• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERAMALAN JUMLAH PENGADAAN DAN PERSEDIAAN BERAS DI PERUM BULOG DIVRE JATIM - ITS Repository

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "PERAMALAN JUMLAH PENGADAAN DAN PERSEDIAAN BERAS DI PERUM BULOG DIVRE JATIM - ITS Repository"

Copied!
143
0
0

Teks penuh

(1)

TUGAS AKHIR - SS 145561

PERAMALAN JUMLAH PENGADAAN DAN

PERSEDIAAN BERAS DI PERUM BULOG DIVRE

JATIM

TITIK CAHYA NINGRUM NRP 1313 030 021

Dosen Pembimbing Irhamah, M.Si., Ph.D

PROGRAM STUDI DIPLOMA III JURUSAN STATISTIKA

Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Institut Teknologi Sepuluh Nopember

(2)

TUGAS AKHIR - SS 145561

PERAMALAN JUMLAH PENGADAAN DAN

PERSEDIAAN BERAS DI PERUM BULOG DIVRE

JATIM

TITIK CAHYA NINGRUM NRP 1313 030 021

Dosen Pembimbing Irhamah, M.Si., Ph.D

PROGRAM STUDI DIPLOMA III JURUSAN STATISTIKA

Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Institut Teknologi Sepuluh Nopember

(3)

N JUDUL

FINAL PROJECT - SS 145561

FORECASTING THE NUMBER OF PROCUREMENT

AND SUPPLY OF RICE IN PERUM BULOG DIVRE

JATIM

TITIK CAHYA NINGRUM NRP 1313 030 021

Supervisor

Irhamah, M.Si., Ph.D

DIPLOMA III STUDY PROGRAM DEPARTMENT OF STATISTICS

Faculty of Mathematics and Natural Sciences Institut Teknologi Sepuluh Nopember

(4)
(5)

vii

PERAMALAN JUMLAH PENGADAAN DAN

PERSEDIAAN BERAS

DI PERUM BULOG DIVRE JATIM

Nama Mahasiswa : Titik Cahya Ningrum

NRP : 1313 030 021

Program Studi : Diploma III

Jurusan : Statistika FMIPA ITS Dosen Pembimbing : Irhamah, M.Si., Ph.D

Abstrak

Beras merupakan kebutuhan pokok yang dibutuhkan sebagian besar orang untuk memenuhi asupan energi setiap hari terutama asupan karbohidrat dan dikonsumsi sekitar 78% dari jumlah penduduk Indonesia. Meningkatnya jumlah penduduk mengakibatkan jumlah beras yang dibutuhkan untuk memenuhi kebutuhan penduduk Indonesia juga semakin besar. Untuk mengantisipasi kekurangan ketersediaan beras perlu dilakukan peramalan jumlah pengadaan beras dan persediaan beras periode bulanan di Perum BULOG Divre Jatim menggunakan metode ARIMA Box-Jenkins. Hasil analisis menunjukkan bahwa model terbaik untuk meramalkan jumlah pengadaan beras dan persediaan beras adalah ARIMA (1,0,1)(1,0,0)12 dan ARIMA (1,1,23)(1,0,0)12.

(6)

viii

(7)

ix

FORECASTING THE NUMBER OF PROCUREMENT

AND SUPPLY OF RICE IN PERUM BULOG DIVRE

JATIM

Student Name : Titik Cahya Ningrum

NRP : 1313 030 021

Programe : Diploma III

Department : Statistics FMIPA ITS Academic Supervisor : Irhamah, M.Si., Ph.D

Abstract

Rice is a basic requirement which is most people required to supply the daily energy especially intake carbohydrate intake, and it is consumed by almost 78% of Indonesia’s population. The increasing number of people resulting the growing amount of rice needed to fulfill the needs of population. To anticipate the lack of rice availability, it is needed to forecast the monthly amount of procurement and supply of rice in BULOG of East Java Regional Division using ARIMA Box-Jenkins method. The analysis showed that the best models to forecast the number of rice procurement and number of rice stock are ARIMA (1,0,1)(1,0,0)12 and ARIMA (1,1,23)(1,0,0)12 respectively.

(8)

x

(9)

xi

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang selalu melimpahkan kemudahan, rahmat dan hidayah-Nya. Sholawat dan salam semoga senantiasa tercurahkan kepada Nabi Muhammad SAW atas suri tauladan dalam kehidupan ini sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas akhir dengan judul Peramalan Jumlah Pengadaan dan Persediaan Beras di Perum BULOG Divre Jatim”

Terselesaikannya Tugas Akhir ini tak lepas dari peran serta berbagai pihak. Oleh karena itu penulis ingin mengucapkan terima kasih dengan penuh hormat dan kerendahan hati, kepada:

1. Ibu Irhamah, M.Si., Ph.D selaku dosen pembimbing yang selalu menyempatkan waktunya untuk mendukung dan memberikan masukan serta bimbingan dalam penyusunan laporan Tugas Akhir ini.

2. Bapak R. Mohamad Atok, S.Si., M.Si dan Bapak Dr.rer pol Dedy Dwi Prastyo, S.Si., M.Si selaku dosen penguji yang telah memberikan banyak masukan dan bantuan dalam penyelesian Tugas Akhir ini.

3. Bapak Dr. Suhartono selaku Ketua Jurusan Statistika Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya.

4. Bapak Dr. Wahyu Wibowo, S.Si, M.Si selaku Ketua Program Studi Diploma III Jurusan Statistika Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya.

5. Ibu Dr. Ismaini Zain, M.Si selaku dosen wali yang selama perkuliahan sangat membantu penulis.

6. Jurusan Statistika ITS beserta seluruh dosen Statistika ITS yang telah memberikan ilmu-ilmu yang bermanfaat serta segenap karyawan Jurusan Statistika ITS yang melayani mahasiswa dengan sabar.

(10)

xii

8. Perum BULOG Divre Jatim yang telah banyak membantu penulis sebagai sumber data dalam Tugas Akhir ini.

9. Saudara Perantauan Ike, Esti, Mbak Yana, Riskha, Dimas Fashihatin dan Nanin yang telah memberi semangat, bantuan, motivasi dan kasih sayang kepada penulis.

10. Saudara sepembimbing, Erisandy yang saling menyema-ngati, saling membantu dan saling berbagi masukan. 11. Teman-teman seperjuangan yang mengambil Tugas akhir

dengan topik Analisis Time Series yang telah berjuang bersama demi kelancaran dan penyelesaian Tugas Akhir Mifta, Milan, Ardi, Ijah, Irul, Reza, Wiwin, Pungky, Inung dan Anissa.

12. Kawan seperjuangan mahasiswa Angkatan 2013 Jurusan Statistika ITS khususnya prodi Diploma III yang telah memberikan dukungannya kepada penulis.

13. Pihak-pihak yang sudah banyak membantu dalam proses pengerjaan laporan Tugas Akhir ini, yang tidak dapat disebutkan satu persatu.

Penulis menyadari bahwa laporan ini masih dapat dikembangkan lebih jauh lagi, maka dengan segala kerendahan hati kepada semua pihak untuk memberikan kritik dan saran demi adanya perbaikan atas isi dari laporan ini ke depannya. Akhirnya kepada Tuhan Yang Maha Esa, penyusun berserah diri, semoga apa yang telah dilakukan ini mendapat berkah dan ridho-Nya, Amin.

Surabaya, Juni 2016

(11)

xiii

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL... i

TITLE PAGE ... iii

LEMBAR PENGESAHAN ... v

ABSTRAK ... vii

ABSTRACT ... ix

KATA PENGANTAR ... xi

DAFTAR ISI ... xiii

DAFTAR TABEL ... xv

DAFTAR GAMBAR ... xvii

DAFTAR LAMPIRAN ... xix

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 3

1.3 Tujuan Penelitian ... 3

1.4 Manfaat Penelitian ... 4

1.5 Batasan Masalah ... 4

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Statistika Deskriptif ... 5

2.2 Deret Waktu dan Model Autoregressive Integrated Moving Average (ARIMA) ... 5

2.3 Prosedur Peramalan ARIMA ... 7

2.3.1 Identifikasi Model ... 7

2.3.2 Penaksiran dan Uji Signifikasni Parameter ... 9

2.3.3 Pemeriksaan atau Diagnosa Model ... 10

2.4 Pemilihan Model Terbaik ... 12

2.5 Deteksi Outlier ... 13

2.6 Beras ... 14

2.7 Badan Urusan Logistik (BULOG) ... 15

2.8 Pengadaan Beras di BULOG ... 15

2.9 Persediaan Beras di BULOG ... 16

(12)

xiv

3.4 Diagram Alir ... 20

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakteristik Jumlah Pengadaan dan Persediaan Beras ... 23

