• Tidak ada hasil yang ditemukan

ARAHAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN BIDANG CIPTA KARYA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "ARAHAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN BIDANG CIPTA KARYA"

Copied!
27
0
0

Teks penuh

(1)

BAB

II

ARAHAN PERENCANAAN

PEMBANGUNAN

BIDANG CIPTA KARYA

Amanat Pembangunan Nasional

Amanat Peraturan Perundangan terkait Bid. Cipta Karya

Amanat Internasional

Sintesa arahan Perencanaan Pembangunan Bid. Cipta

Karya

Dalam rangka mewujudkan kawasan permukiman yang layak huni dan

berkelanjutan, konsep perencanaan pembangunan infrastruktur Bidang Cipta

Karya disusun dengan berlandaskan pada berbagai peraturan perundangan

dan amanat perencanaan pembangunan. Untuk mewujudkan keterpaduan pembangunan

permukiman, Pemerintah Pusat, Provinsi Jawa Tengah, dan Kabupaten Kendal perlu memahami

arahan kebijakan tersebut, sebagai dasar perencanaan, pemrograman, dan pembiayaan

pembangunan Bidang Cipta Karya.

2.1 Konsep Perencanaan Dan Pelaksanaan Program Ditjen CK

Dalam pelaksanaannya, pembangunan infrastruktur Bidang Cipta Karya dihadapkan pada

beberapa isu strategis, antara lain bencana alam, perubahan iklim, kemiskinan, reformasi

birokrasi, kepadatan penduduk perkotaan, pengarusutamaan gender, serta green economy.

Disamping isu umum, terdapat juga permasalahan dan potensi pada masing-masing daerah,

sehingga dukungan seluruh stakeholders pada penyusunan RPI2-JM Bidang Cipta Karya sangat

diperlukan.

Konsep perencanaan pembangunan infrastruktur Bidang Cipta Karya membagi amanat

pembangunan infrastruktur Bidang Cipta Karya dalam 4 (empat) bagian, yaitu:

1). Amanat penataan ruang/spasial,

2). Amanat pembangunan nasional dan direktif presiden,

3). Amanat pembangunan Bidang Cipta Karya/ Pekerjaan Umum, serta

4). Amanat internasional.

Seperti terlihat pada Gambar 2.1. Konsep Perencanaan Pembangunan Infrastruktur

(2)

Amanat Penataan

A. Rencana dan Program Bidang CK B. Pelaksanaan Pembangunan Bidang

Amanat Pembangunan Bidang PU / CK: - UU No. 1/2011 tentang Perumahan dan

Kawasan Permukiman

- UU No. 20/2011 tentang Rumah Susun - UU No. 28/2002 tentang Bangunan Gedung - UU No. 18/2008 tentang Pengelolaan

Persampahan

- UU No.7/2004 tetang SDA

- PP No. 16/2005 tentang Pengembangan SPAM - PP 81/2012 tentang Pengelolaan Sampah

Rumah Tangga dan Sampah Sejenis - PP36/2005 tentang Peraturan Pelaksana UU

Bangunan Gedung

- Standar Pelayanan Minimal Bidang PU dan Penataan Ruang

Sumber: Direktorat Bina Program, 2014

Gambar 2.1. Konsep Perencanaan Pembangunan Infrastruktur Bidang Cipta Karya

Penjabaran Konsep perencanaan pembangunan infrastruktur Bidang Cipta Karya adalah sebagai

berikut :

2.2 Amanat Pembangunan Nasional

Infrastruktur permukiman memiliki fungsi strategis dalam pembangunan nasional karena

turut berperan serta dalam mendorong pertumbuhan ekonomi, mengurangi angka kemiskinan,

maupun menjaga kelestarian lingkungan. Oleh sebab itu, Bidang Cipta Karya berperan penting

dalami mplementasi amanat kebijakan pembangunan nasional.

2.2.1 Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional 2005-2025

RPJPN 2005-2025 yang ditetapkan melalui UU No. 17 Tahun 2007, merupakan dokumen

perencanaan pembangunan jangka panjang sebagai arah dan prioritas pembangunan secara

menyeluruh yang akan dilakukan secara bertahap dalam jangka waktu 2005-2025. Dalam

(3)

Mandiri, Maju, Adil dan Makmur”. Dalam penjabarannya RPJPN mengamanatkan beberapa hal sebagai berikut dalam pembangunan bidang Cipta Karya, yaitu:

1. Dalam mewujudkan Indonesia yang berdaya saing maka pembangunan dan penyediaan air

minum dan sanitasi diarahkan untuk mewujudkan terpenuhinya kebutuhan dasar masyarakat

serta kebutuhan sektor-sektor terkait lainnya, seperti industri, perdagangan, transportasi,

pariwisata, dan jasa sebagai upaya mendorong pertumbuhan ekonomi. Pemenuhan

kebutuhan tersebut dilakukan melalui pendekatan tanggap kebutuhan (demand responsive

approach) dan pendekatan terpadu dengan sektor sumber daya alam dan lingkungan hidup,

sumber daya air, serta kesehatan.

2. Dalam mewujudkan pembangunan yang lebih merata dan berkeadilan maka Pemenuhan

kebutuhan dasar masyarakat yang berupa air minum dan sanitasi diarahkan pada :

(1).Peningkatan kualitas pengelolaan aset (asset management) dalam penyediaan air minum

dan sanitasi,

(2).Pemenuhan kebutuhan minimal air minumdan sanitasi dasar bagi masyarakat,

(3).Penyelenggaraan pelayananair minum dan sanitasi yang kredibel dan profesional, dan

(4).Penyediaan sumber-sumber pembiayaan murah dalam pelayanan airminum dan sanitasi

bagi masyarakat miskin.

3. Salah satu sasaran dalam mewujudkan pembangunan yang lebih merata dan berkeadilan

adalah terpenuhinya kebutuhan hunian yang dilengkapi dengan prasarana dan sarana

pendukungnya bagi seluruh masyarakat untuk mewujudkan kota tanpa permukiman kumuh.

Peran pemerintah akan lebih difokuskan pada perumusan kebijakan pembangunan sarana

dan prasarana, sementara peran swasta dalam penyediaan sarana dan prasarana akan

makin ditingkatkan terutama untuk proyek-proyek yang bersifat komersial.

4. Upaya perwujudan kota tanpa permukiman kumuh dilakukan pada setiap tahapan RPJMN,

yaitu:

(1).RPJMN ke 2 (2010-2014): Daya saing perekonomian ditingkatkan melalui percepatan

pembangunan infrastruktur dengan lebih meningkatkan kerjasama antara pemerintah dan

dunia usaha dalam pengembangan perumahan dan permukiman.

(2).RPJMN ke 3 (2015-2019): Pemenuhan kebutuhan hunian bagi seluruh masyarakat terus

meningkat karena didukung olehsistem pembiayaan perumahan jangka panjang

danberkelanjutan, efisien, dan akuntabel. Kondisi itu semakin mendorong terwujudnya

kota tanpa permukiman kumuh.

(3).RPJMN ke 4 (2020-2024): terpenuhinya kebutuhan hunian yang dilengkapi dengan

(4)

2.2.2 Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) Tahun 2015-2019

Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2015-2019 adalah

tahapan ke 3 (tiga) dari Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) 2005-2025

yang telah ditetapkan melalui Undang-undang Nomor 17 Tahun 2007. Dengan berpayung kepada

UUD 1945 dan UU No. 17 Tahun 2007 tentang RPJP tadi, RPJMN 2015-2019, disusun sebagai

penjabaran dari Visi, Misi, dan Agenda (NawaCita) Presiden/Wakil Presiden, Joko Widodo dan

Muhammad Jusuf Kalla, dengan menggunakan Rancangan Teknokratik yang telah disusun

Bappenas dan berpedoman pada RPJPN 2005-2025. RPJMN 2015-2019 adalah pedoman untuk

menjamin pencapaian visi dan misi Presiden, RPJMN sekaligus untuk menjaga konsistensi arah

pembangunan nasional dengan tujuan di dalam Konstitusi Undang Undang Dasar 1945 dan

RPJPN 2005–2025.

