1.1 Latar Belakang
Ikan tawes merupakan salah satu jenis ikan budidaya yang penting khususnya di Indonesia, bahkan menduduki nomor dua sebagai ikan konsumsi di negara-negara Asia Tenggara. Beberapa kelebihan ikan tawes yaitu mudah dipelihara di berbagai jenis media dan tidak membutuhkan lahan yang terlalu istimewa, tidak memerlukan modal yang banyak, serta mudah didapat dan dikembangbiakkan. Budidaya ikan tawes pada umumnya tidak terlepas dari resiko biologis terutama yang disebabkan oleh adanya gangguan penyakit dan infeksi jamur.
Tindakan pencegahan dan pengobatan terhadap serangan jamur Saprolegnia sp. sering menggunakan senyawa sintetik yang telah terbukti efektifitasnya sebagai anti jamur sehingga kualitas telur dapat meningkat. Senyawa sintetik yang sering digunakan antara lain Methylene blue, Malachite green, formalin maupun povidone-iodine (Betadine). Namun dipihak lain, pemakaian bahan kimia dan anti biotik secara terus-menerus dengan konsentrasi yang tidak tepat, akan menimbulkan masalah baru yaitu meningkatkan resistensi parasit terhadap senyawa sintetik tersebut. Selain itu, masalah lainnya adalah bahaya yang ditimbulkan terhadap lingkungan dan manusia. Untuk mengatasi masalah tersebut, maka perlu adanya alternatif obat yang lebih aman dan tentunya dapat digunakan untuk mengendalikan penyakit akibat jamur. Salah satu alternatif yang dapat digunakan yaitu dengan memanfaatkan tanaman tradisional yang bersifat anti jamur. Selain bersifat anti jamur, tanaman tersebut juga mudah diperoleh dan mudah digunakan pada kegiatan pencegahan dan penanganan penyakit ikan.
1.2 Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui efektifitas ekstrak bawang putih (Allium sativum) sebagai anti jamur pada telur ikan tawes (Puntius javanicus).
2. Untuk mengtahui pengaruh pemberian ekstrak bawang putih (Allium sativum) sebagai anti jamur pada telur ikan tawes (Puntius javanicus).
1.3 Manfaat Penelitian
Adapun manfaat dari penelitian ini adalah untuk meminimalkan infeksi jamur pada telur ikan tawes dengan perlakuan pemberian ekstraksi bawang putih dan sebagai acuan untuk penelitian selanjutnya.
1.4 Rumusan Masalah
Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah:
1. Apakah Ekstrak bawang putih (Allium sativum) dapat menjadi anti jamur pada telur ikan tawes (Puntius javanicus)?
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Klasifikasi Dan Morfologi
Klasifikasi ikan tawes (Puntius javanicus) menurut (Nelson, 2006) adalah sebagai berikut:
Kerajaan : Animalia
Filum : Chordata
kelas : Actinopterygii
Ordo : Cypriniformes
Superfamili : Cyprinoidea Famili : Cyprinidae
Genus : Barbonimus
Spesies : Puntius javanicus
Gambar 1. Ikan tawes
Ikan tawes termasuk ke dalam famili Cyprinidae seperti ikan mas dan ikan nilem. Bentuk badan agak panjang dan pipih dengan punggung meninggi,kepala kecil, moncong meruncing, mulut kecil terletak pada ujung hidung, sungut sangat kecil atau rudimenter. Di bawah garis rusuk terdapat sisik 5½ buah dan 3-3½ buah di antara garis rusuk dan permulaan sirip perut. Garis rusuknya sempurna berjumlah antara 29-31 buah. Badan berwarna keperakan agak gelap di bagian punggung. Pada moncong terdapat tonjolan-tonjolan yang sangat kecil. Sirip punggung dan sirip ekor berwarna abu-abu atau kekuningan, dan sirip ekor bercagak dalam dengan lobus membulat, sirip dada berwarna kuning dan sirip dubur berwarna oranye terang. Sirip dubur mempunyai 6½ jari-jari bercabang (Kottelat et al, 1993).
Sisik dengan struktur beberapa jari-jari sejajar atau melengkung ke ujung, sedikit atau tidak ada proyeksi jari-jari ke samping. Ada tonjolan sangat kecil, memanjang dari tilang mata sampai ke moncong dan dari dahi ke antara mata. Sirip dubur mempunyai 6½ jari-jari bercabang, 3-3½ sisik antara gurat sisi dan awal sirip perut (Kotelat et al., 1993).
2.2 Habitat Ikan Tawes
lebih dari 15 m, rawa banjiran dan waduk. Ikan tawes adalah termasuk ikan herbivora atau pemakan tumbuhan (Kotelat et al, 1993).
2.3 Reproduksi Ikan Tawes
Ikan tawes dipijahkan pada umur 6 bulan untuk jantan dan setahun untuk ikan betina, namun sebaiknya mempergunakan induk yang berumur lebih dari sepuluh bulan untuk jantan dan 14 bulan untuk betina. Induk jantan yang di pergunakan untuk pemijahan sebaiknya jangan terlalu tua dan tidak terlalu sering dikawinkan, sebagai batas yang ideal maka sebaiknya induk betina tidak lebih 6 kali perkawinan. Ikan yang sudah tua biasanya berwarna kusam, tidak becahaya sisiknya, selain harus cerah sisiknya pun harus tersusun dengan teratur dan relatif besar, jangan ada cacat pada badanya, sebab dikhawtirkan akan menularkan pada keturunanya. Sebaiknya dipilih induk yang gesit gerakanya yang menandakan badannya sehat.
