• Tidak ada hasil yang ditemukan

HUBUNGAN ANTARA POLA ASUH DEMOKRATIS DENGAN PRESTASI BELAJAR PADA REMAJA SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Syarat-Syarat Guna Memperoleh Derajat Sarjana Psikologi

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "HUBUNGAN ANTARA POLA ASUH DEMOKRATIS DENGAN PRESTASI BELAJAR PADA REMAJA SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Syarat-Syarat Guna Memperoleh Derajat Sarjana Psikologi"

Copied!
99
0
0

Teks penuh

(1)

HUBUNGAN ANTARA POLA ASUH DEMOKRATIS DENGAN PRESTASI BELAJAR PADA REMAJA

SKRIPSI

Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Syarat-Syarat Guna Memperoleh Derajat Sarjana Psikologi

Disusun Oleh : Rani Puspita Sari

NIM : 019114012

PROGRAM STUDI PSIKOLOGI JURUSAN PSIKOLOGI FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA

(2)

HUBUNGAN ANTARA POLA ASUH DEMOKRATIS DENGAN PRESTASI BELAJAR PADA REMAJA

SKRIPSI

Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Syarat-Syarat Guna Memperoleh Derajat Sarjana Psikologi

Disusun Oleh : Rani Puspita Sari

NIM : 019114012

PROGRAM STUDI PSIKOLOGI JURUSAN PSIKOLOGI FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA

2008

(3)
(4)
(5)

Masa lalu tidaklah nyata.

Yang paling penting adalah menjadikan esok jauh lebih baik.

Aku hari esok tergantung apa yang aku lakukan hari ini.

Aku hari ini adalah hasil apa yang aku lakukan kemarin.

(James Joice)

Ketika orang terus mengatakan pada kita

bahwa kita tidak bisa melakukan apa-apa, maka kita akan semakin terpacu

untuk bisa melakukannya.

(Margaret Chase Smith)

Kepuasan terbesar dalam hidup adalah berhasil melakukan sesuatu

yang orang lain kira kita tak mampu melakukannya.

(Walter Bagehot)

(6)

Dengan segenap jiwa dan ketulusan hati, skripsi ini ku persembahkan untuk :

™ Jesus Christus atas rencana indahNya bagiku.

™ Bapak dan Mama tercinta atas segala doa, bimbingan, kasih sayang, perhatian,

pengorbanan yang tiada henti dan atas kesempatan yang diberikan.

™ Mbak Pipit dan Monik, yang selalu membantu dan mendukungku. ™ Dodik tersayang atas pengertiannya.

™ Teman-teman atas dukungan dan nasehatnya.

™ Dan orang-orang disekitarku, yang mengasihi dan menyayangi aku dan telah

mengajariku untuk terus maju tanpa kata menyerah.

(7)
(8)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Yesus Kristus karena dengan

cinta dan kasih karuniaNya serta uluran tanganNya telah memberikan kesabaran

dan membukakan jalan kepada penulis, sehingga penulisan skripsi dengan judul

”Hubungan Antara Pola Asuh Demokratis Dengan Prestasi Belajar Pada Remaja”

dapat terselesaikan.

Penulisan skripsi ini hanyalah sebuah karya kecil yang penulis buat

dengan segenap usaha sebagai syarat untuk mendapatkan gelar Sarjana Psikologi

(STRATA 1) di Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

Terwujudnya penulisan skripsi ini tidak lepas dari adanya dukungan

berbagai pihak, maka pada kesempatan ini tidak lupa penulis menyampaikan

ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. Bapak P. Eddy Suhartanto selaku Dekan Fakultas Psikologi Universitas

Sanata Dharma Yogyakarta dan dosen pembimbing yang telah memberikan

ijin penelitian, dan bersedia meluangkan waktu, tenaga serta pikiran yang

dengan penuh ketelitian dan kesabaran telah memberikan bimbingan dan

arahan pada penulis sehingga penulisan skripsi ini dapat terselesaikan.

2. Bapak V.Didik Suryo Hartoko dan Bapak Heri Widodo selaku dosen penguji

yang kritis dan korektif dalam memberikan masukkan-masukkan kepada

penulis.

3. Para dosen pengajar yang telah mendidik dan mengajar selama penulis

mengikuti kuliah.

(9)

4. Seluruh karyawan/ti Fakultas Psikologi (Pak Gie, Bu Nanik, Mas Gandung)

yang telah memberikan perhatian dan pelayanan dengan tulus.

5. Kepala Sekolah SMU Pangudi Luhur Sedayu yang telah memberikan ijin

kepada penulis untuk melakukan penelitian di SMU Pangudi Luhur Sedayu.

6. Siswa-siswi kelas II SMU Pangudi Luhur Sedayu yang telah banyak

membantu untuk memperoleh data maupun keterangan yang penulis perlukan

dalam penulisan skripsi ini.

7. Bapak dan Mama tercinta atas segala doa, bimbingan, kasih sayang, perhatian,

pengorbanan yang tiada henti dan kesempatan yang diberikan, semoga

kegembiraan ini dapat membuat kalian tersenyum bahagia walaupun

terlambat.

8. Dodik terima kasih buat kasih sayang dan pengertiannya selama ini.

9. Mbak Pipit dan Monik terima kasih atas perhatian, dukungan, dan bantuannya

yang telah diberikan selama ini.

10.Keponakanku tersayang Carlin teman berantem dan bercanda kalau lagi di

rumah, terima kasih atas candatawa, keceriaan dan kepolosanmu, sekarang

udah gede jangan nakal ya...

11.Sahabat sejatiku Dewi semoga kita tetap menjadi sahabat selamanya dan

ngga’ ada yang bisa merubah semuanya.

12.My friends : Janet ”makasih ya neng buat semua kekonyolannya kalau lagi

stres” Eni ”makasih udah ditemeni nyari ijin” Rani ”ayo semangat...” Upie

”kapan kawin?? He...he...he...” Cies ” makasih...biar udah jauh tetep kasih

semangat”.

(10)

13.Teman-teman KKN : Mukrie, Sigit, P_li, Eni, Lia, Ayu, Desi. Inget kalian

semua jadi inget liburan bersama di rumah kakek. Pokoknya kenangan satu

bulan bersama kalian ngga’ bakal aku lupa...!!!

14.Serta semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu yang telah

mendukung dan memberikan dorongan kepada penulis sehingga penulisan

skripsi ini dapat terselesaikan.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa penulisan skripsi ini masih jauh dari

kesempurnaan, oleh karena itu penulis mengharapkan kritik yang sifatnya

membangun demi kesempurnaan penulisan skripsi ini.

Akhir kata diharapkan semoga penulisan skripsi ini dapat bermanfaat bagi

banyak pihak dan dapat memberikan pengetahuan khususnya dalam bidang

psikologi.

Yogyakarta, Maret 2008

Penulis

Rani Puspita Sari

(11)

x

DAFTAR ISI

Judul……… i

Pengesahan Dosen Pembimbing………. ii

Pengesahan Dosen Penguji………. iii

Motto ……….. iv

Pernyataan Persetujuan Publikasi Karya Ilmiah………. xiv

Abstrak……… xv

Abstrack……….. xvi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah... 1

B. Rumusan Masalah ... 6

C. Tujuan Penelitian... 6

D. Manfaat Penelitian... 6

1. Manfaat Teoritis... 6

2. Manfaat Praktis...7

BAB II LANDASAN TEORI A. Prestasi Belajar... 8

1. Pengertian Belajar... 8

2. Pengertian Prestasi Belajar... ... 9

3. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Prestasi Belajar...11

(12)

xi

B. Pola Asuh Demokratis...16

1. Pengertian Pola Asuh...16

2. Faktor Pembentuk Pola Asuh Orang Tua...18

3. Pola Asuh Demokratis...20

4. Aspek Pola Asuh Demokratis...22

C. Remaja...23

1. Batasan Usia Remaja...23

2. Ciri-Ciri Masa Remaja...25

3. Tugas Perkembangan Pada Masa Remaja...29

D. Hubungan Antara Pola Asuh Demokratis Dengan Prestasi Belajar...30

E. Hipotesis...32

BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Jenis Penelitian...33

B. Identifikasi Variabel...33

C. Definisi Operasional...33

1. Prestasi Belajar...33

2. Pola Asuh Demokratis...34

3. Remaja...35

D. Subjek Penelitian... 35

E. Metode Pengumpulan Data... 35

F. Validitas Dan Reliabilitas Alat Ukur ... 38

1. Validitas...38

2. Seleksi Item...39

3. Reliabilitas...40

G. Metode Analisis Data... 41

H. Prosedur Penelitian...41

1. Tahap Persiapan...41

(13)

xii

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Persiapan Dan Pelaksanaan Penelitian...43

B. Deskripsi Data Penelitian...43

C. Analisis Data Penelitian...45

1. Uji Asumsi...45

a. Uji Normalitas...45

b. Uji Linearitas...46

2. Uji Hipotesis Hubungan...47

D. Pembahasan...48

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan...51

B. Saran...51

(14)

xiii

DAFTAR TABEL

Tabel 1 Blue Print Skala Persepsi Terhadap Pola Asuh Demokratis Sebelum Uji Coba

Tabel 2 Skala Persepsi Terhadap Pola Asuh Demokratis Sebelum Uji Coba Tabel 3 Distribusi Item Skala Persepsi Terhadap Pola Asuh Demokratis Setelah

Uji Coba

Tabel 4 Skala Persepsi Terhadap Pola Asuh Demokratis Setelah Uji Coba Tabel 5 Identitas Subjek Penelitian

Tabel 6 Hasil Analisis Deskriptif

Tabel 7 Hasil Perhitungan Uji Normalitas Kolmogorov-Smirnov

(15)
(16)

xv ABSTRAK

Hubungan Antara Pola Asuh Demokratis Dengan Prestasi Belajar Pada Remaja

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui korelasi antara pola asuh demokratis dengan prestasi belajar pada remaja. Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah ada hubungan positif antara pola asuh demokratis dengan prestasi belajar pada remaja.

