• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERATURAN KEPALA BADAN INTELIJEN KEAMANAN KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2013 TENTANG

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PERATURAN KEPALA BADAN INTELIJEN KEAMANAN KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2013 TENTANG"

Copied!
18
0
0

Teks penuh

(1)

PERATURAN KEPALA BADAN INTELIJEN KEAMANAN KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

NOMOR 1 TAHUN 2013 TENTANG

PENYELIDIKAN INTELIJEN

KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

KEPALA BADAN INTELIJEN KEAMANAN KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang : a. bahwa dalam rangka mengantisipasi perkembangan lingkungan strategis yang cepat dan dinamis di era keterbukaan dan globalisasi, Kepolisian Negara Republik Indonesia selaku alat negara yang bertugas memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat, penegakan hukum, memberikan perlindungan, pengayoman dan pelayanan kepada masyarakat, dituntut untuk selalu dan tanggap dalam mendeteksi dan mengidentifikasi setiap perubahan dan perkembangan keamanan;

b. bahwa Intelijen Keamanan Kepolisian Negara Republik Indonesia merupakan unsur penyelenggara fungsi intelijen di lingkungan kepolisian bagi kepentingan pelaksanaan tugas dan manajemen Kepolisian Negara Republik Indonesia guna mendukung pelaksanaan tugas-tugas pemerintahan dalam rangka mewujudkan keamanan dalam negeri; dan

c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b dan huruf c, perlu menetapkan Peraturan Kepala Badan Intelijen Keamanan Kepolisian Negara Republik Indonesia tentang Penyelidikan Intelijen di lingkungan Kepolisian Negara Republik Indonesia.

Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 2, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4168);

(2)

2. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2011 tentang Intelijen Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 105); 3. Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor

21 Tahun 2010 tentang Susunan Organisasi dan Tata Kerja Satuan Organisasi pada Tingkat Markas Besar Kepolisian Negara Republik Indonesia;

4. Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 2010 tentang Susunan Organisasi dan Tata Kerja pada Tingkat Kepolisian Daerah;

5. Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2010 tentang Susunan Organisasi dan Tata Kerja pada Tingkat Kepolisian Resor dan Kepolisian Sektor;

6. Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 26 Tahun 2010 tentang Tata Cara Pembentukan Peraturan Kepolisian;

7. Surat Keputusan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia No. Pol.: Skep/412/VI/2005 tanggal 23 Juni 2005 tentang Pedoman Pelaksanaan Penyelidikan Intelijen Keamanan;

MEMUTUSKAN:

Menetapkan : PERATURAN KEPALA BADAN INTELIJEN KEAMANAN KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TENTANG PENYELIDIKAN INTELIJEN KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB I

KETENTUAN UMUM Pasal 1

Dalam peraturan ini yang dimaksud dengan:

1. Kepolisian Negara Republik Indonesia yang selanjutnya disingkat Polri adalah alat negara yang berperan dalam memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat, menegakkan hukum serta memberikan perlindungan, pengayoman dan pelayanan kepada masyarakat dalam rangka terpeliharanya keamanan dalam negeri.

(3)

2. Badan Intelijen Keamanan Kepolisian Negara Republik Indonesia yang selanjutnya disingkat Baintelkam Polri adalah unsur pelaksana tingkat pusat yang bertugas membantu Kapolri dalam membina dan menyelenggarakan fungsi intelijen keamanan bagi kepentingan pelaksanaan tugas dan manajemen Polri secara umum guna mendukung pelaksanaan tugas-tugas pemerintahan dalam rangka mewujudkan keamanan dalam negeri.

3. Intelijen Keamanan Polri yang selanjutnya disingkat Intelkam Polri adalah Intelijen yang diimplementasikan dalam penyelenggaraan fungsi kepolisian sebagai salah satu fungsi pemerintahan negara, dalam rangka mewujudkan keamanan dalam negeri.