Untuk membedakan induk jantan dan betina ikan tawes selain perbedaan bentuk perut bagi yang sudah matang gonad dapat juga dengan meraba pipi ikan yang akan dijadikan induk. Induk jantan mempunyai pipi yang kasar sedangkan induk betina mempunyai pipi yang halus.
2.4 Jamur Yang Menyerang Telur Ikan Tawes
Saprolegnia dikenal dengan cendawan air. Sifatnya mengandung selesa tidak berseka, cabang-cabang dan berdiameter 20 mikron. Perbanyakan cendawan ini dilakukan secara asexual dan sexual. Reproduksi aseksual dilakukan zoosporas biflagela yang terbentuk di dalam sporagia dan berenang bebas di dalam air untuk mendapatkan zoospora kemudian berkembang menjadi hypa.
Zoospora Saprolegnia terbagi atas zoospora primer yang terbentuk seperti tabung (pipe shepe) dan sekunder yang berbentuk seperti kacang (beam shape). Biasanya zoospora primer akan membentuk kiste yang kemudian akan membentuk zoospora sekunder yang baru. Perbanyakan secara sexual terjadi dengan adanya fertilisasi antara gamet jantan dan gamet betina. Pada tabung fertilisasi yang menghasilkan pembuahan Oogonia. Osfer ini kemudian akan membentuk zoospora primer. Perkembangan selanjutnya seperti pada proses reproduksi aseksual. Aseksual (zoospora, sporagia, substrat, zoospora, hypa). Jamur ini berproduksi selama 2 jam. Zoospora ini merupakan stadia efektif yang dapat menginfeksi ikan yang stres, maka melalui luka sebagai infeksi sekunder menginfeksi telur yang infentil maupun yang fertil (Alifuddin, 1996).
Jamur yang suka menyerang telur ikan biasanya dari jenis Saprolegnia dan Achlya. Jamur ini dapat tumbuh terutama pada lingkungan yang banyak mengandung bahan organik, tumbuh terutama pada jaringan yang mati dan sangat berbahaya pada ikan yang terkena luka maupun telur-telur yang infertil maupun fertil (Bachtiar, 2004).
mikroskopik, sedangkan pada badan maupun telur yang diserang akan nampak semacam bulu-bulu seperti kapas berwarna putih (Susanto, 2003). Morfologi kedua parasit mempunyai bentuk yang hampir sama yaitu menyerupai benang-benang halus, perbedaannya adalah sporagia dan Saprolegnia sp terbentuk di dalam hypa, sedangkan sporaorgania sp dan Achlya terjadi di ujung-ujung luar hypa yang lebih dahulu terbentuk. Namun perbedaan diatas hanya dapat dilihat dengan mikroskop, dengan mata telanjang sulit dibedakan (Handoyo, 2007).
2.5 Bawang Putih
2.5.1 Klasifikasi Bawang Putih
Menurut Hutapea (2000) berdasarkan penggolongan dan tatanama tumbuhan bawang putih dapat diklasifikasikan sebagai berikut:
Golongan : Spermatophyta Sub Golongan : Angiospermae
Kelas : Monocotyledoneae
Ordo : Lilliflorae Falimi : Lilliacea
Genus : Allium
Spesies : Allium sativum
Gambar 2. Bawang putih
(tanaman), berdasarkan pada bentuk daunnya. Bawang putih ini termasuk dalam famili Liliaceae dan genus Allium, yang memiliki lebih dari enam ratus (600) spesies. Bawang putih diyakini berasal dari Cina Barat yaitu di sekitar Tien Shan Mountains ke Kazakhstan dan Kirgistan.
Vedensky dalam Syamsiah (2003) mengemukakan bahwa, bawang putih berevolusi dari spesies liar Alliumlongicuspus dimana tanaman bawang putih dapat ditemukan dalam bentuk terna (bergerombol), tumbuh tegak, dan bisa mencapai ketinggian 30-60 cm. Bawang putih ini menjadi salah satu jenis rempah yang kontroversi sebab ada yang senang keberadaanya maupun sebaliknya. Beberapa perusahaan menyenangi keberadaan bawang putih sebab dapat bermanfaat sebagai kesehatan potensial dan kurang disenangi karena aroma baunya. Bawang putih telah lama digunakan oleh masyarakat sebagai bahan makanan, sehingga sulit untuk menentukan asal muasalnya. Hal ini diketahui bawang putih tumbuh liar di Siberia bagian baratdaya dan menyebar melalui Eropa Selatan ke Sisilia.
