• Tidak ada hasil yang ditemukan

Katekese ekologi sebagai upaya meningkatkan penghayatan spiritualitas ekologis bagi para Fransiskan di Yogyakarta dalam rangka gerakan pelestarian lingkungan hidup - USD Repository

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "Katekese ekologi sebagai upaya meningkatkan penghayatan spiritualitas ekologis bagi para Fransiskan di Yogyakarta dalam rangka gerakan pelestarian lingkungan hidup - USD Repository"

Copied!
252
0
0

Teks penuh

(1)

BAGI PARA FRANSISKAN DI YOGYAKARTA

DALAM RANGKA GERAKAN PELESTARIAN LINGKUNGAN HIDUP

SKRIPSI

Oleh :

Johanes Baptista Rachmat Simamora NIM : 061124041

PROGRAM STUDI ILMU PENDIDIKAN KEKHUSUSAN PENDIDIKAN AGAMA KATOLIK

JURUSAN ILMU PENDIDIKAN

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SANATA DHARMA

(2)
(3)
(4)

iv  

Terpujilah Engkau, Tuhanku,

karena Saudari Bulan dan Bintang-bintang, Terpujilah Engkau, Tuhanku,

karena Saudari Angin, dan karena Udara, Kabut; karena Langit yang cerah dan segala Cuaca,

Terpujilah Engkau, Tuhanku, karena Saudari Air, Terpujilah Engkau, Tuhanku,

karena Saudari Api, Terpujilah Engkau, Tuhanku, karena Saudari kami Ibu Pertiwi; (Kidung Matahari – Santo Fransiskus Asisi)

 

Karya tulis ini kupersembahkan kepada :

bapak,

mama,

abang

dan adikku tercinta,

Persaudaraan

Fransiskan

Provinsi Santo Mikhael Indonesia,

yang terkasih, Sdr. Robertus Sunar Suryo Pranata, OFM.

(†)

dosen-dosen,

teman-teman

mahasiswa IPPAK angkatan 2006

(5)

v   

“Hendaklah kamu saling mengasihi sebagai saudara

dan saling mendahului dalam memberi hormat.”

(Roma 12:10)

 

(6)
(7)
(8)

viii   

Alam dan lingkungan hidup di planet bumi ini semakin menderita, rusak dan tidak nyaman lagi untuk ditempati; tandanya ialah “semakin hari bumi semakin terasa panas.” Gejala di berbagai daerah, bahwa udara, tanah, air, dan lingkungan hidup menjadi kotor dan tidak sehat; akibat banyaknya polusi dan pencemaran yang dihasilkan oleh pabrik, kendaraan, maupun milyaran orang yang hidup di rumah-rumah tinggal mereka. Hal-hal tersebut adalah suatu gambaran kecil tentang persoalan lingkungan hidup dan alam ciptaan (ekologi). Kenyataan persoalan kelestarian lingkungan hidup adalah persoalan yang berhubungan langsung dengan kehidupan konkret manusia dan semua ciptaan yang hidup di alam dan lingkungan ciptaan. Ekologi dan kehidupan semua makhluk ciptaan saling berhubungan satu sama lain. Berhadapan dengan kenyataan ini, Gereja dan masyarakat dunia terus menerus mengupayakan aksi dan gerakan bersama demi pelestarian lingkungan hidup. Bagaimanakah seharusnya manusia bersikap terhadap lingkungannya? Apa yang dapat dilakukan Gereja, khususnya para religius Fransiskan untuk senantiasa menjaga kelestarian alam ciptaan? Sumbangan apa yang dapat diberikan oleh karya pewartaan (katekese) bagi upaya kelestarian lingkungan?

Judul karya tulis ini ialah KATEKESE EKOLOGI SEBAGAI UPAYA MENINGKATKAN PENGHAYATAN SPIRITUALITAS EKOLOGIS BAGI PARA FRANSISKAN DI YOGYAKARTA DALAM RANGKA GERAKAN PELESTARIAN LINGKUNGAN HIDUP, dipilih berdasarkan situasi dan kenyataan bahwa kegiatan pendampingan iman (katekese) tentang pelestarian lingkungan hidup oleh para Fransiskan di Yogyakarta belum terlaksana secara baik dan terprogram. Kenyataan bahwa makhluk dan alam ciptaan semakin rusak, kurangnya pemahaman dan pendampingan iman bagi para Fransiskan dalam upaya gerak pelestarian lingkungan hidup menjadi keprihatinan keluarga Fransiskan di Yogyakarta. Bertitik tolak pada kenyataan ini, karya tulis ini dimaksudkan untuk membantu para saudara Fransiskan di Yogyakarta melaksanakan cara baru berkatekese dengan menggunakan katekese model Pengalaman Hidup.

Karya tulis ini merupakan kajian tentang katekese ekologi dan penghayatan spiritualitas ekologis Fransiskan. Tulisan ini relevan dalam membangun dan mengusahakan aksi pelestarian lingkungan, khususnya bagi penghayatan spiritualitas ekologis yang dihidupi oleh para pengikut Santo Fransiskus Asisi sebagai cara hidup dan wujud kesaksian panggilan di tengah Gereja dan masyarakat. Santo Fransiskus Asisi harus menjadi contoh dan teladan kepenuhan iman dalam seluruh panggilan hidup Fransiskan.

(9)

ix

Nature and the environment on this planet increasingly suffer, damaged and are no longer convenient to live in. Its sign is "day by day the earth is increasingly hot." Its symptom in various regions is that air, land, water, and environment become dirty and unhealthy, due to many pollutants and pollution produced by factories, vehicles, as well as billions people living in their houses. This is a small description about the environment and natural creation problem (ecology). The issue of environment is an issue that relates directly to the concrete lives of human beings and all creatures that live in nature and environment creation. Ecology and life of all creatures are interconnected with each other. Faced with this reality, the Church and the world community continue to seek action and joint movement for the conservation of the environment. How should people behave toward the environment? What can the Church, especially the Franciscan religious order to help preserve the nature? What contribution can be given by the work of ministry (catechesis) for environmental conservation efforts?

The title of the paper is ECOLOGICAL CATECHESIS AS AN EFFORT TO ENHANCE THE ECOLOGICAL SPIRITUALITY FOR FRANCISCANS IN YOGYAKARTA IN ENVIRONMENTAL THE CONTEXT OF PRESERVATION MOVEMENT, is selected based on the situation and the fact that the activities of faith assistance (catechesis) on protecting the environment by the Franciscans in Yogyakarta have not been done well and programmed. The fact that the creatures and nature are being damaged, and the lack of understanding and assistance of faith of the Franciscans in the effort in the environmental conservation are the concerns of Franciscan family in Yogyakarta. Based on this fact, the paper is intended to help our brothers and sisters in the Franciscan Yogyakarta implement new ways of using the catechesis of Life Experience model.

This paper is relevant in building and pursue environmental conservation action, especially for living out ecological spirituality lived by the followers of Saint Francis of Assisi as a way of life and a form of testimony to the call in the Church and society. Saint Francis of Assisi must be an example and role model of all the fullness of faith in the Franciscan vocation.

(10)

x   

Penulis mengucapkan puji dan syukur kepada Allah atas penyertaan-Nya dalam penulisan dan penyusunan karya tulis ini. Karya tulis ini disusun untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Pendidikan pada Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sanata Dharma. Karya tulis ini berjudul:  Katekese Ekologi Sebagai Upaya Meningkatkan Penghayatan Spiritualitas Ekologis Bagi Para Fransiskan Di Yogyakarta Dalam Rangka Gerakan Pelestarian Lingkungan Hidup.

Selama proses penulisan dan penyusunan karya tulis ini, penulis merasakan rahmat kasih dan kebaikan Allah melalui uluran tangan banyak pihak, terutama dari:

1. Romo Dr. B. Agus Rukiyanto, S.J., sebagai dosen pembimbing utama dan dosen pembimbing akademik, yang telah merelakan waktu, hati dan pikiran, dan dengan penuh kesabaran membimbing penulis dalam proses pembelajaran selama ini di Program Studi Ilmu Pendidikan Kekhususan Pendidikan Agama Katolik - Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan - Universitas Sanata Dharma.

2. Romo Drs. H.J. Suhardiyanto, S.J., ketua Program Studi Ilmu Pendidikan Kekhususan Pendidikan Agama Katolik - Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan - Universitas Sanata Dharma, yang telah membimbing penulis dalam proses penyusunan karya tulis ini.

3. Bapak Y.H. Bintang Nusantara, SFK., M.Hum., sebagai dosen pembimbing kedua bagi penulis, yang telah menyemangati penulis untuk menyelesaikan karya tulis ini dengan baik.

(11)

xi   

yang berguna bagi penulis selama di bangku kuliah.

6. Segenap karyawan Program Studi Ilmu Pendidikan Kekhususan Pendidikan Agama Katolik - Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan - Universitas Sanata Dharma secara khusus mereka yang telah membantu penulis melalui pelayanan administratif dan pelayanan lainnya selama menjalani perkuliahan. 7. Pater Minister Provinsi Ordo Saudara-saudara Dina beserta Dewan Pimpinan

Provinsi Santo Mikhael Malaikat Agung Indonesia, yang telah memberikan kepercayaan dan tanggung jawab sepenuhnya kepada penulis untuk menjalankan dan menyelesaikann tugas perutusan studi di kampus Program Studi Ilmu Pendidikan Kekhususan Pendidikan Agama Katolik – Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan – Universitas Sanata Dharma Yogyakarta. 8. Persaudaraan Fransiskan Provinsi Santo Mikhael Indonesia, secara khusus

seluruh saudara di komunitas Biara Santo Bonaventura, Papringan, Yogyakarta yang telah memberikan dukungan serta pengertiannya bagi penulis selama proses perkuliahan, penulisan serta penyusunan karya tulis ini. 9. Persaudaraan keluarga Fransiskan di Yogyakarta dan sekitarnya (Kekanta)

yang telah membantu penulis dalam perolehan data dan informasi tentang perkembangan jumlah dan keadaan anggota persaudaraan keluarga Fransiskan di Yogyakarta dan sekitarnya.

10. Orang tua, kakak, adik terkasih yang juga turut memberi dukungan doa dan semangat dalam proses perjalanan hidup panggilan Fransiskan maupun studi selama ini.

