PENDAHULUAN
Latarbelakang Sejak Indonesia merdeka, pembangunan bidang pertanian sudah menjadi salah satu prioritas pemerintah. Prioritas pembangunan petanian tetap menjadi penting karena tenaga kerja sektor pertanian sekarang masih dominan, sekitar 42,76 persen. Sementara sektor perdagangan, hotel, dan restoran sebesar 20.05 persen, dan industri pengolahan 12,29 persen, (BPS 2009). Sektor pertanian tetap penting diperhatikan karena pertanian juga merupakan penyedia bahan pangan. Sedangkan kecukupan pangan adalah faktor penting suatu ketahanan negara. Faktor lain yang menjadikan bidang pertanian perlu mendapat perhatian adalah, selama krisis ekonomi tahun 1997 dan 1998, sektor pertanian yang paling tidak terpengaruh (Subejo 2005). Pemerintah melalui Kementerian Pertanian telah banyak merumuskan kebijakan yang berhubungan dengan pembangunan pertanian. Program intensifikasi dan ekstensifikasi di bidang pertanian terus digalakkan. Intensifikasi bidang pertanian seperti teknologi pertanian telah dikembangkan, penemuan dan penyediaan bibit unggul, pembangunan irigasi, bantuan pupuk, pengolahan pasca panen, pemberian penyuluhan pertanian. Ekstensifikasi dengan pembukaan lahan-lahan baru di luar pulau Jawa telah digalakkan. Program pembangunan di bidang pertanian bertujuan agar sektor pertanian berperan dalam perekonomian nasional melalui pembentukan Produk Domestik Bruto (PDB), perolehan devisa, penyediaan pangan dan bahan baku industri, pengentasan kemiskinan, penyedia lapangan kerja dan peningkatan pendapatan masyarakat, (Apriyantono 2006). Bila pembangunan pertanian kurang perhatian pemerintah, Indonesia akan mengalami krisis pangan tahun 2017. Gejalanya adalah terjadi tren penurunan produksi pertanian, banyak lahan pertanian yang berubah fungsi, kondisi kehidupan ekonomi pertanian di pedesaan kurang menjanjikan dan sebagian petani melakukan urbanisasi dengan alasan cari kehidupan kota yang lebih baik. (Kompas Cyber Media, 11 Desember 2007).Merumuskan pembangunan yang mengedepankan kepentingan rakyat, pemerintah perlu menjalin komunikasi dengan rakyat. Rakyat diajak berbicara tentang apa yang sebenarnya mereka butuhkan. Dari hasil pembicaraan dengan rakyat yang dijadikan bahan untuk merumuskan program pembangunan. Program pembangunan yang telah dirumuskan kemudian dikomunikasikan kembali kepada masyarakat agar tercipta dukungan, (Lionberger & Gwin 1982; CIAT 1974). Dalam mengaktualisasikan peran dan partisipasi masyarakat dalam pembangunan, pemerintah telah menyediakan mekanisme menampung aspirasi masyarakat melalui Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR-RI). Setiap 3 bulan sekali, Anggota DPR-RI melakukan reses. Reses secara formal dilakukan anggota DPR-RI dengan sebutan kunjungan kerja ke daerah. Secara informal anggota DPR-RI melakukan reses ke konstituen masing-masing. Dalam kunjungan kerja tersebut, anggota DPR-RI mengadakan komunikasi dengan pemerintah setempat dan masyarakat untuk mengetahui keadaan program pembangunan berjalan. Sementara dalam reses informal ini, anggota DPR-RI mengunjungi konstituen masing-masing berusaha untuk mengumpulkan informasi tentang apa yang menjadi permasalahan masyarakat. Masukan informasi dari konstituen inilah yang sering dinamakan aspirasi. Seringnya demonstrasi di depan gedung DPR-MPR Jakarta suatu indikasi Anggota DPR-RI belum sepenuhnya menyuarakan dan memperjuangkan kepentingan rakyat. Sebagaimana dikemukakan Puriantha (2008) bila masyarakat merasa aspirasi mereka kurang diperhatikan anggota DPR-RI, rakyat memilih saluran komunikasi politik seperti demonstrasi atau unjuk rasa. Demontrasi dan unjuk rasa suatu indikasi bahwa saluran komunikasi politik formal terjadi kurang berfungsi, terjadi kemandegan. Anggota legislatif adalah agen perubahan yang memiliki peran penting dalam pembangunan. (Kotler & Kotler dalam Newman 1999 ). Sebagai agen perubahan pembangunan, anggota legislatif berperan untuk mempengaruhi pemerintah agar kebijakan berpihak kepada kepentingan rakyat. Menurut Rogers, idealnya anggota legislatif berperan sebagai agen perubahan ke arah yang mensejahterakan rakyat (Severin & Thankar 2005).
