BAB III
ARAHAN KEBIJAKAN DAN RENCANA
STRATEGIS INFRASTRUKTUR BIDANG CIPTA KARYA
3.1. ARAHAN PEMBANGUNAN BIDANG CIPTA KARYA DAN ARAHAN PENATAAN RUANG
Dalam rangka mewujudkan kawasan permukiman yang layak huni dan berkelanjutan, konsep perencanaan pembangunan infrastruktur Bidang Cipta Karya disusun dengan berlandaskan pada berbagai peraturan perundangan dan amanat perencanaan pembangunan. Untuk mewujudkan keterpaduan pembangunan permukiman, Pemerintah Pusat, Provinsi, dan Kabupaten/Kota perlu memahami arahan kebijakan tersebut, sebagai dasar perencanaan, pemrograman, dan pembiayaan pembangunan Bidang Cipta Karya.
Gambar 3.1. Konsep Perencanaan Pembangunan Infrastruktur Bidang Cipta Karya
3.1.1.Arahan Pembangunan Bidang Cipta Karya
A. Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional 2005‐ 2025
a. Dalam mewujudkan Indonesia yang berdaya saing maka pembangunan dan penyediaan air minum dan sanitasi diarahkan untuk mewujudkan terpenuhinya kebutuhan dasar masyarakat serta kebutuhan sektor‐sektor terkait lainnya, seperti industri, perdagangan, transportasi, pariwisata, dan jasa sebagai upaya mendorong pertumbuhan ekonomi. Pemenuhan kebutuhan tersebut dilakukan melalui pendekatan tanggap kebutuhan (demand responsive approach) dan pendekatan terpadu dengan sektor sumber daya alam dan lingkungan hidup, sumber daya air, serta kesehatan. b. Dalam mewujudkan pembangunan yang lebih merata dan berkeadilan maka
Pemenuhan kebutuhan dasar masyarakat yang berupa air minum dan sanitasi diarahkan pada (1) peningkatan kualitas pengelolaan aset (asset management) dalam penyediaan air minum dan sanitasi, (2) pemenuhan kebutuhan minimal air minum dan sanitasi dasar bagi masyarakat, (3) penyelenggaraan pelayanan air minum dan sanitasi yang kredibel dan profesional, dan (4) penyediaan sumber‐sumber pembiayaan murah dalam pelayanan air minum dan sanitasi bagi masyarakat miskin.
tahapan RPJMN, yaitu:
RPJMN ke 2 (2010‐2014): Daya saing perekonomian ditingkatkan melalui percepatan pembangunan infrastruktur dengan lebih meningkatkan kerjasama antara pemerintah dan dunia usaha dalam pengembangan perumahan dan permukiman.
RPJMN ke 3 (2015‐2019): Pemenuhan kebutuhan hunian bagi seluruh masyarakat terus meningkat karena didukung oleh sistem pembiayaan perumahan jangka panjang dan berkelanjutan, efisien, dan akuntabel. Kondisi itu semakin mendorong terwujudnya kota tanpa permukiman kumuh.
RPJMN ke 4 (2020‐2024): terpenuhinya kebutuhan hunian yang dilengkapi dengan prasarana dan sarana pendukung sehingga terwujud kota tanpa permukiman kumuh.
B. Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional 2015‐2019
Sasaran pembangunan kawasan permukiman yang tercantum dalam RPJMN 2015‐2019 adalah sebagai berikut:
1. Tercapainya pengentasan permukiman kumuh perkotaan menjadi 0 persen; 2. Tercapainya 100 persen pelayanan air minum bagi seluruh penduduk
Indonesia;
3. Optimalisasi penyediaan layanan air minum;
4. Peningkatan efisiensi layanan air minum dilakukan melalui penerapan prinsip jaga air, hemat air dan simpan air secara nasional;
5. Penciptaan dokumen perencanaan infrastruktur permukiman yang mendukung;
6. Meningkatnya akses penduduk terhadap sanitasi layak (air limbah domestik, sampah dan drainase lingkungan) menjadi 100 persen pada tingkat kebutuhan dasar;
7. Meningkatnya keamanan dan keselamatan bangunan gedung termasuk keserasiannya terhadap lingkungan.
Sasaran pembangunan perkotaan yang tercantum dalam RPJMN 2015‐2019 adalah sebagai berikut:
1. Pembangunan 5 kawasan metropolitan baru di luar Pulau Jawa‐Bali sebagai Pusat Kegiatan Nasional (PKN) yang diarahkan menjadi pusat investasi dan penggerak pertumbuhan ekonomi bagi wilayah sekitarnya guna mempercepat pemerataan pembangunan di luar Pulau Jawa;
sebagai Pusat Kegiatan Nasional (PKN) berskala global guna meningkatkan daya saing dan kontribusi ekonomi;
3. Pengembangan sedikitnya 20 kota otonom di luar Pulau Jawa – Bali khususnya di KTI yang diarahkan sebagai pengendali (buffer) arus urbanisasi ke Pulau Jawa yang diarahkan sebagai pusat pertumbuhan ekonomi bagi wilayah sekitarnya serta menjadi percotohan (best practices) perwujudan kota berkelanjutan;
4. Pembangunan 10 kota baru publik yang mandiri dan terpadu di sekitar kota atau kawasan perkotaan metropolitan yang diperuntukkan bagi masyarakat berpenghasilan menengah ke bawah serta diarahkan sebagai pengendali (buffer) urbanisasi di kota atau kawasan perkotaan metropolitan;
5. Perwujudan 39 pusat pertumbuhan baru perkotaan sebagai Pusat Kegiatan Lokal (PKL) atau Pusat Kegiatan Wilayah (PKW).
Sasaran pembangunan perkotaan yang didukung oleh infrastruktur permukiman bidang Cipta Karya yakni diprioritaskan pada: 5 Kawasan Metropolitan Baru, 7 Kawasan Metropolitan Eksisting, 20 Kota Sedang, 39 Pusat Pertumbuhan Baru, 10 Kota Baru.
Gambar 3.2. Sasaran Pembangunan Perkotaan
10 Kota Baru 20 Kota
Sedang
7 Kawasan Metropolitan
Eksisting
39 Pusat Pertumbuhan
Baru
5 Kawasan Metropolitan
Baru
dilakukan untuk mempermudah identifikasi, pemantauan, dan evaluasi atas kegiatan ekonomi atau sentra produksi yang terikat dengan faktor konektivitas dan SDM IPTEK yang sama.
Gambar 3.3. Peta Koridor MP3EI
D. Masterplan Percepatan dan Perluasan Pengentasan Kemiskinan Indonesia Sesuai dengan agenda RPJMN 2010‐2014, pertumbuhan ekonomi perlu diimbangi dengan upaya pembangunan yang inklusif dan berkeadilan. Untuk itu, telah ditetapkan Masterplan Percepatan dan Perluasan Pengentasan Kemiskinan Indonesia (MP3KI) dimana semua upaya penanggulangan kemiskinan diarahkan untuk mempercepat laju penurunan angka kemiskinan dan memperluas jangkauan penurunan tingkat kemiskinan di semua daerah dan di semua kelompok masyarakat. Dalam mencapai misi penanggulangan kemiskinan pada tahun 2025, MP3KI bertumpu pada sinergi dari tiga strategi utama, yaitu:
terintegrasi,dan mampu melindungi masyarakat dari kerentanan dan goncangan,
b. Meningkatkan pelayanan dasar bagi penduduk miskin dan rentan sehingga dapat terpenuhinya kebutuhan‐kebutuhan dasar dan meningkatkan kualitas sumberdaya manusia di masa mendatang,
c. Mengembangkan penghidupan berkelanjutan (sustainable livelihood) masyarakat miskin dan rentan melalui berbagai kebijakan dan dukungan di tingkat lokal dan regional dengan memperhatikan aspek.
Kementerian Pekerjaan Umum, khususnya Ditjen Cipta Karya, berperan penting dalam pelaksanaan MP3KI, terutama terkait dengan pelaksanaan program pemberdayaan masyarakat (PNPMPerkotaan/P2KP, PPIP, Pamsimas, Sanimas dsb) serta Program Pro Rakyat.
E. Kawasan Ekonomi Khusus (KEK)
infrastruktur permukiman pada kawasan tersebut sehingga menunjang kegiatan ekonomi di KEK.
