SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S. Farm.)
Program Studi Farmasi
Oleh :
FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS SANATA DHARMA
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S. Farm.)
Program Studi Farmasi
Oleh :
Kaesariana Esti Limasari NIM : 068114166
FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS SANATA DHARMA
keinginanmu kepada Allah
dalam doa dan permohonan
dengan ucapan syukur(Filipi 4:6)
Kupersembahkan karya kecilku ini bagi:
Tuhan Yesusku, sebab tanpa kuasa tangan-Nya aku tak kan bisa
berbuat apa-apa
Ibu, Bapak, dan adikku atas doa, kasih sayang dan dukungan
mereka yang senantiasa menyertaiku
dengan judul “Perbedaan Ketaatan pasien Rawat Jalan Rumah Sakit Panti Rini Yogyakarta Antara Pasien Yang Diberi Informasi vs Informasi plus Alat Bantu Ketaatan periode Juni-Juli 2009 (Kajian terhadap Obat Golongan Neuromuskular)” ini dengan baik. Penulisan skripsi ini dimaksudkan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar sarjana farmasi pada
program studi Ilmu Farmasi, Jurusan Farmasi, Fakultas Farmasi Universitas
Sanata Dharma Yogyakarta.
Tersusunnya skripsi ini tidak terlepas dari bantuan dan dorongan berbagai
pihak. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya
kepada :
1. Rita Suhadi, M.Si., Apt. selaku Dekan Fakultas Farmasi dan dosen
pembimbing yang telah bersedia meluangkan waktu, memberikan bimbingan,
dukungan, saran dan masukan dalam proses penyusunan skripsi ini.
2. Maria Wisnu Donowati, M.Si.,Apt. selaku dosen penguji yang telah
memberikan bimbingan, dukungan, dan saran dalam proses penyusunan
skripsi.
3. dr. Fenty, M.Kes., Sp.PK. selaku dosen penguji yang telah memberikan
bimbingan, dukungan dan saran dalam proses penyusunan skripsi.
4. Direktur RS. Panti Rini Yogyakarta yang telah memberikan ijin kepada
atas bantuan selama proses pengambilan data penelitian ini.
7. Staf Instalasi Farmasi RS Panti Rini Yogyakarta atas bantuan selama proses
pengambilan data penelitian ini.
8. Ibu Ariani E.Y dan Bapak Emanuel Triatmadja tercinta untuk semua doa,
kasih sayang, dukungan dan perjuangan sepanjang hidup penulis.
9. Adikku tercinta Ipram atas doa, kasih sayang dan dukungan kepada penulis.
10. Mas Donavan yang selalu memberi aku semangat, doa, kasih sayang dan
kesetiaan kepada penulis selama ini.
11. Mbak Sisca, Atik, Yensi, Yemi, Lita atas kebersamaan, keceriaan dan
kekompakannya selama ini.
12. Olin, Vero, Seila, Tiara, May, Dewi, Arum untuk kebersamaan, bantuan,
kerja sama dan dukungan selama penelitian berlangsung hingga proses
penyusunan skripsi.
13. Teman-teman kos hijau tersayang Winda, Frida, Egi, Rani, Sisca, Tya atas
kebersamaan dan keceriaannya.
14. Teman-teman kelas C 2006 dan FKK 2006 atas kebersamaan dan
kekompakannya selama ini.
bermanfaat bagi pembaca.
Yogyakarta, Oktober 2009
Peran farmasis dalam memberikan informasi yang tepat kepada pasien sangat menentukan ketaatan penggunaan obat oleh pasien, pemberian informasi perlu ada inovasi dan kreasi salah satunya dengan penggunaan alat bantu ketaatan.
Tujuan umum penelitian ini adalah mengetahui perbedaan ketaatan pasien rawat jalan RS Panti Rini Yogyakarta antara pasien yang diberi informasi vs informasi plus alat bantu ketaatan periode Juni-Juli 2009 (Kajian terhadap Penggunaan Obat Golongan Neuromuskular). Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental semu dengan rancangan analitik. Perbedaan ketaatan obat dianalisis menggunakan uji statistik Fisher dan secara deskriptif.
Pasien yang digunakan dalam penelitian adalah 24 pasien pada kelompok perlakuan dan 30 pasien pada kelompok kontrol. Perbedaan ketaatan untuk obat yang bisa diminum bila perlu diperoleh nilai p=0,357 yang berarti tidak ada perbedaan ketaatan antara pasien yang diberi informasi vs informasi plus alat bantu. Pada obat yang diminum teratur ketaatan pasien kelompok perlakuan 100% sedangkan kelompok kontrol 66,7%. Pasien yang diberi informasi plus alat bantu lebih taat.
information to patients is very affecting the patients’ compliance on drugs. Innovation and creativity are needed when pass on the information, one of them is using the help-device.
The aim of this research is to find out the difference of compliance on outpatients from Panti Rini Hospital, Yogyakarta among the patients who got the information only, compare to the patients who got the information plus the compliance help-device during June – July 2009 (Assessment On The Use of Neuromuscular Drugs). This is a quasi experimental research with analyze design. Compliance difference analyzed using Fisher statistical test and regular taken – drugs descriptively.
The total patients used on this research is 24 patients on the treatment group and 30 patients on the control group. Compliance difference for only needed – drug the value of p=0,387 which means no compliance difference between patients who got the information compare to information plus help-device so the help-device doesn’t help on elevating the compliance. On regularly – taken drugs in the treatment group the patients’ compliance reach 100%, meanwhile in the control group the patients’ compliance is 66,7%. Patient who got information plus compliance help device is more compliance.
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... iii
HALAMAN PENGESAHAN... iv
HALAMAN PERSEMBAHAN ... v
PRAKATA ... vi
HALAMAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH ... ix
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... x
INTISARI... xi
ABSTRACT... xii
DAFTAR ISI... xiii
DAFTAR TABEL...xvii
DAFTAR GAMBAR ... xx
DAFTAR LAMPIRAN...xxi
BAB I PENDAHULUAN ... 1
A. Latar Belakang ... 1
1. Permasalahan... 3
2. Keaslian penelitian ... 3
3. Manfaat penelitian ... 4
B. Tujuan Penelitian... 4
xiv
A.Pharmaceutical Care...6
B.Drug Therapy Problems...6
C. Kepatuhan (Patient Compliance) ...8
D. Nyeri...9
1. Definisi ...9
2. Patofisiologi...9
3. Penatalaksanaan Terapi ...10
aOutcome, tujuan dan sasaran terapi. ...10
b. Terapi...10
c. Tingkatan Nyeri ...12
E. Gout ...13
1. Definisi ...13
2. Patofisiologi...13
3. Penatalaksanaan Terapi ...14
aOutcome, tujuan, dan sasaran terapi ...14
b. Terapi ...14
F. Landasan Teori...15
G. Hipotesis...16
D. Bahan Penelitian... 22
E. Instrumen Penelitian ... 22
F. Lokasi Penelitian... 23
G. Tata Cara Penelitian ... 23
1. Analisis Situasi ... 23
2. Pembuatan Alat Bantu Ketaatan... 23
3. Tahap pengumpulan data... 24
4. Wawancara ... 25
5. Tahap penyelesaian data... 25
H. Tata Cara Analisis Hasil... 26
I. Kesulitan Penelitian ... 28
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 30
A. Profil Pasien ... 30
B. Profil Terapi Pasien ... 31
1. Profil terapi secara umum... 32
2. Profil terapi obat neuromuskular ... 35
C. Evaluasi DTP... 39
1. DTP interaksi obat... 39
xvi
E. Rangkuman Pembahasan ... 48
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN... 51
A. Kesimpulan ... 51
B. Saran ... 52
DAFTAR PUSTAKA ... 53
LAMPIRAN ... 55
Tabel II Tingkat Signifikansi Interaksi Obat ... 8
Tabel III Contoh Obat Analgesik Non Opioid yang Disetujui FDA ... 11
Tabel IV Data Baseline Profil Pasien Kelompok Perlakuan dan Kelompok Kontrol yang Menggunakan Obat Golongan Neuromuskular Pasien
Rawat Jalan RS. Panti Rini Yogyakarta Periode Juni-Juli 2009 ... 31
Tabel V Data Baseline Profil Terapi Pasien Kelompok Perlakuan dan Kelompok Kontrol yang Menerima Obat Golongan Neuromuskular Pasien Rawat
Jalan RS. Panti Rini Yogyakarta Periode Juni-Juli 2009 ... 32
Tabel VI Profil Jumlah Obat yang Diterima Pasien Pada Kelompok Perlakuan
dan Kelompok Kontrol yang Menerima Obat Golongan Neuromuskular
Pasien Rawat Jalan RS. Panti Rini Yogyakarta Periode Juni-Juli
2009…. ... 32
Tabel VII Golongan dan Jenis Obat yang Diterima Pasien Selain Obat Golongan
Neuromuskular Kelompok Perlakuan dan Kelompok Kontrol Pasien
Rawat Jalan RS Panti Rini Yogyakarta Periode Juni-Juli 2009 ... 33
TabelVIII Golongan dan Jenis Obat Golongan Neuromuskular yang Diterima
Pasien Kelompok Perlakuan dan Kelompok Kontrol ... 35
Tabel IX Pengelompokan berdasarkan jumlah jenis obat golongan neuromuskular
Kelompok Kontrol yang Menerima obat golongan Neuromuskular
Pasien Rawat Jalan RS. Panti Rini Yogyakarta periode
Juni-Juli 2009………..40
Tabel XII Contoh Analisis SOAP kasus DTP Interaksi Obat Pasien yang
Menerima Obat Golongan Neuromuskular Pasien Rawat Jalan RS.