Sebagai agen perubahan, anggota DPR-RI dapat juga berperan sebagai gatekeeper yang menyaring informasi yang perlu disampaikan agar kebijakan yang disusun pemerintah berpihak pada kesejahteraan rakyat. Sebagaimana dikemukakan oleh Lewin (1947) Gatekeeper adalah penjaga gerbang, yaitu orang yang memutuskan apa saja yang boleh melewati gerbang yang dijaganya. Dalam sistem politik penjaga gerbang adalah individu atau lembaga yang mengontrol pengaruh politik dengan mengatur arus informasi dari dan ke pusat kekuasaan. Gatekeeper ada di banyak pekerjaan, peran mereka dapat memberi gambaran dan mempengaruhi pemahaman masyarakat terhadap apa yang terjadi di sekitar mereka. Sebagai lembaga perwakilan rakyat, anggota DPR-RI memperjuangkan kepentingan masyarakat Indonesia yang sangat pluralis. DPR-RI memperjuangkan kepentingan rakyat petani, kepentingan rakyat pedagang, kepentingan rakyat nelayan, dan kepentingan rakyat lainnya. Sehubungan dengan itu, DPR-RI membentuk komisi-komisi sebagai alat kelengkapan DPR-RI agar dapat bekerja dengan maksimal. Komisi dalam melaksanakan tugasnya, mengadakan rapat kerja dengan Presiden yang dapat diwakili oleh Menteri, mengadakan rapat dengar pendapat dengan pejabat pemerintah yang mewakili intansinya, mengadakan rapat dengar pendapat umum, mengadakan kunjungan kerja dalam masa reses. (DPR-RI 2010). DPR-RI tahun 2009-2014 membentuk sebelas komisi yang mengurusi semua permasalahan dan kepentingan pemerintahan. Komisi IV DPR-RI khusus mengurusi bidang pertanian, perkebunan, kehutanan, kelautan, perikanan, dan pangan. Bidang ini menyangkut kepentingan sebagian besar rakyat Indonesia. Karena rakyat Indonesia lebih dominan adalah petani dan nelayan. Secara politis bidang ini yang memiliki jumlah konstituen paling banyak karena itu, sangat wajar bila kepentingannya didahulukan. Mitra Kerja Komisi IV DPR-RI adalah Kementerian Pertanian, Kementerian Kehutanan, Kementerian Kelautan dan Perikanan, Badan Urusan Logistik, dan Dewan Maritim Nasional. (DPR-RI 2010).