2.5.2 Kandungan Bawang Putih
Bawang putih mengandung minyak atsiri yang sangat mudah menguap di udara bebas. Minyak atsiri dari bawang putih diduga mempunyai kemampuan sebagai antibakteri dan antiseptik. Sementara itu, zat yang diduga berperan memberi aroma bawang putih yang khas adalah alisin karena alisin mengandung sulfur dengan struktur tidak jenuh di dalam beberapa detik saja terurai menjadi senyawa dialil-sulfida. Di dalam tubuh, alisin merusak protein bakteri penyakit, sehingga bakteri penyakit tersebut mati (Pitriono, 2014).
pada bawang putih. Senyawa sulfida adalah senyawa yang banyak jumlahnya. Senyawa-senyawa tersebut antara lain adalah dialil sulfida atau dalam bentuk teroksidasi disebut dengan alisin. Alisin mempunyai fungsi fisiologis yang sangat luas, termasuk diantaranya adalah antioksidan, antikanker, antitrombotik, anti radang, penurunan tekanan darah, dan dapat menurunkan kolesterol darah.
Bawang putih mengandung lebih dari 200 senyawa kimia. Beberapa diantaranya sangat penting, salah satunya termasuk : volatile oil (0,1-0,36 %) yang mengandung sulfur, termasuk didalamnya adalah alliin; ajoene dan vinyldithiines (produk sampingan alliin yang dihasilkan secara non enzimatik dari allicin); S-allylmercaptocysteine (ASSC) dan S-methylmercaptocysteine (MSSC); terpenes (citral, geraniol, linalool, α-phellandrene, dan β-phellandrene). Allicin (diallyl thiosulphinate) yang diproduksi secara enzimatik dari alliin, berperan sebagai antibiotik. Ajoene berperan sebagai anti koagulan dari bawang putih. Bawang putih juga mengadung enzim allinase, peroxidase dan myrosinase, serta bahan lain seperti protein, mineral, vitamin, lemak, asam amino dan prostaglandin (Newall et al., 1996 dalam Priskila, 2008)
Tanaman ini mengandung khasiat anti mikroba, anti trombotik, hipolipidemik, antiarthritis, hipoglikemik dan juga memiliki aktivitas sebagai antitumor. Aktivitas umbi ini sebagai antioksidan penangkal radikal bebas lebih terlihat pada ekstrak bawang putih kering daripada bawang putih segar. Kandungan utamanya yang berkhasiat sebagai anti oksidan kuat adalah S-allysistein dan S-allymercapton-L-sistein. Selanjutnya, ditemukan pula beberapa komponen organosulfur dari bawang putih, termasuk L-allysistein (Anonimus, 2011). Kandungan kimia bawang putih /100 gram bahan, dapat dilihat pada Tabel. Tabel 1. Kandungan Kimia Bawang Putih/100 gram
memegang peranan sebagai tanaman apotek hidup yang sanggup berkiprah. Manfaat utama bawang putih adalah sebagai bumbu penyedap masakan yang membuat masakan menjadi beraroma dan mengundang selera. Pemanfaatan bawang putih tidak hanya populer pada masa kini, tetapi juga sudah berlangsung sejak dimulainya peradaban manusia. Hipocrates mengungkapkan bahwa pada zaman babilonia dan yunani, bawang putih biasa dipakai sebagai obat perangsang (prespiran) untuk menyembuhkan sembelit dan pelancar air seni. Sementara itu, pada saat terjadi perang dunia ke-2, berton-ton bawang putih dikonsumsi oleh para prajurit yang tempur. Tujuannya, untuk meningkatkan stamina dan kekebalan tubuh mereka terhadap berbagai jenis penyakit (Syamsiah dan Tajudin, 2003).
Dalam dunia kesehatan bawang putih sering digunakan sebagai obat yaitu diantaranya untuk mengobati penyakit hipertensi, asma, batuk, sakit kepala, sakit kuning, sesak nafas, cacingan, sulit tidur (Anonimus, 2010).
Bawang putih juga terbukti dapat menghambat pertumbuhan dan respirasi fungsi patogenik. Daya antimikroba tinggi yang dimiliki bawang putih dan bawang bombay dikarenakan kandungan alisin dan senyawa sulfida lain yang terkandung dalam minyak atsiri bawang putih dan bawang bombay. Pengujian aktivitas antimikroba bawang putih pertama kali dilakukan oleh Cavalito dan Baiely pada tahun 1944. Dialil sulfida dan dialil polisulfida (komponen flavor utama bawang putih) tidak menunjukkan aktivitas penghambatan bagi pertumbuhan bakteri gram positif dan negatif (Yongki, 2009).
20% mempunyai aktivitas antibakteri yang sama dengan Ampicillin 5 µg terhadap Streptococcus agalactiae, dan Escherichia colli.
Hasil penelitian Purwanti dkk. (2008) menunjukan bahwa mineral zink yang ditambahkan dalam ransum pakan pada perlakuan R2 (ransum basal + serbuk
bawang putih 2,5% + ZnO 120 ppm) memperlihatkan penurunan kolesterol karkas pada perlakuan R2. Diduga karena terdapat senyawa alisin pada serbuk bawang
putih yang dapat menurunkan kadar kolesterol karkas. Sejauh ini hanya diketahui satu jenis senyawa dalam bawang putih yang mempunyai aktivitas farmakologi yaitu senyawa thiosulfinat dimana alisin sebagai kandungan utamanya 70%. Senyawa thiosulfinat dalam bawang putih terbentuk karena aktivitas enzim allinase terhadap alliin (asam amino yang mengandung atom sulfur).
