• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. pertemuan antara air tawar dan air laut. Wilayah ini memiliki keunggulan berupa

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. pertemuan antara air tawar dan air laut. Wilayah ini memiliki keunggulan berupa"

Copied!
14
0
0

Teks penuh

(1)

1 BAB I

PENDAHULUAN

1.1.Latar Belakang

Kawasan pesisir dari sisi geografi dan letaknya merupakan daerah pertemuan antara air tawar dan air laut. Wilayah ini memiliki keunggulan berupa potensi ekosistem pesisir yang besar baik ekosistem alami (terumbu karang, mangrove, padang lamun, pantai berpasir, laguna, estuaria dan delta) maupun ekosistem buatan (tambak, sawah, kawasan pariwisata, kawasan industri, dan kawasan permukiman) yang dapat dikembangkan guna memajukan perekonomian dan memenuhi kebutuhan manusia. Berbagai aktivitas tersebut menjadikan kawasan pesisir berfungsi sebagai pusat kegiatan masyarakat dan menjadi tempat yang paling banyak dihuni oleh manusia serta dapat mendorong berdirinya kawasan industri dan permukiman hingga berkembang menjadi perkotaan. Sekitar dua pertiga kota-kota besar di dunia berada di kawasan pesisir (Kementerian Kelautan dan Perikanan, 2012). Semakin meningkatnya pertumbuhan penduduk di wilayah ini yang bukan berasal dari melahirkan, melainkan dari migrasi dan tujuan urbanisasi maka semakin meningkat pula kebutuhan tempat tinggal atau permukiman.

Kebutuhan akan tempat tinggal atau wilayah yang dijadikan tempat bermukim oleh masyarakat pesisir, selain memiliki karakteristik pola permukiman yang dipengaruhi oleh keadaan topografi, juga harus memperhatikan syarat kelengkapan sarana, prasarana, dan utilitas yang dibutuhkan guna mendukung

(2)

2

kehidupan dan aktivitas lainnya. Berdasarkan pedoman standar pelayanan minimal yang dikeluarkan oleh Kementerian Permukiman dan Prasarana Wilayah tahun 2001, salah satu utilitas yang sangat dibutuhkan oleh masyarakat di lingkungan tempat tinggalnya yaitu air bersih. Kebutuhan akan air digunakan oleh masyarakat untuk MCK (mandi, cuci dan kakus) dan untuk air minum. Secara umum pemenuhan air bersih berasal dari air permukaan dan air bawah tanah (Rahadi dan Lusiana, 2012).

Suprijanto (2003) dalam Zain (2007) menerangkan bahwa tahap awal perkembangan kawasan permukiman di kota pantai baik berupa kelompok permukiman di pantai maupun di atas air yaitu adanya ketersediaan sumber air untuk memenuhi keperluan hidup masyarakat. Berdasarkan hal ini maka ketersediaan air khususnya airtanah merupakan hal yang diperhitungkan dalam penentuan lokasi perkembangan dan pertumbuhan kawasan permukiman. Semakin berkembangnya permukiman maka ketergantungan terhadap kebutuhan airtanah juga semakin meningkat. Di sisi lain pengambilan airtanah yang tidak sesuai dengan prinsip-prinsip hidrologi yang baik, sering kali menimbulkan dampak negatif terhadap kelangsungan dan kualitas sumberdaya airtanah. Dampak negatif pemanfaatan airtanah (yang berlebihan) tersebut berupa dampak yang bersifat kualitatif (kualitas airtanah) dan kuantitatif (pasokan airtanah) (Asdak, 2010).

Perkembangan permukiman akan memperhitungkan keberadaan sumber air terutama airtanah. Selain itu keberadaan airtanah dapat membentuk pola persebaran permukiman tertentu. Daerah-daerah dengan permukaan airtanah yang

(3)

3

dalam menyebabkan keberadaan sumur sangat sedikit disebabkan pembuatan sumur memakan biaya dan waktu yang banyak, sehingga pola persebaran permukiman memusat mengikuti keberadaan sumur. Sebaliknya, pada permukaan airtanah yang dangkal akan memungkinkan pembuatan sumur-sumur di setiap tempat, sehingga permukiman penduduk dapat didirikan secara menyebar mengikuti pemilihan tempat yang ada (Ritohardoyo, 2000).