Permasalahan Anggota DPR-RI priode 2009 – 2014 sudah bekerja lebih kurang 1 tahun pada akhir tahun 2010 dan sudah sering melakukan reses. Sudah semestinya banyak informasi yang diserap, dihimpun, dan diagendakan untuk masukan terhadap kebijakan pemerintah bidang pertanian, perkebunan, kehutanan, kelautan, perikanan, dan pangan. Karena hasil reses merupakan bahan untuk acara Rapat Dengar Pendapat dengan istansi pemerintah terkait. Menurut pemberitaan media massa akhir Juli 2010, hasil reses anggota DPR-RI banyak yang ’nihil’, (Suara Pembaruan, 30 Juli 2010). Artinya anggota DPR-RI tidak mencari masukan berupa permasalahan masyarakat. Anggota DPR- RI tidak memaksimalkan kesempatan berkomunikasi dengan masyarakat untuk mencari masukan atau menampung aspirasi. Anggota DPR-RI melakukan reses sekedar menjalankan tugas dan menghabiskan anggaran besar. Hasil reses tidak banyak aspirasi masyarakat yang mereka peroleh yang dapat dijadikan masukan dalam penyusunan program pemerintah. Beberapa anggota DPR-RI enggan melakukan kunjungan ke daerah konstituennya karena takut ditagih janji yang disampaikan semasa kampanye pemilihan legislatif (Gunadjar 2009). Kalau tidak karena kewajiban, beberapa anggota DPR-RI enggan berkunjung ke daerah pemilihannya. Menurut pengalaman Jamiluddin Ritonga1, “Konstituen sekarang sudah pintar, setiap ada anggota dewan yang berkunjung masyarakat langsung menyodorkan proposal bantuan dana bagi kegiatan mereka”. Gejala ini disebabkan oleh banyak janji politik anggota legislatif yang tidak terealisasi. Masyarakat berpendapat, lebih baik minta uang untuk pembiayaan kegiatan instan kalau ada anggota DPR yang berkunjung. Cara ini lebih cepat daripada menunggu realisasi janji politik. Gejala ini menunjukkan kurangnya kepercayaan masyarakat terhadap anggota DPR-RI akan membawa aspirasi dan kepentingan rakyat. Sesuai dengan jajak pendapat harian Kompas pada kolom Barometer menunjukkan 54,6% masyarakat sangat percaya terhadap kapasitas dan kemampuan anggota dewan. Namun hanya 42,5% yang percaya bahwa anggota dewan berpihak kepada
1
kepentingan rakyat. Proporsi yang lebih rendah, yaitu 34,6% percaya anggota dewan berpihak menyuarakan aspirasi kelompok yang terpinggirkan, (Renstra DPR-RI 2010-2014). Hasil penelitian Emrus (2009) menunjukkan hanya sedikit perhatian komunikator politik (baca anggota DPR-RI) terhadap kepentingan masyarakat konstituen dan lebih banyak perhatian mereka terhadap kepentingan partai dan kepentingan fraksinya. Setiap keputusan yang diambil dalam rapat-rapat pembahasan rancangan Undang Undang banyak dipengaruhi oleh kepentingan subyektivitas mereka sebagai pribadi dan anggota partai. Informasi tersebut memberikan gambaran bahwa anggota DPR-RI belum sepenuhnya memperjuangkan kepentingan rakyat. Timbul pertanyaan: 1. Apa saja yang dibicarakan oleh anggota DPR-RI ketika mengadakan RDP dengan pemerintah? 2. Kepentingan siapa yang mereka suarakan?