4.2 Pemodelan Jumlah Pengadaan Beras ... 25

4.2.1 Identifikasi Model Jumlah Pengadaan Beras ... 25

4.2.2 Estimasi Parameter Jumlah Pengadaan Beras ... 30

4.2.3 Pemeriksaan Residual Jumlah Pengadaan Beras ... 31

4.2.4 Pemilihan Model Terbaik Jumlah Pengadaan Beras ... 36

4.3 Pemodelan jumlah Persediaan Beras ... 38

4.3.1 Identifikasi Model Jumlah Persediaan Beras ... 38

4.3.2 Estimasi Parameter Jumlah Persediaan Beras ... 47

4.3.3 Pemeriksaan Residual Jumlah Persediaan Beras ... 48

4.3.4 Pemilihan Model Terbaik Jumlah Persediaan Beras ... 57

4.4 Peramalan Jumlah Pengadaan dan Persediaan Beras ... 59

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan ... 63

5.2 Saran ... 63

DAFTAR PUSTAKA ... 65

(13)

xv

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Transformasi Box-Cox ... 7 Tabel 2.2 Kriteria Teoritis Model ARIMA ... 9 Tabel 4.1 Karakteristik Jumlah Pengadaan dan Persediaan

Beras ... 23 Tabel 4.2 Uji Dickey-Fuller Jumlah Pengadaan Beras ... 27 Tabel 4.3 Uji Signifikansi Parameter Model ARIMA

Jumlah Pengadaan Beras ... 30 Tabel 4.4 Pengujian Residual White Noise Jumlah

Pengadaan Beras ... 31 Tabel 4.5 Pengujian Residual Berdistribusi Normal Jumlah

Pengadaan Beras ... 32 Tabel 4.6 Uji Signifikansi Parameter ARIMA

(1,0,1)(1,0,0)12 Jumlah Pengadaan Beras ... 32 Tabel 4.7 Uji Signifikansi Parameter ARIMA

(1,0,1)(0,0,1)12 Jumlah Pengadaan Beras ... 33 Tabel 4.8 Uji Signifikansi Parameter ARIMA

(1,0,1)(1,0,1)12 Jumlah Pengadaan Beras ... 34 Tabel 4.9 Kriteria Kebaikan Model Jumlah Pengadaan

Beras ... 37 Tabel 4.10 Uji Dickey-Fuller Jumlah Persediaan Beras ... 41 Tabel 4.11 Uji Dickey-Fuller Jumlah Persediaan Beras

Hasil Differensing ... 42 Tabel 4.12 Uji Signifikansi Parameter Model ARIMA

Jumlah Persediaan Beras ... 47 Tabel 4.13 Pengujian Residual White Noise Jumlah

Persediaan Beras ... 48 Tabel 4.14 Pengujian Residual Berdistribusi Normal

Jumlah Persediaan Beras ... 49 Tabel 4.15 Uji Signifikansi Parameter ARIMA ([1,23],1,0)

Jumlah Persediaan Beras dengan Deteksi

(14)

xvi

dengan Deteksi Outlier ... 51 Tabel 4.17 Uji Signifikansi Parameter ARIMA

(1,1,[23])(0,0,1)12 Jumlah Persediaan Beras

dengan Deteksi Outlier ... 52 Tabel 4.18 Uji Signifikansi Parameter ARIMA

(0,1,[2])(0,1,1)12 Jumlah Persediaan Beras dengan Deteksi Outlier ... 52 Tabel 4.19 Uji Signifikansi Parameter ARIMA

(1,1,0)(0,1,1)12 Jumlah Persediaan Beras dengan Deteksi Outlier ... 53 Tabel 4.20 Uji Signifikansi Parameter ARIMA

([2],1,0)(0,1,1)12 Jumlah Persediaan Beras dengan Deteksi Outlier ... 53 Tabel 4.21 Kriteria Kebaikan Model Jumlah Pengadaan

(15)

xvii

DAFTAR GAMBAR

Gambar 3.1 Diagram Alir ... 20

Gambar 4.1 Box-plot Jumlah Pengadaan Beras ... 24

Gambar 4.2 Box-plot Jumlah Persediaan Beras ... 25

Gambar 4.3 Time Series Plot Jumlah Pengadaan Beras ... 26

Gambar 4.4 Box-Cox Jumlah Pengadaan Beras ... 27

Gambar 4.5 Plot ACF Jumlah Pengadaan Beras ... 28

Gambar 4.6 Plot PACF Jumlah Pengadaan Beras ... 29

Gambar 4.7 Ringkasan Grafis Residual Model ARIMA (1,0,1)(1,0,0)12 (a), (1,0,1)(0,0,1)12 (b) dan ARIMA (1,0,1) (1,0,1)12 ... 36

Gambar 4.8 Perbandingan Data Out Sample dengan Hasil Peramalan Kedua Model... 37

Gambar 4.9 Time Series Plot Jumlah Persediaan Beras ... 39

Gambar 4.10 Box-Cox Jumlah Persediaan Beras ... 39

Gambar 4.11 Plot ACF Jumlah Persediaan Beras ... 40

Gambar 4.12 Time Series Plot Jumlah Persediaan Beras Diffrencing Reguler ... 41

Gambar 4.13 Plot ACF (a) dan PACF (b) Jumlah Persediaan Beras Diffrensing Reguler ... 43

Gambar 4.14 Scatterplot (a), Plot ACF (b) dan PACF (c) Jumlah Persediaan Beras Differencing 12 ... 45

Gambar 4.15 Scatterplot (a), Plot ACF (b) dan PACF (c) Jumlah Persediaan Beras Differencing 1 dan 12 ... 46

Gambar 4.16 Ringkasan Grafis Residual Model ARIMA ([1,23],1,0) (a), ARIMA (1,1,[23])(1,0,0)12 (b), ARIMA (1,1,[23])(1,0,0)12(c), ARIMA (0,1,[2])(0,1,1)12 (d) dan ARIMA ([2],1,0)(0,1,1)12(e) ... 56

(16)

xviii

Pengadaan Beras ... 60 Gambar 4.19 Perbandingan Data Aktual Out Sample dengan

(17)

xix

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Data Jumlah Pengadaan Beras (A) dan Persediaan Beras (B) di Perum BULOG Divre Jatim ... 67 Lampiran 2. Karakteristik Jumlah Pengadaan dan

Persediaan Beras ... 69 Lampiran 3. Syntax Dickey-Fuller Data Pengadaan Beras

di Perum BULOG Divre Jatim Tahun

2008-2014 ... 69 Lampiran 4. Syntax Dickey-Fuller Data Persediaan Beras

di Perum BULOG Divre Jatim Tahun

2002-2014 ... 70 Lampiran 5. Syntax Dickey-Fuller Data Persediaan Beras

di Perum BULOG Divre Jatim Tahun

2002-2014 Setelah Differencing Reguler ... 71 Lampiran 6. Output Syntax Dickey-Fuller Data Pengadaan

Beras di Perum BULOG Divre Jatim

Tahun 2002-2014 ... 72 Lampiran 7. Output Syntax Dickey-Fuller Data Persediaan

Beras di Perum BULOG Divre Jatim

Tahun 2008-2014 ... 72 Lampiran 8. Output Syntax Dickey-Fuller Data Persediaan

Beras di Perum BULOG Divre Jatim Tahun 2008-2014 Setelah Differencing

Reguler... 73 Lampiran 9. Syntax ARIMA (1,0,1)(1,0,0)12 pada Data

Pengadaan Beras ... 73 Lampiran 10. Syntax ARIMA (1,0,1)(0,0,1)12 pada Data

Pengadaan Beras ... 74 Lampiran 11. Syntax ARIMA (1,0,1)(1,0,1)12 pada Data

Pengadaan Beras ... 75 Lampiran 12. Output ARIMA (1,0,1)(1,0,0)12 pada Data

(18)

xx

Lampiran 14. Output ARIMA (1,0,1)(1,0,1) pada Data Pengadaan Beras ... 80 Lampiran 15. Syntax ARIMA (1,0,1)(1,0,0)12 pada Data

Pengadaan Berasdengan Deteksi Outlier ... 82 Lampiran 16. Syntax ARIMA (1,0,1)(0,0,1)12 pada Data

Pengadaan Beras dengan Deteksi Outlier ... 83 Lampiran 17. Syntax ARIMA (1,0,1)(1,0,1)12 pada Data

Pengadaan Beras dengan Deteksi Outlier ... 84 Lampiran 18. Output ARIMA (1,0,1)(1,0,0)12 pada Data

Pengadaan Berasdengan Deteksi Outlier ... 85 Lampiran 19. Output ARIMA (1,0,1)(0,0,1)12 pada Data

Pengadaan Beras dengan Deteksi Outlier ... 86 Lampiran 20. Output ARIMA (1,0,1)(1,0,1)12 pada Data

Pengadaan Beras dengan Deteksi Outlier ... 87 Lampiran 21. Syntax ARIMA ([1,23],1,0) pada Data

Persediaan Beras ... 88 Lampiran 22. Syntax ARIMA (1,1,23)(1,0,0)12 pada Data

Persediaan Beras ... 89 Lampiran 23. Syntax ARIMA (1,1,23)(0,0,1)12 pada Data

Persediaan Beras ... 90 Lampiran 24. Syntax ARIMA (0,1,2)(0,1,1)12 pada Data

Persediaan Beras ... 91 Lampiran 25. Syntax ARIMA (1,1,0)(0,1,1)12 pada Data

Persediaan Beras ... 92 Lampiran 26. Syntax ARIMA (2,1,0)(0,1,1)12 pada Data

Persediaan Beras ... 93 Lampiran 27. Output ARIMA ([1,23],1,0) pada Data

Persediaan Beras ... 94 Lampiran 28. Output ARIMA (1,1,23)(1,0,0)12 pada Data

Persediaan Beras ... 96 Lampiran 29. Output ARIMA (1,1,23)(0,0,1)12 pada Data

(19)

xxi

Lampiran 30. Output ARIMA (0,1,2)(0,1,1)12 pada Data Persediaan Beras ... 100 Lampiran 31. Output ARIMA (1,1,0)(0,1,1)12 pada Data