Subjek dalam penelitian ini adalah siswa SMU Pangudi Luhur Sedayu kelas II sebanyak 65 siswa. Pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah skala persepsi terhadap pola asuh demokratis yang mengacu pada model skala Likert serta laporan hasil belajar berupa nilai raport yang diperoleh siswa.

Reliabilitas skala persepsi terhadap pola asuh demokratis diuji dengan menggunakan metode koefisien reliabilitas Alpha Cronbach dan diperoleh hasil sebesar 0,916.

(17)

xvi ABSTRACT

The Relation between the Democratic Education and Learning Achievement in Teenagers

This research aimed at knowing the correlation between the democratic education and learning achievement in teenagers. The hypothesis proposed in this research was there was positive correlation between the democratic education perceived and learning achievement in teenagers.

Subjects in this research were 65 second grade students of Pangudi Luhur Sedayu Highschool. Data collection method used in this study was perception scale on democratic education by referring to Likert scale model and students’ book report.

The scale reliability of democratic education was tested using reliability coefficient of Alpha Cronbach and derived result was 0.916.

(18)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pada hakekatnya pendidikan berlangsung seumur hidup. Sejak

manusia lahir, kepadanya sudah diberikan pendidikan. Pendidikan merupakan

hal mendasar dan sangat penting serta berguna bagi kelangsungan hidup

manusia. Pendidikan dapat dikatakan sebagai suatu proses di mana si pendidik

dengan sengaja dan penuh tanggung jawab memberikan pengaruhnya kepada

anak didiknya demi kemajuan anak didiknya. Pendidikan di sekolah

merupakan pendidikan formal. Pendidikan di sekolah menyangkut tiga hal

yaitu pemotivasian belajar, proses belajar, dan prestasi belajar (Suryabrata,

1984).

Proses belajar mempengaruhi prestasi belajar, dengan proses belajar

yang efisien maka diperoleh prestasi yang maksimal. Prestasi merupakan hal

yang penting bagi perkembangan masa remaja karena selama masa inilah

remaja membuat keputusan-keputusan penting sehubungan dengan masa

depan pendidikan dan pekerjaan. Prestasi di sekolah dan di dalam pekerjaan

sangat berkait karena berprestasi baik di sekolah pada umumnya meratakan

jalan untuk memperoleh pekerjaan yang baik pula (Mahmud, 1989). Dalam

masyarakat yang semakin maju dan rumit seperti dewasa ini, prestasi

seseorang dipandang amat penting. Lembaga-lembaga pendidikan

menekankan pentingnya penampilan belajar yang baik, persaingan, dan

(19)

berhasil baik dalam menempuh tes, baik tes pengetahuan maupun tes

kemampuan.

Syah (1995) mengatakan bahwa proses belajar dapat diartikan sebagai

tahapan perubahan perilaku, kognitif, afektif, dan psikomotorik yang terjadi

dalam diri siswa. Perubahan tersebut bersifat positif dalam arti berorientasi ke

arah yang lebih maju dari keadaan sebelumnya.

Tingkah laku yang dihasilkan dari proses belajar tidak selalu sesuai

dengan yang diharapkan. Hal ini dimungkinkan karena adanya faktor-faktor

yang tidak mendukung proses belajar. Makin banyak faktor yang tidak

mendukung, makin kecil terjadi perubahan tingkah laku seperti yang

diharapkan. Oleh karena itu penting untuk mengetahui dan memperhatikan

faktor yang mempengaruhi belajar. Dengan memperhatikan

faktor-faktor tersebut diharapkan dapat mencegah kegagalan dalam belajar.

Prestasi belajar dipengaruhi oleh faktor internal dan faktor eksternal.

Menurut Slameto (1995) faktor internal adalah faktor yang terdapat dalam diri

individu itu sendiri, seperti : kesehatan jasmani dan rohani, faktor kecakapan

nyata yaitu prestasi yang dimiliki oleh siswa, daya ingat, faktor non-intelektif

yaitu unsur-unsur kepribadian tertentu seperti : sikap, kebiasaan, minat,

kebutuhan, motivasi, emosi, dan penyesuaian diri, faktor kematangan fisik

maupun psikis. Faktor eksternal adalah faktor yang terdapat di luar diri

individu yang bersangkutan, seperti : lingkungan keluarga, lingkungan

sekolah, lingkungan masyarakat, kelompok sebaya, budaya, lingkungan fisik,

(20)

Keluarga adalah tempat pendidikan pertama dan utama. Kunci utama

dalam pembentukan pribadi anak ada di dalam keluarga. Keluarga memegang

peranan penting dalam seluruh perkembangan pribadi anak, termasuk

upaya-upaya meningkatkan prestasi belajar. Cara orang tua mendidik anak

memegang peranan penting dalam menanamkan dan mendorong anak

berprestasi di bidang akademik. Hal ini juga diungkapkan oleh Slameto

(1995), bahwa cara orang tua mendidik anak sangat besar pengaruhnya

terhadap belajar dan prestasi belajar siswa.

Pola asuh orang tua merupakan interaksi antara anak dan orang tua

selama mengadakan kegiatan pengasuhan. Pengasuhan ini berarti orang tua

mendidik, membimbing, dan mendisiplinkan serta melindungi anak untuk

mencapai kedewasaan sesuai dengan norma-norma yang ada dalam

masyarakat.

Hasil penelitian di Firlandia dan Amerika Serikat menunjukkan bahwa

orang tua yang sangat jarang berbincang-bincang dengan remajanya, kurang

perhatian terhadap aktivitas sekolahnya, dan kurang menyadari posisi

perkembangannya akan membuat remaja itu berkemampuan rendah dalam

mentolerir frustasi, lemah pengendalian emosi, anak buruk dalam perilaku dan

prestasi sekolahnya, kehilangan tujuan jangka panjang, tidak mampu

memandang orientasi masa depan, dan sangat mudah dihasut melakukan

tindakan kenakalan (Barus, 1999).

Sebagai pengasuh dan pembimbing dalam keluarga, orang tua sangat

(21)

perilaku, dan kebiasaan orang tua selalu dilihat, dinilai, dan ditiru oleh

anaknya yang kemudian semua itu secara sadar atau tak sadar diresapinya dan

kemudian menjadi kebiasaan pula bagi anak-anaknya. Hal demikian

disebabkan karena anak mengidentifikasikan diri pada orang tuanya sebelum

mengadakan identifikasi dengan orang lain.

Pola asuh menurut Stewart dan Koch (1983) terdiri dari tiga

kecenderungan pola asuh orang tua yaitu : (1) pola asuh otoriter, (2) pola asuh

demokratis, dan (3) pola asuh permisif. Menurut Stewart dan Koch (1983),

orang tua yang menerapkan pola asuh otoriter mempunyai ciri sebagai berikut

: kaku, tegas, suka menghukum, kurang ada kasih sayang serta simpatik.

Orang tua memaksa anak-anak untuk patuh pada aturan-aturan mereka,

mencoba membentuk tingkah laku anak sesuai dengan tingkah lakunya dengan

cenderung mengekang keinginan anak, tidak mendorong ataupun memberi

kesempatan kepada anak untuk mandiri, jarang memberi pujian, serta hak

anak dibatasi tetapi dituntut tanggung jawab seperti anak dewasa.

Stewart dan Koch (1983) menyatakan bahwa orang tua yang

mempunyai pola asuh permisif cenderung selalu memberikan kebebasan pada

anak tanpa memberikan kontrol sama sekali. Anak sedikit sekali dituntut

untuk suatu tanggung jawab, tetapi mempunyai hak yang sama seperti orang

dewasa. Anak diberi kebebasan untuk mengatur dirinya sendiri dan orang tua

tidak banyak mengatur anaknya.

Orang tua yang demokratis memandang sama kewajiban dan hak

(22)

jawab bagi anak-anaknya terhadap segala sesuatu yang diperbuatnya sampai

mereka menjadi dewasa. Mereka selalu berdialog dengan anak-anaknya,

saling memberi dan menerima, selalu mendengarkan keluhan-keluhan dan

pendapat anak-anaknya. Dalam bertindak, mereka selalu memberikan

alasannya kepada anak, mendorong anak saling membantu dan bertindak

secara objektif, tegas tetapi hangat dan penuh pengertian (Stewart dan Koch,

1983).

Menyimak karakteristik dari ketiga pola asuh orang tua tersebut, maka

bias dilihat bahwa pola asuh yang ideal bagi remaja adalah pola asuh

demokratis.

Pola asuh yang diterapkan oleh orang tua akan menimbulkan persepsi

bagi remaja terhadap pola asuh yang diterimanya. Dengan mempersepsikan

pola asuh yang diterimanya, mempengaruhi remaja dalam membentuk

kepribadian dirinya. Persepsi akan pola asuh juga membantunya dalam

mempelajari standar diri dan tujuan diri yang ingin dicapainya.

