ini lakilaki.

Sama halnya dengan proses pemanfaatan data untuk pembuka wawasan, da'lam proses identifikasi kesenjangan dan isu gender pun pada awalnya banyak mengalami kesulitan dan tedadi banyak perdebatan. Perbedaan persepsi mengenai akses antara perempuan dan laki-laki, misalnya, tidak mudah untuk diterima karena berbagai faktor dependen yang menentukan ketersediaan akses itu sendiri. Misalnya, apakah suatu pelatihan telah dapat diakses secara setara baik oleh laki-laki maupun perempuan.

Penentuan Program Aksi dan Indikator Kinerja

Proses penentuan Program Aksi (Rencana Tindak) dan Indikator Kinerja didasarkan kepada program REPETA yang sudah disusun KMNLFVBAPEDAL: Program Aksi dan Indikator Kinerjayang ada kemudian dimodifikasi untuk mengatasi adanya kesenjangan dan isu gender sesuai dengan hasil analisis gender. Tidak semua Program Aksi dan Indikator Kinerja harus dirubah, apabila diyakini tidak beryeluang menirnbulkan kesenjangan gender maka tidak mengalami perubahan. Sebagai contoh Indikator Kinerja yang tidak berubah adalah indikator kinerja tentang terusunnya peta potensi dan kondisi ekosistem pesisir dan laut. Di bawah ini dicantumkan beberapa program yang mengalami modifikasi.

(25)

ANAZISIS GENDER DALAM PROGRAM PENGELOI^A,AN LINGKUNGAN HIDUP REPETA 2OO3

Program Aksi sebelum Analisis Gender:

3.1.1. Pengendalian pencemaran limbah dan residu kegiatan pertanian dan perkebunan.

Program Aksi sesudah Analisis Gender:

3.1.1. Pengendalian pencemaran limbah dan residu kegiatan pertanian dan perkebunan y ang b e rp e rsp ektif g e nde r.

Indikator sebelum Analisis Gender, antara lain:

o Tersosialisasinya pedoman proses pembuatan pestisida ramah lingkungan industri skala kecil.

o Tersusunnya profil pencemaran pestisida sungai Prokasih.

Indikator sesudah Analisis Gender:

Dengan penambahan indikaktr sebagai berikut:

o Teridentffikasi dan terslsialisasi it'formasi dampak dan pengendalictn pencemaran linbah pertaniatl dan residu pestisida kegiatan pertanian datx p erke b unan yang b e rp e rs p e ktif ge nde r,

o Tersedianya data terpilah tentang pencemaran limbah dan residu kegiatan rtanian dan perkebunan.

4.5. Matriks Analisis Gender REPETA 2003

Dari serangkaian pertemuan dan diskusi, dihasilkan Matriks REPETA 2003 yang sudah dianalisis, terdiri atas beberapa matriks sesuai tahapan hasil proses penyusunan oleh Kelompok Kerja Cender. Beberapa matriks tersebut adalah:

Matriks hasil pembahasan awal di Bogor pada bulan Januari 2002, tersusun atas 3 macam matriks (lampiran l):

Matriks hasil pembahasan lanjutan di Jakarta pada bulan Februari 2002, tersusun matriks yang terdiri atas data pembuka wawasan, isu gender, rencana tindak dan indikator kinerja (lampiran 2);

Matriks REPETA 2003 dengan format yang telah ditentukan BAPPENAS dengan substansi yang sama (lampiran 3).

Matriks hasil analisis gender versi terakhjr ini sudah dikirimkan ke seluruh unit ke{a di KLH dengan huLrapan bahwa unit kerja yang terkait dalam pelaksanaan program tersebut akan menjadikannya sebagai acuan dalam pelaksanaan kegiatan pada tahun anggaran 2003.

( r )

(2)

(26)

Bab 5

Lessons

Learned Penerapan

Analisis Gender

dalam REPETA 2003

5.1. Aspek SDM

Fenelapan analisis gender sebagai salah satu instrumen untuk digunakan dalam penyusunan perencanaan lingkungan relatif masih baru. Berbagai pendekatan yang selama ini digunakan belum menyentuh secara sistematis aspek gender. Hal ini selain disebabkan memang instrumen analisis gender masih baru, juga disadari bahwa kapasitas sumber daya manusia yang telah memperoleh keterampilan dalam rnenggunakan alat analisis tersebut masih belum mernadai. Kalaupun sudah memperoleh pelatihan namun belum pernah digunakan secara praktis,

Dengan rnasih belum dimilikinya sumber daya manusia yang menguasai penerapan analisis gender maka proses aplikasi analisis gender masih dilakukan secara trial and error. Berdasarkan pengalaman tersebut beberapa hal dapat dijadikan sebagai lessons learned-.