4. Bahan Keterangan adalah tanda-tanda, gejala-gejala, fakta, masalah, peristiwa sebagai hasil usaha mempelajari, mengetahui, menghayati dengan menggunakan panca indera tentang suatu situasi dan kondisi.

5. Informasi adalah bahan keterangan yang masih mentah dan memerlukan pengolahan lebih lanjut.

6. Penyelidikan intelijen adalah segala usaha, pekerjaan dan kegiatan yang dilakukan secara terencana dan terarah dalam rangka mencari dan mengumpulkan bahan keterangan di bidang ideologi, politik, ekonomi, sosial, budaya dan keamanan (Ipoleksosbudkam), selanjutnya diolah dan disajikan kepada pimpinan guna menentukan kebijakan.

7. Kegiatan Intelijen (Service Type of Operation/STO) adalah segala usaha, pekerjaan dan kegiatan (penyelidikan, pengamanan dan penggalangan) yang bersifat rutin sehari-hari, disusun/direncanakan dan diorganisasikan sesuai dengan lingkup tugas, wewenang, tanggung jawab serta struktur organisasi yang telah ditetapkan, untuk menghadapi sasaran-sasaran sepanjang tahun, dengan dukungan logistik serta anggaran yang telah diprogramkan.

8. Operasi Intelijen (Mission Type of Operation/MTO) adalah segala usaha, pekerjaan dan kegiatan (penyelidikan, pengamanan dan penggalangan) yang dilakukan oleh unit operasional intelijen terhadap sasaran selektif prioritas yang telah ditetapkan oleh pimpinan dengan dukungan anggaran dan logistik yang bersifat khusus.

9. Unsur Utama Keterangan (UUK) adalah merupakan penjabaran dari kebutuhan intelijen aktual dari pemakai intelijen/kepala kesatuan atau kepala dari suatu badan.

(4)

Pasal 2

Tujuan peraturan ini sebagai pedoman dalam penyelenggaraan penyelidikan Intelijen di lingkungan Kepolisian Negara Republik Indonesia.

Kegunaan Pasal 3 Hasil penyelidikan intelijen digunakan untuk: a. kegiatan intelijen;

b. operasi Intelijen; c. operasi Kepolisian;

d. kepentingan penyidikan; dan e. pengambilan kebijakan pimpinan.

Sasaran Pasal 4

Sasaran penyelidikan yaitu potensi gangguan, ambang gangguan dan gangguan nyata dalam bentuk fenomena, gejala dan kejadian di bidang ideologi, politik, ekonomi, sosial budaya dan keamanan yang diperkirakan akan dapat mengganggu stabilitas keamanan, ketertiban masyarakat serta kehidupan berbangsa dan bernegara.

Prinsip-prinsip Pasal 5 Prinsip-prinsip penyelidikan intelijen:

a. kerahasiaan/clandestine, yaitu penyelidikan dilakukan secara tertutup dan hanya diketahui oleh orang tertentu atau yang bersangkutan saja;

b. ketelitian, yaitu penyelidikan dilakukan secara cermat dan saksama;

c. kedisiplinan, yaitu penyelidikan dilakukan dengan dilandasi oleh kesadaran terhadap semua peraturan dan tata tertib yang telah ditetapkan;

(5)

d. keamanan, yaitu penyelidikan dilakukan secara berhati-hati;

e. keberanian, yaitu penyelidikan dilakukan dengan hati yang mantap dan rasa percaya diri dalam menghadapi kesulitan; dan

f. Mengutamakan sumber informasi di sasaran utama (primer) secara langsung dan hindari sumber informasi kedua (sekunder).

BAB II

PELAKSANA DAN PERALATAN Bagian Kesatu

Pelaksana Pasal 6 Pelaksana penyelidikan:

a. perorangan; dan b. unit Opsnal Intelijen.

