• Tidak ada hasil yang ditemukan

RENCANA PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR CIPTA KARYA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "RENCANA PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR CIPTA KARYA"

Copied!
78
0
0

Teks penuh

(1)

RENCANA PEMBANGUNAN

INFRASTRUKTUR CIPTA KARYA

Rencana pembangunan infrastruktur Cipta Karya merupakan perencanaan program yang secara detail dijabarkan dari segi pendanaan, teknis yang sesuai hasil studi kelayakan masing-masing sektor serta mengacu pada perundang-undangan selama 5 tahun ke depan dengan didukung hasil analisis kelembagaan daerah dan kapasitas keuangan daerah. Rencana pembangunan ini mencakup kelayakan (FS) dari sektor

Pengembangan Permukiman, Penataan Bangunan dan Lingkungan, Penyehatan Lingkungan Permukiman dan Pengembangan Air Minum. Secara singkat proses untuk pengembangan pencapaian rencana pembangunan perlu mengacu pada hasil-hasil sebagai berikut: (i) Penyusunan strategi pembangunan didasarkan pada RDTR, potensi dan kondisi fisik, ekonomi, politik dan kebijakan daerah yang terintegrasi dengan kebijakan nasional; (ii) Penilaian terhadap kemampuan pendanaan, kemampuan melakukan pinjaman selama periode perencanaan dan perlu dilihat kemampuan swasta dan masyarakat di Kabupaten/Kota untuk melakukan investasi; (iii) Penilaian terhadap kemampuan kelembagaan; (iv) Penyusunan program investasi sementara tanpa memperhitungkan kendala yang ada dengan mempertimbangkan pendanaan dan konsistensi dengan kebijakan daerah yang terintegrasi dengan kebijakan pusat; (v) Penyusunan rencana tindak peningkatan pendapatan; (vi) Penyusunan rencana tindak pengembangan kelembagaan; (vii) Penyusunan desain dan penilaian terhadap kelayakan proyek yang mendapat prioritas;

(viii) Penyusunan Rencana Program Investasi Jangka Menengah yang meliputi suatu program pembelanjaan, rencana pendanaan serta jadwal dan pengaturan pelaksanaan.

7.1 Sektor Pengembangan Kawasan Permukiman

Perumahan dan permukiman merupakan kebutuhan dasar manusia dan mempunyai peranan yang sangat strategis dalam pembentukan watak serta kepribadian bangsa, dan perlu dibina serta dikembangkan demi kelangsungan dan

(2)

menyampaikan jati diri. Untuk menjamin kepastian dan ketertiban hukum dalam pembangunan dan pemilikan , setiap pembangunan rumah hanya dapat dilakukan di atas tanah yang dimiliki berdasarkan hak-hak atas tanah sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Sistem penyediaan tanah untuk perumahan dan permukiman harus ditangani secara nasional karena tanah merupakan sumber daya alam yang tidak dapat bertambah akan tetapi harus digunakan dan dimanfaatkan sebesar-besarnya bagi kesejahteraan masyarakat. Proses penyediaannya harus dikelola dan dikendalikan oleh Pemerintah agar supaya penggunaan dan pemanfaatannya dapat menjangkau masyarakat secara adil dan merata tanpa menimbulkan kesenjangan ekonomi dan

sosial dalam proses bermukimnya masyarakat.

Untuk mewujudkan perumahan dan permukiman dalam rangka memenuhi kebutuhan jangka pendek, menengah dan panjang dan sesuai dengan rencana tata ruang, suatu wilayah permukiman ditetapkan sebagai kawasan siap bangun yang dilengkapi jaringan prasarana primer dan sekunder lingkungan. Penyelenggaraan pembangunan perumahan dan permukiman mendorong dan memperkokoh demokrasi ekonomi serta memberikan kesempatan yang sama dan saling menunjang antara badan usaha negara, koperasi dan swasta berdasarkan asas kekeluargaan.

Pembangunan di bidang perumahan dan permukiman yang bertumpu pada masyarakat memberikan hak dan kesempatan yang seluas-luasnya bagi masyarakat untuk berperan serta. Disamping usaha peningkatan pembangunan perumahan dan permukiman perlu diwujudkan adanya ketertiban dan kepastian hukum dalam

pemanfaatan dan pengelolaannya.

(3)

7.1.1 Kondisi Eksisting 7.1.1.1 Kondisi Umum

Pembangunan permukiman merupakan upaya untuk memenuhi kebutuhan dasar manusia sekaligus untuk meningkatkan mutu lingkungan kehidupan, memberi arah kepada pertumbuhan wilayah, memperluas lapangan kerja serta menggerakan kegiatan ekonomi dalam rangka peningkatan dan pemerataan kesejahteraan rakyat. Pembangunan perumahan dan permukiman juga merupakan bagian dari upaya mempercepat pembangunan wilayah melalui penyediaan sarana dan prasarana.

Pembangunan perumahan khususnya untuk masyarakat berpendapatan menengah ke bawah, dipelopori oleh Perum Perumnas. Sumber pembiayaan untuk

pemilikan rumah masih berasal dari dana jangka pendek (deposito dan tabungan) sementara kredit pemilikan rumah pada umumnya mempunyai jangka panjang. Kredit pemilikan rumah bagi masyarakat berpendapatan rendah hingga saat ini masih bergantung pada subsidi bunga yang diberikan oleh pemerintah.

Masyarakat berpendapatan rendah yang belum mempunyai kemampuan untuk memiliki rumah memenuhi kebutuhannya dengan menyewa. Selain itu, pemenuhan kebutuhan perumahan juga dilakukan oleh sebagian masyarakat secara swadaya. Mengingat sifatnya sebagai kebutuhan dasar manusia yang pada umumnya tidak cost-recovery maka keterlibatan badan usaha milik swasta dan masyarakat dalam penyediaan dan pengelolaan prasarana dan sarana dasar permukiman masih sangat terbatas.

1) Pengembangan Kawasan Permukiman Perdesaan

Pengembangan kawasan permukiman perdesaan di Kabupaten Tulungagung diarahkan pada Pengembangan Kawasan Terpilih Pusat Pengembangan Desa (KTP2D) dan Pengembangan Kawasan Agropolitan.

a) Pembangunan Kawasan Terpilih Pusat Pertumbuhan Desa (KTP2D

(4)

berupa sumber daya alam, sumber daya buatan ataupun sumber daya manusia yang difokuskan pada kemandirian masyarakat.

b) Pembangunan Kawasan Agropolitan

Kabupaten Tulungagung juga mengembangkan kawasan agropolitan, yaitu Kawasan Agropolitan Sendang di Desa Geger Kecamatan Sendang, dimana diperlukan penanganan khusus dalam hal bidang infrastruktur yaitu pengembangan jaringan air minum, penyehatan lingkungan dan pengelolaan sampah.

c) Penyediaan Prasarana dan Sarana dalam rangka Pembangunan Bencana Beberapa lokasi di wilayah Kabupaten Tulungagung merupakan kawasan

rawan bencana alam khususnya bencana gelombang pasang, tsunami dan tanah longsor di wilayah Selatan Kabupaten Tulungagung. Relokasi penduduk telah direncanakan oleh Pemerintah Kabupaten Tulungagung dan telah mendapatkan bantuan dari Departemen Kelautan dan Perikanan, namun terkendala dari pihak Perhutani karena lahan yang digunakan adalah milik Perhutani sedangkan Pemerintah Kabupaten Tulungagung belum mendapatkan persetujuan dari Menteri Kehutanan.

2) Pengembangan Kawasan Permukiman Perkotaan

Pengembangan kawasan permukiman perkotaan di Kabupaten Tulungagung diarahkan pada penyediaan prasarana dan sarana dasar (PSD) bagi kawasan Rumah Sehat Sederhana (RSH), penataan dan peremajaan kawasan, serta peningkatan kualitas permukiman. Perbaikan lingkungan

perumahan dan permukiman serta penyediaan PSD untuk meningkatkan kualitas permukiman selama ini telah dilakukan oleh Pemerintah Kabupaten Tulungagung. Tetapi belum semua kawasan perumahan dan permukiman dapat terjangkau dan terlayani sehingga diharapkan ada peran serta masyarakat dan swasta dalam mewujudkan kebutuhan perumahan dan permukiman yang sehat dan layak huni.