Untuk menuju sasaran jangka panjang dan tujuan hakiki dalam membangun,

pembangunan nasional Indonesia lima tahun ke depan perlu memprioritaskan pada upaya

mencapai kedaulatan pangan, kecukupan energi dan pengelolaan sumber daya maritim dan

kelautan. Seiring dengan itu, pembangunan lima tahun ke depan juga harus makin mengarah

kepada kondisi peningkatan kesejahteraan berkelanjutan, warganya berkepribadian dan berjiwa

gotong royong, dan masyarakatnya memiliki keharmonisan antarkelompok sosial, dan postur

perekonomian makin mencerminkan pertumbuhan yang berkualitas, yakni bersifat inklusif,

berbasis luas, berlandaskan keunggulan sumber daya manusia serta kemampuan iptek sambil

bergerak menuju kepada keseimbangan antarsektor ekonomi dan antarwilayah, serta makin

mencerminkan keharmonisan antara manusia dan lingkungan.

2.2.2.1 VISI MISI PEMBANGUNAN

Dengan mempertimbangkan masalah pokok bangsa, tantangan pembangunan yang

dihadapi dan capaian pembangunan selama ini, maka visi pembangunan nasional untuk tahun 2015-2019 adalah:

TERWUJUDNYA INDONESIA YANG BERDAULAT, MANDIRI, DAN BERKEPRIBADIAN BERLANDASKAN GOTONG-ROYONG

Upaya untuk mewujudkan visi ini adalah melalui 7 Misi Pembangunan yaitu:

1. Mewujudkan keamanan nasional yang mampu menjaga kedaulatan wilayah, menopang

kemandirian ekonomi dengan mengamankan sumber daya maritim, dan mencerminkan

(5)

2. Mewujudkan masyarakat maju, berkeseimbangan, dan demokratis berlandaskan negara

hukum.

3. Mewujudkan politik luar negeri bebas-aktif dan memperkuat jati diri sebagai negara maritim.

4. Mewujudkan kualitas hidup manusia Indonesia yang tinggi, maju, dan sejahtera.

5. Mewujudkan bangsa yang berdaya saing.

6. Mewujudkan Indonesia menjadi negara maritim yang mandiri, maju, kuat, dan berbasiskan

kepentingan nasional.

7. Mewujudkan masyarakat yang berkepribadian dalam kebudayaan.

2.2.2.2 SEMBILAN AGENDA PRIORITAS

Untuk menunjukkan prioritas dalam jalan perubahan menuju Indonesia yang berdaulat

secara politik, mandiri dalam bidang ekonomi, dan berkepribadian dalam kebudayaan, dirumuskan

sembilan agenda prioritas. Kesembilan agenda prioritas itu disebut NAWA CITA, yaitu:

1. Menghadirkan kembali negara untuk melindungi segenap bangsa dan memberikan rasa aman

kepada seluruh warga negara.

2. Membuat Pemerintah selalu hadir dengan membangun tata kelola pemerintahan yang bersih,

efektif, demokratis, dan terpercaya.

3. Membangun Indonesia dari pinggiran dengan memperkuat daerah-daerah dan desa dalam

kerangka negara kesatuan.

4. Memperkuat kehadiran negara dalam melakukan reformasi sistem dan penegakan hukum

yang bebas korupsi, bermartabat, dan terpercaya.

5. Meningkatkan kualitas hidup manusia dan masyarakat Indonesia.

6. Meningkatkan produktivitas rakyat dan daya saing di pasar Internasional sehingga bangsa

Indonesia bisa maju dan bangkit bersama bangsa-bangsa Asia lainnya.

7. Mewujudkan kemandirian ekonomi dengan menggerakkan sektor-sektor strategis ekonomi

domestik.

8. Melakukan revolusi karakter bangsa.

(6)

2.2.2.3 AGENDA PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR BIDANG CIPTA KARYA

Agenda satu tahun pertama dalam Pembangunan Jangka Menengah 2015-2019, juga

dimaksudkan sebagai upaya membangun fondasi untuk melakukan akselerasi yang berkelanjutan

pada tahun- tahun berikutnya, disamping melayani kebutuhan-kebutuhan dasar masyarakat yang

tergolong mendesak. Dengan berlandaskan fondasi yang lebih kuat, pembangunan pada

tahun-tahun berikutnya dapat dilaksanakan dengan lancar. Sementara, agenda lima tahun-tahun selama tahun-tahun

2015-2019 sendiri diharapkan juga akan meletakkan fondasi yang kokoh bagi tahap-tahap

pembangunan selanjutnya. Dengan demikian, strategi pembangunan jangka menengah, termasuk

di dalamnya strategi pada tahun pertama, adalah strategi untuk menghasilkan pertumbuhan bagi

sebesar-besar kemakmuran rakyat secara berkelanjutan.

GAMBAR: 2.1. KEBIJAKAN DAN STRATEGI PELAKSANAAN GERAKAN 100-0-100 KE CIPTA KARYAAN

Kinerja Pemerintah melalui Direktorat Jenderal Cipta Karya Kementerian Pekerjaan

Umum dalam membangun infrastruktur permukiman dapat dilihat dari Rencana Pembangunan

Jangka Menengah Nasional (RPJMN) ke-1 tahun 2004-2009 dan RPJMN ke-2 tahun 2010-2014.

Dalam RPJMN ke-3 2015-2019, ada tiga output prioritas nasional di bidang Cipta Karya untuk

mewujudkan kawasan permukiman yang layak huni dan berkelanjutan, yaitu pelayanan air minum,

penanganan kawasan kumuh, dan pelayanan sanitasi.

Pemerintah menetapkan target terhadap indikator outcome 2015-2019 antara lain 100%

capaian pelayanan akses air minum, 0% proporsi rumah tangga yang menempati hunian dan

(7)

sanitasi. Terhadap target tinggi RPJMN 2015-2019 tersebut, Direktorat Jenderal Cipta Karya

Kementerian Pekerjaan Umum menyebutnya dengan Key Performance Indicators 100-0-100

sebagai aktualisasi visi Cipta Karya untuk mewujud-kan permukiman yang layak huni dan

berkelanjutan pada lima tahun ke depan. Dalam pencapaian target 100-0-100, Ditjen Cipta Karya

akan melibatkan semua pemangku kepentingan, baik pemerintah daerah, dunia usaha, maupun

masyarakat, mengingat target yang sangat tinggi dan dibutuhkan dana yang sangat besar

Kompleksnya permasalahan kumuh ini tentu tidak bisa diselesaikan oleh satu satker

sektor Bangkim saja, namun harus didukung oleh satker sektoral lainnya. Pemenuhan kebutuhan

air bersih harus didukung oleh Satker Peningkatan Kinerja Pengelolaan Air Minum (PKPAM)

dengan melakukan pemasangan pipa distribusi PDAM, sehingga kawasan tersebut dapat terlayani

kebutuhan air bersih. Begitu juga halnya untuk masalah sanitasi drainase dan persampahan.