Pasal 7

Pelaksana penyelidikan sebagaimana dimaksud pada pasal 6 huruf a adalah anggota Intelijen di tingkat Mabes Polri, Polda, Polres maupun Polsek.

Pasal 8

(1) Pelaksana penyelidikan sebagaimana dimaksud pada pasal 6 huruf b adalah anggota Intelijen pada :

a. Mabes Polri; b. Polda; dan c. Polres.

(2) Pelaksana penyelidikan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) terbagi dalam ikatan unit dengan jumlah personel 6 orang dan atau Subunit dengan jumlah 3 orang.

(6)

Pasal 9

Kualifikasi kemampuan yang dimiliki anggota unit terdiri dari: a. agen pengendali/kepala unit;

b. agen inti terdiri dari: 1. penyusup; 2. pengamanan; 3. ahli teknologi;

c. agen pendukung terdiri dari pengemudi/operator. Pasal 10

Organ Pelaksana Penyelidikan:

a. tingkat Mabes Polri oleh Badan Intelijen Keamanan Polri; b. tingkat Polda oleh Direktorat Intelijen Keamanan Polda; c. tingkat Polres oleh Satuan Intelijen Keamanan Polres; d. tingkat Polsek oleh Unit Intelijen Keamanan Polsek; dan

e. satuan kerja lain yang mengemban fungsi Intelijen Keamanan. Bagian Kedua

Peralatan Pasal 11 Peralatan penyelidikan Intelijen, terdiri dari: a. alat Utama Intelijen; dan

b. alat Khusus Intelijen.

Pasal 12

(1) Alat utama intelijen sebagaimana dimaksud pada pasal 11 huruf a merupakan alat yang melekat pada setiap anggota dan digunakan dalam melaksanakan kegiatan penyelidikan intelijen.

(7)

(2) Alat-alat utama intelijen terdiri dari: a. alat pembuatan laporan; b. alat transportasi;

c. alat komunikasi; dan

d. alat bantu lihat dan dengar serta alat-alat lain yang diperlukan. Pasal 13

(1) Alat khusus intelijen sebagaimana dimaksud pada pasal 11 huruf b merupakan alat-alat khusus pendukung dalam kegiatan operasional penyelidikan intelijen sesuai dengan perkembangan teknologi.

(2) Penggunaan alat khusus intelijen dilakukan atas dukungan teknis dari Bidang Intelijen Teknologi.

BAB IV

PENYELENGGARAAN PENYELIDIKAN INTELIJEN Bagian Kesatu

Proses Kegiatan Pasal 14 Proses kegiatan penyelidikan Intelijen, meliputi: a. perencanaan;

b. pengumpulan; c. pengolahan; dan

d. penyajian/penggunaan.

Pasal 15

(1) Proses perencanaan sebagaimana dimaksud pada pasal 14 huruf a, meliputi : a. merumuskan sasaran;

b. analisa sasaran; c. analisa tugas;

d. menyusun rencana penyelidikan; dan e. pengawasan dan pengendalian kegiatan.

(8)

(2) Rumusan sasaran sebagaimana dimaksud ayat (1) huruf a merupakan kegiatan dalam rangka menentukan sasaran didasarkan kepada situasi dan kondisi aktual yang dihadapi.

(3) Analisa sasaran sebagaimana dimaksud ayat (1) huruf b merupakan teknik mempelajari secara terperinci dan teliti tentang sasaran penyelidikan/casing

termasuk lingkungan daerah dimana sasaran itu berada untuk mengetahui kemungkinan-kemungkinan adanya rintangan/hambatan atau fasilitas-fasilitas yang dapat membantu usaha-usaha penyelidikan yang akan dilaksanakan.

