PENDUDUK DALAM PEMODELAN SPASIAL PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN (STUDI KASUS KABUPATEN BANDUNG)
LIA WARLINA
Jurusan Perencanaan Wilayah & Kota Universitas Komputer Indonesia
Land use change could not be avoided due to development for human welfare; how-ever its change should be monitored to control environmental degradation. Land use change modeling has been introduced to predict future pattern of change. Con-version of land use change and its effect at small regional extent (CLUE-S) is one of the versatile tools that can predict future land use changes. In this study, CLUE-S was applied in Bandung region. The dependent variable was land use which was disaggregated into 7 classes (water, forest, others, built area, plantation, dry land, and rice field). The independent variables were social economic, biophysical, acces-sibility and climatology aspects. CLUE-S modeling in Bandung region was conducted with 2 scenarios which were determined by land use history. Population density be-came a major factor of land use change model; it was showed that this factor influ-enced all of land use types. The result of the modeling showed that second scenario would be more optimal than first scenario. Then, second scenario showed that for-est area would be 11 percent, and the area of rice field would achieve 5 percent of the area.
Keywords: land use change, land use change modeling, CLUE-S, population density
PENDAHULUAN
Penggunaan lahan (land use) menggambarkan sifat biofisik dari lahan yang merujuk pada fungsi dan tujuan lahan tersebut digunakan oleh manusia.
Land use mengekspresikan aktivitas
manusia yang secara langsung berkaitan
dengan lahan dan penggunaan
sumberdaya tanah ini memberikan dampak terhadapnya (Briassoulis 2000). Secara global, perubahan penggunaan lahan sudah berada pada level yang mencemaskan. Demikian pula yang terjadi di Indonesia, rata-rata luas perubahan secara total adalah sejuta hektar per tahun pada tahun 1993 sampai 1997
(BKTRN 2003). Perubahan penggunaan lahan tidak bisa dihindarkan karena pembangunan yang dilakukan untuk kesejahteraan masyarakat. Salah satu faktor yang penting dalam perubahan penggunaan lahan adalah kependudukan.
Berbagai kajian dalam perubahan fungsi penggunaan lahan telah dilakukan. Penelitian yang menduga secara spasial
perubahan penggunaan lahan di
Indonesia baru beberapa wilayah diliput, misalnya Jawa (Verburg et al. 2004).
Program yang digunakan dalam
pemodelan perubahan penggunaan lahan di Jawa ini adalah CLUE (Conversion of
Land Use Change and its Effect). Pada
penelitian ini faktor penyebab yang diuji bidang
hanya satu yaitu tekanan penduduk.
Penelitian pemodelan perubahan
penggunaan lahan di Pulau Jawa tingkat kedetilannya relatif terbatas.
CLUE (Veldkamp et al. 2001) merupakan pendekatan empiris yang dilakukan dengan studi kasus pada Atlantic Zone (Costa Rica), China, Ekuador dan Honduras. CLUE dikembangkan menjadi CLUE-S (Conversion of Land Use and its Effect at Small regional extent) yang merupakan alat untuk memodelkan perubahan penggunaan lahan yang cukup rinci.
Kabupaten Bandung merupakan wilayah yang kompleks permasalahan tata ruangnya. Permasalahan tata ruang ini
berdampak pada permasalahan
lingkungan seperti banjir, kekeringan, erosi, longsor dan turunnya muka air tanah. Hal ini perlu diatasi dengan cara mengkaji seluruh aspek keruangan dan dilakukan penataan yang menyeluruh. Penataan ruang perlu dilakukan dengan melihat sejarah perubahan penggunaan lahan dan memproyeksikan perubahan penggunaan lahan yang akan terjadi. Salah satu perangkat lunak spatial yang dapat digunakan untuk hal tersebut adalah program CLUE-S dan ini belum pernah dilakukan untuk tingkat kabupaten di Indonesia.