Panti Rini Yogyakarta periode Juni-Juli 2009 ... 41
Tabel XIII Pengelompokan Kasus DTP Ketaatan Pasien Kelompok Perlakuan
dan kelompok kontrol yang Menerima obat golongan Neuromuskular
Pasien Rawat Jalan RS. Panti Rini Yogyakarta periode Juni-Juli
2009………….………...42
Tabel XIV Contoh Analisis SOAP kasus DTP Ketaatan Pasien yang Menerima
Obat Golongan Neuromuskular Pasien Rawat Jalan RS. Panti Rini
Yogyakarta periode Juni-Juli 2009………... 43
Tabel XV Kasus DTP Kelompok Perlakuan dan Kelompok Kontrol Pasien Rawat
Jalan yang Menerima Obat Golongan Neuromuskular RS Panti Rini
Yogyakarta periode Juni-Juli 2009………... 44
Tabel XVI Pengelompokan Tingkat Ketaatan Pasien Kelompok Perlakuan dan
Kelompok Kontrol yang Menerima Obat Golongan Neuromuskular
Tabel XVIII Pengelompokan Tingkat Ketaatan Pasien Kelompok Perlakuan
Berdasarkan Obat yang Harus Diminum Teratur ... 48
Tabel XIX Pengelompokan Tingkat Ketaatan Pasien Kelompok Kontrol
Gambar 2 . WHO’s Pain Ladder ... 13 Gambar 3 Bagan Ruang Lingkup Penelitian Kajian Terhadap Penggunaa Obat
Golongan Neuromuskular dalam Penelitian Payung…………...21
Lampiran 2 Panduan Wawancara... 58
Lampiran 3 Data Pasien Kelompok Perlakuan ... 60
Lampiran 4 Data Pasien Kelompok Kontrol ... 72
Lampiran 5 Uji Statistik DataBaselinePasien ... 88
Lampiran 6 Uji StatistikBaselineProfil Obat ... 94
Lampiran 7 Uji Statistik Ketaatan... 101
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang
Pelayanan kefarmasian pada saat ini telah bergeser orientasinya dari obat
ke pasien yang mengacu pada Pharmaceutical Care, dimana kegiatan yang semula hanya berorientasi kepada obat sebagai komoditi menjadi pelayanan yang
komprehensif untuk meningkatkan kualitas hidup pasien. Oleh karena itu farmasis
dituntut untuk meningkatkan pengetahuan, ketrampilan dan perilaku agar dapat
berinteraksi langsung dengan pasien (Anonim, 2004).
Salah satu masalah yang sangat sering terjadi dalam proses terapi adalah
ketidaktaatan pasien minum obat. Menurut laporan WHO kepatuhan pasien
terhadap penyakit kronis di negara maju hanya sebesar 50% (Anonim, 2006b), di
Amerika Serikat kepatuhan hanya sekitar 33%-69% (Osterberg dan Blasche,
2005). Kepatuhan pasien sangat diperlukan untuk menentukan keberhasilan terapi
dan meningkatkan kualitas hidup pasien, salah satunya pada penggunaan obat
golongan neuromuskular. Ketidaktaatan minum obat oleh pasien dapat
menyebabkan penggunaan suatu obat kurang optimal, dengan demikian pasien
dapat kehilangan manfaat terapi.
Gangguan pada sistem neuromuskular merupakan gangguan pada saraf
dan otot yang pada umumnya dapat menyebabkan terjadinya nyeri. Di Amerika
jumlah penderita gangguan sendi terus mengalami peningkatan, hingga pada
tahun 2005 dilaporkan bahwa 66 juta orang menderita gangguan sendi dengan
nyeri sendi kronis (Anonim,2006a). Di Yogyakarta khususnya di RS Panti Rini
kasus nyeri ini tidak termasuk dalam sepuluh penyakit terbanyak, tetapi obat-obat
neuromuskular yang digunakan untuk mengatasi nyeri banyak digunakan oleh
pasien pada berbagai kasus.
Farmasis mempunyai peranan penting dalam upaya peningkatan ketaatan
penggunaan obat oleh pasien. Upaya yang dapat dilakukan untuk meningkatkan
ketaatan pasien adalah dengan pemberian informasi terhadap regimen pengobatan
yang benar dan jelas kepada pasien. Selain pemberian informasi secara lisan
upaya peningkatan ketaatan pasien dapat dilakukan dengan pemberian alat bantu
ketaatan yang berupa kotak obat dan kartu pengingat minum obat. Dengan upaya
tersebut diharapkan dapat memudahkan pasien dalam minum obat sehingga dapat
meningkatkan ketaatannya dan dapat tercapai terapi yang optimal.
Penelitian ini dilakukan di Rumah Sakit Panti Rini Yogyakarta karena
rumah sakit ini memiliki poli rawat jalan yang cukup lengkap. Selain itu letak
rumah sakitnya cukup strategis sehingga banyak dikunjungi pasien.
Berdasarkan uraian di atas maka dilakukan penelitian tentang
PERBEDAAN KETAATAN PASIEN RAWAT JALAN RS PANTI RINI
YOGYAKARTA ANTARA PASIEN YANG DIBERI INFORMASI VS
INFORMASI plus ALAT BANTU KETAATAN PERIODE JUNI-JULI 2009
(Kajian terhadap Penggunaan Obat Golongan Neuromuskular) untuk mengetahui
bagaimana ketaatan pasien dalam minum obat jika pasien diberi informasi vs
1. Permasalahan
Permasalahan yang akan diamati pada penelitian ini adalah:
a. Seperti apakah profil pasien berdasar umur, tingkat pendidikan dan jenis
kelamin?
b. Seperti apakah karakteristik obat berdasar jumlah obat, golongan obat dan
jenis obat?
c. Apakah ada Drug Therapy Problems yang terjadi pada pasien yang menerima obat golongan Neuromuskular pasien rawat jalan RS Panti Rini Yogyakarta
2009?
d. Apakah ada perbedaan ketaatan pasien rawat jalan RS Panti Rini Yogyakarta
antara pasien yang diberi informasi vs informasi plus alat bantu ketaatan serta
dampak terapinya periode Juni-Juli 2009 (Kajian terhadap Penggunaan Obat
Golongan Neuromuskular)” ?
2. Keaslian Penelitian
Penelitian mengenai Perbedaan Ketaatan Pasien Rawat Jalan RS Panti
Rini Yogyakarta Antara Pasien yang Diberi Informasi vs Informasi plus Alat
Bantu Ketaatan Periode Juni – Juli 2009 (Kajian terhadap Penggunaan Obat
Golongan Neuromuskular) belum pernah dilakukan. Belum ditemukan penelitian
terkait ketaatan pasien yang diberi informasi vs informasi plus alat bantu oleh
peneliti lain. Penelitian terkait dengan masalah DTP dan ketaatan telah dilakukan
oleh peneliti lain dengan judul sebagai berikut :
a. Evaluasi Masalah Utama Kejadian Medication Errors Fase Administrasi dan
Agustus 2008, Kajian Terhadap Penggunaan Obat Analgesik pada Kasus
Osteomuskular oleh (Manik,2008).
b. Ketaatan Pasien dengan Obat Penurun Asam Urat untuk Pengobatan Gout
(Harrold, 2009). Penelitian ini membahas tentang penggunaan ketaatan
penggunaan allopurinol hasilnya dari 97% pasien yang menerima allopurinol
terdapat 56% pasien yang tidak taat.
3. Manfaat
a. Manfaat teoritis
Secara teoritis sebagai sumber referensi untuk mendeskripsikan ketaatan
penggunaan obat pasien rawat jalan RS Panti Rini Yogyakarta. Khususnya
golongan obat neuromuskular.
b.Manfaat Praktis
Secara praktis hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai acuan untuk
pengambilan keputusan oleh farmasis dalam mempraktekkan pharmaceutical care, secara khusus di RS Panti Rini dan secara umum RS di Indonesia. Pada akhirnya akan meningkatkan kualitas pelayanan terapi obat.
B. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum
Secara umum penelitian ini bertujuan mengamati perbedaan ketaatan
penggunaan obat golongan neuromuskular pasien rawat jalan RS Panti Rini
Yogjakarta antara pasien yang diberi informasi vs informasi plus alat bantu
2. Tujuan Khusus
Secara khusus penelitian ini bertujuan untuk:
a. Mengetahuiprofil pasien berdasar umur, tingkat pendidikan dan jenis kelamin.
b. Mengetahui karakteristik obat berdasar jumlah obat, golongan obat dan jenis
obat.
BAB II
PENELAAHAN PUSTAKA A. Pharmaceutical Care
Pharmaceutical care adalah bentuk pelayanan dan tanggung jawab langsung profesi apoteker dalam pekerjaan kefarmasian untuk meningkatkan
kualitas hidup pasien. Program pharmaceutical care dapat menurunkan kejadian merugikan pada penggunaan obat, terutama obat untuk penyakit jangka panjang.
Salah satu bentuk Pharmaceutical Care adalah pelayanan residensial (home care) dalamhal iniApoteker sebagai care giver diharapkan juga dapat melakukan pelayan kefarmasian yang bersifat kunjungan rumah, khususnya untuk kelompok
lansia dan pasien dengan pengobatan penyakit kronis lainnya. Untukaktivitas ini
apoteker harus membuat catatan berupa catatan pengobatan (medication record)
(Anonim, 2004).