Persediaan Beras ... 102 Lampiran 32. Output ARIMA (2,1,0)(0,1,1)12 pada Data

Persediaan Beras ... 104 Lampiran 33. Syntax ARIMA ([1,23],1,0) pada Data

Persediaan Beras dengan Deteksi Outlier ... 106 Lampiran 34. Syntax ARIMA (1,1,23)(1,0,0)12 pada Data

Persediaan Beras dengan Deteksi Outlier ... 107 Lampiran 35. Syntax ARIMA (1,1,23)(0,0,1)12 pada Data

Persediaan Beras dengan Deteksi Outlier ... 108 Lampiran 36. Syntax ARIMA (0,1,2)(0,1,1)12 pada Data

Persediaan Beras dengan Deteksi Outlier ... 109 Lampiran 37. Syntax ARIMA (1,1,0)(0,1,1)12 pada Data

Persediaan Beras dengan Deteksi Outlier ... 110 Lampiran 38. Syntax ARIMA (2,1,0)(0,1,1)12 pada Data

Persediaan Beras dengan Deteksi Outlier ... 111 Lampiran 39. Output ARIMA ([1,23],1,0) pada Data

Persediaan Beras dengan Deteksi Outlier ... 112 Lampiran 40. Output ARIMA (1,1,23)(1,0,0)12 pada Data

Persediaan Beras dengan Deteksi Outlier ... 113 Lampiran 41. Output ARIMA (1,1,23)(0,0,1)12 pada Data

Persediaan Beras dengan Deteksi Outlier ... 114 Lampiran 42. Output ARIMA (0,1,2)(0,1,1)12 pada Data

Persediaan Beras dengan Deteksi Outlier ... 115 Lampiran 43. Output ARIMA (1,1,0)(0,1,1)12 pada Data

Persediaan Beras dengan Deteksi Outlier ... 116 Lampiran 44. Ouput ARIMA (2,1,0)(0,1,1)12 pada Data

Persediaan Beras dengan Deteksi Outlier ... 118 Lampiran 45. Syntax Peramalan ARIMA (1,0,1)(1,0,0)12

pada Data Pengadaan Beras ... 119 Lampiran 46. Syntax Peramalan ARIMA (1,1,23)(1,0,0)12

(20)

xxii

Lampiran 48. Output Peramalan ARIMA (1,1,23)(1,0,0)

(21)

1 BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Indonesia adalah negara kesatuan yang penuh dengan keberagaman. Indonesia terdiri atas beraneka ragam budaya, bahasa daerah, ras, suku bangsa dan agama. Oleh karena itu, terdapat banyak perbedaan antar suatu daerah dengan daerah lain. Begitu pula dengan makanan yang dikonsumsi, setiap provinsi di Indonesia memiliki makanan pokok tersendiri. Namun, makanan pokok penduduk Indonesia pada umumnya adalah nasi. Nasi merupakan beras yang direbus dan ditanak (Tajudin, 2011). Beras merupakan kebutuhan pokok yang dibutuhkan sekitar 78% penduduk Indonesia untuk memenuhi asupan energi setiap hari terutama asupan karbohidrat (Prawira, 2013). Beras menjadi kebutuhan pangan yang sangat penting bagi masyarakat Indonesia karena menurut artikel yang dirilis International Rice Research

Institute (IRRI) tahun 2014 menyatakan bahwa konsumsi beras

Masyarakat Indonesia mencapai 125 Kilogram (Kg) Per Kapita Per Tahun. Dengan jumlah penduduk yang semakin bertambah pada setiap tahunnya, mengakibatkan meningkat pula kebutuhan akan persediaan beras untuk asupan pangan masyarakat Indonesia.

(22)

menyebabkan Indonesia harus mengimpor beras, antara lain karena jumlah penduduk Indonesia yang begitu banyak, faktor iklim yang tidak mendukung keberhasilan sektor pertanian dan luas lahan pertanian yang semakin sempit (Rosihan, 2015).

Jumlah konsumsi beras masyarakat Indonesia yang besar diiringi dengan kurangnya ketersediaan beras mengakibatkan perlu dilakukan pengolahan kebutuhan beras agar tidak terjadi kekurangan ketersediaan beras, oleh karena itu di Bentuk Perusahaan Umum Badan Urusan Logistik (Perum BULOG) yang bertanggungjawab pada peningkatan stabilisasi dan pengelolahan persediaan bahan pokok dan pangan. Perum BULOG adalah sebuah lembaga pangan di Indonesia yang menangani tata niaga beras. Bulog dibentuk tanggal 10 Mei 1967 berdasarkan Keputusan Presidium Kabinet Nomor 114/Kep/1967. Di Indonesia, Perum BULOG memiliki Divisi Regional (Divre) sebanyak 26 Lokasi dan memiliki Sub Divisi Regional (Subdivre) sebanyak 101 lokasi. Di Jawa Timur terdapat satu Divre yaitu Perum BULOG Divre Jatim. Sebagai pihak yang mengatur ketercukupan kebutuhan beras, maka dibutuhkan data mengenai jumlah pengadaan beras dan jumlah persediaan beras pada setiap Divre BULOG di Indonesia, yang nantinya digunakan sebagai patokan kebijakan-kebijakan yang harus dilakukan agar kebutuhan beras dapat tetap terpenuhi.

Penelitian sebelumnya yang membahas mengenai peramalan beras pernah dilakukan oleh Hartiningrum (2012) yaitu meramalkan harga beras di Perum BULOG Divre Jatim menggunakan metode ARIMA dan double exponential smoothing.

Double Exponential Smoothing digunakan karena data memiliki

(23)

3

beras adalah metode regresi time series karena mempunyai nilai MSE in dan out sampel lebih kecil dibandingkan metode ARIMA.

Berdasarkan penelitian-penelitian sebelumnya dan pentingnya mengetahui jumlah pengadaan beras dan jumlah persediaan beras di Divre BULOG periode selanjutnya yang digunakan sebagai informasi tambahan untuk menetapkan kebijakan-kebijakan yang akan diterapkan di BULOG, oleh karena itu pada penelitian ini penulis akan melakukan peramalan jumlah pengadaan beras dan jumlah persediaan beras di Perum BULOG Divre Jatim menggunakan metode ARIMA Box-Jenkins, dimana diketahui pada penelitian-penelitian sebelumnya metode yang banyak digunakan dan mampu digunakan pada data linier atau yang dapat dilinierkan adalah metode ARIMA Box-Jenkins. Pada penelitian ini juga akan dilakukan analisis karakteristik data untuk mengetahui pola pengadaan beras dan pola persediaan beras, yang digunakan untuk mengetahui kecenderungan dari data pengadaan beras dan data persediaan beras. Karakteristik data yang dimaksud adalah ciri atau khas tertentu yang ada pada data.

1.2 Rumusan Masalah

Pengetahuan mengenai perkiraan jumlah pengadaan beras dan jumlah persediaan beras di Perum BULOG Divre Jatim merupakan suatu hal yang cukup penting untuk menentukan kebijakan-kebijakan yang akan diambil. Sehubungan dengan hal itu maka perlu dilakukan pemodelan jumlah pengadaan dan jumlah persediaan beras serta peramalannya di Perum BULOG Divre Jatim berdasarkan model ARIMA yang terbaik.

1.3 Tujuan Penelitian

Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah maka tujuan yang ingin dicapai dari penelitian ini adalah sebagai berikut. 1. Mendeskripsikan karakteristik data jumlah pengadaan beras

dan jumlah persediaan beras di Perum BULOG Divre Jatim 2. Memperoleh model ARIMA yang sesuai untuk data jumlah

(24)

3. Memperoleh model ARIMA yang sesuai untuk data jumlah persediaan beras di Perum BULOG Divre Jatim

4. Memperoleh hasil peramalan jumlah pengadaan beras dan jumlah persediaan beras di Perum BULOG Divre Jatim untuk 12 bulan ke depan berdasarkan model ARIMA yang terbaik.

1.4 Batasan Masalah

Pada penelitian ini, metode yang digunakan untuk meramalkan jumlah pengadaan dan jumlah persediaan beras adalah metode ARIMA Box-Jenkins. ARIMA Box-Jenkins dipilih karena metode ini mampu digunakan untuk melakukan peramalan pada data linier atau yang dapat dilinierkan.

1.5 Manfaat Penelitian

(25)

5

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Statistika Deskriptif

Statistika deskriptif adalah metode-metode yang berkaitan dengan pengumpulan dan penyajian suatu gugus data sehingga memberikan informasi yang berguna (Walpole, 1995). Statistika deskriptif menjadikan semua data untuk mudah dipahami dan dibaca. Statistika deskriptif biasanya digambarkan dalam bentuk tabel, grafik dan diagram. Selain itu, statistika deskriptif menggambarkan perhitungan data kuantitatif seperti nilai rata-rata, nilai median, nilai minimum dan maksimum

Pada Penelitian ini, statistika deskriptif yang digunakan adalah rata-rata, maksimum, standart deviasi dan boxplot. Boxplot juga dikenal sebagai diagram box-and-whisker merupakan suatu box (kotak berbentuk bujur sangkar). Boxplot adalah salah satu cara dalam statistik deskriptif untuk menggambarkan secara grafik dari data numeris melalui lima ukuran antara lain nilai observasi terkecil, kuartil pertama, median, kuartil ketiga dan nilai observasi terbesar (Junaidi, 2010).