Liputan Kabupaten Bandung mencakup dua wilayah yang cukup dinamis pembangunan wilayahnya yaitu Kota Bandung dan Cimahi. Aspek kependudukan pada ketiga wilayah dikaji
dalam kaitan dengan perubahan
penggunaan lahan, di mana interaksi dan daya tarik antar wilayah banyak dipengaruhi oleh dinamika penduduk. Penelitian ini bertujuan untuk mensimulasi perubahan penggunaan lahan untuk 20 tahun mendatang berdasarkan dua skenario, serta mengkaji
perkembangan penduduk terhadap
perubahan penggunaan lahan di
Kabupaten Bandung.
METODE DASAR
Lokasi penelitian Kabupaten Bandung mempunyai luas wilayah 307.370,08 hektar yang terdiri dari 43 kecamatan. Kepadatan penduduk rata-rata adalah 13 jiwa per hektar (BPS 2003). Waktu penelitian dari bulan Agustus 2004 sampai Januari 2006.
Data primer yang digunakan adalah citra satelit Landsat Enhanced Thematic Mapper+7 tahun 2003 dan tahun 1983.
Data tahun 2003 tersebut
diinterpretasikan menjadi data
penggunaan lahan eksisting. Data tahun 1983 diinterpretasikan menjadi peta penggunaan lahan tahun 1983. Data sekunder berupa data sosial ekonomi dan geo-fisik wilayah serta data penggunaan lahan tahun 1993.
Data sosial ekonomi meliputi data dari Kabupaten Bandung, Kota Bandung dan Kota Cimahi. Meskipun analisis perubahan penggunaan lahan untuk studi kasus Kabupaten Bandung, tetapi wilayah Kota Bandung dan Kota Cimahi berada ditengah Kabupaten Bandung, jadi mempengaruhi perubahan penggunaan lahan Kabupaten Bandung.
Pada pemodelan spasial yang mensimulasi perubahan penggunaan lahan yang menjadi variabel dependen (terikat) adalah penggunaan lahan sedangkan variabel independen (bebas) adalah faktor driver. Faktor driver dari perubahan penggunaan meliputi aspek sosial ekonomi, aspek fisik wilayah, aksesibilitas dan iklim.
Tabel 1. Variabel dependen & independen pemodelan perubahan penggunaan lahan Kabupaten Bandung (hasil analisis pendahuluan)
Variabel Dependen (Terikat)
Penggunaan Lahan Nilai Nama File
Air 0-1 Cov1_0.0
Hutan 0-1 Cov1_1.0
Lainnya 0-1 Cov1_2.0
Kawasan Terbangun 0-1 Cov1_3.0
Perkebunan 0-1 Cov1_4.0
Pertanian Lahan Kering 0-1 Cov1_5.0
Sawah 0-1 Cov1_6.0
Variabel Independen (Bebas)
Sosial ekonomi Nilai / Unit Nama File
Kepadatan penduduk Jiwa/ hektar Sc1gr0.fil Tingkat pendidikan
(penduduk yang mempunyai ijasah sekolah dasar dan menengah)
Persen Sc1gr1.fil
Kondisi tempat tinggal
(rumah tangga yang memiliki rumah sendiri)
Persen Sc1gr2.fil
Usaha
(penduduk yang bekerja di bidang pertanian)
Persen Sc1gr3.fil
Fisik Jenis Tanah
Aluvial C 0-1 Sc1gr4.fil
Andosol C 0-1 Sc1gr5.fil
Asosiasi 0-1 Sc1gr6.fil
Grumosol 0-1 Sc1gr7.fil
Kompleks 0-1 Sc1gr8.fil
Latosol 0-1 Sc1gr9.fil
Geologi
Aluvium 0-1 Sc1gr10.fil
Aluvium, fasies gunung api 0-1 Sc1gr11.fil
Eosen 0-1 Sc1gr12.fil
Hasil gunung api kwarter tua 0-1 Sc1gr13.fil Hasil gunung api tak teruraikan 0-1 Sc1gr14.fil
Miosen fasies sedimen 0-1 Sc1gr15.fil
Pliosen fasies sedimen 0-1 Sc1gr16.fil
Plistosen sedimen gunung api 0-1 Sc1gr17.fil
Elevasi Meter Sc1gr18.fil
Slope Derajat Sc1gr19.fil
Aspek Derajat Sc1gr20.fil
Aksesibilitas
Jarak dari jalan raya utama Meter Sc1gr21.fil
Jarak ke pusat kota Meter Sc1gr22.fil
Iklim
Sebagai contoh jenis penggunaan lahan sawah, pada peta biner nilai sawah adalah 1 (satu) dan jenis penggunaan lahan selain sawah bernilai 0 (nol) dengan nama file cov1-6.0.