2.6 Mekanisme kerja anti fungi
Sifat antibakteri dari bawang putih telah cukup lama diketahui. Berbagai persiapan bawang putih telah terbukti menunjukkan spektrum yang luas dari aktivitas antibakteri terhadap bakteri Gram-negatif dan Gram-positif termasuk jenis Escherichia, Salmonella, Staphylococcus, Streptococcus, Klebsiella,Proteus, Bacillus, dan Clostridium. Bahkan bakteri asam seperti MycobacteriumTB yang sensitif terhadap bawang putih. Ekstrak bawang putih juga efektif terhadap Helicobacter pylori penyebab tukak lambung. Ekstrak bawang putih dapat pula mencegah pembentukan enterotoksin A,B, dan C1 dari Staphylococcus (Amirudin. 2014)
allicin murni sangat signifikan. Seperti terlihat pada tabel 2.2,menunjukkan bahwa efek antibakteri allicin adalah spectrum luas. Pada kebanyakan kasus, 50% mematikan dosis yang konsentrasinya agak lebih tinggi dari yang dibutuhkan untuk beberapa antibiotik. Menariknya, berbagai strain bakteri resisten terhadap antibiotik seperti S.aureus yang resisten terhadap methicilin dan juga strain enterotoxicogenik yang resisten terhadap berbagai jenis obat seperti sel Escherichia coli, Enterococcus, Shigella dysenteriae, S. flexneri, dan S. sonnei yang ditemukan sensitif akan allicin. Disisi lain, strain bakteri lain sperti strain mucoid dari Pseudomonas aeruginosa, Streptococcus _ hemolyticus and Enterococcus faecium ditemukan resisten terhadap aktivitas dari allicin. Alasan dari efek resisten ini tidak jelas. Diasumsikan bahwa kapsul hidropilik atau lapisan mukosa mencegah penetrasi dari allicin ke bakteri, tapi hal ini perlu studi lebih lanjut (Amirudin. 2014)
Tabel 2. Spesies bakteri yang sensitive terhadap ekstrak bwang putih yang mengandung allicin 12
NO Strain Bakteri Konsentrasi Allicin
(LD50μ g/ ml) Sensitivitas
1. Escherichia coli 15 Sensitive pada antibiotic
2. Escherichia coli 15 Multidrug resisten MDR
3. Staphylococcus aureus 12 Sensitive
4. Staphylococcus aureus 12 Resisten metasiklin
5. Streptococcus pyogenes 3 Sensitive
6. Streptococcus β hemolyticus > 100 Strain klinis MDR
7. Proteus mirabilis 15 Sensitiv
8. Proteus mirabilis >30 Strain klinis MDR
9. Pseudomonas aeruginosa 15 Sensitiv pada cefprozil
10. Pseudomonas aeruginosa >100 Strain mucoid MDR
11. Acinetobecter baumanii 15 Isolat klinis
12. Klebsiella pneumonia 8 Isolate klinis
Staphylococcus aureus). Bakteri jahat ini selalu mengubah strukturnya dan membentuk resistensi terhadap berbagai antibiotic faramasi. Hal ini dapat menyebabkan efek signifikan pada orang yang menderita penyakit kulit sperti eczema dan jerawat karena bakteri ini memiliki kemungkinan 6 – 7x lebih besar untuk berkolonisasi pada pasien (Amirudin. 2014).
2.7 Ekstraksi 2.7.1 Pengertian
Ekstraksi adalah suatu metode operasi yang digunakan dalam proses pemisahan suatu komponen dari campurannya dengan menggunakan sejumlah massa bahan (solven) sebagai tenaga pemisah. Apabila komponen yang akan dipisahkan (solute) berada dalam fase padat, maka proses tersebut dinamakan pelindihan atau leaching. Proses pemisahan dengan cara ekstraksi terdiri dari tiga langkah dasar.
1. Proses penyampuran sejumlah massa bahan ke dalam larutan yang akan dipisahkan komponen – komponennya.
2. Proses pembantukan fase seimbang. 3. Proses pemisahan kedua fase seimbang.
masing-masing fase sesuai dengan koefisien distribusinya, sehingga dicapai keseimbangan fisis (Maulida dan Zulkarnaen 2010).
Pemisahan kedua fase seimbang dengan mudah dapat dilakukan jika density fase rafinat dan fase ekstrak mempunyai perbedaan yang cukup. Tetapi jika density keduanya hampir sama proses pemisahan semakin sulit, sebab campuran tersebut cenderung untuk membentuk emulsi. Dibidang industri, ekstraksi sangat luas penggunaannya terutama jika larutan yang akan dipisahkan tediri dari komponen – komponen :
1 1. Mempunyai sifat penguapan relatif yang rendah. 2 2. Mempunyai titik didih yang berdekatan.
3 3. Sensitif terhadap panas.
4 4. Merupakan campuran azeotrop.
Komponen-komponen yang terdapat dalam larutan, menentukan jenis/ macam solven yang digunakan dalam ekstraksi. Pada umumnya, proses ekstraksi tidak berdiri sendiri, tetapi melibatkan operasi-operasi lain sepeti proses pemungutan kembali solven dari larutannya (terutama fase ekstrak), hingga dapat dimanfaatkan kembali sebagai tenaga pemisah. Untuk maksud tersebut, banyak cara yang dapat dilakukan misalnya dengan metode distilasi, pemanasan sederhana atau dengan cara pendinginan untuk mengurangi sifat kelarutannya (Maulida dan Zulkarnaen 2010).