(5)

kebutuhan akan lahan dan ruang untuk tempat tinggal semakin meningkat seiring dengan lahan dan ruang di perkotaan semakin terbatas dan kecenderungan warga masyarakat yang ingin tinggal di dekat pusat-pusat kota. Akibatnya kawasan pusat kota tidak mampu lagi menampung aktivitas warganya yang berdampak pada sistem pelayanan perkotaan, kualitas lingkungan dan masalah sosial yang semakin kompleks. Untuk mengurangi dan menghilangkan kawasan kumuh, Pemerintah Kabupaten Tulungagung akan menata lingkungan kumuh berbasis komunitas dengan menciptakan kemandirian masyarakat dalam memeliharan lingkungan permukimannya menjadi tertata, bersih dan layak huni. Kawasan rawan bencana juga menjadi prioritas perbaikan lingkungan permukiman, seperti

kawasan rawan tanah longsor, genangan/ banjir, kebakaran dll.

Kawasan permukiman kumuh di Kabupaten Tulungagung ditetapkan di dalam Surat Keputusan (SK) Bupati Tulungagung Nomor 188.45/173/013/2015 Tentang Perubahan Atas Keputusan Bupati Nomor 188.45/232/013/2015 tentang Penunjukan Dan Penetapan Lokasi Penanganan Kawasan Prioritas Sektor Infrastruktur Dasar Di Kabupaten Tulungagung. Berdasarkan SK tersebut kawasan permukiman kumuh Kabupaten Tulungagung meliputi empat kecamatan dan 13 kawasan permukiman dengan luas total wilayah kawasan permukiman kumuh adalah 150.05 Ha. Adapun sebaran kawasan permukiman kumuh di Kabupaten Tulungagung berdasarkan SK Bupati Tulungagung dapat dilihat pada tabel 7-1.

7.1.1.2 Prasarana dan Sarana Dasar Permukiman

Kondisi prasarana dan sarana dasar permukiman pada saat ini cukup baik, terutama di kawasan permukiman berkelompok. Keberadaan drainase, jaringan air bersih dan sistem persampahan telah dilaksanakan secara terpadu. Sedangkan untuk kawasan permukiman yang menyebar hanya di wilayah perkotaan yang memiliki prasarana dan sarana permukiman meskipun dengan kondisi yang belum cukup memadai.

(6)
(7)

meningkatkan akses pada pasar. Kondisi lingkungan perumahan dan permukiman masih banyak yang perlu ditingkatkan, khususnya perbaikan perumahan masyarakat yang behun layak huni dan lingkungan permukiman yang masih terbatas prasarana dan sarana dasarnya.

Warga masyarakat di Kabupaten Tulungagung sebagian besar bertempat tinggal di kawasan perkotaan (ibukota kecamatan), hal ini terkait dengan kemudahan aksesibilitas dan tersedianya prasarana dan sarana perkotaan. Di sisi lain lahan dan ruang di kawasan perkotaan sangat terbatas, sehingga sering dijumpai suatu kawasan perkotaan padat penduduk yang mengakibatkan kawasan tersebut tidak tertata, teratur dan menjadi kumuh. Bila tidak segera kawasan kumuh

ini ditata dan dibenahi dapat menimbulkan kerawanan, seperti: masalah lingkungan hidup, sosial, kriminalitas dll. Penyediaan prasarana dan sarana dasar (PSD) perkotaan melalui pembangunan, peningkatan maupun pemeliharaan telah dilakukan selama ini.

Selain itu bantuan stimulan sebagai pendorong dalam perbaikan PSD, perumahan dan permukiman juga telah dilakukan oleh Pemerintah Kabupaten Tulungagung, yang diberikan kepada warga/masyarakat yang benar-benar membutuhkan untuk meningkatkan kualitas PSD perkotaan dan perumahan maupun lingkungannya. Kondisi lingkungan perumahan dan permukiman masih banyak yang perlu ditingkatkan, khususnya perbaikan perumahan masyarakat yang belum layak huni dan lingkungan permukiman yang masih terbatas prasarana dan sarana dasarnya.

7.1.1.3 Permasalahan Pembangunan Permukiman

(8)

kawasan perkotaan menjadi daya tarik bagi masyarakat dan masyarakat migran untuk datang dan tinggal karena kemudahan aksesibiltas ke pusat kota. Akibatnya sering dijumpai kawasan perkotaan menjadi kumuh karena lahan dan ruang yang terbatas telah beralih fungsi ruang, seperti: sempadan jalan, trotoar, saluran, ruang terbuka hijau dll dipergunakan untuk tempat jualan atau bahkan sebagai tempat hunian. Permasalahan tersebut antara lain adalah :

a) Terbatasnya kemampuan penyediaan prasarana dan sarana perumahan;

Penyediaan rumah oleh pemerintah yang ditujukan untuk masyarakat kurang mampu bertujuan untuk menurunkan harga rumah di kawasan tersebut. Namun demikian kemampuan pemerintah untuk melaksanakan hal tersebut masih

terbatas. Hal ini menjadi penghambat dalam penyediaan rumah sehingga menurunkan kualitas kawasan yang dihuni menjadi kawasan kumuh.

b) Meningkatnya luasan kawasan kumuh;

Hal ini terjadi karena tidak terkendalinya pertumbuhan kota utamanya yang menjadi penarik arus migrasi masyarakat. Selain itu, pertumbuhan kawasan kumuh dikarenakan ketidakpedulian masyarakat terhadap pembangunan rumah yang baik dan sehat. Hal tersebut akan menimbulkan kesenjangan sosial, kemacetan, ketidakteraturan, yang pada akhirnya akan menimbulkan ketidakefisienan serta pemborosan energi dan waktu.

c) Belum mantapnya kelembagaan penyelenggaraan pembangunan perumahan dan permukiman.

Hal ini terjadi karena kapasitas kelembagaan penyelenggara pembangunan

perumahan dan permukiman yang ada pada semua tingkatan pemerintah kurang kuat sehingga menyebabkan pemenuhan kebutuhan akan hunian menjadi terganggu. Pembentukan BP4D ternyata tidak efektif karena bukan badan operasional, dan kebijakan yang ada sulit diterapkan dan dikoordinasikan serta ditindaklanjuti.

d) Meningkatnya jumlah rumah tangga yang belum memiliki rumah;

(9)

e) Masih rendahnya efisiensi dalam pembangunan perumahan;

Hal tersebut terjadi karena belum adanya sumber pembiayaan perumahan jangka panjang selalu menjadi kendala bagi pengembangan pasar perumahan yang sehat. Kesenjangan tersebut menyebabkan pasar perumahan tidak sehat dan merugikan konsumen.

f) Pembiayaan perumahan yang terbatas dan pola subsidi yang memungkinkan terjadinya salah sasaran.

Tingginya bea administrasi perijinan yang dikeluarkan dalam pembangunan perumahan merupakan suatu persoalan yang senantiasa dihadapi dalam pembangunan perumahan. Biaya perijinan mencapai 20% dari nilai rumah. Hal

ini tidak efisien sehingga menjauhkan keterjangkauan konsumen pada harga yang ditawarkan. Bantuan dari pemerintah seluruhnya tidak terkoordinasi dengan baik. Hal ini menimbulkan kemungkinan besar salah sasaran dalam pemberian bantuan.

7.1.2 Sasaran Program

Berdasarkan kondisi eksisting tersebut diatas, maka dapat dirumuskan sasaran program sektor pengembangan permukiman sebagaimana tabel 7-2. Sasaran program tersebut merupakan arahan kebijakan yang menjadi acuan penetapan target pembangunan sektor pengembangan kawasan permukiman dalam 5 (lima) tahun yang akan datang.

Tabel 7-2

Matriks Sasaran Program Sektor Pengembangan Kawasan Permukiman

No. Uraian Sasaran Tahun I Tahun II Tahun III Tahun IV Tahun V

(10)

No. Uraian Sasaran Tahun I Tahun II Tahun III Tahun IV Tahun V

(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9)

Dalam upaya pencapaian sasaran program yang telah dirumuskan, maka diusulkan kegiatan-kegiatan setiap tahunnya sebagaimana dalam tabel 7-3 dan 7-4.

7.2 Sektor Penataan Bangunan Lingkungan 7.2.1 Kondisi Eksisting

7.2.1.1 Kondisi Peraturan Daerah tentang Bangunan Gedung

Kebijakan penataan bangunan dan lingkungan mengacu pada UU No. 1 tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman, UU No. 28 tahun 2002 tentang Bangunan Gedung, PP No 36 tahun 2005 tentang Peraturan Pelaksanaan UU No. 28 tahun 2002 tentang Bangunan Gedung, Permen PU No. 06/PRT/M/2007 tentang Pedoman Umum Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan, Permen PU No.14 /PRT/M/2010 tentang Standar Pelayanan Minimal bidang Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang dan Peraturan Daerah Kabupaten Tulungagung Nomor 22 Tahun 2011 tentang Bangunan Gedung.