Kabupaten Kulon Progo merupakan salah satu kabupaten yang berada di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Kabupaten ini memiliki wilayah kepesisiran yang secara administrasi berada di Kecamatan Temon, Wates, Panjatan dan Galur. Berdasarkan data jumlah penduduk dan jumlah rumah tangga, peningkatan jumlah penduduk terdapat di Kecamatan Temon dengan jumlah 17.215 jiwa di tahun 2010 menjadi 17.315 jiwa di tahun 2011. Pada tahun 2011 jumlah penduduk terbesar terdapat di Kecamatan Galur dengan jumlah 29.221 jiwa. Peningkatan jumlah rumah tangga terjadi pada tahun 2010 di Kecamatan Temon dengan jumlah 5.041 rumah tangga menjadi 5.059 rumah tangga pada tahun 2011, dan di Kecamatan Galur dengan jumlah 7.694 tahun 2010 menjadi 8.407 pada tahun 2011. Pertambahan jumlah penduduk dan jumlah rumah tangga ini akan berpengaruh pada peningkatan kebutuhan lahan untuk permukiman dan kebutuhan akan sumberdaya air.

Pemanfaatan lahan di kepesisiran Kabupaten Kulon Progo selain digunakan untuk permukiman digunakan pula untuk kegiatan pertanian pesisir. Pertanian pesisir Kabupaten Kulon Progo merupakan percontohan bagi kegiatan pertanian pesisir di daerah lainnya. Potensi di bidang pertanian ini akan

(4)

4

meningkatkan pertambahan jumlah penduduk karena ketersediaan lahan untuk kegiatan perekonomian. Akan tetapi, lahan untuk pertanian pesisir dapat berpeluang sangat besar untuk dialihfungsikan menjadi permukiman jika kebutuhan akan tempat tinggal semakin meningkat seiring dengan peningkatan jumlah penduduk.

Berdasarkan atas asal proses utama, bentuklahan yang terdapat di wilayah kepesisiran Kabupaten Kulon Progo di antaranya satuan bentuklahan asal proses fluvial, asal proses fluvial dengan marin (fluvio-marine), asal proses gelombang (marine) dan satuan bentuklahan asal proses gelombang dengan angin (marine-eolian) (Santosa, 2010). Berdasarkan satuan bentuklahan ini maka bentuklahan yang terdapat di kepesisiran Kabupaten Kulon Progo mulai dari bagian selatan ke bagian utara yaitu bentuklahan gisik, gumuk pasir, beting gisik dataran aluvial kepesisiran atau dataran fluviomarin, dataran banjir dan tanggul alam. Elemen-elemen yang terdapat di dalam bentuklahan mempunyai potensi berbeda-beda untuk berbagai peruntukan, sehingga kondisi ini yang dipertimbangkan manusia dalam pemilihan lokasi untuk permukiman mereka (Pratyastuti, 2009). Selain itu, bentuklahan sedikit banyak akan berpengaruh terhadap karakteristik airtanah karena perbedaan karakteristik litologi, struktur dan proses tertentu (Wulaningrum, 2002) dan berpengaruh terhadap pola persebaran permukiman (Pratyastuti, 2009).

Berdasarkan penggunaan lahannya, wilayah kepesisiran Kabupaten Kulon Progo didominasi oleh penggunaan lahan untuk permukiman dengan luas 44.749.300 m2 atau 41,03% dari penggunaan lahan lainnya. Umumnya

(5)

5

permukiman pada daerah ini menempati bentuklahan beting gisik (asal proses marin) dan dataran fluviomarin (asal proses marin dan fluvial). Pemilihan bentuklahan beting gisik untuk permukiman karena secara topografi bentuklahan ini lebih tinggi dari sekitarnya dan pemilihan dataran fluviomarin di dasarkan pada kemudahan dalam menjangkau lahan pertanian seperti pertanian padi sawah (Marwasta dan Priyono, 2007).

