ii
iii
iv
MOTTO
Jangan lakukan sebuah tugas dengan tujuan agar
tugas tersebut cepat selesai. Berupayalah untuk
melakukan kegiatan dengan relaks, dengan
penuh perhatian. Nikmatilah dan menyatulah
dengan pekerjaan.
-THICH NHAT HANH-
Saat ini adalah satu-satunya waktu yang kita
miliki. Orang yang paling penting adalah orang
yang saat ini sedang bersama anda, yang ada di
depan anda, karena kita tidak akan pernah tahu
kita akan bersama siapa di masa yang akan
datang. Tugas terpenting yang layak di kerjakan
adalah membuat orang yang sedang bersama
anda bahagia, dan itulah tujuan hidup ini.
-
THICH NHATv
PERSEMBAHAN
Skripsi ini kupersembahkan Kepada:
Allah SWT sebagai pedoman hidupku
Nabi Muhammad SAW sebagai tuntunanku
Bapak (Alm), Ibuku, kakak dan saudara-saudaraku
vi
vii
viii
ABSTRAK
PERBEDAAN TINGKAT KESEJAHTERAAN MASYARAKAT
BERDASARKAN ORIENTASI SOSIAL PERANGKAT DESA
Studi Kasus di Dusun Planggok Desa Margokaton Kecamatan Seyegan Sleman Yogyakarta
Endra Baskoro Artiyanto Fakultas Ekonomi Universitas Sanata Dharma
Yogyakarta 2012
Penelitian ini bertujuan untuk : 1) Mengukur atau mengidentifikasi orientasi sosial perangkat desa. 2) Untuk mengetahui perbedaan tingkat kesejahteraan berdasarkan orientasi sosial. Jenis penelitian ini adalah studi kasus yang melibatkan 84 orang sebagai responden.
Penulis menggunakan beberapa teknik dalam pengumpulan data, yaitu kuesioner dan wawancara. Teknik analisis data menggunakan teknik analisis
deskriptif yang bertujuan untuk menganalisis karakteristik responden dan analisis data Uji t untuk mengetahui ada tidaknya perbedaan tingkat kesejahteraan masyarakat berdasarkan orientasi sosial perangkat desa.
Berdasarkan hasil dari ke dua analisis tersebut dapat diketahui bahwa persepsi masyarakat terhadap orientasi sosial non sosial aparat desa yaitu terdapat 65 orang (77,4%) menyatakan orientasi aparat desa adalah sosial dan sebanyak 19 orang (22,6%) menyatakan orientasi aparat desa adalah non sosial . Tidak terdapat perbedaan tingkat kesejahteraan masyarakat berdasarkan orientasi sosial aparat desa. Ditunjukkan dengan nilai rerata kesejahteraan pada orientasi sosial sebesar Rp. 688.430,8 dan nilai rerata kesejahteraan pada orientasi non sosial sebesar Rp. 527.434,2. Didukung hasil uji t diperoleh nilai t hitung sebesar 0,951 dan tingkat signifikansi sebesar 0,344 (p>0,05)
Kata kunci : perbedaan tingkat kesejahteraan masyarakat berdasarkan orientasi sosial perangkat desa
ix
ABSTRACT
THE DIFERENCES LEVEL PEOPLE WELFARE BASED SOCIAL ORIENTATION IN VILAGE
Case Study in Hamlet of Planggok Margokaton Seyegan Sleman District Yogyakarta
Endra Baskoro Artiyanto Economic Faculty Sanata Dharma University
Yogyakarta 2012
The aims of this research are 1) to measure or identify the social orientation of the chief of hamlet and 2) to know the difference level of social welfare based on social orientation of the chief of hamlet. The research is case study that involves 84 poeple respondents.
The writer uses many techniques to collect the research. They are questioner and interview. The data analysis techniques used are descriptive analysis technique to analyze the characteristics of respondents and t test to determine whether there is differences of level of social welfare based on the orientation of the community.
Based of the two analysis, we know that 65 people (77,4%) stated that the orientation of chief of hamlet is social and 19 people (22,6%) stated that the orientation fo chief of hamlet is non social. Nothing differences in the level of social welfare based on social orientation of chief of hamlet.
Keywords: difference level of people welfare based social orientation
x
KATA PENGANTAR
Segala hormat, puji dan syukur penulis persembahkan kepada Tuhan Yang
Maha Esa atas segala berkat, kasih serta anugerah-Nya yang senantiasa penulis
rasakan dari awal sampai akhir penulisan skripsi yang berjudul “PERBEDAAN TINGKAT KESEJAHTERAAN MASYARAKAT BERDASARKAN ORIENTASI SOSIAL PERANGKAT DESA. Studi Kasus di Dusun Planggok Desa Margokaton Kecamatan Seyegan Sleman Yogyakarta”. Skripsi ini dibuat dalam rangka memenuhi salah satu syarat untuk memperoleh
gelar Sarjana Ekonomi pada Program Studi Manajemen, Fakultas Ekonomi,
Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.
Penulis menyadari bahwa tanpa adanya motivasi, bimbingan dan bantuan
dari berbagai pihak, skripsi ini tidak akan selesai tepat pada waktunya. Oleh sebab
itu, dalam kesempatan ini dengan kerendahan hati penulis ingin mengucapkan
terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :
1. Romo Rektor Universitas Sanata Dharma Yogyakarta, Dr. Ir. P. Wiryono
Priyotamtama, S.J.
2. Drs. Y.P. Supardiyono, M.Si., Akt., Q.I.A., selaku Dekan Fakultas Ekonomi,
Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.
3. V. Mardi Widyadmono, S.E., M.B.A., selaku Ketua Program Studi
Manajemen, Fakultas Ekonomi, Universitas Sanata Dharma Yogyakarta dan
Dosen Pembimbing I yang telah banyak memberikan bimbingan, koreksi, dan
xi
4. A.Budisusila, SE.,M.Soc.Sc., selaku pembimbing II yang telah berkenan
mencurahkan perhatian, waktu, tenaga, pikiran dan semangat kepada penulis
untuk menyusun skripsi ini dari awal hingga selesai.
5. Segenap Bapak dan Ibu Dosen Program Studi Manajemen, Fakultas Ekonomi,
Universitas Sanata Dharma Yogyakarta yang telah memberikan bekal ilmu
yang sangat berguna bagi penulis selama proses perkuliahan.
6. Bapak (Alm) dan Ibuku tercinta, yang telah melahirkanku dan tak
henti-hentinya memberikan kasih sayang, dukungan serta doa hingga akhirnya
penulisan skripsi ini terselesaikan.
7. Kakakku mas Endro dan mbak Retno dan kedua ponakanku Bila dan Bagus
yang selalu memberikan semangat dan motivasi.
8. Inge yang telah menemaniku selama 7 tahun terimakasih atas kesabaranya.
9. Sahabat-sahabatku Gokdi, Adi Tunya Walefa, Rully, Asri, Menik, Paskalis,
Shinta, Bintang, dan semua temen-temen manajemen 2005.
10. Dan semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu, terima kasih
xii
Penulis percaya bahwa kasih dan kemurahan Tuhan selalu menyertai dan
memberkati semua pihak yang telah membantu serta memberikan dukungannya
dalam skripsi ini. Penulis menyadari skripsi ini jauh dari sempurna, untuk itu
saran dan kritik yang sifatnya membangun akan penulis terima dengan senang
hati. Penulis berharap skripsi ini dapat memberikan menfaat bagi setiap orang
yang membacanya.