B. Drug Theraphy Problems 1. Definisi
Drug therapy problems merupakan wewenang klinis dari pelaksana
pharmaceutical care. Drug Therapy Problems adalah kejadian yang tidak diinginkan atau tidak diharapkan terjadi pada pasien selama terapi penggunaan
obat, sehingga dapat mengganggu tercapainya terapi. Tujuan mengidentifikasi
DTP adalah untuk membantu pasien mencapai tujuan dan outcome. Setiap praktisi
tenaga kesehatan bertanggung jawab untuk membantu pasien yang memerlukan
tenaga profesional dalam hal mengidentifikasi, mencegah dan menyelesaikan
Tabel 1. Kategori dan Keadaan yang Menyebabkan Drug Therapy Problems (Strand et.al, 2004)
No Jenis DRP Contoh Penyebab DRP
1
Ada obat tanpa indikasi (unnecessary therapy)
• Terapi yang diperoleh bukan merupakan terapi yang tepat untuk terapi pada saat itu
• Polifarmasi yang sebaiknya terapi obat tunggal • Terapi sebaiknya dengan terapi non farmakologi
• Terapi efek samping akibat suatu obat yang sebenarnya dapat
digantikan dengan yang lebih aman
• Penyalahgunaan obat, penggunaan alkohol, merokok dapat
menimbulkan masalah.
2
Ada indikasi tanpa obat (need for additional drug therapy)
• Kondisi medis memerlukan terapi obat tambahan
• Pencegahan terapi obat yang diperlukan untuk mengurangi resiko pada perkembangan kondisi yang baru.
• Kondisi medis yang memerlukan farmakoterapi tambahan untuk
mencapai efek.
3
Obat tidak efektif(ineffective drug)
• Obat yang digunakan bukan yang paling efektif
• Kondisi medis yang sukar sembuh dengan produk obat tersebut • Bentuk sediaan dari obat yang tidak tepat
• Obat bukan merupakan obat yang efektif untuk indikasi yang akan diterapi.
4
Dosis terlalu rendah (dose too low)
• Dosis terlalu rendah untuk mendapatkan respon yang diinginkan • Interval pemberian terlalu jarang untuk mendapatkan respon yang
diinginkan
• Interaksi obat mengurangi jumlah obat yang aktif
• Durasi terapi obat terlalu pendek untuk menghasilkan respon yang diharapkan
5
Efek obat merugikan (adverse drug reaction) dan interaksi obat
• Obat memberikan reaksi yang tidak diinginkan yang tidak tergantung dosis
• Dibutuhkan produk obat yang lebih aman untuk mengatasi faktor resiko.
• Interaksi obat menyebabkan reaksi yang tidak diinginkan yang tidak tergantung dosis.
• Pengaturan dosis yang diberikan terlalu rapat. • Produk obat menyebabkan reaksi alergi.
• Produk obat dikontraindikasikan dikarenakan beberapa faktor resiko
6 Dosis terlalu tinggi (dose too high)
• Dosis terlalu tinggi.
• Frekuensi dosis terlalu pendek. • Durasi terapi obat terlalu lama.
• Interaksi obat yang menghasilkan reaksi toksik pada produk obat. • Dosis obat yang diberikan terlalu rapat
7
Ketaatan pasien (compliance)/ gagal menerima obat
• Pasien tidak mengerti instruksi.
• Pasien lebih senang tidak menerima pengobatan. • Pasien lupa minum obat
• Produk obat terlalu mahal untuk pasien.
• Pasien tidak dapat menelan atau menggunakan produk obat dengan benar.
• Produk obat tidak tersedia untuk pasien 2. Interaksi Obat
Interaksi antar obat dapat diartikan sebagai hasil pemberian obat
respon farmakologi masing-masing obat tersebut apabila diberikan secara tunggal.
Hasil klinis dari interaksi antar obat dapat berefek antagonisme, sinergisme, atau
idiosinkrasi (Tatro, 2006).
Dalam mengevaluasi interaksi obat, yang perlu diperhatikan adalah
signifikansi interaksi. Signifikansi berhubungan dengan jenis dan besarnya efek
yang menentukan kebutuhan monitoring pasien dan perlu tidaknya pengubahan
terapi untuk mencegah efek yang merugikan (Tatro, 2006).
Tabel II. Tingkat Signifikansi Interaksi Obat (Tatro, 2006)
Tingkat Signifikansi Keparahan Laporan
1 Berat (major) Terbukti
2 Sedang (moderate) Terbukti
3 Ringan (minor) Terbukti
4 Berat/Sedang (major/moderate) Mungkin terjadi
5 Ringan (minor) Mungkin terjadi
Tidak ada Tidak mungkin terjadi
C. Kepatuhan Penggunaan Obat ( Patient Compliance )
Kepatuhan dapat didefinisikan sebagai tingkat ketepatan perilaku individu
terhadap nasihat medis atau kesehatan (Siregar, 2006).
Ketidaktaatan didefinisikan sebagai ketidakmampuan atau ketidakmauan
pasien untuk menggunakan regimen pengobatan yang diberikan oleh dokter.
Ketidaktaatan pasien dapat terjadi karena pasien tidak mengerti instruksi, pasien
lebih senang tidak menerima obat, pasien lupa minum obat, pasien tidak dapat
menggunakan obat dengan benar, obat tidak tersedia untuk pasien (Strand et.al,
2004). Situasi lain yang umum berkaitan dengan ketidakpatuhan pada terapi obat,
dalam waktu pemberian atau konsumsi obat, dan penghentian obat sebelum
waktunya (Siregar, 2006).
Ketidakpatuhan minum obat akan mengakibatkan penggunaan suatu obat
kurang, dengan demikian pasien kehilangan manfaat terapi yang kemungkinan
akan mengakibatkan kondisi yang diobati secara bertahap menjadi buruk. Faktor
yang berkaitan dengan ketidakpatuhan antara lain faktor penyakit, regimen terapi,
interaksi pasien dengan profesional kesehatan (Siregar, 2006).
Untuk meningkatkan ketaatan pasien dapat dilakukan upaya-upaya antara
lain identifikasi faktor resiko, pengembangan rencana pengobatan, alat bantu
kepatuhan, pemantauan terapi, komunikasi yang baik antara apoteker dengan
pasien (Siregar, 2006).
D. Nyeri 1. Definisi
Nyeri adalah pengalaman atau perasaan yang tidak menyenangkan yang
berhubungan dengan potensi kerusakan jaringan atau keadaan yang
menggambarkan kerusakan tersebut. Nyeri bersifat subyektif, bagaimanapun
tenaga kesehatan mendefinisikan nyeri seperti apa yang dikatakan pasien
(Baumann, 2005).
2. Patofisiologi Nyeri
Patofisiologi nyeri melibatkan kesatuan jaringan saraf yang komplek yang
diaktivasi oleh rangsangan dari luar tubuh. Nyeri dibagi menjadi 2 yaitu nyeri
a. Nyeri nociceptive
Nyeri nociceptive adalah nyeri yang muncul karena rangsangan somatik (sumber nyeri berasal dari kulit, tulang, sendi, otot, jaringan konektif) atau secara
visceral (berasal dari organ dalam seperti usus besar atau pankreas). Pada nyeri
nociceptive ini letak nyeri dapat didefinisikan dengan jelas (Baumann, 2005). b. Nyeri neurophatic
Nyeri neurophatic adalah nyeri yang terjadi akibat proses yang tidak normal pada sistem saraf pusat atau perifer. Sindrom nyeri neurophatic ini banyak terjadi dan seringkali sangat sulit diobati, misalnya nyeri punggung bawah,
neuropati diabetik, nyeri akibat kanker (Baumann, 2005).
3.Penatalaksanaan Terapi
a. Outcome, tujuan dan sasaran terapi
Outcome yang diharapkan pada terapi nyeri adalah dapat mengurangi dan
menghilangkan nyeri. Tujuan terapi nyeri adalah untuk mengurangi dan
menghilangkan nyeri dengan dosis analgesik terendah dan efek samping
minimum. Sasaran terapi nyeri adalah mediator-mediator kimia yang
memperantarai timbulnya nyeri (Baumann, 2005).
b.Terapi
1) Non Farmakologi
a) TENS yaitu terapi stimulasi yang dilakukan dengan menstimulasi saraf
transkutan secara elektris digunakan untuk nyeri akut dan kronik
2) Farmakologi
Terapi farmakologi yang digunakan pada nyeri adalah golongan analgesik
non opioid (asetaminofen, asam asetilsalisilat, dan AINS), analgesik opioid
(naloxon, morfin) dan anestesi (prokain, lidokain). Selain itu dapat menggunakan
obat antidepresan dan antikonvulsan (Baumann, 2005).
Tabel III. Beberapa contoh obat analgesik non opioid yang disetujui FDA untuk diberikan pada orang dewasa (Baumann, 2005).
Golongan Nama Generik Range Dosis Penggunaan (mg) Salisilat acetylsalisilic acid 325-650 tiap 4 jam
para-Aminofenol
acetaminophen 325-1000 tiap 4-6 jam
Fenamate asam mefenamat Dosis awal 500
250 tiap 6 jam
Acetic acid diklofenak pada beberapa pasien, initial 100;
50 3x1 per hari
Propionic Acids
ketoprofen 25-50 tiap 6-8 jam;
12,5-25 tiap 4-6 jam
Obat antiinflamasi nonsteroid bekerja dengan menghambat enzim
siklooksigenase sehingga konversi asam arakhidonat terganggu dan
mediator-mediator nyeri seperi prostaglandin, prostasiklin dan tromboksan tidak terbentuk
dan proses inflamasi tidak terjadi (Lacy, Amstrong, Goldman dan Lance, 2006).