Data untuk variabel independen dibuat peta tematik, kemudian dikonversi ke bentuk raster. Peta yang mengandung nilai atau unit (satuan) kemudian dikonversi ke dalam bentuk teks. Sedangkan data jenis tanah dan geologi dibuat peta biner sebagaimana halnya pada peta penggunaan lahan. Variabel independen dalam bentuk teks kemudian diberi nama, sebagai contoh kepadatan penduduk dengan nama sc1gr0.fil (Tabel 1). Seluruh peta raster dari variabel dependen dan independen harus sama skala dan ukuran sel gridnya. Ukuran sel grid yang digunakan dalam pemodelan ini adalah 250 meter x 250 meter atau 62500 meter persegi atau 6,25 hektar. Variabel dependen dan variabel independen dipadankan untuk dilihat
hubungannya dengan menggunakan
regresi logistik. Hasil regresi logistik ini merupakan input untuk pemodelan spasial (Verburg 2002).
Pada Tabel 2 penggunaan lahan eksisting didominasi oleh pertanian lahan kering yaitu sekitar 56 persen yang tersebar merata keseluruh Kabupaten Bandung. Proporsi hutan adalah 21 persen yang menyebar di wilayah barat
dan selatan serta sebagian kecil di bagian utara. Kawasan terbangun berada di wilayah tengah yang merupakan lokasi Kota Bandung dan Kota Cimahi dengan persentase 13 persen. Penggunaan lahan sawah (5%) berada berdekatan dengan wilayah kawasan terbangun. Penggunaan lahan yang memiliki persentase kecil adalah air, perkebunan dan lainnya dengan persentase masing-masing dua persen.
Penggunaan lahan di Kabupaten Bandung bila dikaitkan dengan kepadatan penduduk tampak mempunyai hubungan yang erat. Wilayah terbangun memiliki kepadatan tertinggi dengan 61 sampai 133 jiwa per hektar yang merupakan wilayah dari Kota Bandung dan Kota Cimahi. Kedua kota ini tidak bisa terpisahkan dengan Kabupaten Bandung dalam pemodelan perubahan penggunaan lahan, karena merupakan wilayah yang mempengaruhi perubahan penggunaan lahan.
Gambar 3 menunjukkan grafik perkembangan jumlah penduduk tahun 1983-2003 di mana Kabupaten Bandung termasuk Kota Bandung dan Cimahi. krisis moneter yang melanda Indonesia pada tahun 1998, yang berdampak pada tingginya urbanisasi menuju wilayah Bandung ini.
Pemodelan spasial untuk
perubahan penggunaan lahan di wilayah Kabupaten Bandung ini menggunakan dua skenario. Skenario untuk pemodelan adalah berdasarkan laju perubahan penggunaan lahan. Skenario pertama
menggunakan laju perubahan
penggunaan lahan untuk setiap
penggunaan lahan adalah sama dengan laju perubahan penggunaan lahanselama tahun 1983 - 2003. Skenario kedua Tabel 2.