1.2.Perumusan Masalah

Pertumbuhan penduduk yang terus meningkat dari tahun ke tahun di wilayah kepesisiran Kabupaten Kulon Progo akan meningkatkan pertumbuhan perkembangan permukiman pesisir. Terus berkembangnya kebutuhan tempat tinggal atau permukiman dikhawatirkan akan mengakibatkan alih fungsi lahan dari lahan pertanian pesisir menjadi lahan permukiman. Seperti yang dijelaskan pada latar belakang, keberadaan permukiman selain mempertimbangkan keadaan topografi juga mempertimbangkan ketersediaan sumber air, sehingga pola persebaran permukiman cenderung memperhatikan lokasi ketersediaan sumber air. Perbedaan ketersediaan dan kemudahan mendapatkan sumber air terutama airtanah akan membentuk pola persebaran permukiman tertentu. Selain ketersediaan air, pola persebaran permukiman juga akan berbeda satu dengan lainnya pada persebaran keruangan bentuklahan yang mempunyai karakteristik lahan yang berbeda pula. Perbedaan karakteristik bentuklahan seperti litologi, struktur dan proses tertentu maka akan berbeda pula karakteristik airtanahnya. Penelitian yang dilakukan oleh Santosa (2010) pada bentuklahan dataran

(6)

6

fluviomarin, karakteristik airtanah secara kualitas berasa payau hingga asin dengan keterdapatan yang bersifat lokal, sementara pada bentuklahan kompleks beting gisik dan gumuk pasir umumnya airtanah berasa tawar.

Pemanfaatan lahan yang terus meningkat di sektor permukiman pesisir sementara lahan bersifat tetap akan berdampak pada perubahan karakteristik airtanah baik kualitas dan kuantitasnya. Karakteristik airtanah dapat dinilai berdasarkan sifat fisik dan kimianya. Sifat fisik dilihat dari kedalaman muka airtanah dan fluktuasi muka airtanah. Kedalaman muka airtanah digunakan untuk menghitung ketinggian muka airtanah guna mengetahui arah aliran airtanah. Sifat kimia dilihat berdasarkan nilai Daya Hantar Listrik dan kualitas airtanah. Secara kualitas, pemanfaatan lahan untuk permukiman berpotensi menghasilkan limbah rumah tangga. Limbah rumah tangga dapat berbentuk limbah cair dan padat. Limbah cair merupakan bahan pencemar yang berpotensi besar dalam pencemaran airtanah. Berbagai macam aktivitas masyarakat seperti pembuangan limbah kamar mandi/ wc dan dapur yang mengandung bahan kimia dari bahan pencuci yang tidak terkoordinasi dengan baik dapat mengakibatkan terjadinya pencemaran airtanah sehingga dapat menurunkan kualitas dari airtanah tersebut (Yahya, 2012). Selain limbah rumah tangga, kegiatan di bidang peternakan dengan lokasi kandang hewan ternak berdampingan langsung dengan permukiman, didukung dengan saluran pembuangan kotoran hewan langsung ke tanah dapat menyebabkan kualitas airtanah menurun.

Ketersediaan jumlah atau kuantitas airtanah di suatu daerah tidak selalu sama. Ada daerah dengan potensi airtanah tinggi dan ada pula daerah dengan

(7)

7

potensi airtanah rendah. Semakin meningkat jumlah penduduk maka kebutuhan airtanah juga meningkat, di sisi lain jumlahnya semakin menurun. Bertambahnya pengambilan airtanah dan berkurangnya imbuhan airtanah merupakan salah satu faktor yang menyebabkan perubahan muka airtanah. Selain itu, pengambilan airtanah yang berlebihan akan menyebabkan desakan air tawar dari daratan berkurang, sehingga air laut akan mendesak ke daratan dan interface (zona pertemuan air tawar dan air asin) akan terletak makin dangkal. Hal ini dapat menyebabkan penyusupan air asin dari laut ke dalam airtanah di daratan yang dikenal dengan intrusi air laut (Purnama, 2010).