Kortikosteroid bekerja dengan menghambat fosfolipase A2 yaitu suatu enzim
bertanggung jawab terhadap pelepasan asam arakhidonat dari membran lipid
sehingga dapat berfungsi untuk menekan peradangan (Katzung, 1998). Contoh
obat kortikosteroid antara lain metilprednisolon yang dapat digunakan untuk
antiperadangan dengan dosis 2-40 mg per hari serta deksametason yang dapat
Gambar 1. Mekanisme Kerja AINS dan Steroid (Gebhart, 2005).
c. Tingkatan Nyeri
Menurut World Health Organization (WHO), WHO’s Pain Ladder adalah tingkatan dalam menghilangkan nyeri. Terdapat 3 tingkatan langkah yang dapat
dilakukan dalam menghilangkan rasa nyeri. Jika nyeri terjadi, maka segera
diberikan terlebih dahulu pemberian secara oral obat golongan nonopioid (aspirin
dan paracetamol); kemudian bila perlu diberikan obat golongan opioid ringan
(kodein); kemudian obat golongan opioid kuat seperti morfin, sampai pasien
sembuh dari nyeri. Untuk menenangkan ketakutan dan kegelisahan pada pasien,
Gambar 2. WHO’s Pain Ladder (Anonim, 2008).
E. Gout 1. Definisi
Gout adalah serangan akut pada sendi yang berkaitan dengan adanya
kristal monosodium urat yang terdapat pada leukosit yang ditemukan pada cairan
sinovial, endapan kristal monosodium urat dalam jaringan, penyakit ginjal
interstisial, nefrotiliasis asam urat (Hawkins dan Rahn, 2005).
2. Patofisiologi
Asam urat merupakan hasil akhir dari metabolisme purin, suatu produk
sisa yang tidak mempunyai peran fisiologi. Akumulasi yang berlebih dapat
disebabkan overproduksi dan penurunan ekskresi. Purin yang menghasilkan asam
urat dapat berasal dari makanan, konversi asam nukleat dalam jaringan,
pembentukan purin dari dalam tubuh. Ketidaknormalan dalam sistem enzim yang
mengatur metabolisme purin dapat menyebabkan overproduksi asam urat
3. Penatalaksanaan Terapi
a. Outcome, tujuan dan sasaran terapi
Outcome yang diharapkan pada terapi gout adalah penurunan kadar asam urat dan mencegah terjadinya serangan kembali. Tujuan terapi gout adalah
menghentikan serangan akut, mencegah serangan kembali mencegah komplikasi
yang berkaitan dengan deposit kristal asam urat di jaringan . Sasaran dari terapi
gout adalah kadar asam urat (Hawkins dan Rahn, 2005). Kadar asam urat normal
dewasa untuk pria 3,4 –7 mg/dl sedangkan untuk wanita adalah 2,4-6 mg/dl (Lacy
et.al, 2006).
b. Terapi
1). Non Farmakologi
Mengurangi konsumsi makanan yang mengandung purin, menghindari
alkohol, dan menurunkan berat badan jika obesitas.
2). Farmakologi
Obat- obat yang dapat digunakan dalam terapi gout adalah:
a). Antiinflamasi Nonsteroid (AINS)
Beberapa contoh obat yang termasuk dalam golongan AINS ini adalah
diklofenak, indometasin, valdecoxib, piroxicam, meloxicam, ketoprofen (Hawkins dan Rahn, 2005).
b). Kortikosteroid
Beberapa contoh obat yang termasuk dalam golongan kortikosteroid antara
lain kortison, hidrokortison, fluokortison, metilprednisolon, triamsinolon,
c). Obat-obat untuk mengatasi gout
Beberapa contoh obat yang termasuk golongan ini adalah kolkisin,
allopurinol, probenesid, sulfinilpirazon.
Allopurinol
Allopurinol dan metabolit utamanya oksipurinol merupakan inhibitor
xantin oksidase dan memepengaruhi perubahan hipoxantin menjadi xantin dan
xantin menjadi asam urat (Hawkins dan Rahn, 2005). Untuk terapi gout pada
tingkat ringan dapat digunakan dosis 200-300 mg per hari, pada tingkat tinggi
dapat digunakan dosis 400-600 mg per hari, untuk mengurangi kemungkinan
terjadinya serangan digunakan dosis 100 mg per hari (Lacy et.al, 2006).
F. Landasan Teori
Perilaku seorang pasien dalam penggunaan obat sangat berpengaruh
terhadap keberhasilan terapi. Perilaku seorang pasien dalam penggunaan obat
salah satunya karena mendapat informasi dari referensi tertulis maupun dari
tenaga kesehatan. Ketidaktaatan pasien dalam minum obat dapat disebabkan
karena pemberian informasi yang kurang tepat, untuk itu peran tenaga kesehatan
sangatlah penting. Tenaga kesehatan yang bertanggung jawab memberikan
informasi obat adalah seorang farmasis. Dalam pemberian informasi seorang
farmasis dapat menggunakan beberapa cara, yaitu informasi verbal, demonstrasi
dengan alat visual, multimedia, maupun dengan form kepatuhan.
Penggunaan alat bantu ketaatan dan form kepatuhan dapat memberikan
hasil yang lebih baik daripada pemahaman hanya dengan informasi verbal karena
mengingat waktu minum obat. Form kepatuhan akan memungkinkan seorang
pasien diingatkan untuk menggunakan obat lebih teratur. Dengan demikian
pemberian informasi yang disertai alat bantu akan meningkatkan ketaatan
penggunaan obat. Ketaatan penggunaan obat akan mengurangi biaya terapi,
memberikan hasil terapi yang lebih baik, dan meningkatkan kualitas hidup pasien.
G. Hipotesis
Ada perbedaan ketaatan penggunaan obat pada pasien yang mendapat
BAB III
METODE PENELITIAN A. Jenis dan Rancangan Penelitian
Penelitian mengenai Perbedaan Ketaatan Pasien Rawat Jalan RS Panti
Rini Yogyakarta Antara Pasien yang Diberi Informasi versus Informasi plus Alat
Bantu Ketaatan Periode Juni-Juli 2009 (Kajian Terhadap Penggunaan Obat
Neuromuskular) merupakan jenis penelitian eksperimental semu dengan
rancangan penelitian analitik dengan pola searah. Penelitian eksperimental semu
ialah bila peneliti tidak mungkin mengontrol semua variabel luar, sehingga
perubahan yang terjadi pada efek tidak sepenuhnya oleh pengaruh perlakuan
(Pratiknya, 1986).
Desain ini tidak mempunyai pembahasan yang ketat terhadap randomisasi,
dan pada saat yang sama dapat mengontrol ancaman-ancaman validitas. Disebut
eksperimen semu karena eksperimen ini belum atau tidak memiliki ciri-ciri
rancangan eksperimen yang sebenarnya, karena variabel-variabel yang seharusnya
dikontrol atau dimanipulasi. Oleh sebab itu validitas penelitian menjadi kurang
cukup untuk disebut sebagai eksperimen yang sebenarnya (Notoatmodjo, 2005).
Berdasarkan setting tempat penelitian ini termasuk penelitian lapangan (di komunitas). Berdasarkan bidang ilmu penelitian ini merupakan penelitian klinis
komunitas, mata kuliah yang terkait meliputi Farmasi Klinis, Farmasi Sosial,
Farmakoterapi, serta Komunikasi dan Konseling. Metode pengumpulan data
kontrol. Bagian survei dilakukan dengan observasi pasien berdasarkan data hasil
kunjungan ke pasien (home visit) serta wawancara dengan pasien.
B.Variabel dan Definisi operasional 1. Variabel penelitian
a. Variabel bebas
Variabel bebas dalam penelitian ini adalah adanya tambahan alat bantu.
b. Variabel tergantung
Variabel tergantung dalam penelitian ini adalah ketaatan pasien dalam
minum obat.
2. Definisi Operasional
a. Ketaatan penggunaan obat dalam penelitian ini adalah ketaatan obat yang bisa
diminum bila perlu dan yang harus diminum teratur.
b. Ketaatan obat yang bisa diminum bila perlu dilihat dari cara pasien
mengkonsumsi obat dengan benar sebagai contoh obat diminum sebelum atau
sesudah makan, kapan menghentikan pengobatan, ada tidaknya penambahan
dosis pada saat pasien merasakan nyeri sedangkan untuk obat yang harus
diminum teratur dilihat dari sisa jumlah obat yang digunakan. Pasien dikatakan
taat jika obat yang digunakan 100%.
c. Obat NSAID dikelompokkan dalam ketaatan obat yang bisa diminum bila
perlu.
d. Obat neuromuskular yang dibahas dalam penelitian ini adalah obat golongan
e. Alat bantu ketaatan berupa kotak obat yang dirancang sedemikian rupa,untuk
mempermudah pasien setiap mengkonsumsi obat, dan dilengkapi dengan tabel
ketaatan yang dicentang setiap pasien meminum obat agar pasien menjadi lebih
taat dalam mengkonsumsi obat yang diresepkan.
f. Perlakuan ialah pasien yang setuju mengikuti penelitian ini dan diberi alat
bantu ketaatan yang dirancang sedemikian rupa, selanjutnya pasien di home visit minimal dua kali.