Peraturan Daerah Kabupaten Tulungagung Nomor 22 Tahun 2011 tentang

Bangunan Gedung mengatur ketentuan mengenai: a. fungsi bangunan gedung

b. persyaratan bangunan gedung c. penyelenggaraan bangunan gedung d. peran serta masyarakat

(11)
(12)
(13)
(14)

Adapun fungsi bagunan gedung adalah: a. fungsi hunian

b. fungsi keagamaan c. fungsi usaha

d. fungsi sosial dan budaya e. fungsi khusus

f. bangunan gedung lainnya yang memiliki lebih dari satu fungsi

Setiap bangunan gedung haus memenuhi persyaratan administratif dan persyaratan teknis yang ditentukan sesuai dengan fungsi bangunan gedung. Adapun persyaratan admisitratif bangunan gedung adalah:

a. status hak atas tanah dan/ atau pemanfaatan dari pemegang hak atas tanah b. status kepemilikan bangunan gedung

c. IMB

Sedangkan persyaratan teknis banguan gedung meliputi: a. persyaratan tata bangunan

b. persyaratan keadaan bangunan gedung

7.2.1.2 Kondisi Ruang Terbuka Hijau

Ruang terbuka hijau (RTH) berdasarkan Undang-undang No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang adalah area memanjang atau jalur dan/atau mengelompok, yang penggunaannya lebih bersifat terbuka sebagai tempat tumbuh tanaman, baik yang tumbuh secara alamiah maupun yang sengaja ditanam.

Sedangkan berdasarkan Permendagri No. 1 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang Terbuka Hijau Kawasan Perkotaan, RTH adalah Bagian dari ruang terbuka suatu kawasan perkotaan yang diisi oleh tumbuhan dan tanaman guna mendukung manfaat ekologi, sosial, budaya, ekonomi dan estetika.

(15)

RTH telah memiliki total luas lebih besar dari peraturan/ perundangan yang berlaku, maka proporsi tersebut harus tetap dipertahankan keberadaannya. Berikut ini adalah tabel data RTH bagian wilayah perkotaan Tulungagung:

Tabel 7-5

Data RTH BWP Tulungagung

No. Uraian Luas

(ha) Keterangan

1. Luas BWP T. Agung 4.043,00 Kebutuhan RTH Publik

20% 808,60

Kebutuhan RTH Privat

10% 404,30

Total Kebutuhan RTH 1.212,90 2. Kondisi Eksisting

RTH Publik 812,44 20,09% RTH Privat 372,26 9,20%

Sumber: Dinas PU Bina Marga Perumahan dan Cipta Karya Kabupaten Tulungagung

RTH di wilayah perkotaan Tulungagung antara lain adalah kawasan hijau taman kota/aloon-aloon Tulungagung (Gambar 7.1), hutan kota (Gambar 7.2), kawasan jalur hijau, kawasan hijau sekolah dan kawasan hijau perkantoran. Kawasan hijau taman kota selain memiliki fungsi utama sebagai taman kota juga berfungsi sebagai sarana olahraga dan rekresai warga. Hutan kota dimanfaatkan sebagai sarana edukasi, konservasi, rekreasi dan olahraga. Selain RTH tersebut,

(16)

Gambar 7.1 Kawasan Hijau Taman Kota

Gambar 7.2 Hutan Kota

7.2.1.3 Potensi dan Tantangan Penataan Bangunan dan Lingkungan

Potensi penataan bangunan dan lingkungan:

a. Pertumbuhan dan perkembangan ruang perkotaan yang akan terjadi memerlukan adanya penataan kembali

b. Kebutuhan akan ruang terbuka hijau di wilayah perkotaan dengan proporsi minimal 30% dari total wilayah perkotaan sesuai dengan Peraturan Bupati Tulungagung No. 48 tahun 2009 tentang Pengelolaan RTH

c. Pesatnya perkembangan permukiman oleh pihak swasta/developer

Tantangan penataan bangunan dan lingkungan:

(17)

b. Relokasi permukiman yang membutuhkan lahan dan pembiayaan yang tidak sedikit

7.2.2 Sasaran Program

(18)

7.2.3 Usulan Kebutuhan Program

Dalam upaya pencapaian sasaran program sektor penataan bangungan dan lingkungan, maka dirumuskan usulan yang merupakan hasil identifikasi program yang dijabarkan setiap tahunnya. Usulan tersebut secara terinci dapat dilihat pada tabel 7-7 dan tabel 7-8

Tabel 7-7

Matriks Usulan Kebutuhan Program Sektor Penataan Bangunan dan Lingkungan

No. Kawasan

II Penataan Bnangunan dan Lingkungan Strategis 1. Kawasan ... m2

V Fasilitasi Ruang Terbuka Publik/ Edukasi dan Partisipasi Masyarakat 1. Kecamatan

...

(19)
(20)

7.3 Sektor Pengembangan Sistem Penyediaan Air Minum (SPAM) 7.3.1 Kondisi Eksisting

7.3.1.1 Data Pelayanan Air Minum, Baik Perpipaan Maupun Non Perpipaan

Penyediaan air bersih secara tersistem di Kabupaten Tulungagung dikelola oleh lembaga seperti Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM), Himpunan Pengelola dan Pemakai Air Minum (HIPPAM), ataupun sumur bor yang dikelola oleh masyarakat secara bersama-sama. Sedangkan masyarakat yang belum terlayani oleh jaringan perpipaan, memanfaatkan sumur gali, sumur pompa pribadi ataupun mata air sebagai sumber air bersih.

Sarana air bersih Kabupaten Tulungagung yang dikelola oleh PDAM

Kabupaten Tulungagung melalui jaringan perpipaan beroperasi sejak tahun 1988 dengan wilayah pelayanan mencakup ibukota kecamatan dengan kategori pelayanan 1 BNA Induk dan 9 cabang sebagai berikut :

1. BNA Induk Tulungagung 2. Cabang BNA Ngunut 3. Cabang PDAM Sendang 4. Cabang PDAM Karangrejo 5. Cabang PDAM Sumbergempol 6. Cabang PDAM Campurdarat 7. Cabang PDAM Rejotangan 8. Cabang PDAM Pagerwojo 9. Cabang PDAM Bandung

10.Cabang PDAM Kauman

Adapun wilayah pelayanan PDAM Kabupaten Tulungagung dapat dilihat pada tabel 7-9 berikut:

Tabel 7-9

Wilayah Pelayanan PDAMKabupaten Tulungagung Tahun 2014

No. BNA/IKK Daerah Pelayanan

1 BNA Induk Tulungagung

(21)

No. BNA/IKK Daerah Pelayanan

2 IKK Ngunut Desa Gilang, Desa Ngunut, Desa Kaliwungu, Desa Pulosari, Desa Sumberejo Wetan, Desa Sumberejo Kulon, Desa Purworejo, Desa Kromasan

3 IKK Sendang Kecamatan Sendang 4 IKK Karangrejo Kecamatan Karangrejo 5 IKK Sumbergempol Kecamatan Sumbergempol 6 IKK Rejotangan Kecamatan Rejotangan

7 IKK Campurdarat Desa Campurdarat, Desa Gamping, Desa Gedangan, Desa Sawo, Desa Ngentrong

8 IKK Bandung Desa Gandong, Desa Suruhan Lor, Desa Suruhan Kidul, Desa Mergayu, Desa Bandung, Desa Ngunggahan, Desa Wateskroyo 9 Pagerwojo Desa Mulyosari, Desa Samar

10 Kauman Desa Pucangan, Desa Krajan, Desa Batangsaren, Desa Bolorejo, Desa Kauman, Desa Sidoarjo, Desa Kalangbret, Desa Mojosari, Desa Karanganom, Desa Panggungrejo

Sumber: Rencana Induk Sistem Penyediaan Air Minum, 2014

Beberapa tahun terakhir, Pemerintah Kabupaten Tulungagung juga memberikan pelayanan air minum kepada masyarakat dengan kegiatan berupa pembangunan sarana air minum perdesaan. Sumber air yang digunakan adalah mata air atau sumur dalam yang disesuaikan dengan kondisi daerah. Pembangunan sarana air minum ini yaitu dengan membangun daerah tangkapan mata air (broncaptering) yang kemudian dialirkan ke bak pembagi terus disalurkan ke rumah – rumah dan hidran umum (HU) dan selanjutnya warga masyarakat mengambil air dari hidran umum tersebut.