Berdasarkan uraian di atas maka diperlukan suatu penelitian terkait “hubungan pola persebaran permukiman dengan karakteristik airtanah di wilayah kepesisiran Kabupaten Kulon Progo” dengan rumusan pokok-pokok permasalahan yang akan diteliti yaitu :

1. Bagaimana pola persebaran permukiman pada tiap satuan bentuklahan di wilayah kepesisiran Kabupaten Kulon Progo ?

2. Bagaimana karakteristik airtanah di setiap pola persebaran permukiman pada tiap satuan bentuklahan di wilayah kepesisiran Kabupaten Kulon Progo ? 3. Bagaimana hubungan pola persebaran permukiman dengan karakteristik

airtanah di wilayah kepesisiran Kabupaten Kulon Progo ?

1.3.Tujuan Penelitian

(8)

8

1. Menganalisis pola persebaran permukiman pada tiap satuan bentuklahan di wilayah kepesisiran Kabupaten Kulon Progo;

2. Menganalisis karakteristik airtanah di setiap pola persebaran permukiman pada tiap satuan bentuklahan di wilayah kepesisiran Kabupaten Kulon Progo;

3. Menganalisis hubungan pola persebaran permukiman dengan karakteristik airtanah di wilayah kepesisiran Kabupaten Kulon Progo.

1.4.Manfaat Penelitian

1. Secara Teoritis

Sebagai tambahan referensi dan informasi pada suatu penulisan karya ilmiah lebih lanjut dalam bidang kajian geohidrologi atau hidrologi airtanah di wilayah kepesisiran khususnya terkait dengan karakteristik airtanah pesisir dengan pendekatan pola persebaran permukiman.

2. Secara Praktis

Penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan baik bagi masyarakat maupun pemerintah dalam pembangunan permukiman dan pemanfaatan airtanah khususnya di wilayah kepesisiran agar tidak melebihi keseimbangan lingkungan.

1.5.Keaslian Penelitian

Penelitian terkait dengan airtanah sudah banyak dilakukan oleh peneliti sebelumnya, di antaranya penelitian mengkaji pengaruh litoralisasi terhadap

(9)

9

kualitas airtanah di wilayah pesisir Parangtritis Kabupaten Bantul Daerah Istimewa Yogyakarta (Zein, 2012); penelitian pengaruh tingkat kepadatan permukiman terhadap kualitas airtanah bebas di sebagian kecamatan Banguntapan Kabupaten Bantul (Arumsari, 2011); penelitian analisis karakteristik airtanah berdasarkan penggunaan lahan antara Sungai Boyong dan Sungai Kuning Daerah Istimewa Yogyakarta (Wijayanti, 2010); penelitian pola persebaran permukiman dengan pencemaran kualitas airtanah di daerah aliran sungai Bedog Daerah Istimewa Yogyakarta (Iswinayu, 2010); dan penelitian pola persebaran permukiman berdasarkan bentuklahan (kasus di bentuklahan marin Kabupaten Kulon Progo dan bentuklahan solusional Kabupaten Gunungkidul) Daerah Istimewa Yogyakarta (Pratyastuti, 2009).

Persamaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya yaitu pengambilan daerah penelitian berada di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta dengan wilayah kajian yang berbeda dan bersamaan pengkajiannya terkait pola persebaran permukiman, karakteristik airtanah dan kualitas airtanah. Perbedaannya terletak pada tujuan yang dilakukan, tujuan penelitian sebelumnya untuk mengetahui pengaruh litoralisasi terhadap kualitas airtanah (Zein, 2012); mengetahui pengaruh kepadatan permukiman terhadap kualitas airtanah bebas (Arumsari, 2010); menganalisis karaktersitik airtanah berdasarkan penggunaan lahan (Wijayanti, 2010); menganalisis hubungan pola persebaran permukiman dengan kualitas airtanah di daerah aliran sungai Bedog (Iswinayu, 2010); dan mempelajari pola persebaran permukiman pada bentuklahan marin dan solusional (Pratyastuti, 2009).