F. Direktif Presiden Program Pembangunan Berkeadilan
Dalam Inpres No. 3 Tahun 2010, Presiden RI mengarahkan seluruh Kementerian, Gubernur, Walikota/Bupati, untuk menjalankan program pembangunan berkeadilan yang meliputi Program pro rakyat, Keadilan untuk semua, dan Program Pencapaian MDGs. Ditjen Cipta Karya memiliki peranan penting dalam pelaksanaan Program Pro Rakyat terutama program air bersih untuk rakyat dan program peningkatak\n kehidupan masyarakat perkotaan. Sedangkan dalam pencapaian MDGs, Ditjen Cipta Karya berperan dalam peningkatan akses pelayanan air minum dan sanitasi yang layak serta pengurangan permukiman kumuh.
3.1.2.Arahan Penataan Ruang
Bagian ini berisikan arahan RTRW Nasional (PP No.26 Tahun 2008), RTRW Pulau, RTRW Provinsi, serta RTRW Kawasan Strategis Nasional (KSN). Indikasi Program Bidang Cipta Karya pada RTRW Nasional, RTRW Pulau, RTRW Provinsi, maupun RTRW KSN yang terkait dengan kabupaten/kota setempat dipaparkan pada bagian ini. Tidak hanya memaparkan arahan kebijakan spasial, bagian ini juga memaparkan kedudukan kota pada rencana pengembangan MP3EI dan KEK. (jika termasuk dalam KPI, MP3EI dan atau kawasan pengembangan KEK).
3.1.2.1.Arahan Strategis RTRW Nasional (PP No. 26 Tahun 2008)
Di dalam rencana tata ruang wilayah nasional, provinsi Kalimantan tengah didalam arahan sistem perkotaan nasional‐nya terdapat pusat kegiatan nasional (PKN) yakni Kota Palangkaraya. Pusat kegiatan nasional adalah kawasan perkotaan yang berfungsi atau berpotensi sebagai simpul utama kegiatan ekspor‐impor atau pintu gerbang menuju kawasan internasional; kawasan perkotaan yang berfungsi atau berpotensi sebagai pusat kegiatan industri dan jasa skala nasional atau yang melayani beberapa provinsi; dan/atau kawasan perkotaan yang berfungsi atau berpotensi sebagai simpul utama transportasi skala nasional atau melayani beberapa provinsi.
Gambar 3.4. Sistem Perkotaan Nasional di Provinsi Kalimantan Tengah
Sumber: PP 26 Tahun 2008 Tentang RTRWN
B. Kawasan Strategis Nasional (KSN)
1. Kawasan Perbatasan Darat RI dan Jantung Kalimantan (Heart of Borneo) (Provinsi Kalimantan Barat, Kalimantan Timur, dan Kalimantan Tengah) (I/E/2).
2. Kawasan Pengembangan Ekonomi Terpadu Daerah Aliran Sungai Kahayan Kapuas dan Barito (Provinsi Kalimantan Tengah) (I/A/2).
C. Kawasan Lindung Nasional
Beberapa kawasan lindung nasional yang berada di Kalimantan Tengah meliputi Suaka Margasatwa Sungai Lamandau (Kabupaten Kotawaringin Barat dan dan Kabupaten Sukamara); Cagar Alam Bukit Sapat Hawung (Kab. Murung Raya); Cagar Alam Bukit Tangkiling (Kota Palangkaraya); dan Cagar Alam Pararawen (Kabupaten Barito Utara). Kesemua kawasan lindung nasional tersebut tidak berada dalam pengembangan wilayah Kabupaten Seruyan. Selain itu juga terdapat Taman Nasional Bukit Baka – Bukit Raya (Kalimantan Barat – Kalimantan Tengah); Taman Nasional Tanjung Puting (Kabupaten Seruyan – Kabupaten Kotawaringin Barat); Taman Nasional Sebangau (Kabupaten Katingan). Taman Wisata Alam Tanjung Keluang/Teluk Keluang (Kabupaten Kotawaringin Barat).
3.1.2.2. Arahan Strategis Pulau Kalimanatan (RTR Pulau)
A. Sistem Perkotaan Nasional
Strategi operasionalisasi perwujudan sistem perkotaan nasional terkait dengan wilayah Kabupaten Kotawaringin Barat secara regional yakni PKN Palangkaraya, PKW Kuala Kapuas, PKW Pangkalan Bun, PKW Buntok, PKW Muara Teweh, dan PKW Sampit. Beberapa strategi operasionalisasi yang diarahkan meliputi:
1.Pengembangan PKN dan PKW sebagai pusat industri pengolahan hasil pertambangan mineral, batubara, serta minyak dan gas bumi yang didukung oleh pengelolaan limbah industri terpadu yaitu pusat industri pengolahan hasil pertambangan mineral, batubara, serta minyak dan gas bumi di PKW Muara Teweh, PKW Tanjung Redeb, PKW Sangata, PKW/PKSN Nunukan, PKW Tanjung Selor, PKW Malinau, dan PKW Tanah Grogot.
2.Pengembangan PKN dan PKW sebagai pusat industri pengolahan lanjut dan industri jasa hasil perkebunan kelapa sawit dan karet yang berdaya saing dan ramah lingkungan meliputi:
a. pusat industri hilir pengolahan hasil perkebunan kelapa sawit dan karet di PKN Palangkaraya, PKN Banjarmasin, dan PKN Kawasan Perkotaan Balikpapan‐Tenggarong‐Samarinda‐Bontang; dan
PKW Pangkalan Bun, PKW Buntok, PKW Muara Teweh, PKW Sampit, PKW Amuntai, PKW Martapura, PKW Marabahan, PKW Kotabaru, PKW Sangata, PKW/PKSN Nunukan, PKW Tanjung Selor, PKW Tanah Grogot, PKW Sendawar, PKW Malinau, PKSN Simanggaris, PKSN Long Midang, dan PKSN Long Pahangai.
3.Pengembangan PKN dan PKW sebagai pusat industri pengolahan hasil hutan yang berdaya saing dan ramah lingkungan meliputi:
a. pusat industri hilir pengolahan hasil hutan di PKN Palangkaraya dan PKN Kawasan Perkotaan Balikpapan‐Tenggarong‐Samarinda‐Bontang; dan
b. pusat pengolahan hasil hutan di PKW Ketapang, PKW Putussibau, PKW/PKSN Entikong, PKW Sanggau, PKW Sintang, PKW Kuala Kapuas, PKW Pangkalan Bun, PKW Buntok, PKW Muara Teweh, PKW Sampit, PKW Tanjung Redeb, PKW Sangata, PKW/PKSN Nunukan, PKW Tanjung Selor, PKW Malinau, PKW Tanlumbis, dan PKW Sendawar.
4.Pengembangan PKN dan PKW sebagai pusat industri pengolahan dan industri jasa hasil pertanian tanaman pangan dilakukan di PKN Pontianak, PKN Palangkaraya, PKN Banjarmasin, PKW Mempawah, PKW Singkawang, PKW Sambas, PKW Ketapang, PKW/PKSN Entikong, PKW Sanggau, PKW Sintang, PKW Kuala Kapuas, PKW Pangkalan Bun, PKW Buntok, PKW Muara Teweh, PKW Sampit, PKW Amuntai, PKW Martapura, PKW Marabahan, dan PKW Kotabaru.
Perkotaan Balikpapan‐Tenggarong‐Samarinda‐Bontang, PKN Tarakan, PKW Mempawah, PKW Singkawang, PKW Sambas, PKW Ketapang, PKW Sanggau, PKW Sintang, PKW Pangkalan Bun, PKW Kuala Kapuas, PKW Martapura, PKW Marabahan, PKW Kotabaru, PKW Tanjung Redeb, PKW/PKSN Nunukan, PKW Tanjung Selor, dan PKW Sangata.
6.Pengembangan PKN, PKW, dan PKSN sebagai pusat pengembangan ekowisata dan wisata budaya meliputi:
a. pusat pengembangan ekowisata di PKN Pontianak, PKN Palangkaraya, PKN Banjarmasin, PKN Kawasan Perkotaan Balikpapan‐Tenggarong‐ Samarinda‐Bontang, PKW Putussibau, PKW Pangkalan Bun, PKW Buntok, PKW Kotabaru, PKW Tanjung Redeb, PKW Tanjung Selor, PKW Malinau, PKW Tanah Grogot, PKSN Nanga Badau, PKSN Long Midang, PKSN Long Pahangai, dan PKSN Long Nawang; dan
b. pusat pengembangan wisata budaya di PKN Pontianak, PKN Palangkaraya, PKN Banjarmasin, PKN Kawasan Perkotaan Balikpapan‐ Tenggarong‐Samarinda‐Bontang, PKW Mempawah, PKW Putussibau, PKW Sintang, PKW Amuntai, PKW Sangata, PKW/PKSN Nunukan, dan PKW Sendawar.