2.2 Deret Waktu dan Model Autoregressive Integrated Mov-ing Average (ARIMA)

Deret waktu adalah serangkaian pengamatan yang diambil berdasarkan urutan waktu. Pengamatan yang digunakan tergantung oleh waktu, sehingga antar pengamatan saling berkorelasi yaitu data kejadian saat ini dengan data dari kejadian sebelumnya. Ana-lisis time series digunakan untuk menduga nilai masa yang akan datang berdasarkan nilai pada masa lalu (Wei, 2006).

Model ARIMA merupakan salah satu model yang digunakan dalam peramalan data time series yang bersifat stasioner maupun non stasioner. Model ARIMA adalah model yang menggabungkan model autoregressive (AR) dengan orde p dan model Moving

Av-erage (MA) dengan orde q serta proses differencing dengan orde

(26)

Autocorrelation Function (ACF) dan Partial Autocorrelation

Function (PACF) (Wei, 2006).

Secara umum model ARIMA (p,d,q) ditulis pada persamaan (2.1) sebagai berikut. dimana koefisien dari AR orde p yang telah stasioner adalah:

 

p

dan koefisien dari MA orde q yang telah stasioner adalah:

 

q

Jika data time series mengandung pola musiman, maka persamaan model ARIMA

S

Q D

P, , dituliskan pada persamaan (2.4) sebagai

berikut.

dimana koefisien dari AR orde P adalah:

 

PS Selain model ARIMA reguler dan metode ARIMA musiman juga terdapat model ARIMA multiplikatif. ARIMA multiplikatif merupakan perkalian dari ARIMA reguler dengan ARIMA musiman. Persamaan model ARIMA multiplikatif sebagai berikut.

 

 

 

 

t

 : koefisien komponen AR orde

p

 

B q

 : koefisien komponen MA orde

q

(27)

7

2.3 Prosedur Metode ARIMA 2.3.1 Identifikasi Model

Tahap identifikasi model meliputi pengecekan stasioneritas data dan penetapan model ARIMA ( p,d,q) sementara yaitu dengan mengamati pola Autocorrelation Function (ACF) dan

Partial Autocorrelation Function (PACF). Selanjutnya akan

dijelaskan sebagai berikut. 2.3.1.1 Kestasioneran Data

Kestasioneran data terdiri dari kestasioneran data dalam

varians dan kestasioneran data dalam mean. Jika data deret waktu

tidak stasioner pada variansnya, maka dapat dilakukan transformasi stabilisasi varians, seperti transformasi kuasa

Box-Cox (Box-Cox power transformation). Secara umum nilai λ dan

transformasi yang digunakan sebagai berikut (Wei, 2006).

Tabel 2.1 Transformasi Box - Cox

Estimasi λ Transformasi

-1,0 1/Zt

-0,5 1/

Z

t

0 Ln Zt

0,5

Z

t

1,0 Zt (tidak ada transformasi)

Dikatakan stasioner dalam mean saat ACF menunjukkan pola yang turun cepat. Stasioner dalam mean dapat dilakukan dengan uji Dickey Fuller. Secara umum persamaan dari Uji Dickey Fuller adalah berikut (Gujarati, 2004).

t t

t Z

Z

1 (2.8)

dimana: t

Z

 = first differencing dari Zt

1

t

Z =Lag 1 dari Zt

=koefisien regresi dari prediktor Zt1

t

(28)

Pengujiannya adalah sebagai berikut.

Jika data tidak stasioner pada nilai rata-ratanya, maka dilakukan proses differencing. Cara untuk melakukan differencing data adalah sebagai berikut (Wei, 2006).

1

2.3.1.2 Autokorelasi Function (ACF) dan Partial Autokorelasi Function (PACF)

ACF merupakan korelasi antara

Z

t dengan

Z

tk. ACF digunakan untuk mengidentifikasi model peramalan dan melihat kestasioneran data dalam mean. Fungsi autokorelasi dari sampel dapat ditulis sebagai berikut.



korelasi antara

Z

t dan

Z

tksetelah menghilangkan efek variabel

1

t

Z

,

Z

t2,...,

Z

tk1. Koefisien autokorelasi parsial dinotasikan

(29)

9

Dalam penetapan model yang sesuai dilihat dari nilai ACF dan PACF dengan acuan sebagai berikut (Bowerman dan

O’Connell, 1993).

Tabel 2.2 Karakteristik Teoritis Model ARIMA

Model Pola ACF Pola PACF

AR(p) Menurun secara

cepat

Terpotongsetelah

lag ke-p

MA(q) Terpotong setelah

lag ke-q

Menurun secara cepat

ARMA(p,q) Menurun secara

cepat

2.3.2 Penaksiran dan Uji Signifikansi Parameter

Salah satu metode yang digunakan untuk menaksir parameter adalah conditional least square (CLS). Penaksiran parameter menggunakan metode ini dilakukan dengan cara meminimumkan jumlah kuadrat error (SSE). Berikut adalah model time series (Wei, 2006).

t t

t

Z

e

(30)

Uji Signifikansi Parameter dilakukan setelah dilakukan identifikasi model. Uji signifikansi parameter dilakukan sebagai syarat model ARIMA yang terbaik. Uji Signifikansi parameter

adalah sebagai berikut (Bowerman dan O’Connell, 1993).

H0:

j

0

(parameter model tidak sesuai)

signifikan dan model dapat digunakan untuk peramalan

(Bower-man dan O’Connell, 1993).

2.3.3 Pemeriksaan atau Diagnosa Model

Pemeriksaan atau diagnosa model digunakan untuk mengetahui apakah asumsi residual telah terpenuhi yaitu Asumsi Residual yang White Noise dan Asumsi Residual berdistribusi Normal.

2.3.3.1 Asumsi Residual White Noise

White Noise adalah asumsi yang menunjukkan residual data

sudah tidak mempunyai autokorelasi yang signifikan atau sering disebut random (Wei, 2006).

Hipotesis:

H0:

1

2

K

0

(residual bersifat white noise)

H1: minimal ada satu

k

0

, untuk k 1, 2,...,K(residual tidak bersifat white noise).

(31)

11

n = banyaknya pengamatan

k

ˆ = ACF residual pada lag ke-

k

K

= maksimum lag

m =

p q

.

Daerah Kritis: Tolak H0, jika

Q

>

2,K m . 2.4.3.2 Asumsi Residual Berdistribusi Normal

Setelah melakukan pengujian asumsi residual White Noise, selanjutnya melakukan uji asumsi residual berdistribusi normal. Salah satu uji yang digunakan dalam menentukan kenormalan data adalah Kolmogorov Smirnov. Hipotesisnya adalah sebagai berikut (Minitab Inc, 2010).

Hipotesis:

H0: residual data berdistribusi normal H1: residual data tidak berdistribusi normal Statistik uji:

F : fungsi peluang komulatif dari distribusi normal

 i

X

: statistik order ke-i dari sampel random,

1

i

n

Daerah Kritis: Tolak H0 ditolak jika

(32)

2.4 Pemilihan Model Terbaik

Pemilihan model terbaik dari beberapa model terpilih pada data in sample dapat menggunakan Akaike’s Information Criterion (AIC) dan Scwartz’s Bayesian Criterion (SBC). AIC adalah suatu kriteria pemilihan model terbaik yang mempertimbangkan jumlah parameter dalam model, sedangkan SBC adalah pemilihan model terbaik dengan kriteria bayesian Kriteria AIC dan SBC dirumuskan sebagai berikut.

Pemilihan data terbaik untuk data out sample menggunakan beberapa kriteria yaitu Root Mean Square Error (RMSE), Mean

Absolute Error (MPE) dan Symmetric Mean Absolute Percentage

Error (sMAPE). Berikut adalah persamaan perkiraan error.

 

l

Z

Z

e

t

nl

ˆ

n (2.20)

Kriteria kesalahan peramalan Root Mean Square Error (RMSE)

out sample merupakan salah satu indeks yang dapat digunakan

un-tuk mengevaluasi ketepatan model time series dengan mempertim-bangkan sisa perhitungan ramalan pada data out sample. Nilai RMSE dirumuskan sebagai berikut.

(33)

13

SymmetricMean Absolute Percentage Error (sMAPE) dirumuskan

sebagai berikut.

Banyak peristiwa yang mempengaruhi observasi menggunakan deret waktu. Peristiwa tersebut diantaranya liburan, pemogokan, promosi penjualan dan kebijakan pemerintahan. Pengaruh dari peristiwa-peristiwa tersebut adalah terjadinya pengamatan yang tidak konsekuen pada nilainya. Pengamatan tersebut biasa disebut sebagai outlier. Outlier menjadi salah satu masalah yang terdapat dalam analisis data, oleh karena itu diperlukan deteksi outlier dan penghilangan outlier. Terdapat dua model outlier yang biasa dikenal yaitu additive dan innovational. Berikut adalah bentuk model additive outlier (Wei, 2006)

(34)

dimana:

It merupakan nilai dari indikator variabel dimana menjelaskan ada tidaknya outlier pada waktu ke T. Selanjutnya adalah model

innovational outlier yang didefinisikan sebagai berikut.