(12)

xii   

Atas segala kebaikan, doa, bimbingan, dukungan, motivasi, dan dorongan semangat, sarana maupun materi yang telah mereka berikan secara tulus, penulis menghaturkan terima kasih yang sebesar-besarnya.

Akhirnya, penulis menyadari banhwa penulisan dan penyusunan karya tulis ini masih jauh dari sempurna, hal ini dikarenakan berbagai keterbatasan penulis. Oleh karena itu, dengan rendah hati penulis menerima segala masukan, usulan, saran dan kritik yang membangun dari semua pihak agar karya tulis ini menjadi lebih baik dan berguna dalam menambah khasanah ilmu pengetahuan dan pewartaan Sabda Allah di tengah Gereja dan masyarakat.

Yogyakarta, 20 November 2010

Penulis,

(13)
(14)

xiv BAB III. SPIRITUALITAS EKOLOGIS FRANSISKAN DAN KEUTUHAN ALAM CIPTAAN ... 71

A. Pribadi Santo Fransiskus Asisi dan Alam Ciptaan ... 71

1. Riwayat Singkat Perjalanan Hidup Santo Fransiskus Asisi ... 72

2. Relasi Kasih Santo Fransiskus Asisi dengan Keindahan Alam Ciptaan ... 82

3. ”Gita Sang Surya” Santo Fransiskus Asisi: Perjumpaan dengan Alam Ciptaan ... 84

B. Arti dan Makna Spiritualitas Ekologis Fransiskan ... 87

1. Pengertian Spiritualitas pada Umumnya ... 88

2. Pengertian Spiritualitas Ekologis Fransiskan ... 90

C. Spiritualitas Cinta akan Keutuhan Alam Ciptaan ... 101

(15)

xv

a. Belajar dari Santo Fransiskus Asisi ... 102

b. Cinta Keutuhan Alam Ciptaan di Tengah Budaya Destruktif dan Eksploitasi ... 103

BAB IV. RELEVANSI KATEKESE EKOLOGI BAGI PENGHAYATAN SPIRITUALITAS EKOLOGIS FRANSISKAN DALAM KERANGKA GERAKAN PELESTARIAN LINGKUNGAN HIDUP ... 109

A. Pewartaan Sabda Allah, Wujud Keterlibatan dalam Karya Keselamatan dan Kelestarian Lingkungan Hidup ... 109

1. Fransiskan dipanggil menjadi Pewarta Kabar Gembira ... 110

2. Yesus Kristus “Sang Sabda Kebijaksanaan” ... 120

3. Peran Roh Kudus dalam Karya Pewartaan Sabda Allah ... 125

4. Pewartaan Sabda Allah ... 127

B. Katekese Ekologi Dan Penghayatan Spiritualitas Ekologis Fransiskan ... 132

C. Persaudaraan Fransiskan dalam Kerangka Gerakan Pelestarian Lingkungan Hidup ... 133

1. Persaudaraan Fransiskan dalam Upaya Pelestarian Lingkungan Hidup ... 134

2. Hidup demi Keadilan, Perdamaian dan Keutuhan Ciptaan ... 137

D. Usulan Program Katekese Ekologi ... 139

1. Latar Belakang Situasi ... 139

2. Alasan diadakannya Kegiatan Pendampingan ... 141

3. Tujuan Kegiatan Pendampingan ... 142

(16)

xvi

Tabel Usulan Program Katekese Ekologi ... 144

BAB V. PENUTUP ... 165

A. Kesimpulan ... 165

B. Saran ... 168

1. Bagi umat Kristiani pada umumnya ... 168

2. Bagi para aktivis pelestarian lingkungan hidup ... 170

3. Bagi para Fransiskan di Yogyakarta dan sekitarnya ... 170

DAFTAR PUSTAKA ... 175

LAMPIRAN ... 179

Lampiran 1: Satuan Pertemuan Katekese 1 ... (180)

Lampiran 2: Satuan Pertemuan Katekese 2 ... (196)

Lampiran 3: Satuan Pertemuan Katekese 3 ... (207)

Lampiran 4: Satuan Pertemuan Katekese 4 ... (218)

(17)

xvii  

A. Singkatan Kitab Suci

Seluruh singkatan Kitab Suci dalam karya tulis ini mengikuti Kitab Suci Perjanjian Baru: dengan Pengantar dan Catatan Singkat. (Dipersembahkan kepada Umat Katolik Indonesia oleh Ditjen Bimas Katolik Departemen Agama Republik Indonesia dalam rangka PELITA IV). Ende: Arnoldus, 1985/1986, hlm 8.

B. Singkatan Dokumen Resmi Gereja

CA: Centesimus Annus (Tahun ke 100) 37-38: Ensiklik Paus Yohanes Paulus II tentang pusaka Ajaran Gereja pada ulang tahun ke seratus ensiklik Rerum Novarum (1 Mei 1991).

CT: Catechesi Tradendae (Penyelenggaraan Katekese), Anjuran Apostolik Sri Paus Yohanes Paulus II kepada para Uskup, klerus, dan segenap umat beriman tentang katekese masa kini, 16 Oktober 1979.

DCG: Directorium Catechisticum Generale, Direktorium Katekestik Umum yang dikeluarkan oleh kongregasi Suci para Klerus, 11 April 1971. DV: Dei Verbum (Wahyu Ilahi), Konstitusi Dogmatik Konsili Vatikan II

(18)

xviii  

Desember 1975.

LE: Laborem Exercens (tentang Kerja Manusia) 4: Ensiklik Paus Yohanes Paulus II tentang kerja manusia (14 September 1979).

LG: Lumen Gentium (Terang Bangsa-bangsa), Konstitusi Dokmatik Konsili Vatikan II tentang Gereja, 21 November 1964.

MM: Mater et Magistra (Agama Kristiani dan Kemajuan Sosial) 196-199: Ensiklik Paus Yohanes XXIII tentang perkembangan-perkembangan akhir masalah sosial dalam terang ajaran Kristiani (15 Mei 1961). OA: Octogesima Adveniens (Seruan untuk Bertindak) 21: Ensiklik Paus

Paulus VI tentang amanat bagi tindakan demi keadilan sosial-pada ulang tahun ke delapan puluh ensiklik Rerum Novarum (14 Mei 1971).

RH: Redemptor Hominis (Penebus Umat Manusia) 8 dan 15: Ensiklik Paus Yohanes Paulus II tentang Kristus Penebus Umat Manusia (9 Maret 1979).

C. Singkatan Teks Kefransiskanan

(19)

xix  

AngBul: Anggaran Dasar dengan Bulla, Anggaran Dasar dan cara hidup Santo Fransiskus dari Asisi yang diteguhkan dengan Bulla (surat resmi dari Takhta Suci) Solet annuere, oleh Paus Honorius III, 29 November 1223.

AngTBul: Anggaran Dasar tanpa Bulla, Anggaran Dasar dan cara hidup Santo Fransiskus dari Asisi tanpa surat peneguhan dari Takhta Suci, 1209/1210-1221.

Fior : Fioretti, “Kuntum-kuntum kecil” Santo Fransiskus dari Asisi, antara tahun 1327-1342.

KidMat: Kidung (Saudara) Matahari, Puji-pujian Santo Fransiskus Asisi kepada Allah Sang Pencipta semua mahkluk dan segenap alam ciptaan, pertengahan 1225-awal Oktober 1226.

LegMaj: Legenda Major, Riwayat hidup Santo Fransiskus dari Asisi menurut Santo Bonaventura (Kisah Besar), 1262.

PesAkh: Pesan Akhir untuk Santa Klara Asisi, Pesan akhir Santo Fransiskus Asisi untuk Santa Klara Asisi dan saudari-saudarinya, akhir September - awal Oktober 1226.

SurBerim: Surat kepada Kaum Beriman, Surat Santo Fransiskus Asisi yang ditujukan kepada “saudara-saudara pentobat,” 1221.

(20)

xx  

akhir September-awal Oktober 1226.

D. Singkatan lain

APP : Aksi Puasa Pembangunan Art : Artikel

Kekanta : Keluarga Fransiskan Yogyakarta dan sekitarnya KTS : Kisah Tiga Sahabat

LAI : Lembaga Alkitab Indonesia LBI : Lembaga Biblika Indonesia

PKKI : Pertemuan Katekestik antarkeuskupan se-Indonesia Sekafi : Sekretariat Keluarga Fransiskan Indonesia

(21)

Awal Kata

“Semakin hari, dunia semakin terasa panas,” demikian komentar kebanyakan orang yang dalam kehidupan sehari-hari penulis jumpai; suatu tanggapan spontan yang dalam kehidupannya sehari-hari sungguh merasakan suasana alam yang semakin kurang bersahabat. Di usianya yang semakin renta, planet bumi, tempat semua makhluk hidup dan segala sesuatu yang ada di sekitarnya, semakin hari semakin terasa kurang nyaman; bumi dengan alamnya yang begitu luas semakin hari semakin rusak dan tidak terpelihara.

(22)

menjadi rusak parah. Semuanya itu tentu saja berpengaruh buruk bagi kesehatan, ketentraman hidup, keselamatan dan kesejahteraan hidup manusia.

Pada bagian awal karya tulis ini, penulis menguraikan latar belakang masalah, perumusan masalah, pembatasan masalah, tujuan penulisan, metode penulisan, manfaat penulisan, serta sistematika penulisan karya tulis.

A. Latar Belakang Masalah

Isu pemanasan bumi secara global menjadi pokok utama perbincangan yang semakin hangat di kalangan para pemerhati dan praktisi konservasi alam dan lingkungan hidup; juga orang-orang yang selalu memberikan perhatian bagi kelestarian alam dan makhluk ciptaan. Wacana pemanasan global senantiasa dibicarakan oleh semakin banyak pihak di berbagai daerah, baik di daerah perkotaan maupun di daerah pedesaan, oleh berbagai kalangan, termasuk juga di lingkungan Gereja Katolik, baik Gereja di tingkat lokal maupun Gereja universal. Pertanyaan yang perlu diperhatikan adalah: sudah adakah upaya-upaya konkret yang dilakukan jauh sebelum isu ini menjadi ‘buah bibir?’ (Ranu, 2008: 3).