Sampit, PKW Martapura, PKW Marabahan, PKW Tanjung Redeb, PKW Sangata, PKW Tanjung Selor, dan PKW Tanah Grogot.
8.Pengembangan jaringan drainase di PKN dan PKW yang terintegrasi dengan sungai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf i meliputi pengembangan jaringan drainase di:
a. PKN Palangkaraya yang terintegrasi dengan Sungai Kahayan;
b. PKW Kuala Kapuas yang terintegrasi dengan Sungai Kapuas dan Sungai Kahayan;
c. PKW Pangkalan Bun yang terintegrasi dengan Sungai Lamandau;
d. PKW Buntok, PKW Muara Teweh, PKW Martapura, dan PKW Marabahan yang terintegrasi dengan Sungai Barito;
e. PKW Sampit yang terintegrasi dengan Sungai Mentaya;
9.Penataan kawasan perkotaan yang adaptif terhadap ancaman bencana banjir dilakukan di PKN Pontianak, PKN Palangkaraya, PKN Banjarmasin, PKN Kawasan Perkotaan Balikpapan‐Tenggarong‐Samarinda‐Bontang, PKW Mempawah, PKW Sambas, PKW Ketapang, PKW Putussibau, PKW Sanggau, PKW Sintang, PKW Kuala Kapuas, PKW Pangkalan Bun, PKW Buntok, PKW Muara Teweh, PKW Sampit, PKW Martapura, PKW Marabahan, PKW Tanjung Redeb, PKW Sangata, PKW Tanjung Selor, dan PKW Tanah Grogot.
B. Kawasan Yang Memberikan Perlindungan Terhadap Kawasan Bawahannya
Strategi operasionalisasi kawasan yang memberikan perlindungan terhadap kawasan bawahannya meliputi:
1.Pemertahanan luasan dan pelestarian kawasan bergambut untuk menjaga sistem tata air alami dan ekosistem kawasan dilakukan pada kawasan bergambut di Kabupaten Sambas, Kabupaten Pontianak, Kabupaten Kubu Raya, Kabupaten Kayong Utara, Kabupaten Ketapang, Kabupaten Kapuas Hulu, Kabupaten Kotawaringin Barat, Kabupaten Seruyan, Kabupaten Kotawaringin Timur, Kabupaten Katingan, Kabupaten Pulang Pisau, Kabupaten Barito Selatan, Kabupaten Barito Timur, Kabupaten Hulu Sungai Utara, Kabupaten Kutai Timur, Kabupaten Bulungan, dan Kabupaten Nunukan.
2.Pemertahanan dan peningkatan fungsi kawasan resapan air, khususnya pada hulu sungai dilakukan pada hulu Sungai Barito, hulu Sungai Kahayan, hulu Sungai Katingan, hulu Sungai Kapuas, hulu Sungai Melawi, hulu Sungai Seruyan, hulu Sungai Sesayap, hulu Sungai Sembakung, hulu Sungai Berau, hulu Sungai Kayan dan hulu Sungai Mahakam.
C. Kawasan Yang Memberikan Perlindungan Setempat
Strategi operasionalisasi perwujudan kawasan yang memberikan perlindungan setempat meliputi:
1.Pengendalian perkembangan kawasan terbangun yang mengganggu dan/atau merusak fungsi sempadan sungai dilakukan di sempadan Sungai Seruyan di WS Seruyan;
2.Pengendalian pemanfaatan ruang pada kawasan sekitar danau atau waduk yang berpotensi mengganggu dan/atau merusak fungsi kawasan sekitar danau atau waduk sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c dilakukan pada:
Semayang (Kabupaten Kutai Kartanegara), Danau Sembuluh (Kabupaten Seruyan), dan Danau Tete (Kabupaten Barito Utara).
D. Kawasan Suaka Alam, Pelestarian Alam Dan Cagar Budaya
Strategi operasionalisasi perwujudan kawasan suaka alam, pelestarian alam, dan cagar budaya meliputi :
1.Pemertahanan dan rehabilitasi luasan suaka margasatwa, cagar alam, taman nasional, taman hutan raya, dan taman wisata alam dilakukan pada:
a. Taman Nasional Betung Kerihun (Kabupaten Kapuas Hulu), Taman Nasional Danau Sentarum (Kabupaten Kapuas Hulu), Taman Nasional Gunung Palung (Kabupaten Kayong Utara dan Kabupaten Ketapang), Taman Nasional Bukit Baka‐Bukit Raya (Kabupaten Melawi, Kabupaten Sintang, dan Kabupaten Katingan), Taman Nasional Tanjung Putting (Kabupaten Kotawaringin Barat dan Kabupaten Seruyan), Taman Nasional Sebangau (Kabupaten Katingan, Kabupaten Pulang Pisau, dan Kota Palangkaraya, Taman Nasional Kayan Mentarang (Kabupaten Malinau, Kabupaten Nunukan, dan Kabupaten Bulungan), dan Taman Nasional Kutai (Kabupaten Kutai Timur, Kabupaten Kutai Kartanegara, dan Kota Bontang);
Kabupaten Sintang‐Kabupaten Katingan), Taman Nasional Tanjung Puting (Kabupaten Kotawaringin Barat dan Kabupaten Seruyan), Taman Nasional Sebangau (Kabupaten Katingan, Kabupaten Pulang Pisau dan Kota Palangkaraya), Taman Nasional Kayan Mentarang (Kabupaten Malinau, Kabupaten Nunukan dan Kabupaten Bulungan), dan Taman Nasional Kutai (Kabupaten Kutai Timur, Kabupaten Kutai Kartanegara, dan Kota Bontang).
2.Pemertahanan kawasan pantai berhutan bakau di wilayah pesisir untuk perlindungan pantai dan kelestarian biota laut dilakukan pada kawasan pantai berhutan bakau di wilayah pesisir Kabupaten Pontianak, Kabupaten Kubu Raya, Kabupaten Kayong Utara, Kabupaten Ketapang, Kabupaten Kotawaringin Barat, Kabupaten Seruyan, Kabupaten Kotawaringin Timur, Kabupaten Pulang Pisau, Kabupaten Kapuas, Kabupaten Tanah Laut, Kabupaten Kotabaru, Kabupaten Tanah Bumbu, Kabupaten Banjar, Kabupaten Barito Kuala, Kabupaten Paser, Kabupaten Penajam Paser Utara, Kabupaten Kutai Timur, Kabupaten Berau, Kabupaten Bulungan, dan Kabupaten Nunukan.
E. Kawasan Rawan Bencana Alam
Strategi operasionalisasi perwujudan kawasan rawan bencana alam dilakukan dengan mengembangkan jaringan drainase yang terintegrasi dengan sungai pada kawasan perkotaan yang rawan banjir.
a. kawasan rawan gerakan tanah di Kabupaten Melawi, Kabupaten Sintang, Kabupaten Kapuas Hulu, Kabupaten Katingan, Kabupaten Seruyan, Kabupaten Lamandau, Kota Balikpapan, Kabupaten Kutai Barat, Kota Bontang, Kabupaten Sangata, Kota Samarinda, Kabupaten Barito Utara, Kabupaten Murung Raya, Kabupaten Balangan, Kabupaten Hulu Sungai Selatan, Kabupaten Tapin, Kabupaten Banjar, Kabupaten Tanah Laut, Kabupaten Kotabaru, dan Kabupaten Tanah Bumbu; dan
2.Penyelenggaraan upaya mitigasi dan adaptasi bencana melalui penetapan lokasi dan jalur evakuasi bencana, pembangunan prasarana dan sarana pemantauan bencana, serta penetapan standar bangunan gedung untuk mengurangi dampak akibat bencana alam geologi dilakukan pada:
a. kawasan rawan gerakan tanah di Kabupaten Melawi, Kabupaten Sintang, Kabupaten Kapuas Hulu, Kabupaten Katingan, Kabupaten Seruyan, Kabupaten Lamandau, Kota Balikpapan, Kabupaten Kutai Barat, Kota Bontang, Kabupaten Sangata, Kota Samarinda, Kabupaten Barito Utara, Kabupaten Murung Raya, Kabupaten Balangan, Kabupaten Hulu Sungai Selatan, Kabupaten Tapin, Kabupaten Banjar, Kabupaten Tanah Laut, Kabupaten Kotabaru, dan Kabupaten Tanah Bumbu; dan
Bulungan, Kabupaten Nunukan, dan Negara Malaysia), CAT Palangkaraya‐Banjarmasin (Kabupaten Ketapang, Kabupaten Kotawaringin Barat, Kabupaten Seruyan, Kabupaten Kotawaringin Timur, Kabupaten Sukamara, Kabupaten Katingan, Kabupaten Pulang Pisau, Kabupaten Kapuas, Kabupaten Barito Selatan, Kabupaten Gunung Mas, Kabupaten Barito Utara, Kabupaten Barito Timur, Kota Palangkaraya, Kabupaten Tanah Laut, Kabupaten Banjar, Kabupaten Tapin, Kabupaten Barito Kuala, Kabupaten Hulu Sungai Selatan, Kabupaten Hulu Sungai Tengah, Kabupaten Hulu Sungai Utara, Kabupaten Tabalong, Kabupaten Balangan, Kota Banjarmasin dan Kota Banjar Baru), CAT Muarapayang (Kabupaten Barito Utara dan Kabupaten Paser), dan CAT Muara Lahai (Kabupaten Kutai Barat, Kabupaten Murung Raya, dan Kabupaten Barito Utara).