(22)

7.3.1.2 Luas Cakupan Pelayanan Per Kecamatan

Beberapa tahun terakhir, Pemerintah Kabupaten Tulungagung juga memberikan pelayanan air minum kepada masyarakat dengan kegiatan berupa pembangunan sarana air minum perdesaan. Sumber air yang digunakan adalah mata air atau sumur dalam yang disesuaikan dengan kondisi daerah. Pembangunan sarana air minum ini yaitu dengan membangun daerah tangkapan mata air (broncaptering) yang kemudian dialirkan ke bak pembagi terus disalurkan ke rumah – rumah dan hidran umum (HU) dan selanjutnya warga masyarakat mengambil air dari hidran umum tersebut.

Kelestarian lingkungan dan kesinambungan pelayanan air minum tidak

lepas dari aspek peran serta masyarakat dan swasta. Peran masyarakat sebagai pemakai jasa yang berperan sekaligus, baik dalam melestarikan lingkungan dan menjaga kelestarian dan aksesibilitas kepada pelayanan air minum yang berkesinambungan, juga terkait dengan aspek sosial budaya atau kebiasaan atau budaya yang dianut masyarakat tersebut. Disiplin dalam membayar iuran, berhemat dalam pemakaian air minum serta proaktif dalam mencegah kebocoran air merupakan beberapa kontribusi yang dapat dilakukan masyarakat guna menjamin kesinambungan akses terhadap pelayanan air minum yang sehat.

Tabel 7.10

Jumlah Pelayanan Jaringan Perpipaan Air Bersih Tersistem

No. Kecamatan

(23)

No. Kecamatan

12 Tulungagung - 6.340 6.340 17.244 36,77% 13 Kedungwaru - 2.622 2.622 23.539 11,14% 14 Ngantru - - 0 14.676 0,00% 15 Karangrejo 5.571 268 5.839 13.260 44,03% 16 Kauman 859 1.829 2.688 13.994 19,21% 17 Gondang 474 319 793 17.566 4,51% 18 Pagerwojo 8.131 1.610 9.741 9.841 98,98% 19 Sendang 11.810 2.239 14.049 14.360 97,83%

Jumlah 55.784 20.050 75.834 305.400 24,83%

Sumber: Rencana Induk Sistem Penyediaan Air Minum, 2014

Gambar 7.3 Grafik Jumlah Pelayanan Sistem Jaringan Perpipaan Air Bersih Tersistem

(24)

Gambar 7.4 Grafik Prosentase Jumlah KK Terlayani Sistem Jaringan Perpipaan Air Bersih Tersistem

Dari grafik di atas diketahui bahwa lebih dari 90% KK di Kecamatan

Sendang dan Pegerwojo bergantung pada penyediaan air bersih tersistem. Hal tersebut dikarenakan kondisi wilayah berupa dataran tinggi yang tidak memungkinkan masyarakat untuk membuat sumur sendiri. Di sisi lain, Kecamatan Ngantru merupakan kecamatan yang belum terjangkau oleh pelayanan air bersih secara tersistem.

Gambar 7.5 Kondisi Mata Air Yang Dimanfaatkan Masyarakat dan Kondisi Masyarakat Saat Mengambil Air Bersih Dari Mata Air

(25)

sebagai sumber air bersih. Berikut ini hasil pendataan tentang jenis sarana air bersih yang digunakan penduduk secara pribadi:

Tabel 7.11

Jenis Sarana Air Bersih Sistem Bukan Jaringan Perpipaan Yang Digunakan Penduduk

Besuki 9.622 6 8.392 0 87,3% Bandung 14.778 4 11.519 0 78,0% Pakel 15.699 0 13.626 0 86,8% Campurdarat 17.293 14 11.419 0 66,1% Tanggunggunung 8.863 0 856 45 10,2% Kalidawir 18.343 262 12.801 73 71,6% Pucanglaban 9.128 0 997 170 12,8% Rejotangan 20.301 321 14.754 0 74,3% Ngunut 20.688 717 16.311 0 82,3% Sumbergempol 21.393 882 15.388 0 76,1% Boyolangu 24.812 57 17.832 0 72,1% Tulungagung 17.244 447 8.163 0 49,9% Kedungwaru 23.539 737 16.940 0 75,1% Ngantru 14.676 845 10.043 0 74,2% Karangrejo 13.260 176 8.449 0 65,0% Kauman 13.994 256 9.435 0 69,3% Gondang 17.566 85 15.091 0 86,4% Pagerwojo 9.841 0 1.189 0 12,1% Sendang 14.360 0 1.494 0 10,4%

Total 305.400 4.809 194.699 288 65,4%

(26)

Gambar 7.6 Grafik Jumlah KK Terlayani Tidak Tersistem(Bukan Jaringan Perpipaan)

Berdasarkan data di atas dapat diketahui bahwa sebesar 65,4% dari seluruh KK di Kabupaten Tulungagung melakukan penyediaan air bersih secara tidak tersistem baik berupa pemanfaatan sumur pompa tangan, sumur gali maupun air hujan. Di empat kecamatan berdataran tinggi seperti Kecamatan

Tanggunggunung, Pucanglaban, Pagerwojo dan Sendang, masyarakat bergantung pada penyediaan air secara tersistem mengingat. Pemanfaatan air hujan terjadi Kecamatan Tanggunggunung, Kalidawir dan Pucanglaban.

Jumlah KK yang telah mengakses air bersih dari yang tersistem maupun yang tidak tersistem sebesar 275.630 KK. Sedangkan jumlah KK yang diketahui belum mengakses air bersih sebesar 29.770 KK. Maka sekitar 90% penduduk di Kabupaten Tulungagung sudah mengakses air bersih dan 10% masih belum mendapatkan akses air bersih.

(27)
(28)
(29)
(30)

SPAM perdesaan yang ada di Kabupaten Tulungagung dikelola oleh HIPPAM (Himpunan Penduduk Pemakai Air Minum) dan swadaya masyarakat. HIPPAM di Kabupaten Tulungagung cukup besar pemakainya, mengingat luas wilayah dan persebaran permukiman di Kabupaten Tulungagung yang menyebar. Sebagian penduduk yang tidak terlayani PDAM memperoleh air bersih/minum yang dikelola oleh HIPPAM. Sumber air yang digunakan oleh HIPPAM adalah mata air maupun sungai yang ada di sekitar permukiman penduduk. Pada tabel berikut ini merupakan capaian pelayanan air minum perdesaan pada awal tahun 2014 yang dikelola oleh HIPPAM.

7.3.1.3 Lokasi dan Kapasitas Air Baku

Sumber air baku yang digunakan oleh PDAM berupa air permukaan dan air tanah. Air permukaan diambil dari Sungai dan sumber mata air, sedangkan air tanah diambil melalui sumur bor. Berikut ini adalah tabel-tabel air baku:

Tabel 7.13

Daftar Sumber Mata Air Yang Digunakan PDAM “Tirta Cahya Agung” Kabupaten Tulungagung Tahun 2013

No. Cabang

Mata Air

Nama Lokasi Kapasitas (l/dt) Jenis

Pengaliran Sumber Terpasang Termanfaatkan

1 Rejotangan Kandung Tanen 60 10 7 gravitasi 2 Campurdarat Gamping Gamping 50 10 8 dipompa

JUMLAH 110 20 15

Sumber: Rencana Induk Sistem Penyediaan Air Minum, 2014

Dari tabel di atas diketahui bahwa PDAM Cabang Rejotangan dan Campurdarat menggunakan air baku berupa sumber mata air. PDAM Cabang Rejotangan mengambil air baku dari sumber mata air Kandung yang terletak di Desa Tanen dengan kapasitas sumber sebesar 60 l/dt, kapasitas terpasang 10 l/dt

(31)

yang terletak di Desa Gamping dengan kapasitas sumber sebesar 50 l/dt, kapasitas terpasang 10 l/dt dan kapasitas termanfaatkan 8 l/dt yang dialirkan ke reservoar dengan pemompaan. Sehingga dari sini dapat diketahui bahwa sumber-sumber mata air yang digunakan oleh PDAM memilki total kapasitas sumber sebesar 110 l/dt, kapasitas terpasang 20 l/dt dan kapasitas termanfaatkan sebesar 15 l/dt.

Tabel 7.14

Daftar Sumur Bor Yang Digunakan Oleh PDAM “Tirta Cahya Agung” Kabupaten Tulungagung Tahun 2013

No. Cabang

Sumur Bor

Nama Kapasitas (l/dt)

terpasang termanfaatkan

1 Ngunut Ngunut 15 13 2 Bandung Bandung 10 6

JUMLAH 25,0 19,0

Sumber: Rencana Induk Sistem Penyediaan Air Minum, 2014

Dari tabel di atas diketahui bahwa PDAM Cabang Ngunut dan Bandung menggunakan air baku berupa sumur bor. PDAM Cabang Ngunut mengambil air baku dari sumur bor Ngunut dengan kapasitas terpasang 15 l/dt dan kapasitas termanfaatkan 13 l/dt. Sedangkan PDAM Cabang Bandung mengambil air baku dari sumur bor Bandung dengan kapasitas terpasang 10 l/dt dan kapasitas termanfaatkan 6 l/dt. Sehingga dari sini dapat diketahui bahwa sumur-sumur bor yang digunakan oleh PDAM memilki total kapasitas terpasang 25 l/dt dan kapasitas termanfaatkan sebesar 19 l/dt.