(a) Keterkaitan antara analisis gender sebagai alat analisis (a tool oJ'analysis) dan suatu pendekatan (an approach) perlu dipilah secara jelas sehingga internalisasi Gender Analisys Pathway (GAP) dapat dilakukan secara lebih operasional ke dalam proses perencanaan. Untuk hal ini perlu dilakukan pelatihan agar individu yang menggunakan alat tersebut dapat menerapkannya secara benar.

(b) Penyiapan SDM yang solid untuk melakukan analisis perlu dilakukan secara sistematis dan tidak parsial. Mengingat aspek gender relatif baru, maka diperlukan SDM yang betul-betul memiliki pemahaman mengenai GAP. Untuk itu, penyiapan melalui uji-coba atau simulasi yang intensif seharusnya dilakukan terlebih dahulu sebelum GAP diterapkan.

(c) Berbagai pengalaman penerapan GAP menunjukkan bahwa kesiapan SDM untuk menerima caralalat analisis gender sangat menentukan. Untuk itu diperlukan suatu pre-conditioning dalam penerapannya. Hal ini terasa masih sangat minim atau relatif tidak dilakukan sehingga ada keterkejutan pada saat diperkenalkannya analisis gender. Oieh karena itu, pre-conditioning sangat diperlukan sebelum diterapkannya analisis gender tersebut.

5.2, Aspek lnstitusi

Fenerapan analisis gender dengan pendekatan pendampingan melalui iristitusi eksternal clrkup berhasil dilakukan dalam berbagai kasus pengembangan masyarakat (community develapment). Namun, berbagai kajian menunjukan bahwa pendampingan untuk mengintemalisasikan suatu instrumen dalam sistem birokrasi, terutama di negara berkembang seringkali mengalami kendala yang cukup serius (lihat misalnya reinventing government).

(27)

LESSON LEARNED PENEMPAN ANALISIS GENDERDAUM REPETA 2OO3

Pendekatan seperti yang dilakukan dalam proses penerapan analisis gender menyebabkan rendahnya rasa kepemilikan (sense rtf ownership) terhadap instrumen yang ditawarkan. Dengan keadaan tersebut, maka dalam pengambilan keputusan tingkat bottdit'tg untuk mempertahankan hasil analisis sangat rendah. Dengan kata lain, instrumen tersebut baru diterima secara sektoral, parsial dan individual. Secara institusi belum terbentuk suatu bonding terhadap alat tersebut. Padahal dalam internalisasi gender ke dalam pengambilan keputuJan sangat dipengaruhi kelekatan isu gender (gencler bondedness) secara institusi mengingat gender bersifat normatif, abstrak dan multi-persepsi.

Untuk itu, perlu dipikirkan pendekatan yang berbasis Ieart'ting organization dan participatory sehingga analisis gender sejak dari awal telah menjadi bagian dan tidak dipaksakan terinternalisasi ke dalam mekanisme perencanaan lingkungan hidup' Beberapa saran dapat dikemukakan dari pengalaman menerapkan analisis gender :

(a)

(b)

(c)

Keterlibatan seluruh pihak harus dimulai dari sejak awal pet'encanaan dengan menghindari pendekatan yang bersifat subyek-obyek. Pendekatan sepertr internhlisation from within misalnya akan lebih efektif digunakan daripada pendekatan yang birokratis dengan menggunakan kewenangan.

Fleksibilitas dalam mengembangkan pendekatan yang ditawarkan dengan menyesuaikan pada kondisi dan situasi di masing-masing sektor. Gender sebagai suatu pendekatan memang bersifat generik namun aplikasi dari pendekatan tersebut haruslah berdasarkan kondisi dan situasi spesifik sesuai dengan tingkat kebutuhannya. Dengan demikian, adalah tepat bila diberikan kebebasan masing-masing sektor untuk mengembangkan GAP sehingga akan dihasilkan misalnya CAP-Lingkungan, CAP-Sosial, GAP-Pendidikan dan sebagainya yang mengacu pada pendekatan gender.