Dukungan Satker Pengembangan Penyehatan Lingkungan Permukiman (PPLP) dalam

pembangunan infastruktur air limbah, drainase dan penyediaan Tempat Pembuangan Sampah

Sementara (TPSS) di lokasi sekitar permukiman bisa menjadi solusi dalam penanganan masalah

sanitasi dan penyehatan lingkungan, sehingga kawasan menjadi lebih bersih dan sehat. Adapun

Satker Penataan Bangunan dan Lingkungan (PBL) dapat merevitalisasi kawasan tersebut,

sehingga dapat dijadikan sebagai kawasan bisnis dan pariwisata kuliner

Penjabaran masing-masing target tersebut terhadap indicator outcome 2015 – 2019 adalah

sebagai berikut :

a. Permukiman Layak Huni dan Berkelanjutan

Seiring dengan target RPJMN 2015-2019 untuk penanganan kawasan kumuh yang

diharapkan 0% pada tahun 2020, dimana juga telah didahului dengan pelaksanaan identifikasi

kawasan kumuh perkotaan, pada prinsipnya penuntasan kekumuhan tidak lagi dapat

dilakukan secara sporadis. Penanganan kekumuhan berbasis kawasan harus dilakukan

dengan terintegrasi oleh semua aspek, dimana Kementerian PU adalah penyedia

infrastrukturnya, yang diikuti oleh Satker lain dari sisi sosial dan peningkatan perekonomian

masyarakat.

Dalam Rencana Program Jangka Menengah Nasional (RPJMN) ke-2, pembangunan

infrastruktur bidang Cipta Karya di arahkan untuk mewujudkan peningkatan akses penduduk

terhadap lingkungan permukiman yang berkualitas. Pemerintah mengidentifikasikan beberapa

isu strategis untuk mewujudkan kawasan permukiman yang layak huni dan berkelanjutan,

diantaranya yaitu rendahnya layanan air minum aman, rendahnya layanan sanitasi layak,

(8)

Menjawab tantangan tersebut, Pemerintah memberikan fasilitasi pembangunan prasarana

dan sarana dasar permukiman seperti air minum, sanitasi, jalan lingkungan dan peningkatan

kualitas permukiman serta penyediaan rumah susun sederhana sewa (Rusunawa).

Pelaksanaan pembangunan prasarana dan sarana dasar permukiman tersebut juga

dilaksanakan dengan model pemberdayaan yang melibatkan masyarakat sejak perencanaan

sampai dengan operasi dan pemeliharaan infrastruktur

Terhadap target berat pada 2019, Direktorat Jenderal Cipta Karya Kementerian Pekerjaan

Umum menyebutnya dengan Key Performance Indicators 100-0-100. „Bahasa‟ sederhana

tersebut merupakan aktualisasi visi Cipta Karya untuk mewujudkan permukiman yang layak

huni dan berkelanjutan pada lima tahun ke depan.

Tahun 2015 adalah tahun pertama dari periode pelaksanaan RPJMN ke-3 tahun 2015-2019.

Ditjen Cipta Karya bertekad bekerja tidak sekedar as usual, tidak bisa hanya bekerja berbasis

output tanpa penyempurnaan perangkat dan melakukan terobosan. Pembenahan yang

sedang dijalankan Ditjen Cipta Karya diantaranya adalah meluruskan pendekatan

pembangunan yang bersifat entitas yang menjadi payung program keterpaduan bidang Cipta

Karya dalam menentukan delivery program. Dalam pendekatan entitas yang terpadu-baik aras

spasial permukiman regional, kota, kawasan, maupun lingkungan- Ditjen Cipta Karya sudah

mendesain program dan anggaran berdasarkan nilai strategis kawasan dan kelengkapan

peraturan yang dimiliki Pemda, yaitu Perda Rencana Tata Ruang Wilayah dan Perda

Bangunan Gedung.

Dalam pencapaian target 100-0-100, Ditjen Cipta Karya akan melibatkan semua pemangku

kepentingan, baik pemerintah daerah, dunia usaha, maupun masyarakat, mengingat target

yang sangat tinggi dan dana yang sangat besar.

Khusus untuk penanganan kumuh, akan diprioritaskan pada kawasan-kawasan permukiman

kumuh di kawasan strategis kabupaten/kota dan kabupaten/kota KSN yang akan ditangani

secara terpadu sehingga dapat menjadi kawasan pemukiman yang layak huni dan

berkelanjutan. Sedangkan untuk air minum dan sanitasi akan dilaksanakan dengan

pendekatan entitas yang diprioritaskan pada kawasan regional dan daerah-daerah rawan air.

b. Layanan Akses Air Minum

Laju pertumbuhan layanan akses air minum di Indonesia telah tumbuh dengan cepat dalam

delapan tahun terakhir. Capaian ini tidak terlepas dari dukungan Presiden melalui Direktif

Presiden untuk pengembangan Sistem Penyediaan Air Minum, baik jaringan perpipaan

(9)

masyarakat Indonesia sudah mendapat akses air minum aman pada 2020. Harapan presiden

dijawab dalam Rancangan Rencana Program Jangka Menengah Nasional (RPJMN) ke- 3

(2015-2019) yang mencanangkan target akses 100% untuk air minum

Tantangan pencapaian target 2019 yang digolongkan dalam empat tantangan besar, yaitu

antara lain :

 Pertama, kondisi PDAM sehat baru 50%, tarif belum full cost recovery (FCR), kehilangan air rata-rata nasional 33% dan idle capacity 22.000 liter/detik.

 Kedua, rendahnya komitmen Pemda untuk pendanaan air minum.

 Ketiga, masih harus ditingkatkannya peran serta masyarakat melalui program-program pemberdayaan masyarakat seperti Penyediaan Air Minum dan Sanitasi Berbasis

Masyarakat (PAMSIMAS) dan SPAM Bukan Jaringan Perpipaan (BJP).

 Keempat, keterbatasan air baku.

Dalam pemenuhantarget tersebut terdapat 7 (tujuh) Kebijakan dan strategi Nasional dalam

pemenuhan target akses air minum 100 % yang disebut dengan 7 (tujuh) pilar Jakstranas.

Tujuh pilar itu mencakup Peningkatan Akses Air Minum, Peningkatan Kemampuan

Pendanaan, Peningkatan Kapasitas Kelembagaan, Pengembangan dan Penerapan Norma

Standar Pedoman dan Kriteria (NSPK), Peningkatan Penyediaan Air Baku, Peningkatan

Keterlibatan Swasta dan Masyarakat (kemitraan), dan Inovasi Teknologi.

Tahun anggaran 2015 nanti dengan dukungan APBN Rp 4,7 triliun, kegiatan pembinaan dan

pengembangan SPAM akan menyasar SPAM di 261 kawasan Masyarakat Berpenghasilan

Rendah (MBR), 237 SPAM di Ibu Kota Kecamatan (IKK), 1.622 SPAM perdesaan, 177 SPAM

Kawasan Khusus, dan 5 SPAM Regional.

Seiring target 100-0-100 Cipta Karya yang terus menggelinding, prioritas program

pengembangan air minum dan sanitasi kemudian diarahkan untuk mendukung pengurangan

kawasan permukiman kumuh menjadi 0% pada 2019.

Strateginya dukungan SPAM adalah dengan Pengembangan SPAM di perkotaan melalui

PDAM terfasilitasi untuk SPAM di kawasan MBR perkotaan, dan pembangunan SPAM baru

berupa SPAM di kawasan khusus dan SPAM perdesaan.