Yogyakarta, 6 juni 2012
Penulis
xiii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ... i
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii
HALAMAN PENGESAHAN ...iii
HALAMAN MOTTO ... iv
HALAMAN PERSEMBAHAN ... v
HALAMAN KEASLIAN KARYA ... vi
HALAMAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH ... vii
ABSTRAK ...viii
ABSTRACT ... ix
KATA PENGANTAR ... x
DAFTAR ISI ...xiii
DAFTAR TABEL ... xvii
DAFTAR GAMBAR ...xviii
BAB I PENDAHULUAN ... 1
A. Latar Belakang ... 1
B. Rumusan Masalah...5
C. Tujuan Penelitian... 5
D. Manfaat Penelitian... 6
BAB II KAJIAN TEORI ... 7
A. Memahami Wirausaha dan Kewirausahaan ... 7
xiv
2. Perbedaan Antara Kewirausahaan Bisnis dan
Kewirausahaan Sosial ... 8
3. Mengubah Bangsa Dengan Kewirausahaan Sosial ... 9
4. Karakteristik, Komponen dan Kompetensi Kewirausahaan Sosial ... 11
B. Kuadran Kewirausahaan Sosial... 15
1. Kuadran 1 ... 16
2. Kuadran 2……….16
3. Kuadran 3……… .17
4. Kuadran 4……… .17
C. Kesejahteraan Masyarakat ... 18
1. Peran Kewirausahaan Sosial Terhadap Kesejahteraan Masyarakat ... 20
D. Sekilas Tentang Perangkat Desa ... 22
1. Pemilihan Kepala Desa Menurut UU No. 32/2004 ... 23
2. Struktur Perangkat Desa………...27
E. Kerangka Konseptual Penelitian ... 34
F. Hipotesis……….35
BAB III METODE PENELITIAN ... 36
A. Jenis Penelitian ... 36
B. Subyek dan Obyek Penelitian……….36
C. Waktu Dan Lokasi Penelitian………. .37
xv
1. Orientasi Kewirausahaan Sosial ... 37
2. Kesejahteraan Masyarakat………....37
3. Definisi Operasional……….39
E. Pengukuran Variabel ... 40
F. Populasi dan Sampel………...40
1. Populasi ... 40
2. Sampel………..41
3. Teknik Pengambilan Sampel...41
G. Sumber Data ... 41
H. Teknik Pengumpulan Data...41
I. Teknik Pengujian Instrumen………..42
J. Teknik Analisis Data...43
1. Analisis Deskriptif ... 43
2. Uji t...………..43
BAB IV GAMBARAN UMUM DESA MARGOKATON ... 46
A. Gambaran Umum Wilayah Penelitian Dalam Konteks Desa .... 46
1. Visi dan Misi Desa Margokaton ... 46
2. Administratif………46
3. Geografis………..47
4. Demografis………...48
B. Profil Masyarakat Desa Margokaton ... 48
1. Pendidikan ... 48
xvi
3. Mata Pencaharian Menurut Sektor………...50
C. Gambaran Umum Dusun Planggok ... 53
1. Gambaran Wilayah Dusun Planggok ... 53
2. Kesehatan……….54
3. Mata Pencaharian………..54
D. Alasan Tempat Penelitian ... 54
BAB V HASIL ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN ... 56
A. Deskripsi Data ... 56
1. Deskripsi Karakteristik Responden ... 56
2. Deskripsi Data Responden...59
B. Pengujian Hipotesis ... 61
C. Pembahasan ... 63
BAB VI KESIMPULAN, KETERBATASAN DAN SARAN...67
A. Kesimpulan ... 67
B. Keterbatasan penelitian...67
C. Saran-saran...………..68
DAFTAR PUSTAKA ... 70
xvii
DAFTAR TABEL
Tabel IV.1 Tingkat Pendidikan Di Desa Margokaton ... 49
Tabel IV.2 Prasarana Kesehatan... 49
Tabel IV.3 Mata Pencaharian Sektor... 50
Tabel V.1 Deskripsi Umur Responden ... 56
Tabel V.2 Deskripsi Jenis Kelamin Responden ... 57
Tabel V.3 Deskripsi Pendidikan Responden ... 57
Tabel V.4 Deskripsi Pekerjaan Responden ... 58
Tabel V.5 Deskripsi Orientasi Sosial-Non Sosial ... 59
Tabel V.6 Deskripsi Kesejahteraan Masyarakat ... 60
xviii
DAFTAR GAMBAR
Gambar II.1 Kuadran Kewirausahaan Sosial... 15
Gambar II.2 Stuktur Perangkat Desa ... 27
Gambar II.3 Kerangka Konseptual ... 34
1
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Jumlah pengangguran di Indonesia masih tinggi. Angka pengangguran
terbuka di Indonesia masih mencapai 8,12 juta jiwa. Angka tersebut belum
termasuk dalam pengangguran setengah terbuka, yaitu mereka yang bekerja
kurang dari 30 jam per minggu. Masih tingginya angka pengangguran di
Indonesia, harus diatasi dengan menyiapkan sumber daya manusia yang
memiliki kompetensi yang unggul (www.kompas.com diunggah oleh
Kistyarini, 26 November 2011 jam 03:50 WIB). Pemerintah bertanggung
jawab untuk menggerakkan semua sumber daya di dalam negeri ini untuk
menciptakan kemakmuran sosial yang berkeadilan, seperti yang dirumuskan
di dalam Pembukaan UUD 1945.
2
Pemerintah Indonesia secara terstruktur dari pusat hingga daerah
menerima mandat untuk memajukan kesejahteraan umum. Presiden harus
menjadikan kesejahteraan seluruh rakyat Indonesia menjadi sasaran. Gubernur
harus memikirkan kesejahteraan masyarakat di tingkat propinsi. Camat harus
mempertimbangkan kesejahteraan masyarakat di tingkat kecamatan, Kepala
Desa/Lurah mengemban amanat untuk memberikan kesejahteraan bagi
masyarakat dalam lingkup yang paling kecil dalam struktur pemerintahan
melalui kerjasama dengan kepala dusun.
Sejak diberlakukan penerapan UU No 22 tahun 1999 telah terjadi
pergeseran model pemerintahan daerah dari yang semula menganut model
efisiensi struktural ke arah model demokrasi. Penerapan model demokrasi
mengandung arti bahwa penyelenggaraan desentralisasi dan otonomi daerah
menuntut adanya partisipasi dan kemandirian masyarakat daerah (lokal) tanpa
mengabaikan prinsip persatuan negara bangsa. Desentralisasi (devolusi) dan
dekonsentrasi merupakan keniscayaan dalam organisasi negara bangsa yang
hubungannya bersifat kontinum, artinya dianutnya desentraliasi tidak perlu
meninggalkan sentralisasi. Partisipasi dan kemandirian di sini adalah berkaitan
dengan kemampuan penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan atas
prakarsa sendiri yang berdampak pada peningkatan kesejahteraan masyarakat.
Otonomi daerah merupakan wewenang untuk mengatur urusan
pemerintahan yang bersifat lokalitas menurut prakarsa sendiri berdasarkan
aspirasi masyarakat. Dengan demikian desentralisasi sebenarnya menjelmakan
3
pemberian layanan kesejahteraan masyarakat yang bersangkutan.
Peranan pemerintah daerah sangat penting dalam kegiatan percepatan
pembangunan daerah tertinggal. Peranan yang diberikan selain dalam bentuk
sarana dan prasarana baik itu yang berupa sarana fisik maupun subsidi
langsung, yang juga tidak kalah pentingnya adalah pemerintah daerah juga
harus memberikan bimbingan teknis dan non teknis secara terus menerus
kepada masyarakat yang sifatnya mendorong dan memberdayakan masyarakat
agar mereka dapat merencanakan, membangun, dan mengelola sendiri
prasarana dan sarana untuk mendukung upaya percepatan pembangunan di
daerah tertinggal serta melaksanakan secara mandiri kegiatan pendukung
lainnya.
Jaring Pengaman Sosial, Jaminan Kesehatan Masyarakat, PNPM
Mandiri, Raskin dan lain sebagainya merupakan beberapa contoh inisiatif
pemerintah dalam memajukan kesejahteraan masyarakat. Bahkan dalam
sumpah pelantikan Kepala desa dinyatakan bahwa Kepala Desa berjanji akan
berusaha sekuat tenaga membantu memajukan kesejahteraan masyarakat pada
umumnya dan masyarakat Desa pada khususnya, akan setia kepada Bangsa
dan Negara Kesatuan Republik Indonesia. (UU No 5 tahun 1979 tentang
Pemerintahan Desa). Dengan demikian, inisiatif peningkatan kesejahteraan
sebuah komunitas/desa terletak di tangan aparat desa.
Beberapa publikasi seperti yang dibuat oleh Boorstein, di dalam
bukunya, How to Change the World, (How to Change the World: Social
4
Oxford University Press, 2007) menunjukkan bahwa wirausaha sosial itu
muncul karena kegagalan pemerintah untuk melaksanakan kewajibannya
meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Wirausaha sosial adalah individu
dengan solusi inovatif kepada masyarakat dengan lebih menekankan pada
kepentingan sosial. Mereka memiliki ambisi dan ketekunan untuk menangani
masalah sosial utama dan menawarkan ide-ide baru untuk perubahan dalam
sekala besar. Pemerintah harus memiliki jiwa sosial yang bisa menawarkan
ide-ide baru kepada masyarakat, karena pemerintah memiliki sumber daya
yang bisa dipergunakan oleh masyarakat sebesar-besarnya untuk mencapai
kesejahteraan masyarakat. Oleh karena itu, aparat pemerintah dapat
digolongkan sebagai wirausaha sosial.
Boorstein lebih jauh mengidentifikasi 6 karakteristik wirausaha sosial:
1. Mereka bersedia untuk mengoreksi diri (They are willing to self-correct).
Terbuka pada pendekatan-pendekatan lain yang mungkin dapat digunakan
untuk mencapai tujuan.
2. Mereka bersedia untuk saling percaya (They are willing to share credit).
Rasa saling percaya akan menjadi ikatan bagi anggota komunitas.
3. Mereka bersedia meninggalkan struktur yang sudah ada sehingga
mendorong mereka untuk berinovasi menemukan cara-cara baru dalam
melakukan sesuatu
4. Mereka bersedia melewati batas-batas keilmuan. Mereka berfungsi sebagai
“social alchemists”, mengumpulkan gagasan, pengalaman dan sumber
5
5. Mereka bersedia bekerja diam-diam (work quietly). Mereka berkomitmen
untuk mencapai tujuan/misi tertentu daripada mencari
ketenaran/popularitas.
6. Mereka memiliki motivasi etis yang kuat. Mereka memperhatikan aspek
etika di dalam menentukan cara/metode untuk mencapai tujuan.