Integrasi antar berbagai pendekatan dalam implementasi gender. Dengan berkembangnya gender sebagai suatu prinsip yang harus diper-hatikan dalam berbagai hal maka muncul pula berbagai pendekatan dalam ap'likasinya. Di satu sisi hal tersebut menguntungkan namun dalam keperluan praktis dapat menjadi kendala. Untuk itu, diperlukan pengintergrasian berbagai pendekatan tersebut menjadi suatu menu yang nantinya dapat menjadi pilihan bagi penggunanya. Hal ini seringkali tidak disadari sehingga pada tingkat pelaksana timbul sikap resistensi terhadap pendekatan yang berbeda dari yang pemah mereka peroleh.

Intervensi ke dalam proses perencanaan memang akan sangat efektif bila diterapkan pada institusi sektoral seperli pendidikan, kesehatan, dan sebagainya. Namun, masalah lingkungan yang bersifat multi-dimensi, multi-sektoral dan multi-pihak seringkali tidak menggunakan pendekatan perencanaan yang sentralistik. sehingga unit perencana dalam institusi lingkungan hanya bersifat adminisfasi dan tidak substansial. untuk itu, intervensi gender ke dalam kebijakan lingkungan akan lebih tepat dan mengena sasaran apabila dilakukan secala tematik dengan melihat prioritas masalah yang dihadapi misalnya pencemaran, dan lingkungan hidup.

(28)

LESS2N LEARNED PENERAPAN ANALISIS GENDER DALAM REPETA 2OO3

Penggunaan GAP sebagai alat analisis/metodologis untuk menemukan kesenjangan gender dalam kegiatan dan program pengelolaan lingkungan cukup efektif dan bermanfaat. Namun, seperti yang sering dialami berbagai instrumen, proses pengambilan keputusan dan kebijakan membutuhkan tidak hanya kesahihan dan obyektifitas tetapi juga legitimasi terhadap suatu keputusan. Dari pengalaman melakukan GAP di KLll diperoleh suatu pelajaran bahwa GAP saja belum menjamin pertimbangan gender dapat menjadi suatu kebijakan. Satu tahapan yang dapat mempertajam hasil GAP agar dapat menjadi actan (referenca) bagi pengambilan keputusan dengan n-rempertimbangkan aspek gender perlu dilakukan. Untuk itu, perlu dikaji secara lebih detil dan sistematis dengan memahami proses perencanaan lingkungan dengan menentukan intervensi GAP dapat dilakukan.

(29)

Bab 6

Penutup

Kementerian Lingkungan Hidup telah memulai suatu langkah penting yaitu dengan melakukan pengarusutamaan gender dalam pengeloiaan lingkungan hidup yang dijabarkan dalam Repeta 2003 terhadap salah satu kebijakan program pembangunannya, Meskipun baru dimulai dengan satu program, akan tetapi dapat menjadi etxtry poitxt lerhadap usaha yang besar, yaitu pengarusutamaan gender di bidang lingkungan hidup. Dengan memberikan perspektif gender berarti memberi kepastian dan pertanggungjawaban bahwa kebijakan program tersebut memberi keadilan bagi perempuan dan laki-laki. Suatu hal yang terabaikan selama ini, sehingga intervensi kebijakan program tidak berdampak sama terhadap percmpuan dan laki-laki.

Oleh karena itu, pengarusutamaan gender yang sudah dirintis per.lu diinternalisasikan ke dalam sistem yang sudah berjalan. Melembagakan pengarusutamaan gender ini sedapat mungkin menghindari pendekatan proyek atau bersifat ad hoc. Internalisasi diharapkan dapat dilakukan dtu'i dalant (frcm witltin) untuk mengurangi sikap resistensi. Berikut ini beberapa faktor penting yang dapat dipertimbangkan untuk melembagakan pengarusutamaan gender dalarn lingkungan KLFI:

Keteladanan kepenzimpinan. Seperti terlihat dali dukungan politik yang dilakukan secara terbuka dan kongkrit terhadap inisiatif pengarusutamaan gender dari pucuk pimpinan, para pengambil keputusan atau yang satu level dengannya. Eselon II sebagai pengelola program berperan 'menerjemahkan' visi para pengambil kebijakan (Inpres, SK Menteli, Eselon I) ke dalam tujuan yang nyata dan yang kiranya dapat dicapai. Oleh sebab itu pemahaman Eselon II mengenai konsep gender dan mengapa harus melakukan pengarusutamaan gender ini, menjadi sangat menentukan.