Lokasi yang menjadi sasaran pun tidak sembarangan. Saat ini kebijakan delivery program

Ditjen Cipta Karya mengarah pada prioritas penanganan kumuh di Klaster A dan B. Klaster A

adalah pioritas Kabupaten/Kota Strategis Nasional (KSN) yang termasuk dalam Pusat

(10)

Nasional (KSN), Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia

(MP3EI), dan Kawasan Perhatian Investasi (KPI). Kabupaten/kota tersebut juga memiliki

Perda RTRW dan Perda Bangunan Gedung. Klaster B adalah kabupaten/kota dengan kriteria

yang sama dengan Klaster A dengan hanya memiliki Perda RTRW. Kelima dukungan prioritas

program sektor air minum antara lain kegiatan multiyears, regional, dukungan program

investasi (pinjaman perbankan, KPS, dll), Bantuan Program Penyehatan PDAM, dan

kabupaten/kota yang memiliki Rencana Induk Sistem Penyediaan Air Minum (RISPAM).

Selain itu, tahun 2015 juga memiliki program unggulan berupa kerjasama peningkatan SPAM

Perdesaan melalui pelibatan mahasiswa KKN Tematik. Kegiatan ini dimaksudkan untuk

meningkatkan pemberdayaan masyarakat melalui partisipasi aktif mahasiswa dalam program

KKN. Sedangkan tujuannya untuk mewujudkan sistem penyediaan air minum perdesaan yang

berkelanjutan, mengingkatkan rasa memiliki masyarakat akan sistem penyediaan air minum

yang terbangun, dan mendorong terwujudnya pengelolaan sarana dan prasarana sistem

penyediaan air minum yang baik oleh masyarakat.

c. Sanitasi Layak

Beberapa permasalahan dan tantangan yang dihadapi dalam pengembangan sektor sanitasi

antara lain :

 Pertama, rendahnya kesadaran seluruh stakeholder terhadap peranan penanganan persampahan dan drainase dalam mendukung kualitas lingkungan hidup yang baik.

 Kedua, masih belum optimalnya prioritas pendanaan Pemerintah Daerah dalam mendukung sektor sanitasi hal ini terlihat dari Laju pertumbuhan anggaran untuk

penanganan layanan sanitasi hanya berkisar 1-2 persen per tahun.

 Ketiga, sulitnya mendapatkan areal yang memadai untuk tempat pembuangan sampah (baik tempat pembuangan sementara maupun tempat pembuangan akhir).

Layanan sanitasi membutuhkan dorongan untuk mencapai MDGs. Apabila mengacu kembali

pada target MDGs yaitu 62,41 % penduduk yang mendapatkan layanan sanitasi yang layak,

maka Pemerintah membutuhkan dukungan agar langkah yang tinggal sedikit lagi untuk

mencapai target tersebut dapat diwujudkan. Pemerintah berusaha mencapai target ini baik

melalui pembangunan infrastruktur skala besar ataupun melalui kegiatan pemberdayaan

masyarakat.

Untuk target akses 100% baru bisa tercapai dengan pendanaan Rp295 triliun dengan harapan

(11)

realisasi kebutuhan pendanaan tahun 2015 yang diperkirakan sekitar Rp10,2 triliun menjadi

Rp2,3 triliun dalam Rencana Kerja Pemerintah (RKP).

Kemitraan menjadi kunci penting dalam meraup dukungan pendanaan yang membentangkan

gap Rp 200 triliun. contoh kemitraan dengan kementerian/ lembaga dan Pemda dalam bentuk

Kelompok Kerja (Pokja) Air Minum dan Penyehatan Lingkungan (AMPL) Nasional yang

melibatkan Bappenas, Kemendagri, Kemenkes, Kemen LH dan sebagainya, Pokja Provinsi

dan Kabupaten/kota.

Sinergi juga dapat ditempuh dengan pendayagunaan pemanfaatan Sanitation Partnership

Group antara laiun IUWASH (pemicuan, pendampingan, kelembagaan, dan perencanaan),

INDII (fasilitasi perencanaan/masterplan air limbah), AUSAID (hibah air limbah), dan BORDA

(pemberdayaan sanitasi). Selanjutnya menggali potensi fasilitator dan Duta Sanitasi sebagai

agen perubahan yang terdiri dari Duta Sanitasi. Fasilitator provinsi melalui Program

Percepatan Sanitasi Permukiman (PPSP) sebanyak 70 orang dan SANIMAS 50 orang.

Fasilitator di tingkat kabupaten terdiri dari 400 orang PPSP dan 82 orang SANIMAS, fasilitator

kelurahan dengan 2.500 orang dari SANIMAS dan 500 orang dari kegiatan pemberdayaan

3R, ditambah dengan Duta Sanitasi yang berjumlah sekitar 1.014 anak.

Langkah sinergi lainnya, yaitu memanfaatkan alternatif sumber pendanaan dari perusahaan

nasional dan local melalui program Corporate Social Responsibility (CSR).

2.2.3 Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI)

Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI),

merupakan arahan strategis dalam percepatan dan perluasan pembangunan ekonomi Indonesia

untuk periode 15 (lima belas) tahun terhitung sejak tahun 2011 sampai dengan tahun 2025 dalam

rangka pelaksanaan Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional 2005 - 2025 dan

melengkapi dokumen perencanaan.

Fungsi Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia

(MP3EI), adalah :

1) Acuan bagi menteri dan pimpinan lembaga pemerintah nonkementerian untuk menetapkan

kebijakan sektoral dalam rangka pelaksanaan percepatan dan perluasan pembangunan

ekonomi Indonesia di bidang tugas masing-masing, yang dituangkan dalam dokumen

rencana strategis masing-masing kementerian/ lembaga pemerintah nonkementerian sebagai

bagian dari dokumen perencanaan pembangunan; dan

2) acuan untuk penyusunan kebijakan percepatan dan perluasan pembangunan ekonomi

(12)

3) acuan bagi badan usaha dalam menanamkan modal di Indonesia sesuai dengan ketentuan

peraturan perundang-undangan

Dalam rangka transformasi ekonomi menuju negara maju dengan pertumbuhan ekonomi

7-9 persen per tahun, Pemerintah menyusun MP3EI yang ditetapkan melalui Perpres No. 32

Tahun 2011. Dalam dokumen tersebut pembangunan setiap koridor ekonomi dilakukan sesuai

tema pembangunan masing-masing dengan prioritas pada kawasan perhatian investasi (KPI

MP3EI). Bidang Cipta Karya diharapkan dapat mendukung penyediaan infrastruktur permukiman

pada KPI Prioritas untuk menunjang kegiatan ekonomi di kawasan tersebut. Kawasan Perhatian

Investasi atau KPI dalam MP3EI adalah satu atau lebih kegiatan ekonomi atau sentra produksi

yang terikat atau terhubung dengan satu atau lebih faktor konektivitas dan SDM IPTEK.

Pendekatan KPI dilakukan untuk mempermudah identifikasi, pemantauan, dan evaluasi atas

kegiatan ekonomi atau sentra produksi yang terikat dengan faktor konektivitas dan SDM IPTEK

yang sama.

Sebagai dokumen kerja, MP3EI berisikan arahan pengembangan kegiatan ekonomi

utama yang sudah lebih spesifik, lengkap dengan kebutuhan infrastruktur dan rekomendasi

perubahan/revisi terhadap peraturan perundang-undangan yang perlu dilakukan maupun

pemberlakuan peraturan-perundangan baru yang diperlukan untuk mendorong percepatan dan

perluasan investasi. Selanjutnya MP3EI menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari Sistem

Perencanaan Pembangunan Nasional. MP3EI bukan dimaksudkan untuk mengganti dokumen

perencanaan pembangunan yang telah ada seperti Rencana Pembangunan Jangka Panjang

Nasional 2005-2025 (Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2007) dan Rencana Pembangunan

Jangka Menengah Nasional, namun menjadi dokumen yang terintegrasi dan komplementer yang

(13)

juga dirumuskan dengan memperhatikan Rencana Aksi Nasional Gas Rumah Kaca (RAN-GRK)

karena merupakan komitmen nasional yang berkenaan dengan perubahan iklim global.