(10)

10

Pada penelitian ini tujuan akhir yang ingin di analisis yaitu menganalisis hubungan pola persebaran permukiman dengan karakteristik airtanah di wilayah kepesisiran Kabupaten Kulon Progo. Karakteristik airtanah yang dianalisis meliputi sifat fisik dan kimia airtanah. Sifat fisik airtanah meliputi kedalaman muka airtanah dan fluktuasi muka airtanah, sedangkan kimia airtanah meliputi sebaran nilai Daya Hantar Listrik untuk mengetahui ada tidaknya intrusi air laut yang akan mempengaruhi kadar garam yang terlarut dalam airtanah dan uji laboratorium untuk parameter kualitas airtanah. Hasil analisis yang diharapkan dari penelitian ini berupa ada tidaknya hubungan pola persebaran permukiman dengan karakteristik airtanah di wilayah kepesisiran. Beberapa penelitian sebelumnya yang terkait dengan analisis airtanah serta perbandingan dengan penelitian yang dilakukan penulis disajikan pada Tabel 1.1.

Tabel 1.1. Penelitian Sebelumnya 1. Peneliti : Azwar Garry Irfan Zein (2012)

Judul : Pengaruh Litoralisasi terhadap Kualitas Airtanah di Wilayah Pesisir Parangtritis Kabupaten Bantul Daerah Istimewa Yogyakarta

Tujuan Metode Hasil

a. Mengkaji litoralisasi di

wilayah pesisir

Parangtritis,

b. Mengkaji karakteristik akuifer dan airtanah bebas di wilayah pesisir Parangtritis, c. Membandingkan pengaruh perkembangan pemanfaatan wilayah pesisir (litoralisasi) terhadap kualitas airtanah tahun 1997 dan 2011 di wilayah pesisir Parangtritis.

a. Metode sampling dengan teknik

puposive sampling,

b. Metode three point problems, c. Analisis hidrostratigrafi, d. Analisis tipe hidrogeokimia

dengan diagram piper

segiempat, e. Analisis deskriptif, f. Analisis deskriptif-komparatif a. Kajian litoralisasi di wilayah pesisir Parangtritis, b. Kajian karakteristik akuifer dan airtanah bebas di wilayah pesisir Parangtritis,

c. Perbandingan pengaruh perkembangan

pemanfaatan wilayah pesisir (litoralisasi) terhadap kualitas airtanah tahun 1997 dan 2011 di

wilayah pesisir

(11)

11 Tabel 1.1. (lanjutan)

2. Peneliti : Anggraini Arumsari (2011)

Judul : Pengaruh tingkat kepadatan permukiman terhadap kualitas airtanah bebas di sebagian Kecamatan Banguntapan Kabupaten Bantul.

Tujuan Metode Hasil

a. Mengetahui kualitas airtanah bebas dengan indikator unsur-unsur nitrat, nitrit, fosfat,

amonia, BOD dan

COD di daerah

penelitian,

b. Mengetahui variasi kualitas airtanah pada

tiap kepadatan permukiman, c. Mengetahui pengaruh kepadatan permukiman terhadap kualitas airtanah bebas di daerah penelitian. a. Pengambilan sampel akan dilakukan pada

unit permukiman

yang mengacu pada tiap kelas kepadatan permukimannya,

b. Pembuatan peta

flownet sebagai salah satu acuan dalam pengambilan sampel, c. Sampel diambil pada

sumur-sumur gali di tiap tingkat kepadatan

permukiman yang

dianggap mewakili.

a. Pola persebaran permukiman di daerah penelitian cenderung mengelompok pada wilayah yang strategis terutama permukiman dengan tingkat kepadatan sedang dan tinggi. Hal tersebut dikarenakan daerah yang strategis menjadi daerah tujuan atau sumber mata pencaharian dan juga sumber pendapatan penduduk. Sarana dan prasarana seperti transportasi, komunikasi, ekonomi yang lengkap serta memadai juga menjadi alasan masyarakat untuk tinggal di daerah permukiman tersebut,

b. Airtanah pada sumur di daerah penelitian mengalami penurunan kualitas disebabkan oleh timbulnya

pencemaran akibat limbah

domestik, limbah industri dan kepadatan permukiman yang terjadi

akibat peningkatan jumlah

penduduk dan berpengaruh terhadap

sistem sanitasi. Hal ini

menyebabkan adanya

ketidakseimbangan antara

pengembangan sarana sanitasi dengan jumlah penduduk dan permukiman yang terus bertambah.