Kebijakan pengarusutamaan gender yang eksplisit. Sistem birokrasi memerlukan kepastian aturan. Oleh karena itu, dengan dikeluarkannya Inpres No.9 Tahun 2000 tentang memberikan kehalusan semua sektor untuk melakukan pengarusutamaan gender. Secara lebih spesifik SK Menteri Negara LH tentang pengarusutamaan gcnder akan memberi dukungan legal bagi semua unit untuk melakukannya.

o Tim Pokja clan Tim Teknis ycng htmdal dan proaktif. Pembaharuan pengetahuan mengenai isu yang ber*aitan dengan gender, antara lain melalui pertemuan-peftemuan aktif (internal maupun dengan sektor lain dan ahli gender) membahas dan mengevaluasi pengarusutamaan gender dalam proses secara periodik. Menentukan langkah-langkah, dibantu oleh ahli gender atau orang yang ahli di bidangnya (dari dalam maupun dari luar instansi).

(30)

PENIJTI]P

Sosialisttsi dan Advokasi. Adanya Inpres, berbagai Surat Keputusan yang berkaitan dengan pengarusutamaan gender mapun konsep gender itu sendiri, belum diketahui secara merata, terutarrra kepada mereka yang bertanggung-jawab membuat kebijakan program, perencanaan dan pelaksanaan. Sebab itu awal-awalnya, sosialisasi dan advokasi diperlukan. Termasuk sosialisasi untuk meningkatkan kesadaran gendel dan relevansinya gender analisis/pengarusutamaan gender untuk perbaikan kualitas kebijakan dan efektivitas kebijakan program.

Trcuzsparansi dan Akuntabilftas. Memperkuat dalam sistim suasana transpal'ansi dan akuntabilitas pengarusutalnaan gender dalam semua level. Dengan demikian suasana menjadi kondusif untuk melakukan sesuatu yang baru, seperti proses melakukan pengarusutamaan gender ini.

Terstruktur dalam Sistem. Terlembaganya mekanisme pengarusutamaan gender yang didukung struktur. Sehingga ada wadah formal yang memfasilitasi proses pertemuan secara berkala, menyusun panduan, menyusun piranti dan laporan sampai dengan pertanggungiawaban kinerja. Hal ini harus merupakan suatu sistem berlanjut untuk mekanisme kebijakan program yang responsif gender berikutnya.

Jaringan lnformttsi Sis/ez. Tersedianya data mutakhir dan efektifnya bcutk data dan informasi yang sudali berperspektif gender, pilanti dan prosedur melakukan pengarusutamaan gender; keharusan mendeposit data dan informasi pada Jaringan Informasi sistim; dan seterusnya.

Menjadi Bagian dari Prtsgram Prioritas Kementerian. Karena pengarusutamaan gender adalah baru, jadi tidak otomatis sifatnya. Oleh sebab itu untuk sementara, sebelum menjadi rutin dan melembaga, harus ada (orang atau sekelompok orang, bisa dari tim Pokja atau Tim Teknis) yang bertanggung jawab untuk memastikan pengalusutamaan gender masuk dalam program prioritas instansi.

Membangun Jaringan Kerja dengan Stakeholders. Jaringan kerja internal antal unit kerja maupun dengan eksternal misalnya dengan Kantor Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan sebagai koordinator pengarusutamaan gender, BAPPENAS serta departemen ter*ait lainya, termasuk dengan lembaga-lembaga non Pemerintah, agar supaya ada sharing pengalaman, yang memang sangat dibutuhkan dengan usaha baru macam pengarusutamaan gender ini.

Motzitorittg dan Evaluasi. Mengikuti sistim yang ada, hanya memasukkan perspektif gender, dengan menekankan pada apa dampak intervensi program terhadap perempuan dan laki-laki. Monitoring dan Evaluasi juga diberikan pada proses jalannya pengarusutamaan gender di Departemen. Hasilnya secara teratur harus diinfbrmasikan pada unit yang bertanggung jawab atas jalannya pengarusutamaan gender di Departemen, untuk dibicarakan dengan Tim Pengarah.