(23)

sejumlah orang yang membuang sampah di sungai, kelompok-kelompok pelaku bisnis di bidang perkayuan yang menebang pohon di sejumlah wilayah hutan secara liar. Banyak keterangan dan informasi yang sekurang-kurangnya bisa memberikan jawaban sementara tentang hal ini; misalnya, soal cara berpikir sebagian orang yang masih “pendek dan sempit.” Artinya, jika tidak ada gangguan yang mengakibatkan kerusakan alam yang menimpa langsung diri sendiri atau pun orang lain yang ada di sekitarnya, orang tidak akan tersentak, orang masih merasa hidup aman. Ketika resiko kerusakan lingkungan dan alam ciptaan yang dihadapinya masih terasa kecil dan tidak terlalu berakibat buruk bagi kehidupan manusia, banyak orang masih “tertidur lelap.”

Tidak banyak orang yang tertarik pada isu-isu tentang kelestarian lingkungan hidup. Sebab, diskusi tentang kelestarian lingkungan hidup ini menjangkau planning dan strategi gerakan jangka panjang. Memikirkan ‘pemanasan global’ harus dimulai dengan praktek “hari ini’ tetapi dengan hasil baru muncul ‘di hari esok’. Hari esok di sini, kerap berarti – harafiah – 25 atau 50 tahun lagi baru dirasakan manfaatnya (Ranu, 2008: 4).

(24)

seharusnya manusia bersikap terhadap lingkungannya? Bagaimanakah pengaruh lingkungan alam terhadap kehidupan manusia? (Chang, 2001: 30-31).

(25)

Pokok pemikiran ini dapat ditemukan dalam berbagai refleksi iman Kristiani. Salah satu diantaranya refleksi yang dipelopori oleh Santo Fransiskus Asisi, yang pada 29 November 1979 dinobatkan sebagai pelindung ekologi, keutuhan dan kelestarian lingkungan hidup. (Yohanes Paulus II, 1980: 24).

Santo Fransiskus Asisi menegaskan bahwa dunia ciptaan menggandakan dan mewahyukan kehadiran Allah yang kreatif di dunia. Cinta-Nya untuk ciptaan yang berjiwa dan tidak berjiwa adalah sungguh sejalan dengan ide biblis, yaitu dunia dicipta melalui Sabda yang telah menjadi daging. (Nainggolan, 2007: 124).

Santo Fransiskus Asisi memulai suatu tradisi spiritual yang berakar dari Kitab Suci, yang hilang lenyap selama milenium pertama Gereja, yaitu spiritualitas yang membumi dan menjumpai Allah dengan segala ciptaan-Nya. “Gita Sang Surya” atau “Kidung Matahari” adalah salah satu karya sastra spiritual-ekologis Santo Fransiskus Asisi, menunjukkan relasi yang begitu mendalam yang ia hayati dengan Allah, sesama, dan seluruh alam ciptaan. Fransiskus Asisi telah memberikan warisan teladan hidup yang begitu berharga bagi kehidupan Gereja. Dengan gambaran tersebut, Gereja menyatakan bahwa kesaksian hidup beriman sungguh secara nyata ditunjukkan oleh Santo Fransiskus Asisi kepada orang-orang sezamannya dan para pengikutnya dari masa ke masa.

(26)

hati yang siap berkorban” (Kongregasi Suci untuk para Klerus, 1991: 41-42; LG 12,17).

Katekese sebagai suatu komunikasi iman merupakan sebuah proses dinamis yang berpangkal pada apa yang sungguh dialami, dihidupi oleh umat secara nyata. Hal ini mau menekankan bahwa pengalaman hidup umat sehari-hari menjadi unsur paling penting dalam sebuah proses katekese yang berkembang di tengah umat. Dengan demikian, yang paling utama dalam proses katekese adalah bertitik tolak dari pengalaman konkret umat sebagai subjek utama katekese, yaitu pelaku utama dalam setiap pelaksanaan kegiatan katekese. Penulis memahami pengalaman hidup sebagai segala sesuatu yang terjadi dan sungguh dirasakan dan dialami oleh umat, baik secara personal maupun sebagai kelompok umat. Pengalaman dalam arti ini adalah termasuk juga lingkungan hidup dalam persekutuan hidup beriman di wilayah tertentu.

(27)

dalam keterlibatannya di tengah kehidupan Gereja dan lingkungan masyarakat. Penghayatan iman umat akan Yesus Kristus terwujud dalam pengalaman-pengalaman hidup konkret di tengah kehidupan Gereja dan masyarakat.

Sebagai salah satu bidang karya pastoral yang senantiasa diemban Gereja, katekese pada masa sekarang ini mendidik umat beriman menuju ke arah hidup Kristiani yang terbuka dan penuh persaudaraan.

Iman berkembang dalam pengakuan “communio” atau persekutuan iman, melalui komunikasi iman, pun demi komunikasi iman (kesaksian) di tengah masyarakat. Perkembangan iman umat berlangsung dalam bimbingan Roh Kudus. Roh Kudus tidak hanya bermaksud semakin mempererat persatuan manusia denga Allah, melainkan serta-merta meningkatkan persekutuan hidup Kristiani, yang dijiwai dan dihimpun-Nya menjadi Tubuh Kristus, pun mengarahkan mereka yang belum beriman Kristiani juga menuju persekutuan di dalam Kristus (Huber, 1979: 60).

(28)

Dari uraian di atas, tampak ada hubungan antara keadaan kelestarian alam lingkungan dan makhluk ciptaan yang diciptakan “baik adanya” dengan semakin maraknya bentuk-bentuk persoalan kehidupan manusia seputar ekologi. Hubungan antara kelestarian alam lingkungan serta kelangsungan hidup manusia dan seluruh makhluk ciptaan yang hidup di bumi ini, terkait dengan penghayatan spritualitas ekologis Fransiskan masa ini. Oleh karena itu, dengan memperhatikan semakin maraknya berbagai persoalan ekologi yang terjadi tersebut, penulis mengangkat “Katekese Ekologi sebagai Upaya Meningkatkan Penghayatan Spiritualitas Ekologis bagi Para Fransiskan di Yogyakarta dalam rangka Gerakan Pelestarian Lingkungan Hidup” sebagai judul karya tulis ini.

(29)

bermanfaat bagi gerak upaya pe,eliharaan dan pelestarian lingkungan hidup dan makhluk ciptaan melalui kesaksian hidup Fransiskan mereka di tempat mereka diutus. Dengan demikian, cara hidup Fransiskan semakin memperkaya corak kesaksian dan penghayatan kehidupan yang mewujudkan nilai-nilai iman Kristiani di tengah masyarakat sekitar.

B. Perumusan Masalah

Masalah yang akan dibahas pada karya tulis ini dirumuskan sebagai berikut: 1. Apakah yang dimaksud dengan katekese ekologi?

2. Apakah yang dimaksud dengan penghayatan spiritualitas ekologis Fransiskan? 3. Bagaimana pelaksanaan katekese ekologi dalam konteks penghayatan spiritualitas

ekologis Fransiskan?

C. Pembatasan Masalah

Karya tulis ini membahas mengenai hubungan antara katekese ekologi dan spiritualitas ekologis Fransiskan. Pembatasan masalah karya tulis ini dijabarkan sebagai berikut:

1. Pemahaman terhadap konsep katekese ekologi zaman sekarang.

2. Penghayatan spiritualitas ekologis Fransiskan oleh para Fransiskan di Yogyakarta dan sekitarnya.

(30)

D. Tujuan Penulisan

Tujuan penyusunan karya tulis ini adalah sebagai berikut: 1. Menggali serta memahami arti dan makna katekese ekologi.

2. Semakin menghayati hidup spiritualitas ekologis Fransiskan dalam penghayatan panggilan hidup Fransiskan.

3. Mewujudkan gerakan bersama pelestarian lingkungan hidup.

E. Metode Penulisan

Dalam penyusunan karya tulis ini, penulis menggunakan metode analisis dengan studi pustaka, yaitu menggambarkan serta menganalisis makna katekese ekologi dan pelaksanaan katekese ekologi, dengan bantuan buku-buku sumber, artikel-artikel, serta tulisan-tulisan yang berkaitan dengan tema karya tulis ini.

F. Manfaat Penulisan

Penyusunan karya tulis ini diharapkan dapat membantu para pembaca mengenal serta melaksanakan kegiatan katekese ekologi di tengah umat dan masyarakat, tentunya demi perkembangan iman umat yang hidup di tengah masyarakat. Manfaat penyusunan karya tulis ini secara lebih rinci dapat penulis uraikan sebagai berikut:

1. Bagi penulis

(31)

hidup panggilan di masa mendatang sehingga memiliki wawasan, pengetahuan dan keterampilan dalam berkatekese ekologi.

2. Bagi para Fransiskan di Yogyakarta dan sekitarnya

Karya tulis ini diharapkan dapat bermanfaat bagi para Fransiskan, secara khusus para Fransiskan yang berdomisili di Yogyakarta dan sekitarnya dalam perjuangan dan gerak bersama untuk semakin menghayati dan menghidupi spiritualitas ekologis Fransiskan, warisan rohani Santo Fransiskus Asisi, Pendiri Ordo Saudara-saudara Dina dalam rangka gerakan pelestarian lingkungan hidup pada masa kini.

3. Bagi mahasiswa Program Studi Ilmu Pendidikan Kekhususan Pendidikan Agama Katolik - Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan - Universitas Sanata Dharma Yogyakarta (IPPAK - FKIP - USD Yogyakarta)

Mahasiswa Program Studi IPPAK - FKIP – USD Yogyakarta dapat terbantu dalam usaha mengenal, memahami, mengalami secara langsung serta pada akhirnya mampu melaksanakan suatu kegiatan katekese ekologi di tengah umat yang mereka jumpai.

4. Dosen / Lembaga Pendidikan

(32)

Ilmu Pendidikan Agama Katolik – Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidiakan – Universitas Sanata Dharma Yogyakarta (IPPAK - FKIP - USD Yogyakarta).

5. Ilmu Pengetahuan

Penyusunan karya tulis ini diharapkan oleh penulis juga dapat semakin memperkaya khasanah pengetahuan empiris mengenai pelaksanaan suatu kegiatan katekese ekologi sebagai salah satu pilihan model katekese pengalaman hidup, dan selanjutnya dapat diwujudkan program pembelajaran terhadap pengembangan kegiatan katekese ekologi secara proporsional pada mata kuliah tertentu.