2.7.2 Cara Ekstraksi Bawang Putih
dikonsentrasikan dan langsung digunakan atau dibuat dalam bentuk serbuk. Khususnya Aged Garlic Ekstract berisi konstituen mengandung Sulfur yang larut air lebih banyak dibanding komponen yang larut minyak. Selama proses aging, sifat bawang putih yang berbau khas menyengat dan iritatif terkonversi dalam suatu dan menjadi komponen stabil yang mengandung sulfur yang digunakan sebagai standar karena sifat bioabilitasnya. Beberapa peneliti memperkenalkan metode preparasi minyak bawang putih dengan melakukan distilasi selama 3 jam dan 100 liter pelarut mengunakan alat direct steam pilot tanaman dihasilkan 2,2 -4.3 gram minyak/kg bawang pituh (Pitriono, 2014).
III. METODELOGI PENELITIAN
3.1 Waktu Dan Tempat Penelitian
Meunasah Krueng, Kecamatan Beutong, Kabupeten Nagan Raya.
Alat dan Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Tabel 3. Alat dan Bahan yang digunakan dalam penelitian
No Alat Fungsi Bahan Fungsi 5 Termometer - Digunakan untuk
3.3 Metode Penelitian
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode eksperimen dengan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan empat perlakuan dan tiga kali pengulangan. Dengan demikian diperlukan 12 unit percobaan. Percobaan perlakuan dapat dilihat pada tabel 5. Berikut:
Tabel 5. Percobaan perlakuan
Kode Perlakuan
P0 Tanpa perlakuan
P1 Pemberian ekstrak bawang putih dengan dosis 1 ml/l P2 Pemberian ekstrak bawang putih dengan dosis 2 ml/l P3 Pemberian ekstrak bawang putih dengan dosis 3 ml/l
3.4 Metode Kerja
Pelaksanaan penelitian ini meliputi persiapan wadah penelitian, persiapan telur uji, persiapan ekstrak bawang putih, implementasi ekstrak bawang putih pada media telur ikan tawes, dan pengontrolan.
3.4.1 Persiapan Wadah dan Media Percobaan
Wadah yang digunakan berupa akuarium sebagai tempat pemeliharaan induk, toples dengan kapasitas 10 liter sebagai media uji telur ikan tawes. sebelum dilakukan penelitian, wadah terlebih dahulu dibersihkan, selanjutnya dimasukkan air ke dalam wadah setinggi 10 cm.
3.4.2 Persiapan Telur Uji
Induk ikan tawes dipijahkan secara buatan selanjutnya telur ikan tawes diambil dan diletakkan pada media uji yang berupa toples dengan kapasitas 10 liter untuk dilakukan percobaan.
Bawang putih direbus, untuk mempermudah penentuan dosis, dan meningkatkan konsentrasi zat aktif pada bahan obat. Bahan ekstrak bawang putih disesuaikan dengan kebutuhan setiap perlakuan. Bahan ekstrak bawang putih, dicampur dengan air aquades, untuk dosis P1 (1 ml), P2 (2 ml), dan P3 (3 ml). kemudian di panaskan, lalu tunggu sampai dingin dan disaring dengan mengunakan saringan halus. Setelah larutan ekstrak bawang putih didapat melalui dosis, kemudian digunakan terhadap perendaman telur untuk mengetahui daya tetas telur dari serangan jamur.
3.4.4 Implementasi Bahan Uji Terhadap Telur Uji
Bahan uji (ekstrak bawang putih) disesuai dengan dosis yang diinginkan. Setelah diketahui dosisnya, maka bahan uji yang berupa ekstrak bawang putih tersebut di implementasikan pada telur uji dan kemudian dilakukan pengamatan.. Penghitungan jumlah telur sebanyak 100 butir/wadah. Telur yang dimasukkan ke dalam wadah penelitian adalah telur yang sehat yaitu berwarna bening.
3.5 Parameter Uji 3.5.1 Daya Tetas Telur
dilihat pada lampiran 3 dan Penghitungan prsentase penetasan telur ikan tawes
Untuk mengetahui parameter kualitas air yang ada pada wadah penelitian dilakukan pengukuran parameter kualitas air. Dalam hal ini parameter kualitas air yang diukur hanya pH, DO dan suhu. Pengukuran suhu dilakukan dengan menggunakan termometer. Termometer dimasukkan kedalam air selama beberapa menit kemudian diangkan dan dilihat angka yang ditunjukkan pada termometer tersebut.
Pengukuran pH dilakukan dengan mengunakan kertas lakmus dan dilakukan dengan cara kertas indikator pH dimasukan kedalam wadah pemeliharaan selama beberapa menit, kemudian diangkat dan diangin-anginan kemudian hasilnya dicocokan warna yang telah tersedian pada kotak indikator.
3.6 Analisa Data
perlakuan ekstraksi bawang putih sebagai anti jamur pada telur. Jika berpengaruh nyata, dilakukan SNK (Student-Newman-Keuls) antar perlakuan dengan menggunakan uji beda nyata.