3. Bagaimana perilaku komunikasi mereka selama RDP dalam mempengaruhi kebijakan pemerintah?
Idealnya anggota DPR-RI Komisi IV membawa aspirasi dan kepentingan ril masyarakat petani dan menjadikan masukan dalam program pemerintah. Anggota DPR-RI Komisi IV menggunakan segala kompetensi yang dimilikinya mempengaruhi pemerintah agar menyusun program pembangunan yang menjawab kepentingan rakyat tersebut. Kompetensi yang dimaksud adalah, legalitas kekuasaan politik yang dimiliki, latar belakang partai politik pendukungnya, kemampuan intelektualitas, dan kemampuan retorika dalam menyampaikan pendapat, (De Landtsheer 2006). Latarbelakang partai dan besarnya jumlah anggota menjadi kekuatan untuk mempengaruhi kebijakan pemerintah. Jumlah anggota partai yang besar ini, berperan bila pengambilan keputusan harus diambil berdasarkan suara terbanyak (voting). Latarbelakang partai pendukung pemerintah atau koalisi juga dapat mempengaruhi kebijakan pemerintah. Kemampuan intelektualitas yang dimaksud adalah kemampuan analitis untuk mengkritisi setiap persoalan pemerintahan. Kemampuan intelektualitas dapat tergambar dari pendidikan dan pengalaman seseorang. Tingkat pendidikan
dan pengalaman pada umumnya dapat membuat seseorang semakin mampu melakukan analisis dan semakin kritis (Lowery & DeFleur 1995). Sedangkan kompetensi retoris adalah kemampuan anggota DPR-RI dalam memilih pesan, memilih argumentasi dan cara menyampaikannya sewaktu berkomunikasi dengan pemerintah agar pendapatnya diterima. Kemampuan retoris dalam komunikasi politik sangat penting agar dapat mempengaruhi tujuan politik mudah terwujud. Menurut pengamatan peneliti bulan November - Desember 2010, komisi IV telah mengadakan beberapa kali rapat dengar pendapat dengan instansi pemerintah terkait seperti Bulog, Kementerian Pertanian, Kementerian Perikanan dan Kelautan, dan Kementerian Kehutanan. Peneliti telah mengikuti rapat terbuka antara Komisi IV dengan Bulog serta Panja Komisi IV tentang RUU Pencegahan dan Pemberantasan Pembalakan Liar. Dalam rapat tersebut, anggota DPR-RI Komisi IV telah mengedepankan kepentingan dan kesejahteraan rakyat. Dalam rapat dengar pendapat antara Bulog dengan Komisi IV tanggal 31 November 2010, Anggota DPR-RI menggunakan bahasa yang lugas dan tegas agar Bulog wajib menyediakan stok beras 1,2 ton/bulan sepanjang tahun. Bulog harus mendahulukan beras dalam negeri sebelum melakukan impor. Harga dasar gabah agar ditinjau kembali supaya tidak merugikan petani. Karena petani merasa harga gabah mereka cukup rendah. Bulog harus menyeimbangkan fungsi sosial dan bisnisnya. Rapat Pansus RUU Pencegahan dan Pemberantasan Pembalakan Liar (P3L) tanggal 31 November 2010 juga mengindikasikan bahwa anggota Komisi IV DPR-RI telah memperjuangkan kepentingan rakyat. Karena para anggota Komisi IV DPR-RI sepakat menjadikan para pembalak liar masuk kateri extra- ordinary crime. Karena pelaku pembalakan liar telah merugikan negara dan masyarakat dengan dampak yang luar biasa. Sehubungan dengan itu, DPR-RI komisi IV menyusun Panitia Khusus untuk merumuskan undang-undang tentang Pencegahan dan Pemberantasan Pembalakan Liar. Hasil pengamatan dan pemberitaan media massa masih terdapat perbedaan denan pengamatan yang dilakukaan. Sampai saat ini masih sedikit informasi untuk dapat menyimpulkan bahwa anggota Komisi IV telah memperjuangkan
kepentingan dan kesejahteraan rakyat. Untuk itu perlu penelitian lebih seksama terhadap isi komunikasi yang telah dilakukan oleh Komisi IV dalam memperjuangkan kepentingan rakyat sewaktu rapat dengan mitra kerjanya dari pemerintah. Penelitian terdahulu tentang perilaku komunikasi anggota DPR atau DPRD sudah beberapa kali dilakukan (Kusumastuti 2004; Jauhari 2004; Hanida 2007; Marie & Venderbergen 2008; Murni 2009; Emrus 2009 dan Rusfian 2010). Namun penelitian yang ada belum banyak mengungkap perilaku komunikasi yang fokus pada muatan kepentingan pesan dan cara berkomunikasi anggota DPR dalam rapat dengar pendapat. Penelitian terdahulu juga belum mengungkap kemampuan retoris anggota DPR dalam rapat dengar pendapat. Memperhatikan gejala-gejala di atas peneliti ingin melakukan penelitian lebih lanjut dengan permasalahan pokok “Bagaimana perilaku komunikasi anggota Komisi IV DPR-RI dalam rapat dengar pendapat dengan kementerian pertanian tahun 2010?” Dengan judul penelitian Perilaku Komunikasi Anggota
DPR-RI Komisi IV dalam Rapat Dengar Pendapat dengan Kementerian
Pertanian Tahun 2010. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan perilaku komunikasi anggota DPR-RI komisi IV DPR-RI dalam Rapat Dengar Pendapat dengan Kementerian Pertanian tahun 2010. Deskripsi perilaku komunikasi yang dimaksud adalah menggambarkan: 1. Jenis agenda RDP antara DPR-RI komisi IV dengan Kementerian Pertanian tahun 2010. 2. Muatan kepentingan pesan komunikasi anggota DPR-RI komisi IV dalam RDP dengan Kementerian Pertanian tahun 2010 3. Perilaku komunikasi anggota DPR-RI komisi IV dalam RDP dengan Kementerian Pertanian tahun 2010. 4. Hubungan karakteristik anggota DPR-RI komisi IV dengan perilaku komunikasi dalam RDP dengan Kementerian Pertanian tahun 2010.