g. Kontrol ialah pasien yang setuju mengikuti penelitian ini, namun tidak diberi
alat bantu ketaatan. Pasien di home visit satu kali saat obat habis dan digunakan sebagai pembanding kelompok perlakuan.
h. Profil pasien meliputi umur, jenis kelamin, dan tingkat pendidikan.
i. Profil obat meliputi jumlah obat yang diresepkan, jumlah obat neuromuskular
yang diresepkan, golongan dan jenis obat neuromuskular, golongan dan jenis
obat selain obat neuromuskular, dan rute pemberian.
j. Dampak terapi (outcome) dalam penelitian ini untuk obat yang bisa diminum bila perlu dievaluasi dari hasil wawancara dengan pasien pada saat home visit
sedangkan untuk obat yang harus diminum teratur dievaluasi dengan
pengukuran kadar asam urat sebelum dah sesudah terapi.
k. Drug Therapy Problems yang dimaksudkan dalam penelitian ini adalah setiap masalah yang berhubungan dengan penggunaan obat golongan neuromuskular.
m. Analisis SOAP merupakan modifikasi artinya dalam penelitian ini tidak
benar-benar dilakukan SOAP kepada pasien, namun hanya rekomendasi saja.
n. Periode Juni-Juli 2009 yang dimaksud pada penelitian ini yaitu tanggal 8 Juni
2009 – 28 Juli 2009.
o. Pasien home visit merupakan subyek penelitian yang bertempat tinggal di Daerah Kalasan dan sekitarnya yang telah menerima dan menyetujui informed- consent
p. Hipotesis : ada perbedaan ketaatan antara pasien yang diberi informasi vs
informasi plus alat bantu. Jika p> 0,1 H null diterima, jika p<0,1 H null
ditolak.
C. Subyek penelitian
Subyek penelitian meliputi pasien dewasa (berumur minimal 17 tahun)
menjalani rawat jalan di RS Panti Rini Yogyakarta. Kriteria inklusi subyek adalah
pasien yang menjalani rawat jalan di RS Panti Rini periode Juni-Juli 2009;
menerima salah satu atau lebih obat golongan neuromuskular yang digunakan
untuk terapi nyeri; pasien yang bersedia bekerja sama berdasarkan persetujuan
dengan informed-consent. Kriteria eksklusi adalah pasien yang telah mengikuti program edukasi atau mendapat informasi, subyek yang tidak bersedia
bekerjasama dan memberikan informasi selama penelitian berlangsung,.
Penelitian ini merupakan bagian dari penelitian payung yang terdiri atas
8 subjudul yaitu 6 kajian golongan obat dan 2 penelitian sosial. Pengumpulan data
dilakukan secara bersama-sama dan dibagi berdasasarkan kajian masing-masing,
secara bersama-sama sehingga tiap peneliti dapat melakukan home visit tidak hanya pasiennya saja tapi dapat melakukan home visit terhadap pasien dengan kajian lain.
Gambaran mengenai ruang lingkup penelitian ini dalam penelitian payung:
Gambar 3. Bagan Ruang Lingkup Penelitian Kajian Terhadap Penggunaa Obat
Golongan Neuromuskular dalam Penelitian Payung
Jumlah subjek uji secara keseluruhan sebanyak 156 pasien, 78 sebagai
kontrol dan 78 sebagai perlakuan. Untuk kajian golongan obat neuromuskular
jumlah subyek uji sebanyak 56 pasien yaitu 25 sebagai kelompok perlakuan dan
31 pada kelompok kontrol. Terdapat 2 pasien yang tidak digunakan, yaitu pasien
yang mendapatkan obat neuromuskular yang bisa diminum bila perlu dengan
aturan minum bila perlu 1. Hal ini dikarenakan pada penelitian ini ketaatan pasien Perbedaan karakteristik pasien dan
karakteristik obat terhadap ketaatan penggunaan obat pada pasien rawat jalan RS Panti Rini Yogyakarta Evaluasi perbedaan tingkat
pemahaman, sikap, dan tindakan (perilaku) serta kepuasan pasien rawat jalan di RS Panti Rini terhadap informasi vs informasi plus alat bantu
( d b t b t)
Obat golongan kardiovas
Obat golongan endokrin
Obat golongan respirasi
i f k i
Obat golongn cerna non i f k i Obat
golongan neuromusku
Obat golongan antiinfeksi
Evaluasi Perbedaan Ketaatan Pasien Rawat Jalan RS Panti Rini Yogyakarta antara Pasien yang Diberi
Informasi VS Informasi Plus Alat Bantu Ketaatan Serta Dampak Terapinya Periode Bulan Juni‐Juli
diuji dengan alat bantu ketaatan sehingga dengan aturan minum bila perlu 1 tablet,
obat tidak bisa ditata dalam kotak. Sehingga jumlah pasien yang digunakan adalah
pada kelompok perlakuan 24 pasien dan kelompok kontrol 30 pasien.
D. Bahan Penelitian
Bahan penelitian yang digunakan adalah lembar catatan medik pasien
rawat jalan yang menerima obat golongan neuromuskular dan dilayani oleh
farmasis klinis Rumah Sakit Panti Rini periode Juni-Juli 2009 yang ditulis oleh
dokter, perawat, dan apoteker mengenai data klinis pasien. Hasil home visit pasien yang dilakukan minimal dua kali untuk perlakuan dan sekali untuk kontrol
digunakan untuk membantu menggambarkan ketaataan pasien dalam
menggunakan obat serta dampak terapinya.
E.Instrumen Penelitian
Gambar 4. Alat Bantu Ketaatan
Penelitian ini menggunakan (1). alat-alat sederhana yang akan dirancang
untuk membantu ketaatan penggunaan obat pasien berupa kartu, kotak obat (2)
alat-alat untuk monitoring tanda vital dan data lab sederhana: tensi meter,
(3). form pemantauan pasien dan penggunaan obat pasien; (4). Panduan
wawancara terstruktur.
F. Lokasi Penelitian
Penelitian dikerjakan di Poli (Rawat Jalan) RS Panti Rini dan dilanjutkan
di rumah pasien untuk kegiatan pemantauan.
G. Tata Cara Penelitian 1. Analisis Situasi
a. Analisis situasi meliputi diskusi dengan pihak menejemen RS Panti Rini
mengenai ketidaktaatan pasien yang sering muncul dan studi pustaka.
Menyusun teknis pelaksanaan dengan unit Farmasi.
b. Penetapan subjek penelitian, kajian penelitian yaitu obat golongan
neuromuskular serta kriteria inklusi dan eksklusi untuk penelitian.
2. Pembuatan Alat Bantu Ketaatan
a. Perancangan alat bantu ketaatan berdasarkan studi pustaka dan wawancara
dengan beberapa ahli. Alat bantu yang dirancang adalah pil dispenser berupa
kotak bersekat. Kotak dibagi menjadi 21 bagian agar dapat digunakan untuk
pengobatan sebanyak 3 kali sehari selama 7 hari. Alat ini dilengkapi dengan
tabel ketaatan bergambar ayam berkokok (pagi hari), matahari (siang hari), dan
bulan (malam hari). Tabel ini harus diberi tanda (√) setelah pasien minum obat.
b. Sebelum digunakan, alat bantu diuji cobakan pada beberapa orang yang
3. Pengumpulan Data
a. Pengumpulan data dilakukan dengan cara pengamatan langsung pasien dan
medical record pasien. Bila diperlukan data dapat dikonfirmasi dengan
wawancara dengan pasien/keluarga atau tenaga kesehatan. Sebelum memilih
subjek uji, dibuat suatu aturan main untuk menentukan siapa yang menjadi
kontrol dan siapa yang mendapat perlakuan. Teknik yang digunakan dalam
pengambilan subyek adalah semi random, pasien yang ditemui minggu pertama
digunakan sebagai perlakuan dan pasien yang ditemui minggu berikutnya
digunakan sebagai kontrol begitu seterusnya secara berselang-seling.
b. Pasien yang terpilih sebagai subjek uji, sebelumnya diminta mengisi informed- consent sebagai tanda persetujuan mengikuti penelitian. Informed-consent
ditandatangani oleh subjek uji dan saksi (keluarga/kerabat dekat, namun jika
tidak ada saat itu, peneliti bisa menjadi saksi). Selanjutnya menentukan pasien
mana yang menjadi kontrol dan mendapat perlakuan sesuai dengan aturan yang
telah dibuat.
c. Pasien yang telah setuju, untuk perlakuan diberi alat bantu ketaatan seperti
kotak tempat obat dan kartu pengingat lalu peneliti membantu pasien
menatakan obat yang telah diresepkan kedalam kotak obat dan meminta pasien
untuk mencentang kartu pengingat setiap meminum obat. Sedangkan untuk
kontrol tidak diberi alat bantu cukup informasi verbal mengenai ketaatan
penggunaan obat. Ketaatan pasien dapat dilihat dari jumlah obat yang tersisa,
4.Wawancara
Wawancara terstruktur dilakukan terhadap pasien kelompok perlakuan
maupun kontrol tentang pemahaman dan kepuasan pasien terhadap informasi
penggunaan obat. Wawancara mengenai pemahaman pasien tentang penggunaan
obat diberikan di awal, sedangkan wawancara kepuasan pasien terhadap informasi
dan alat bantu, diberikan di akhir pengambilan data.