Komposisi persentase penggunaan lahan di Kabupaten Bandung
Penggunaan Lahan Luas (ha) Persen
Air 6675,00 2
Hutan 67331,25 21 Lainnya 4968,75 2 Kawasan Terbangun 41100,00 13 Perkebunan 7875,00 2 Pertanian Lahan
Kering 182118,75 56
Sawah 15775,00 5
dengan menggunakan laju perubahan
penggunaan lahan untuk setiap
penggunaan lahan adalah setengah dari laju perubahan penggunaan lahan selama tahun 1983 - 2003
Pertimbangan pada penentuan skenario kedua adalah berdasarkan aspek kependudukan dan PDRB Kabupaten Bandung selama tahun 2001, 2002 dan 2003. Berdasarkan data dari BPS (2003) lapangan usaha yang lebih banyak membutuhkan lahan seperti pertanian dan industri pengolahan (manufaktur) mengalami penurunan dan bergeser ke sektor-sektor yang terbtas membutuhkan lahan, seperti jasa-jasa yang naik dari 5% menjadi 5,5% (Tabel 3)
Menurut Verburg et al. (2002) pemodelan spasial dengan CLUE-S menggunakan regresi logistik dengan persamaan sebagai berikut:
Log [Pi/(1-Pi)]=b0+b1X1i+b2X2i...bnXn
Koefisien regresi (b) merupakan output langsung dari perhitungan regresi. Pi merupakan peluang munculnya jenis penggunaan lahan tertentu dan X merupakan driving factors. Exp (b) dihitung untuk menunjukkan peluang dari penggunaan lahan tertentu meningkat (Exp (b) lebih besar 1) atau menurun (Exp (b) lebih kecil dari 1) bila variabel meningkat 1 unit.
Gambar 1. Peta kepadatan penduduk Kabupaten Bandung (tahun 2003)
Gambar 2.
Grafik jumpah penduduk Kabupaten-Bandung, Kota Bandun Kota Cimahi selama tahun 1983 sampai 2003 (BPS
1983- 2003)
Tabel 3. Distribusi PDRB tahun 2001-2003, dalam persen (BPS, 2003)
No Lapangan Usaha Tahun 2001 Tahun 2002 Tahun 2003
1 Pertanian 10,1 9,9 9,4
2 Pertambangan & Penggalian 0,7 0,7 0,7
3 Industri Pengolahan 54,2 54,2 53,7
4 Listrik, Gas & Air Bersih 3,4 3,5 3,5
5 Bangunan/Konstruksi 2,2 2,3 2,4
6 Perdagangan, Hotel & Restoran 17,4 17,3 17,5
7 Pengangkutan & Komunikasi 4,9 4,9 5,1
8 Keuangan, Persewaan & Jasa Perusahaan 2,1 2,1 2,2
9 Jasa-jasa 5,0 5,1 5,5
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil analisis regresi logistik diuji ketepatannya dengan menggunakan metode relative operating characteristic (ROC). Nilai ketepatan ini biasanya berada ROC diantara 0,5 sampai 1,0. Nilai 1,0 mengindikasikan hasil perhitungan tepat
sempurna, sedangkan nilai 0,5
mengindikasikan bahwa hasil tersebut karena pengaruh acakan saja (Pontius & Schneider 2001).
Hasil ROC paling tinggi adalah 0.966 diperoleh oleh penggunaan lahan sawah, kemudian 0.936 pada kawasan terbangun, selanjutnya perkebunan dengan 0.921. Nilai cukup tinggi ada pada penggunaan lahan hutan dengan 0.901 dan lainnya dengan 0.892. Nilai yang terendah adalah penggunaan lahan pertanian lahan kering dengan 0.813 (Tabel 4). Nilai-nilai ini menunjukkan hasil perhitungan cukup valid untuk digunakan sebagai input pemodelan spasial.