Kondisi lingkungan dengan

permukiman yang semakin padat semakin menyebar kemungkinan terjadinya pencemaran akibat semakin sempitnya lahan untuk membangun sarana sanitasi dan tempat pembuangan limbah pada jarak yang ideal dengan sumur. 3. Peneliti : Pipit Wijayanti (2010)

Judul : Karakteristik airtanah berdasarkan penggunaan lahan antara sungai Boyong dan sungai Kuning Daerah Istimewa Yogyakarta

Tujuan Metode Hasil

a. Menganalisis karakteristik airtanah berdasarkan penggunaan lahan di daerah penelitian, b. Menentukan arahan konservasi airtanah di daerah penelitian.

a. Grid untuk penentuan sumur gali,

b. Purposif sampling

untuk mengukur

fluktuasi airtanah.

a. Variasi fluktuasi airtanah berdasarkan penggunaan lahan sebagai cerminan penggunaan airtanah,

b. Arahan konservasi airtanah di daerah penelitian.

(12)

12 Tabel 1.1. (lanjutan)

4. Peneliti : Fitri Iswinayu, 2010

Judul : Hubungan pola persebaran permukiman dengan pencemaran kualitas airtanah di daerah aliran sungai Bedog Daerah Istimewa Yogyakarta.

Tujuan Metode Hasil

a. Menganalisis kualitas airtanah pada daerah permukiman di daerah aliran sungai Bedog, b. Menganalisis

hubungan pola

persebaran

permukiman dengan kualitas airtanah di daerah aliran sungai Bedog,

c. Menganalisis bentuk aktivitas masyarakat dalam pengelolaan lingkungan airtanah di daerah aliran sungai Bedog.

a. Analisis sampel air, b. Analisis statistik, c. Aplikasi SIG.

a. Kualitas airtanah telah tercemar coli tinja,

b. Hubungan pola persebaran permukiman dengan kualitas di daerah aliran sungai Bedog, c. Aktivitas masyarakat dalam

pengelolaan lingkungan khususnya airtanah masih rendah, sehingga kualitas airtanah cenderung mengalami penurunan.

5. Peneliti : Fika Prasty Pratyastuti

Judul : pola persebaran permukiman berdasarkan bentuklahan (kasus di bentuklahan marin kabupaten Kulon Progo dan bentuklahan solusional kabupaten Gunungkidul) Daerah Istimewa Yogyakarta

Tujuan Metode Hasil

a. Mempelajari pola persebaran permukiman pada bentuklahan marin dan bentuklahan solusional, b. Mengetahui faktor yang mempengaruhi pola persebaran permukiman di bentuklahan marin dan solusional. Survai yang di deskripsikan dengan menggunakan metode comparative perspective, untuk membandingkan pola persebaran permukiman di kedua bentuklahan.

a. Pada bentuk lahan marin pola persebaran permukiman sejajar memanjang mengikuti

perkembangan beting gisik dan pada bentuk lahan solusional pola persebaran permukiman lebih cenderung mengelilingi teras-teras

doline.

b. Faktor yang mempengaruhi pemilihan lokasi untuk

permukiman adalah bentuk lahan, aksesibilitas mudah, topografi yang relatif landai, kemudahan mendapatkan air, lahan sekitar mampu menopang kehidupan mereka dan aman dari bencana. 6. Peneliti : Putri Rizka Nursari (2015)

Judul : Hubungan Pola Persebaran Permukiman dengan Karakteristik Airtanah di Wilayah Kepesisiran Kabupaten Kulon Progo

Tujuan Metode Hasil

a. Menganalisis pola persebaran permukiman pada tiap satuan bentuklahan di wilayah kepesisiran Kabupaten Kulon Progo, a. Metode deskriptif kuantitatif untuk analisis pola persebaran permukiman, karakteristik airtanah dan hubungan pola persebaran

a. Peta pola persebaran permukiman pada tiap satuan bentuklahan di wilayah kepesisiran Kabupaten Kulon Progo,

b. Peta dan tabel karakteristik airtanah di setiap pola persebaran

permukiman pada tiap satuan bentuklahan di wilayah kepesisiran

(13)