Tabel 7.15

Daftar Sungai Yang Digunakan Oleh PDAM “Tirta Cahya Agung” Kabupaten Tulungagung Tahun 2013

No. Cabang/Unit

Instalasi Pengolahan Air

Nama Sumber Air Baku

(32)

No. Cabang/Unit

2 Sendang Argowilis Argowilis 20 9 baja Nglorok Nglurup 20 9 baja 3 Pagerwojo Pokek 20 10,0 baja 4 Gambiran 20 2,1 paket baja

JUMLAH 230 144,1

Sumber: Rencana Induk Sistem Penyediaan Air Minum, 2014

Debit sungai Song yang tercatat oleh PDAM adalah 750 l/dt. Air baku dialirkan ke dua unit instalasi pengolahan air Jatiwekas dengan kapasitas berbeda. Instalasi pertama berupa konstruksi beton dengan kapasitas terpasang 100 l/dt dan kapasitas produksi 90 l/dt. Sedangkan instalasi kedua berupa konstruksi paket baja dengan kapasitas terpasang sebesar 50 l/dt dan kapasitas produksi 24 l/dt. Sehingga diperoleh total kapasitas terpasang sebesar 150 l/dt dan total kapasitas produksi sebesar 114 l/dt. Air hasil olahan dari kedua instalasi di Jatiwekas ini dialairkan ke pelanggan di Kecamatan Tulungagung, Karangrejo, Sumbergempol, Gondang dan Kauman.

7.3.1.4 Kinerja PDAM

(33)

AGUNG” maka pada Peraturan Daerah ini ditetapkan nama PDAM “TULUNGAGUNG” menjadi PDAM ”TIRTA CAHYA AGUNG”. Perusahaan Daerah Air Minum “TIRTA CAHYA AGUNG” Kabupaten Tulungagung merupakan Badan Usaha Milik Daerah yang menyelenggarakan pelayanan di bidang penyediaan air minum dan bertanggung jawab atas ketersediaan air minum di Kabupaten Tulungagung.

Tujuan pendirian PDAM adalah :

1) Menyediakan pelayanan kepada masyarakat sesuai dengan ruang lingkup usahanya;

2) Memberikan kontribusi pada pendapatan asli daerah;

3) Turut serta meningkatkan perekonomian daerah.

Untuk mencapai tujuan tersebut PDAM melaksanakan kegiatan sebagai berikut: 1) Memproduksi air minum;

2) Mendistribusikan air minum kepada pelanggan;

3) Mendirikan, membangun dan/atau mengelola instalasi air minum; 4) Membentuk dan mengembangkan unit usaha.

Organisasi kelembagaan PDAM terdiri dari Bupati, Direksi dan Dewan Pengawas. Direksi diangkat oleh Bupati atas usulan Dewan Pengawas. Direksi mempunyai tugas:

1. Menyusun perencanaan, melakukan koordinasi dan pengawasan seluruh kegiatan operasional PDAM;

2. Membina pegawai;

3. Mengurus dan mengelola kekayaan PDAM;

4. Menyelenggarakan administrasi umum dan keuangan;

5. Menyusun Rencana Strategis Bisnis 5 (lima) tahunan (business plan/ corporate plan) yang disahkan oleh Bupati melalui usul Dewan Pengawas; 6. Menyusun dan menyampaikan Rencana Bisnis dan Anggaran Tahunan

(34)

Dewan Pengawas berasal dari unsur Pejabat Pemerintah Daerah, profesional dan masyarakat konsumen yang diangkat oleh Bupati.Dewan Pengawas mempunyai tugas:

1) Melaksanakan pengawasan, pengendalian dan pembinaan terhadap Pengurus dan Pengelola PDAM;

2) Memberikan pertimbangan dan saran kepada Bupati baik diminta atau tidak diminta guna perbaikan dan pengembangan PDAM;

3) Memeriksa dan menyampaikan Rencana Strategis Bisnis (business plan/ corporate plan), dan Rencana Bisnis dan Anggaran Tahunan PDAM yang dibuat Direksi kepada Bupati untuk mendapatkan pengesahan;

4) Mengadakan rapat dengan Direksi paling sedikit 3 (tiga) bulan sekali;

5) Menyampaikan laporan hasil pelaksanaan tugas kepada Bupati setiap 3 (tiga) bulan sekali dan sewaktu-waktu apabila diperlukan;

6) Melaksanakan tugas lain yang diberikan Bupati sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

7.3.1.5 Potensi dan Tantangan Pengembangan SPAM

Potensi pengembangan SPAM:

a. Air tanah di wilayah Kabupaten Tulungagung tergolong dangkal

b. Minimnya akses pelayanan jaringan air minum perpipaan yang dimiliki MBR. c. Adanya pencemaran air tanah pada kawasan minapolitan

d. Peningkatan dan perluasan kapasitas terpasang

e. Jumlah penduduk yang meningkat Tantangan pengembangan SPAM:

a. Masyarakat terutama di daerah pedesaan masih merasa belum membutuhkan pelayanan PDAM karena kebutuhan air tercukupi dengan sumur

b. Adanya tuntutan PP No. 16 tahun 2005 untuk memenuhi kualitas air olahan PDAM sebagai air yang layak diminum langsung (potable water) sesuai kriteria yang disyaratkan

(35)

d. Adanya tuntutan untuk lebih meningkatkan pengarusutamaan gender dalam pembangunan air minumyang kini relatif masih rendah

e. Adanya potensi masyarakat dan swasta dalam pengembangan SPAM yang belum diberdayakan secara optimal

f. Pertambahan penduduk berbanding lurus dengan kebutuhan air bersih

7.3.2 Sasaran Program

Arah Kebijakan SPAM Kabupaten Tulungagung adalah memprioritaskan pembangunan dan pengembangan SPAM yang ditekankan pada kawasan perdesaan, khususnya untuk masyarakat miskin yang berada pada desa rawan air

minum. Upaya untuk memperkuat tugas dan fungsi regulator dan operator penyelenggaraan SPAM (PDAM, Dinas PU Kab/Kota, UPT, Kelompok Masyarakat) di Kabupaten Tulungagung dilakukan dengan cara meningkatkan sumber daya manusia yang ada melalui pelatihan, Peningkatan kualitas air minum, memperkuat fungsi dinas-dinas terkait; memperkuat PDAM; membentuk UPT/BLU; memberdayakan kelompok masyarakat dan HIPPAM. Sedangkan upaya untuk memperkuat prinsip kepengusahaan dan kewirausahaan pada lembaga penyelenggaraan (PDAM) di Kabupaten Tulungagung dilakukan melalui penyehatan PDAM, pengoptimalan kapasitas produksi dan penyesuaian tarif.

Selama periode perencanaan 17 tahun, pengembangan SPAM Kabupaten Tulungagung akan dibagi menjadi tiga tahap perencanaan.

• Tahap Pertama (jangka pendek) : 2015 – 2020

• Tahap Kedua (jangka menengah) : 2021 – 2025

• Tahap Ketiga (jangka panjang) : 2026 – 2032

(36)

pula penurunan tingkat kebocoran air dan perbaikan/memaksimalkan sarana dan prasarana air bersih yang ada. Potensi air baku ini dapat berupa air sungai dan mata air. Sedangkan pentahapan berikutnya lebih banyak ditekankan pada perluasan jaringan, pembuatan sarana-prasarana air bersih baru, pemanfaatan air baku potensial, serta penurunan tingkat kebocoran. Sedangkan pada tahap akhir diharapkan pelayanan air bersih di Kabupaten Tulungagung mencapai 100% dari penduduk yang ada di Kabupaten Tulungagung dapat terlayani air bersih.