(4) Analisa tugas sebagaimana dimaksud ayat (1) huruf c yaitu:

a. menganalisa dan perinci bahan-bahan keterangan apa yang harus dicari dan dikumpulkan;

b. menentukan badan-badan pengumpul dan sumber-sumber mana yang paling tepat digunakan;

c. menentukan cara melaksanakan penyelidikan yaitu disesuaikan dengan jenis Baket dan keadaan sasaran, apakah secara tertutup atau terbuka; dan

d. menentukan jangka waktu dan tempat penyampaian laporan dan menentukan cara bagaimana untuk dapat menggali Baket sebanyak mungkin dari sasaran atau sumber.

(5) Penyusunan rencana penyelidikan sebagaimana dimaksud ayat (1) huruf d merupakan rencana penyelidikan mencakup waktu, personel, teknik dan taktik yang dipergunakan, dukungan logistik, peralatan khusus, dukungan anggaran serta pembagian tugas yang dituangkan dalam bentuk rencana penugasan dan penjabaran tugas.

(6) Pengawasan dan pengendalian kegiatan sebagaimana dimaksud ayat (1) huruf e merupakan pelaksanaan kegiatan penyelidikan Intelijen pada tahap pengumpulan bahan keterangan, ada hal yang mungkin timbul di luar perencanaan dan dapat menghambat dan menggagalkan pelaksanaan kegiatan, sehingga pada tahap perencanaan ini telah direncanakan pula usaha pengamanan kegiatan yang akan dilaksanakan.

Pasal 16

(1) Proses pengumpulan sebagaimana dimaksud pada pasal 14 huruf b merupakan kegiatan penyelidikan untuk mendapatkan dan menghimpun bahan-bahan keterangan dari sumber utama (primer) sesuai dengan rencana penyelidikan. (2) Bentuk-bentuk taktik penyelidikan dalam rangka pengumpulan bahan keterangan

dapat dilakukan melalui:

(9)

a. penyamaran (cover name, cover job, cover story dan lain-lain); b. penyesatan (desepsi kata, desepsi gerak).

(3) Bentuk-bentuk teknik penyelidikan dalam rangka pengumpulan bahan keterangan dapat dilakukan melalui:

a. penyelidikan terbuka: 1. penelitian;

2. wawancara terbuka; 3. Interogasi;

b. penyelidikan tertutup:

1. wawancara terselubung (elicyting); 2. pengamatan; 3. penggambaran; 4. penjejakan; 5. pembuntutan; 6. penyusupan; 7. penyadapan; dan 8. penyurupan.

(4) Taktik dan teknik sebagaimana yang dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) dapat dilakukan dengan menggunakan personel intelijen (human intelligence) dan atau menggunakan teknologi intelijen (intelligence technology).

Pasal 17

(1) Dalam hal kegiatan penyelidikan intelijen menemukan suatu perbuatan pidana yang sedang terjadi maka dapat dilakukan tindakan kepolisian upaya paksa dalam hal tertangkap tangan untuk selanjutnya dilakukan interogasi dan sesegera mungkin diserahkan kepada penyidik Polri.

(2) Pelaksanaan interogasi sebagaimana dimaksud pasal 16 ayat (3) huruf a angka 3 dapat dilakukan dalam rangka pendalaman terhadap suatu permasalahan tertentu untuk mendapatkan bahan keterangan yang lebih tajam dan akurat. (3) Interogasi dapat dilakukan pada:

a. permasalahan yang mengancam keselamatan negara; b. meresahkan masyarakat;

(10)

c. kejahatan berkadar ancaman tinggi; dan d. berdampak luas.

(4) Tata cara interogasi dilakukan dengan: a. langsung pada saat ditemukan; dan b. tidak langsung melalui panggilan.