Jika kehadiran para wirausaha sosial adalah akibat kegagalan aparat
pemerintah menjalankan fungsinya, maka dapat dinyatakan bahwa
karakteristik wirausaha sosial pastilah juga dimiliki oleh para pemerintah.
Menarik untuk melihat lebih jauh apakah para aparat pemerintah memiliki
orientasi wirausahanya. Bila mereka memiliki orientasi wirausaha sosial,
maka dapat dipastikan bahwa aktivitas mereka akan memberikan dampak pada
peningkatan kesejahteraan masyarakatnya (ekonomi, sosial dan lingkungan).
B. Rumusan Masalah
Guna mendalami keterkaitan antara orientasi wirausaha dengan
kesejahteraan masyarakat, peneliti merumuskan permasalahan sebagai berikut:
1. Apakah terdapat perbedaan tingkat kesejahteraan masyarakat berdasarkan
orientasi sosial perangkat desa di dusun Planggok.
C. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah:
1. Mengukur atau mengidentifikasi orientasi sosial perangkat desa.
2. Untuk mengetahui perbedaan tingkat kesejahteraan berdasarkan orientasi
6
D. Manfaat penelitian
Manfaat dari penelitian ini adalah:
1. Membantu perangkat desa untuk memperbaiki kesejahteraan masyarakat.
2. Membantu masyarakat mengenali kontribusi yang dapat dilakukan untuk
meningkatkan kesejahteraan.
3. Memberikan indikator calon perangkat desa yang peduli akan tingkat
kesejahteraan masyarakat.
4. Diharapkan menjadi bahan pertimbangan dan masukkan bagi perangkat
desa dalam menetapkan kebijakan dan strategi untuk meningkatkan
kesejahteraan masyarakat.
5. Dapat menjadi bahan evaluasi bagi para perangkat desa dalam
7
BAB II KAJIAN TEORI A. Memahami Wirausaha dan Kewirausahaan
1. Pengertian Tentang Wirausaha dan Kewirausahaan
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, Wirausaha adalah orang
yang pandai atau berbakat mengenali produk baru, menentukan cara
produksi baru, menyusun operasi untuk mengadakan produk baru,
mengatur permodalan operasinya serta memasarkannya.
Dalam lampiran Keputusan Menteri Koperasi dan Pembinaan
Pengusahaan Kecil Nomor 961/KEP/M/XI/1995, dicantumkan bahwa:
a. Wirausaha adalah orang yang mempunyai semangat, sikap, perilaku
dan kemampuan kewirausahaan.
b. Kewirausahaan adalah semangat, sikap, perilaku dan kemampuan
seseorang dalam menangani usaha atau kegiatan yang mengarah pada
upaya mencari, menciptakan serta menerapkan kerja, teknologi dan
produk baru dengan meningkatkan efisiensi dalam rangka memberikan
pelayanan yang lebih baik dan atau memperoleh keuntungan yang
lebih besar.
Dalam pengertiannya, “fungsi dari wirausahawan adalah untuk
mereformasi atau merevolusi pola dari produksi.” Wirausahawan menurut
Schumpeter adalah “agent of change” dalam ilmu ekonomi. Dengan
menyajikan pasar yang baru atau menciptakan cara-cara baru dalam
8
Wirausahawan sosial adalah orang yang mengetahui atau
memahami adanya masalah sosial di masyarakat untuk selanjutnya orang
tersebut menggunakan prinsip-prinsip kewirausahaan mengorganisasi,
mengkreasi dan mengelola entitas untuk membuat perubahan sosial.
(Paulus Wirotomo).
2. Perbedaan Antara Kewirausahaan Bisnis dan Kewirausahaan Sosial
Kewirausahaan sosial diartikan sebagai usaha atau kegiatan untuk
meningkatkan nilai sumber daya ekonomi ke tingkatan yang lebih tinggi,
baik produktivitasnya maupun manfaatnya. Kewirausahaan sosial lebih
menitikberatkan kepada lahirnya bangunan tata nilai sosial yang dicapai
melalui perubahan sosial disesuaikan dengan kebutuhan-kebutuhan sosial
sedangkan kewirausahaan bisnis adalah meningkatkan pertumbuhan
ekonomi dan membantu terwujudnya pemerataan ekonomi. (Mair and
Marty, 2006).
Perbedaan kewirausahaan bisnis dan sosial adalah terletak pada
mekanismenya. Mekanisme kewirausahaan bisnis adalah mengantisipasi
dan mengorganisasikan pasar agar berfungsi menghasilkan produk dan
jasa sekaligus profit bagi entrepreneur sedangkan mekanisme
kewirausahaan sosial adalah memberdayakan masyarakat yang kurang
beruntung menjadi lebih berkesempatan untuk mencapai kesejahteraan.
Paulus Wirotomo memberikan definisi yang membedakan antara
wirausaha dengan wirausaha sosial. Paulus Wirotomo mendefiniskan
9
penemuan mereka untuk kepentingan mereka sendiri. Definisi ini
memperlihatkan bahwa kepentingan bisnis yang memfokuskan pada
pencarian keuntungan dengan sangat menonjol. Kesejahteraan atau
kegunaan bagi masyarakat luas bukanlah tujuan utama dari wirausahawan
ini. Wirausaha sosial yang didefinisikan oleh Paulus Wirotomo sebagai
innovator sosial yaitu orang-orang yang melakukan terobosan, serta
melakukan hal-hal yang bersifat baru yang kemudian ditujukan untuk
kesejahteraan bagi orang banyak. Jika wirausahawan bisnis mengukur
kinerja dengan keuntungan dan pendapatan dengan kata lain pengembalian
modal, maka wirausahawan sosial diukur keberhasilannya dari dampak
aktivitasnya terhadap masyarakat.
3. Mengubah Bangsa Dengan Kewirausahaan Sosial
Wirausahawan pada masa lalu selalu dipahami dalam konteks
wirausahawan bisnis semata. Kewirausahaan diartikan sebagai usaha atau
kegiatan dalam rangka meningkatkan nilai sumber daya ekonomi ke
tingkatan yang lebih tinggi, baik produktivitasnya maupun manfaatnya.
Wirausahawan bisnis telah mendorong laju pertumbuhan ekonomi
dan peningkatan pendapatan masyarakat menjadi lebih baik. Upaya
penanggulangan kemiskinan telah dilakukan pemerintah melalui ragam
usaha. Berbagai program penanggulangan kemiskinan telah dikemas dan
dijalankan di seluruh Indonesia. Sebagian dari upaya itu telah membawa
hasil, sementara sebagian lainnya belum berdampak apa-apa. Jumlah
10
tinggi. Perlu ada langkah-langkah baru yang harus dikembangkan untuk
memperbaiki kondisi masyarakat Indonesia.
Memahami kenyataan ini, maka sudah saatnya apabila kini bangsa
Indonesia menoleh dan mendalami kewirausahaan sosial sebagai salah
satu alternatif mengatasi kemiskinan. Masyarakat Indonesia harus mulai
memperbaiki kesejahteraan masyarakat dengan menumbuhkan dan
mengembangkan kewirausahaan sosial. Kewirausahaan sosial bukan
hanya sebagai instrumen perubahan angka-angka ekonomi, tetapi lebih
jauh dari itu, yaitu sebagai instrumen perubahan nilai, pandangan dan jalan
baru dalam kehidupan.
Sekitar 30 tahun yang lalu, gagasan kewirausahaan sosial mulai
dikembangkan. Bill Drayton, pendiri dan CEO Ashoka, memprakarsai
konsep kewirausahaan sosial. Prinsip Kewirausahaan sosial Menurut
Drayton tidak berbeda dengan kewirausahaan bisnis, bedanya
kewirausahaan sosial digunakan untuk memenuhi kebutuhan sosial. Bagi
Drayton ada dua hal kunci dalam kewirausahaan sosial, yang Pertama
adalah adanya inovasi sosial yang mampu mengubah sistem yang ada di
masyarakat. Kedua, hadirnya individu bervisi, kreatif, berjiwa pengusaha
(entrepreneurial), dan beretika di belakang gagasan inovatif tersebut. Jadi
wirausaha sosial adalah individu yang bervisi, kreatif, berjiwa pengusaha,
dan beretika, yang mampu menciptakan inovasi sosial dan mampu
mengubah sistem yang ada di masyarakat. Wirausahawan sosial adalah
11
masyarakat untuk selanjutnya orang tersebut dengan menggunakan
prinsip-prinsip kewirausahaan mengorganisasi, mengkreasi dan mengelola
sebuah entitas untuk membuat perubahan sosial.
Jika wirausahawan bisnis mengukur kinerja dengan keuntungan
dan pendapatan (pengembalian modal), maka wirausahawan sosial diukur
keberhasilannya dari dampak aktivitasnya terhadap masyarakat. Fondasi
dasar kewirausahaan sosial adalah:
a. Tujuan dari entitas adalah melakukan perbaikan masyarakat atau
berkontribusi dalam mengatasi masalah yang ada di masyarakat.
b. kepemilikan entitas adalah milik masyarakat atau komunitas, bukan
dimiliki oleh seorang individu pemodal.
c. Di dalam aktivitasnya terkandung muatan aktivitas bisnis yang
memberikan manfaat kepada masyarakat.