Menurut Sudjana, 1991 dalam Nuraini Hasibuan, 2007 model sistematis yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
Yij = µ + τi + €ij
Keterangan :
Yij = Nilai Pengamatan pada perlakuan ke-i dan ulangan ke-j μ = Nilai tengah populasi
τi = Pengaruh perlauan ke-i dan waktu ulangan ke-j
€ij = pengaruh acak akibat perlakuan ke-i dalam ulangan ke-j.
Untuk menguji perlakuan dilakukan uji keragaman sebelum dilakukan
Faktor Koreksi (FK) = TotalJumlahhasilPengamaPengamatantan
JKT = Jumlah Kuadrat Pengamatan – FK
JKG = JKT - JKP
KTP = JKT
V2
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil Penelitian 4.1.1 Daya Tetas Telur
tawes (Puntius javanicus) yang terserang jamur Saprolegnia sp. pada perendaman larutan ekstrak bawang putih (Allium sativum) dengan dosis P0 (kontrol) nilai rata-rata 51 %, P1 (1 ml) dengan rata-rata 67,3 %, P2 (2 ml) rata-rata 73,6 % dan P3 (3 ml) dengan nilai rata-rata tertinggi 82,3 %. Persentase daya tetas telur yang terserang jamur Saprolegnia sp. yang menetas dapat dilihat pada gambar grafik dibawah ini:
Gambar 4: Rata-rata tingkat daya tetas telur ikan tawes dari serangan jamur Saprolegnia sp.
Berdasarkan gambar grafik diatas dapat dilihat bahwa pemberian larutan ekstrak bawang putih dengan dosis yang berbeda berpengaruh terhadap derajat penetasan telur ikan tawes. Pada perlakuan P3 penggunaan ekstrak bawang putih dengan dosis 3 ml nilai rata-ratanya 82,3%, diduga karena dosis yang digunakan tepat untuk membunuh jamur pada telur serta tidak membahayakan terhadap perkembangan telur. Sehingga nilai daya tetas telur dominan pada P3.
Kualitas air digunakan sebagai parameter pendukung selama masa pemeliharaan telur ikan tawes. Hasil kualitas air yang diperoleh selama penelitian secara umum menunjukan bahwa kualitas air masih berada dalam kisaran optimal untuk menunjang memelihara telur ikan tawes. Hal ini dapat dilihat dari hasil pengambilan data kualitas air di meunasah krueng. Disajikan dalam tabel berikut ini.
Setelah pencampuran larutan ektrak bawang putih pH, DO, dan suhu, sudah berubah sedikit, penurunan kualitas air tersebut tidak terlalu mempengaruhi atau membahayakan terhadap penetasan telur ikan tawes.
4.2 Pembahasan 4.2.1 Daya Tetas
Pada setiap perlakuan daya tetas telur ikan tawes yang terserang jamur Saprolegnia sp. berbeda tinggkat penetasannya dan memiliki daya tetas yang tertinggi menunjukkan pada P3 (82,3 %), sedangkan pada perlakuan terendah terdapat pada P0 kontrol (51%), P1 (67,3 %), dan P2 (73,6 %). Selama perendaman telur ikan tawes dalam larutan ekstrak bawang putih berpengaruh pada perkembangan telur ikan tawes dan menghambat pertumbuhan jamur yang menyerang pada telur ikan tawes. Sehingga nilai daya tetas telur ikan tawes meningkat.
Dari hasil analisis sidik ragam (ANOVA) yang telah dilakukan selama penelitian (lampiran 4) terbukti bahwa nilai Fh > Ft, yang berati bahwa berpengaruh
Larutan ekstrak bawang putih berpegaruh terhadat tinggkat serangan jamur Saprolegnia sp. pada telur ikan tawes. Bawang putih mengandung minyak atsiri yang sangat mudah menguap di udara bebas. Minyak atsiri dari bawang putih diduga mempunyai kemampuan sebagai antibakteri dan antiseptik. Sementara itu, zat yang diduga berperan memberi aroma bawang putih yang khas adalah alisin karena alisin mengandung sulfur dengan struktur tidak jenuh di dalam beberapa detik saja terurai menjadi senyawa dialil-sulfida. Di dalam tubuh, alisin merusak protein bakteri penyakit, sehingga bakteri penyakit tersebut mati (Pitriono, 2014).
Triakoso (1999) mengemukakan bahwa senyawa allisin dan dialil sulfida memiliki sifat bakterisida dan menghambat perkembangan jamur maupun mikroba. Selain itu pula, penggunaan dosis antifungi atau antibakteri yang dikombinasikan dengan perendaman yang tepat akan meningkatkan derajat penetasan telur ikan tawes dan tidak merusak telur.
Menurut Martini (2005) menyatakan bahwa telur yang tidak direndam dengan ekstrak bawang putih hanya mengandalkan kekerasan chorion untuk menahan serangan Saprolegnia sp. Saprolegnia sp. dapat melemahkan kekakuan chorion menjadi berkerut kemudian mati. Untuk P0 (kontrol) tidak diberikan ekstrak bawang putih untuk mencegah serangan Saprolegnia sp. Pada perlakuan P1 (1 ml) jamur Saprolegnia sp. masih dapat menyerang telur namun daya serang Saprolegnia sp. sudah mulai berkurang yang diakibatkan adanya zat allisin yang berfungsi sebagai antifungi yang terdapat dalam ekstrak bawang putih. Pada perlakuan P2 (2 ml) dan P3 (3 ml) larutan ekstrak bawang putih yang diberikan sudah mampu untuk mencegah serangan Saprolegnia sp.
anti mikroba pada konsentrasi normal bersifat menghambat pertumbuhan mikroba tetapi pada konsentrasi yang lebih tinggi allisin dapat merusak jaringan sel.