Gambar 2.2 Posisi MP3EI di dalam Rencana Pembangunan Pemerintah

kerangka desain dari Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi

Indonesia (MP3EI) 2011-2025 dirumuskan sebagaimana pada Gambar 2.3. Kerangka Desain

Pendekatan MP3EI

(14)

2.2.4 Masterplan Percepatan dan Perluasan Pengentasan Kemiskinan Indonesia (MP3KI)

Sesuai dengan agenda RPJMN 2010-2014, pertumbuhan ekonomi perlu diimbangi

dengan upaya pembangunan yang inklusif dan berkeadilan. Untuk itu, telah ditetapkan MP3KI

dimana semua upaya penanggulangan kemiskinan diarahkan untuk mempercepat laju penurunan

angka kemiskinan dan memperluas jangkauan penurunan tingkat kemiskinan di semua daerah

dan di semua kelompok masyarakat. Dalam mencapai misi penanggulangan kemiskinan pada

tahun 2025, MP3KI bertumpu pada sinergi dari tiga strategi utama,yaitu:

1. Mewujudkan sistem perlindungan sosial nasional yang menyeluruh, terintegrasi,dan mampu

melindungi masyarakat dari kerentanan dan goncangan,

2. Meningkatkan pelayanan dasar bagi penduduk miskin dan rentan sehingga dapat

terpenuhinya kebutuhan-kebutuhan dasar dan meningkatkan kualitas sumberdaya manusia

di masa mendatang,

3. Mengembangkan penghidupan berkelanjutan (sustainable livelihood) masyarakat miskin dan

rentan melalui berbagai kebijakan dan dukungan di tingkat lokal dan regional dengan

memperhatikan aspek.

Bidang Cipta Karya, berperan penting dalam pelaksanaan MP3KI, terutama terkait

dengan pelaksanaan program pemberdayaan masyarakat (PNPM Perkotaan/ P2KP, PPIP,

Pamsimas, Sanimas dsb) serta Program Pro Rakyat.

(15)

2.2.5 Kawasan Ekonomi Khusus (KEK)

UU No. 39 Tahun 2009 menjelaskan bahwa Kawasan Ekonomi Khusus adalah kawasan

dengan batas tertentu dalam wilayah hukum Negara Kesatuan Republik Indonesia yang

ditetapkan untuk menyelenggarakan fungsi perekonomian dan memperoleh fasilitas tertentu. KEK

dikembangkan melalui penyiapan kawasan yang memiliki keunggulan geoekonomi dan

geostrategi dan berfungsi untuk menampung kegiatan industri, ekspor, impor, dan kegiatan

ekonomi lain yang memiliki nilaiekonomi tinggi dan daya saing internasional. Di samping zona

ekonomi, KEK juga dilengkapi zona fasilitas pendukung dan perumahan bagi pekerja.

Ditjen Cipta Karya dalam hal ini diharapkan dapat mendukung infrastruktur permukiman

pada kawasan tersebut sehingga menunjang kegiatan ekonomi di KEK.

Gambar 2.4 : Gambar Peta Sebaran Pengembangan Kawasan Ekonomi Khusus

2.2.6 Direktif Presiden

Dalam Inpres No. 3 Tahun 2010, Presiden RI mengarahkan seluruh Kementerian,

Gubernur, Walikota/ Bupati, untuk menjalankan program pembangunan berkeadilan yang meliputi

Program pro rakyat, Keadilan untuk semua, dan Program Pencapaian MDGs. Bidang Cipta Karya

memiliki peranan penting dalam pelaksanaan Program Pro Rakyat terutama program air bersih

untuk rakyat dan program peningkatan kehidupan masyarakat perkotaan. Sedangkan dalam

pencapaian MDGs, Bidang Cipta Karya berperan dalam peningkatan akses pelayanan air minum

(16)

Catatan :

Terkait dengan sub bab pembahasan diatas mengenai Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI), Masterplan Percepatan dan Perluasan Pengentasan Kemiskinan Indonesia (MP3KI), Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) dan Direktif Presiden disesuaikan dengan Dinamika perubahan lingkungan strategis yang terjadi begitu cepat sejak terpilihnya Presiden Republik Indonesia ke-7 pada Tahun 2014, terutama dengan adanya perubahan susunan Kementerian berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 7 Tahun 2015 tentang Organisasi Kementerian Negara, salah satunya yang mengamanatkan penyelenggaraan urusan pemerintahan di bidang pekerjaan umum dan perumahan rakyat. serta adanya penyesuaian struktur organisasi Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, menekankan terutama pada pengembangan wilayah sebagai basis penyusunan rencana dan program untuk meningkatkan keterpaduan infrastruktur PUPR dengan kawasan, sehingga

orientasi hasil tidak hanya menekankan “output”, namun juga “outcome” dan “impact”. Beberapa kebijakan yang terkait dengan bidang pekerjaan umum dan perumahan rakyat akan diatur dalam Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Republik Indonesia Nomor 13.1/PRT/M/2015 tentang Rencana Strategis Kementerian Pekerjaan Umum dan perumahan rakyat tahun 2015 – 2019, yang ditetapkan pada tanggal 8 April 2015

2.3 Amanat Peraturan Perundangan Terkait Bidang Cipta Karya

Bidang Cipta Karya dalam melakukan tugas dan fungsinya selalu dilandasi peraturan

perundangan yang terkait dengan bidang CiptaKarya, antara lain UU No. 1 Tahun 2011 tentang

Perumahan dan Kawasan Permukiman, UU No. 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung, UU

No. 7 tahun 2008 tentang Sumber Daya Air, dan UU No.18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan

Persampahan.

2.3.1 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan

Permukiman

Undang-Undang tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman membagi tugas dan

kewenangan Pemerintah Pusat, Pemerintah Provinsi, dan Pemerintah Kabupaten/Kota.

Pemerintah Kabupaten/Kota dalam penyelenggaraan permukiman mempunyai tugas:

1. Menyusun dan melaksanakan kebijakan dan strategi pada tingkat kabupaten/kota di bidang

perumahan dan kawasan permukiman dengan berpedoman pada kebijakan dan strategi

nasional dan provinsi.

2. Menyusun dan rencana pembangunan dan pengembangan perumahan dan kawasan

permukiman pada tingkat kabupaten/kota.

3. Menyelenggarakan fungsi operasionalisasi dan koordinasi terhadap pelaksanaan kebijakan

kabupaten/kota dalam penyediaan rumah, perumahan, permukiman, lingkungan hunian,dan

(17)

4. Melaksanakan pengawasan dan pengendalian terhadap pelaksanaan peraturan

perundang-undangan, kebijakan, strategi, serta program di bidang perumahan dan kawasan

permukiman pada tingkat kabupaten/kota.

5. Melaksanakan kebijakan dan strategi pada tingkat kabupaten/kota.

6. Melaksanakan melaksanakan peraturan perundang-undangan serta kebijakan dan strategi

penyelenggaraan perumahan dan kawasan permukiman pada tingkat kabupaten/kota.