G. Sistematika Penulisan

Sebagai gambaran umum tentang hal-hal yang akan dibahas dalam penulisan karya tulis ini, berikut ini akan disampaikan sistematika penulisan karya tulis ini: BAB I. PENDAHULUAN

Bab pendahuluan ini berisi gambaran umum tentang isi karya tulis ini, yang meliputi: latar belakang masalah, perumusan masalah, pembatasan masalah, tujuan penulisan, metode penulisan, manfaat penulisan, dan sistematika penulisan

BAB II. PANDANGAN TENTANG KATEKESE EKOLOGI DAN PERSOALAN EKOLOGI

(33)

bentuk dan model-model katekese, konsep ekologi, ruang lingkup ekologi, katekese dalam Kitab Suci Perjanjian Lama dan Kitab Suci Perjanjian Baru, relevansi katekese ekologi terhadap persoalan ekologi, dasar biblis ekologi, dasar ekologi dalam dokemun-dokumen Gereja, visi ekologi Kristiani, prinsip-prinsip dasar ekologi, dan praksis ekologi dalam tugas pastoral Gereja.

BAB III. SPIRITUALITAS EKOLOGIS FRANSISKAN DAN KEUTUHAN ALAM CIPTAAN

Bab ini akan membahas hal-hal yang berkaitan dengan nilai-nilai hidup kefransiskanan, yang meliputi: pribadi Santo Fransiskus Asisi dan alam ciptaan, riwayat hidup dan panggilan Santo Fransiskus Asisi, “Gita Sang Surya” Santo Fransiskus Asisi, arti dan makna spiritualitas ekologis Fransiskan, warisan gerakan ekologi Fransiskan, pengertian spiritualitas pada umumnya, pengertian spiritualitas ekologis Fransiskan, dan spiritualitas cinta akan keutuhan alam ciptaan.

BAB IV. RELEVANSI KATEKESE EKOLOGI BAGI PENGHAYATAN SPIRITUALITAS EKOLOGIS FRANSISKAN DI YOGYAKARTA DALAM RANGKA GERAKAN PELESTARIAN LINGKUNGAN HIDUP

(34)

Yogyakarta dan sekitarnya dalam rangka gerakan pelestarian lingkungan hidup. Spiritualitas ekologis Fransiskan diharapkan semakin dihayati di dalam pengalaman hidup sehari-hari para Fransiskan di Yogyakarta dan sekitarnya melalui pelaksanaan usulan program katekese ekologi bagi para Fransiskan di Yogyakarta dalam rangka gerakan pelestarian lingkungan hidup.

BAB V. PENUTUP

(35)

DAN RELEVANSINYA TERHADAP PERSOALAN EKOLOGI

Dalam bab ini, hendak dipaparkan konsep dasar katekese, yang meliputi: arti dan makna katekese, tujuan katekese, peserta katekese, model-model katekese, dan bentuk-bentuk katekese. Selanjutnya, akan diuraikan pemahaman dasar konsep ekologi, yang meliputi: arti dan makna ekologi, ruang lingkup ekologi, ekologi dalam Kitab Suci Perjanjian Lama, dan ekologi dalam Kitab Suci Perjanjian Baru. Bab ini akan diakhiri dengan pembahasan tentang relevansi katekese ekologi terhadap persoalan ekologi, yang meliputi pembahasan mengenai gambaran beberapa contoh bentuk persoalan ekologi, visi ekologi Kristiani, prinsip-prinsip dasar ekologi, dan praksis ekologi dalam tugas pastoral Gereja.

A. Konsep Katekese

Hubungan antara katekese dengan evangelisasi (pewartaan) erat dan saling melengkapi; saling berintegrasi dan ada dalam satu kesatuan yang utuh. Tidak ada pemisahan atau pertentangan antara keduanya, tetapi juga tidak begitu dapat dianggap sama. Katekese merupakan salah satu bagian penting dalam proses evangelisasi.

(36)

1. Arti dan Makna Katekese

(37)

“katekese ialah pembinaan iman anak-anak, kaum muda dan orang-orang dewasa dalam iman, yang khususnya mencakup penyampaian ajaran Kristen; dan yang pada umumnya diberikan secara organis dan sistematis dengan maksud mengantar para pendengar memasuki kepenuhan hidup Kristen” (Yohanes Paulus II, 1992: 23).

Para katekis, pewarta Sabda Allah, peserta Pertemuan Kateketik antar Keuskupan di Indonesia (PKKI II) menegaskan bahwa katekese adalah “Suatu komunikasi iman, suatu proses tukar-menukar pengalaman iman (penghayatan iman) diantara anggota jemaat atau suatu kelompok jemaat” (Telambanua, 2005: 32). Komunikasi iman tersebut dilandasi oleh sikap terbuka dan penuh persaudaraan diantara setiap anggota umat (peserta katekese) dalam mengungkapkan kedalaman penghayatan imannya akan pribadi Yesus Kristus, sang pengantara setiap pribadi manusia kepada Allah. Karya pewartaan Sabda Allah, katekese merupakan wujud komunikasi iman antarumat sebagai sesama dalam penghayatan iman yang sama dan sederajat, dan satu sama lain saling bersaksi tentang penghayatan iman mereka akan Yesus Kristus. Akhirnya, karya katekese diartikan sebagai suatu proses dinamis terhadap usaha pemaknaan hubungan antara berbagai pengalaman hidup beriman umat sehari-hari dengan harta kekayaan iman Kristiani, yaitu Kitab Suci, ajaran dan Tradisi Gereja. Berikut ini, konsep katekese dalam beberapa dokumen Gereja dapat diuraikan sebagai berikut:

a. Direktorium Kateketik Umum (Kongregasi Suci untuk para Klerus, 1991) :

(38)

17). Melalui pelaksanaan kegiatan katekese, umat secara pribadi maupun kelompok diundang untuk mewujudkan secara nyata salah satu bentuk karya pelayanan yang dijiwai oleh semangat Injil dalam kesatuan hidup dengan Allah. “Seseorang yang sudah matang dalam iman sepenuhnya menerima undangan Injil. Semangat Injil inilah yang mendorongnya untuk bersatu dengan Allah dan dengan saudara-saudara seiman. Selanjutnya ia juga memikul tugas yang berkaitan dengan undangan itu.” (AG 12).

2) Dalam ruang lingkup kegiatan pastoral, istilah katekese diartikan sebagai karya Gerejawi, yang mengantarkan kelompok maupun perorangan kepada iman yang dewasa (DCG 21). Melalui katekese, umat beriman Kristiani memperoleh pengetahuan yang lebih hidup dan mendalam tentang karya penyelamatan Allah dan rencana penebusan yang berpusat pada Yesus Kristus, sabda Allah yang menjadi manusia. Oleh karena itu, diharapkan umat semakin mampu membangun diri dan selalu berusaha memperdalam penghayatan iman mereka akan Yesus Kristus. Katekese merupakan salah satu bentuk sarana dan kegiatan yang dapat membantu umat untuk semakin memahami kedalaman makna hidup beriman Kristiani secara konkret, dalam persekutuam umat (Gereja), sehingga kehidupan umat manusia senantiasa diterangi oleh cahaya Kerajaan Allah. 3) Katekese terpadu dengan karya-karya pastoral Gereja yang lain, tetapi sifat

(39)

Gereja lainnya saling berhubungan dalam perkembangan dan upaya pendewasaan iman umat Kristiani.

4) Isi katekese adalah wahyu Allah, misteri Allah dan karya-Nya yang menyelamatkan, yang terjadi dalam sejarah umat manusia (DCG 37). Katekese merupakan salah satu aspek dalam pewartaan Injil sehingga isinya pertama-tama adalah isi pewartaan Injil sendiri secara menyeluruh. Satu-satunya Amanat,- yaitu Kabar Gembira Keselamatan, - dalam katekese terus-menerus didalami melalui refleksi hidup Kristiani umat di tengah kehidupan Gereja dan masyarakat.

b. Evangelii Nuntiandi (Mewartakan Injil), Himbauan Apostolik Bapa Suci Paulus VI mengenai Karya Pewartaan dalam Zaman Modern, (Paulus VI, 1994).

1) Evangelisasi adalah rahmat dan panggilan khas Gereja, mewartkan Injil merupakan identitas Gereja yang terdalam. Gereja ada untuk mewartakan Injil, yaitu untuk berkhotbah dan mengajar, menjadi saluran karunia rahmat, untuk mendamaikan para pendosa dengan Allah dan untuk mengabadikan kurban Kristus di dalam Ekaristi, yang merupakan kenangan dakan wafat dan kebangkitan-Nya yang mulia (art 14). Hubungan antara katekese dan evangelisasi ialah bahwa keduanya dihayati sebagai suatu bentuk pewartaan Injil melalui khotbah dan pengajaran.

(40)

manusia dari dalam dan membuatnya menjadi manusia baru (art 18): ”Lihatlah Aku menjadikan segala sesuatu baru” (Why 21:5; 2 Kor 5:17; Gal 6:15).

3) Injil harus diwartakan melalui kesaksian hidup. Semua orang Kristiani dipanggil untuk menjadi penginjil-penginjil sejati, yaitu orang yang memberikan kesaksian hidup iman mereka tentang Kristus. Kesaksian hidup ini pertama-tama dibangkitkan oleh kesaksian yang melibatkan kehadiran, ikut berbagi dan bersolider dengan sesama (art 21).

4) Kabar Baik yang diwartakan dengan kesaksian hidup cepat atau lambat haruslah diwartakan dengan Sabda Kehidupan. Dan segi yang penting dari pewartaan Sabda Kehidupan adalah khotbah dan katekese (art 22). Penginjilan yang sejati ialah pewartaan tentang nama, ajaran-ajaran, hidup dan janji-janji, Kerajaan Allah dan misteri Yesus dari Nazareth, Putera Allah.

c. Catechesi Tradendae (Penyelenggaraan Katekese). Anjuran Apostolik Sri Paus Yohanes Paulus II kepada para Uskup, klerus dan segenap umat beriman mengenai katekese masa kini (Yohanes Paulus II, 1992).

(41)

Yesus Kristus itu Putera Allah, supaya dengan beriman mereka beroleh kehidupan dalam nama-Nya (Yoh 20:31).