F. Kawasan Lindung Lainnya
Strategi operasionalisasi perwujudan pengelolaan kawasan lindung lainnya meliputi:
1.koridor ekosistem bekantan, gabon, gajah, dan orang utan yang menghubungkan antarekosistem dataran rendah, yaitu:
Puting (Kabupaten Kotawaringin Barat dan Kabupaten Seruyan), dan Taman Wisata Alam Tanjung Keluang (Kabupaten Kotawaringin Barat);
2.Pengendalian pemanfaatan ruang kegiatan budi daya dengan prinsip berkelanjutan pada kawasan yang merupakan kawasan koridor ekosistem dilakukan pada:
a. Suaka Margasatwa Lamandau (Kabupaten Kotawaringin Barat dan Kabupaten Sukamara), Cagar Alam Gunung Raya Pasi (Kota Singkawang dan Kabupaten Bengkayang), Taman Nasional Gunung Palung (Kabupaten Kayong Utara dan Kabupaten Ketapang), Taman Nasional Tanjung Puting (Kabupaten Kotawaringin Barat dan Kabupaten Seruyan), dan Taman Wisata Alam Tanjung Keluang (Kabupaten Kotawaringin Barat);
3.Pengembangan prasarana yang ramah lingkungan sebagai pendukung koridor ekosistem sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf e dilakukan pada:
a. koridor ekosistem bekantan, gabon, gajah, dan orang utan yang menghubungkan:
G. Kawasan Budi Daya Strategis Nasional
Strategi operasionalisasi perwujudan kawasan budi daya yang memiliki nilai strategis nasional terdiri atas strategi operasionalisasi perwujudan:
1. kawasan peruntukan hutan; 2. kawasan peruntukan pertanian; 3. kawasan peruntukan perikanan; 4. kawasan peruntukan pertambangan; 5. kawasan peruntukan industri;
6. kawasan peruntukan pariwisata; dan 7. kawasan peruntukan permukiman.
Strategi operasionalisasi perwujudan kawasan peruntukan hutan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 48 huruf a meliputi:
Kabupaten Barito Utara, Kabupaten Barito Selatan, Kabupaten Tabalong, Kabupaten Balangan, Kabupaten Hulu Sungai Tengah, Kabupaten Hulu Sungai Selatan, Kabupaten Tapin, Kabupaten Banjar, Kabupaten Kotabaru, Kabupaten Tanah Bumbu, Kabupaten Tanah Laut, Kabupaten Paser, Kabupaten Penajam Paser Utara, Kabupaten Kutai Barat, Kabupaten Kutai Kartanegara, Kabupaten Kutai Timur, Kabupaten Berau, Kabupaten Bulungan, Kabupaten Nunukan, dan Kabupaten Malinau.
2.Pemertahanan kelestarian keanekaragaman hayati tumbuhan dan satwa endemik kawasan dengan meningkatkan fungsi ekologis di kawasan peruntukan hutan dilakukan pada kawasan peruntukan hutan di Kabupaten Sambas, Kabupaten Bengkayang, Kabupaten Landak, Kabupaten Pontianak, Kabupaten Sanggau, Kabupaten Ketapang, Kabupaten Sekadau, Kabupaten Sintang, Kabupaten Kapuas Hulu, Kabupaten Melawi, Kabupaten Kayong Utara, Kabupaten Kubu Raya, Kabupaten Lamandau, Kabupaten Sukamara, Kabupaten Kotawaringin Barat, Kabupaten Seruyan, Kabupaten Kotawaringin Timur, Kabupaten Katingan, Kabupaten Pulang Pisau, Kabupaten Gunung Mas, Kabupaten Kapuas, Kabupaten Murung Raya, Kabupaten Barito Utara, Kabupaten Barito Selatan, Kabupaten Tabalong, Kabupaten Balangan, Kabupaten Hulu Sungai
Kabupaten Sanggau, Kabupaten Ketapang, Kabupaten Sekadau, Kabupaten Sintang, Kabupaten Kapuas Hulu, Kabupaten Melawi, Kabupaten Kayong Utara, Kabupaten Kubu Raya, Kabupaten Lamandau, Kabupaten Sukamara, Kabupaten Kotawaringin Barat, Kabupaten Seruyan, Kabupaten Kotawaringin Timur, Kabupaten Katingan, Kabupaten Pulang Pisau, Kabupaten Gunung Mas, Kabupaten Kapuas, Kabupaten Murung Raya, Kabupaten Barito Utara, Kabupaten Barito Selatan, Kabupaten Tabalong, Kabupaten Balangan, Kabupaten Hulu Sungai Tengah, Kabupaten Hulu Sungai Selatan, Kabupaten Tapin, Kabupaten Banjar, Kabupaten Kotabaru, Kabupaten Tanah Bumbu, Kabupaten Tanah Laut, Kabupaten Paser, Kabupaten Penajam Paser Utara, Kabupaten Kutai Barat, Kabupaten Kutai Kartanegara, Kabupaten Kutai Timur, Kabupaten Berau, Kabupaten Bulungan, Kabupaten Nunukan, dan Kabupaten Malinau.
Strategi operasionalisasi perwujudan kawasan peruntukan perikanan dilakukan di :
Paser Utara, Kota Samarinda, Kabupaten Kutai Timur, dan Kabupaten Bulungan.