Suasana terbuka dan kondusif yang ada pada pola asuh demokratis

menyebabkan remaja menjadi lebih berkembang serta memiliki kemampuan

menghadapi konflik yang terjadi dengan orang lain. Hal tersebut dipertegas

oleh Suparno (2001) yang menjelaskan bahwa ayah dan ibu dengan pola asuh

demokratis menjadikan anak tidak tergantung dan tidak berperilaku

kekanak-kanakan, mendorong untuk berprestasi, anak menjadi percaya diri, mandiri,

imajinatif, mudah beradaptasi, kreatif dan disukai banyak orang, dan

(23)

Dari hal itu, dapat dikatakan bahwa pola asuh demokratis dapat

mempengaruhi belajar anak, sehingga prestasi yang dihasilkan dalam proses

belajarnya juga ikut terpengaruh apakah itu nanti hasilnya akan baik atau

buruk. Prestasi belajar biasanya bisa dilihat dari hasil nilai raport mereka.

Berdasarkan pendapat di atas peneliti tertarik untuk melihat apakah

terdapat hubungan antara pola asuh demokratis dengan prestasi belajar pada

remaja.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian di atas dapat dirumuskan masalah pokok penelitian

ini adalah apakah terdapat hubungan antara pola asuh demokratis dengan

prestasi belajar pada remaja.

C. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui ada tidaknya hubungan

antara pola asuh demokratis dengan prestasi belajar pada remaja.

D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoritis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah khasanah

penelitian psikologi khususnya di Fakultas Psikologi Universitas Sanata

Dharma Yogyakarta, dan dapat digunakan sebagai bahan referensi bagi

(24)

2. Manfaat Praktis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai sumber

informasi bagi para orang tua tentang pentingnya pola asuh demokratis

(25)

8 BAB II

LANDASAN TEORI

A. Prestasi Belajar 1. Pengertian Belajar

Piaget (dalam Suparno, 2001) membedakan belajar dalam dua

pengertian yaitu :

a. Belajar dalam arti sempit yaitu belajar yang hanya menekankan pada

perolehan informasi baru dan pertambahan. Belajar ini disebut belajar

figuratif, suatu bentuk belajar yang positif.

b. Belajar dalam arti luas yaitu belajar untuk memperoleh dan

menemukan struktur pemikiran yang lebih umum yang dapat

digunakan pada bermacam-macam situasi. Belajar ini disebut belajar

operatif, yaitu dimana seseorang aktif mengkonstruksi struktur dari

apa yang dipelajari.

Menurut Crow dan Crow (dalam Fudyartanto, 2002) belajar

merupakan suatu proses aktif yang perlu dirangsang dan dibimbing ke arah

hasil-hasil yang diinginkan (dipertimbangkan). Belajar adalah penguasaan

kebiasaan-kebiasaan (habitual), pengetahuan dan sikap-sikap.

Menurut Fudyartanto (2002) belajar adalah proses penguasaan

sesuatu yang dipelajari. Penguasaan itu dapat berupa memahami atau

mengerti, merasakan dan dapat melakukan sesuatu. Belajar adalah usaha

(26)

kerampilan, sikap-sikap dan nilai-nilai, guna meningkatkan kualitas

tingkah lakunya dalam rangka mengembangkan kepribadiannya. Belajar

menurut Gage (dalam Dahar, 1989) adalah suatu proses dimana suatu

organisme berubah perilakunya sebagai akibat dari pengalaman.

Berdasarkan pendapat yang dikemukakan oleh beberapa ahli di

atas, dapat disimpulkan bahwa belajar adalah usaha sadar dari individu

untuk memahami dan menguasai pengetahuan dan ketrampilan, sikap dan

nilai-nilai, guna meningkatkan kualitas tingkah lakunya dalam rangka

mengembangkan kepribadiannya.

2. Pengertian Prestasi Belajar

Salah satu aspek yang menunjukkan keberhasilan seseorang dalam

pendidikan di sekolah adalah prestasi belajar. Ilmu yang diperoleh siswa

dalam pendidikan bersifat kualitatif kemudian dinyatakan secara kuntitatif

yaitu nilai-nilai atau prestasi belajar. Prestasi belajar diperoleh melalui tes

hasil belajar. Prestasi belajar disimbolkan dalam bentuk angka dan huruf

(Tirtonegoro, 1984).

Winkel (dalam Segal, 2000) mengemukakan bahwa prestasi belajar

merupakan hasil pengukuran mengenai perubahan-perubahan yang dialami

oleh siswa setelah periode pembelajaran. Prestasi belajar dapat berupa

nilai Pekerjaan Rumah (PR), Pekerjaan Sekolah (PS), tugas-tugas dan

(27)

Masrun dan Martaniah (1973) mengemukakan pendapat bahwa

prestasi belajar merupakan hasil kegiatan belajar, yaitu sejauh mana

peserta didik dapat menguasai bahan pelajaran yang telah diajarkan.

Menurut Syah (1995) prestasi belajar adalah kemampuan siswa

untuk mencapai target yang telah ditetapkan dalam suatu program

pendidikan. Prestasi itu diukur melalui evaluasi belajar terhadap siswa

baik melalui ujian maupun melalui tes.

Nilai tersebut diperoleh siswa setelah mereka mengerjakan suatu

tes yang dikenal dengan sebutan tes prestasi belajar (achievement test). Tes prestasi belajar (achievement test) adalah tes yang mengukur tingkat pemahaman mereka terhadap materi pelajaran yang telah mereka pelajari

sebelumnya.

Ebel (dalam Azwar, 1996) mengatakan bahwa fungsi utama tes

prestasi di kelas adalah mengukur prestasi belajar para siswa. Tes prestasi

yang dilakukan oleh pihak sekolah adalah sama dengan evaluasi belajar.

Evaluasi belajar adalah suatu cara untuk mengadakan penilaian

yang berbentuk suatu tugas atau serangkaian tugas yang dikerjakan oleh

siswa sehingga menghasilkan suatu nilai tentang prestasi siswa tersebut.

Nilai yang didapatkan dibandingkan dengan nilai yang dicapai oleh siswa

lain atau disebut norma kelompok. Usaha penilaian atau mengevaluasi

hasil belajar menggunakan ujian tertulis, lisan maupun praktek yang

(28)

informasi-informasi yang diwujudkan dalam bentuk angka yang disebut prestasi

belajar (Masrun, 1975).

Raport merupakan rumusan terakhir yang diberikan oleh guru

mengenai kemajuan atau hasil belajar murid-muridnya selama periode

tertentu (Suryabrata, 1984). Hal ini sesuai dengan pendapat Azwar (1996)

yang menyatakan bahwa keberhasilan siswa di sekolah dapat dilihat dari

prestasi belajarnya. Prestasi belajar siswa di sekolah dioperasionalisasikan

dalam bentuk indikator berupa nilai raport.

Dari pendapat tersebut di atas, dapat disimpulkan bahwa prestasi

belajar adalah hasil dari perbuatan belajar atau hasil yang dicapai siswa

dalam usaha belajar yang dilakukannya yang dapat dibuktikan setelah

diadakan evaluasi terhadap hasil belajar siswa.

3. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Prestasi Belajar

Ada beberapa faktor yang mempengaruhi proses belajar, yaitu

faktor biologis dan faktor psikologis. Faktor biologis adalah hambatan

yang bersifat kejasmanian seperti kesehatan, cacat badan, kurang makan

dan sebagainya. Faktor psikologis yaitu hambatan yang bersifat psikis

seperti perhatian, minat, bakat, motivasi, kepribadian, sikap, ketekunan,

inteligensi, konsep diri yang rendah dan hal-hal yang berkaitan dengan

kondisi emosi yaitu remaja sukar mencerna karena materinya dianggap

sulit, kehilangan gairah belajar karena nilai yang diperolehnya rendah,

(29)

tidak cukup tekun untuk mengerjakan sesuatu khususnya dalam hal belajar

(Roestiyah, 1982; Slameto, 1995; Syah, 1995; Suparno, 2001).

Secara global, menurut Syah (1995) faktor-faktor yang

mempengaruhi prestasi belajar siswa dapat dibedakan menjadi tiga macam

yaitu :

a. Faktor Internal

Faktor-faktor yang berasal dari dalam diri seseorang yang meliputi dua

aspek yaitu :

1) Aspek Fisiologis

Kondisi umum jasmani yang menandai organ-organ tubuh dan

sendi-sendinya, dapat mempengaruhi semangat dan intensitas

siswa dalam mengikuti pelajaran. Kondisi tubuh yang lemah dapat

menurunkan kualitas ranah cipta (kognitif) sehingga materi yang

dipelajarinya pun kurang atau tidak berbekas. Kondisi organ indera

juga sangat berpengaruh dalam proses timbal balik informasi.

2) Aspek Psikologis

2.1) Intelegensi

Menurut Reber, intelegensi dapat diartikan sebagai

kemampuan psiko-fisik untuk mereaksi rangsangan atau

menyesuaikan diri dengan lingkungan dengan cara yang

tepat. Semakin tinggi kemampuan intelegensi seorang siswa

maka semakin besar peluangnya untuk meraih sukses atau

(30)

2.2) Sikap

Sikap adalah gejala internal yang berdimensi afektif berupa

kecenderungan untuk mereaksi atau merespon dengan cara

yang relatif tetap terhadap objek orang, barang, dan

sebagainya secara positif maupun negatif. Sikap positif atau

negatif siswa terhadap mata pelajaran, pengajar, lingkungan

pendidikan dan lain-lain dapat mempengaruhi prestasi

belajarnya.

2.3) Bakat

Menurut Chaplin, bakat adalah kemampuan potensial yang

dimiliki seseorang untuk mencapai keberhasilan pada masa

yang akan datang. Setiap orang memiliki potensi untuk

mencapai prestasi sampai tingkat tertentu sesuai dengan

kapasitas masing-masing.