Pasal 18

Proses pengolahan dalam penyelidikan sebagaimana dimaksud pasal 14 huruf c, meliputi: a. pencatatan; b. penilaian; c. penafsiran; dan d. penyimpulan. Pasal 19

Pencatatan sebagaimana dimaksud pasal 18 huruf a, meliputi :

a. pencatatan dilakukan secara sistematis dan kronologis terhadap bahan-bahan keterangan / informasi, agar mudah dan cepat dapat dipelajari untuk penyajian kembali apabila sewaktu-waktu diperlukan.

b. dalam melakukan pencatatan memperhatikan :

1. pencatatan harus dilakukan secara tertib untuk memudahkan penyimpanannya;

2. sederhana, mudah dimengerti dan dapat dikerjakan oleh setiap anggota, tetapi mencakup data siapa, apa, dimana, dengan apa, mengapa, bilamana dan bagaimana (SIADIDEMENBIBA);

3. dapat dikelompokkan menurut urutan kronologis maupun menurut pokok permasalahannya;

c. sarana pencatatan terdiri dari : 1. Buku Harian Informasi (BHI); 2. peta situasi.;

3. lembaran kerja;

(11)

Pasal 20

Penilaian sebagaimana dimaksud pasal 18 huruf b, meliputi: a. Cara penilaian baket:

1. Tindakan pertama dalam menilai kegunaan Baket:

a) Apakah baket/informasi itu diperlukan atau apakah ia merupakan persoalan - persoalan baru?

b) Apakah Baket/informasi itu segera berguna? Kalau “Ya” untuk siapa?

c) Apakah Baket/informasi itu berguna untuk waktu yang akan datang?

d) Apakah Baket/informasi itu berguna bagi Kesatuan sendiri, Kesatuan Atasan, Kesatuan Samping atau Kesatuan Bawahan? 2. Tindakan kedua yaitu meneliti kepercayaan terhadap suatu baket dengan

meneliti sumber dengan pertanyaan-pertanyaan:

a) Apakah Baket/Info itu didapat dari tangan pertama?

b) Apakah sumber Baket/Info sudah dikenal sebelumnya (sudah dikualifikasikan)?

c) Sampai dimana sumber itu dapat dipercaya?

d) Apakah sumber itu mempunyai cukup pengalaman dan kemampuan untuk mendapatkan info serupa?

e) Mengingat faktor waktu, tempat dan keadaan, apakah memungkinkan untuk mendapatkan baket serupa itu?

3. Tindakan ketiga yaitu meneliti kebenaran isi baket dengan pertanyaan-pertanyaan:

a) Apakah yang dilaporkan itu dapat diterima akal ?

b) Apakah baket itu diyakinkan kebenarannya oleh Baket-Baket lainnya dari berbagai sumber ?

c) Sampai dimana isi Baket itu sesuai dengan Baket yang sudah ada? d) Ada kemungkinan bahwa Baket itu berasal dari satu tangan dan

sengaja disampaikan melalui berbagai saluran untuk tujuan-tujuan penyesatan?

(12)

b. Neraca penilaian Baket meliputi: 1. Kepercayaan terhadap sumber:

a) A dapat dipercaya sepenuhnya; b) B bisa dapat dipercaya;

c) C agak dapat dipercaya;

d) D biasanya tidak dapat dipercaya; e) E tidak dapat dipercaya; dan f) F kepercayaan tidak dapat dinilai. 2. Kebenaran isi bahan keterangan meliputi:

a) 1 dibenarkan oleh sumber lain; b) 2 sangat mungkin benar; c) 3 mungkin benar;

d) 4 kebenarannya meragukan; e) 5 tidak mungkin benar; dan

f) 6 kebenarannya tidak dapat dinilai. Pasal 21

(1) Penafsiran digunakan untuk menentukan arti dan kegunaan baket dihubungkan dengan baket-baket lainnya yang telah ada yaitu:

a. apakah Baket itu dibantah, memperkuat atau menegaskan keterangan - keterangan sebelumnya;

b. apakah Baket itu memberikan suatu kepastian tentang kesimpulan-kesimpulan kita mengenai sasaran.