13 Tabel 1.1. (lanjutan)

Tujuan Metode Hasil

b. Menganalisis

karakteristik airtanah di setiap pola persebaran permukiman pada tiap satuan bentuklahan di wilayah kepesisiran Kabupaten Kulon Progo; c. Menganalisis hubungan pola persebaran permukiman dengan karakteristik airtanah di wilayah kepesisiran Kabupaten Kulon Progo. permukiman dengan karakteristik airtanah, b. Teknik pengambilan sampel dilakukan secara proportionate stratified random samplinguntuk pengukuran sampel airtanah langsung di lapangan terkait kedalaman muka airtanah, fluktuasi muka airtanah, sebaran nilai Daya Hantar Listrik, pH, temperatur, bau, warna, kekeruhan dan rasadan pengambilan sampel untuk kualitas airtanah (kimia airtanah).

Kabupaten Kulon Progo, c. Hubungan pola persebaran

permukiman dengan karakteristik airtanah di wilayah kepesisiran Kabupaten Kulon Progo.

1.6.Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian ini dilakukan di wilayah kepesisiran Kabupaten Kulon Progo dengan jumlah penduduk yang terus meningkat dari tahun ke tahun. Peningkatan jumlah penduduk juga akan meningkatkan kebutuhan akan tempat tinggal. Wilayah ini berada pada pantai berpasir dengan morfologi cenderung landai dan memiliki variasi bentuklahan mulai dari bentuklahan gisik, gumuk pasir, beting gisik, dataran aluvial kepesisiran atau dataran fluviomarin, dataran banjir dan tanggul alam. Umumnya masyarakat bertempat tinggal pada bentuklahan beting gisik dan dataran fluviomarin.

Perbedaan bentuklahan sedikit banyak akan mempengaruhi perbedaan karakteristik airtanah dan mempengaruhi pola persebaran pemukiman karena karakteristik lahan dan elemen-elemen bentuklahan yang berbeda. Keberadaan airtanah dapat juga membentuk pola persebaran permukiman tertentu. Oleh

(14)

14

karena itu, pola persebaran permukiman akan berbeda antara satu bentuklahan dengan bentuklahan lainnya dan akan berbeda pada keberadaan airtanah yang berbeda. Berdasarkan hal tersebut maka sasaran penelitian ini adalah permukiman yakni pola persebaran permukiman pada tiap satuan bentuklahan guna menganalisis karakteristik airtanah di wilayah penelitian.

Gambar

Tabel 1.1. Penelitian Sebelumnya

Referensi

Dokumen terkait

Tarigan (1987) menjelaskan, “Membaca adalah gudang ilmu dan ilmu yang tersimpan dalam buku harus digali dan dicari melalui membaca”. “Membaca merupakan salah satu

Pola pemberdayaan selama ini menimbulkan dampak- dampak negatif terhadap suku anak dalam itu sendiri, seperti ketidak mandirian, materialistis dan menimbulkan konflik,

Karakteristik Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan Karakteristik responden berdasarkan tingkat pendidikan pada penelitian ini dilakukan pada objek wisata Pantai

dan lainnya di satuan kerja pendidikan penyelenggara. 7) Peningkatan sarana dan prasarana pendukung layanan e- administrasi seperti , e-office dan lainnya. Meningkatkan kulitas

Penelitian yuridis empiris adalah memecahkan masalah dengan menganalisa kenyataan praktis dalam mengetahui permasalahan yang kemudian dihubungkan dengan peraturan serta

With and without controls in Table 4 — for the demographic makeup of the tract, the local built environment, and auto ownership levels — the finding remains the same: while

[r]

(3) Dalam hal Calon Kepala Desa tidak dapat hadir pada saat pemungutan suara sebagaimana dimaksud pada ayat (2) karena sakit yang dibuktikan dengan