2.4) Minat

Reber berpendapat bahwa minat berarti kecenderungan dan

kegairahan yang tinggi atau keinginan yang besar terhadap

sesuatu. Minat banyak tergantung pada pemusatan perhatian,

keingintahuan, motivasi, dan kebutuhan.

2.5) Motivasi

Pengertian dasar motivasi adalah keadaan internal organisme

(baik manusia ataupun hewan) yang mendorongnya untuk

(31)

(energizer) untuk bertingkah laku secara terarah. Motivasi

muncul ketika ada kebutuhan yang ingin dipenuhi, demikian

juga motivasi untuk berprestasi muncul karena ada suatu

kebutuhan berprestasi yang ingin dipenuhi.

b. Faktor Eksternal

Faktor eksternal adalah faktor yang berasal dari kondisi lingkungan di

sekitar siswa. Seperti faktor internal, tipe eksternal seseorang juga

terdiri atas dua macam, yaitu : faktor lingkungan sosial dan faktor

lingkungan non-sosial.

1. Lingkungan Sosial

Lingkungan sosial yang terdapat di sekitar individu seperti

keluarga, teman sebaya, masyarakat atau tetangga, dan staff

pengajar dapat mempengaruhi semangat belajar seseorang.

2. Lingkungan Non-Sosial

Faktor-faktor yang termasuk lingkungan non-sosial adalah gedung

sekolah dan letaknya, rumah tempat tinggal keluarga dan letaknya,

alat-alat belajar, keadaan cuaca dan waktu belajar yang digunakan

dapat menentukan tingkat keberhasilan seseorang dalam belajar.

c. Faktor Pendekatan Belajar (Approach To Learning)

Faktor pendekatan belajar adalah jenis upaya belajar siswa yang

meliputi strategi dan metode yang digunakan siswa untuk melakukan

(32)

Berdasarkan penjelasan dan definisi di atas ternyata prestasi belajar

yang baik tidak sepenuhnya ditentukan oleh faktor inteligensi saja. Faktor

biologis dan faktor psikologis juga turut mempengaruhi proses belajar

yang pada akhirnya akan sangat berpengaruh pula terhadap prestasi

belajar.

4. Pengukuran Prestasi Belajar

Pengukuran prestasi belajar dilakukan dengan berbagai cara, baik

dengan tes tertulis maupun tes lisan dan perbuatan kemudian menetapkan

batas minimum keberhasilan belajar para siswanya. Hal ini penting untuk

menentukan dan mempertimbangkan batas terendah prestasi siswa yang

dianggap berhasil.

Ada beberapa alternatif norma pengukuran tingkat keberhasilan

siswa setelah mengikuti proses belajar mengajar (Syah, 1995). Di antara

norma-norma pengukuran tersebut adalah :

a. Norma skala dari 0-10

b. Norma skala dari 0-100

Angka terendah yang menyatakan kelulusan atau keberhasilan

belajar skala 0-10 adalah 5,5 atau 6 sedangkan untuk skala 0-100 adalah

55 atau 60. Pada prinsipnya jika seseorang siswa dapat menyelesaikan

lebih dari separuh tugas atau dapat menjawab lebih dari setengah

instrument evaluasi dengan benar, ia dianggap telah memenuhi target

(33)

B. Pola Asuh Demokratis 1. Pengertian Pola Asuh

Keluarga atau tindakan orang tua baik dalam sikap dan perilaku

mempunyai pengaruh yang nyata terhadap perkembangan remaja. Olson

(dalam Setiawan, 1996) mengemukakan bahwa fungsi keluarga bagi

remaja adalah memberikan contoh rasa memiliki, memberikan

model-model peran dan mengajarkan kemampuan-kemampuan berkomunikasi.

Keluarga yang sehat akan memberikan tempat yang nyaman bagi setiap

individu, memberikan penghargaan terhadap perubahan yang terjadi

seiring dengan kematangan remaja. Setiap anggota keluarga seharusnya

terpenuhi kebutuhan-kebutuhan biologi dan emosional mereka, merasa

dicintai dan mencintai, saling menghargai dan melibatkan suatu interaksi

yang menunjang setiap individu dalam mewujudkan potensinya.

Para ahli lain juga mengemukakan pendapat yang tidak jauh

berbeda. Hetherington dan Parke (dalam Setiawan, 1996) mengemukakan

bahwa interaksi remaja dengan orang tuanya akan dijadikan model bagi

remaja dalam berinteraksi dengan lingkungannya.

Menurut Kohn (dalam Taty Krisnawaty, 1986) sikap orang tua

dalam berinteraksi dengan anak-anaknya merupakan tindakan pola asuh.

Kegiatan pengasuhan anak oleh orang tua merupakan tindakan yang nyata

dari orang tua kepada anak-anaknya. Pola asuh berarti orang tua mendidik,

membimbing, dan mendisiplinkan serta melindungi anak untuk mencapai

(34)

Sikap orang tua ini meliputi cara orang tua memberikan aturan-aturan,

hadiah maupun hukuman, cara orang tua menunjukkan otoritasnya, dan

cara orang tua memberikan perhatian serta tanggapan terhadap anaknya.

Pendapat serupa diungkapkan oleh Sears (dalam Fransisca, 2002)

bahwa pola pengasuhan anak merupakan keseluruhan interaksi antara

orang tua dengan anak yang melibatkan sikap, nilai dan kepercayaan orang

tua dalam memelihara anak. Ini menjelaskan bahwa orang tua memiliki

tanggung jawab mengarahkan dan membimbing anak agar mampu

berhubungan dengan orang lain dan lingkungan. Hal ini dapat terjadi

dengan adanya komunikasi dalam relasi antara orang tua dan anak yang

baik, yang disebut dengan pola asuh orang tua.

Setiap individu memiliki kepribadian yang berbeda, hal tersebut

dapat disebabkan oleh pola pengasuhan orang tua yang berbeda yang

diterimanya sewaktu kecil. Seperti yang diungkapkan Grinder (dalam

Listiara, 1996) bahwa pengasuhan orang tua pada anak memiliki dua

fungsi yaitu, pertama membantu anak dalam mempelajari standar perilaku

dan tujuan dari yang ingin dicapai. Kedua sebagai objek identifikasi, yaitu

perilaku orang tua akan mempengaruhi interaksi dalam keluarga dan

perkembangan kepribadian anak.

Pengasuhan orang tua terhadap anak menekankan juga pada

adanya komunikasi. Komunikasi dapat menjadi salah satu alat bagi orang

tua untuk berhubungan dengan anak-anaknya dengan tujuan untuk

(35)

mengakrabkan hubungan antara orang tua dan anak (Melly, 1984). Dengan

komunikasi yang baik antara orang tua dan anak dapat berpengaruh pada

pembentukan diri anak.

Jadi dapat disimpulkan bahwa pola asuh merupakan serangkaian

tindakan orang tua dalam mengarahkan dan membimbing anak untuk

mencapai kedewasaan sesuai dengan norma-norma yang berlaku dalam

masyarakat.

2. Faktor Pembentuk Pola Asuh Orang Tua

Ada beberapa faktor yang berpengaruh terhadap perkembangan

perilaku individu sebagai orang tua (Setiawan, 1996):

a. Pengaruh Kelas Sosial

Banyak studi mengenai pola pengasuhan anak pada kelompok sosial

yang berbeda, khususnya pada kelompok menengah dan kelompok

bawah. Semua mengatakan bahwa kelas sosial bawah lebih otoriter

dibanding kelas menengah. Binger (dalam Setiawan, 1996)

mengatakan bahwa semua orang tua pada dasarnya mempunyai tujuan

yang sama dalam berinteraksi dengan anaknya, tetapi perbedaan

nampak dalam gaya interaksi mereka. Sebagai contoh, orang tua dari

kelas menengah lebih menghargai prestasi sosial, penguasaan

pengetahuan, kemandirian dan perilaku otonomi. Orang tua dari kelas

bawah lebih menuntut anak untuk menurut dan patuh terhadap orang

(36)

b. Kepribadian Orang Tua

Dari hasil beberapa penelitian menyimpulkan bahwa diri orang tua dan

perasaan terhadap dirinya sendiri serta perannya berpengaruh terhadap

cara pengasuhan anak. Jika orang tua benar-benar mengalami

gangguan yang serius (contoh neurotik), maka akan berpengaruh

terhadap kehidupan orang tua dan kemudian akan dikomunikasikan

kepada anak. (Binger dalam Setiawan, 1996).

c. Sikap-Sikap Terhadap Keorangtuaan

Faktor sikap terhadap anak dan pengasuhan anak secara umum

berkaitan erat dengan kepribadian orang tua. Sikap keorangtuaan dan

keyakinan merupakan hasil dari pengalaman masa lalu dan sosialisasi

dari individu. Ini membentuk dasar bagi perilaku yang dipilih oleh

orang tua yang akan digunakan untuk berinteraksi dengan anaknya.

d. Peniruan Peran

Banyak orang menjadi orang tua tanpa panduan perilaku dan biasanya

mengandalkan observasi untuk belajar bagaimana menjadi orang tua.