Dalam rangka menjamin keberlanjutan Rencana Induk SPAM Kabupaten Tulungagung dan dengan mempertimbangkan dinamika perkembangan kota yang terjadi, maka perlu direncanakan pula kegiatan peninjauan ulang (review) terhadap

(37)

7.3.3 Usulan Kebutuhan Program

Usulan program pengembangan air minum untuk Kabupaten Tulungagung adalah mengoptimalkan pelayanan yang ada saat ini, pengembangan pada kawasan-kawasan yang belum memiliki jaringan air minum, dan pengembangan SPAM di desa rawan air, pesisir dan terpencil khususnya di PPI (Pelabuhan Perikanan Ikan) Sine, pembangunan sarana air minum di Desa Jengglungharjo, Kecamatan Tanggunggunung, serta Optimalisasi sarana air minum Desa Kalibatur Kecamatan Kalidawir. Matriks usulan kebutuhan sektor pengembangan SPAM dapat dilihat pada tabel 7-17, 7-18 dan 7-19

(38)
(39)
(40)
(41)
(42)
(43)
(44)

7.4 Sektor Pengembangan Penyehatan Lingkungan Permukiman (PLP) 7.4.1 Kondisi Eksisting

7.4.1.1 DATA PENGELOLAAN AIR LIMBAH EKSISTING (TERPUSAT MAUPUN SETEMPAT)

Air limbah domestik adalah air buangan dari rumah penduduk yang berasal dari pembuangan tinja manusia. Pengelolaan tinja manusia memerlukan penanganan yang khusus karena tinja mengandung bakteri patogen yang dapat menularkan penyakit seperti Thypus, Hepatitis, diare dan sebagainya.

Sasaran pengelolaan prasarana dan sarana air limbah di Kabupaten Tulungagung ditekankan pada pengelolaan air limbah permukiman yang terdiri atas

air limbah domestik (rumah tangga) yang berasal dari air sisa mandi, cuci, dapur dan tinja manusia dari lingkungan permukiman serta air limbah industri rumah tangga yang tidak mengandung Bahan Beracun dan Berbahaya (B3).

Permasalahan yang sering dihadapi di lapangan yaitu adanya persepsi dari sebagian masyarakat bahwa sarana sanitasi air limbah belum menjadi kebutuhan yang mendesak. Di Kabupaten Tulungagung saat ini sudah tersedia fasilitas pengolahan lumpur tinja (IPLT) namun masih perlu penanganan yang lebih baik. Selama ini pelayanan penyedotan lumpur tinja di Kabupaten Tulungagung dilakukan oleh pihak pemerintah dalam hal ini Dinas PU Bina Marga, Perumahan dan Cipta Karya dan pihak swasta namun karena kapasitas IPLT yang terbatas maka terkadang limbahnya dibuang ke luar Kabupaten Tulungagung atau di tempat-tempat tertentu (misal: sungai) yang akan sulit dalam pemantauannya. Apabila hal

tersebut tidak segera ditangani secara lebih baik dikuatirkan akan terjadi masalah/ konflik di kemudian hari.

(45)

perkotaan. Sistem sanitasi komunal menjadi salah satu alternatif pada lokasi-lokasi yang memiliki kepadatan penduduk yang tinggi atau pada kawasan kumuh.

Sistem pembuangan air limbah rumah tangga sebaiknya dipisahkan dengan sistem pembuangan air hujan, namun sering dijumpai limbah dari rumah tangga dibuang ke dalam sistem pembuangan air hujan, untuk mengatasi masalah tersebut di atas, maka idealnya pada setiap hunian rumah tangga atau kawasan permukiman harus memiliki sistem penanganan air limbahnya berupa sumur resapan sebelum masuk ke dalam saluran drainase lingkungan. Dengan demikian air limbah yang masuk ke saluran/ drainase sudah relatif bersih. Cakupan layanan air limbah domestik saat ini di Kabupaten Tulungagung dapat dilihat pada tabel

7-20.

Dalam tabel tersebut, dapat diketahui berapa jumlah KK dengan akses sanitasi layak dan sanitasi tidak layak. penduduk yang melakukan BABS sebanyak 19.782 KK atau 7,79%, yang menggunakan tangki septik individual belum aman sebanyak 39.434 KK atau 15,53% dan yang menggunakan cubluk sebanyak 24.101 KK atau 9,49% (terjadi di wilayah dengan kepadatan penduduk <50 orang/ha) dan yang menggunakan akses yang layak baik dengan sistem onsite individual maupun offsite komunal mencapai 170.882 KK atau 67,28%.

Dan untuk kondisi sarana prasarana pengelolaan air limbah domestik kabupaten Tulungagung berdasarkan tabel kondisi prasarana dan sarana pengelolaan air limbah domestik bahwa di kabupaten Tulungagung ada SPAL setempat sisten on site yaitu MCK++ sebanyak 32 unit dan dibangun tahun 2010

(46)
(47)
(48)

Tabel 7-21

Kondisi Sarana dan Prasarana Pengelolaan Air Limbah Domestik

No. Jenis Satuan Jumlah

Komunal < 10KK Unit 0 Berfungsi

-Kawasan

Permukiman/Perumahan (Biofilter)

2. MCK++ Unit 32 Berfungsi

-Kawasan Permukiman, Ponpes dan Pasar (DAK SLBM dan SANIMAS)

3. Truk Tinja Unit 7 Berfungsi

-Milik Pemkab. Tulungagung dan Swasta

4. IPLT : Kapasitas m3/hari 71,315 Berfungsi

-IPLT Moyoketen(saat ini

Keterangan : IPLT : Instalasi Pengolahan Lumpur Tinja IPAL : Instalasi Pengolahan Air Limbah

Sumber :Strategi Sanitasi Kabupaten Tulungagung Tahun 2016

Instansi yang terkait dengan pengelolaan air limbah di Kabupaten Tulungagung adalah Badan Lingkungan Hidup; Dinas PU Bina Marga, Perumahan dan Cipta karya; dan Dinas Kesehatan. Sedangkan untuk peraturan terkait air limbah, Kabupaten Tulungagung belum memiliki.

7.4.1.2 KONDISI EKSISITING PENGELOLAAN PERSAMPAHAN DI KABUPATEN TULUNGAGUNG (TPA DAN 3R)

(49)

TPA. Penerapan pengurangan sampah masih belum berjalan optimal. Secara umum kondisi eksisting penanganan persampahan di Kabupaten Tulunggung diuraikan di bawah ini.Penanganan sampah meliputi kegiatan pemilahan, pewadahan, dan pengolahan. Saat ini kesadaran masyarakat untuk memilah sampah dari sumbernya masih rendah. Sebagian besar pewadahan sampah yang dilakukan masyarakat saat ini masih dijadikan satu.Pengurangan sampah di sumber belum banyak dilakukan oleh masyarakat. Beberapa daerah di Kabupaten Tulungagung telah melakukan kegiatan pengurangan sampah melalui bank sampah dan Tempat Penampungan Sementara Reduce, Reuse, Recycle (TPS 3R).

Teknik pengumpulan sampah dilakukan secara langsung dan tidak langsung. Pengumpulan secara langsung dilakukan oleh penghasil sampah dibawa ke TPS. Sampah dari sumbernya tiap hari yang berasal dari orang pribadi atau badan diangkut ke TPA secara mandiri. Pengumpulan tidak langsung dilakukan oleh masing-masing penghasil sampah ke tempat penampungan sampah komunal. Petugas kebersihan/pengumpul kemudian mengambil sampah dari tempat-tempat pengumpulan komunal tersebut dan dibawa ke TPS atau depo yang selanjutnya dipindahkan ke kontainer/dump truck dan diangkut ke TPA. Kegiatan pengumpulan sampah dari kegiatan pembersihan/penyapuan jalan pada daerah pusat kota seperti ruas jalan protokol, pusat perdagangan, taman kota, saluran dan lain-lain dilakukan oleh regu penyapuan jalan.

Pengangkutan sampah dilakukan untuk mengangkut sampah dari TPS

atau depo menuju TPA. Kendaraan yang digunakan dalam pengangkutan sampah ke TPA berupa dump truck dan armroll truck. Kedua tipe truk ini memiliki kemampuan membongkar muatan secara hidrolis, sehingga lebih efisien dan lebih cepat. Kemudian sampah tersebut dibawa ke TPA Segawe kecamataan Pagerwojo. Di TPA Segawe, sapah di timbun dengan sistemSanitary Landfill.

(50)

untuk mengurangi volume sampah dan pemanfaatan sampah menjadi barang yang mempunyai nilai. Timbulan sampah per kecamatan dapat dilihat pada tabel 7-22.

Berdasarkan data dalam tabel tersebut untuk timbulan sampah rumah tangga di Kabupaten Tulungagung yang sudah dalam penangan PU-BMPCK cakupannya mencapai 14, 98% dan yang tidak terproses mencapai 67,7% dan sisanya dalam pengelolaan mandiri dari total timbulan sampah mencapai 1.587,26 m3/hari danuntuk pengurangan timbulan sampah melalui kegiatan TPS 3R.