(2) penafsiran dilakukan dengan cara mempersamakan, mencocokkan dan memperbandingkan, baket yang baru diterima dengan baket yang telah ada. (3) penafsiran secara logika terdiri dari tiga tahap:

a. tahap pengertian (terbentuknya ide / konsep); b. tahap keputusan; dan

c. tahap penalaran atau penarikan suatu kesimpulan.

(13)

Pasal 22

(1) Pengambilan kesimpulan merupakan tahap akhir dari pengolahan baket yang telah melalui proses pencatatan sampai dengan penafsiran yang dituangkan menjadi produk Intelijen.

(2) Pengambilan kesimpulan dilakukan dengan cara: a. langsung atau tidak langsung;

b. dari umum ke khusus (deduksi); c. dari khusus ke umum (induksi); dan d. penggabungan (komulatif).

(3) Pengambilan kesimpulan melalui tahap: a. analisa;

b. integrasi; dan c. konklusi.

Pasal 23

(1) Analisa sebagaimana dimaksud pasal 22 ayat (3) huruf a yaitu:

a. menguraikan dan mengenali persoalan yang dihadapi. Analisa dilakukan dengan memisah-misahkan masalah yang penting, membanding-bandingkan serta menyortir informasi yang sudah dinilai untuk memilih informasi yang ada hubungannya degan tugas dan operasi;

b. proses identifikasi untuk mengetahui masalah pokoknya, dengan mengajukan pertanyaan siapa, apa, dimana, dengan apa, mengapa, bagaimana dan bilamana terhadap suatu informasi; dan

c. pemikiran yang apa adanya (objektif) dan pengetahuan yang menyeluruh mengenai prinsip-prinsip penugasan, karakteristik daerah operasi dan situasi masyarakatnya.

(2) Integrasi sebagaimana dimaksud pasal 22 ayat (3) huruf b yaitu:

a. penggabungan unsur-unsur yang masih terpisah-pisah dalam tahap analisa dengan informasi lainnya yang telah diketahui sebelumnya, sehingga terbentuklah suatu gambaran yang logis atau hipotesa tentang kegiatan-kegiatan sasaran atau karakteristik daerah operasi yang dapat mempengaruhi tugas kepolisian; dan

b. hipotesa dilakukan pengujian dengan mengadakan verifikasi terhadap ada atau tidaknya indikasi-indikasi di dalam batas waktu dan cara / alat yang tersedia.

(14)

(3) Konklusi sebagaimana dimaksud pasal 22 ayat (3) huruf c yaitu menarik suatu kesimpulan yang memiliki arti dan informasi yang berhubungan dengan situasi sasaran dan daerah operasi.

Pasal 24

(1) Proses penyajian/penggunaan dalam operasional penyelidikan sebagaimana dimaksud pada pasal 14 huruf d, merupakan produk Intelijen harus disampaikan kepada alamat dan waktu yang tepat.

(2) Penyajian produk Intel sebagaimana dimaksud ayat (1) memperhatikan:

a. informasi, prediksi dan rekomendasi dalam rangka pengambilan keputusan/kebijakan;

b. bermanfaat bagi kesatuan atas, samping atau bawah. (3) Klasifikasi penyajian produk intelijen meliputi:

a. kerahasiaan; b. kecepatan; c. ketepatan; dan d. keamanan.

(4) Pengiriman produk intelijen dilakukan melalui: a. perwira Intelijen;

b. kurir; dan

c. sarana komunikasi intelijen (sandi). Bagian Kedua

Sifat dan Sumber Informasi Intelijen Pasal 25

Penyelidikan intelijen bersifat:

a. terbuka adalah penyelidikan yang dilakukan oleh anggota intelijen yang keberadaannya diketahui oleh sasaran akan tetapi tujuan/misi tertutup/tidak diketahui oleh sasaran;

b. tertutup adalah penyelidikan yang dilakukan oleh anggota intelijen secara rahasia/clandestine tanpa diketahui oleh sasaran dan atau pihak lain guna mendapatkan bahan-bahan keterangan.