Individu menggunakan orang tua masing-masing sebagai model dalam

menerapkan pola asuh yang akan mereka terapkan kepada

anak-anaknya sendiri. Reaksi, perspektif dan perasaan bagaimana individu

tersebut dibesarkan juga mempengaruhi pendekatan yang digunakan

untuk berinteraksi dengan anaknya. Seseorang akan merasa puas

dengan cara ia dibesarkan, maka ia akan meniru metode dan

(37)

3. Pola Asuh Demokratis

Orang tua yang demokratis memandang sama kewajiban dan hak

antara orang tua dan anak. Secara bertahap orang tua memberikan

tanggung jawab bagi anak-anaknya terhadap segala sesuatu yang

diperbuatnya sampai mereka menjadi dewasa. Mereka selalu berdialog

dengan anak-anaknya, saling memberi dan menerima, selalu

mendengarkan keluhan-keluhan dan pendapat anak-anaknya. Dalam

bertindak, mereka selalu memberikan alasannya kepada anak, mendorong

anak saling membantu dan bertindak secara objektif, tegas tetapi hangat

dan penuh pengertian (Stewart dan Koch, 1983). Hurlock (dalam Listiara,

1996) mengatakan bahwa dalam keluarga yang menerapkan pola asuh

demokratis ditandai dengan adanya hubungan yang penuh kasih sayang

antara orang tua dan anak. Keadaan tersebut akan mendorong anak untuk

lebih mampu mengontrol diri, sehingga luwes dalam pergaulan dan mudah

diajak berteman. Baumrind (dalam Listiara, 1996) menambahkan bahwa

anak tersebut juga mempunyai motif berprestasi yang tinggi, mandiri,

lebih mengatasi stres, dapat bekerja sama dengan orang dewasa,

perilakunya bertujuan, dan mempunyai minat serta rasa ingin tahu

terhadap situasi baru.

Kehangatan emosional yang ditunjukkan orang tua yang

demokratis kepada anaknya dianggap sebagai faktor yang penting dalam

proses sosialisasi (Hetherington dan Parke dalam Listiara, 1996). Kedua

(38)

tersebut. Alasan (1) adalah bahwa seseorang anak mempunyai

kecenderungan untuk tetap menjaga kedekatannya dengan orang tua dan

tidak ingin kehilangan kehangatan serta cinta dari orang tuanya. Agar anak

patuh dengan orang tuanya, dengan demikian tidak diperlukan disiplin

yang keras untuk memaksanya. Alasan (2) adalah semakin sering orang

tua menggunakan penalaran dan penjelasan terhadap aturan-aturan yang

ada dalam keluarga, maka hal ini memungkinkan anak untuk

menginternalisasikan norma-norma soial. Kondisi tersebut juga akan

membantu anak untuk mampu mengidentifikasikan serta membedakan

perilaku-perilaku yang sesuai dengan situasi-situasi yang dihadapi. Alasan

(3) adalah kehangatan yang diberikan oleh orang tua cenderung selalu

diasosiasikan dengan rasa tanggung jawab terhadap pemenuhan kebutuhan

anak. Orang tua yang mencintai anaknya akan mendorong anaknya untuk

mempunyai sikap yang baik terhadap dirinya sendiri, mampu mengenali

diri sendiri serta bertanggung jawab.

Pendapat lain mengatakan bahwa orang tua yang demokratis selalu

memperhatikan perkembangan anak, dan tidak hanya sekedar mampu

memberi nasehat dan saran tetapi juga bersedia mendengarkan

keluhan-keluhan anak berkaitan dengan persoalan-persoalannya (Sutari Imam

Barnadib, 1986). Sejalan dengan Sutari, Hurlock (1976) mengatakan

bahwa pola asuh demokratis ditandai dengan ciri-ciri bahwa anak-anak

diberi kesempatan untuk mandiri dan mengembangkan kontrol

(39)

dalam pengambilan keputusan. Bowerman, Elder dan Elder (dalam

Conger, 1975) mengemukakan semua keputusan yang diperoleh

merupakan keputusan anak dan orang tua.

4. Aspek Pola Asuh Demokratis

Aspek pola asuh demokratis menurut Kohn (dalam Setiawan,

1996) adalah:

a. Aspek Pandangan Orang Tua Terhadap Anak

Pandangan orang tua yang berpola asuh demokratis terhadap anak

adalah mereka lebih mementingkan pamahaman terhadap perasaan,

keinginan dan kondisi anaknya, mendorong dan memberi kesempatan

anak untuk mandiri dan bertindak secara matang sesuai dengan

kemampuan anak, mengharapkan anaknya mencapai tingkat

pendidikan tertentu, memberikan tanggung jawab terhadap anak.

Menghargai adanya hak-hak yang dimiliki anaknya.

b. Aspek Komunikasi

Cara komunikasi orang tua yang berpola asuh demokratis terhadap

anaknya adalah komunikasi dua arah. Orang tua memberi kasempatan

anak untuk mengekspresikan pandapatnya, memberi kesempatan untuk

berdiskusi, menjelaskan secara jelas dan logis aturan-aturan yang

diterapkan kepada anak, suka mengajak dialog dan orang tua tetap

(40)

c. Aspek Pemenuhan Kebutuhan Anak

Pemenuhan kebutuhan anak pada orang tua yang demokratis adalah

bersikap menerima dan telaten dalam mengasuh anak, responsif dan

tidak mengabaikan permintaan anak. Mengekspresikan emosi-emosi

positif terhadap anak dan kondisi sekitar anak sehingga tercipta rumah

yang penuh kegembiraan dan menyenangkan bagi anak. Kebutuhan

anak lebih diutamakan daripada kebutuhan orang tua sendiri. Sering

terlibat kegiatan bersama anaknya. Memberikan ekspresi positif

meskipun anaknya tidak melakukan sesuatu yang pantas dipuji. Orang

tua selalu ada jika anak membutuhkanya.

d. Aspek Penerapan Kontrol

Penerapan kontrol pada orang tua yang demokratis melalui

aturan-aturan yang tegas, konsistensi dan rasional. Situasi yang bermasalah

diselesaikan secara bijaksana yang dapat diterima oleh anak.

Pemberian hukuman tidak dilakukan secara fisik. Memperhatikan

sikap tidak suka dan jengkel terhadap perilaku anak yang tidak baik

dan orang tua akan memperlihatkan rasa senang dan memberi

dukungan terhadap perilaku anak yang membangun.

C. Remaja

1. Batasan Usia Remaja

Istilah adolescene atau remaja berasal dari kata Latin adolescere

(41)

atau “tumbuh menjadi dewasa”. Bangsa primitif-demikian pula

orang-orang zaman purbakala-memandang masa puber dan masa remaja tidak

berbeda dengan periode-periode lain dalam rentang kehidupan, anak

dianggap sudah dewasa apabila sudah mampu mengadakan reproduksi

(Hurlock, 1997).

Secara umum masa remaja dibagi menjadi dua bagian, yaitu awal

masa dan akhir masa remaja. Awal masa remaja berlangsung kira-kira dari

tiga belas tahun sampai enam belas atau tujuh belas tahun, dan akhir masa

remaja bermula dari usia 16 atau 17 tahun sampai delapan belas tahun.

Garis pemisah antara awal masa dan akhir masa remaja terletak kira-kira

di sekitar usia tujuh belas tahun. Dengan demikian akhir masa remaja

merupakan periode yang sangat singkat (Hurlock, 1997).

Para psikolog menyetujui bahwa masa remaja dimulai dari masa

puber. Masa puber pria dimulai kira-kira pada usia 12 tahun sedangkan

pada wanita dimulai kira-kira pada usia 11 tahun, dimana terjadi

perubahan fisik diantaranya, yakni pada wanita terjadi menstruasi pertama

sedangkan pada anak laki-laki mengalami perubahan suara yang lebih

besar daripada wanita serta terjadinya mimpi basah. Namun tidak berarti

ketika masa remaja berakhir kemudian masa dewasa mulai, tetapi biasanya

antara usia 18 sampai 21 tahun. Pada kenyataannya, masa remaja

merupakan masa peralihan dari masa anak ke masa dewasa, meliputi

semua perkembangan yang dialami sebagai persiapan memasuki masa

(42)

Menurut E.H.Erikson, remaja merupakan masa dimana terbentuk

suatu perasaan baru mengenai identitas. Identitas mencakup cara hidup

pribadi yang dialami sendiri dan sulit dikenal oleh orang lain. Secara

hakiki, ia tetap sama walaupun telah mengalami berbagai macam

perubahan (Gunarsa dan Gunarsa, 1986). Tahap perkembangan manusia

dibagi menjadi 8 tahap, dimana remaja akan mengalami krisis identitas

diri, yaitu pada usia antara 12-18 tahun.

2. Ciri-Ciri Masa Remaja

Seperti halnya dengan semua periode yang penting selama rentang

kehidupan, masa remaja mempunyai ciri-ciri tertentu yang

membedakannya dengan periode sebelum dan sesudahnya. Menurut

Hurlock (1997), remaja mempunyai ciri sebagai berikut:

a. Masa Remaja Sebagai Periode Yang Penting

Perkembangan fisik yang cepat dan penting disertai dengan cepatnya

perkembangan mental yang cepat, terutama pada awal masa remaja.

Semua perkembangan itu menimbulkan perlunya penyesuaian mental

dan perlunya membentuk sikap, nilai, dan minat baru.

b. Masa Remaja Sebagai Periode Peralihan

Peralihan tidak berarti terputus dengan atau berubah dari apa yang

telah terjadi sebelumnya, melainkan lebih-lebih sebuah peralihan dari

(43)

terjadi sebelumnya akan meninggalkan bekas pada apa yang terjadi

sekarang dan yang akan datang.