)

Berdasarkan model yang telah didefinisikan diketahui perbedaan dari additive outliers dan innovational outliers. Additive outlier hanya mempengaruhi observasi ke T, ZTsedangkan innovational outliers mempengaruhi semua observasi ZT, , ZT+1,..., diluar waktu T, melalu sistem yang dijelaskan oleh 

   

B / B .Model umum outlier dengan k outlier disajikan sebagai berikut.

(35)

15

umumnya tumbuh sebagai tanaman tahunan. Tanaman padi dapat tumbuh hingga setinggi 1-1,8 m. Daunnya panjang dan ramping dengan panjang 50-100 cm dan lebar 2-2,5 cm. Beras yang dapat dimakan berukuran panjang 5-12 mm dan tebal 2-3 mm (Kuswardani, 2013).

Beras sebagai menu pokok harian yang selalu dikonsumsi oleh hampir seluruh masyarakat Indonesia ini memiliki kandungan pati yang cukup besar dibandingkan dengan sereal. Selain itu, dalam beras juga mengandung vitamin, protein, mineral, dan air. Beras yang mengandung karbohidrat sangat dibutuhkan untuk seseorang yang memiliki banyak aktivitas karena karbohidrat berguna sebagai pemasok energi untuk tubuh (Ramadhanny, 2015)

2.7 Badan Urusan Logistik (BULOG)

BULOG adalah perusahaan umum milik negara yang berge-rak di bidang logistik pangan. Ruang lingkup bisnis perusahaan meliputi usaha logistic/pergudangan, survei dan pemberantasan hama, penyediaan karung plastik, usaha angkutan, perdagangan komoditi pangan dan usaha eceran.

BULOG merupakan perusahaan yang mengemban tugas pub-lik dari pemerintah. BULOG melakukan kegiatan-kegiatan seperti menjaga harga dasar pembelian untuk gabah, stabilisasi harga khu-susnya harga pokok, menyalurkan beras untuk orang miskin (Raskin) dan pengelolaan stok pangan (BULOG, 2012).

2.8 Pengadaan Beras di BULOG

(36)

BULOG menjadi seuah Perusahaan Umum. Pembelian gabah dan beras dalam negeri yang disebut sebagai PENGADAAN DALAM NEGERI merupakan satu bukti keberpihakan Pemerintah (Perum BULOG) pada petani produsen melalui jaminan harga dan jaminan pasar atas hasil produksinya (BULOG, 2012).

Pengadaan Gabah dan Beras Dalam Negeri berawal dari produksi petani. Dengan adanya Harga Pembelian Pemerintah (HPP), petani menjadi aman dalam melaksanakan usaha tani padinya. Pengadaan dalam negeri menjadi jaminan harga dan sekaligus jaminan pasar atas hasil produksinya. Dengan

“semangat” berproduksinya, produksi padi akan meningkat dan

ketersediaan pangan (beras) dalam negeri akan mencukupi. Salah satu pilar ketahanan pangan yaitu ketersediaan (availability) dapat tercapai (BULOG, 2012).

Dari sisi operasional BULOG, terdapat tiga saluran dalam penyerapan produksi petani yaitu Satgas, Unit Pengolahan Gabah dan Beras (UPGB) dan Mitra Kerja. Ketiga saluran tersebut membali gabah langsung pada petani dengan patokan HPP. Umumnya gabah yang dibeli adalah gabah pada kualitas apa adanya (di luar kualitas yang ada dalam Inpres). Sedangkan gabah yang diterima BULOG adalah Gabah Kering Giling (GKG) yaitu gabah dengan kualitas kadar air maksimum 14% dan kadar hampa kotoran maksimum 3%. Kualitas ini cukup tahan disimpan dalam waktu tertentu dan siap digiling untuk menghasilkan beras standar pada saatnya. Dalam Inpres Nomor 7 Tahun 2009, harga GKG di tingkat penggilingan adalah Rp.3.300/kg dan di gudang BULOG Rp.3.345/kg (BULOG, 2012).

2.9 Persediaan Beras di BULOG

(37)

17

(38)
(39)

19

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Sumber Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder dari Perum BULOG Divre Jatim berupa data pengadaan beras dan data persediaan beras. Data pengadaan beras yang digunakan adalah data pengadaan beras periode bulanan selama 8 tahun yaitu mulai Januari 2008 sampai Desember 2015, sehingga jumlah yang digunakan sebanyak 96 data. Data akan dibagi menjadi data in sample yang berjumlah 84 data dan data out sample yang berjumlah 12 data. Data persediaan beras yang digunakan adalah data persediaan beras periode bulanan selama 14 Tahun yaitu mulai bulan Januari 2002 sampai bulan Desember 2015, sehingga jumlah data yang digunakan sebanyak 168 data. Data akan dibagi menjadi data in sample yang berjumlah 156 data dan data out sample yang berjumlah 12 data.

3.2 Metode Penelitian

Metode penelitian yang digunakan untuk meramalkan jumlah pengadaan beras dan jumlah persediaan beras di Perum BULOG Divre Jatim adalah metode ARIMA Box-Jenkins.

3.3 Langkah Analisis

Langkah penelitian terhadap data jumlah pengadaan beras dan jumlah persediaan beras di Perum BULOG Drive Jatim menggunakan model ARIMA Box-Jenkins adalah sebagai berikut. 1. Mengidentifikasi karakteristik data pengadaan beras dan

persediaan beras

2. Membuat time series plot dan ACF data in sample pada data pengadaan beras dan persediaan beras untuk mengetahui pola dari data

3. Mengidentifikasi apakah data telah stationer dalam mean dan varians. Stasioner dalam varians dilihat dari nilai Rounded

(40)

data dikatakan stasioner dalam varians dan jika tidak stationer dalam varians, maka perlu dilakukan transformasi. Stasioner dalam mean diidentifikasi dengan uji Dickey- Fuller, jika data tidak stationer dalam mean maka dilakukan diferencing. 4. Melakukan identifikasi model menggunakan plot ACF dan

PACF serta menetapkan model sementara berdasarkan plot ACF dan PACF.

5. Melakukan estimasi parameter dan melakukan pengujian signifikansi parameter.

6. Melakukan pemeriksaan residual yaitu menguji apakah resid-ual telah white noise dan berdistribusi normal. Uji White Noise menggunakan uji Ljung Box sedangkan Uji residual berdistribusi normal menggunakan Kolmogorov Smirnov. 7. Melakukan peramalan dari data in sample pengadaan beras

dan persediaan beras 12 bulan kedepan

8. Memilih model terbaik dengan membandingkan nilai AIC dan SBC untuk data in sample dan nilai RMSE, MAE dan sMAPE untuk data out sample dari masing-masing model.

9. Melakukan peramalan data pengadaan beras dan data persediaan beras 12 bulan kedepan yaitu mulai Januari 2016 sampai Desember 2016 menggunakan model terbaik yang terpilih.

3.4 Diagram Alir

Langkah analisis digambarkan dalam diagram alir penelitian. Adapun gambar diagram alir penelitian dapat dilihat pada Gambar 3.1 sebagai berikut.

Gambar 3.1 Daigram Alir Penelitian

Mulai

Data

A

(41)

21

Gambar 3.1 Diagram Alir Penelitian (Lanjutan) Tidak

Ya Tidak

Tidak

Ya

Ya Pemeriksaan Kestasioneran

Stasioner dalam varian menggunakan Box-cox, jika tidak stasioner dalam varians dilakukan trans-formasi. Stasioner dalam mean menggunakan Uji Dickey-Fuller, jika tidak stasioner dalam mean dilakukan differencing Apakah data

Stasioner?

Identifikasi berdasarkan ACF dan PACF

Parameter Signifikan? Penetapan Model Sementara

Cek Residual Data

Residual White Noise?

A

Pemilihan Model Terbaik

Peramalan 12 bulan kedepan

Kesimpulan

(42)
(43)

23

BAB IV

ANALISIS DAN PEMBAHASAN

Pada bab ini akan dilakukan analisis mengenai data jumlah pengadaan dan persediaan beras di Perum Bulog Divre Jatim. Analisis yang dilakukan meliputi penyajian karakteristik data, pemodelan jumlah pengadaan dan persediaan beras serta peramalan jumlah pengadaan dan persediaan beras menggunakan metode ARIMA Box-Jenskins.

4.1 Karakteristik Jumlah Pengadaan dan Persediaan Beras Karakteristik data jumlah pengadaan dan persediaan beras yang akan dilakukan meliputi nilai rata-rata, jumlah maksimum, jumlah minimum dan standart deviasi dari data. Selain itu akan dilakukan analisis karakteristik menggunakan box-plot untuk mengetahui persebaran data per bulan. Karakteristik data jumlah pengadaan dan persediaan beras disajikan dalam Tabel 4.1 sebagai berikut.