Hasil simulasi adalah peta penggunaan lahan pada tahun simulasi. Simulasi dilakukan selama duapuluh tahun yaitu tahun 2003 sampai dengan tahun 2023 dan penggambaran hasil simulasi dapat dilakukan per tahun. Hasil simulasi dari dua skenario pada akhir simulasi (tahun 2023) diilustrasikan pada Gambar 3 dan 4.
Hasil perhitungan regresi logistik untuk nilai Exp(β) ditunjukkan pada Tabel 5. Berdasarkan tabel tersebut tampak peluang penggunaan lahan hutan akan meningkat bila variabel pendidikan, usaha bidang pertanian, jenis tanah aluvial, andosol, latosol, aluvium dan elevasi meningkat. Sementara pada peluang penggunaan lahan kawasan terbangun meningkat bila variabel kepadatan
penduduk, tingkat pendidikan, kondisi tempat tinggal, jenis tanah kompleks, geologi (eosen, hasil gunung api kwarter tua, hasil gunung api tak teruraikan, miosen fasies sedimen, pliosen fasies sedimen, pleistosen sedimen gunung api) dan akses meningkat. Sedangkan pada peluang penggunaan lahan sawah akan meningkat bila variabel jenis tanah andosol meningkat.
Tabel 4. Hasil analisis regresi logistik biner untuk nilai β dari variabel dependen
Driving Factors Hutan Lainnya Kawasan
Terbangun Perkebunan
Pertanian Lahan
Kering Sawah
Kepadatan penduduk -0,011 -0,023 0,032 -0,010 -0,013 -0,043
Tingkat pendidikan 0,041 0,077 0,056 -0,058 -0,094
Kondisi tempat tinggal -0,016 -0,068 0,069 -0,019 0,049 -0,073
Usaha bidang pertanian 0,031 0,046 -0,013 -0,005 -0,074
Aluvial 5,505 0,366 -1,456
Andosol 1,759 -0,626 -1,502 15,811
Asosiasi 0,518 -0,399 -0,495
Grumosol -0,702
Kompleks 1,426 0,439 -0,775 -0,261 -0,946
Latosol 6,299 -1,020 -0,720
Aluvium 1,202 -5,220 -21,679 2,408 -33,120
Aluvium, fasies gunung api -0,452 1,518
Eosen -0,736 2,811 -18,525 -1,005
Hasil gunung api kwarter tua -3,097 1,398 -23,576 1,195
Hasil gunung api tak teruraikan -1,483 -4,426 0,458 -19,525 0,421 -31,719
Miosen fasies sedimen -2,005 -3,283 2,431
Pliosen fasies sedimen -2,147 17,801
Plistosen sedimen gunung api -1,386 3,615 -1,966
Elevasi 0,001 -0,005 0,000 -0,002 0,000 -0,003
Slope -0,005 -0,013 -0,007 0,011 0,004
Aspek 0,002 -0,001
Jarak dari jalan raya utama 0,000 0,000 -0,001 0,000 0,000
Jarak dari pusat kota Bandung 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000
Curah hujan -0,001 -0,001 0,001 0,000 0,000 -0,001
Konstanta -11,844 7,520 -38,822 64,989 -2,091 37,441
Akurasi (ROC) 0,901 0,892 0,936 0,921 0,813 0,966
Tabel 5. Hasil analisis regresi logistic nilai Exp (β) dari variable dependen
Driving Factors Hutan Lainnya Kawasan
Terbangun Perkebunan
Pertanian
Lahan Kering Sawah
Kepadatan penduduk 0,989 0,977 1,033 0,990 0,987 0,958
Tingkat pendidikan 1,042 1,080 1,058 0,944 0,910
Kondisi tempat tinggal 0,984 0,934 1,071 0,981 1,051 0,929
Usaha bidang pertanian 1,031 1,047 0,987 0,995 0,929
Aluvial 245,987 1,441 0,233
Andosol 5,807 0,535 0,223
7,352E +06
Asosiasi 1,678 0,671 0,609
Grumosol 0,495
Kompleks 4,161 1,551 0,460 0,770 0,388
Latosol 544,192 0,361 0,487
Aluvium 3,328 0,005 0,000 11,110 0,000