Dalam setiap periode peralihan, status individu tidaklah jelas dan

terdapat keraguan akan peran yang harus dilakukan. Di lain pihak,

status remaja yang tidak jelas ini juga menguntungkan karena status

memberi waktu kepadanya untuk mencoba gaya hidup yang berbeda

dan menentukan pola perilaku, nilai dan sifat yang paling sesuai bagi

dirinya.

c. Masa Remaja Sebagai Periode Perubahan

Ada lima perubahan yang sama yang hampir bersifat universal.

Pertama, meningginya emosi, yang intensitasnya bergantung pada

tingkat perubahan fisik dan psikologis yang terjadi. Kedua, perubahan

tubuh. Ketiga, perubahan minat dan peran yang diharapkan oleh

kelompok sosial untuk dipesankan, menimbulkan masalah baru.

Keempat, dengan berubahnya minat dan pola perilaku, maka nilai-nilai

juga berubah. Kelima, sebagian besar remaja bersikap ambivalensi

terhadap setiap perubahan.

d. Masa Remaja Sebagai Usia Bermasalah

Setiap periode mempunyai masalahnya sendiri-sendiri, namun masalah

remaja sering menjadi masalah yang sulit diatasi baik oleh anak

laki-laki maupun anak perempuan. Terdapat dua alas an bagi kesulitan itu.

Pertama, sepanjang masa kanak-kanak, masalah anak-anak sebagian

(44)

remaja tidak berpengalaman dalam mengatasi masalah. Kedua, karena

para remaja merasa diri mandiri, sehingga mereka ingin mengatasi

masalahnya sendiri, menolak bantuan orangtua dan guru-guru.

e. Masa Remaja Sebagai Masa Mencari Identitas

Pada tahun-tahun awal masa remaja, penyesuaian diri dengan

kelompok masih tetap penting bagi anak laki-laki dan perempuan.

Lambat laun mereka mulai mendambakan identitas diri dan tidak puas

lagi dengan menjadi sama dengan teman-teman dalam segala hal,

seperti sebelumnya. Identitas diri yang dicari remaja berupa usaha

untuk menjelaskan siapa dirinya, apa peranannya dalam masyarakat.

f. Masa Remaja Sebagai Usia Yang Menimbulkan Ketakutan

Adanya stereotip popular yang mempengaruhi konsep diri dan sikap

remaja terhadap dirinya sendiri.

g. Masa Remaja Sebagai Masa Yang Tidak Realistik

Remaja cenderung memandang kehidupan melalui kaca berwarna

merah jambu. Ia melihat dirinya sendiri dan orang lain sebagaimana

yang ia inginkan dan bukan sebagaimana adanya, terlebih dalam hal

cita-cita.

h. Masa Remaja Sebagai Ambang Masa Dewasa

Dengan semakin mendekatnya usia kematangan yang sah, para remaja

menjadi gelisah untuk meninggalkan stereotip belasan tahun dan untuk

memberikan kesan bahwa mereka sudah hampir dewasa. Oleh karena

(45)

dengan status dewasa, yaitu merokok, minum minuman keras,

menggunakan obat-obatan, dan terlibat dalam perbuatan seks. Mereka

menganggap bahwa perilaku ini akan memberikan citra yang mereka

inginkan.

Salah satu ciri perkembangan remaja yang menonjol adalah

perkembangan sosialnya. Aspek sosial yang berkembang dalam diri

remaja antara lain adalah minat terhadap teman sebaya. Kelompok teman

sebaya akan sangat berperan dalam kehidupan remaja. Disini mereka

merasa “senasib” sehingga kelompok teman sebaya dijadikan wadah

penyatuan aspirasi. Apabila mereka mengalami tekanan dari orangtua

ataupun kelompok lain, biasanya remaja akan pergi kepada kelompoknya

untuk mengungkapkan isi hatinya. Bagi remaja, kelompok teman sebaya

merupakan kelompok orang yang sangat mereka percayai.

Kelompok sebaya dapat memberikan pengaruh yang positif

maupun yang negatif bagi remaja. Kelompok remaja banyak memberikan

informasi tentang dunia di luar keluarga. Dengan bergaul bersama

kelompok sebaya, remaja belajar untuk menerima umpan balik tentang

kemampuan mereka, belajar tentang prinsip-prinsip keadilan, mengamati

minat teman sebayanya, dan memahami hubungan yang erat dengan

teman-teman tertentu.

Di sisi lain, penolakan dari teman sebaya dapat menimbulkan

perasaan kesepian dan dimusuhi sehingga dapat mempengaruhi kesehatan

(46)

mengenalkan pada alkohol, perilaku merokok, kenakalan, dan perilaku

abnormal. Dengan demikian, kelompok teman sebaya memang memiliki

pengaruh yang sangat besar dalam kehidupan remaja sehingga remaja

selalu berusaha untuk dapat diterima dan berada di antara kelompok

sebaya.

3. Tugas Perkembangan Pada Masa Remaja

Tugas perkembangan pada masa remaja menuntut perubahan besar

dalam sikap dan pola perilaku anak. E. Spranger (Gunarsa, 1986)

mengemukakan bahwa pada masa ini remaja sangat memerlukan

pengertian dari orang lain. Bantuan yang dapat diberikan melalui

pemahaman diri remaja, yaitu untuk membentuk suatu pribadi yang utuh,

terlebih dahulu remaja harus mengenal dan memahami dirinya dengan

mengetahui tugas-tugas perkembangan masa remaja.

Tugas-tugas perkembangan pada masa remaja menurut Havinghurst

(Hurlock, 1999) adalah :

a. Mencapai hubungan baru dan yang lebih matang dengan teman sebaya

baik pria maupun wanita

b. Mencapai peran sosial pria dan wanita

c. Menerima keadaan fisiknya dan menggunakan tubuhnya secara efektif

d. Mengharapkan dan mencapai perilaku sosial yang bertanggung jawab

e. Mencapai kemandirian emosional dari orang tua dan orang-orang

(47)

f. Mempersiapkan karir ekonomi

g. Mempersiapkan perkawinan dan keluarga

h. Memperoleh perangkat nilai dan sistem etis sebagai pegangan untuk

berperilaku mengembangkan ideologinya

Berdasarkan uraian di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa remaja

adalah individu yang berusia 13 sampai 21 tahun yang diawali oleh masa

pubertas dan diakhiri oleh masa dewasa dini. Dalam masa ini mereka

mengalami proses pencarian identitas. Untuk itu, remaja lebih banyak

menghabiskan waktunya bersama kelompok teman sebayanya. Remaja

yang tergabung dalam suatu kelompok secara otomatis berusaha untuk

menyesuaikan diri dengan teman-teman sebayanya karena mereka ingin

berperan dan dihargai dalam kelompoknya.

D. Hubungan Pola Asuh Demokratis Dengan Prestasi Belajar

Kelancaran anak (siswa) dalam meraih prestasi belajar sangat

tergantung dari dukungan orang-orang penting yang berpengaruh dan dekat

dengannya, seperti orang tua dan anggota keluarga, para guru, dan teman

sebayanya. ”The adolescent’s ability to succesfully negotiate this intrapsychic

process depends in large part the presence or absence of certain qualities in the

family environment” Acher (dalam Barus, 1999).

Orang tua yang demokratis memandang sama kewajiban dan hak

antara orang tua dan anak. Secara bertahap orang tua memberikan tanggung

(48)

mereka menjadi dewasa. Mereka selalu berdialog dengan anak-anaknya,

saling memberi dan menerima, selalu mendengarkan keluhan-keluhan dan

pendapat anak-anaknya. Dalam bertindak, mereka selalu memberikan

alasannya kepada anak, mendorong anak saling membantu dan bertindak

secara objektif, tegas tetapi hangat dan penuh pengertian (Stewart dan Koch,

1983).

Suasana terbuka dan kondusif yang ada pada pola asuh demokratis

menyebabkan remaja menjadi lebih berkembang serta memiliki kemampuan

menghadapi konflik yang terjadi dengan orang lain (Cole dan Hall, 1970). Hal

tersebut dipertegas oleh Shapiro (2001) yang menjelaskan bahwa ayah dan ibu

dengan pola asuh demokratis menjadikan anak tidak tergantung dan tidak

berperilaku kekanak-kanakan, anak menjadi percaya diri, mandiri, imajinatif,

mudah beradaptasi, kreatif dan disukai banyak orang, responsif, dan

mendorong untuk berprestasi.

Dari hal itu, dapat dikatakan bahwa pola asuh demokratis dapat

mempengaruhi belajar anak, sehingga prestasi yang dihasilkan dalam proses

belajarnya juga ikut terpengaruh apakah itu nanti hasilnya akan baik atau

buruk. Prestasi belajar biasanya dilihat dari hasil nilai raport mereka.

Dalam penelitian ini yang dimaksud dengan remaja adalah

siswa-siswi kelas II SMU Pangudi Luhur Sedayu. Pengambilan siswa sebagai subjek

penelitian didasarkan pada pemikiran siswa masih dalam proses mengejar

(49)

sekolah membutuhkan dukungan dan peran orang tua yang dalam hal ini

berupa pola asuh demokratis.

E. Hipotesis

Hipotesis dalam penelitian ini yaitu ada hubungan positif antara pola

(50)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini adalah penelitian korelasional yang bertujuan untuk menyelidiki hubungan variabel antara satu variabel dengan variabel lainnya berdasarkan pada koefisien korelasi (Azwar, 1999). Jadi dalam penelitian ini memiliki tujuan untuk dapat mengetahui ada tidaknya hubungan antara pola asuh demokratis dengan prestasi belajar.