2) Katekese yang otentik seluruhnya berpusat pada Kristus (art 5). Artinya bahwa sebagai jantung katekese pada dasarnya ialah pribadi Yesus dari Nazareth, “Anak Tunggal Bapa, penuh kasih karunia dan kebenaran” (Yoh 1:14), yang menderita sengsara dan wafat demi kita, dan yang sekarang, sesudah bangkit mulia, hidup beserta kita selama-lamanya. Itulah Yesus, jalan, kebenaran, dan kehidupan” (Yoh 14:6). Katekese bermaksud mendalami arti sabda, karya pewartaan dan pelayanan Kristus sehingga melalui katekese umat hidup dalam persekutuan dengan-Nya. Sifat Kristosentris katekese mencakup ajaran Yesus Kristus, kebenaran yang diajarkan-Nya, atau lebih tepat lagi: kebenaran yang ialah Dia sendiri (Yoh 14:6). Maka dalam katekese, Kristus sendirilah, Sabda yang menjelma dan Putera Allah, yang diajarkan; segala sesuatu lainnya diajarkan dengan mengacu kepada-Nya. Kristus sebagai titik fokus utama katekese.

3) Katekese ialah pembinaan anak-anak, kaum muda dan orang-orang dewasa dalam iman, yang khususnya mencakup penyampaian ajaran Kristiani, yang pada umumnya diberikan secara organis dan sistematis, dengan maksud mengantar para pendengar memasuki kepenuhan hidup Kristiani (CT 18).

2. Tujuan Katekese

(42)

mengalami dan selanjutnya mengartikan katekese tersebut dalam pengalaman hidupnya sehari-hari. Kongregasi Suci untuk para Klerus dalam Direktorium Kateketik Umum 1991 merumuskan salah satu tujuan katekese untuk membawa dan mengantar orang Kristiani kepada kematangan iman dan memungkinkan mereka untuk menerima Roh Kudus dan mendalami pertobatan mereka. Dengan bentuk rumusan tujuan katekese yang ditetapkan oleh Kongregasi Suci untuk para Klerus tersebut, dapat disimpulkan secara singkat bahwa katekese pertama-tama ditujukan untuk suatu perkembangan iman umat menuju kedewasaan atau kematangan yang senantiasa dibina secara berkelanjutan.

Di dalam konteks Katekese Umat (KU), para katekis sebagai peserta Pertemuan Kateketik antar Keuskupan se-Indonesia (PKKI II) merumuskan bahwa tujuan katekese di samping membantu jemaat mendewasakan iman mereka secara pribadi, juga mendorong jemaat agar dapat terlibat aktif dalam kehidupan menggereja, dengan berdasarkan imannya akan Yesus Kristus, memberikan kesaksian hidup yang nyata di tengah kehidupan sosial masyarakat.

Dalam Pertemuan Kateketik antar Keuskupan se-Indonesia II yang diselenggarakan di Klender Jakarta, pada 29 Juni - 5 Juli 1980, para peserta pertemuan menegaskan bahwa tujuan suatu proses katekese adalah sebagai berikut (Huber, 1992: 67) :

a. Supaya dalam terang Injil, umat semakin meresapi arti pengalaman-pengalaman hidupnya sehari-hari;

(43)

c. Dengan demikian, hidup beriman umat Kristiani semakin sempurna, berharap, mengamalkan cinta kasih dan hidup Kristianinya semakin dikukuhkan;

d. Umat Kristiani semakin bersatu dalam Kristus, semakin menjemaat, semakin tegas mewujudkan tugas Gereja setempat dan mengokohkan Gereja semesta;

e. Umat sanggup memberi kesaksian tentang Kristus dalam hidupnya sehari-hari di- tengah masyarakat.

Dalam uraian tentang kelima unsur tujuan proses katekese (komunikasi iman) tersebut, Huber (1992: 72) menggarisbawahi tentang sorotan utama dari tujuan katekese. Sorotan utama tujuan katekese tersebut, yaitu tujuan katekese lebih-lebih mau memperhatikan peserta katekese sendiri sebagai subyek atau pelaksana suatu kegiatan katekese. Kedua lainnya menegaskan tujuan sebagai Gereja dan semuanya berpuncak pada hidup umat Kristiani di tengah masyarakat. Rangkaian tujuan dari proses kegiatan katekese terarah pada perkembangan dan kedewasaan iman masing-masing pribadi umat, terarah pada perkembangan Gereja sebagai sebuah persekutuan hidup orang beriman, dan akhirnya katekese yang terarah pada perkembangan kehidupan masyarakat yang lebih luas (Huber, 1992: 72).

3. Peserta Katekese

(44)

hendak dicapai. Dalam proses katekese, peserta sebagai sesama dalam iman yang sederajat, saling bersaksi tentang iman mereka. Peserta berdialog dalam suasana terbuka, ditandai dengan sikap saling menghargai, dan saling mendengarkan (Huber, 1992: 70).

Kristuslah yang menjadi pola baik mengenai siapa-siapa yang menjadi peserta katekese maupun mengenai cara mereka berkumpul dan berkomunikasi. Sebagaimana halnya Gereja, katekese disadari tidak ditujukan kepada sebagian umat saja melainkan bagi semua umat beriman Kristiani yang terpanggil untuk mengikuti Kristus; segenap warga Gereja - umat beriman Kristiani - dipanggil untuk mendalami imannya terus-menerus. Kegiatan katekese yang dilaksanakan di tengah umat tidak menuntut pengelompokan umat yang khusus. Dalam setiap kesempatan umat berkumpul di dalam lingkup apa pun juga katekese. (Huber, 1992: 70).

4. Model-model Katekese

(45)

ditawarkan kepada umat, yang dari waktu ke waktu semakin memberikan tekanan dan fokus perhatian pada sifat ‘kateketis’ daripada sifat ‘liturgis’ sebuah pertemuan pendalaman iman (Sumarno, 2009: 11). Katekese semakin memberikan perhatian bersama kepada aspek pewartaan dan pemaknaan Sabda Allah bagi kehidupan umat sehari-hari dari pada perhatian kepada soal tata cara peribadatan liturgi Gereja yang ketat.

(46)

Langkah-langkah ketiga model pendalaman iman tersebut dapat diuraikan sebagai berikut: (Sumarno, 2009: 11-14).

1. Katekese “Model Pengalaman Hidup”, dengan langkah-langkah:

a. Pengantar

Bagian pengantar terdiri dari nyanyian dan doa pembuka yang dipilih sesuai dengan tema yang ditentukan dalam katekese tertentu. Pada kesempatan ini, pendamping berusaha mengingatkan peserta tentang tema-tema yang pernah dibahas pada katekese yang telah lalu.

b. Penyajian Suatu Pengalaman Hidup Peserta

Pada umumnya, pengalaman hidup peserta diambil dari suatu peristiwa konkret tertentu yang sesuai dengan tema dan situasi umat sebagai peserta kegiatan katekese. Pada langkah ini, penyajian pengalaman hidup peserta dapat juga diambil dari surat kabar, majalah atau pun teks-teks kisah yang relevan bagi peserta kegiatan katekese. Hal yang paling penting dalam langkah ini adalah sudut pandang pengalaman hidup peserta yang menjadi sumber permenungan dan refleksi bersama.

c. Pendalaman Pengalaman Hidup Peserta

(47)

yang dapat merangsang peserta dalam mengambil perhatian dan sikap moral. sebagai bahan pendalaman pengalaman hidup peserta sesuai dengan kebutuhan peserta katekese.

d. Rangkuman Pendalaman Pengalaman Hidup Peserta

Bagian ini merupakan gambaran singkat dari sikap-sikap yang dapat diambil oleh peserta katekese berhubungan dengan tema atau topik dalam penyajian pengalaman hidup konkret peserta dan dengan teks Kitab Suci, ajaran atau Tradisi Gereja yang hendak digunakan dalam langkah selanjutnya.

e. Pembacaan Kitab Suci atau Ajaran dan Tradisi Gereja

Teks bacaan Kitab Suci, ajaran atau Tradisi Gereja dapat dibacakan oleh salah seorang peserta kegiatan katekese secara jelas dan lantang, sehingga peserta kegiatan katekese yang lainnya dapat menyimak teks yang dibacakan tersebut dengan baik. Sebaiknya setiap peserta memiliki teks fotokopi yang hendak didalami bersama. Pendamping memberikan sejenak waktu hening kepada peserta untuk merefleksikan teks tersebut dengan bantuan pertanyaan pendalaman.

f. Pendalaman teks Kitab Suci atau Ajaran dan Tradisi Gereja

(48)

menurut mereka sendiri sehubungan dengan tema. Peranan pendamping pada langkah ini adalah berusaha menciptakan suasana terbuka sehingga peserta tidak merasa takut dan malu mengungkapkan pemahaman mereka sehubungan dengan tema yang dapat dipetik dan digali dari pembacaan teks Kitab Suci atau Tradisi Gereja yang telah ditentukan.

g. Rangkuman Pendalaman Teks Kitab Suci atau Ajaran dan Tradisi Gereja

Langkah ini ialah saat peserta bersama pendamping berusaha menghubungkan pesan inti yang diungkapkan peserta dengan pesan inti yang telah disiapkan pendamping berdasarkan sumber-sumber bacaan dan permenungan yang telah diolahnya sehubungan dengan tema pertemuan tertentu. Selanjutnya, pendamping memberikan masukan gagasan atau ide dan bahan refleksi kepada para peserta kegiatan katekese sesuai dengan tema katekese tersebut. Tafsiran dan masukan pendamping katekese diharapkan sungguh mengantar peserta kepada pesan pokok, tema dan tujuan pertemuan katekese yang dapat dipahami oleh peserta. Pendamping katekese hendaknya memperhatikan cara penyampaian rangkuman yang disesuaikan dengan situasi hidup konkret umat setempat.

h. Penerapan dalam Hidup Konkret

(49)

mereka sehari-hari; buah-buah hasil permenungan tersebut dapat berupa niat dan tindakan konkret dalam mewujudkan tujuan pertemuan katekese yang sedang didalami bersama.

i. Penutup

Langkah penutup ini dimulai dengan menyampaikan doa-doa syukur dan permohonan secara spontan oleh para peserta katekese; bisa juga berupa penyampaian ujub-ujub dan intensi pribadi mereka masing-masing. Pendamping memberikan waktu dan kesempatan untuk penyampaian doa-doa secara pribadi, dengan diteguhkan dengan doa “Bapa Kami” yang didoakan bersama-sama. Akhirnya, pertemuan kegiatan katekese dapat diakhir dengan doa dan nyanyian penutup yang dipilih sesuai dengan tema dan tujuan katekese.