7. Melaksanakan peningkatan kualitas perumahan dan permukiman.

8. Melaksanakan kebijakan dan strategi provinsi dalam penyelenggaraan perumahan dan

kawasan permukiman berpedoman pada kebijakan nasional.

9. Melaksanakan pengelolaan prasarana, sarana, dan utilitas umum perumahan dan kawasan

permukiman.

10. Mengawasi pelaksanaan kebijakan dan strategi nasional danprovinsi di bidang perumahan

dan kawasan permukiman padatingkat kabupaten/kota.

11. Menetapkan lokasi Kasiba dan Lisiba.

Adapun wewenang Pemerintah Kabupaten/Kota dalam menjalankan tugasnya yaitu:

1. Menyusun dan menyediakan basis data perumahan dan kawasan permukiman pada tingkat

kabupaten/kota.

2. Menyusun dan menyempurnakan peraturan perundang-undangan bidang perumahan dan

kawasan permukiman pada tingkat kabupaten/kota.

3. Memberdayakan pemangku kepentingan dalam bidang perumahandan kawasan

permukiman pada tingkat kabupaten/kota.

4. Melaksanakan sinkronisasi dan sosialisasi peraturan perundang-undangan serta kebijakan

dan strategi penyelenggaraan perumahan dan kawasan permukiman pada tingkat

kabupaten/kota.

5. Mencadangkan atau menyediakan tanah untuk pembangunan perumahan dan permukiman

bagi MBR.

6. Menyediakan prasarana dan sarana pembangunan perumahan bagi MBR pada tingkat

kabupaten/kota.

7. Memfasilitasi kerja sama pada tingkat kabupaten/kota antara pemerintah kabupaten/kota dan

badan hukum dalam penyelenggaraan perumahan dan kawasan permukiman.

8. Menetapkan lokasi perumahan dan permukiman sebagai perumahan kumuh dan

(18)

9. Memfasilitasi peningkatan kualitas terhadap perumahan kumuh dan permukiman kumuh

pada tingkat kabupaten/kota.

Di samping mengatur tugas dan wewenang, UU ini juga mengatur penyelenggaraan

perumahan dan kawasan permukiman, pemeliharaandan perbaikan, pencegahan dan

peningkatan kualitas terhadap perumahan kumuh dan permukiman kumuh, penyediaan

tanahpendanaan dan pembiayaan, hak kewajiban dan peran masyarakat. UU ini mendefinisikan

permukiman kumuh sebagai permukiman yang tidak layak huni karena ketidakteraturan

bangunan, tingkat kepadatan bangunan yang tinggi, dan kualitas bangunan serta sarana

danprasarana yang tidak memenuhi syarat. Untuk itu perlu dilakukan upaya pencegahan, terdiri

dari pengawasan, pengendalian, dan pemberdayaan masyarakat, serta upaya peningkatan

kualitas permukiman, yaitu pemugaran, peremajaan, dan permukiman kembali.

2.3.2 Undang Undang Nomor 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung

Undang-Undang tentang Bangunan Gedung menjelaskan bahwa penyelenggaraan

bangunan gedung adalah kegiatan pembangunan yang meliputi proses perencanaan teknis dan

pelaksanaan konstruksi, serta kegiatan pemanfaatan, pelestarian, dan pembongkaran. Setiap

bangunan gedung harus memenuhi persyaratan administratif dan persyaratan teknis sesuai

dengan fungsi bangunan gedung.

Persyaratan administratif meliputi persyaratan status hak atas tanah, status kepemilikan

bangunan gedung, dan izin mendirikan bangunan. Sedangkan persyaratan teknis meliputi

persyaratan tata bangunan dan persyaratan keandalan bangunan gedung. Persyaratan tata

bangunan meliputi persyaratan peruntukan dan intensitas bangunan gedung, arsitektur bangunan

gedung, dan persyaratan pengendalian dampak lingkungan, yang ditetapkan melalui Rencana

Tata Bangunan dan Lingkungan (RTBL).

Disamping itu, peraturan tersebut juga mengatur beberapa hal sebagaiberikut:

1. keseimbangan, keserasian, dan keselarasan bangunan gedung dengan lingkungannya harus

mempertimbangkan terciptanya ruang luar bangunan gedung, ruang terbuka hijau yang

seimbang, serasi, dan selaras dengan lingkungannya. Di samping itu, system penghawaan,

pencahayaan, dan pengkondisian udara dilakukan dengan mempertimbangkan

prinsip-prinsip penghematan energi dalam bangunan gedung (amanat green building).

2. Bangunan gedung dan lingkungannya yang ditetapkan sebagai cagar budaya sesuai dengan

peraturan perundang-undangan harus dilindungi dan dilestarikan. Pelaksanaan perbaikan,

(19)

hanya dapat dilakukan sepanjang tidak mengubah nilai dan/atau karakter cagar budaya yang

dikandungnya.

3. Penyediaan fasilitas dan aksesibilitas bagi penyandang cacat dan lanjut usia merupakan

keharusan bagi semua bangunan gedung.

2.3.3 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1974 Tentang Pengairan

Undang-Undang tentang Pengairan ini menggantikan kembali Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air pada dasarnya mengatur pengelolaan sumberdaya air, termasuk didalamnya pemanfaatan untuk air minum. Dalam hal ini, negara menjamin hak setiap orang untuk mendapatkan air bagi kebutuhan pokok minimal sehari-hari guna memenuhi kehidupan yang sehat, bersih, dan produktif. Pemenuhan kebutuhan air baku untuk air minum rumah tangga dilakukan dengan pengembangan sistem penyediaan air minum dimana Badan Usaha Milik Negara dan/atau Badan Usaha Milik Daerah menjadi penyelenggaranya. Air minum rumah tangga tersebut merupakan air dengan standar dapat langsung diminum tanpa harus dimasak terlebih dahulu dan dinyatakan sehat menurut hasil pengujian mikrobiologi.Selain itu, diamanatkan pengembangan sistem penyediaan air minum diselenggarakan secara terpadu dengan pengembangan prasarana dan sarana sanitasi.

Catatan :

Mendasarkan pada Amar Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 85/PUU-XI/2013, menyatakan bahwa Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air (UU SDA) bertentangan dengan UUD 1945 dan oleh karena itu tidak memiliki kekuatan hukum mengikat. Dalam putusan tersebut MK juga menyatakan bahwa Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1974 tentang Pengairan, berlaku kembali.

Di samping itu di dalam pertimbangan hukumnya MK menyatakan sejumlah Peraturan Pemerintah (PP) sebagai pelaksanaan dari UU SDA tidak memenuhi 6 (enam) prinsip dasar pembatasan pengelolaan sumber daya air, yaitu: Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 2005 tentang Pengembangan Sistem Penyediaan Air Minum, Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 2006 tentang Irigasi, Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sumber Daya Air, Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2008 tentang Air Tanah, Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2011 tentang Sungai; dan Peraturan Pemerintah Nomor 73 Tahun 2013 tentang Rawa.