B. Identifikasi Variabel

1. Variabel bebas : pola asuh demokratis 2. Variabel tergantung : prestasi belajar

C. Definisi Operasional 1. Prestasi Belajar

(51)

2. Pola Asuh Demokratis

Orang tua yang demokratis memandang sama kewajiban dan hak antara orang tua dan anak. Secara bertahap orang tua memberikan tanggung jawab bagi anak-anaknya terhadap segala sesuatu yang diperbuatnya sampai mereka menjadi dewasa. Mereka selalu berdialog dengan anak-anaknya, saling memberi dan menerima, selalu mendengarkan keluhan-keluhan dan pendapat anak-anaknya. Dalam bertindak, mereka selalu memberikan alasannya kepada anak, mendorong anak saling membantu dan bertindak secara objektif, tegas tetapi hangat dan penuh pengertian (Stewart dan Koch, 1983).

Pola asuh demokratis tersebut diungkap melalui persepsi anak. Hal ini sesuai dengan pendapat Radke (1946) yang menyatakan bahwa salah satu cara untuk mengetahui pola asuh orang tua adalah melalui penilaian anak sebagai individu yang mengalami langsung.

(52)

3. Remaja

Dalam penelitian ini yang dimaksud dengan remaja adalah siswa-siswi kelas II SMU Pangudi Luhur Sedayu yang berusia 14-17 tahun.

D. Subjek Penelitian

Subjek penelitian ini adalah siswa SMU Pangudi Luhur Sedayu kelas II. Pengambilan siswa sebagai subjek penelitian didasarkan pada visi sekolah sebagai pusat pendidikan yang membentuk manusia cerdas, berprestasi, beriman, dan berkepribadian. Selain itu didasarkan juga pada misi sekolah yaitu menumbuh kembangkan iman yang mencerminkan tata kehidupan bersama yang bermartabat, melaksanakan pembelajaran dan bimbingan yang efektif sehingga setiap siswa berkembang secara optimal sesuai dengan potensi yang dimiliki, membantu dan memotivasi siswa dalam menelusuri bakat dan minat, dan menyiapkan siswa menjadi pribadi mandiri dengan pendidikan kecakapan hidup.

E. Metode Pengumpulan Data

(53)

Adapun bentuk skala mengacu pada model skala Likert, dimana masing-masing item berbentuk favourabel dan unfavourabel. Skala ini dimodifikasi dengan pilihan jawaban yang disediakan ada empat, yaitu Sangat Sesuai (SS), Sesuai (S), Tidak Sesuai (TS), dan Sangat Tidak Sesuai (STS). Dalam jawaban ini ditiadakan jawaban di tengah, yaitu Ragu-Ragu (RR). Hal ini menurut Hadi (1991) didasarkan pada alasan : pertama, kategori undedicated, yaitu mempunyai arti ganda bisa diartikan belum memutuskan atau memberi jawaban (menurut konsep aslinya), bisa juga diartikan netral, setuju tidak, tidak setujupun tidak, atau bahkan ragu-ragu. Kedua, tersedianya jawaban yang ditengah itu menimbulkan kecenderungan menjawab ke tengah (central tendency effect) terutama bagi mereka yang ragu-ragu atas arah kecenderungan jawabannya, ke arah setuju atau ke arah tidak setuju. Ketiga, maksud jawaban SS-S-TS-STS adalah terutama untuk melihat kecenderungan pendapat responden, ke arah setuju atau ke arah tidak setuju. Jika disediakan kategori jawaban itu, akan menghilangkan banyak data penelitian sehingga mengurangi banyaknya informasi yang dapat dijaring dari responden.

(54)

Tinggi rendahnya skor total subjek untuk setiap skala (kasus) diperoleh dengan menggunakan metode rating yang dijumlahkan (method of summated ratings), yaitu pengukuran dengan menjumlahkan seluruh skor yang dimiliki subjek berdasarkan respon terhadap pernyataan pada tiap skala. Semakin tinggi skor total yang diperoleh subjek maka respon untuk kasus tersebut semakin tinggi pula. Demikian sebaliknya, semakin rendah skor total yang diperoleh subjek maka semakin rendah respon terhadap kasus tersebut.

1. Skala Persepsi Terhadap Pola Asuh Demokratis

Skala ini disusun berdasarkan pada 4 aspek pola asuh demokratis, yaitu :

a. Aspek persepsi pandangan orang tua terhadap anak b. Aspek persepsi komunikasi

c. Aspek persepsi pemenuhan kebutuhan anak d. Aspek persepsi penerapan kontrol

Tabel 1.

Blue Print Skala Persepsi Terhadap Pola Asuh Demokratis

Aspek Favourabel Unfavourabel Jumlah

(55)

Tabel 2.

Blue Print Skala Persepsi Terhadap Pola Asuh Demokratis Nomor Item

F. Validitas Dan Reliabilitas Alat Ukur 1. Validitas

Validitas alat ukur atau tes merupakan suatu ukuran untuk mengetahui sejauh mana ketepatan dan kecermatan suatu alat ukur dalam menjalankan fungsi ukurnya (Azwar, 1996).

(56)

2. Seleksi Item

Item yang disusun dalam suatu skala atau tes yang tidak memperlihatkan kualitas yang baik harus disingkirkan atau direvisi terlebih dahulu sebelum menjadi bagian dari skala. Hanya item yang mempunyai kualitas yang baik saja yang boleh digunakan dalam skala. Salah satu kualitas yang dimaksud adalah keselarasan atau konsistensi antara item dengan tes secara keseluruhan atau sering disebut dengan korelasi item total.

Menurut Azwar (2001), prosedur pengujian konsistensi item dilakukan dengan komputasi koefisiensi korelasi antara distribusi skor total sebagai kriteria. Komputasi ini akan menghasilkan koefisien korelasi item total (rix) yang umumnya dikenal dengan indeks daya

beda item. Sebagai kriteria pemilihan item berdasarkan korelasi item total, biasanya digunakan batasan (rix) ≥ 0,30. Semua item yang

mencapai koefisien korelasi minimal 0,30 dianggap memiliki daya beda yang memuaskan. Semakin tinggi koefisien korelasi positif antara skor item dengan skor skala berarti semakin tinggi daya bedanya. Jika jumlah item yang lolos masih tidak mencukupi jumlah yang diinginkan, maka batas kriteria 0,30 dapat diturunkan menjadi 0,25 sehingga jumlah item yang diinginkan dapat tercapai.

(57)

Tabel 3.

Blue Print Skala Persepsi Terhadap Pola Asuh Demokratis Nomor Item Keterangan : * adalah item yang gugur

Tabel 4.

Blue Print Skala Persepsi Terhadap Pola Asuh Demokratis Nomor Item

(58)

hanya akan dilakukan satu kali pengukuran (single trial administration) kepada sekelompok individu sebagai subjek penelitian (Azwar, 2001). Uji reliabilitas skala persepsi terhadap pola asuh demokratis dihitung menggunakan koefisien alpha dan diperoleh hasil sebesar 0,916.

G. Metode Analisis Data

Dalam penelitian ini peneliti menggunakan analisis kuantitatif. Analisis yang digunakan adalah analisis statistik koefisien korelasi. Analisis korelasi yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan perhitungan korelasi Product Moment Pearson. Analisis yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan perhitungan komputer dan proses penganalisanya menggunakan program SPSS for windows versi 12.

H. Prosedur Penelitian

Prosedur atau langkah-langkah penelitian ditempuh terdiri dari dua tahap. Langkah-langkah yang ditempuh adalah sebagai berikut :

1. Tahap Persiapan

a. Menyiapkan alat ukur. Alat ukur yang digunakan adalah skala untuk mengukur persepsi terhadap pola asuh demokratis.

(59)

c. Menganalisis item-item skala. d. Mengolah data hasil uji coba.

e. Menganalisis data dan menentukan item-item yang gugur. 2. Tahap Pelaksanaan

a. Mempersiapkan alat ukur yang akan digunakan untuk penelitian. b. Melakukan pengumpulan data.

c. Menganalisis data penelitian dengan korelasi Product Moment Pearson.

(60)

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Persiapan Dan Pelaksanaan Penelitian

Penelitian dengan tujuan mencari hubungan antara pola asuh

demokratis dengan prestasi belajar pada remaja ini dilakukan pada tanggal

14 April 2007. Penelitian ini dilaksanakan di SMU Pangudi Luhur Sedayu

dengan subjek penelitian siswa-siswi kelas II yang berjumlah 65 siswa.

Penelitian dilakukan di dalam kelas dengan menggunakan jam

Bimbingan Konseling. Sebelum siswa-siswi mengisi skala, terlebih dahulu

peneliti mengingatkan subjek untuk memperhatikan petunjuk pengerjaan

dan memeriksa ulang pekerjaan mereka agar jangan sampai ada jawaban

yang terlewatkan.

B. Deskripsi Data Penelitian

Subjek penelitian ini adalah siswa-siswi kelas II SMU Pangudi

Luhur Sedayu. Berdasarkan hasil penyebaran skala didapatkan data-data

mengenai identitas subjek penelitian sebagai berikut :

Tabel 5.

Identitas Subjek Penelitian

Usia Jenis Kelamin

16 tahun 17 tahun Laki-laki Perempuan

Total

53 12 35 30 65

81,54% 18,46% 53,85% 46,15% 100%

(61)

Pada tabel 5 dapat diketahui bahwa siswa-siswi kelas II SMU

Pangudi Luhur Sedayu yang menjadi subjek penelitian berjumlah

65 siswa, dengan pembagian usia 16 tahun sebanyak 53 siswa (81,54%),

siswa berusia 17 tahun sebanyak 12 siswa (18,46%).