Strategi operasionalisasi perwujudan kawasan peruntukan pertambangan dilakukan di:
1. Pengembangan kawasan peruntukan pertambangan mineral, batubara, serta minyak dan gas bumi dengan memperhatikan daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup meliputi:
b. kawasan peruntukan pertambangan batubara di Kabupaten Sintang, Kabupaten Kapuas Hulu, Kabupaten Melawi, Kabupaten Sambas, Kabupaten Bengkayang, Kabupaten Landak, Kabupaten Pontianak, Kabupaten Sanggau, Kabupaten Murung Raya, Kabupaten Barito Utara, Kabupaten Barito Timur, Kabupaten Gunung Mas, Kabupaten Sukamara, Kabupaten Kotawaringin Barat, Kabupaten Kotawaringin Timur, Kabupaten Seruyan, Kabupaten Katingan, Kota Palangkaraya, Kabupaten Kapuas, Kabupaten Barito Kuala, Kabupaten Malinau, 2. Pengendalian perkembangan kawasan pertambangan yang
mengganggu kawasan berfungsi lindung meliputi:
Kutai Barat, Kabupaten Bulungan, Kabupaten Malinau, dan Kota Balikpapan;
b. kawasan peruntukan pertambangan batubara di Kabupaten Sintang, Kabupaten Kapuas Hulu, Kabupaten Melawi, Kabupaten Sambas, Kabupaten Bengkayang, Kabupaten Landak, Kabupaten Pontianak, Kabupaten Sanggau, Kabupaten Murung Raya, Kabupaten Barito Utara, Kabupaten Barito Timur, Kabupaten Gunung Mas, Kabupaten Sukamara, Kabupaten Kotawaringin Barat, Kabupaten Kotawaringin Timur, Kabupaten Seruyan, Kabupaten Katingan, Kota Palangkaraya, Kabupaten Kapuas, Kabupaten Barito Kuala, Kabupaten Malinau, Kabupaten Nunukan, Kabupaten Bulungan, Kabupaten Berau, Kabupaten Kutai Timur, Kabupaten Kutai Kartanegara, Kabupaten Kutai Barat, Kabupaten Penajam Paser Utara, Kabupaten Paser, Kabupaten Tarakan, Kota Bontang, Kota Samarinda, Kabupaten Tabalong, Kabupaten Balangan, Kabupaten Kotabaru, Kabupaten Tanah Bumbu, Kabupaten Tanah Laut, Kabupaten Banjar, Kabupaten Hulu Sungai Tengah, Kabupaten Tapin, Kabupaten Hulu Sungai Utara, Kabupaten Hulu Sungai Selatan, dan Kota Banjarbaru; dan
3. Pelaksanaan reklamasi dan kegiatan pasca tambang pada kawasan peruntukan pertambangan untuk memulihkan kualitas lingkungan dan ekosistem sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c dilakukan pada: a. kawasan peruntukan pertambangan mineral di Kabupaten Pontianak,
Utara, Kabupaten Kubu Raya, Kabupaten Banjar, Kabupaten Banjarbaru, Kota Martapura, Kabupaten Hulu Sungai Selatan, Kabupaten Tabalong, Kabupaten Tanah Laut, Kabupaten Tanah Bumbu, Kabupaten Hulu Sungai Tengah, Kabupaten Kotabaru, Kabupaten Kapuas Hulu, Kabupaten Lamandau, Kabupaten Kotawaringin Barat, Kabupaten Kotawaringin Timur, Kabupaten Katingan, Kabupaten Seruyan, Kabupaten Sukamara, Kota Palangkaraya, Kabupaten Gunung Mas, Kota Muara Teweh, Kabupaten Barito Selatan, Kabupaten Barito Timur, Kabupaten Murung Raya, Kabupaten Kapuas, Kabupaten Paser, Kabupaten Berau, Kota Samarinda, Kabupaten Kutai Kertanegara, Kabupaten Kutai Timur, Kabupaten Kutai Barat, Kabupaten Bulungan, Kabupaten Malinau, dan Kota Balikpapan; dan
Tabalong, Kabupaten Balangan, Kabupaten Kotabaru, Kabupaten Tanah Bumbu, Kabupaten Tanah Laut, Kabupaten Banjar, Kabupaten Hulu Sungai Tengah, Kabupaten Tapin, Kabupaten Hulu Sungai Utara, Kabupaten Hulu Sungai Selatan, dan Kota Banjarbaru.
Kawasan andalan terdiri atas kawasan andalan dengan sektor unggulan kehutanan, pertanian, perkebunan, perikanan, pertambangan, industri, dan pariwisata. Strategi operasionalisasi perwujudan kawasan andalan terdiri atas strategi operasionalisasi perwujudan:
1. kawasan andalan dengan sektor unggulan kehutanan; 2. kawasan andalan dengan sektor unggulan pertanian; 3. kawasan andalan dengan sektor unggulan perkebunan; 4. kawasan andalan dengan sektor unggulan perikanan; 5. kawasan andalan dengan sektor unggulan pertambangan; 6. kawasan andalan dengan sektor unggulan industri; dan 7. kawasan andalan dengan sektor unggulan pariwisata.
Table 3.1. Strategi Operasionalisasi Kawasan Andalan
No. Kawan Pangkalan Bun‐Sampit
Terkait Pengembangan Wilayah
Kab. Kotawaringin Barat Strategi Operasionalisasi
1. SU Kehutanan; Kab. Seruyan, Kab. Kotawaringin Barat, Kab. Lamandau, Kab. Kotawaringin Timur
No. Kawan Pangkalan Bun‐Sampit
Terkait Pengembangan Wilayah
Kab. Kotawaringin Barat Strategi Operasionalisasi hutan, permukiman, serta jaringan prasarana dan sarana. Pengendalian perkembangan
kegiatan sektor unggulan kehutanan yang mengganggu fungsi ekologis hutan
Peningkatan keterkaitan pusat kegiatan sektor unggulan kehutanan dengan kawasan perkotaan nasional sebagai pusat pengembangan kawasan andalan dengan sektor unggulan kehutanan, yang terlayani terutama oleh pelabuhan
2. SU Pertanian; Kab. Seruyan, Kab. Kotawaringin Barat, Kab. Lamandau, Kab. Kotawaringin Timur
No. Kawan Pangkalan Bun‐Sampit
Terkait Pengembangan Wilayah
Kab. Kotawaringin Barat Strategi Operasionalisasi
Pengendalian alih fungsi lahan pada kawasan andalan dengan sektor unggulan pertanian Peningkatan keterkaitan pusat
kegiatan pertanian pada kawasan andalan dengan kawasan perkotaan nasional sebagai pusat pengembangan kawasan andalan dengan sektor unggulan pertanian, yang terlayani terutama oleh pelabuhan
3. SU Perkebunan; Kab. Seruyan, Kab. Kotawaringin Barat, Kab. Lamandau, Kab. Kotawaringin Timur
Pengembangan kawasan untuk kegiatan sektor unggulan perkebunan, termasuk kegiatan industri pengolahan hasil perkebunan, permukiman, serta jaringan prasarana dan sarana
No. Kawan Pangkalan Bun‐Sampit
Terkait Pengembangan Wilayah
Kab. Kotawaringin Barat Strategi Operasionalisasi kawasan perkotaan nasional sebagai pusat pengembangan kawasan andalan dengan sektor unggulan perkebunan, yang terlayani terutama oleh pelabuhan
4. SU Perikanan; Kab. Seruyan, Kab. Kotawaringin Barat, Kab. Lamandau, Kab. Kotawaringin Timur
Pengembangan kawasan untuk kegiatan sektor unggulan perikanan, termasuk kegiatan industri pengolahan hasil perikanan, permukiman, serta jaringan prasarana dan sarana Peningkatan keterkaitan pusat
No. Kawan Pangkalan Bun‐Sampit
Terkait Pengembangan Wilayah
Kab. Kotawaringin Barat Strategi Operasionalisasi
5. SU
Pertambangan;
Kab. Seruyan, Kab. Kotawaringin Barat, Kab. Lamandau, Kab. Kotawaringin Timur
Peningkatan keterkaitan pusat kegiatan pertambangan dengan kawasan perkotaan nasional sebagai pusat pengembangan kawasan andalan dengan sektor unggulan pertambangan yang terlayani terutama oleh pelabuhan
6. SU Industri; dan Kab. Seruyan, Kab. Kotawaringin Barat, Kab. Lamandau, Kab. Kotawaringin Timur
Pengembangan kawasan untuk kegiatan industri dan permukiman, serta jaringan prasarana dan sarana
No. Kawan Pangkalan Bun‐Sampit
Terkait Pengembangan Wilayah
Kab. Kotawaringin Barat Strategi Operasionalisasi terlayani terutama oleh bandar udara atau pelabuhan
7. SU Pariwisata Kab. Seruyan, Kab. Kotawaringin Barat, Kab. Lamandau, Kab. Kotawaringin Timur
Pengembangan kawasan untuk kegiatan sektor unggulan pariwisata, termasuk kegiatan pendukung pariwisata, permukiman, serta jaringan prasarana dan sarana
meningkatkan keterkaitan antarpusat kegiatan pariwisata serta antara pusat kegiatan pariwisata dengan kawasan perkotaan nasional sebagai pusat pengembangan kawasan andalan dengan sektor unggulan pariwisata, yang terlayani terutama oleh pelabuhan dan/atau bandar udara
3.1.2.3.Arahan Strategis Rencana Tata Ruang Provinsi (RTRW) Provinsi Kalimantan Tengah
Sistem pusat permukiman di Provinsi Kalimantan Tengah, berdasarkan Perda No 8 Tahun 2003, menetapkan:
1. Kota Utama, meliputi Kota Palangkaraya, Kota Kuala Kapuas, Kota Sampit, dan Kota Pangkalan Bun;
2. Kota cepat tumbuh, meliputi Kota Buntok, Muara Teweh, Puruk Cahu, Ampah, Pulang Pisau, Kasongan, Sukamara, Nanga Bulik, Kuala Pembuang, Tumbang Samba, Kuala Kurun, Tamiang Layang dan Pagatan;
3. Kota kecamatan yang didorong pertumbuhan dan pengembangannya meliputi Kota Kotawaringin Lama, Kudangan, Pangkut, Tumbang Sangai, Tumbang Senamang, Samuda, Pelantaran, Tumbang Jutuh, Bawan, Lampeong, Kandui, Timpah, Bahaur, Palingkau, Dadahup.