Aluvium, fasies gunung
api 0,636 4,563
Eosen 0,479 16,630 0,000 0,366
Hasil gunung api kwarter
tua 0,045 4,046 0,000 3,304
Hasil gunung api tak
teruraikan 0,227 0,012 1,581 0,000 1,523 0,000
Miosen fasies sedimen 0,135 0,038 11,369
Pliosen fasies sedimen 0,117 5,381E+07
Pleistosen sedimen gn api -1,386 37,138 0,140
Elevasi 1,001 -9,037 1,000 0,998 1,000 0,997
Slope 0,995 -0,611 0,993 1,011 1,004
Aspek 1,002 0,999
Jarak dari jalan raya
utama 1,000 1,000 0,999 1,000 1,000
Jarak dari pusat kota
Hasil pemodelan spasial perubahan penggunaan lahan ini disajikan pada Gambar 3 dan 4. Pada Gambar 3 ditunjukkan persebaran penggunaan lahan hasil simulasi dengan skenario pertama. Tabel 6 menggambarkan persentase luas setiap penggunaan lahan. Tampak bahwa pada tahun 2023 luas pertanian lahan kering akan mejadi 70 persen dari wilayah tersebut, sementara persentase eksisting (tahun 2003) adalah 56 persen. Hutan pada tahun 2023 menjadi hanya 6 persen dari persentase eksisting 21 persen. Sedangkan kawasan terbangun meningkat pada tahun 2003 sekitar 13 persen menjadi 17 persen pada tahun 2023. Sementara luasan hutan menjadi nol persen atau tidak ada sama sekali
Hasil simulasi dengan skenario kedua digambarkan pada Gambar 4 dan Tabel 7. Tampak bahwa pertanian lahan kering tetap mendominasi dengan 65 persen. Hutan mengalami penurunan dari 21 persen pada tahun 2003 menjadi 11 persen pada tahun 2023. Kawasan terbangun masih dapat ditekan luasannya dan tetap sekitar 13 persen. Demikian
pula dengan sawah yang dapat
dipertahankan keberadaannya dengan tetap ada dengan komposisi 5 persen.
Hasil simulasi dengan dua skenario tersebut memberikan sintesis bahwa bila laju perubahan penggunaan lahan ditekan setengah dari laju perubahan lahan sebelumnya maka jenis penggunaan sawah dapat dijaga keberadaannya, perubahan penggunaan lahan menjadi kawasan terbangun dapat ditekan serta penurunan kawasan hutan dapat ditekan. Hal yang menjadi perhatian adalah aspek kependudukan, karena tingginya laju
pertumbuhan penduduk maupun
urbanisasi meningkatkan kepadatan
penduduk. Sementara kepadatan
penduduk merupakan salah satu faktor penting dalam perubahan penggunaan lahan.
Gambar 3.
Penggunaan lahan Kabupaten Bandung hasil simulasi untuk tahun 2023 dengan skenario
pertama
Tabel 6.
Komposisi persebaran penggunaan lahan hasil simulasi skenario pertama
Penggunaan Lahan Luas (ha) Persen
Air 6675,00 2
Hutan 19537,50 6
Lainnya 7218,75 2
Kawasan Terbangun 56875,00 17 Perkebunan 7012,50 2 Pertanian Lahan
Kering 228525,00 70
Sawah 0,00 0
Total 325843,75 100
Gambar 4. Penggunaan lahan Kabupaten Bandung hasil simulasi untuk tahun 2023
KESIMPULAN
Conversion of Land Use and its Effect at small regional extent atau CLUE-S merupakan alat cukup rinci untuk pemodelan perubahan penggunaan lahan di Kabupaten Bandung. Variabel dalam
pemodelan dengan CLUE-S yang
digunakan sebagai variabel tidak bebas adalah penggunaan lahan, sedangkan variabel bebas meliputi aspek sosial ekonomi, geo-fisik, aksesibilitas dan aspek iklim.