Kondisi sarana dan prasarana persampahan kabupaten Tulungagung dapat dilihat pada tabel 7-23.

Dari tabel di atas, dapat diketahui kondisi sarana dan prasarana persampahan saat ini. Untuk sarana dan prasarana pengumpulan setempat, sebanyak 45 gerobak sampah dalam kondisi baik dan 22 sisanya dalam kondisi rusak ringan, sebanyak 10 unit motor sampah dalam kondisi baik dan 7 sisanya dalam kondisi rusak ringan dan sebanyak 4 unit pick up sampah dalam kondisi baik. Sedangkan untuk tempat penampungan sementara, sarana dan prasarannya terdiri atas TPS dengan bak biasa (TPS tipe C) sebanyak 17 lokasi dan TPS dengan tempat container (TPS tipe B) sebanyak 39 lokasi, transfer depo (TPS tipe A) hanya 1 lokasi, dan kontainer sejumlah 66 unit yang kesemuanya dalam kondisi baik. Alat angkut sampah dari TPS ke TPA berupadump truck sebanyak 6 unit dengan kapasitas 8 m3danAmrol trucksebanyak 7 unit dengan kapasitas 8 m3

yang masing-masing dalam kondisi baik hanya 5 unit. Untuk sarana dan prasasara

pengolahan sampah, Kabupaten Tulungagung memiliki 3 unit TPS 3R yang terletak di Desa Beji Kecamatan Boyolangu, di Kelurahan Kepatihan Kecamatan Tulungagung dan di Desa Jatimulyo Kecamatan Kauman. Pada saat ini, pengelolaan TPA sudah dilakukan dengan sistemsanitary landfill.

(51)
(52)
(53)
(54)

tentang Pengelolaan Sampah di Kabupaten Tulungagung.

7.4.1.3 KONDISI EKSISTING DRAINASE PERMUKIMAN

Berdasarkan informasi Pokja Sanitasi disampaikan bahwa untuk acuan pengelolaan drainase secara pasti di Kabupaten Tulungagung sudah mempunyai masterplan drainase, namun untuk data genangan lebih datail tidak terpaparkan dalam dokumen tersebut. Berdasarkan hal tersebut akhirnya untuk data genangan disepakati oleh Pokja Sanitasi dengan melakukan estimasi luas genangan yang terjadi sepanjang tahun berdasarkan dari kondisi yang pernah terjadi. Dimana genangan terjadi di wilayah desa/kelurahan seperti terdapat pada tabel 7-24 lokasi

genangan dan perkiraan luas genangan.

7.4.1.4 TANTANGAN DAN PERMASALAHAN PENGEMBANGAN PENYEHATAN LINGKUNGAN PERMUKIMAN

A. TANTANGAN DAN PERMASALAHAN MENDESAK AIR LIMBAH

Aspek Teknis, meliputi:

1. BABS saat ini adalah 7,79% penduduk atau 19.782 keluarga

2. Akses jamban di kabupaten Tulungagung mencapai 92.21% atau 234.207 KK namun untuk akses layak (baik dengan jamban individual, sharing maupun komunal) masih mencapai 67,28% atau 170.882 KK. Masih banyaknya jamban keluarga model cubluk yang bisa mencemari sumber air bila jaraknya < 10 meter dari sumber air. Untuk itu perlu dilakukan sosialisasi dan penyuluhan

tentang pentingnya penggunaan jamban yang sehat.

(55)
(56)
(57)
(58)
(59)
(60)
(61)
(62)

Sumber: Strategi Sanitasi Kabupaten Tulungagung Tahun 2016

Gambar 7.8 Diagram Tempat Penyaluran Akhir Tinja

4. Jumlah truk tinja belum memadai karena masih tersedia 7 unit truk penyedot tinja dengan rincian 6 unit milik swasta dengan kapasitas masing-masing 1000 lt dan 1 unit milik pemerintah dengan kapasitas 3000 lt

5. Belum ada Master Plan Air Limbah Permukiman yang terintegrasi dengan RTRW

6. IPLT yang dibangun pada tahun 1995 ini saat ini sedang dibangun ulang dari dana APBN tahun 2016 namun selama ini IPLT tersebut tidak optimal pemanfaatannya, kapasitas terpakai dari IPLT 71,315 m3/hari dari kapasitas

sistem IPLT 250 m3/hari dengan wilayah layanan 27,543 m2dari total wilayah

kabupaten 1.150,41 m2 dan melayani 2,4% masyarakat kabupaten

Tulungagung (belum termasuk instansi pemerintah, swasta dan tempat umum). Saat Ini Ada 2 lokasi IPAL komunal kapasitas 225 m3yang berada di Kelurahan

sembung dan Beji untuk 1 kawasan RW dengan jumlah pelanggan total 275

SR wilayah layanan sebesar 5% atau 50 ha.

(63)

Aspek Non Teknis, Meliputi:

1. Tersedia Dana APBD, DAK Sanitasi dan APBN oleh pemerintah namun alokasi pendanaan belum optimal

2. Belum tertariknya sektor swasta untuk melakukan investasi 3. Tidak pastinya pendanaan dari DAK Sanitasi

4. Belum optimalnya penggalian potensi pendanaan dari masyarakat

5. Belum ada UPTD IPLT yang berfungsi sebagai regulator dan operator dalam pengelolaan

6. Masih terbatasnya SDM yang terkait pengelolaan air limbah domestik 7. Belum optimalnya koordinasi antar instansi dalam penetapan kebijakan

8. Belum adanya target capaian pelayanan pengelolaan air limbah domestik 9. Belum adanya peraturan daerah dan atau peraturan bupati terkait pengelolaan

limbah domestik

10.Kurangnya kepedulian masyarakat terhadap pengelolaan air limbah domestik 11.Partisipasi masyarakat dalam pembayaran retribusi pengelolaan sarana dan

prasarana air limbah domestik (komunal) masih rendah

12.Belum optimalnya koordinasi antar instansi terkait dalam menggerakkan peran masyarakat dan peran dunia usaha/ swasta

13.Kurangnya sosialisai pengelolaan air limbah dan dampak air limbah domestik bagi lingkungan dan masyarakat

B. TANTANGAN DAN PERMASALAHAN MENDESAK PERSAMPAHAN

Aspek Teknis, meliputi:

(64)

meskipun ada beberapa pengurangan/reduksi di pengelolaan rumah tangga atau sumbernya secara mandiri ataupun dengan TPS 3R.

2. Alat angkut untuk pengumpulan sampah setempat dan untuk pengangkutan dari TPS ke TPA belum memadai. Dari data sekunder PU BMPCK bidang kebersihan pertamanan kabupaten Tulungagung saat ini terdiri atas:

 67 unit gerobak sampah yang masing-masing berkapasitas 1,5 m3

dengan ritasi maksimal 3 per hari

 17 unit motor sampah (sihanling) masing-masing berkapasitas 0,5-1 m3

dengan ritasi maksimal 3 per hari

 4 unit pick up berkapasitas masing-masing 1,5 m3dengan ritasi maksimal

5 per hari

 Belum adanya skema strategi untuk kerjasama dengan swasta/kelompok masyarakat dalampengelolaan persampahan.

3. Upaya pengurangan sampah dari sumbernya baik dalam skala rumah tangga maupun dalam pengelolaan sampah pola 3R belum optimal

4. Pengelolaan sampah rumah tangga mayoritas dengan cara dibakar. Di samping membakar sampah, terutama masyarakat di pedesaan yang mempunyai lahan kosong yang luas mereka membuang sampahnya di lahan tersebut yang berpotensi mencemari tanah dan sumber air.