Tabel 4.1 Karakteristik Data Jumlah Pengadaan dan Persediaan Beras

Variabel N Rata-rata Maksimum Stadev

Pengadaan Beras 96 69033 296401 72159

Persediaan Beras 168 402099 883636 198874

Tabel 4.1 menunjukkan bahwa rata-rata jumlah pengadaan beras selama 96 bulan mulai Januari 2008 sampai Desember 2015 sebesar 69.033 ton per bulan. Pengadaan beras tertinggi sebesar 296.401 ton terdapat pada bulan April tahun 2009 dengan simpangan baku sebesar 72159. Rata-rata jumlah persediaan beras selama 168 bulan mulai Januari 2002 sampai Desember 2015 sebesar 402.099 ton per bulan, dengan jumlah persediaan beras tertinggi terdapat pada bulan Juni 2016 sebesar 883.636 ton dan simpangan baku sebesar 198874.

(44)

barang yang meliputi nilai quartil, minimum dan maksimum, serta melihat ada tidaknya data yang outlier atau data yang jauh berbeda dengan data yang lain. Grafik box-plot jumlah pengadaan beras disajikan dalam Gambar 4.1.

Gambar 4.1Box-plot Jumlah Pengadaan Beras

(45)

25

Gambar 4.2Box-plot Jumlah Persediaan Beras

Gambar 4.2 menunjukkan bahwa jumlah persediaan beras tertinggi terdapat pada bulan Juni dan terendah terdapat pada bulan Agustus. Keragaman jumlah persediaan beras tertinggi terdapat pada bulan Agustus dimana dapat dilihat dari range yang terpanjang dibandingkan bulan lain.

4.2 Pemodelan Jumlah Pengadaan Beras

Pemodelan jumlah pengadaan beras digunakan untuk menentukan model yang terbaik. Model terbaik akan digunakan untuk melakukan peramalan 12 bulan kedepan. Pada analisis ini, semua data terlebih dahulu dibagi menjadi data in sample dan data out sample. Data in sample digunakan untuk meramalkan data out sample. Peramalan data out sample untuk memilih model terbaik dengan membandingkan hasil ramalan data out sample dengan data aktual out sample. Berikut tahapan pemodelan menggunakan ARIMA Box-Jenkins.

4.2.1 Identifikasi Model Jumlah Pengadaan Beras

Tahap identifikasi model jumlah pengadaan beras digunakan untuk mengetahui apakah data jumlah pengadaan beras telah stasioner atau belum. Stasioneritas data dibagi menjadi

(46)

stasioner dalam varians dan stasioner dalam mean. Pemeriksaan stasioner dalam varians dapat dilakukan menggunakan Box-Cox

Transformation. Pemeriksaan stasioner dalam mean dilakukan

menggunakan plot ACF dan menggunakan uji Dickey-Fuller. Sebelum melakukan pemeriksaan stasioner dalam varians, terlebih dahulu dilihat time series plot dari data jumlah pengadaan beras untuk mengetahui pola dan karakterisik dari data. Time

series plot data in sample jumlah pengadaan beras disajikan

dalam Gambar 4.3 sebagai berikut.

Gambar 4.3Time series Plot Jumlah Pengadaan Beras

Gambar 4.3 menunjukkan bahwa data jumlah pengadaan beras mulai bulan Januari tahun 2008 sampai bulan Desember tahun 2014 mengalami fluktuasi yang tinggi dan cenderung membentuk pola musiman tertentu. Secara visual dapat dikatakan bahwa data tidak stasioner dalam varians dan mean. Selanjutnya dilakukan identifikasi kestasioneran dalam varians menggunakan

Box-Cox. Indentifikasi menggunakan Box-Cox dilihat dari nilai

Rounded Value. Data dikatakan stasioner dalam varians saat

rounded value sama dengan 1 atau selang interval dari data

jumlah pengadaan beras melewati angka 1. Grafik Box-Cox

Transformation disajikan dalam Gambar 4.4.

(47)

27

Gambar 4.4Box-Cox Jumlah Pengadaan Beras

Gambar 4.4 menunjukkan bahwa nilai rounded value yang diperoleh dari pemeriksaan box-plot data jumlah pengadaan beras adalah sebesar 0,28 dengan batas bawah dan batas atas berturut-turut sebesar 0,18 dan 0,40. Berdasarkan nilai rounded

value sebesar 0,28 dan selang interval yang tidak melewati nilai

1, maka dapat diidentifikasikan bahwa data jumlah pengadaan beras tidak stasioner dalam varians. Jika data tidak stasioner dalam varians dilakukan transformasi untuk menstasionerkan data dalam varians. Pada tugas akhir ini tidak dilakukan transformasi pada data jumlah pengadaan beras, karena nilai rounded value yang diperoleh tidak umum digunakan dan dikhawatirkan akan menghilangkan informasi yang ada pada data jumlah pengadaan beras. Selanjutnya dilanjutkan pemeriksaan stasioner dalam mean pada data jumlah pengadaan beras. Pemeriksan stasioner dalam varians dilakukan secara visual dan pengujian. Secara visual pemeriksaan stasioner dalam varians dilakukan menggunakan Plot ACF dan dilakukan pengujian Dickey-Fuller untuk memperoleh hasil yang lebih akurat. Plot ACF data pengadaan beras untuk melakukan pemeriksaan secara visual kestasioneran data disajikan pada Gambar 4.5.

(48)

Gambar 4.5 Plot ACF Jumlah Pengadaan Beras

Berdasarkan Gambar 4.5 diatas dapat diketahui bahwa secara visual data belum stasioner dalam mean, karena dilihat dari plot ACF yang turun cepat setelah lag 1, 11, 12 dan 13. Analisis secara visual, menghasilkan kesimpulan yang tidak pasti oleh karena itu dilakukan uji Dickey-Fuller. Pengujian Dickey-Fuller data jumlah pengadaan beras diperoleh persamaan sebagai berikut.

Dengan pengujian sebagai berikut.

H0: data tidak stasioner dalam mean (δ = 0) H1: data telah stasioner dalam mean (δ ≠ 0)

Taraf Signifikan: α = 0,05

Daerah Penolakan: Tolak H0 jika P-value < α

Tabel 4.2 Uji Dickey-Fuller Jumlah Pengadaan Beras

Data Estimasi S.E t-value p-value

Pengadaan Beras -0,16014 0,06031 -2,66 0,0095

(49)

29

Tabel 4.2 menunjukkan bahwa nilai P-value yang diperoleh sebesar 0,0095 sehingga diputuskan tolak H0, karena nilai P-value

kurang dari nilai α yaitu sebesar 0,0095 < 0,05. Artinya data jumlah pengadaan beras telah stasioner dalam mean.

Selanjutnya dilakukan identifikasi orde ARIMA yang dilihat dari lag-lag pada Plot ACF dan PACF. Plot PACF data jumlah pengadaan beras disajikan dalam Gambar 4.6.

Gambar 4.6 Plot PACF Jumlah Pengadaan Beras

(50)

4.2.2 Estimasi Parameter Jumlah Pengadaan Beras

Setelah melakukan identifikasi orde ARIMA, selanjutnya dilakukan estimasi parameter data jumlah pengadaan beras. Estimasi parameter dilakukan untuk mengetahui apakah model dugaan telah signifikan atau tidak. Hasil estimasi parameter dugaan model ARIMA disajikan dalam Tabel 4.3.

Tabel 4.3 Uji Signifikansi Parameter Model ARIMA Jumlah Pengadaan Beras

Model ARIMA Parameter Estimasi T-value P-value

(1,0,1)(1,0,0)12

(51)

31

4.2.3 Pemeriksaan Residual Jumlah Pengadaan Beras

Pemeriksaan residual dilakukan setelah parameter dalam model telah signifikan. Setelah sebelumnya dilakukan uji signifikansi model, selanjutnya dilakukan pemeriksaan residual pada model yan telah signifikan. Terdapat dua pemeriksaan residual jumlah pengadaan beras yaitu residual white noise dan residual berdistribusi normal. Hasil pengujian residual white noise dan residual berdistribusi normal jumlah pengadaan beras disajikan pada Tabel 4.4.

Tabel 4.4 Pengujian Residual White noise Jumlah Pengadaan Beras

Model ARIMA parameternya signifikan memenuhi asumsi residual white noise. Model ARIMA jumlah pengadaan beras tersebut adalah ARIMA (1,0,1)(1,0,0)12, ARIMA (1,0,1) (0,0,1)12 dan ARIMA (1,0,1)(1,0,1)12 Setelah dilakukan pemeriksaan pada residual

white noise, selanjutnya dilakukan pemeriksaan residual

berdistribusi normal pada model yang telah white noise. Hasil pengujian residual berdistribusi normal adalah sebagai berikut. H0: Residual berdistribusi normal

(52)

Taraf Signifikan: α=0,05 Daerah Penolakan: Tolak H0 jika P-value < α

Tabel 4.5 Pengujian Residual Berdistribusi Normal Jumlah Pengadaan Beras

Model ARIMA

Residual Berdistribusi

Normal Kesimpulan

KS P-value

(1,0,1)(1,0,0)12 0,144859 <0,0100 Tidak Berdistribusi Normal

(1,0,1)(0,0,1)12 0,176111 <0,0100 Tidak Berdistribusi Normal

(1,0,1])(1,0,1)12 0,113738 <0,0100 Tidak Berdistribusi Normal

Tabel 4.5 menunjukkan bahwa pada ketiga model ARIMA yang telah signifikan dan memenuhi asumsi pengujian residual

white noise tidak memenuhi asumsi residual berdistribusi normal.