Kota kota utama memiliki fungsi sebagai berikut:
1. Kota Palangka Raya berfungsi sebagai Pusat Pemerintahan Propinsi, Pusat Pendidikan, Kota Kebudayaan, Pusat Perdagangan dan Jasa;
2. Kota Kuala Kapuas berfungsi sebagai Pusat Pemerintahan Kabupaten, Kota Pelabuhan, Kota Industri, Agropolitan, Pusat Perdagangan dan Jasa;
3. Kota Sampit berfungsi sebagai Pusat Pemerintahan Kabupaten, Kota Pelabuhan Laut, Kota Industri, Pusat Perdagangan dan Jasa;
A. Kawasan Cagar Alam dan Suaka Margasatwa
Kawasan cagar alam dan suaka margasatwa meliputi:
a. Cagar Alam Pararawen I dan Pararawen II terletak di Kabupaten Barito Utara;
b. Cagar Alam Bukit Tangkiling terletak di Kota Palangka Raya;
c. Cagar Alam Bukit Sapat Hawung terletak di Kabupaten Murung Raya; d. Cagar Alam Tumbang Tahai Tangkiling terletak di Kota Palangka Raya; e. Cagar Alam Air Terjun Molau Besar terletak di Kabupaten Barito
Utara;
f. Cagar Alain Bukit Bakitap terletak di Kabupaten Murung Raya;
g. Suaka Margasatwa Sungai Lamandau di Kabupaten Kotawaringin Barat dan Sukamara.
Suaka Alam Laut dan Perairannya yaitu Suaka Alam Laut Gosong Sanggora di Teluk Kumai Kecamatan Arut Selatan dan Kecamatan Kumai, Kabupaten Kotawaringin Barat. Taman Nasional dan Taman Wisata Alam, terdiri dari :
a. Taman Nasional Tanjung Putting terletak di Kabupaten Kotawaringin Barat dan Kabupaten Seruyan;
b. Taman Nasional Bukit Raya Bukit Baka terletak di Kabupaten Katingan;
e. Taman Wisata. Tanjong Keluang terletak di Kabupaten Kotawaringin Barat;
f. Taman Wisata Ujung Pandaran di Kabupaten Kotawringin Timur; g. Taman Wisata Liang Saragih di Kabupaten Barito Timur.
B. Kawasan Pertambangan
Kawasan Pertambangan, terdiri dari :
1. Pertambangan emas terletak di semua kabupaten;
2. Pertambangan batubara terletak di Kabupaten Barito Selatan, Barito Timur, Kotawaringin Barat, Kotawaringin Timur, Sukamara, Barito Utara, Murung Raya, Kapuas, dan Gunung Mas;
3. Pertambangan gamping terletak di Kabupaten Kapuas, Barito Selatan, Barito Timur, Barito Utara, Murung Raya, dan Gunung Mas;
4. Pertambangan granit terletak di semua kabupten dan kota; 5. Pertambangan pasir terletak di semua kabupaten dan kota;
6. Pertambangan minyak bumi terletak di Kabupaten Barito Selatan, Barito Utara, Kapuas, dan Barito Timur;
7. Pertambangan batu permata dan setengah permata di semua kabupaten dan kota.
C. Kawasan Industri
D. Kawasan Pariwisata
Kawasan Pariwisata mencakup kawasan yang memiliki potensi besar untuk keperluan pariwisata di semua kabupaten dan kota.
E. Kawasan Permukiman
Kawasan Permukiman mencakup :
1. Kawasan Permukiman Perkotaan, yaitu kawasan ibukota propinsi, kabupaten, dan kecamatan;
2. Kawasan Permukiman Perdesaan, yaitu kawasan permukiman perdesaan di seluruh desa‐desa di Propinsi Kalimantan Tengah;
3. Kawasan Permukiman Rawan Bencana Alam.
F. Sistem Pusat‐Pusat Permukiman
Sistem Pusat‐Pusat Permukiman di Propinsi Kalimantan Tengah dilihat dalam konteks wilayah propinsi serta keterkaitannya satu sama lain, baik secara spasial maupun fungsional, mencakup :
1. Kota Pangkalan Bun berfungsi sebagai Pusat Pemerintahan Kabupaten, Pelabuhan Laut dan Udara, Pusat Industri, Pusat Perdagangan dan Jasa;
2. Kota Sukamara berfungsi sebagai Pusat Pemerintahan Kabupaten, Pusat Industri dan Pusat Perdagangan dan Jasa;
4. Kota Sampit berfungsi sebagai Pusat Pemerintahan Kabupaten, Pelabuhan Laut, Agro‐industri Kehutanan, Pusat Perdagangan dan Jasa;
5. Kota Kasongan berfungsi sebagai Pusat Pemerintahan Kabupaten; Pusat Perdagangan dan Jasa;
6. Kota Kuala Pembuang berfungsi sebagai Pusat Pemerintahan Kabupaten, Pusat Industri, Agro Polita dan Pusat Perdagangan dan Jasa;
7. Kota Palangka Raya berfungsi sebagai Pusat Pemerintahan Propinsi, Pusat Pendidikan dan Kebudayan, Pusat Industri serta Pusat Perdagangan dan Jasa;
8. Kota Kuala Kapuas berfungsi sebagai Pusat Pemerintahan Kabupaten, Pusat Industri, Agropolitan, Pusat Perdagangan dan Jasa;
9. Kota Kuala Kurun berfungsi sebagai Pusat Pemerintahan Kabupaten, Agro‐Industri dan Pusat Perdagangan dan Jasa;
10. Kota Pulang Pisau berfungsi sebagai Pusat Pemerintahan Kabupaten, Pusat AgroIndustri dan Pusat Perdagangan dan Jasa;
11. Kota Buntok berfungsi sebagai Pusat Pemerintahan Kabupaten, Pusat Agro‐Industri dan Pusat Perdagangan dan Jasa;
12. Kota Tamiyang Layang berfungsi sebagai Pusat Pemerintahan Kabupaten, AgroIndustri dan Pusat Perdagangan dan Jasa;
13. Kota Muara Teweh berfungsi sebagai Pusat Pemerintahan Kabupaten, Agro‐Industri dan Pusat Perdagangan dan Jasa;
G. Kawasan Prioritas
Kawasan yang diprioritaskan pengembangan atau penaelolaannya adalah:
1. Kawasan perdesaan terpencil, terisolir, dan terbelakang;
2. Kawasan perdesaan di wilayah perbatasan dengan Kalimantan Barat, Kalimantan Timur dan Kahmantan Selatan,
3. Kawasan Sentra Produksi Pertanian Tanaman Pangim dan Hortiknitura, Perkebunan, Perikanan, kehewanan dan Kawasan Sentra industri,
4. Kawasan Sekitar jalur jalan Lintas Kalimantan: 5. Kawasan Andalan Sampit dan sekitarnya;
6. Kawasan Andalan Pangkalan Bun dan sekitarnya, 7. Kawasan Andalan Muara Teweh dan sekitarnya; 8. Kawasan Andalan Buntok dan sekitarnya:
9. Kawasan Andalan Kuala Kapuas dan sekitarnya;
10. Kawasan Pertumbuhan Ekonomi Terpadu (Kapet) DAS KAKAB; 11. Kawasan Taman Nasional Tanjung, Putting;
12. Taman Nasional Bukit Raya Bukit Baka:
13. Suaka Alam Laut Gosona Sanggora di Teluk Kumai.
3.1.3.Arahan Wilayah Pengembangan Strategis
1. Mendukung sistem perkotaan nasional: metropolitan eksisting, metropolitan baru, kota baru, kota sedang, dan kawasan pusat pertumbuhan baru
2. Mendukung WPS, Pelabuhan Strategis, Kawasan Strategis Pariwisata Nasional, dan Kawasan Industri Prioritas
3. Mendukung Kawasan Perbatasan di Kawasan PLBN dan Kawasan Permukiman Perbatasan
4. Mendukung Pengurangan Kawasan Permukiman Kumuh Perkotaan 5. Mendukung Pembangunan SPAM Regional dan SPAM Kota Binaan 6. Mendukung Pembangunan TPA Regional dan ITF
7. Mendukung Penataan Kampung Nelayan dan Revitalisasi Kawasan Pusaka
Gambar 3.5. Keterpaduan Pembangunan
Adapun dalam pelaksanaan pembangunan infrastruktur keciptakaryaan, Ditjen Cipta Karya menggunakan tiga strategi pendekatan yaitu membangun sistem, memfasilitasi Pemerintah Dareah Provinsi, Kota dan Kabupaten, serta memberdayakan masyarakat melalui program‐program pemberdayaan masyarakat. Dalam membangun sistem, Ditjen Cipta Karya memberikan dukungan pembangunan infrastruktur dengan memprioritaskan sistem infastruktur Provinsi/Kabupaten/Kota. Dalam hal fasilitasi Pemerintah Daerah, bentuk dukungan yang diberikan adalah fasilitasi kepada Pemerintah Daerah dalam penguatan kelembagaan, keuangan, termasuk pembinaan teknis terhadap tugas dekonsentrasi dan pembantuan. Untuk pemberdayaan masyarakat, bentuk dukungan yang diberikan adalah pembangunan infrastruktur keciptakaryaan melalui program‐program pemberdayaan masyarakat.