(20)

2.3.4 Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah

Undang-Undang No. 18 Tahun 2008 menyebutkan bahwa pengelolaan sampah bertujuan

untuk meningkatkan kesehatan masyarakat dan kualitas lingkungan serta menjadikan sampah

sebagai sumber daya. Pengelolaan sampah rumah tangga dan sampah sejenis sampah rumah

tangga dilakukan dengan pengurangan sampah, dan penanganan sampah. Upaya pengurangan

sampah dilakukan dengan pembatasan timbulan sampah, pendauran ulang sampah, dan

pemanfaatan kembali sampah. Sedangkan kegiatan penanganan sampah meliputi:

1. Pemilahan dalam bentuk pengelompokan dan pemisahan sampah sesuai dengan jenis,

jumlah, dan/atau sifat sampah,

2. Pengumpulan dalam bentuk pengambilan dan pemindahan sampah dari sumber sampah ke

tempat penampungan sementara atau tempat pengolahan sampah terpadu,

3. Pengangkutan dalam bentuk membawa sampah dari sumberdan/ atau dari tempat

penampungan sampah sementara atau dari tempat pengolahan sampah terpadu menuju ke

tempat pemrosesan akhir,

4. Pengolahan dalam bentuk mengubah karakteristik, komposisi, dan jumlah sampah,

5. Pemrosesan akhir sampah dalam bentuk pengembalian sampah dan/ atau residu hasil

pengolahan sebelumnya ke media lingkungan secara aman.

Undang-undang tersebut juga melarang pembuangan sampah secara terbuka di tempat

pemrosesan akhir. Oleh karena itu, Pemerintah Daerah harus menutup tempat pemrosesan akhir

sampah yang menggunakan sistem pembuangan terbuka dan mengembangkan TPA dengan

sistem controlled landfill ataupun sanitary landfill.

2.3.5 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2011 tentang Rumah Susun

Dalam memenuhi kebutuhan hunian yang layak, Bidang Cipta Karya turut serta dalam

pembangunan Rusunawa yang dilakukan berdasarkan UU No. 20 Tahun 2011. Dalam

undang-undang tersebut Rumah susun didefinisikan sebagai bangunan gedung bertingkat yang dibangun

dalam suatu lingkungan yang terbagi dalam bagian-bagian yang distrukturkan secara fungsional,

baik dalam arah horizontal maupun vertikal dan merupakan satuan-satuan yang masing-masing

dapat dimiliki dan digunakan secara terpisah, terutama untuk tempat hunian yang dilengkapi

dengan bagian bersama, benda bersama, dan tanah bersama. Peraturan ini juga mengatur perihal

pembinaan, perencanaan, pembangunan, penguasaan, pemilikan, dan pemanfaatan,

pengelolaan, peningkatan kualitas, pengendalian, kelembagaan, tugas dan wewenang, hak dan

(21)

2.4 Amanat Internasional

Pemerintah Indonesia secara aktif terlibat dalam dialog internasional dan perumusan

kesepakatan bersama di bidang permukiman.B eberapa amanat internasional yang perlu

diperhatikan dalam pengembangan kebijakan dan program bidang Cipta Karya meliputi Agenda

Habitat, Konferensi Rio+20, Millenium Development Goals, serta Agenda Pembangunan Pasca

2015.

2.4.1 Agenda Habitat

Pada tahun 1996, di Kota Istanbul Turki diselenggarakan Konferensi Habitat II sebagai

kelanjutan dari Konferensi Habitat I di Vancouver tahun 1976. Konferensi tersebut menghasilkan

Agenda Habitat, yaitu dokumen kesepakatan prinsip dan sasaran pembangunan permukiman

yang menjadi panduan bagi negara-negara dunia dalam menciptakan permukiman yang layak dan

berkelanjutan. Salah satu pesan inti yang menjadi komitmen negara-negara dunia, termasuk

Indonesia, adalah penyediaan tempat hunian yang layak bagi seluruh masyarakat tanpa

terkecuali, serta meningkatkan akses airminum, sanitasi, dan pelayanan dasar terutama bagi

masyarakat berpenghasilan rendah dan kelompok rentan.

2.4.2 Agenda Rio + 20

Pada Juni 2012, di Kota Rio de Janeiro, Brazil, diselenggarakan KTT Pembangunan

Berkelanjutan atau lebih dikenal dengan KTT Rio+20. Konferensi tersebut menyepakati dokumen

The Future We Want yang menjadi arahan bagi pelaksanaan pembangunan berkelanjutan

ditingkat global, regional, dan nasional. Dokumen memuat kesepahaman pandangan terhadap

masa depan yang diharapkan oleh dunia (common vision) dan penguatan komitmen untuk menuju

pembangunan berkelanjutan dengan memperkuat penerapan Rio Declaration 1992 dan

Johannesburg Plan of Implementation 2002.

Dalam dokumen The Future We Want, terdapat 3 (tiga) isu utama bagi pelaksanaan

pembangunan berkelanjutan, yaitu:

(i) Ekonomi Hijau dalam konteks pembangunan berkelanjutan dan pengentasan kemiskinan,

(ii) Pengembangan kerangka kelembagaan pembangunan berkelanjutan tingkat global, serta

(iii) Kerangka aksi dan instrument pelaksanaan pembangunan berkelanjutan. Kerangka aksi

tersebut termasuk penyusunan Sustainable Development Goals (SDGs) post- 2015 yang

mencakup 3 pilar pembangunan berkelanjutan secara inklusif, yang terinspirasi dari

penerapan Millennium Development Goals (MDGs). Bagi Indonesia, dokumen ini akan

(22)

dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional 2014-2019, dan Rencana

Pembangunan Jangka Panjang Nasional (2005-2025).

2.4.3 Agenda Millenium Development Goals (MDGs)

Millennium Development Goals (MDG) atau Tujuan Pembangunan Milenium adalah

delapan (8) tujuan yang ingin dicapai oleh berbagai bangsa pada tahun 2015 untuk menjawab

tantangan-tantangan utama pembangunan di seluruh dunia. MDG merupakan komitmen

bersama negara-negara maju dan negara-negara berkembang dalam menangani

permasalahan utama pembangunan termasuk didalamnya kemiskinan dan hak asasi manusia

di dalam satu paket.

MDG dideklarasikan pada bulan september tahun 2000, disepakati oleh 189 negara

dan ditandatangi oleh 147 kepala pemerintahan dan kepala negara dalam Konferensi Tingkat

Tinggi (KTT) Milenium Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) di New York, Amerika Serikat.

Dalam KTT tersebut seluruh perwakilan negara yang hadir sepakat untuk menurunkan proporsi

penduduk yang pendapatannya kurang dari US$ 1 per hari menjadi setengahnya antara

periode 1990-2015, menemukan solusi untuk: mengatasi kelaparan, masalah gizi buruk dan

penyakit, mempromosikan kesetaraan gender dan pemberdayaan perempuan, menjamin

pendidikan dasar bagi setiap orang dan mendukung prinsip-prinsip Agenda 21 mengenai

pembangunan berkelanjutan serta dukungan langsung dari negara-negara maju kepada

negara-negara berkembang dalam bentuk bantuan, perdagangan, pembebasan utang dan

investasi.

Fokus utama dalam MDG adalah pembangunan manusia, dengan meletakkan dasar

pada konsensus dan kemitraan global untuk pembangunan. Diharapkan, negara-negara yang

lebih kaya dapat mendukung negara-negara miskin dan berkembang dalam melaksanakan

tugas pembangunan mereka

Indonesia menyepakati Deklarasi Millenium sebagai bagian dari komitmen untuk

memenuhi tujuan dan sasaran pembangunan millennium (Millenium Development Goals).