4. Karakteristik, Komponen dan Kompetensi Kewirausahaan Sosial
a. Karakteristik seorang wirausahawan sosial yaitu:
1) Mengenali adanya kemacetan atau kemunduran dalam kehidupan
masyarakat dan menyediakan jalan keluar dari kemacetan atau
kemunduran itu. Ia menemukan apa yang tidak berfungsi,
memecahkan masalah dengan mengubah sistemnya,
menyebarluaskan pemecahannya, meyakinkan seluruh masyarakat
untuk berani melakukan perubahan dan merealisasikan semua
12
2) Wirausaha sosial tidak puas hanya memberi “ikan” atau
mengajarkan cara “memancing ikan”. Tetapi juga tidak akan diam
hingga “industri perikanan” itu berubah.
b. Kewirausahaan sosial memuat tiga komponen:
1) Mengidentifikasi sistem/keseimbangan yang menyebabkan
kerugian atau berkurangnya kesejahteraan.
2) Mengidentifikasi peluang perbaikan keseimbangan, dengan
mengembangkan tata nilai sosial baru untuk mempengaruhi tata
nilai yang ada.
3) Menyusun keseimbangan baru, untuk mencegah kerugian dan
menjamin kesejahteraan masyarakat luas.
c. Kompetensi kewirausahaan sosial
Kompetensi kewirausahaan sosial tidak hanya di butuhkan oleh
kalangan ahli, mahasiswa, dosen, perguruan tinggi dan masyarakat
namun lebih penting lagi bagi perangkat desa yang bersentuhan
langsung dengan kesejahteraan masyarakat dari kalang yang paling
bawah atau yang menjadi dasar perubahan dan bertanggung jawab
langsung terhadap kesejahteraan masyarakat dari pihak pemerintah.
Beberapa ketrampilan dan kompetensi juga harus di miliki oleh
seorang perangkat desa. Ketrampilan yang harus dimiliki oleh seorang
perangkat desa dalam mengembangkan kompetensi kewirausahaan
13
1) Managerial skill
Managerial skill atau keterampilan manajerial merupakan
bekal yang harus dimiliki wirausaha sosial. Seorang wirausahawan
sosial harus mampu menjalankan fungsi-fungsi perencanaan,
pengorganisasian, penggerakkan dan pengawasan agar usaha yang
dijalankannya dapat mencapai tujuan yang diinginkan.
Kemampuan menganalisis dan mengembangkan masyarakat,
kemampuan mengelola sumber daya manusia, material, fasilitas
dan seluruh sumber daya lingkungan merupakan syarat mutlak
untuk menjadi wirausaha sosial.
2) Conceptual skill
Conceptual skill merupakan kemampuan untuk
merumuskan tujuan, kebijakan dan strategi utama menuju
tercapainya kesejahteraan masyarakat. Tidak mudah memang
mendapatkan kemampuan ini. Kita harus akstra keras belajar dari
berbagai sumber dan terus belajar dari pengalaman sendiri dan
pengalaman orang lain dalam berwirausaha sosial.
3) Human skill
Human skill (keterampilan memahami, mengerti,
berkomunikasi dan berelasi). Supel, mudah bergaul, simpati dan
empati kepada orang lain adalah modal keterampilan yang sangat
mendukung kita menuju keberhasilan usaha. Dengan keterampilan
14
mengembangkan usaha. Upaya yang dapat dilakukan untuk
meningkatkan kemampuan ini misalnya dengan melatih diri
diberbagai organisasi, bergabung dengan komunitas sosial dan
melatih kepribadian kita agar bertingkah laku menenangkan bagi
orang lain.
4) Decition making skill
Decition making skill (keterampilan merumuskan masalah
dan mengambil keputusan). Sebagai seorang wirausaha, kita
seringkali dihadapkan pada kondisi ketidakpastian. Berbagai
permasalahan biasanya bermunculan pada situasi seperti ini.
Wirausaha sosial dituntut untuk mampu menganalisis situasi dan
merumuskan berbagai masalah untuk dicarikan berbagai alternatif
pemecahannya. Tidak mudah memang memilih alternatif terbaik
dari berbagai alternatif yang ada. Agar tidak salah menentukan
alternatif, sebelum mengambil keputusan, wirausaha sosial harus
mampu mengelola informasi sebagai bahan dasar pengambilan
keputusan. Keterampilan memutuskan dapat kita pelajari dan kita
bangun melalui berbagai cara. Selain pendidikan formal,
pendidikan informal melalui pelatihan, simulasi dan berbagi
pengalaman dapat kita peroleh.
5) Time managerial skill
Time managerial skill (keterampilan mengatur dan
15
salah satu penyebab atau sumber stress adalah ketidakmampuan
seseorang dalam mengatur waktu dan pekerjaan. Ketidakmampuan
mengelola waktu membuat pekerjaan menjadi menumpuk atau tak
kunjung selesai sehingga membuat jiwanya gundah dan tidak
tenang. Seorang wirausaha sosial harus terus belajar mengelola
waktu. Keterampilan mengelola waktu dapat memperlancar
pelaksanaan pekerjaan dan rencana-rencana yang telah digariskan.
Sumber : (Suryana. 2003. Kewirausahaan: Pedoman Praktis, Kiat
dan Proses Menuju Sukses. Jakarta: Salemba Empat).
B. Kuadran Kewirausahaan Sosial
Kuadran kewirausahaan sosial menjelaskan orientasi/cara pandang dari
seorang wirausahawan sosial. Setiap kuadran menawarkan pendekatan bisnis
yang berbeda. Berikut adalah penjelasan dari masing-masing kuadran:
Gambar II.1
Kuadran Kewirausahaan Sosial
Socially Driven
Market Driven
Berikut adalah penjelasan dari masing-masing kuadaran : IV
III
II I
No Profit Reqd Social Profit Reqd
16
1. Kuadran 1
Kuadran tradisional tanpa keuntungan. Kuadran ini mewakili
organisasi-organisasi yang didasari oleh misi sosial dan tidak
menghasilkan keuntungan. Organisasi-organisasi tersebut tidak dibatasi
oleh pajak, dan masih harus mengumpulkan cukup dana untuk
mengimbangi pengeluaran. Beberapa contoh ialah Yayasan, Lembaga,
Perkumpulan, Institusi Keagamaan.
Organisasi ini bergantung pada pemberian, donasi, dan sumbangan
uang untuk menyokong kegiatan sosial mereka. Hal ini juga turut disadari
sebagai titik lahir dari perusahaan sosial modern, karena organisasi dalam
kuadran tersebut mendapatkan sasaran sosialnya melalui rancangan
organisasinya. Wirausahawan sosial menempati kuadran ini, kadangkala
mereka merancang organisasi mereka untuk menyediakan barang dan jasa
dimana mereka dapat memasang tarif, dalam rangka mengumpulkan dana
untuk operasi mereka.
2. Kuadran 2
Tipping Point Quadrant (kuadran awal perubahan) (kuadran
berefek besar). Kuadran ini mewakili organisasi-organisasi yang tidak
hanya didasari oleh misi sosial tapi juga berorientasi pada keuntungan.
Organisasi-organisasi dan wirausahawan sosial yang berada pada kuadran
ini memegang janji untuk memberikan perubahan ekonomi. Berdasarkan
17
yang kritis terhadap pasar, mereka dapat menetapkan tingkat agar
bagaimana performa /jalannya bisnis dapat diukur.
3. Kuadran 3
Transient Organization Quadrant (kuadran organisasi sementara).
Kuadran ini mewakili perusahaan, yang dikendalikan oleh pasar, tapi tidak
berorientasi pada keuntungan. Untuk beberapa saat, perusahaan tersebut
dapat beroperasi dalam jangka waktu yang singkat. Menurut penuturan
Dorado, motivasi dari seorang wirausahawan sosial bukanlah pendirian
suatu perusahaan, tetapi penciptaan sebuah langkah yang jelas sehingga
para partisipannya dapat menyelesaikan masalah sosial yang beragam;
meskipun tidak relevan dengan inisiatif untuk mendapat keuntungan.
Organisasi-organisasi dalam kuadran ini memiliki dukungan dari
perusahaan publik dan swasta, sumbangan atau dukungan dari pemerintah.
Organisasi-organisasi ini mengidentifikasi kebutuhan-kebutuhan dari
pasar; dan kemudian menggunakan hasil yang didapatkan dari pemenuhan
kebutuhan-kebutuhan tersebut untuk mendukung kegiatan sosial.
4. Kuadran 4
Traditional Business Quadrant (kuadran bisnis tradisional).
Kuadran ini mewakili sebagian besar bentuk klasik dari bisnis, yang
berorientasi keuntungan dan didorong oleh pasar. Mereka menghasilkan
barang dan jasa yang diinginkan pasar dan menggunakan keuntungan yang
dihasilkan untuk membayar investor dan pajak sama halnya untuk
18
mendapatkan keuntungan, mereka tidak akan berfungsi atau akan dibeli
oleh kompetitornya atau ditutup. Strategi pertumbuhan mereka adalah
dengan mengikuti pasar dan berubah sesuai permintaan.