Gambar 3.6. Peta Wilayah Pengembangan Strategis Kementerian PUPR 2015‐2019
Provinsi Kalimantan Tengah termasuk dalam Wilayah Pengembangan Strategis (WPS) Nomor 22, yang meliputi Kota Palangkaraya‐Banjarmasin‐Batulicin. Selain termasuk dalam WPS, Provinsi Kalimantan Tengah menjadi salah satu dari 24 Pengembangan Pelabuhan Strategis yakni yang berada di Kota Sampit. Kemudian juga termasuk dalam 25 Kawasan Strategis Pariwisata Nasional yakni Tanjung Puting. Arahan Kebijakan Prioritas Nasional inilah yang menjadi acuan dalam pengembangan Infrastruktur dalam mendukung aktivitas di dalamnya dan menumbuhkembangkan sektor perekonimian bagi Provinsi Kalimantan Tengah.
3.1.4.Arahan Rencana Pembangunan Daerah
A. Visi, Misi dan Tujuan
Visi RPJMD Kabupaten Kotawaringin Barat(2012– 2016)
“ TERWUJUDNYA KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT YANG SEJAHTERA , BERKEADILAN DAN JAYA ”
GREAT REGENCY
Dalam mencapai visi tersebut maka perlu dijabarkan misi RPJMD Kabupaten Kotawaringin Barat (2012– 2016) yaitu:
Melanjutkan Pembangunan Kotawaringin Barat Sebagai Daerah Pengembangan Pembangunan
Memperkuat Dimensi Keadilan di Semua Bidang Menuju Kejayaan Kotawaringin Barat
Adapun itu tujuan RPJMD Kabupaten Kotawaringin Barat (2012– 2016) adalah:
Pembangunan Ekonomi Kesejahteraan
Pembangunan ekonomi dan kesejahteraan sasaran pembangunan ditujukan pada bidang pendidikan, kesehatan pangan, energy, Iingkungan hidup,infrastruktur,usaha kecil dan menengah.
Perkuatan Pembangunan Demokrasi
Memantapkan sistem demokrasi yang menghasilkan pemerintahan dan lembaga legistatif yang kredibel, bermutu, efektif, dan mampu menyelenggaran amanah dan tugas serta tanggung jawabnya
Program Penegakan Hukum
Tercapainya suasana dan kepastian keadilan melalui penegakan hukum (rule of law) dan terjaganya ketertiban umum
B. Indikator Kinerja
Penyusunan RPI2‐JM tentu perlu mengacu pada rencana pembangunan daerah yang tertuang dalam RPJMD agar pembangunan sektor Cipta Karya dapat terpadu dengan pembangunan bidang lainnya. Oleh karena itu, ringkasan dari RPJMD perlu dikutip dalam RPI2‐JM CK terutama yang berkaitan dengan indikator pencapaian kinerja aspek pelayanan umum (pelayanan dasar). Indikator kinerja Pekerjaan Umum yang tertuang dalam RPJMD Kabupaten Kotawaringin Barat (2012– 2016) antara lain:
Persentase rumah tinggal bersanitasi (%)
Rasio tempat pemakaman umum persatuan penduduk
Rasio tempat pembuangan sampah (TPS) persatuan penduduk
Rasio rumah layak huni
Rasio permukiman layak huni (%)
Panjang jalan dilalui Roda 4 (Km)
Tabel 3.1. Target Pencapaian Kinerja pada Akhir peride RPJMD Kabupaten Kotawaringin Barat tahun 2016
No. FOKUS/BIDANG URUSAN /
1 Proporsi Panjang jalan dalam kondisi baik
15,44 15,44 18,24 21,04 23,84 26,64 26,64
2 Rasio Jaringan Irigasi
56,70 56,70 61,72 67,26 73,33 79,33 79,33
No. FOKUS/BIDANG
5 Rasio tempat pemakaman umum persatuan penduduk****
77,17 77,17 77,17 77,17 77,17 77,17 77,17
6 Rasio tempat pembuangan sampah (TPS) persatuan penduduk
0,23 0,23 0,42 0,52 0,62 0,75 0,75
7 Rasio rumah layak huni
60,39 60,39 61,46 62,53 63,60 64,67 64,67
8 Rasio
permukiman layak huni (%)
No. FOKUS/BIDANG
9 Panjang jalan dilalui Roda 4 (Km)
2.405,2 6
2405,26 2450 2500 2550 2600 2650
Sumber: RPJMD Kabupaten Kotawaringin Barat
3.2. RENCANA STRATEGIS INFRASTRUKTUR BIDANG CIPTA KARYA
3.2.1.Rencana Kawasan Permukiman (RKP)
A. Visi dan Misi Pengembangan Permukiman dan Insfrastruktur
1)Mengembangkan kawasan‐kawasan strategis dan cepat tumbuh untuk pembangunan permukiman dan perumahan pada kawasan permukiman 2)Meningkatkan kualitas lingkungan permukiman dan terbebas dengan
permukiman kumuh
3)Mempercepat kecukupan sarana dan prasarana umum secara integratif dan komprehensif dalam rangka peningkatan daya dukung terhadap
pembangunan daerah
4)Mewujudkan pengelolaan ruang terbuka hijau sebagai simpul aktivitas social dan ekonomi
5)Mewujudkan pengembangan dan pengelolaan sumber daya air yang
berwawasan kelestarian lingkungan secara optimal yang berhasil guna dan berdaya guna
6)Mewujudkan peran serta masyarakat dan/atau swasta dalam
pembangunan, peningkatan dan pemeliharaan sarana dan prasarana umum.
Tujuan pembangunan permukiman dan infrastruktur perkotaan, masing‐ masing meliputi 2 (dua) tujuan.
1) Permukiman
Pada sektor permukiman terdapat 2 (dua) tujuan, yaitu:
menjurus tidak terkendali dan menjadi kumuh. Selain itu,pada kawasan permukiman yang terbangun secara seadaya (perumahan non formal) memiliki bentuk yang tidak beraturan, hal ini perlu dikendalikan karena kalau tidak akan berkembang menjadi tidak terkendali dan menjadi kumuh.
b) Terwujudnya RTH pengelolaanya di kawasan perkotaan/permukiman sebagai simpul aktifitas social dan ekonomi. Sebagaimana yang sudah disampaikan terdahulu bahwa permukiman padat memiliki RTH yang sempit, karena kepadatan bangunan sangat tinggi.
2) Infrastruktur Permukiman Perkotaan
Sedangkan infrastruktur permukiman perkotaan, terdapat 2 (dua) tujuan, yaitu:
a) Mempercepat kecukupan sarana dan prasarana umum secara integratif dan komprehensif dalam rangka peningkatan daya dukung terhadap pembangunan daerah. Tujuan terhadap infrastruktur permukiman perkotaan ini terkait dengan rendahnya infarstruktur permukiman padat/kumuh, terutama permukiman tepian sungai khusnya sanitasi dan persampahan serta air bersih. Sedangkan pada kawasan permukiman daratan (formal dan non formal) masih perlu peningkatan palayanan dan cakupanya.
bertambahnya penduduk, sementara ketersediaan air bersih yang ada belum mencukupi. Hal ini sebagai dasar dalam membuat tujuan.