Aspek kependudukan yang dikaji adalah jumlah penduduk dan kepadatan penduduk Kabupaten Bandung, Kota Bandung dan Kota Cimahi selama dua puluh tahun dari tahun 1983 sampai 2003. Tampak terjadi peningkatan jumlah penduduk wilayah tersebut yang siginifikan, yang ditunjukkan dengan jumlah penduduk pada tahun 1983 sekitar 4 juta jiwa menjadi sekitar 7 juta jiwa pada tahun 20003. Kepadatan penduduk tertinggi terdapat pada wilayah
pusat yang merupakan kawasan
perkotaan. Penggunaan Lahan Luas (ha) Persen
Air 6675,00 2
Hutan 34256,25 11
Lainnya 7893,75 2 Kawasan Terbangun 41100,00 13 Perkebunan 9437,50 3 Pertanian Lahan
Kering 210706,25 65
Sawah 15775,00 5
Total 325843,75 100 Tabel 7.
Pada pemodelan dengan CLUE-S untuk Kabupaten Bandung ditentukan dua skenario yang berdasarkan pada laju perubahan penggunaan lahan. Skenario pertama dengan menggunakan laju perubahan penggunaan lahan sama dengan laju perubahan penggunaan lahan selama dua puluh tahun, sedangkan skenario kedua menggunakan nilai setengah dari kondisi aktual tersebut.
Hasil regresi logistik menunjukkan bahwa aspek kepadatan penduduk
berpengaruh pada setiap jenis
penggunaan lahan. Penggunaan lahan
kawasan terbangun peluangnya
meningkat bila terjadi kepadatan penduduk yang meningkat. Sementara peluang untuk penggunaan lahan lain, selain kawasan terbangun, cenderung menurun bila ada peningkatan kepadatan penduduk.
Hasil pemodelan digambarkan pada akhir simulasi yaitu pada tahun 2023. Simulasi dengan skenario pertama memberikan gambaran bahwa terdapat peningkatan jenis penggunaan lahan pertanian lahan kering meningkat menjadi 70 persen dan kawasan terbangun menjadi 17 persen. Penurunan terjadi
pada kawasan hutan menjadi 6 persen dan sawah menjadi nol persen.
Hasil pemodelan dengan skenario 2 memberikan gambaran yang lebih baik. Peningkatan jenis penggunaan lahan pertanian lahan kering meningkat menjadi 65 persen sedangkan kawasan terbangun tetap. Penurunan terjadi pada kawasan hutan menjadi 11 persen dan sawah tetap persen.
Saran untuk penelitian pemodelan spasial ini adalah dengan menggunakan
spatial policy untuk mengatur wilayah
tertentu agar tidak dikonversi. Spatial
policy digunakan untuk menjaga kawasan
hutan tidak dikonversi menjadi jenis penggunaan lahan lain.
DAFTAR PUSTAKA
Badan Koordinasi Tata Ruang Nasional (BKTRN). 2003. Penggunaan lahan
di Indonesia tahun 1993-1997.
Buletin BKRTN No 4. Badan Koordinasi Tata Ruang Nasional http://www.bktrn. bappenas.go.id/
produk/buletin /buletin4/
bulletin4.shtml. [1 Februari 2003].
Badan Pusat Statistik (BPS). 2003.
Kabupaten Bandung dalam Angka.
Bandung: Badan Pusat Statistik.
Briassoulis H. 2000. Analysis of land Use Change, Theoretical and Modeling
Approaches. Regional Research
Institute, West Virginia University. http://www.rri.wvu.edu/WebBook/ Briassoulis/content.htm. [27 September 2002].
Pontius RG & Scheneider LC. 2001. Land -cover change model validation by and ROC method for the Ipswich watershed, Massachusetts, USA.
Agriculture, Ecosystem &