Jika atau ketika pasar memutuskan bahwa masalah-masalah sosial
patut diperhatikan, di kuadran ini wirausahawan sosial ditujukan untuk
menyokong/mendukung kegiatan-kegiatan yang berguna dalam
meningkatkan penjualan karena mereka sadar untuk bertanggung jawab
secara sosial. Biasanya perusahaan di kuadran ini, mendonasikan sebagian
dari keuntungan mereka, mendirikan fasilitas-fasilitas “hijau”,
menawarkan layanan gratis atau layanan berbiaya rendah kepada
organisasi-organisasi sosial.
Sumber : (David Bornstein. 2000. How to Change the World: Social
Entrepreneurs and the Power of New Ideas, 2nd edition. Oxford University
Press)
C. Kesejahteraan Masyarakat
Kesejahteraan (welfare) ialah kata benda yang dapat diartikan nasib
yang baik, kesehatan, kebahagiaan, dan kemakmuran. Dalam istilah umum,
sejahtera menunjuk pada keadaan yang baik, kondisi masyarakat di mana
orang-orangnya dalam keadaan makmur, sehat dan damai. Dalam konteks
bermasyarakat, kesejahteraan diartikan sebagai bantuan keuangan atau
lainnya kepada individu atau keluarga dari organisasi swasta dan negara atau
pemerintah dikarenakan kesulitan dalam memenuhi kebutuhan hidupnya.
19
kebutuhan pangan warganya. Soetardjo Kartohadikoesoemo menjelaskan
desa itu memikul tanggung-jawab atas persediaan makan rakyat. Di desa
tiap habis panen setahun sekali diadakan rapat desa. Dalam rapat seringkali
juga dimusyawarahkan tentang pembagian air, tentang memperbaiki saluran
air dan gagasan pengairan, tentang pemberantasan hama, tentang pembelian
rabuk bersama, tentang pembikinan rabuk kompos bersama, tentang
mulainya menggarap tanah untuk tanaman padi, tentang penggarapan tanah
yang kosong, tentang pembukaan lumbung desa dan pembayaran pinjaman
untuk lumbung desa, tentang penanaman tanggul dan waderan dipinggir
jalan desa, tentang tanaman ditegal dan pekarangan, tentang pembelian bibit
bersama, tentang tanaman dipinggir desa dan lain-lain sebagainya.
(Soetardjo Kartohadikoesoemo, Desa, Jogjakarta, 1953).
Jika kehadiran para wirausaha sosial adalah akibat kegagalan aparat
pemerintah menjalankan fungsinya, maka dapat dinyatakan bahwa
karakteristik wirausaha sosial pastilah juga dimiliki oleh para pemerintah.
Menarik untuk melihat lebih jauh apakah para aparat pemerintah memiliki
orientasi wirausahanya. Bila mereka memiliki orientasi wirausaha sosial,
maka dapat dipastikan bahwa aktivitas mereka akan memberikan dampak
pada peningkatan kesejahteraan masyarakatnya (ekonomi, sosial dan
lingkungan). Dampak ekonomi bisa terlihat dari hal berikut: besaran kapital
finansial yang diputar, peningkatan pendapatan anggota masyarakat yang
bergabung atau dilayani, dan pertambahan entrepreneur yang dihasilkan.
20
sebagai efek peningkatan kehidupan ekonomi. Sementara dampak
lingkungan adalah perbaikan kondisi alam sebagai akibat pola aktivitas
ekonomi yang lebih ramah lingkungan. Siapa saja, dengan sentuhan sosial di
dalam hati dan pikirannya, bisa menggunakan prinsip-prinsip
entrepreneurial untuk terlibat dalam pola ini.
1. Peran Kewirausahaan Sosial Terhadap Kesejahteraan Masyarakat
Pemerintah orde baru mengeluarkan regulasi-regulasi yang
menguntungkan (favoritisme) terhadap industrialisasi dan konglomerasi.
Industrialisasi dan modernisasi selain menciptakan berbagai kemajuan,
juga telah melahirkan proses marginalisasi. Buruh, petani dan nelayan
menjadi profesi yang semakin terpinggirkan karena meskipun secara
jumlah mereka mayoritas, dalam penciptaan nilai tambah sangat kecil
jika dibandingkan sektor industri. Menurunnya peran sektor agraris,
disebabkan karena orang desa tidak memiliki alternatif lain untuk
bertahan hidup kecuali menjual lahan sempit mereka dan menjadi buruh
di kota. Eldrege (1988).
Kewirausahaan sosial menjadi menarik kita diskusikan, ketika
kita dihadapkan pada angka kemiskinan yang melonjak drastis, menjadi
39,05 juta jiwa atau 17,5% jumlah penduduk (versi BPS dengan biaya
hidup Rp 152.847,00 per orang/bulan). Sementara itu versi Bank Dunia
(dengan ukuran US$2 per orang/hari) menyebut angka kemiskinan di
Indonesia mencapai 110 juta jiwa atau 53% penduduk. Di sisi lain, tidak
21
senja (sunset industry). Kesempatan kerja kian menyempit dan
melonjaknya pengangguran terbuka sebesar 11,89 juta jiwa (10,80% dari
jumlah angkatan kerja). Badan Pusat Statistik (BPS) mengingatkan
adanya ancaman peningkatan kemiskinan karena inflasi akibat
melonjaknya harga bahan pangan pokok.
Pada tahun 2010 ini, pemerintah menargetkan penciptaan
kesempatan kerja sebanyak 2,3 juta yang diharapkan dapat menyerap
para penganggur dan setengah penganggur. Namun, pertambahan
angkatan kerja yang setiap tahun mencapai 2 juta orang, ditambah
dengan pengangguran yang belum mendapat pekerjaan (carry over) dan
pekerja yang terkena PHK tidak sebanding dengan kesempatan kerja
yang diciptakan. Dengan demikian, jumlah pengangguran akan terus
meningkat. Hal tersebut disadari bahwa kemampuan sektor formal dalam
penyerapan tenaga kerja sangat terbatas, yaitu hanya 37 persen dari
seluruh angkatan kerja. Sementara di sisi lain, sektor informal mampu
menyerap tenaga kerja sebesar 63 persen.
Karena itu, solusi yang paling tepat untuk mempercepat
penanggulangan pengangguran dan kemiskinan, yaitu memperluas
kesempatan kerja di sektor informal, khususnya dengan mencetak
wirausaha-wirausaha baru atau mendorong masyarakat pengangguran
dan setengah pengangguran untuk menjadi wirausaha handal di berbagai
bidang usaha produktif. Penciptaan wirausaha baru, sebagai salah satu
22
pertumbuhan dunia usaha. Dengan wirausaha, maka dapat menyerap
angkatan kerja secara signifikan, khususnya diarahkan pada optimalisasi
pemanfaatan potensi sumber daya yang ada. Kebijakan ini diharapkan
dapat meningkatkan pendapatan dan perekonomian masyarakat sehingga
peningkatan kesejahteraan dapat terwujud dan dapat mengurangi
pengangguran secara signifikan.
D. Sekilas Tentang Perangkat Desa
Perangkat desa dilihat dari fungsinya sebenarnya bertujuan untuk
mensejahterakan masyarakat desa. Berdasarkan peraturan desa pada tiap-tiap
desa menyatakan bahwa tanggung jawab perangkat desa adalah
mensejahterakan masyarakatnya, oleh sebab itu untuk meningkatkan
kesejahteraan masyarakat desa dan meningkatkan kemajuan desa, desa perlu
dikelola dangan baik, dan perlu kerjasama yang baik antara aparat desa
dengan masyarakat desa itu sendiri. Hal ini akan sulit diwujudkan tanpa ada
kerjasama yang baik. Lembaga dan aparat pemerintah desa digambarkan
sebagai instansi yang kualitas dan kinerja aparatnya rendah. Banyak keluhan
masyarakat yang kita dengar berkaitan dengan pelayanan publik selama ini.
Dari jaman kemerdekaan sampai sekarang secara rata-rata hampir tidak ada
perkembangan yang berarti. Yang terlihat hanyalah pembangunan fisik yang
secara umum juga tidak seberapa. Proses rekruitmen perangkat desa selama
ini dirasa kurang tepat, menjadi faktor penentu rendahnya SDM dan
23
menyebabkan rendahnya kinerja sekaligus rendahnya kualitas pelayanan
publik.
Mekanisme pemberian sanksi dari ringan sampai pemberhentian bagi
aparat pemerintah desa juga sulit untuk diterapkan, sehingga banyak
pelanggaran maupun keluhan masyarakat terutama yang berkaitan dengan
rendahnya kualitas kinerja aparat seakan dibiarkan berlalu begitu saja. Beda
dengan PNS yang bisa dikenakan sanksi tegas termasuk mutasi, penurunan
pangkat bahkan sampai pemberhentian tidak dengan hormat. Banyak terjadi
pelanggaran administratif terutama kinerja yang jelek dari aparat pemerintah
desa tidak mendapat solusi yang tepat. Seseorang yang menduduki jabatan
tertentu di jajaran pemerintah desa terlepas apakah dia disiplin kerja atau
tidak, berkompeten atau tidak dalam tugasnya, dia akan tetap “aman”
menduduki jabatan tersebut sampai pensiun. Sebaliknya, seorang aparat
pemerintah desa setinggi apapun kinerja dan prestasi kerjanya juga tidak akan
mendapatkan promosi jabatan, kenaikan pangkat ataupun kenaikan gaji secara
berkala. Dengan kondisi seperti ini prinsip dasar profesionalisme tidak akan
tercapai.