2. Katekese “Model Biblis” dengan langkah-langkah:

a. Doa Pembuka dan atau Nyanyian Pembuka

(50)

b. Pembacaan Kitab Suci atau Ajaran dan Tradisi Gereja

Langkah ini dilakukan oleh salah seorang peserta katekese langsung dari teks Kitab Suci atau Tradisi yang sesuai dengan tema katekese. Jika memungkinkan, setiap peserta katekese mempunyai fotokopi teks yang hendak didalami bersama. Pembacaan teks Kitab Suci atau Tradisi diikuti saat hening sebagai kesempatan bagi peserta untuk merefleksikan isi teks dengan bantuan pertanyaan penuntun.

c. Pendalaman Teks Kitab Suci atau Ajaran dan Tradisi Gereja

Langkah ini dapat diawali dalam kelompok kecil untuk mengungkapkan hasil permenungan pribadi terhadap pertanyaan penuntun refleksi. Kemudian pendamping atau fasilitator membuat rangkuman terhadap hasil refleksi peserta, terutama pesan inti teks yang berhubungan dengan tema katekese tersebut. Pendamping berusaha menghubungkan rangkuman jawaban peserta dengan hasil persiapan pribadi, yang diperoleh dari renungan maupun pembacaan lebih mendalam dari sumber-sumber lain.

(51)

peserta katekese. Kedalaman makna isi teks Kitab Suci. Ajaran ataupun Tradisi Gereja dapat membantu umat untuk semakin menghayati imannya akan Yesus Kristus dalam kehidupan mereka sehari-hari.

d. Pendalaman Pengalaman Hidup

Langkah ini memberikan kesempatan kepada peserta katekese untuk menghubungkan pesan inti teks Kitab Suci atau Tradisi dengan pengalaman hidup konkret yang sesuai dengan tema dan tujuan katekese yang sedang didalami, sebagaimana terdapat pada peristiwa yang ada dalam kebudayaan, dalam tradisi setempat, dalam hidup berkeluarga, hidup menggereja, hidup bermasyarakat, aktivitas bekerja, dan sebagainya.

e. Penerapan dalam Hidup Peserta

Pada langkah ini, pendamping mengajak peserta untuk merenungkan, merefleksikan serta memikirkan bentuk-bentuk tindakan konkret yang sebaiknya dapat dilaksanakan dalam kehidupan konkret sehari-hari peserta dalam situasi dan kondisi setempat. Pendamping bersama peserta berusaha memetik semangat, jiwa serta kekuatan yang bisa diambil dari pesan inti teks Kitab Suci atau Tradisi untuk selanjutnya dapat diterapkan dalam praktek hidup sehari-hari.

f. Doa Penutup

(52)

dilaksanakan. Kemudian pendamping memberikan waktu dan kesempatan kepada para peserta katekese untuk menyampaikan doa-doa pribadi, ujub-ujub dan intensi pribadi maupun keluarga sebagai bentuk persembahan syukur dan permohonan peserta kepada Allah. Pendamping atau fasilitator mengajak para peserta katekese mendoakan doa “Bapa Kami” untuk meneguhkan seluruh doa syukur dan permohonan umat Pendamping menutup kegiatan katekese ini dengan doa penutup yang merangkum keseluruhan proses katekese dengan tema dan tujuan serta doa bersama atau nyanyian penutup yang telah dipersiapkan sesuai dengan tema bacaan Kitab Suci yang telah direnungkan dan direfleksikan bersama.

3. Katekese “Model Campuran” dengan langkah-langkah:

a. Doa Pembuka

Doa pembuka katekese mengungkapkan pokok-pokok tema dari pertemuan ketekese yang akan dilaksanakan; dan jika memungkinkan doa pembuka ini menghubungkan tema-tema pertemuan katekese yang telah dilaksanakan pada kesempatan sebelumnya. Demikian pula, nyanyian pembuka kagiatan katekese yang dipilih sesuai dengan tema dan tujuan katekese.

b. Pembacaan Teks Kitab Suci atau Ajaran dan Tradisi Gereja

(53)

pembacaan teks tersebut. Sedapat mungkin, setelah pembacaan teks, peserta hening sejenak untuk menrenungkan teks Kitab Suci atau ajaran Tradisi tersebut.

c. Penyajian Pengalaman Hidup Peserta

Pendamping atau fasilitator katekeese menyajikan salah satu contoh pengalaman hidup umat melalui sarana media komunikasi yang sesuai dengan situasi dan keadaan hidup peserta katekese. Salah satu contoh sarana, yaitu: sarana media audiovisual, atau dengan sarana lain yang membangkitkan semangat peserta dalam mengikuti katekese.

d. Pendalaman Pengalaman Hidup Konkret Peserta dan Teks Kitab Suci atau Ajaran dan Tradisi Gereja.

Langkah ini meliputi tahap sebagai berikut:

1) Pendamping mengajak peserta untuk mengungkapkan kesan pribadi serta hal-hal yang menarik dalam penyajian pengalaman hidup.

2) Pendamping mengajak peserta untuk melihat secara obyektif pengalaman hidup umat yang terjadi dalam sarana.

3) Pendamping mengajak peserta untuk menemukan tema dan pesan pokok dari penyajian pengalaman hidup peserta melalui sarana.

(54)

5) Pendamping merangkum hasil refleksi pengalaman hidup konkret pribadi atau kelompok yang bagi para peserta katekese menarik perhatian serta kesimpulan umum sehubungan dengan tema kegiatan katekese yang direnungkan bersama. Kemudian, pendamping mengajak peserta memikirkan suatu tindakan konkret, atau sekurang-sekurangnya niat yang akan dilaksanakan bersama.

e. Penerapan Meditatif

Dengan pertanyaan-pertanyaan reflektif, pendamping membantu peserta menghubungkan pengalaman-pengalaman konkret dalam hidup dan situasi pesertadengan pesan Kitab Suci atau ajaran Tradisi Gereja yang telah didalami bersama. Dengan demikian, pendamping mendorong peserta untuk memetik pelajaran-pelajaran nyata dalam hidup pribadi, dalam keluarga dan hidup menggereja maupun bermasyarakat.

f. Evaluasi Singkat

Langkah ini merupakan suatu usaha evaluasi bersama pendamping dengan peserta terhadap proses katekese yang telah berlangsung (jika memungkinkan dan sungguh dibutuhkan). Dengan evaluasi, pertemuan katekese berikutnya diharapkan dapat lebih baik, sesuai dengan kebutuhan dan situasi hidup peserta.

g. Doa Penutup

(55)

secara spontan dari peserta kegiatan katekese. Pendamping atau fasilitator mengakhiri proses katekese dengan doa penutup yang merangkum keseluruhan isi yang telah dicapai selama katekese berlangsung. Nyanyian penutup dapat dipilih sesuai dengan tema dan tujuan katekese. Nyanyian menutup menandakan proses kegiatan katekese yang dilaksanakan sudah berakhir.

5. Bentuk-bentuk Katekese

Bentuk katekese yang hidup di tengah umat dari waktu ke waktu senantiasa mengalami perkembangan. Karena situasi, kondisi serta kebutuhan umat berbeda-beda; karena pengalaman hidup beriman umat dan keadaan konkret setiap kelompok umat di masing-masing daerah yang terkait dengan kebutuhan hidup beriman. Oleh karena itu, perlu direncanakan penyelenggaraan kegiatan katekese sebagai sebuah upaya pendewasaan iman umat yang benar-benar dapat menjawab kebutuhan umat di suatu daerah tertentu. Dengan demikian, katekese mempunyai beberapa bentuk, yang hendaknya senantiasa diupayakan mampu memenuhi kebutuhan hidup beriman umat.

(56)

untuk perorangan atau pun kelompok; terorganisir atau spontan (Kongregasi Suci untuk para Klerus, 1991: 34).

(57)

Berdasarkan uraian tentang bentuk-bentuk kegiatan katekese yang khusus di atas, maka katekese ekologi dapat dikelompokkan ke dalam bentuk khusus yang kedua, yaitu: katekese bagi orang-orang yang terlibat dalam kerasulan awam dengan suatu cara yang khusus.

B. Konsep Ekologi

Setelah menguraikan beberapa gagasan pokok berkaitan dengan pemahaman dasar tentang konsep katekese, yang meliputi arti dan makna katekese, tujuan katekese, peserta katekese, model-model katekese, dan bentuk-bentuk Katekese; maka selanjutnya akan dipaparkan uraian yang berkaitan dengan pemahaman dasar tentang konsep ekologi, yang meliputi arti dan makna ekologi, ruang lingkup ekologi, ekologi dalam Kitab Suci Perjanjian Lama, dan ekologi dalam Kitab Suci Perjanjian Baru.

1. Arti dan Makna Ekologi

(58)

objek formal ekologi ialah pola atau sistem hubungan itu (Bagus, 1992: 68). Sebagai suatu ilmu pengetahuan, ekologi berkaitan erat dengan beberapa istilah: pencemaran, krisis ekologis, pengawasan lingkungan, kerusakan lingkungan, pelestarian lingkungan hidup, dan sebagainya.

Dalam perkembangan lebih lanjut definisi ekologi menjadi cukup banyak, beberapa diantaranya ialah (Bagus, 1992: 68): 1) ilmu tentang pola hubungan antara organisme dan lingkungan, 2) ilmu mengenai interaksi antara sistem-sistem kehidupan dan lingkungannya, 3) biologi lingkungan. Ekologi dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu: autekologi dan sinekologi. Autekologi terkait dengan penyelidikan atas organisme individual atau spesies-spesies individual. Biasanya yang ditekankan adalah sejarah hidup dan prilaku sebagai sarana penyesuaian diri organisme dengan lingkungan hidup. Sinekologi menyoroti tempat atau lingkungan di mana organisme individu itu berada. Yang ditekankan adalah situasi dan keadaan suatu lingkungan tempat organisme individu hidup (Chang, 2001: 15-16).