Hai itu ditunjukkan dari nilai P-value yang diperoleh ketiga model kurang dari α (0,05), sehingga ketiga model dikatakan tidak memenuhi asumsi distribusi normal. Selanjutnya dilakukan deteksi outlier pada ketiga model yaitu ARIMA (1,0,1)(1,0,0)12, ARIMA (1,0,1) (0,0,1)12 dan ARIMA (1,0,1)(1,0,1)12

Deteksi outlier pada penelitian kali ini menggunakan taraf signifikan sebesar 0,05 dengan maksimum pendeteksian outlier sebesar 20. Hasil dari deteksi outlier adalah sebagai berikut.

Tabel 4.6 Uji Signifikansi Parameter ARIMA (1,0,1)(1,0,0)12Jumlah Pengadaan Beras dengan Deteksi Outlier

Parameter Estimasi T-value P-value Tipe Outlier

0

 69966,6 3,18 0,0021 -

1

 0,60029 5,45 <0,0001 -

1

 -0,61347 -5,69 <0,0001 -

12

 0,73479 7,98 <0,0001 -

48

 59813,2 4,20 <0,0001 Additive

15

 65917,9 4,01 0,0001 Additive

17

 -60805,1 -2,59 0,0115 Level Shift

12

(53)

33

Tabel 4.6 menunjukkan bahwa pada model ARIMA (1,0,1)(1,0,0)12 terdapat empat pengamatan terdeteksi sebagai

outlier yang signifikan dengan tiga pengamatan tipe outlier

additive yaitu pengamatan ke 48, ke 15 dan ke 12 serta satu

pengamatan berupa tipe outlier level shift yaitu pengamatan ke 17. Dengan taraf signifikan 0,05 ditemukan 10 outlier dan dilakukan uji signifikansi parameter satu per satu. Pada model ARIMA (1,0,1)(1,0,0)12 dengan empat outlier signifikan memenuhi asumsi residual white noise namun tetap tidak memenuhi asumsi residual berditribusi normal. Selanjutnya deteksi outlier pada model ARIMA (1,0,1)(0,0,1)12. Hasil Deteksi

outlier pada model ARIMA (1,0,1)(0,0,1)12 adalah sebagai

berikut.

Tabel 4.7 Uji Signifikansi Parameter ARIMA (1,0,1)(0,0,1)12Jumlah Pengadaan Beras dengan Deteksi Outlier

Parameter Estimasi T-value P-value Tipe Outlier

0

 53879,4 3,26 0,0017 -

1

 0,54226 4,83 <0,0001 -

1

 -0,65788 -6,30 <0,0001 -

12

 -0,45551 -3.96 0,0002 -

48

 65238,2 3,83 0,0003 Additive

15

 126877,7 3,99 0,0002 Additive

16

 87435,0 2,88 0,0051 Additive

Berdasarkan Tabel 4.7 diketahui bahwa pada model ARIMA (1,0,1)(0,0,1)12 terdapat tiga pengamatan yang terdeteksi sebagai outlier yang signifikan, yaitu pengamatan ke 48, ke 15 dan pengamatan ke16 dimana ketiga outlier adalah tipe outlier additive. Dengan taraf signifikan 0,05 ditemukan 8 outlier dan dilakukan uji signifikansi parameter satu per satu. Namun hingga

outlier terakhir dimasukkan, tidak terdapat satu outlier yang

(54)

model ARIMA (1,0,1)(0,0,1)12 dengan dua outlier signifikan dan memenuhi asumsi residual white noise namun tidak memenuhi asumsi residual berdistribusi normal. Selanjutnya dilakukan deteksi outlier pada model ARIMA (1,0,1)(1,0,1)12.

Tabel 4.8 Uji Signifikansi Parameter ARIMA (1,0,1)(1,0,1)12Jumlah Pengadaan Beras dengan Deteksi Outlier

Parameter Estimasi T-value P-value Tipe Outlier

0

 47929,4 2,12 0,0371 -

1

 0,58925 5,22 <0,0001 -

1

 -0,49597 -4,12 <0,0001 -

12

 1,0000 10,91 <0,0001 -

12

 0,56299 3,49 0,0008 -

48

 65709,9 3,45 0,0009 Additive

15

 67809,4 3,42 0,0010 Additive

Tabel 4.8 menunjukkan bahwa pada model ARIMA (1,0,1)(1,0,1)12 terdapat dua pengamatan yang terdeteksi sebagai

outlier yang signifikan, yaitu pengamatan ke 48 dan pengamatan

ke 15 dimana kedua outlier adalah tipe outlier additive. Dengan taraf signifikan 0,05 ditemukan 6 outlier dan dilakukan uji signifikansi parameter satu per satu. Namun hingga outlier terakhir dimasukkan, tidak terdapat satu outlier yang signifikan dalam model dan berdistribusi normal, sehingga model tetap tidak memenuhi asumsi residual berdistribusi normal. Pada model ARIMA (1,0,1)(1,0,1)12 dengan dua outlier signifikan dan memenuhi asumsi residual white noise namun tidak memenuhi asumsi residual berdistribusi normal.

(55)

35 A nderson-Darling N ormality Test

95% C onfidence Interv al for M ean

95% C onfidence Interv al for M edian

95% C onfidence Interv al for S tDev 95% Confidence Intervals A nderson-Darling N ormality Test

95% C onfidence Interv al for M ean

95% C onfidence Interv al for M edian

(56)

(c)

Gambar 4.7 Ringkasan Grafis Residual Model ARIMA (1,0,1)(1,0,0)12 (a), ARIMA (1,0,1)(0,0,1)12 (b) dan ARIMA (1,0,1)(1,0,1)12(c)

Gambar 4.7 merupakan ringkasan grafis pada residual model ARIMA (1,0,1)(1,0,0)12, ARIMA (1,0,1)(0,0,1)12 dan ARIMA (1,0,1)(1,0,1)12. Gambar 4.7 menunjukkan bahwa Pada ketiga model ARIMA diperoleh nilai skewness lebih dari nol yaitu berturut-turut sebesar 1,14021; 1,31327 dan 1,32811. Nilai

skewness yang lebih dari nol atau positif menunjukkan bahwa

residual ketiga model membentuk skew ke kanan artinya terdapat banyak residual yang outlier disebelah kanan rata-rata. Distribusi residual tidak normal dapat dilihat dari nilai kurtosis. Nilai

kurtosis yang positif pada ketiga model menunjukkan bahwa

distribusi residual memiliki bentuk kurva lebih runcing daripada bentuk kurva normal yang berarti bahwa nilai-nilai residual tersebar paling banyak pada titik nol dan menunjukkan bahwa model menghasilkan nilai peramalan yang mendekati nilai asli. 4.2.4 Pemilihan Model Terbaik Jumlah Pengadaan Beras

Pemodelan ARIMA pada data jumlah pengadaan beras menghasilkan dua model yang signifikan dan memenuhi asumsi

white noise. Berikut disajikan perbandingan hasil peramalan

160000 A nderson-Darling N ormality Test

95% C onfidence Interv al for M ean

95% C onfidence Interv al for M edian 95% C onfidence Interv al for S tDev

(57)

37

kedua model dengan data out sample jumlah pengadaan beras menggunakan plot time series.

Gambar 4.8 Perbandingan Data Out sample dengan Hasil Peramalan Ketiga Model

Berdasarkan time series plot pada Gambar 4.8 diketahui bahwa ketiga model memiliki kecenderungan pola yang hampir sama dengan data out sample. Pemilihan model terbaik dilihat berdasarkan nilai error yang paling kecil. Hasil perbandingan kriteria kebaikan model pada data in sample dan out sample disajikan dalam Tabel 4.9.

Tabel 4.9 Kriteria Kebaikan Model Jumlah Pengadaan Beras Model (1,0,1)(1,0,1)12 2016,108 2028,262 48611,54 32889,22 81,15

Berdasarkan Tabel 4.9 diketahui bahwa pada data in

sample jumlah pengadaan beras, model ARIMA yang memiliki

(58)

RMSE dan MAE terkecil adalah model ARIMA (1,0,1)(1,0,0)12, sedangkan berdasarkan nilai sMAPE model yang memliki nilai terkecil adalah model ARIMA (1,0,1)(1,0,1)12. Berdasarkan kriteria pada data out sample oleh karena itu model terbaik pada jumlah pengadaan beras adalah model ARIMA (1,0,1)(1,0,0)12.

Berdasarkan model matematis diatas diketahui bahwa jumlah pengadaan beras dipengaruhi oleh data jumlah pengadaan beras 1, 12 dan 13 bulan sebelumnya serta dipengaruhi kesalahan peramalan pada 1 bulan lalu.

4.3 Pemodelan Jumlah Persediaan Beras

Sebelum melakukan pemodelan jumlah persediaan beras, terlebih dahulu data dibagi menjadi data in sample yaitu mulai Januari 2002 sampai Desember 2014 dan data out sample mulai Januari sampai Desember 2015. Data in sample digunakan untuk membuat model peramalan. Tahapan dalam melakukan pemodelan jumlah persediaan beras antara lain identifikasi model, estimasi paramter, uji signifikansi, cek residual dan melakukan pemilihan model terbaik data jumlah persediaan beras.

4.3.1 Identifikasi Model Jumlah Persediaan Beras

(59)

39

plot ACF dan pengujian Dickey-Fuller. Berikut disajikan time

series plot data untuk mengetahui karakteristik data secara visual.