1. Pemilihan Kepala Desa Menurut UU No. 32/2004
Dalam pemilihan kepala desa, misalnya, selain menegaskan bahwa
kepala daerah dipilih secara langsung, UU No. 32/2004 pasal 203 ayat (3)
menyatakan, “Pemilihan kepala desa dalam kesatuan masyarakat hukum
adat beserta hak tradisionalnya sepanjang masih hidup dan yang diakui
24
dalam Perda dengan berpedoman pada Peraturan Pemerintah”. Tentang
masa jabatan kepala desa, meskipun undang-undang menentukan masa
jabatan kepala desa adalah enam tahun, penjelasan pasal 204 menyatakan
bahwa “Masa jabatan kepala desa dalam ketentuan ini dapat dikecualikan
bagi kesatuan masyarakat hukum adat yang keberadaannya masih hidup
dan diakui yang ditetapkan dengan Perda. Secara demikian, sejak
keruntuhan Orde Baru kita menganut paradigma pluralisme legal,
sekurang-kurangnya dalam pengaturan pemerintahan daerah dan desa”.
Dengan paradigma ini sumber “tertib hukum (sosial)” tidaklah
dimonopoli oleh negara. Hukum negara bukan satu-satunya sumber
ketertiban yang sah, apalagi sarana rekayasa sosial yang efektif,
sebagaimana lazimnya dianut dalam paradigma legalisme liberal. Dalam
paradigma pluralisme legal masyarakat diandaikan juga mampu
memproduksi “ketertiban hukum (sosial)”-nya sendiri. Maka, antar
lingkaran-lingkaran “tertib hukum (sosial)” itu harus saling berinteraksi,
bernegosiasi, dan saling mengakomodasi. Kalau mengikuti konstruksi
undang-undang ini berarti desa tidak sekadar diperlakukan sebagai
wilayah administrasi pemerintahan negara, melainkan juga kesatuan
masyarakat hukum adat dengan hak-hak tradisionalnya. Karena itu, pada
diri kepala desa sesungguhnya terdapat status ganda, sebagai pejabat
pemerintah sekaligus pemimpin utama dalam masyarakat tradisional
dengan hak-hak tradisionalnya. Status ganda ini tercermin cukup jelas
25
sebagaimana ditentukan dalam PP No. 72/2005. Di antaranya, selain
berwenang memimpin penyelenggaraan pemerintahan desa, kepala desa
juga berkewajiban mendamaikan perselisihan, serta mengayomi dan
melestarikan nilai-nilai sosial budaya dan adat istiadat. (UU No. 22/1999
menyebutkan eksplisit bahwa kepala desa mempunyai wewenang untuk
mendamaikan perkara /sengketa dari para warganya sebagai hak
asal-usul). Melekat dalam status ganda ini kiranya setiap kepala desa harus
menjalankan peran mediasi dalam hubungan antara negara dan masyarakat
desa. suatu peran yang sesungguhnya tidak ringan dan tidak selalu mudah
dijalankan. Kalau digunakan bahasa UU No. 5/1979, kepala desa disebut
sebagai “orang pertama mengemban tugas dan kewajiban yang berat,
karena ia adalah penyelenggara dan penanggung jawab utama di bidang
pemerintahan, pembangunan, kemasyarakatan, dan urusan pemerintahan
umum, termasuk ketenteraman dan ketertiban.” Status (sebagai orang
pertama) pada umumnya memerlukan simbol-simbol dan penguasaan
sumber daya untuk membiayai dan merawat statusnya tersebut. Pada masa
lalu penguasaan tanah bengkok merupakan simbol status sekaligus sumber
daya yang dapat membiayai status tersebut. Dan, secara tradisional status
ini pada mulanya menjadi haknya untuk seumur hidup.
Pada pasal 27 juga ditentukan: (1) kepala desa diberi penghasilan
tetap setiap bulan dan/atau tunjangan lainnya sesuai dengan kemampuan
keuangan desa, (2) penghasilan tetap dan/atau tunjangan lainnya
26
penghasilan tetap paling sedikit sama dengan Upah Minimum Regional
Kabupaten/Kota. Pada pasal 28 ditentukan bahwa: (1) ketentuan lebih
lanjut mengenai kedudukan keuangan kepala desa dan perangkat desa
diatur dengan Perda Kabupaten/Kota, (2) Perda tersebut
sekurang-kurangnya memuat: (a) rincian jenis penghasilan, (b) rincian jenis
tunjangan, dan (c) penentuan besarnya dan pembebanan pemberian
penghasilan dan atau tunjangan. Pengaturan mengenai kedudukan
keuangan yang dirinci ini, menggantikan sistem bengkok yang berlaku
sebelumnya, pada umumnya dianggap sebagai penyebab menurunkan
penghasilan kepala desa, sekaligus menghilangkan fungsi sosialnya,
dibandingkan dengan sistem bengkok yang pemanfaatnya terikat pada
tradisi masyarakatnya. Penurunan penghasilan kepala desa jelas
kontradiktif dengan status kepala desa yang sedikit banyak hendak
dipulihkan dalam konteks tradisionalnya. Peran Gubernur dalam
penyelenggaraan pemerintahan desa sangat terbatas. Peran itu terutama
terdapat secara tidak langsung dalam fungsi pembinaan dan pengawasan
oleh pemerintah pusat. Gubernur dalam kedudukan sebagai wakil
pemerintah pusat menurut pasal 217 UU No. 32/2004 dapat melaksanakan
pendidikan dan pelatihan yang dilaksanakan secara berkala, baik bagi
kepala daerah /wakil kepala daerah, anggota DPRD, perangkat daerah,
pegawai negeri sipil, maupun kepala daerah. Pelaksanaan ketentuan
tersebut dapat dilakukan melalui kerjasama dengan perguruan tinggi dan
27
2. Struktur Perangkat Desa
Gambar II. 2
Stuktur Perangkat Desa
Adapun rincian dari tugas bagan perangkat desa yaitu:
a. Kepala desa
Tugas dan kewajiban kepala desa sebagaimana yang diatur
dalam pasal 101 UU No. 22 Tahun 1999 adalah:
1) Memimpin penyelenggaraan pemerintah desa.
2) Membina kehidupan masyarakat desa. BPD
Sekretaris Desa Kepala Desa
Kaur
Pemerintah Kaur Kesra Keuangan Kaur
Kaur Pembangunan
28
3) Membina perekonomian desa.
4) Memelihara ketentraman dan ketertiban masyarakat desa.
5) Mendamaikan perselisihan masyarakat di desa.
6) Mewakili desanya di dalam dan di luar pengadilan dan dapat
menunjuk kuasa hukumnya.
b. Sekretaris desa
Sekretaris desa, membantu kepala desa dalam perumusan
perencanaan pembangunan desa, penertiban administrasi keuangan,
administrasi perkantoran, perumusan peraturan desa dan pelayanan
masyarakat.
Untuk melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud sekretaris desa mempunyai fungsi:
1) Pelaksanaan urusan surat menyurat, kearsipan dan pelaporan. 2) Pelaksanaan urusan administrasi umum.
3) Pelaksanaan administrasi pemerintahan, pembangunan dan kemasyarakatan.
4) Pelaksanaan tugas kepala desa dikarenakan kepala desa berhalangan.
c. Kepala dusun pemerintah
Kepala dusun pemerintah mempunyai tugas menyusun laporan
program pembinaan wilayah dan masyarakat, melaksanakan kegiatan
keamanan dan ketertiban masyarakat, menyelesaikan sengketa perdata
29
melaksanakan kegiatan yang berhubungan dengan kesatuan bangsa
dan politik.
Untuk melaksanakan tugas kepala dusun pemerintah
mempunyai fungsi:
1) Pengumpulan dan pengolahan data yang berhubungan dengan
bidang tugas sebagai bahan acuan dalam rangka pembinaan
masyarakat dan pembinaan wilayah.
2) Pelaksanaan tugas-tugas keagrarian sesuai dengan wewenangnya.
3) Pelaksanaan administrasi kependudukan yang meliputi mati, lahir,
datang dan pindah sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
4) Pengumpulan dan pengolahan data bidang ketentraman dan
ketertiban dan menginventaris potensi rakyat dalam rangka
memperkecil akibat bencana dan melaksanakan pembinaan
keamanan dan ketertiban.
5) Pelaksanaan segala usaha dalam rangka membina Kesatuan Bangsa
dan Perlindungan Mayarakat.
6) Pelaksanaan pembinaan kerukunan antar warga.
7) Pengumpulan bahan dan menyusun laporan pelaksanaan tugas.
8) Pelaksanaan pemungutan pajak-pajak daerah seperti Pajak Bumi
dan Bangunan dan Pajak serta retribusi lainnya sesuai dengan
30
9) Penginventarisasian segala permasalahan yang berhubungan
dengan tugas dan menyusun kebijaksanaan pemecahannya.