5.Tahap Penyelesaian Data a. Pengolahan data
Semua data yang diperoleh dikumpulkan menjadi satu kemudian
dikelompokkan untuk masing-masing kajian. Data tersebut memuat data rekam
medis pasien yaitu keluhan, diagnosa, identitas pasien meliputi nama, umur, jenis
kelamin, tingkat pendidikan, pekerjaan, nomor RM, alamat, hasil wawancara
pasien mengenai perkembangan kondisi pasien dan kepuasan pasien terhadap alat
bantu, dicatat pula obat yang diresepkan, dosis obat, aturan pakai, dan untuk
melihat ketaatan pasien dihitung dari jumlah yang obat yang tersisa serta hasil
pengukuran tekanan darah. Data tersebut dibandingkan antara kelompok kontrol
dan perlakuan.
b. Evaluasi Data
Statistik yang digunakan parametrik atau non parametrik ditentukan oleh
sebaran data bila parametrik menggunakan uji T dan bila non parametrik
c. Penarikan Kesimpulan
Penarikan kesimpulan ketaatan penggunaan obat karena informasi plus alat
bantu, pada penggunaan obat golongan neuromuskular berdasarkan uji statistik
dengan taraf kepercayaan 90%.
H. Tata Cara Analisis Hasil
Data dibahas secara analitik dengan uji statistik dan secara deskriptif
dengan bantuan tabel
1. Persentase jenis kelamin pasien pada kelompok kontrol maupun perlakuan
yang menerima obat golongan neuromuskular dihitung dengan cara jumlah
pasien laki-laki atau perempuan dibagi jumlah pasien pada tiap kelompok
dikalikan 100%. Untuk mengetahui apakah jenis kelamin antara kelompok
perlakuan dan kelompok kontrol berbeda bermakna atau tidak maka dilakukan
uji statistik. Uji statistik yang digunakan adalah uji nonparametrik Chi-Square, dengan taraf kepercayaan 90%. Dari hasil uji statistik tersebut jika didapat
nilai P<0,1 artinya berbeda bermakna, sedangkan bila P>0,1 artinya tidak
berbeda bermakna.
2. Persentase tingkat pendidikan pasien baik pada kelompok perlakuan maupun
kontrol dihitung dengan cara menghitung jumlah tingkat pendidikan dibagi
jumlah keseluruhan pasien yang menerima obat golongan neuromuskular
kemudian dikalikan 100%. Untuk mengetahui perbedaan antara kelompok
3. Perbandingan umur pasien antara kelompok perlakuan dan kontrol diuji dengan
uji statistik. Bila sebaran data normal digunakan uji parametrik T-test
sedangkan jika sebaran data tidak normal digunakan uji nonparametric Mann-Whitney. Taraf kepercayaan yang digunakan adalah 90%. Jika P>0,1 artinya tidak berbeda bermakna, sedangkan jika P<0,1 artinya berbeda bermakna.
4. Persentase jumlah obat keseluruhan yang digunakan oleh pasien baik pada
kelompok perlakuan maupun kelompok kontrol dihitung berdasarkan jumlah
seluruh obat yang diterima pasien dibagi jumlah pasien dikali 100%.
5. Persentase jenis obat yang diterima pasien selain obat golongan neuromuskular
dihitung berdasarkan jumlah penggunaan jenis obat dibagi jumlah pasien dikali
100%.
6. Persentase golongan dan jenis obat golongan neuromuskular yang digunakan
oleh pasien dihitung berdasarkan jumlah penggunaan golongan dan jenis obat
neuromuskular dibagi jumlah pasien dikali 100%.
7. Persentase jumlah dan jenis obat neuromuskular yang digunakan pasien
dihitung berdasarkan jumlah kasus pasien yang menggunakan jumlah dan jenis
obat golongan neuromuskular dibagi jumlah pasien dikali 100%.
8. Presentase berdasarkan rute pemberian dihitung berdasarkan jumlah kasus
yang menerima rute pemberian dibagi jumlah pasien dikali 100%
9. Presentase DTP dihitung dari jumlah kasus pasien DTP dibagi jumlah pasien
dikali 100%.
10. Evaluasi perbedaaan ketaatan pasien berdasarkan jumlah obat yang diminum
Jumlah obat neuromuskular yang diminum
Jumlah obat neuromuskular yang diresepkan
Selanjutnya perbedaan ketaatan antara kelompok perlakuan dan kontrol
dihitung dengan membandingkan % ketaatan antara kedua kelompok tersebut
menggunakan uji statistik. Jika sebaran data normal digunakan uji parametrik
T-test namun, jika sebaran data tidak normal digunakan uji statistik non parametrik Mann-Whitney. Taraf kepercayaan yang digunakan 90%, jika p>0,1 berarti tidak berbeda bermakna. Namun jika p<0,1 berarti berbeda bermakna.
11.Evaluasi perbedaaan ketaatan pasien yang menggunakan obat golongan
neuromuskular dibagi menjadi 2 yaitu obat neuromuskular yang bisa diminum
bila perlu dan obat yang diminum teratur. Untuk yang tidak membutuhkan
ketaatan dilakukan uji statistik Fisher dengan taraf kepercayaan 90% sedangkan untuk obat yang memerlukan ketaatan dijelaskan secara deskriptif.
12.Evaluasi dampak terapi pasien untuk obat yang bisa diminum bila perlu
diperoleh berdasarkan hasil wawancara pada saat homevisit dan dari hasil pengukuran kadar asam urat awal dan akhir dijelaskan secara deskriptif.
I. Kesulitan Penelitian
Dalam proses pengambilan data pasien, peneliti mengalami beberapa
keusulitan, antara lain bahan untuk merancang alat bantu sulit diperoleh karena
jumlahnya terbatas sehingga penelitian sedikit tertunda karena menunggu alat
bantu tersebut karena harus dipesan terlebih dahulu. Kesulitan yang sering
dijumpai yaitu tidak semua pasien bersedia mengikuti penelitian ini. Selama
visit dan pergantian penggunaan alat yang akan digunakan untuk untuk monitoring tanda vital pada pasien. Kesulitan lain yang sering dijumpai yaitu
pasien gugur dikarenakan pasien menjalani rawat inap, dan juga alamat yang tidak
dapat ditemukan. Oleh karena itu peneliti berusaha memperoleh data pasien
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
Penelitian mengenai Perbedaan Ketaatan Pasien Rawat Jalan RS Panti
Rini Yogyakarta Antara Pasien yang Diberi informasi vs Informasi plus Alat
Bantu Ketaatan (Kajian terhadap Penggunaan Obat Golongan Neuromuskular)
dilakukan selama periode Juni-Juli 2009. Dalam penelitian ini akan dibahas
mengenai profil pasien rawat jalan yang menerima obat golongan neuromuskular
di Rumah Sakit Panti Rini periode Juni-Juli 2009 yang meliputi umur, jenis
kelamin dan tingkat pendidikan, profil terapi yang meliputi jumlah obat yang
diterima pasien yang menggunakan obat golongan neuromuskular, golongan obat
yang diterima pasien yang menggunakan obat golongan neuromuskular, jenis obat
neuromuskular yang diterima, serta masalah-masalah yang muncul pada saat
penggunaan obat oleh pasien yaitu Drug Therapy Problems dan evaluasi hubungan ketaatan pasien dengan dampak terapi pada pasien rawat jalan Rumah
sakit Panti Rini Juni- Juli 2009.
A. Profil Pasien
Profil pasien rawat jalan Rumah Sakit Panti Rini Yogyakarta yang
menerima obat golongan neuromuskular periode Juni-Juli 2009 meliputi profil
pasien berdasarkan kelompok umur, jenis kelamin dan tingkat pendidikan.
Berdasarkan jenis kelamin dikelompokkan menjadi laki-laki dan perempuan,
berdasarkan umur pasien adalah pasien dengan umur ≥ 17 tahun, sedangkan
berdasarkan tingkat pendidikan dikelompokkan dari tingkat SD, SLTP, SMA, dan
Tabel IV. Data Baseline Profil Pasien Kelompok Perlakuan dan Kelompok Kontrol yang Menggunakan Obat Golongan Neuromuskular Pasien Rawat
Jalan RS. Panti Rini Yogyakarta Periode Juni-Juli 2009 Baseline Profil Pasien
Kriteria Perlakuan Kontrol P
Persentase(%) Persentase(%) Jenis kelamin
Laki-laki 58,33 60
0,901
Perempuan 41,67 40
Umur 51,91±1,71 49,50(25,00-87,00) 0,244
Tingkat pendidikan
SD SLTP SMA
Perguruan Tinggi
12,5 16,7 37,5 33,3
16,7 16,7 36,6 30
1
Berdasar pada tabel data baseline profil pasien antara kelompok perlakuan
dan kelompok kontrol, pada data jenis kelamin diperoleh nilai p=0,901, pada data
umur diperoleh nilai p= 0,244 dan pada data tingkat pendidikan diperoleh nilai p=1.
Berdasarkan nilai p yang diperoleh pada masing-masing pengelompokan berdasar
jenis kelamin, umur, dan tingkat pendidikan menunjukkan hasil bahwa tidak ada
perbedaan yang bermakna antara pasien kelompok perlakuan dan kelompok
kontrol. Hal ini berarti antara kelompok perlakuan dan kelompok kontrol memiliki
baseline yang sama sesuai dengan yang diharapkan pada penelitian ini sehingga
tidak memepengaruhi hasil penelitian.