Konsisten dengan itu, Pemerintah Indonesia telah mengarusutamakan MDGs dalam

pembangunan sejak tahap perencanaan sampai pelaksanaannya sebagaimana dinyatakan

dalam Rencana Pembangunan Jangka Panjang 2005-2025, Rencana Pembangunan Jangka

Menengah Nasional 2010-2014 serta Rencana Kerja Tahunan berikut dokumen

(23)

Direktorat Jenderal Cipta Karya sebagai

pengemban tugas melaksanakan salah satu

program pembangunan nasional yaitu Program

Pembinaan dan Pengembangan Infrastruktur

Permukiman memiliki peranan yang sangat

penting dalam mendukung pencapaian sasaran

MDGs. Tugas tersebut terkait dengan

keikutsertaan Indonesia dalam mencapai Tujuan 7

“Memastikan Kelestarian Lingkungan Hidup” yang

di antaranya bertujuan untuk “Menurunkan

Hingga Setengahnya Proporsi Rumah

Tangga Tanpa Akses Berkelanjutan

Terhadap Air Minum Layak dan Sanitasi Layak

Hingga Tahun 2015” dan “Mencapai Peningkatan

yang Signifikan dalam Kehidupan Penduduk Miskin di Permukiman Kumuh (minimal 100 juta)

Pada Tahun 2020.”

Tujuan 7 dalam MDGs menunjukkan kecenderungan pencapaian yang baik namun masih

memerlukan kerja keras untuk pencapaian target pada tahun 2015. Sesuai tugas dan fungsinya,

Bidang Cipta Karya memiliki kepentingan dalam pemenuhan target 7C yaitu menurunkan hingga

setengahnya proporsi rumah tangga tanpa akses berkelanjutan terhadap sumber air minum layak

dan fasilitas sanitasi dasar layak hingga tahun 2015. Dibidang air minum, target cakupan pelayan

air minum adalah 68,87% yang perlu dicapai pada tahun 2015. Di samping itu, target 2015 akses

sanitasi yang layak yaitu 62,41%.

Oleh karena itu, pemerintah kabupaten/kota perlu melakukan optimalisasi kegiatan

penyediaan infrastruktur permukiman dalam rangka percepatan pencapaian target MDGs.

2.4.4 Agenda Pembangunan Pasca 2015

Pada Juli 2012, Sekjen PBB membentuk sebuah Panel Tingkat Tinggi untuk memberi

masukan kerangka kerja agenda pembangunan global pasca 2015. Panel ini diketuai bersama

oleh Presiden Indonesia, Bapak Susilo Bambang Yudhoyono, Presiden Ellen Johnson Sirleaf dari

Liberia, dan Perdana Menteri David Cameron dari Inggris, dan beranggotakan 24 orang dari

berbagai negara. Pada Mei 2013, panelt ersebut mempublikasikan laporannya kepada Sekretaris

Jenderal PBB berjudul “A New Global Partnership: Eradicate Poverty and Transform Economies

(24)

global pasca-2015 yang dirumuskan berdasarkan tantangan pembangunan baru, sekaligus

pelajaran yang diambil dari implementasi MDGs.

Dalam dokumen tersebut, dijabarkan 12 sasaran indikatif pembangunan global pasca

2015, sebagai berikut:

1. Mengakhiri kemiskinan

2. Memberdayakan perempuan dan anak serta mencapai kesetaraan gender

3. Menyediakan pendidikan yang berkualitas dan pembelajaran seumur hidup

4. Menjamin kehidupan yang sehat

5. Memastikan ketahanan pangan dan gizi yang baik

6. Mencapai akses universal ke Air Minum dan Sanitasi

7. Menjamin energi yang berkelanjutan

8. Menciptakan lapangan kerja, mata pencaharian berkelanjutan, dan pertumbuhan berkeadilan

9. Mengelola aset sumber daya alam secara berkelanjutan

10. Memastikan tata kelola yang baik dan kelembagaan yang efektif

11. Memastikan masyarakat yang stabil dan damai

12. Menciptakan sebuah lingkungan pemungkin global dan mendorong pembiayaan jangka

panjang

(25)

Dari sasaran indikatif tersebut, Bidang Cipta karya berkepentingan dalam pencapaian

sasaran 6 yaitu mencapai akses universal ke air minum dan sanitasi. Adapun target yang

diusulkan dalam pencapaian sasaran tersebut adalah:

1. Menyediakan akses universal terhadap air minum yang aman di rumah, dan di sekolah,

puskesmas, dan kamp pengungsi,

2. Mengakhiri buang air besar sembarangan dan memastikan akses universal ke sanitasi di

sekolah dan di tempat kerja, dan meningkatkan akses sanitasi di rumah tangga sebanyak x

%,

3. Menyesuaikan kuantitas air baku (freshwater withdrawals) dengan pasokan air minum, serta

meningkatkan efisiensi air untuk pertanian sebanyak x %, industri sebanyak y % dan

daerah-daerah perkotaan sebanyak z%,

4. Mendaur ulang atau mengolah semua limbah cair dari daerah perkotaan dan dari industri

sebelum dilepaskan.

Selain memperhatikan sasaran dan target indikatif, dokumen laporan tersebut juga

menekankan pentingnya kemitraan baik secara global maupun lokal antar pemangku kepentingan

pembangunan. Kemitraany ang dimaksud memiliki prinsip inklusif, terbuka, dan akuntabel dimana

seluruh pihak duduk bersama-sama untuk bekerja bukan tentang bantuan saja, melainkan juga

mendiskusikan kerangka kebijakan untuk mencapai pembangunan berkelanjutan.

2.5 Sintesa Arahan Perencanaan Pembangunan Bidang Cipta Karya

Dari uraian amanat pembangunan nasional, amanat peraturan perundangan, dan amanat

internasional, dapat disimpulkan beberapa target dan kebijakan pembangunan nasional di Bidang

Cipta Karya. Target dan kebijakan pembangunan nasional tersebut selanjutnya menjadi acuan

dalam perencanaan pembangunan Bidang Cipta Karya di Kabupaten Kendal. Target dan

(26)

Tabel II-1

Target dan Kebijakan Pembangunan Nasional Bidang Cipta Karya

No Bidang 3 Air Limbah Peningkatan

akses pelayanan 4 Persampahan Peningkatan

(27)

No Bidang

5 Drainase Peningkatan akses pelayanan

Gambar

Gambar 2.1. Konsep Perencanaan Pembangunan Infrastruktur Bidang Cipta Karya
Gambar 2.2  Posisi MP3EI di dalam Rencana Pembangunan Pemerintah
Gambar 2.4. Pentahapan Pelaksanaan MP3KI
Gambar 2.4 : Gambar Peta Sebaran Pengembangan Kawasan Ekonomi Khusus
+3

Referensi

Dokumen terkait

Tujuan Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan tingkat pengetahuan dengan perilaku masyarakat terhadap penyakit glaukoma dalam upaya memeriksakan diri

Sungai Cibiuk terletak diantara perbatasan antara Resort Legon Pakis yang merupakan Seksi Pengelolaan Taman Nasional (SPTN) Wilayah II dengan Resort Taman Jaya di

Dari tabel dan diagram di atas dapat diketahui pada fase blastula hasil dari perlakuan perendaman embrio ikan lele dumbo menggunakan enzim tripsin dengan lama perendaman yang

Data mortalitas yang tinggi pada 24 jam pertama, selain karena sifat toksik dari cuttings, juga diduga berkaitan fluktuasi pH yang tidak dapat ditolerir Daphnia.. Namun seiring

Penelitian yang akan dilakukan oleh penulis menggunakan kuesioner dan wawancara, serta diperkuat dengan analisis data menggunakan tabel frekuensi yang dapat

1. Sebelum masuk kepada materi inti, peneliti bertanya kepada siswa apa saja dalam islam yang ada kaitannya dengan matematika sambil memberikan motivasi kepada siswa.

Untuk itu bagi masyarakat Kelurahan Tejosari Kecamatan Metro Timur Kota Metro yang jarak sumber pencemar sumur galinya tidak memenuhi syarat kesehatan sebaiknya