10) Pelaksanaan tugas-tugas lain yang berhubungan dengan petunjuk
dan kebijakan pimpinan.
d. Kepala urusan kesejahteraan rakyat
Mempunyai tugas melaksanakan kegiatan pendataan sarana dan
prasaran peribadatan, melaksanakan penyaluran bantuan korban
bencana, melaksanakan pendataan terhadap jumlah dan jenis
penyandang masalah sosial, melaksanakan kegiatan yang berhubungan
dengan masalah pendidikan dan pemberdayaan masyarakat serta
masalah kesehatan.
Untuk melaksanakan tugas, kepala urusan kesejahteraan sosial
mempunyai fungsi:
1) Penyusunan rencana program dalam rangka pelaksanaan
pembinaan keagamaan, kesehatan, pendidikan, kesejahteraan
sosial, pemuda dan olah raga serta pemberdayaan perempuan.
2) Pelaksanaan pelayanan masyarakat di bidang kesejahteraan sosial.
3) Pengumpulan dan penyaluran bantuan-bantuan terhadap korban
bencana dan penyandang masalah sosial.
4) Pembinaan terhadap kegiatan kesejahteraan keluarga, pemuda dan
olah raga serta organisasi kemasyarakatan lainnya.
5) Pembinaan terhadap organisasi keagamaan dan kegiatan-kegiatan
31
6) Pelaksanaan segala usaha dalam rangka meningkatkan peranan
perempuan dan pemberdayaan perempuan.
7) Monitoring dan pembinaan pelayanan kesehatan masyarakat.
8) Penginventarisasian segala permasalahan yang berhubungan
dengan kesejahteraan sosial dan menyusun rencana kebijakan
pemecahannya.
9) Pelaksanaan tugas lain yang sesuai dengan bidang tugas
berdasarkan ketentuan dan petunjuk serta kebijakan pimpinan.
e. Kepala urusan keuangan
Mempunyai tugas melaksanakan pengolahan keuangan desa,
administrasi keuangan desa, menerima, menghimpun dan melakukan
pembayaran kepada pihak ke-III, membuat laporan
pertanggungjawaban keuangan, dan mengumpulkan bahan untuk
penyusunan RAPB Desa serta melaksanakan tugas lain sesuai bidang
tugasnya.
Untuk melaksankan tugas, Kepala Urusan Keuangan
mempunyai fungsi:
1) Pelaksanaan administrasi keuangan desa.
2) Pengumpulan bahan-bahan penyusunan Rencana Anggaran
Pendapatan dan Belanja Desa.
3) Pembuatan Laporan Pertanggungjawaban Keuangan.
32
5) Penerimaan dan Penyaluran bantuan keuangan dari Pemerintah
Daerah.
6) Penyusunan Rencana Penggunaan Uang.
7) Pelaksanaan penataan administrasi keuangan desa.
f. Kepala urusan ekonomi pembangunan
Mempunyai tugas meyusun program kerja, mengolah data
bidang perekonomian dan pembangunan, meningkatkan partisipasi dan
swadaya gotong royong masyarakat, mengadministrasikan bantuan
pembangunan yang masuk di desa, menyiapkan bahan dalam rangka
musyawarah desa, memelihara sarana dan prasarana pembangunan dan
perkonomian.
Untuk melaksankan tugas, kepala ekonomi pembangunan
mempunyai fungsi:
1) Pendataan sarana dan prasarana perekonomian masyarakat.
2) Pengolahan data jumlah dan jenis produksi perekonomiaan dan
distribusi.
3) Pelaksanaan pembinaan terhadap perekonomian seperti Koperasi,
usaha Kecil, Industri Kecil, Industri Rumah Tangga, dan lain-lain
jenis kegiatan perekonomian.
4) Pelayanan kepada masyarakat di bidang ekonomi dan
33
5) Pelaksanaan segala usaha dalam rangka meningkatkan partisipasi
dan swadaya gotong royong masyarakat dan pemberdayaan
masyarakat.
6) Pendataan terhadap jumlah dan jenis bantuan yang ada di desa.
7) Penyiapan bahan dalam rangka pelaksanaan Musyawarah Rencana
Pembangunan Desa.
8) Penyusunan rencana strategis pengembangan sarana dan prasarana
perekonomian.
9) Penginventarisasian segala permasalahan yang berhubungan
dengan perekonomian dan pembangunan dan menyusun rencana
pemecahannya.
10) Pelaksanaan tugas lain yang berhubungan dengan bidang tugas
sesuai dengan ketentuan, petunjuk dan kebijaksanaan pimpinan.
g. Kepala dusun
Berkedudukan sebagai unsur pelaksana tugas kepala desa
dalam wilayah kerjanya. Kepala dusun mempunyai tugas pokok
melaksanakan kegiatan pemerintah desa diwilayah kerjanya. Kepala
dusun mempunyai fungsi:
1) Pelaksanaan kegiatan pemerintah, pembangunan dan
kemasyarakatan di wilayah kerjanya.
2) Pelaksanaan keputusan dan kebijaksanaan kepala desa.
Para karyawan desa harus menjalankan tugas sesuai dengan
34
dahulu agar tidak terjadi kesalahan dan kerancuan pada sistem
pemerintahan desa. Sistem kinerja yang baik akan selalu membawa
kebaikan pula bagi sistem pemerintahan. Disamping hal-hal tersebut
sebagai aparatur negara, mereka tidak boleh membiarkan segala tindakan
yang bersebrangan dengan peraturan-peraturan yang telah berlaku di
negara ini, dan mereka juga harus selalu siap sedia melayani segala
kebutuhan masyarakat desa, tidak ada pembedaan antara orang-orang
tertentu, yang nantinya akan menjadikan perpecahan di lingkungan
masyarakat. Sebagai alat pemerintahan mereka juga selalu memperbaharui
atau memperbaiki kinerja mereka, menurut pembagian dan wewenang
masing-masing karyawan.
E. Kerangka Konseptual Penelitian
Untuk memudahkan pemahaman proposal penelitian ini maka penulis
mengungkapkan kerangka konseptual sebagai berikut:
Gambar II. 3
Kerangka Konseptual
Orientasi kewirausahaan
Orientasi Sosial & Individu
35
F. Hipotesis
Hipotesis merupakan suatu pernyataan atau dugaan sementara yang
digunakan sebagai pedoman dalam pelaksanaan penelitian. Pada suatu desa
orientasi pemimpin lokal diduga berhubungan dengan tingkat kesejahteraan
masyarakat. Keterkaitan tersebut akan menentukan tercapai tidaknya tujuan
dari kepala Desa yaitu mensejahterakan masyarakatnya. Bagaimana orientasi
kewirausahaan sosial yang dimiliki oleh pemimpin lokal dengan tingkat
kesejahteraan masyarakat dapat saling berhubungan dan akan berada di
kuadran manakah orientasi kewirausahaan suatu pemimpin lokal tersebut.
Maka penulis merumuskan hipotesis sebagai berikut:
H1 : Ada perbedaan tingkat kesejahteraan masyarakat berdasarkan orientasi
36
BAB III
METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian kausal komparatif, yaitu penelitian
yang bertujuan untuk mengetahui hubungan sebab-akibat yang diselidiki
melalui pengamatan terhadap konsekuensi yang telah terjadi dan menengok
ulang data yang ada untuk menemukan faktor-faktor penyebabnya (Azwar,
2009: 9).
Dalam penelitian kausal komparatif data dikumpulkan setelah peristiwa
terjadi, selanjutnya peneliti memilih satu variabel efek dan menguji data
dengan kembali menelusuri waktu, mencari penyebab, melihat hubungan dan
memahami artinya. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan
tingkat kesejahteraan masyarakat berdasarkan orientasi kewirausahaan
perangkat desa dalam perspektif anggota masyarakat.
B. Subjek dan Objek Penelitian
Subjek penelitian ini adalah anggota masyarakat pada komunitas desa
(masing-masing). Anggota masyarakat dalam penelitian ini adalah penduduk
setempat yang telah tinggal di wilayah itu minimal 1 tahun dan berusian
minimal 17 tahun.
Objek penelitian ini adalah orientasi kewirausahaan sosial. Objek yang
kedua adalah kesejahteraan masyarakat dalam perspektif anggota masyarakat
37
C. Waktu dan Lokasi Penelitian
Waktu pelaksanaan penelitian dilakukan pada bulan Oktober 2010.
Lokasi penelitian di Desa Margokaton, Kecematan Seyegan, Kabupaten
Sleman Yogyakarta.
D. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional
Penelitian ini berfokus pada dua variabel yaitu orientasi kewirausahaan
dan kesejahteraan masyarakat. Variabel penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Orientasi Kewirausahaan Sosial: yaitu konsep yang menunjukkan atau
mencerminkan perilaku seseorang ditinjau dari dimensi orientasi sosial
(sosial atau pasar) dan orientasi profit (mempersyaratkan profit atau tidak).