4.2.3 Kualitas Air
Dari hasil pengukuran kualitas air sangat berperan penting didalam suatu usaha pembudidaya maka dari itu kualitas air selama penelitian ini antara lain :
NO Parameter Waktu
Pagi Sore Kisaran Optimal
1 Suhu 28 0C 29 0C 24 - 320C
2 pH 7 7 6.5 – 7
3 DO 3.7 – 4.0 3.8 – 4.0 3.5 - 4.0
Aspek kualitas air merupakan salah satu parameter yang sangat penting dalam kegiatan budidaya perairan. Terdapat dua faktor yang berperan dalam menurunkan kualitas air, yaitu faktor eksternal dan internal. kedua faktor tersebut sangat berkaitan dan berhubungan erat, karena bila air yang dimasukkan kedalam kolam adalah air yang telah tercemar atau kualitas airnya buruk maka pertumbuhan ikan akan mengalami penurunan/ terhambat.
Nilai kualitas air menunjukkan bahwa parameter ini masih dalam batas kelayakan untuk kehidupan ikan tawes. Hasil pengukuran suhu selama penelitian ini berkisar antara 26-28 oC. Menurut Santoso (1996) dalam Siti dkk (2009)
menyatakan kisaran kelayakan temperatur air bagi ikan tawes adalah 14-28oC.
dengan kenaikan suhu ,dapat menekan kehidupan hewan budidaya bahkan menyebebkan kematian bila peningkatan suhu eksrim (Gufran,2007).
ikan tawes dapat hidup pada suhu air antara 18-30oC Huet (1971) dalam
Dewi (2001) sedangkan menurut Brown (1957) menyatakan bahwa temperatur antara 26-30oC merupakan temperatur yang optimal untuk ikan tawes , pada suhu
10o C ikan tawes akan berhenti makan dan terhambat pertumbuhannya jika suhu
mencapai 5oC.
V. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
1. Perendaman telur ikan tawes dengan larutan ekstrak bawang putih pada perlakuan (P3) dengan dosis 3 ml memberi pengaruh yang nyata terhadap daya tetas telur ikan tawes.
2. Larutan ekstrak bawang putih mengandung berbagai macam zat aktif diantaranya zat alisin dan minyak atsiri yang merupakan komponen utama yang berkhasiat melindungi telur dari serangan jamur dan dapat menekan perkembangan jamur hingga 82,3%.
5.2 Saran
Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai pengunaan larutan ekstrak bawang putih dengan dosis yang efektif terhadap serangan jamur dan daya tetas telur ikan air tawar lainnya. Pemanfaatan larutan Ekstrak b a w a n g p u t i h perlu dilakukan demi mendapatkan kualitas produk benih ikan yang berkualitas tinggi.
DAFTAR PUSTAKA
Amri Dan Khairuman. 2008. Buku Pintar Budidaya 15 Ikan Konsumsi. Agromedia. Jakarta.
Alifuddin, M. 1996. Penyakit Mikotik Ikan. Laboratorium Kesehatan Ikan. Fakultas Perikanan. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Bachtiar, Y. 2004. Budidaya Ikan Koi Kolam Perkarangan. Penebar Swadaya. Jakarga.
Dewi, U. 2001. Pengaruh Pemupukan Lanjutan Terhadap Sintasan laju Pertumbuhan Benih Ikan Mas (Ciprinus Carpio) Pada pendederan Pertama. IPB. Bogor.
Handoyo, B. 2007. Produksi Ikan Hias. Balai Budidaya Air Tawar Jambi. Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya. Departemen Kelautan Dan Perikanan. Jakarta.
Hasibuan, N et al. 2007. Pertumbuhan dan Kelulushidupan Benih Ikan Baung (Mystus nemurus CV) Dengan Pemberian Pakan Bokashi Yang Dipelihara Pada Air Rawa. Skripsi. Fakultas Perikanan Dan Ilmu Kelautan Universitas Riau Pekanbaru.
Hutapea, J.R.,2000. Allium sativum Linn. Inventaris Tanaman Obat Indonesia (I). Jilid I Departemen Kesehatan dan Kesejahteraan Sosial RI. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan. Jakarta.
Kottelat, M. J. A. Whitten, N. S. Kartikasari And S. Wirjoatmodjo, 1993. Freshwater Fishes Of Western Indonesia And Sulawesi. Dalhousie University. Canada.
Martini. A, 2005. Efektivitas Ekstrak Bawang Putih Untuk Mencegah Serangan Saprolegnia Pada Telur Ikan Gurami. Karya Ilmiah (Tidak diterbitkan) Fakultas Pertanian Jurusan Perikanan Universitas Padjajaran. Bandung Maulida, Dewi Dan Zulkarnaen, Naufal. 2010. Ekstraksi Antioksidan ( Likopen )
Dari Buah Tomat Dengan Menggunakan Solven Campuran, n – Heksana, Aseton, Dan Etanol. Akripsij Urusan Teknik Kimia Fakultas Teknik Universitas Diponegoro Semarang.