Gambar 4.9Time series Plot Jumlah Persediaan Beras

Gambar 4.9 menunjukkan pola data jumlah persediaan beras mulai Januari 2002 hingga Desember 2014 yang cenderung stasioner atau tidak mengalami fluktuasi yang tinggi, hal tersebut terlihat dari plot data berada di sekitar mean. Oleh karena itu, diindikasikan bahwa data secara visual telah stasioner dalam

varians dan mean. Berikut pemeriksaan kestasioneran data dalam

varians menggunakan Box-CoxTranformation.

(60)

Gambar 4.10 menunjukkan bahwa dari hasil pengujian data jumlah persediaan beras telah stasioner dalam varians. Hal tersebut ditunjukkan dengan nilai rounded value yang diperoleh dari pemeriksaan menggunakan box-cox sama dengan 1 dan selang interval data telah melewati angka 1. Oleh karena itu tidak perlu dilakukan transformasi. Setelah melakukan pemeriksaan stasioner dalam varians, selanjutnya dilakukan pemeriksaan stasioner dalam mean menggunakan plot ACF dan uji

Dickey-Fuller. Pemeriksaan secara visual menggunakan plot ACF data

jumlah persediaan beras disajikan dalam Gambar 4.11.

Gambar 4.11 Plot ACF Jumlah Persediaan Beras

Gambar 4.11 menunjukkan secara visual data telah stasioner dalam mean. Hal tersebut terlihat dari beberapa plot ACF yang turun lambat atau diesdown. Pemeriksaan secara visual terkadang menghasilkan hasil yang kurang pasti, sehingga dilakukan pengujian menggunakan uji Dickey-Fuller. Pengujian

Dickey-Fuller data jumlah persediaan beras diperoleh persamaan

(61)

41

Hasil analisisnya adalah sebagai berikut.

Tabel 4.10 Uji Dickey-Fuller Jumlah Persediaan Beras

Data Estimasi S.E

t-Tabel 4.10 menunjukkan bahwa dari hasil pengujian

Dickey-Fuller diperoleh nilai p-value sebesar 0,4178, sehingga

dapat diputuskan gagal tolak H0 artinya data jumlah persediaan beras tidak stasioner dalam mean. Oleh karena itu, perlu dilakukan differencing reguler pada data jumlah persediaan beras. Setelah dilakukan differencing reguler pada data jumlah persediaan beras, hasil time series plot jumlah persediaan beras disajikan dalam Gambar 4.12.

Gambar 4.12Time seriesPlot Jumlah Persediaan Beras Diferrensing Reguler

(62)

Diperoleh persamaan hasil uji Dickey Fuller jumlah persediaan beras setelah differencing reguler sebagai berikut.

t

Hasil pengujian Dickey-Fuller jumlah persediaan setelah

differencing reguler adalah sebagai berikut.

Tabel 4.11 Uji Dickey-Fuller Jumlah Persediaan Beras Hasil Differencing

Data Estimasi S.E t-value p-value

Jumlah Persediaan

Beras -0,62813 0,07492 -8,38 < 0,0001

Tabel 4.11 menunjukkan bahwa dari hasil differencing diperoleh p-value < 0,0001, sehingga diputuskan tolak H0 yang artinya data telah stasioner dalam mean.

(63)

43

(b)

Gambar 4.13 Plot ACF (a) dan PACF (b) Jumlah Persediaan Beras Differencing

Reguler

Berdasarkan gambar 4.13 diketahui bahwa pada plot ACF jumlah persediaan beras hasil differencing reguler menunjukkan bahwa terdapat beberapa lag yang keluar dari batas signifikansi. Lag yang keluar dari batas signifikansi tersebuat adalah lag 1, lag 5, lag 6, lag 11, lag 12, lag 13, lag 23 dan lag 24. Pada plot PACF jumlah persediaan beras hasil differencing juga terdapat lag yang keluar dari batas spesifikasi. Lag yang keluar dari batas signifikansi pada Plot PACF yaitu lag 1, lag 11, lag 12 dan lag 23. Berdasarkan lag-lag yang keluar pada Plot ACF dan Plot PACF jumlah persediaan beras hasil differencing reguler diatas, diperoleh kemungkinan model ARIMA untuk meramalkan jumlah persediaan beras antara lain ARIMA ([1,23],1,0), ARIMA (1,1,[23])(1,0,0)12 dan ARIMA (1,1,[23]) (0,0,1)12.

Karena dari hasil differencing reguler lag dengan kelipatan 12 masih tinggi oleh karena itu diduga data jumlah persediaan beras memiliki pola musiman 12, maka selanjutnya dilakukan

(64)

Hasil differencing musiman 12 pada data jumlah persediaan beras disajikan pada Gambar 4.14 sebagai berikut.

(65)

45

(c)

Gambar 4.14 Scatterplot (a), Plot ACF (b) dan PACF (c) Jumlah Persediaan Beras Differencing 12

Berdasarkan gambar 4.14 (a) menunjukkan plot time series data setelah didifferencing 12 mengalami fluktuasi tinggi dan tidak berada disekitar garis mean. Gambar 4.14 (b) menunjukkan plot ACF yang turun lambat setelah lag 5 artinya data tidak stasioner dalam mean. Gambar 4.14 (c) menunjukkan plot PACF data dengan lag yang keluar adalah lag 1, 2, 3, 13, 14, 15 dan lag 18. Dilakukan differencing 1 terhadap data yang telah dilakukan

differencing 12 sebagai berikut.

(66)

(b)

(c)

Gambar 4.15 Scatterplot (a), Plot ACF (b) dan PACF (c) Jumlah Persediaan Beras Hasil Differencing 1 dan 12

Gambar 4.15 (a) menggambarkan time series plot data hasil

(67)

47

differencing 12 dan 1 yang menunjukkan bahwa terdapat

beberapa lag yang keluar dari batas spesifikasi yaitu lag 1, 2, 11, 12 dan gambar 4. (c) merupakan plot PACF data hasil

differencing 12 dan 1 yang menunjukkan bahwa terdapat

beberapa lag yang keluar dari batas spesifikasi yaitu 1, 2, 11, 12, 13, 14 dan 24. Berdasarkan lag yang keluar tersebut, diperoleh kemungkinan model ARIMA untuk meramalkan jumlah persediaan beras yaitu ARIMA (0,1,[2])(0,1,1)12, ARIMA (1,1,0)(0,1,1)12 dan ARIMA ([2],1,0)(0,1,1)12.

4.3.2 Estimasi Parameter Jumlah Persediaan Beras

Estimasi parameter digunakan untuk melihat apakah parameter-parameter dari model dugaan telah signifikan atau tidak. Hasil estimasi parameter dari model dugaan data jumlah persediaan beras disajikan dalam Tabel 4.12.

Tabel 4.12 Uji Signifikansi Parameter Model ARIMA Jumlah Persediaan Beras

Model ARIMA Parameter Estimasi T-value P-value

([1,23],1,0) 1

0,38360 5,40 <0,0001

23

0,31561 4,23 <0,0001

(1,1,[23])(1,0,0)12

1

0,32441 4,19 <0,0001

23

-0,30425 -3,57 0,0005

12

 0,31371 3,94 0,0001

(1,1,[23])(0,0,1)12

1

0,33017 4,26 <0,0001

23

-0,32167 -3,75 0,0002

12

 -0,24586 -3,01 0,0031

(0,1,[2])(0,1,1)12

2 -0,28551 -3,51 0,0006

12

 0,86219 18,04 <0,0001

(1,1,0)(0,1,1)12

1 0,19532 2,36 0,0195

12

Gambar

Tabel 4.16  Uji Signifikansi Parameter ARIMA
Gambar 4.18 Perbandingan Data Aktual Out Sample dengan
Tabel 2.1 Transformasi Box - Cox
Tabel 2.2 Karakteristik Teoritis Model ARIMA
+7

Referensi

Dokumen terkait

Keputusan Rapat Komisaris harus diambil berdasarkan musyawarah untuk mufakat, bila musyawarah mufakat tidak tercapai dilakukan pemungutan suara dengan

Berdasarkan nilai R 2 pada tabel di atas, maka dapat disimpulkan bahwa model regresi dapat digunakan untuk melihat pengaruh variabel Gender, Penghargaan

students’ thoughts is important sin ce it is basic thing that the students must have in writing any kinds of text especially

4 Ruang Kelas MTsN Caruban Kab. Lutfi Bangun Persada 2 CV. Jati Agung Arsitama 3 CV. Harga Penawaran Perusahaan yang dievaluasi :. No. Hasil Koreksi Aritmatik terhadap

Jenis penelitian ini adalah penelitian kualitatif dengan pendekatan yang digunakan adalah pendekatan yuridis dan empiris, data diperoleh dari hakim dan pegawai di

Masukan dari User Keluaran yang diharapkan Keluaran yang dihasilkan Kesimpulan Memilih menu Lemburan, Input.

Lihat hasil penilaian Merupakan fitur untuk melihat hasil dari penilaian user yang dinilai oleh penilai, bisa diakses oleh user dan penilai. Kelola penilaian user

We observed, that in the European mink Mustela lutreola , the duration of the oestrus period is 1–10 days, wherein oestrus in unmated females may recur two to three times during