B.Profil Terapi
Profil terapi pasien pada penelitian ini meliputi profil terapi secara umum
Tabel V. Data Baseline Profil Terapi Pasien Kelompok Perlakuan dan Kelompok Kontrol yang Menerima Obat Golongan Neuromuskular Pasien
Rawat Jalan RS. Panti Rini Yogyakarta Periode Juni-Juli 2009 Baseline Profil Terapi
Kriteria Perlakuan Kontrol P
Jumlah Obat yang diterima
3 (1,00-6,00) 4 (2,00-10,00) 0,533
Jumlah Obat Neuromuskular
1 (1,00-2,00) 1 (1,00-4,00) 0,894
1. Profil terapi secara umum
Profil obat secara umum ini menggambarkan jumlah keseluruhan obat
yang diterima pasien pada kelompok perlakuan dan kontrol serta jenis obat yang
diterima pasien selain obat golongan neuromuskular. Dari data baseline profil
terapi jumlah obat keseluruhan yang diterima pasien pada kelompok perlakuan
dan kelompok kontrol diperoleh nilai p=0,533 yang berarti jumlah obat yang
diterima antara pasien kelompok perlakuan dan kelompok kontrol tidak berbeda
bermakna, hal ini sesuai yang diharapkan pada penelitian yaitu baseline yang sama sehingga tidak berpengaruh pada penelitian.
Tabel VI. Profil Jumlah Obat yang Diterima Pasien Pada Kelompok Perlakuan dan Kelompok Kontrol yang Menerima Obat Golongan Neuromuskular Pasien Rawat Jalan RS. Panti Rini Yogyakarta Periode
Juni-Juli 2009
Jumlah Obat Perlakuan Kontrol
Jumlah pasien Persentase (%) Jumlah Pasien Persentase(%)
1 2 8,3 - - 2 6 25 6 20
3 5 20,8 8 26,7
4 4 16,7 11 36,7
Berdasarkan data tersebut diatas pada kelompok perlakuan paling sedikit
mendapatkan 1 macam obat dan paling banyak 6 macam obat, jumlah terbesar
pasien menggunakan 2 macam obat yaitu sebesar 25%. Pada kelompok kontrol
pasien paling sedikit mendapatkan 1 macam obat dan paling banyak mendapatkan
10 macam obat, jumlah terbesar adalah pasien yang menggunakan 4 macam obat
yaitu sebesar 36,7%.
Tabel VII. Golongan dan Jenis Obat yang Diterima Pasien Selain Obat Golongan Neuromuskular Kelompok Perlakuan dan Kelompok Kontrol
Pasien Rawat Jalan RS Panti Rini Yogyakarta Periode Juni-Juli 2009
Golongan
Jenis Obat Perlakuan Kontrol
∑ pasien
(n=24) persentase
∑ pasien
(n=30) Persentase
Sistem Gastrointestinal dan Hepatobilier
amilase,protease,lipase 1 4,2 2 6,7
lanzoprasol 1 4,2 2 6,7
omeprasol 1 4,2 - -
antasida 4 16,7 - -
otilonium bromida - - 1 3,3
fenilpropiletilamin, klordiazepoksid - - 1 3,3
kalsium karbonat - - 1 3,3
domperidon - - 1 3,3
atapulgit +pektin - - 1 3,3
glukosa anhidrous+natrium klorida+natrium sitrat+kalium klorida
- - 1 3,3
famotidin+Mg(OH)+kalsium karbonat
1 3,3
Sistem pernafasan
dekstrometorfan 1 4,2 - -
parasetamol+fenilefrin HCl+deksklorfeniramin
maleat+dekstrometorfan+gliseril guaiakolat
- - 3 10
parasetamol+dekstrometorfan+fe- nilpropanolamin+klorfeniramin maleat
- - 1 3,3
dekstrometorfan+difenhidramin+di- fenhidramin+natrim sitrat+mentol
- - 1 3,3
Golongan
Jenis Obat Perlakuan Kontrol
∑ pasien
(n=24) persentase
∑pasien
(n=30) Persentase
fenoterol hidrobromida - - 1 3,3
Sistem Endokrin dan metabolik
glimepirid 1 4,2 1 3,3
gliclazid 4 16,7 - -
akarbose 1 4,2 1 3,3
metformin 5 20,8 2 6,7
glibenklamid 1 4,2 - -
glikuidon - - 1 3,3
Sistem Kardiovaskular dan Hematopoetik
diltiasem 4 16,7 1 3,3
hidroklorotiasid 1 4, 2 - -
furosemid 4 16,7 3 10
kalium klorida 4 16,7 1 3,3
digoksin 1 4,2 - -
amlodipin 1 4,2 1 3,3
klonidin 1 4,2 1 3,3
ramipril 1 4,2 - -
adenosin trifosfat 2 8,3 - -
flunarisin HCl - - 1 3,3
asam traneksamat - - 1 3,3
nifedipin - - 3 10
kalium aspartat - - 1 3,3
Antibiotik
amoksisillin 5 20,8 10 33,3
siprofloksasin 1 4,2 6 20
metronidazol - - 2 6,7
tiamfenikol - - 1 3,3
Genitouria
ortosifon stamineus Nutrisi
vitamin B1,B6,B12 3 8,3 4 13,3
asam alfa lifoid+sianokobalamin - - 1 3,3
Vitamin C,vitamin B1,B6,B12,asam folat,Zn,kalsium
pantotenat
1 4,2 3 10
asam folat - - 1 3,3
Sistem Neuromuskular
alprasolam 1 4,2 - -
Hormon
deksametason - - 3 10
metilprednisolon - - 1 3,3
estradiol valerat - - 1 3,3
Preparat mulut/tenggorokan
bensidamin HCl - - 1 3,3
Alergi dan Sistem imunitas
Data pada tabel VII menggambarkan golongan dan jenis obat yang
diterima pasien selain obat golongan neuromuskular. Pada kelompok perlakuan
obat yang paling banyak digunakan adalah metformin dan amoksisilin yaitu
20,8% sedangkan pada kelompok kontrol obat yang paling banyak digunakan
adalah amoksisilin yaitu sebanyak 33,3%.
2. Profil Terapi Obat Neuromuskular
a. Golongan dan Jenis Obat Neuromuskular yang Diterima Pasien
Profil terapi pasien berdasarkan golongan obat neuromuskular ini meliputi
jumlah dan jenis obat golongan neuromuskular yang diterima pasien kelompok
perlakuan dan kelompok kontrol. Dari data baseline profil terapi pasien pada
jumlah obat golongan neuromuskular yang diterima pasien diperoleh nilai
p=0,894 yang berarti jumlah obat golongan neuromuskular yang diterima pasien
pada kelompok perlakuan dan kontrol tidak berbeda bermakna sehingga tidak
berpengaruh pada penelitian.
Tabel VIII. Golongan dan Jenis Obat Golongan Neuromuskular yang Diterima Pasien Kelompok Perlakuan dan Kelompok Kontrol
No Golongan Nama Generik
Perlakuan Kontrol
∑kasus N= 31
Persen (%)
∑kasus N=37
Persen (%) 1 Antirematik,
Analgesik Antiinflamasi
meloksikam 6 19,4 2 5,4
diklofenak 2 6,5 5 13,5
ketoprofen 2 6,5 5 13,5
asam mefenamat 6 19,4 7 18,9
tinoridin 1 3,2 1 2,7
piroksikam (topikal) 1 3,2 1 2,7
2 Analgesik, Antipiretik
metampiron+ diazepam 3 9,7 3 8,1
parasetamol 1 3,2 5 13,5
tramadol HCl+parasetamol 2 5,4
3 Preparat Gout allopurinol 4 12,9 2 5,4
4 Relaksan Otot eperison HCl 1 3,2 - -
Lanjutan tabel VIII
No Golongan Nama Generik
Perlakuan Kontrol ∑kasus
N=31
Persen (%)
∑kasu s N=37
Perse n (%)
6. Ansiolitik diazepam 1 3,2 - -
7. Kortiko-steroid
metilprednisolon 2 6,5 - -
deksametasom - - 1 2,7
8. Relaksan Otot
tisanidin - - 1 2,7
9. Enzim antiinflamasi
seratiopeptidase,pankr eatin,lesitin
- - 1 2,7
Data pada tabel VIII menggambarkan golongan dan jenis obat
neuromuskular yang diterima pasien. Pada kelompok perlakuan obat yang banyak
digunakan yaitu meloksikam 15 mg dan asam mefenamat 500 mg sebanyak
19,4% . Pada kelompok kontrol obat yang paling banyak digunakan adalah asam
mefenamat 500 mg yaitu sebanyak 18,9%. Kedua jenis obat tersebut termasuk
dalam golongan NSAID.
b. Jumlah dan Jenis Obat Golongan Neuromuskular
Data tabel IX di bawah ini menggambarkan jumlah jenis obat golongan
neuromuskular yang diterima pasien kelompok perlakuan dan kelompok kontrol.