2. Kesejahteraan Masyarakat: yaitu tingkat kesejahteraan yang ada pada
masyarakat dengan indikator pengukuran meliputi: pendidikan, kesehatan,
kebutuhan makan, perumahan, energi dan gas, pakaian, transportasi dan
rekreasi, pajak dan pembayaran sejenisnya, dan komunikasi.
a. Pendidikan: yaitu jumlah pengeluaran pendidikan yang dikeluarkan
oleh masyarakat guna memfasilitasi sekolah di jenjang pendidikan
yang diambil oleh anak/orang tua yang masih menempuh pendidikan.
b. Kesehatan: yaitu jumlah pengeluaran kesehatan yang dikeluarkan
masyarakat untuk memeriksakan diri dan berobat pada suatu instansi
atau lembaga kesehatan pemerintah yang ada termasuk pembelian obat
38
c. Kebutuhan makan: jumlah pengeluaran untuk pemenuhan kebutuhan
pokok yaitu makan melalui pembelian beras, lauk-pauk dan yang
lainnya.
d. Perumahan: jumlah pengeluaran untuk pemeliharaan
perumahan/tempat tinggal yang dimiliki oleh perorangan atau bersama
yang berfungsi sebagai pelindung dan tempat berteduh dari hujan dan
panas terik matahari serta tempat aktivitas sehari-hari keluarga.
e. Energi dan gas: jumlah pengeluaran energi dan gas guna menunjang
kegiatan masyarakat untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari seperti
gas, minyak dan listrik.
f. Pakaian: jumlah pengeluaran untuk memenuhi kebutuhan sandang
yang sangat penting melindungi tubuh dan berpengaruh terhadap
aktivitas seseorang.
g. Transportasi: jumlah pengeluaran untuk transportasi dan rekreasi
dalam keluarga untuk memenuhi kebutuhan hiburan dan rekreasi
sehingga jiwa menjadi sehat.
h. Pajak dan pembayaran sejenisnya: jumlah pengeluaran pajak dan
pembayaran sejenisnya oleh masyarakat untuk pembiayaan perpajakan
baik pajak kendaraan, pajak bumi, dan bangunaan serta iuran-iuran
yang ada di masyarakat.
i. Komunikasi: jumlah pengeluaran untuk kepentingan komunikasi yang
merupakan kebutuhan masyarakat untuk berhubungan satu dnegan
39
Definisi operasional variabel penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Perangkat Desa menurut Undang-undang No. 32 Tahun 2004 pasal 202
menjelaskan pemerintah desa secara lebih rinci dan tegas yaitu bahwa
pemerintah desa terdiri atas kepala desa dan perangkat desa, adapun
perangkat desa disini adalah sekretaris desa, pelaksana teknis lapangan,
seperti kepala urusan, dan unsur kewilayahan seperti kepala dusun atau
dengan sebutan yang lain.
Berdasarkan acuan undang-undang tersebut kepala dusun sebagai bagian
dari perangkat desa mempunyai posisi di bawah kepala desa, sekaligus
melaporkan kegiatan yang telah dijalankan kepada kepala desa sebagai
atasannya, dimana posisi kepala dusun langsung bersentuhan dengan
anggota masyarakat sekaligus penggerak roda kegiatan kemasyarakatan
secara langsung maupun tidak langsung.
2. Kesejahteraan sosial adalah suatu keadaan dimana orang tersebut mampu
memenuhi kebutuhan sehari-hari dari segi sosial dalam meningkatkan
bidang-bidang tertentu seperti pendidikan, kesehatan dan kekayaan materi.
3. Orang miskin adalah dimana kurangnya pendapatan yang memadai untuk
memenuhi kebutuhan dasar seperti pendidikan, kesehatan atau perumahan.
Kemiskinan yang parah jika seseorang tidak hanya merasa miskin, tetapi
juga kekurangan sarana untuk keluar dari kemiskinan.
4. Masyarakat adalah sekumpulan individu-individu yang berkumpul dalam
suatu komunitas yang teratur, didalamnya terdiri dari berbagai orang yang
saling berhubungan guna menciptakan suatu tatanan yang teratur untuk
40
E. Pengukuran Variabel
Pengukuran variabel penelitian menggunakan skala likert yang didesain
untuk menilai sejauh mana subjek setuju atau tidak setuju dengan pernyataan
yang diajukan, yaitu dengan memberikan skala pada masing-masing point
jawaban sebagai berikut (Sumarni dan Salaman, 2000: 60):
Skor nilai jawaban untuk setiap tanggapan responden adalah sebagai
berikut:
Jawaban skor
Sangat setuju (SS) 5
Setuju (S) 4
Netral (N) 3
Tidak setuju (TS) 2
Sangat tidak setuju (STS) 1
F. Populasi dan Sampel 1. Populasi
Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas objek atau
subjek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang
ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik
kesimpulannya (Sugiyono, 2007: 115). Populasi dalam penelitian ini
adalah seluruh lapisan masyarakat yang tinggal di desa dan dapat
memberikan informasi tentang bagaimana peran serta perangkat desa
41
2. Sampel
Sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki
oleh populasi tersebut (Sugiyono, 2007: 116). Sampel penelitian yang
diambil dalam penelitian ini sebanyak 84 orang warga masyarakat desa
yang tinggal di Dusun Planggok Desa Margokaton yang memenuhi
kriteria sampel penelitian.
3. Teknik Pengambilan Sampel
Metode pengambilan sampel yang digunakan adalah teknik
purposive sampling yaitu teknik sampel non probabilitas yang
menyesuaikan diri dengan kriteria tertentu atau berdasarkan ketentuan
peneliti dalam memilih individu yang dijadikan sampel.
G. Sumber Data
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer. Data
primer adalah data yang berasal dari sumber yang asli dan dikumpulkan
secara khusus untuk menjawab pertanyaan penelitian (Cooper dan William,
1996: 256). Data penelitian ini langsung diambil dari masyarakat sekitar yang
dapat memberikan informasi tentang peranan aparat desa terhadap
kesejahteraan masyarakat yang tinggal di desa tersebut.
H. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data yang digunakan oleh peneliti adalah
42
1. Kuesioner adalah teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan cara
memberikan daftar pertanyaan tertulis yang digunakan untuk memperoleh
informasi dari responden mengenai peran serta perangkat desa terhadap
kesejahteraan masyarakat.
2. Wawancara adalah proses memperoleh keterangan untuk tujuan
peneelitian dengan cara tanya jawab sambil bertatap muka antara penanya
atau pewawancara dengan responden menggunakan panduan wawancara
(interview guide).
I. Teknik Pengujian Instrumen
Pengujian instrumen diperlukan untuk mendapatkan data yang rasional
dan dapat dipertanggungjawabkan. Langkah yang dilakukan adalah
melakukan uji validitas instrumen. Sebuah instrumen atau alat ukur dikatakan
valid apabila instrumen dapat mengukur apa yang seharusnya diukur
(Sugiyono, 2008: 172). Artinya, apa yang diukur memang sesuai dengan
kenyataannya di lapangan (Azwar, 2009: 105). Valid berarti instrumen
tersebut dapat digunakan untuk mengukur apa yang seharusnya diukur
(Sugiyono, 2008: 146).
Pengujian validitas yang digunakan adalah validitas internal yang
terdiri dari construct validity dan content validity. Content validity (validitas
isi) dilakukan dengan membandingkan antara isi instrument dengan isi materi
(Sugiyono, 2008: 182). Dalam hal ini peneliti melakukan penyusunan
instrument berdasarkan dengan teori yang telah ada yang selanjutnya
43
Construct validity dilakukan dengan mengkonsultasikan instrument
yang telah disusun kepada judgment expert atau pendapat ahli (Sugiyono,
2008: 177). Dalam hal ini peneliti akan mengkonsultasikan instrument
penelitian yaitu kuesioner kepada dosen ahli. Hasilnya adalah dosen
menyatakan bahwa instrument penelitian telah layak digunakan untuk
pengambilan data penelitian.
J. Teknik Analisis Data
Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai
berikut:
1. Analisis deskriptif
Analisis deskriptif digunakan untuk mendeskripsikan data penelitian yang
meliputi variabel orientasi sosial perangkat desa dan kesejahtaraan
masyarakat. Analisis deskriptif juga digunakan untuk menjabarkan
karakteristik responden.
2. Uji t
Uji digunakan untuk mengetahui apakah orientasi sosial dan non sosial
berpengaruh secara signifikan terhadap kesejahteraan masyarakat.
Tahap-tahap untuk melakukan uji t adalah sebagai berikut:
a. Menentukan tingkat signifikansi
Dalam penelitian ini menggunakan tingkat signifikansi α=5%
(signifikansi 5% atau 0,05 adalah ukuran standar yang sering
44
b. Menentukan nilai thitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut:
⎥
Perhitungan analisis data akan menggunakan bantuan program SPSS
Version 13.00 for windows.
c. Menentukan nilai t tabel
Nilai t tabel dilihat pada tabel distribusi t pada taraf signifikansi 5%
dengan derajat bebas (df)=n-2 dimana n adalah jumlah sampel dan 2
adalah nilai ketentuan yang ditetapkan oleh ahli.
d. Kriteria pengujian
Ho diterima dan Ha ditolak apabila nilai thitung < t tabel
45
e. Penarikan kesimpulan
Apabila Ho ditolak dan Ha diterima, dapat disimpulkan bahwa
orientasi sosial dan non sosial (X) berpengaruh terhadap kesejahteraan
masyarakat.
Apabila Ho diterima dan Ha ditolak, dapat disimpulkan bahwa
orientasi sosial dan non sosial (x) tidak berpengaruh terhadap