(59)

matematika dalam ekologi misalnya, tidak lepas dari perkembangan matematika dan ilmu komputer (Subagja, 2008).

2. Ruang Lingkup Ekologi

Ekologi merupakan cabang biologi, dan merupakan bagian dasar dari biologi. Ruang lingkup ekologi meliputi populasi, komunitas, ekosistem, hingga biosfer. Dalam ekologi, istilah populasi dinyatakan sebagai golongan individu-individu dari setiap spesies organisme. Sedangkan komunitas adalah semua populasi-populasi yang menduduki daerah tertentu. Komunitas dan lingkungan yang tidak hidup berfungsi bersama sebagai sistem ekologi atau ekosistem.

(60)

3. Ekologi dalam Kitab Suci Perjanjian Lama

Perjalanan sejarah bangsa Israel dalam Perjanjian Lama menguraikan gambaran historisitas tentang penghayatan iman biblis yang bertitik tolak dari pengalaman akan Allah dan penciptaan, pengalaman akan tuntunan Allah dalam seluruh kehidupan mereka sebagai bangsa yang sungguh dikasihi. Perjalanan pengalaman hidup yang bersifat historis ini dijabarkan dalam kesatuan dengan Allah dalam rangkaian peristiwa ‘Keluaran’, adanya ‘Perjanjian’ dan kesatuan hidup di Tanah Terjanji. Pengalaman iman tersebut mereka yakini secara utuh dalam kerangka karya keselamatan bangsa Terpilih, bangsa Israel. Iman akan Allah dalam Perjanjian Lama berpangkal pada iman bangsa Israel akan Allah sang Pencipta yang menuntun dunia keluar dari ‘chaos’ dan menatanya dalam tatanan perjanjian-Nya ’kosmos’ (Kej 1-2:4a), pengalaman akan Allah sang Pembebas, dan pengalaman akan Allah yang telah menjadikan mereka sebagai bangsa Terpilih menuju Tanah Terjanji.

Gagasan tentang dunia kosmos bukan satu-satunya gagasan dalam kehidupan bangsa Israel (Perjanjian Lama) secara menyeluruh dan terus-menerus, sebab iman bangsa Israel memang menyandarkan diri pada sejarah daripada kosmologi. Dalam Perjanjian Lama, kosmos dipandang sebagai yang berbeda dari Allah. Kosmos dan segala isinya diciptakan melalui sabda Allah. Iman biblis bangsa Israel akan penciptaan pertama-tama berkembang dari pengalaman historis akan Allah dalam peristiwa “Keluaran”, “Perjanjian”, dan “Perjalanan menuju Tanah Terjanji”.

(61)

demikian, Kejadian 2-3 memberikan pengharapan bagi masa depan manusia dan dunianya. Dunia ciptaan Tuhan mempunyai masa depan. Kisah tentang realitas dan masa depan lingkungan hidup dilanjutkan dalam cerita tentang air bah (Kej 6-9).

Dalam kisah ini, ditemukan sejumlah unsur yang mampu mendorong refleksi ekologis. Pertama, kisah air bah ini berbicara tentang sebuah malapetaka terhadap bumi, suatu peristiwa yang menghancurkan bumi dan lingkungan hidup. Kedua, kisah air bah ini menghubungkan malapetaka tersebut dengan kegagalan manusia untuk mengambil tempatnya yang wajar sebagai salah satu makhluk di bumi. Ketiga, kisah air bah menyajikan suatu simbol kuat untuk tindakan pemeliharaan lingkungan hidup, yakni dalam figur nabi Nuh. Nabi Nuh bertindak sebagai pemelihara segala sesuatu yang hidupnya terancam, dalam kepercayaan bahwa Sang Pencipta mau memelihara karya-Nya yang terancam (Tara, 2008: 31-32).

Kitab Mazmur menarik perhatian gambaran ekologi, bukan hanya karena adanya beberapa mazmur penciptaan, melainkan terutama karena koleksi doa yang memperlihatkan bahwa tradisi Ibrani lebih kompleks daripada sering disangka. ”Langit menceritakan kemuliaan Allah, dan cakrawala memberitakan pekerjaan tangan-Nya.” (Mzm 19:1).

(62)

kisah bagaimana manusia turut ikut serta bersama semua makhluk dalam pujian kepada Allah Pencipta (Mzm 104:1-35). Mazmur 104 mencerminkan kenyataan bahwa perjuangan sehari-hari yang keras dan mengancam tetapi mengungkapkan rencana Allah Pencipta yang didambakan terwujud di masa depan. Bagi orang bijak di Israel, alam ciptaan itu berbicara tentang kebijaksanaan Allah (Mzm 104:24). Di lain pihak, kaum bijak Israel juga sadar akan keterbatasan untuk dapat menemukan kebijaksanaan Allah. Pada akhirnya, refleksi iman bangsa Israel terarah kepada keyakinan bahwa Allah membuat segala sesuatu dengan indah pada waktunya, tetapi manusia tidak dapat menyelami pekerjaan yang dilakukan Allah dari awal sampai akhir (Pkh 3:11).

Iman ekologis bangsa Israel juga tampak dalam Kitab Sejarah dan para nabi. Yosua dan Raja-raja misalnya, sangat menekankan tema tanah dan kaitan antara keadaan tanah dengan mutu hidup orang Israel. Dalam sastra para nabi, kitab Yoel perlu diperhatikan secara khusus. Kitab ini memberikan sebuah gambaran ritual untuk memulihkan aturan kosmis yang dapat kita gunakan untuk beberapa hal sebagai berikut: sebagai program untuk membangkitkan kesadaran akan krisis lingkungan hidup (tulah belalang), sebagai peringatan akan malapetaka yang mengancam bumi, mendorong perubahan gaya hidup (seruan pertobatan), menggerakkan orang dalam keprihatinan ekologis, dan menyajikan harapan baru akan pemulihan lingkungan hidup dan masyarakat, dengan melibatkan semua bangsa manusia. Demikian para nabi Perjanjian Lama begitu menghargai alam secara positif (Tara, 2008: 35).

(63)

isi pewartaan para nabi dengan kata lain tertuju kepada harapan keselamatan yang Allah tawarkan kepada manusia: pengadaan langit dan bumi yang baru, kesuburan dan berkat tanah, kedamaian bagi segala makhluk (Yes 65:17-25). Semua gambaran seperti ini memberikan petunjuk bahwa semumakhluk dan seluruh alam ciptaan turut mengambil bagian dalam karya keselamatan yang pertama-tama dikerjakan Tuhan.

4. Ekologi dalam Kitab Suci Perjanjian Baru

Bagaimana gambaran ekologi di dalam Perjanjian Baru? Apakah semua orang beriman kepada Yesus Kristus diselamatkan bersama dengan alam ciptaan? Rasul Paulus menjelaskan ekologi (alam ciptaan) sebagai segala sesuatu yang bukan Allah, yaitu alam semesta. Ekologi (alam ciptaan) mencakup semua benda (Rom 11:36), mencakup kemanusiaan yang dilukiskan sebagai alam semesta dalam Gal 3:22. Perspektif keselamatan untuk seluruh dunia ciptaan yang menurut Paulus tidak hanya turut menderita bersama manusia tetapi juga akan mengambil bagian dalam kemerdekaan anak-anak Allah (Roma 8), Kristus sebagai Tuhan atas umat dan atas segala sesuatu (1 Kor 15:22-28, 8:6; Kol 1:5-10; Ef.1:1-10, 4:10) adalah beberapa teks kunci yang menunjuk pada visi ekologis dalam Perjanjian Baru.

(64)

Kristus. Bapa tampak sebagai ‘Sumber dan Tujuan’ penciptaan, sedangkan Putera adalah ‘Mediator’ penciptaan, penyelamatan, dan penyempurna. Tindakan Allah mencipta seluruh makhluk dan alam ciptaan mengalami kesempurnaan dan kepenuhan final dalam diri Yesus Kristus. Hubungan ini tampak jelas dalam Injil Yohanes 1:1-5.

C. Relevansi Katekese Ekologi terhadap Persoalan Ekologi

Persoalan ekologi adalah persoalan universal yang menyangkut aspek-aspek kehidupan umat manusia. Persoalan ekologi yang semakin hari semakin mengurangi kenyamanan hidup makhluk ciptaan, tidak dapat hanya dilihat dari segi yang tampak lahiriah, yaitu soal kerusakan dan pencemaran lingkungan hidup, melainkan hendaknya juga dilihat dari segi yang jauh lebih mendalam, yaitu realitas relasi antara manusia dengan alam ciptaan, realitas relasi antara manusia dengan sesama dan Tuhan. Semua relasi tersebut menjadi semakin hancur oleh karena pencemaran lingkungan. Dengan kata lain, penulis melihat bahwa persoalan ekologi merupakan sebuah realitas yang mengungkapkan persoalan hancurnya segi yang terdalam dari kehidupan manusia dan alam semesta.

(65)

1. Beberapa Contoh Bentuk Persoalan Ekologi

Ada banyak contoh konkret dalam kehidupan manusia menjadi bentuk persoalan ekologi yang selama ini terjadi di berbagai daerah di dunia, misalnya: pemanasan global, banjir, penebangan pohon secara liar, dan sebagainya. Berikut ini akan dipaparkan beberapa contoh bentuk persoalan ekologi, persoalan lingkungan hidup yang membuat keadaan bumi dan alam lingkungan hidup menjadi semakin rusak dan menderita.

a. Pemanasan Global

Apa yang menjadi isi pokok pembicaraan tentang pemanasan global? Pemanasan global menjadi isu yang sejak lama telah menjadi persoalan global, yang oleh banyak pihak senantiasa menjadi fokus pembicaraan yang langsung berkaitan dengan kelestarian alam ciptaan (ekologi). Sejak 1880, suhu rata-rata bumi meningkat 0.8°C, peningkatan yang drastis terjadi pada beberapa dekade terakhir (NASA’s Goddard Institute for Space Studies). Laju pemanasan bertambah. Dua dekade abad 20 merupakan yang terpanas selama 400 tahun dan mungkin terpanas selama beberapa milenium. Menurut laporan United Nations ’Intergovernmental Panel on Climate Change’ (IPCC), sebelas dari dua belas tahun terakhir merupakan yang terpanas sejak tahun 1850 (Nias, 2007).