Pada kelompok perlakuan jumlah terbanyak adalah pasien yang menerima 1 jenis
obat golongan neuromuskular yaitu sebanyak 79,2 % atau 19 pasien, pasien yang
menerima 2 jenis obat golongan neuromuskular yaitu sebanyak 16,8% atau 4
pasien dan pasien yang menerima 4 jenis obat neuromuskular sebanyak 4,2% atau
neuromuskular sebanyak 73,3% atau 22 pasien sedangkan yang menerima 2 jenis
obat neuromuskular sebanyak 26,7% atau 8 pasien
Tabel IX. Pengelompokan berdasarkan jumlah jenis obat golongan neuromuskular yang diterima pasien kelompok perlakuan dan kelompok kontrol
No. Jenis Obat
Perlakuan Kontrol Jumlah
Pasien
Persen (%)
Jumlah pasien
Persen (%) Menerima 1 jenis obat
1. meloksikam 3 12,5 2 6,7
2. asam mefenamat 5 20,8 6 20
3. ketoprofen 2 8,3 5 16,7
4. eperison HCl 1 4,2 - -
5. allopurinol 3 12,5 - -
6. diklofenak 1 4,2 3 10
7. metampiron+diazepam 2 8,3 1 3,3
8. parasetamol 1 4,2 4 13,3
9. amitriptilin 1 4,2 - -
10. tramadol+parasetamol - - 1 3,3
Menerima 2 jenis obat
1. meloksikam, metilprednisolon 1 4,2 - -
2. asam mefenamat, tinoridin HCl 1 4,2 1 3,3
3. meloksikam,
metampiron+diazepam
1 4,2 - -
4. meloksikam, alopurinol 1 4,2 - -
5. deksametason,kalium diklofenak - - 1 3,3
6. metampiron+diazepam,alopurinol - - 1 3,3
7. natrium diklofenak,tizanidin - - 1 3,3
8. asam mefenamat,alopurinol - - 1 3,3
9. metampiron+diazepam,parasetamol - - 1 3,3
10. amitriptilin,sulfasalazin - - 1 3,3
11. tramadol+parasetamol,seratiopeptidase - - 1 3,3
Menerima 4 jenis obat
1 kalium diklofenak, metilprednisolon, diazepam (dalam capsul), piroksikam gel
c. Berdasarkan Rute Pemberian Obat Neuromuskular
Tabel X. Pengelompokan Berdasarkan Rute Pemberian Obat Golongan Neuromuskular yang Diterima Pasien Kelompok Perlakuan
No Jenis Obat Perlakuan Kontrol
Parenteral
Jumlah kasus
n=30
Persentase (%)
Jumlah Kasus
n=36
Persentase (%)
1. meloksikam 6 20 2 5,6
2. diklofenak 2 6,7 5 13,9
3. ketoprofen 2 6,7 5 13,9
4. asam mefenamat 6 20 7 19,4
5. tinoridine 1 3,3 1 2,8
6. metampiron+ diazepam
3 10 3 8,3
7. parasetamol 1 3,3 5 13,9
8. allopurinol 4 13,3 2 5,6
9. eperison HCl 1 3,3 - -
10. amitriptilin 1 3,3 1 2,8
11. diazepam 1 3,3 - -
12. metilprednisolon 1 3,3 - -
13. tisanidin - - 1 2,8
14. deksametason - - 1 2,8
15. sulfasalazin - - 1 2,8
16. tramadol+ parasetamol
- - 2 5,6
Non parenteral
1. piroksikam (gel) 1 3,3 - -
Berdasarkan data pada tabel tersebut diatas pada kelompok perlakuan rute
pemberian paling banyak yaitu non parenteral yaitu sebanyak 96,8% dan yang
menggunakan rute pemberian parenteral 3,2% melalui bentuk sediaan gel
sedangkan pada kelompok kontrol 100% menggunakan rute pemberian non
C. Evaluasi DTP
Evaluasi DTP pada pasien yang menerima obat golongan neuromuskular
di Rumah Sakit Panti Rini Yogyakarta periode Juni –Juli 2009 dilakukan dengan
penelusuran pustaka. Evaluasi DTP hanya dilakukan pada obat-obat golongan
neuromuskular saja. Jenis DTP yang ditemukan pada penelitian ini adalah
interaksi obat dan kepatuhan pasien (compliance).
1. Kasus DTP pada kelompok perlakuan dan kelompok kontrol a. DTP Interaksi Obat
Pada kelompok perlakuan kasus DTP yang berkaitan dengan interaksi obat
terdapat 9 kasus atau sebesar 37,5% sedangkan pada kelompok kontrol sebanyak
11 kasus atau sebesar 36,7%. Interaksi obat yang terjadi sebagian besar pada
pasien yang menggunakan obat-obat golongan AINS. Adapun interaksi yang
terjadi adalah pada kasus penggunaan AINS dengan diuretik yang dapat
menyebabkan efek diuretik menurun. Selain kasus tersebut diatas kasus yang
terjadi adalah interaksi antara meloksikam dengan obat hipoglikemik oral
glibenklamid dan gliklazid. Meloksikam akan meningkatkan efek dari obat
glibenklamid dan gliklazid menyebabkan hipoglikemi. Kasus yang lain adalah
antara obat golongan AINS (meloksikam dan diklofenak) yang diberikan bersama
metilprednisolon akan meningkatkan resiko ulserasi gastrointestinal selain itu
pemberian ketoprofen bersama siprofloksasin, serta pemberian asam mefenamat
dan siprofloksasin dapat meningkatkan stimulasi CNS dan terjadinya kejang.
pada semua pasien, karena respon dari masing- masing individu berbeda, namun
perlu dipantau penggunaannya supaya tidak terjadi dampak yang merugikan.
Tabel XI. Pengelompokan Kasus DTP Interaksi Obat Kelompok Perlakuan dan Kelompok Kontrol yang Menerima obat golongan Neuromuskular
Pasien Rawat Jalan RS. Panti Rini Yogyakarta periode Juni-Juli 2009
Pasien Keterangan
Interaksi
Penilaian Rekomendasi
P12,P86 Meloksikam HCT
meloksikam memiliki interaksi dengan diuretik dengan menurunkan kerja diuretik dengan signifikansi level 4 atau moderat
meloksikam bisa digunakan tetapi dalam waktu yang tidak bersamaan. Diuretik bisa digunakan pagi hari meloksikam malam hari. Monitoring terhadap pasien. meloksikam
furosemid
P62 meloksikam metilprednisolon
meloksikam dapat berinteraksi dengan metilprednisolon dengan meningkatkan resiko ulserasi gastrointestinal dengan signifikansi level 4 atau moderat
Monitoring efek samping yang terjadi pada pasien karena respon masing-masing individu berbeda. Jika terjadi efek samping pengobatan dihentikan.
P7 diklofenak
metilprednisolon
diklofenak dapat berinteraksi dengan metilprednisolon dan deksametason meningkatkan resiko ulserasi gastrointestinal dengan signifikansi level 4 atau moderate
Monitoring terhadap pasien karena respon masing-masing individu berbeda. Jika terjadi efek samping pengobatan dihentikan. K64,K85,K3, K65 diklofenak deksametason P56 diklofenak furosemid
diklofenak dapat berinteraksi dengan furosemid dengan menurunkan kerja dari diuretik dengan signifikansi level 4 atau moderate
Monitoring terhadap kondisi pasien.
P67 meloksikam glibenklamid
meloksikam dapat berinteraksi dengan glibenklamid dan gliklazid dengan meningkatkan efek dari OHO tersebut sehingga dapat mengakibatkan
hipoglikemi dengan
signifikansi level 4 atau
moderate
Penggunaannya hati-hati. Monitoring kadar gula pasien. Kalau terjadi hipoglikemi dihentikan.
Lanjutan Tabel XI
Pasien Keterangan
Interaksi
Penilaian Rekomendasi
P28 asam mefenamat
gliklazid
asam mefenamat dapat berinteraksi dengan gliklazid dengan meningkatkan efek gliklazid sehingga dapat menyebabkan hipoglikemi
Penggunaannya hati-hati. asam mefenamat diminum bila nyeri saja sesuai batasan aturan pemakaiannya dalam sehari. Monitoring kadar gula pasien.
P2,K9,K87 asam mefenamat
furosemid
asam mefenamat dapat berinteraksi dengan furosemid dengan menurunkan efek dari diuretik.
Penggunaannya hati-hati, asam mefenamat bisa diminum secara tidak bersamaan. Monitoring terhadap pasien.
K69,K5,K79 ketoprofen siprofloksasin
Kombinasi ketoprofen bersama siprofloksasin dan asam mefenamat meningkatkan stimulasi CNS dan terjadinya kejang dengan signifikansi level 4 atau moderat
Kombinasi digunakan hati-hati, dilakukan monitoring terhadap pasien
K38,K57 asam mefenamat
siprofloksasin
Tabel XII. Contoh Analisis SOAP kasus DTP Interaksi Obat Pasien yang Menerima Obat Golongan Neuromuskular Pasien Rawat Jalan RS. Panti
Rini Yogyakarta periode Juni-Juli 2009
Pasien P7
Subyektif
Bp.SRB umur 50 tahun (104168) periksa ke RS.Panti Rini dengan keluhan jari tengah bagian kanan bengkak.
Obyektif :
Pengukuran tekanan darah 140/90mmHg Penatalaksanaan
R / K. diklofenak I
Sanexon 2 mg
V. B1 1 tablet
Diazepam 2 mg
Mf cp dtd no XIV s.2.d.d.1
R / trifled gel I
s.u.e dioles yang nyeri di jari
Penilaian
Terdapat interaksi obat antara kalium diklofenak dan Sanexon(metilprednisolon) dapat meningkatkan resiko ulserasi pada gastrointestinal.
DTP Interaksi obat.
Rekomendasi
b. DTP Ketaatan
Tabel XIII. Pengelompokan Kasus DTP Ketaatan Pasien Kelompok Perlakuan dan kelompok kontrol yang Menerima obat golongan Neuromuskular Pasien Rawat Jalan RS. Panti Rini Yogyakarta periode
Juni-Juli 2009
Pasien Jenis Obat Ketidaktaatan Rekomendasi
P2 asam mefenamat Obat diminum sebelum makan Pemberian informasi kepada
pasien tentang penggunaan obat secara benar serta informasi terhadap resiko iritasi lambung jika di