(31)
(32)

Daftar Singkatan dan Istilah

APBN Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara

APKLN Administrasi Perencanaan & Kerjasama Luar Negeri

Asdep Asisten Deputi

ASI Air Susu Ibu

BAPEDAL Badan Pengendalian Dampak Lingkungan BAPETEN Badan Pengawas Tenaga Nuklir

BAPPENAS Badan Perencanaan Pembangunan Nasional

BATAN Badan Tenaga Atom Nasional

BKKBN Badan Kooldinasi Keluarga Berencana Nasional

BPPT Badan Penerapan dan Pengembangan Teknologi Indonesia

BPS Biro Pusat Statistik

CEDAW Convention on the Elimination of AII Forms of Discrimirzation aguirzst Women (Konvensi tentang Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi telhadap Perempuan)

CEPI Collaborative Environmental Project in Indonesia (Proyek Lingkungan Hidup Kolaboratif di Indonesia)

CIDA Canadian International Development Agency (Badan Pembangunan Internasional Kanada)

DDT Dichloro-diphenyl-trichloro-ethane

Depdagri & OTDA Departemen Dalam Negeri dan Otonomi Daerah Dep. Energi & SDM Departemen Energi dan Sumber Daya Minelal Dephub & Tel. Departemen Per-hubungan dan Telekomunikasi

Dephut Departemen Kehutanan

DepKebud. & Par. Departemen Kebudayaan dan Pariwisata Dep Kel & Perik. Departemen Kelautan dan Perikanan

Depkes Departemen Kesehatan

Depkimpraswil DeparlemenPermukimandanPrasaranaWilayah Depperindag DepartemenPerindustriandanPerdagangan

Depsos Departemen Sosial

Deptan Departemen Pertanian

DPA Development Planning Assistance (Proyek Bantuan Perencanaan Pembangunan)

(33)

DAFTAR SINGKATAN DAN ISTILAH

E M D I 3

GAD GAP GBHN ICPD INPRES IPTEK IUCN Karo KKGL KKPG KKSPP KLH KMNLH KTT LH Meneg Men PP MPR PBB PLH Pokja PPSML PROPENAS Prokasih PSDA & LH REPETA Ristek SDM SK

ii

Environmental Management and Development in Indonesia (Proyek Pengelolaan dan Pembangunan Lingkungan Hidup di Indonesia) Gender and Development (Gender dan Pembangunan) Gender Analysis Pathway (Alur Kerja Analisis Gender) Caris-garis Besal Haluan Negara

United Nations International Conference on Population and Development (Konferensi Internasional tentang Kependudukan dan Pembangunan)

Instruksi Presiden

llmu Pengetahuan dan Teknologi

International Union for t|rc Conservation of Nature (Persatuan Internasional untuk Pelestarian Alam)

Kepala Biro

Kelompok Kerja Gender dan Lingkungan Hidup Kelompok Kerja Pengarusutamaan Gender

Kependudukan, Kesejahteraan Sosial dan Pemberdayaan Perempuan Kementerian Lingkungan Hidup

Kantor Menteri Negara Lingkungan Hidup Konperensi Tingkat Tinggi

Lingkungan Hidup Menteri Negara

Menteri Pemberdayaan Perempuan Majelis Permusyawaratan Rakyat Persatuan Bangsa Bangsa Pengelolaan Lingkungan Hidup Kelompok Kerja

Pusat Pengkajian Studi Mengenai Lingkungan Program Pembangunan Nasional

Program Kali Bersih

Pengendalian Sumber Daya Alam dan Lingkungan Hidup Rencana Pombangunan Tahunan

(34)

DAF-TAR SINGKATAN DAN ISTILAH

TAP UI UNEP

UNCED

UNIFEM

UUD WED

WID WSSD

wwF

Ketetapan

Universitas Indonesia

United Nations Environmental Program (Program Lingkungan Hidup PBB)

Uniled Nations Conference on Environment and Development (Konperensi tentang Lingkungan Hidup dan Pembangunan PBB) United Nations Development Fund of Women (Dana Pembangunan Wanita PBB)

Undang Undang Dasar

Women, Environment and Developmerzt (Wanita, Lingkungan Hidup dan Pembangunan)

Women In Development (Wanita daiam Pembangunan)

World Summit on Sustahruble Development (Pertemuan Sedunia tentang Pembangunan Berkelanjutan)