(66)

global (laporan Arctic Climate Impact Assessment yang disusun antara tahun 2000 dan 2004). Efek pemanasan global permukaan bumi juga berdampak bagi kondisi lapisan es di daerah kutub utara dan selatan bumi. Lapisan permukaan es di wilayah kutub utara dan kutub selatan bumi mencair dengan laju tinggi, dan diperkirakan pada tahun 2040 atau bahkan pada waktu yang lebih awal daerah benua Arktik akan menjadi daerah bebas es, tidak ada lagi daerah yang dilapisi es di daerah benua Arktik. Beruang kutub dan budaya asli (indigenous cultures) sudah mulai merasakan efek menyusutnya es laut (Nias, 2007).

(67)

b. Bencana Alam: Banjir, Pencemaran Lingkungan, Erosi.

1) Banjir

Banjir merupakan masalah yang kompleks dan erat kaitannya dengan lingkungan. Menurut Kepala Pusat Penelitian Limnologi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Gadis Sri Haryani, kerusakan lingkungan menjadi faktor utama penyebab bencana banjir yang sungguh harus diatasi bersama. ''Sebenarnya, masalah banjir ini lebih karena frekuensi hujan yang tinggi secara terus-menerus dan berlangsung lama. Namun, bila daya dukung lingkungannya baik dan fungsi tanah sebagai resapan air berjalan, maka banjir ini bisa teratasi,'' katanya saat dihubungi di Jakarta, Rabu (24/03/2010) malam. (Republika Online, 2010).

(68)

air tanah sedikit untuk menjadi air baku, yaitu air yang layak untuk dikonsumsi untuk kehidupan sehari-hari (Republika Online, 2010).

2) Pencemaran lingkungan

Polusi atau pencemaran lingkungan adalah masuknya atau dimasukkannya makhluk hidup, zat energi, dan atau komponen lain ke dalam lingkungan. Pencemaran lingkungan juga berarti berubahnya tatanan lingkungan oleh kegiatan manusia atau oleh proses alam sehingga kualitas lingkungan turun sampai ke tingkat tertentu yang menyebabkan lingkungan menjadi kurang atau tidak dapat berfungsi lagi sesuai dengan peruntukannya (Undang-undang Pokok tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup, no. 4, tahun 1982). Zat atau bahan yang dapat mengakibatkan pencemaran disebut polutan. Syarat-syarat suatu zat disebut polutan bila keberadaannya dapat menyebabkan kerugian terhadap makhluk hidup. Contohnya, gas karbondioksida dengan kadar 0,033% di udara bermanfaat bagi tumbuhan, tetapi bila gas karbondioksida di udara itu lebih tinggi dari 0,033%, dapat memberikan efek merusak kondisi dan pertumbuhan tanaman, dan akhirnya mematikan tanaman tersebut. Berikut ini adalah beberapa bentuk pencemaran lingkungan yang terjadi, yaitu:

(69)

ditimbulkan oleh sumber-sumber alami maupun kegiatan manusia. Beberapa definisi gangguan fisik seperti polusi suara, panas, radiasi atau polusi cahaya dianggap sebagai polusi udara.

b). Pencemaran air: adalah suatu perubahan bentuk keadaan pada suatu tempat penampungan air seperti danau, sungai, lautan dan air tanah akibat aktivitas manusia. Walaupun fenomena alam seperti gunung berapi, badai, gempa bumi, dan lain sebagainya juga mengakibatkan perubahan yang besar terhadap kualitas air, hal ini tidak dianggap sebagai pencemaran. Pencemaran air dapat disebabkan oleh berbagai hal dan memiliki karakteristik yang berbeda-beda. Sampah organik seperti air comberan (sewage) menyebabkan peningkatan kebutuhan oksigen pada air yang menerimanya yang mengarah pada berkurangnya oksigen yang dapat berdampak parah terhadap seluruh ekosistem. Industri membuang berbagai macam polutan ke dalam air limbahnya seperti logam berat, toksin organik, minyak, nutrien dan padatan. Air limbah tersebut memiliki dampak terutama yang dikeluarkan oleh pembangkit listrik, yang dapat juga mengurangi oksigen dalam air.

(70)

langsung dibuang ke tanah secara tidak memenuhi syarat (illegal dumping). Ketika suatu zat berbahaya atau beracun telah mencemari permukaan tanah, maka ia dapat menguap, tersapu air hujan dan atau masuk ke dalam tanah. Pencemaran yang masuk ke dalam tanah kemudian terendap sebagai zat kimia beracun di tanah. Zat beracun di tanah tersebut dapat berdampak langsung kepada manusia ketika bersentuhan atau dapat mencemari air tanah dan udara di atasnya.

3) Erosi (pengikisan lapisan tanah)

Di daerah tropis, seperti di negara Indonesia mempunyai curah hujan tinggi sehingga erosi yang disebabkan oleh angin tidak begitu banyak terjadi. Erosi menyebabkan hilangnya lapisan atas tanah yang subur dan baik untuk pertumbuhan tanaman serta berkurangnya kemampuan tanah untuk menyerap dan menahan air. Tanah yang terangkut tersebut akan diendapkan di tempat lain, yaitu di sepanjang aliran sungai, waduk, danau, saluran irigasi dan lain sebagainya. Berbicara tentang erosi, maka tidak lepas dari aliran permukaan. Dengan adanya aliran air di atas permukaan tanah, tanah dapat terkikis dan selanjutnya diangkut ke tempat yang lebih rendah. Dengan demikian terjadilah perpindahan lapisan tanah; mineral-mineral dan bahan organik yang terdapat pada permukaan tanah. Erosi adalah hilangnya atau terkikisnya tanah atau bagian-bagian tanah dari suatu tempat yang diangkut oleh media alami ke tempat lain (Nasiah, 2000).

(71)

tanah yang terjadi di bawah keadaan vegetasi alami. Biasanya terjadi dengan laju yang lambat yang memungkinkan terbentuknya tanah yang tebal yang mampu mendukung pertumbuhan vegetasi secara normal. Erosi dipercepat adalah pengangkutan tanah yang menimbulkan kerusakan tanah sebagai akibat perbuatan manusia yang mengganggu keseimbangan antara proses pembentukan tanah dan pengangkutannya (Nasiah, 2000).

c. Tindakan Destruktif dan Ekploitasi Alam Ciptaan: Pertambangan, Penebangan Pohon secara Liar, Pembuangan Limbah.

Ada banyak bentuk tindakan destruktif (perusakan) dan eksploitasi alam ciptaan yang setiap waktu terjadi di tengah kehidupan masyarakat manusia, di antaranya ialah kegiatan pertambangan, penebangan pohon (di hutan, perkebunan) secara liar, dan pembuangan limbah yang dapat merusak kondisi alam. Bagaimana tiga contoh tindakan destruktif tersebut dapat dilihat, pada bagian ini akan diuraikan aktivitas pertambangan dan penebangan pohon secara liar yang terjadi di sebagian wilayah di Indonesia.

1) Pertambangan

(72)

a) Dampak Ekologi

Di Riung (salah satu kecamatan di wilayah Kabupaten Ngada, Provinsi Nusa Tenggara Timur), kegiatan eksploitasi tambang secara besar-besaran belum dimulai. Namun, - kegiatan penggalian - dengan alasan pengambilan sample – pernah terjadi. “para penggali menggali tanah, mendulang emas dan membawanya pergi. Setelah sekian bulan dan dengan hasil yang berkarung-karung, mereka meninggalkan tempatnya dalam keadaan rusak, dan sekarang ini di atas tanah itu tidak bisa tumbuh apa-apa lagi”, demikian kesaksian Bapak Rikus, salah seorang pemilik tanah yang di atasnya pernah terjadi penggalian. Kesaksian Bapak Rikus memperlihatkan bahwa kehadiran aktivitas pertambangan membawa kehancuran dan kerugian baik bagi lingkungan maupun bagi masyarakat.

(73)

sebagai bekas kegiatan pertambangan (Tim Investigasi JPIC-OFM Indonesia, 2010: 33).

b) Dampak Ekonomi

Pertambangan membawa dampak bagi kehidupan ekonomi masyarakat di daerah setempat. Di sisi ekonomi, pertambangan hanya memberi keuntungan bagi pengusaha tambang, masyarakat secara umum merasa dirugikan. Perusahaan tambang di mana pun selalu berorientasi pada perolehan keuntungan sebesar-besarnya (profit oriented). Demi memperoleh keuntungan, perusahaan-perusahaan tambang terus-menerus mengeruk sumber daya alam tanpa pernah peduli pada kerusakan alam dan dampaknya bagi masyarakat sekitar. Sementara bagi Pemerintah Daerah setempat, pada umumnya industri pertambangan akan menambah Pendapatan Asli Daerah (PAD). Kenyataan ini menunjukkan bahwa Pendapatan Asli Daerah dari aktivitas pertambangan relatif kecil, sedangkan dampak kerusakan alam dan lingkungan yang dihasilkan tidak dapat dipulihkan.

(74)

Umumnya, masyarakat baru menyadari dampak negatif pertambangan ketika melihat bahwa tanah, hutan dan lingkungan sekitar sudah rusak akibat kegiatan penggalian, sementara janji kesejahteraan dan perolehan keuntungan tidak terwujud dalam kehidupan masyarakat. Hilangnya sumber-sumber ekonomi masyarakat karena aktivitas pertambangan ini sungguh disadari oleh warga masyarakat Kecamatan Riung, sebagaimana yang dituturkan oleh Stefanus Randu (48), petani Desa Taen Terong di Kecamatan Riung, wilayah Kabupaten Ngada, Provinsi Nusa Tenggara Timur, “Menurut pemahaman kami, hasil pertambangan yang diperoleh dari wilayah kita ini sudah pasti untuk masyarakat sangat kecil. Masyarakat justru yang akan hilang dan dirugikan. Sawah, kebun dan tanah masyarakat akan jadi korban, masyarakat pasti akan semakin tersingkir.” (Tim Investigasi JPIC-OFM Indonesia, 2010: 35).

c) Dampak Sosial-Budaya

Gambar

Gambar-� Pengala

Referensi

Dokumen terkait