Kegunaan Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberi sumbangan pengetahuan dalam pengembangan Ilmu komunikasi politik pembangunan pertanian dan perdesan. Secara spesifik kegunaan penelitian ini dapat dibagi menjadi : Kegunaan Teoritis a. Hasil penelitian ini dapat menjadi masukan dalam membangun sistem komunikasi politik dalam RDP. Temuan penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan perbandingan untuk melihat muatan dan strategi komunikasi politik antara legislatif dan pemerintah dalam perumusan kebijakan politik b. Hasil penelitian ini dapat juga digunakan sebagai masukan dalam membangun sistem komunikasi pembangunan. Temuan penelitian ini dapat dijadikan bahan perbandingan dalam melihat kelancaran arus informasi pembangunan dari pemerintah ke masyarakat dan sebaliknya dari masyarakat kepada pemerintah. c. Hasil penelitian ini dapat menjadi verifikasi teori retorika dan speech act dalam menganalisis perilaku komunikasi melalui dokumen. Verifikasi teori retorika khususnya ethos dan logos dalam menganalisis pesan melalui dokumen. Verifikasi teori speech act teori dalam rapat. Kegunaan Praktis a. Hasil penelitian ini dapat menjadi masukan bagi para anggota DPR-RI, partai politik atau pengambil kebijakan dalam menyusun sistem komunikasi dalam rapat yang lebih efektif. b. Hasil penelitian ini dapat juga dijadikan rujukan dalam menyusun sistem komunikasi politik dalam perumusan kebijakan politik dan pembangunan khususnya yang berhubungan dengan mekanisme hubungan DPR-RI dengan Kementerian dalam pemerintahan Indonesia. c. Hasil penelitian ini dapat juga dijadikan referensi untuk merumuskan perilaku komunikasi dalam rapat antara DPR-RI dengan pemerintah.
Kebaruan Penelitian Penelitian perilaku komunikasi, khususnya aplikasi teori retorika dan speech act melalui naskah belum banyak dilakukan. Penelitian perilaku komunikasi yang sudah beberapa dilakukan adalah dengan menggunakan metode survey dan pendekatan kualitatif. Penelitian ini menggunakan metode content analysis yang dapat memberi implikasi pengembangan strategi komunikasi dalam rapat dan verifikasi teori retorika dan teori speech act. Keterbatasan Penelitian Penelitian terhadap perilaku komunikasi banyak ditujukan untuk mengungkap tindakan komunikasi subyek yang diteliti dengan menggunakan pengamatan atau rekaman audio visual. Melalui pengamatan dapat tergambar segala aktivitas yang dilakukan oleh subyek. Dalam penelitian ini variabel perilaku komunikasi, khususnya dimensi isi pesan tentang demonstrasi dan dimensi cara penyajian tentang bentuk penyampaian ekspresif tidak mampu dideteksi. Demontrasi dan ekspresi komunikasi merupakan tindakan yang yang selayaknya diteliti dengan observasi. Sedangkan bahan yang diteliti adalah notulen rapat berupa tulisan yang tidak memuat audio visual. Dokumen audio visual tidak berhasil diperoleh karena, karena Sekretariat komisi IV DPR-RI tidak memproduksinya.