B. Rencana Pembangunan dan Pengembangan Kawasan Permukiman
Pembangunan permukiman dan infrastruktur perkotaan kawasan pusat kota lama yang direnanakan meliputi:
Penanganan sempadan Sungai Arut dari kegiatan dan bangunan fisik
Pemfungsian Sungai Arut sebagai peningkatan ekonomi kemasyarakatan
Perbaikan kualitas bangunan dan system sanitasi
Penataan dan peningkatan kualitas jalan lingkungan
Penanganan banjir pasang pada tepian pesisir Sungai Arut
Perbaikan kualitas air buangan menuju Sungaui Arut
Peningkatan kualitas air dan penyempitan/pendangkalan Sungai Arut
Peningkatan system sanitasi komunal Sungai Arut
Peningkatan system cakupan pelayaanan air bersih
Perbaikan dan peningkatan system drainase kota
Penataan kawasan permukiman dan RTH
Rencana rumah sederhana/Rusun
Relokasi damai
Secara detail program pembangunan dan lokasi penangananya dapat dilihat pada tabel berikut
Tabel 3.3. Program Pembangunan Masing‐Masing Sub‐Kawasan Pusat Kota Lama
C. Penetapan Kawasan Permukiman Prioritas
Kawasan pembangunan tahap pertama merupakan kawasan yang
diprioritaskan penangananya pada tahun pertama, dengan kriteria dan indicator yang telah disepakati untuk ditetapkan. Kriteria yang digunakan adalah meliputi:
a) Urgenitas terhadap penanganan akar permasalahan kawasan, dengan indicator:
Mempunyai korelasi positif terhadap penanganan akar permasalahan
Sesuai dengan tahapan penanganan akar permasalahan
Mempunyai implikasi positif terhadap lokasi lainya
b) Jaminan keberlanjutan program dan penuntasan masalah, dengan indicator:
Potensi konflik relative rendah (lahan, social, dll)
Dukungan kelembagaan masyarakat
Historical kawasan
Keluwesan dalam penyusuanan rencana aksi
c) Berpotensi untuk menjadi pilot project dalam skala kawasan kota, dengan indicator:
Keragaman penanganan infrastrukur (Bidang keciptakaryaan)
Aspek yang ditangani secara menyeluruh (fisik, social dan ekonomi)
Model penangananya dapat direplikasikan pada lokasi lain
Berdasarkan kriteria dan indicator tersebut, selanjutnya dilakukan penilaian terhadap keempat sub‐kawasan prioritas tersebut, yaitu:
Sub‐kawasan tepian sungai Kelurahan Mendawai Seberang dan Raja
Seberang
Sub‐kawasan permukiman padat pusat kota lama Kelurahan Mendawai
dan Raja, dan
Sub‐kawasan permukiman padat pusat kota lama Kelurahan Raja dan
Kelurahan baru
Berdasarkan penilaian kriteria dan indicator pada FGD dengan pojanis disepakati dan ditetapkan sub‐kawasan permukiman tepian sungai Kelurahan Mendawai, Raja dan Kelurahan Baru sebagai kawasan pengembangan tahap pertama.
3.2.2.Arahan Strategi Sanitasi Kota (SSK)
Tujuan
Tujuan dikuras tinja diolah di
IPLT
untuk mengolah limbah tinja 2. Menyediaka
B. TUJUAN, SASARAN DAN STRATEGI PENGEMBANGAN PERSAMPAHAN
Tabel 3.5. Tujuan,Sasaran, dan Strategi Pengembangan Persampahan
bangunan di
Banyaknya SPAL
prasarana drainase
banjir perumahan harus
3.2.3.Rencana Induk Penyediaan Air Minum (RI‐SPAM)
Tidak tersedia, Kotawaringin Barat harus mulai membuat dokumen sektor tersebut
3.2.4.Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan (RTBL)
Tidak tersedia, Kotawaringin Barat harus mulai membuat dokumen sektor tersebut
3.2.5.Rencana Strategi Pembangunan Kabupaten/Kota Dan Sektor
Berdasarkan dokumen rencana yang telah dijabarkan sebelumnya, maka dapat disusun matriks strategi pembangunan pada skala kabupaten/kota yang meliputi:
a. RTRW Kabupaten/Kota sebagai acuan arahan spasial; b. SSK sebagai arahan pengembangan sektor sanitasi;
c. RP2KP sebagai acuan arahan pengembangan permukiman; d. Rencana lainnya.
Tabel 3.7. Matriks Identifikasi Rencana Pembangunan Bidang Cipta Karya Kabupaten Kotawaringin Barat
NO RENCANA PRODUK (ADA/TIDAK) STATUS PEMBANGUNAN PROGRAM/KEGIATAN LOKASI SEKTOR ARAHAN 1. Rencana Tata
Ruang Wilayah Kabupaten
ada Kawasan Strategis Kabupaten (KSK) Kotawaringin Barat
Indikasi Program Bidang Cipta Karya
AM / PLP
/
Bangkim 2. Strategi
Sanitasi Kota (SSK)
ada Sektor Air Limbah
Domestik Melakukan sosialisasi kepada masyarakat mengenai cara membuat septic tank yang benar secara teknis
Membangun MCK++ dengan desain yang disesuaikan dengan kondisi daerah
NO RENCANA PRODUK (ADA/TIDAK) STATUS PEMBANGUNAN PROGRAM/KEGIATAN LOKASI SEKTOR ARAHAN air bersih
Mengoptimalkan kader lingkungan dengan melibatkan
peran serta
masyarakat dalam pengelolaan air limbah domestik
1. Membangun IPLT di Kabupaten Kotawaringin Barat untuk mengolah limbah tinja
2. Menyediakan armada pelayanan mobil penyedot air limbah tinja
Melakukan
perencanaan / masterplan air limbah
di Kabupaten
Kotawaringin Barat
ada Sektor
Persampahan Mengoptimalkan fungsi pokja dan kader lingkungan dalam mengelola sampah dengan melibatkan
peran serta
masyarakat
Pendekatan kepada pihak swasta untuk mendapatkan dana CSR
Penyediaan anggaran pembangunan untuk TPS terpadu
Membangun fasilitas
NO RENCANA PRODUK (ADA/TIDAK) STATUS PEMBANGUNAN PROGRAM/KEGIATAN LOKASI SEKTOR ARAHAN pengelolaan sampah
B3
Membangun industri sampah di TPA
Kawasan permukiman yang berada dipusat kota, pertokoan dan sekitar pasar, pelayanan diberikan dengan cara individual langsung, dimana sampah dikumpul langsung
Kawasan permukiman yang padat penduduk, maka pelayanan diberikan secara komunal yaitu sampah diantar langsung ke TPST‐masing rumah tangga.
Mengoptimalkan
fungsi kader
lingkungan dengan melakukan sosialisasi dan manfaat bank sampah
Adanya Studi
Persampahan Pembuatan Masterplan pengelolaan Persampahan
Tersedianya Perda Pengelolaan
NO RENCANA PRODUK (ADA/TIDAK) STATUS PEMBANGUNAN PROGRAM/KEGIATAN LOKASI SEKTOR ARAHAN Lingkungan kerusakan saluran
drainase dan
pemetaan saluran drainase
Memperbaiki saluran drainase yang rusak dan melakukan pengerukan,
pelurusan, penyayatan bagian saluran yang sempit.
Penertiban bangunan – bangunan di sekitar sungai agar alur sungai tidak menyempit. Melakukan
penyeimbangan prioritas
pembangunan dan pemeliharaan.
Membangun SPAL yang terpisah dengan saluran drainase pada lokasi IPAL Komunal Pengembangan
permukiman oleh masyarakat dan developer harus ada aturan
Peil banjir perumahan harus diintegrasikan dengan masterplan drainase
Perda dibuat dengan memperhatikan
NO RENCANA PRODUK (ADA/TIDAK) STATUS PEMBANGUNAN PROGRAM/KEGIATAN LOKASI SEKTOR ARAHAN Kabupaten
Kotawaringin Barat 3. Rencana
Pembangunan
ada Kawasan
Permukiman Prioritas
Penanganan
sempadan Sungai Arut dari kegiatan dan bangunan fisik
Pemfungsian
Sungai Arut sebagai
peningkatan ekonomi
kemasyarakatan
Perbaikan kualitas
bangunan dan system sanitasi
Penataan dan
peningkatan
kualitas jalan lingkungan
Penanganan banjir
pasang pada tepian pesisir Sungai Arut
Perbaikan kualitas
air buangan menuju Sungaui Arut
Peningkatan
kualitas air dan penyempitan/pen dangkalan Sungai Arut
Peningkatan
NO RENCANA PRODUK (ADA/TIDAK) STATUS PEMBANGUNAN PROGRAM/KEGIATAN LOKASI SEKTOR ARAHAN system cakupan
pelayaanan air bersih
Perbaikan dan
peningkatan
system drainase kota
Penataan kawasan
permukiman dan RTH
Rencana rumah
sederhana/Rusun
Relokasi damai
4. Rencana Lain‐
lain ada Arahan Rencana/Program AM / PLP /
Bangkim