(35)
(36)

illlii

,,:lil I 'q.f :a .e

l l l l

;,E

sgg€EaEEtgssag

z z :

gg€$s€

gga!€Essgg?gaagBg

E r E r E r

rig

fr

i

$

9 - q ;

d g_v

' a a 2 E 5 E 5 i € E 5 E i - g - E E : 6

f E E ; g E

! t t . .

f O l

9,,:,:

*ilil

leFfc €EF"

;*;a

$:"saF;

rgFr

eg€

a-i;;Ei*

I iii: eE

E

AF

g€jsE

At EE

[a fE asE

$xiilI

v : :

F

tr'

g

o s ? q s E . ' E e E F E ! u E ' 6 Y E 4 - 6 .

ggEgEgi=

*I€CE

Fffgt€€€

EiggE

-JI

E H

^ o . } . - : 6

g i ' a:ai.:

- . ' . . i

Eii5gtr€.

*E:E+g

erE=

ls€Egi$€Ei€gg€agiiEE

€ ; : g E 3 . 9 > n € i 5 " q : . ; 5 S e E

*FeietEg5

e t r : i F 9 0 E i E

*i:l€xlrEel

? F F i o : P 3 : * F

' 2 9 € € E s , g € E E € 5 R E E p f E E = - &

[j1lttlli ; . ; : , : . !

tr,F

.g"R

, : 6

'=: < a 1

;a Fl

p

llttl,ittllti

i c 6 E E F

* n E

-c ? ; r i :

; € E

F f € q

E i l ' I H E :

f l i j g s $ E

(37)

'll

$lfr

Hll

ff

I I

'1.

: i : 1 1 i

' : ' . 1 . i

$ s * s

i t E o ! t r < N

e*r E E* g

: H f i H - e E

q d o x x 9 . =

s?geasBe9Ftra

! -

. g E s - . - E

' * F s r H E S - g

s : < q : . - c E A ; s ' g F € € d , ^ l

FEi$Eit

EE

iEiegg€

; H

r € e 4 s E * E g i : E H n

A E.'. ; E 5 F,E.

H E.E

J E qEE

d E 5 c

x E : . s

;

E E.E

E.E.

i *

E E ; & 8 8 d 8 . ;

trffi

EE

r Eg-€

,gi$E$Eacg

i P s r F - E

E E ; E ;

I € " f l

se€t;iEBg'

.9..r

lI

g '

5 : t : G

E f t

.q,'i:E

f;:'r

*

i;B:

Eg

9tgE€

g

FEaiu

H e E E ! ! . !

E - E T

E * . E

t IE"HEEf,

$

uE

E€gseeeiEs

aE!"8E.!

t$$lt

Eggigssgiiigig

ip:;

.ii

d l

H

g#

,:-:t<

(38)

esEeegc?g

FEAtu

FEEE€B

sEEEEi

€gsgE$e

F 3 o

€ " E

; i

: . n

E . ;

€ut :, €ei c,EE+E

i

e€F;"

qg

iE*E"3"gg€eE

e€

"

ssFE

iF

rrg€iEBg$gFEiEE

a

' r E !

+ : * E s =

' " t E

s l E *

E * " : P . V U . r E .d E.? : E E = E t r . = : c c

eegfrsaf

s E ' 4 -

' E ' 5 & ^

" E E *

sE:EeF',rif*Ef,.,!E*

SgEE€fl3FE[EEEE€EEE

3?f

EI5E€

EE€

+€i

$E*

$E

e;;eEiAeEEtESiEEEEE

F

(39)

:H

6

E : =

s . c E I S

E HE E E.

F*"

F"-E"g

S . a i [ € t

i#

,l

.l

( l ' ; . ; , . i

i,

E $ E * 6 P

gscg€e=BsE5

E e E - - - 9 8 . 9 ! * E . :

g d g E s ! t _ v v 9 : i F

tr*

! :

i :

i i : tr :.:.

d l

'r

g

E . ? ; E E

, 9 . 4 . 2 -E - : ! ! F A E

f - a ; s

= E EEH

; i l E 5 *

;

E .

,:iE

-,',';,:,'

;'

= :

5 F

i t d

€ F o

= . - F F 9 ,

H f E E * F E

i i E c

> I + * t j 4 = - l ! = 6

e : i 4 E [ : r E i E l t

EEi

EigE;iiIiF€

t S E 3 . t ' € i E € : ; E F € E . E E ;S ; E g : E 5 E € ' - g :

F; e*pgEg"g

EEEEEi

E

n _ 9 3 - E d _ ? d E 3 . g d 3 - * 3 . ! t

.,!