Selain itu, dapat dilihat bahwa subjek laki-laki menempati posisi

terbanyak dari jumlah keseluruhan, yaitu sebanyak 35 siswa (53,85%) dan

subjek penelitian yang berjenis kelamin perempuan sebanyak 30 siswa

(46,15%).

Berdasarkan hasil analisis deskriptif, diperoleh nilai mean teoretik

dan mean empirik. Mean teoretik adalah rata-rata skor skala penelitian

yang diperoleh dari angka yang menjadi titik tengah skala tersebut. Mean

empirik adalah rata-rata skor hasil penelitian. Hasil analisis deskriptif akan

disajikan dalam tabel berikut :

Tabel 6.

Hasil Analisis Deskriptif

Persepsi Terhadap Pola Asuh Demokratis Statistik

Dari hasil penelitian yang ditunjukkan pada tabel 6 dapat diketahui

persepsi terhadap pola asuh demokratis yang dimiliki siswa-siswi kelasa II

SMU Pangudi Luhur Sedayu. Persepsi terhadap pola asuh demokratis

tersebut diperoleh berdasarkan jumlah nilai yang didapat dari penyebaran

(62)

Hasil penelitian ini mengungkapkan skor maksimum dan skor

minimum yang didapatkan dari subjek penelitian. Dan untuk mengetahui

apakah persepsi terhadap pola asuh demokratis berada dalam kategori

tinggi atau rendah maka dilakukan uji signifikansi perbedaan maen

teoretik dan mean empirik. Mean teoretik untuk persepsi pola asuh

demokratis sebesar 120, sedangkan mean empirik sebesar 135,60.

C. Analisis Data Penelitian 1. Uji Asumsi

a. Uji Normalitas

Uji normalitas merupakan analisis statistik yang pertama

kali dilakukan dalam rangka analisis data. Kepastian terpenuhinya

syarat normalitas akan menjamin langkah-langkah statistik

selanjutnya sehingga kesimpulan yang diambil juga dapat

dipertanggungjawabkan. Uji normalitas dilakukan dengan One Sample Kolmogorov-Smirnov Test dari program SPSS for Windows versi 12. Pengambilan keputusan didasarkan pada besaran probabilitas (p). Jika p > 0,05 maka sebaran dinyatakan normal,

sebaliknya jika p < 0,05 maka sebaran dinyatakan tidak normal.

(63)

Tabel 7.

Hasil Penghitungan Uji Normalitas Kolmogorov-Smirnov Persepsi Terhadap

Hasil uji normalitas menghasilkan probabilitas (p) data

persepsi pola asuh demokratis sebesar 0,998 (p > 0,05) dan

probabilitas data nilai raport sebesar 0,750 (p > 0,05). Hal ini

menunjukkan bahwa distribusi data pada kedua sampel adalah

normal.

b. Uji Linearitas

Uji linearitas dilakukan untuk mengetahui apakah

hubungan antara skor variabel persepsi terhadap pola asuh

demokratis dan variabel nilai raport pada siswa merupakan garis

lurus atau tidak. Uji linearitas garis regresi dilakukan dengan

menghitung nilai F, yaitu dengan menggunakan hipotesis nol (Ho).

Jika nilai F yang ditemukan lebih kecil daripada p < 0,05 maka

garis regresi itu linear.

Uji linearitas ini dilakukan dengan menggunakan program

SPSS for Windows versi 12. Hasil dari uji yang dilakukan menunjukkan bahwa hubungan antara kedua variabel yaitu persepsi

terhadap pola asuh demokratis dan prestasi belajar adalah linear

(64)

(p < 0,05) yaitu F = 14,313; p = 0,001 atau p < 0,05. Hasil dari

pengujian tersebut akan terlihat lebih jelas dalam tabel berikut :

Tabel 8.

Hasil Pengujian Uji Linearitas

F Sign

Combined 1,740 0,079

Linearity 14,313 0,001

Skor Persepsi

2. Uji Hipotesis Hubungan

Uji hipotesis penelitian dilakukan untuk mengetahui dan

menguji apakah hipotesis yang telah ditetapkan pada bab II yaitu ada

hubungan antara persepsi terhadap pola asuh demokratis dengan

prestasi belajar pada remaja terbukti dengan menggunakan teknik

korelasi dengan bantuan SPSS for Windows versi 12.

Uji asumsi data skala persepsi terhadap pola asuh demokratis

dan prestasi belajar dalam penelitian adalah linear. Oleh karena itu,

peneliti menggunakan uji korelasi dengan teknik Product Moment

Pearson. Hasil uji korelasi menyatakan nilai (r) sebesar 0,390 dengan

signifikansi (p) sebesar 0,001 dengan N sebesar 65. Hal ini

menunjukkan adanya hubungan yang signifikan antara persepsi

(65)

D. Pembahasan

Penelitian ini bertujuan mengetahui ada atau tidaknya hubungan

antara pola asuh demokratis dengan prestasi belajar pada remaja. Hasil

pengolahan statistik dengan menggunakan teknik korelasi Product

Moment Pearson menunjukkan adanya hubungan yang signifikan antara

pola asuh demokratis dengan prestasi belajar. Hal ini ditunjukkan dengan

koefisien korelasi sebesar 0,390 yang menunjukkan adanya hubungan

positif antara kedua variabel dengan taraf signifikansi sebesar 0,001 (p <

0,05) yang berarti hubungan antara kedua variabel signifikan, sehingga

hipotesis dalam penelitian ini diterima atau dapat dikatakan bahwa ada

hubungan positif antara pola asuh demokratis dengan prestasi belajar pada

remaja.

Hasil penelitian ini sesuai dengan hipotesis yang diajukan oleh

peneliti. Kelancaran anak (siswa) dalam meraih prestasi belajar sangat

tergantung dari dukungan orang-orang penting yang berpengaruh dan

dekat dengannya, seperti orang tua dan anggota keluarga, para guru, dan

teman sebayanya. ”The adolescent’s ability to succesfully negotiate this

intrapsychic process depends in large part the presence or absence of

certain qualities in the family environment” Acher (dalam Barus, 1999).

Orang tua yang demokratis memandang sama kewajiban dan hak

antara orang tua dan anak. Secara bertahap orang tua memberikan

tanggung jawab bagi anak-anaknya terhadap segala sesuatu yang

(66)

dengan anak-anaknya, saling memberi dan menerima, selalu

mendengarkan keluhan-keluhan dan pendapat anak-anaknya. Dalam

bertindak, mereka selalu memberikan alasannya kepada anak, mendorong

anak saling membantu dan bertindak secara objektif, tegas tetapi hangat

dan penuh pengertian (Stewart dan Koch, 1983).

Suasana terbuka dan kondusif yang ada pada pola asuh demokratis

menyebabkan remaja menjadi lebih berkembang serta memiliki

kemampuan menghadapi konflik yang terjadi dengan orang lain (Cole dan

Hall, 1970). Hal tersebut dipertegas oleh Shapiro (2001) yang menjelaskan

bahwa ayah dan ibu dengan pola asuh demokratis menjadikan anak tidak

tergantung dan tidak berperilaku kekanak-kanakan, anak menjadi percaya

diri, mandiri, imajinatif, mudah beradaptasi, kreatif dan disukai banyak

orang, responsif, dan mendorong untuk berprestasi.

Dari hal itu, dapat dikatakan bahwa pola asuh demokratis dapat

mempengaruhi belajar anak, sehingga prestasi yang dihasilkan dalam

proses belajarnya juga ikut terpengaruh apakah itu nanti hasilnya akan

baik atau buruk. Prestasi belajar biasanya dilihat dari hasil nilai raport

mereka.

Dalam penelitian ini yang dimaksud dengan remaja adalah

siswa-siswi kelas II SMU Pangudi Luhur Sedayu. Pengambilan siswa sebagai

subjek penelitian didasarkan pada pemikiran siswa masih dalam proses

Gambar

Tabel 1   Blue Print Skala Persepsi Terhadap Pola Asuh Demokratis Sebelum Uji
Tabel 1.
Tabel 2.
Tabel 4. Blue Print Skala Persepsi Terhadap Pola Asuh Demokratis
+5

Referensi

Dokumen terkait

Direktorat Jenderal Pendidikan Islam, Kementerian Agama R.I, menyatakan bahwa lembaga di bawah ini telah melakukan updating data Pendidikan Islam (EMIS) Periode Semester GENAP

Secara umum ke tiga program ini telah berlangsung / dan keberlanjutannya dilakukan untuk tahun 2009 // Untuk indoensia hijau / yogyakarta dan beberapa kota lain di indonesia

Program kegiatan prioritas peningkatan pelayanan pendidikan jenjang pendidikan Sekolah Dasar Negeri di Kabupaten Bulungan diarahkan pada Sekolah Dasar Negeri yang

Bahwa rapat Panitia Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru Program Studi Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat Jalur Intake DIII Universitas Andalas tanggal

Hasil pengujian menunjukkan bahwa pengaruh perubahan variable jarak masuk udara dari mulut nosel terhadap kuantitatif volumetric atominasi cairan- udara dengan memvariasikan

(1) Menteri dalam jangka waktu paling lama 15 (lima belas) hari kerja setelah menerima permohonan izin pinjam pakai kawasan hutan untuk survei atau eksplorasi

Pola sebaran langkap pada semua tingkat pertumbuhan mengikuti pola penyebaran populasi mengelompok dan mempunyai asosiasi dengan 13 spesies tumbuhan lain dengan

Antara yang berikut, yang manakah menunjukkan bilangan kromosom dalam gamet yang dihasilkan oleh individu itu?.. Table 5 shows the Punnet square to investigate Mendel’s