5. Pemanfaatan TPA segawe perlu dioptimalkan untuk peran dan fungsi sebagai media pendidikan bagi generasi penerus

6. Belum ada UPTD persampahan/ TPA yang berfungsi sebagai regulator dan

operator

7. Jumlah TPS belummemadai untuk seluruh timbulan sampah.

Berdasarkan data dari PU BMPCK bidang kebersihan dan pertamanan Kabupaten Tulungagung, tempat penampungan sampah saat ini terdapat sebanyak 123 unit yang tersebar di seluruh wilayah Kabupaten Tulungagung. Adapun jumlah tersebut terdiri atas:

- Tipe A, terdiri atas 1 unit depo dengan kapasitas 8 m3. Tempat

(65)

fasilitas yang terdapat di wilayah tempat sampah ini adalah rumah jaga dan teras atas

- Tipe B, terdiri atas 39 unit. Adapun bagunan tempat sampah ini memiliki teras atas dan terdapat kontainer yang diangkut dengan arm roll truck. Total kontainer sebanyak 66 unit dengan kapasitas masing-masing kapasitas 8m3. Dari kontainer tersebut, sebanyak 27 unit diletakkan di

daerah yang belummemiliki prasarana/bangunan TPS

- Tipe C, terdiri atas 17 unit. Adapun tempat sampah ini hanya berupa bangunan tempat sampah dengan plesteran saja dan sampahnya pun diangkut secara manual

8. Alat angkut sampah belum memadai.

Berdasarkan data dari PU BMPCK bidang kebersihan dan pertamanan Kabupaten Tulungagung alat angkut sampah hanya terdiri atas yaitu:

 6 unit dump truckberkapasitas 8m3 dengan ritasi 3 kali/hari

 7 unitamrol truck(angkut container) berkapasitas container 8 m3dengan

ritasi 3 kali/hari

 7 unitcompactor truck

9. Belum optimalnya pengelolaan sampah pola 3R. Adapun sarana dan prasarana pendukungnya terdiri atas:

 3 unit TPS 3R dengan rincian 1 unit di Kelurahan Kepatihan dengan kapasitas 3 m3/hr, 1 unit TPS 3R di Desa Beji Kecamatan Boyolangu

dengan kapasitas 3 m3/hr dan 1 unit TPS 3R di Jatimulyo Kecamatan

Kauman dengan kapasitas 3 m3/hr yang hanya mampu mereduksi

sampah total 9 m3/hr

 Ada kelompok 3R di sekolah-sekolah (di sekolah Adiwiyata sejumlah 38 sekolah) dan di tingkatan masyarakat (tempat sampah, sandal dari bekas ban, keset, pembuatan mozaik dari pecahan batu)

 Sudah ada 3Rbin container

(66)

 Master Plan persampahan sudah ada

 Pengelolaan TPA memakai sistemsanitary landfill

 Ada 1 unit IPLT dengan kapasitas 1,725 lt/dt  Produksi kompos 5 m3/hari

 Daur ulang sampah 51 m3/hari

 TPA Segawe dengan akan habis masa pemanfaatannya pada tahun 2034

Aspek Non Teknis, Meliputi:

1. Sudah ada pendanaan dari APBN dan APBD namun sumberdana masih belum sesuai kebutuhan

2. Sudah ada bantuan-bantuan pengelolaan dari sektor swasta namun tidak berkelanjutan

3. Perlu peningkatan kapasitas dan kuantitas SDM

4. Sudah ada perda pengelolaan sampah & retribusi sampah atau kebersihan namun belum ada target capaian pelayanan sampah

5. Sudah ada perda kewajiban dan sanksi bagi masyarakat untuk mengurangi sampah, menyediakan tempat sampah di hunian rumah, dan membuang ke TPS namun saksi hanya sebatas teguran

6. Belum memasyarakatnya pengelolaan sampah dengan pendekatan 3R (Reduce, Reuse, Recycle) dan masih minimnya masyarakat yang memanfaatkan sampah menjadi barang yang bernilai ekonomis. Untuk itu perlu dilakukan sosialisasi dan penyuluhan yang lebih intensif mengenai

pengelolaan sampah dengan metode 3R

7. Perlunya optimalisasi dan inovasi pengelolaan sampah dengan prinsip 3R 8. Minimnya kepedulian masyarakat dalam pengelolaan sampah dan

permasalahan lingkungan

9. Potensi masyarakat belum dikembangkan secara sistematis

10. Sudah ada keterlibatan masyarakat dan swasta dalam upaya pengelolaan sampah (bank Sampah dan CSR)

(67)

12. Belum tersosialisasinya secara menyeluruh ketentuan penangan sampah terhadap seluruh masyarakat kabupaten Tulungagung (masih di wilayah perkotaan)

C. TANTANGAN DAN PERMASALAHAN MENDESAK DRAINASE

Aspek Teknis, meliputi:

1. Belum banyak perencanaan dan pelaksanaan juga sosialisasi akan pentingnya biopori dan sumur resapan

2. Di kabupaten Tulungagung mayoritas rumah atau lingkungan masyarakat di rumah tangga tidak pernah mengalami banjir 88,6% dan yang masih

mengalami banjir beberapa kali dalam setahun ada 5,6%

3. Genangan rutin yang dimaskudkan adalah genangan yang terjadi akibat kondisi wilayah yang lokasinya lebih rendah dan juga sungai di desa/kelurahan tersebut dimensinya tidak mencukupi volume air hujan atau juga karena adanya sedimentasi. Dan genangan terjadi selama ≥2 jam, tinggi diatas 30 cm. Berdasarkan data estimasi pokja sanitasi terkait genangan meliputi wilayah Kecamatan Pakel (Gempolan), Rejotangan (Tenggong, Panjerejo dan Pakirejo), Ngunut (Ngunut), Sumbergempol (Junjung, Doroampel, Wonorejo, Bendiljati Kulan, Bendiljati Wetan, Sumberdadi dan Bukur), Boyolangu (Kendalbulur, Sanggrahan, Kepuh, Tanjungsari, Serut, Beji, Sobontoro, Gedangsewu, Moyoketen, Waung dan Bono), Tulungagung (Tertek, Karangwaru, Tamanan, Jepun, Bago, Kepatihan, Kampungdalem,

(68)

5. Belum banyak perencanaan dan pelaksanaan juga sosialisasi akan pentingnya biopori dan sumur resapan

6. Belum adanya perencanaan sistembiopori/ecodrain

7. Sudah adamaster plandrainase

Aspek Non Teknis, Meliputi:

1. Belum adanya regulasi dalam pelaksanaan pelayanan pengelolaan drainase di Kabupaten Tulungagung

2. Kesadaran masyarakat dalam hal pengelolaan drainase kurang (membuang sampah dan air limbah di saluran drainase)

3. Sudah ada dana APBD dan APBN namun alokasi pendanaan belum optimal 4. Belum tertariknya sektor swasta untuk melakukan investasi

5. Belum optimalnya penggalian potensi pendanaan dari masyarakat 6. Rendahnya koordinasi antar instansi dalam penetapan kebijakan 7. Belum ada kejelasan tupoksi terkait kewenangan penanganan drainase

8. Belum adanya regulasi dalam pelaksanaan pelayanan pengelolaan drainase di Kabupaten Tulungagung

9. Masih rendahnya peran serta masyarakat dalam pengelolaan drainase 10. Terbatasnya penyelenggaraan pengelolaan yang berbasis masyarakat

11. Kurangnya promosi tentang pentingnya pengelolaan dan pembangunan drainase

7.4.2 Sasaran Program

(69)

Tabel 7-25

Matriks Sasaran Program Sektor Pengembangan Penyehatan Lingkungan Permukiman (PLP) I. Sistem Pengolahan Air Limbah

Cakupan

Dalam upaya pencapaian sasaran program sektor pengembangan penyehatan lingkungan, maka dirumuskan usulan yang merupakan hasil identifikasi program yang dijabarkan setiap tahunnya. Usulan tersebut secara terinci dapat dilihat pada

(70)
(71)
(72)
(73)
(74)
(75)
(76)
(77)
(78)

Gambar

Tabel 7-5Data RTH BWP Tulungagung
Gambar 7.1 Kawasan Hijau Taman Kota
Tabel 7-7
Tabel 7.10
+7

Referensi

Dokumen terkait

Bahan yang diperlukan dalam membuat jamu kunyit asam adalah.. rimpang kunyit 300 gram, asam jawa 140 gram, dan gula jawa

Ditinjau dari kondisi anak-anak di panti asuhan, maka hubungan antara intensi prososial dengan empati pada anak-anak di panti asuhan tersebut merupakan hal

Tujuan penulisan laporan akhir ini adalah untuk membuat aplikasi helpdesk berbasis web pada PDAM Tirta Musi Palembang yang meliputi proses pelaporan kerusakan alat-alat

of the museum should provide facilities the public collection zone; showroom,. storage, and introduction area and non public collections zone namely:

Guru meminta tanggapan kepada peserta didik lain tentang jawaban tersebut untuk meyakinkan bahwa seluruh peserta didik terlibat dalam kegiatan yang sedang

mempersiapkan Laporan Hasil Penelitian/Pengabdian kepada Masyarakat sejumlah yang diperlukan ditambah 1 (satu) eksemplar untuk arsip program studi dengan mengikuti format

persentasenya masih relatif rendah. Hal ini disebabkan lalat buah betina di lapang makan nektar bunga, cairan buah yang masak / busuk dan lain-lain, sehingga

Tujuan dari penelitian ini adalah menentukan kandungan amilosa, daya cerna, pati resisten, indeks glikemik dan kadar gizi mi gandum utuh.. Mi dibuat dari tepung