. . : ! ' q . Q g x

,s?,

6',2

l F l

x

Y:

(40)

Lampiran 2

Lokakarya

(41)

,

N I

\\r'

r I

\

\

N

\

\

\s

(42)

l i : 1 . . i

.'l

;

I A

::: l'9 I X

l€

: t x t ;

;t i

ggigliii

E

S E t g

*

t : ;

S E E S t

s l S S & .

E s E $ i $

r s I E s i

x s t g s $

E - s S P s S

irqlss

Hl.

'li

l F

' t F

t 6

mrf;

illI

* s S B + * F

i E t { .

E ; $ €

b E E ] ;

; . ; F s

E"€ Yr

EeES

-i 5 8 " b

E S s s -F g d r

3 *

t s

']

g 9 a

E 3 ; a

E € : P

n _ e . E . e

E : € - 9

F f l ; E

;.geE

Fesae€E:

FegEEEgaiEaE

ilf,'rf

g

; r

& . . r 1 !

E ' l

F . ,

: k l

A ff'fii

leElaEegiBe€

iFHEeFE

rgE$€E

a . - !

cegEai,g€EgFEFi'i

:HEE€,Eg

EF.fl;EEEEEE

-s,'s

F;;; Ei

9EE

pc?€-*a

EEe*

gfg

Fct€g€BsEEg

ii$#ii :x::!i 5 d ,gur

g a

6

{:,:,ts

q

i o E E ; E E . * ? s

E E . J 6 S ?

;'

(43)

lj x N 3 !l i E x

r

L T

T

€-

Eir

u$

Fi:$ii,Eir

sftgs3gstustig

X

! e i E I = s C ; S

s

r d o : i

i n

! s c s

" o 9

T *

P E R F E d

e * . i

E a 9

g e i

: e d

i E E g

1 oq

trgtet

c

EEEIE

5 L E

t ;

- E 9 ; E

F ! F $ E

E ? E r 4 4 A , E b € ! f t f r E

E E i

i = E

t : s

# E t

F

i l

EiT . 6 1 1 5 A

- l

b : d - " E P

i g ? *

$ E

. E

;

€ 3 : 8 , e i * , r

5 . I E E

c " i l i ! E E E . s E : F " c , S

iEgEE

rEEEg€EE

E . - + : 0 5 - r d > F - j o ! r ! : a e E E l 4 J t

-E i s -E -E 5 € i ;

q " E

l " E

E

EEe€€

i iliEFEE

Ag

ggaatgigs*tgagagaiggig

l ,r+!

T d

' 9 q ' t < - p Z

4 t t t t t i

e

8 . 8

(44)

Liiill

,ijil

i'l

E

qr 3

;:

Iil

i

Referensi

Dokumen terkait

Penentuan jumlah PEG 400 dan mentol yang optimal dilakukan dengan melihat hasil uji transport senyawa polifenol matriks patch bukal pada masing- masing

Dikatakan sebagai organisasi gerakan sosial dikarenakan PCNU Kota Malang merupakan perilaku kelompok antar individu secara kolektif yang memiliki tujuan dalam melakukan

Awalnya rata-rata siswa di sekolah ini sama sekali belum dapat memakai kaos kaki dan sepatu secara mandiri namun dengan pembelajaran yang dilakukan guru akhirnya siswa

Jenis penelitian skripsi ini adalah yuridis normatif yang mana sumber data yang digunakan adalah sumber data primer yang diperoleh langsung dari lokasi penelitian (field

Analisa bivariat adalah analisa data untuk mengetahui hubungan antara variable independen (paritas resiko tinggi dan paritas resiko rendah) dengan variable dependen

Penelitian ini adalah penelitian lapangan dengan metode deskriptif-kualitatif penulis langsung terjun kelapangan untuk mencari data dari para responden yaitu para ulama baik

Majelis Jemaat dan seluruh warga Jemaat GPIB Bukit Benuas Balikpapan mengucapkan Selamat hari Kelahiran dan Hari Perkawinan bagi warga Jemaat “Bukit Benuas,” dari tanggal 5

Učni načrt iz leta 2011 kot cilj poučevanja slovenščine pri književnem pouku opredeljuje razvijanje sporazumevalne zmožnosti, ki vključuje bralno, literarno, kulturno in