Mukti, A.T. 2005. Perbedaan Keberhasilan Tingkat Poliploidisasi Ikan Mas Cyprinus Carpio linn melalui kejutan panas. http://Journal.discovery indonnesia.com.23 Juni 2008.
Nelson, S joseph. 2006. Fishes of the World. Wiley. Canada.
Pitriono. 2014. Pengunaan ekstrak allium sativum untuk perawatan luka gigitan ular kobra. Skripsi. Keperawatan. Stikes kusuma hasada. Surakarta.
Purwanti, S, R. Mutia, S.D. Widhyari, Dan W. Winarsih. 2008. Kajian Efektifitas Kunyit, Bawang Putih Dan Mineral, Zink Terhadap Performa, Kolestrol Karkas Dan Status Kesehatan Broiler. Prosiding Seminar Nasional Teknologi Peternakan Dan Veteriner Inovasi Teknologi Mendukung Pengembangan Agribisnis Peternakan Ramah Lingkungan Bogor. Pusat Penelitian Dan Pengembangan Peternakan Badan Penelitian Dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian.
Priskila, Maria. 2008. Pengaruh Pemberian Ekstrak Bawang Putih (Allium Sativum, Linn.) Terhadap Penurunan Rasio Antara Kolesterol Total Dengan Kolesterol Hdl Pada Tikus Putih (Rattus Norvegicus) Yang Hiperkolesterolemik. Skripsi. Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta
Syamsiah, Tajuddin. 2003. Khasiat & manfaat bawang putih raja antibiotik alam. Agromedia Pustaka. Jakarta.
Safithri. 2004. Aktifitas Antibakteri Bawang Putih (Alium Stivum) Terhadap Bakteri Mastitis Subklinis Secara Invitro Dan Invivo Pada Ambing Tikus Putih (Rattus Novergicus) (Tesis). Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Siti. R dan Astri, DS. 2009. Pertumbuhan Dan Survival Rate Ikan Mas (Ciprinus Carpio) Pada berbagai Konsentrasi Peptisida Regent 0,3 G. Universitas Diponerogo. Semarang
Susanto, H. 2003. Budidaya Ikan Koi Secara Intensif. Agromedia Pustaka. Jakarta.
Triakoso, 1999. Manfaat Bawang Putih (Allium sativum Linn) Sebagai Makanan Tambahan Dalam Upaya Mempertahankan Produktivitas Ayam Pedaging. Karya Ilmiah Fakultas Peternakan Universitas Airlangga. Surabaya
Wibowo. S, 2007. Budidaya Bawang Putih, Bawang Merah, Bawang Bombay. Penebar Swadaya. Jakarta
Yongki. 2010. Cabai Merah Bawang Putih, Kunyit, Lengkuas Dan Jahe. Hhtp;// Yongkikastanyaluthana.Wordpress.Com/2010/10/6/Cabai-Merah-Bawang-Putih-Kunyit-Lengkuas-Dan-Jahe/ (12 Oktober 2010).
LAMPIRAN
Bawang Putih
Dikeringkan dalam Udara terbuka 1 hari
Bawang putih dicampur dengan 1 ml, 2 ml, 3 ml aquades
Direbus pada suhu 90o C selama 5 menit
Disaring dengan saringan halus
Lampiran 2. Alur Perlakuan Ekstraksi Bawang Putih Sebagai Anti Jamur Pada Telur Ikan Tawes
Persiapan wadah yang berupa akuarium sebagai tempat pemijahan induk, dan toples dengan kapasitas 10 liter
sebagai media uji telur ikan tawes. Selanjutnya dimasukkan air setnggi 10 cm.
Kemudian dilakukan ekstraksi bawang putih
Ikan tawes dipijahkan secara buatan selanjutnya telur ikan tawes diambil dan diletakkan pada media uji yang
berupa toples dengan kapasitas 10 liter.
Selanjutnya bahan uji (ektraksi bawang putih) disesuaikan dengan dosis yang diinginkan kemudian di
Lampiran 3. Tabel Data telur ikan Tawes (Puntius javanicus)
Perlakuan Ulangan Jumlah telur yangdiinkubasi yang menetasJumlah telur
P0
Tabel Data jumlah telur ikan tawes (Puntius javanicus) yang menetas
Perlakuan ulangan Total rata-rata
total 259 270 294 823 274,3333
rata-rata 86,3333333 90 98 274,3333 68,58333
Source of
Variation SS Df MS F P-value F crit
Between
Groups 1576,91667 3 525,6388889 18,12548 0,00063073 4,0661806 Within
LAMPIRAN 5 KEGIATAN SELAMA PENELITIAN
Bawang putih Bawang putih yang sudah diblender
Aqudest Larutan ekstraksi bawang putih
Perhitungan telur sebelum ditebar Telur ikan tawes
Perhitungan telur yang menetas larva ikan tawes yang menetas
Pengukuran DO Pengukuran pH
Pengamatan dengan mikroskop
Jamur saprolegnia sp pada telur ikan tawes