(15)

Pasal 26 Sumber informasi intelijen meliputi:

a. sumber terbuka meliputi:

1. Pemberitaan Umum (media cetak dan elektronik); 2. Kepustakaan;

3. Instansi Pemerintah/swasta; 4. Perwira pengamat wilayah; 5. Intern Polri;

b. sumber tertutup yang meliputi :

1. anggota sendiri, seperti : agen bergerak, dan agen tertanam; 2. jaringan intelijen dan agen dalam.

Bagian Ketiga Pola Operasional Intelijen

Pasal 27

Penyelidikan berdasarkan pola umum operasional Intelijen terdiri dari: a. kegiatan intelijen (Service Type of Operation); dan

b. operasi intelijen (Mission Type of Operation). Pasal 28

(1) Proses kegiatan intelijen (Service Type of Operation) sebagaimana dimaksud pasal 27 huruf a, meliputi:

a. dilaksanakan sehari-hari sepanjang tahun; b. bersifat terbuka dan tertutup;

c. dilakukan orang perorangan dan atau Subunit;

d. jalur formal struktural organisasi yang meliputi jalur kesatuan baik dari

kesatuan bawah ke kesatuan atas maupun dari kesatuan atas ke kesatuan bawah;

e. jalur informal adalah jalur di luar organisasi Polri; dan

(16)

f. jalur koordinasi Intelijen meliputi unsur-unsur Intelijen dari Instansi-instansi (Pemerintah) tertentu yang dapat bermanfaat di dalam pertukaran informasi dan konsultasi terhadap suatu sasaran.

(2) pelaksana penyelidikan Intelijen menerima instruksi dan UUK dari pimpinan. Pasal 29

(1) Proses operasi intelijen (Mission Type of Operation) sebagaimana dimaksud pasal 27 huruf b, meliputi:

a. dilaksanakan dalam waktu tertentu; b. bersifat tertutup/clandestine;

c. dilakukan oleh unit opsnal;

d. menerapkan Pola dasar Pelaksanaan Operasional Unit Intelijen 7 (tujuh) langkah terdiri dari:

1. merumuskan UUK;

2. perencanaan tugas (Rengas); 3. penjabaran tugas (Bargas);

4. persiapan pelaksanaan (Briefing); 5. pelaksanaan kegiatan;

6. de Briefing; 7. pelaporan.

(2) Sebelum melaksanakan operasi intelijen (MTO) harus dilakukan penyelidikan awal

(casing) guna mendapatkan data awal sasaran.

(3) pelaksana penyelidikan Intelijen menerima instruksi dan UUK dari pimpinan.

BAB V

KOORDINASI DAN ADMINISTRASI ANGGARAN Pasal 30

Koordinasi dalam penyelidikan dengan unsur kewilayahan dilakukan oleh Pamatwil. Pasal 31 . . .

(17)

Pasal 31

Penyelenggaraan administrasi penyelidikan mempedomani Peraturan Kabaintelkam tentang Administrasi Produk Intelijen.

Pasal 32

Dukungan administrasi anggaran dan logistik menggunakan anggaran rutin dan sarana prasarana yang tersedia.

BAB VI

PENGAWASAN DAN PENGENDALIAN Pasal 33

Pengawasan terhadap penyelenggaraan penyelidikan kegiatan Intelijen (Service Type

of Operation) dilakukan oleh:

a. Wadir di lingkungan Baintelkam Polri selaku pengawas pada tingkat pusat; b. Wadirintelkam selaku pengawas pada tingkat Polda;

c. Wakasatintelkam selaku pengawas pada tingkat Polres; dan d. Kanitintelkam selaku pengawas pada tingkat Polsek.

Pasal 34

Pengawasan terhadap penyelenggaraan penyelidikan operasi Intelijen (Mission Type of

Operation) dilakukan oleh pejabat yang ditunjuk dalam struktur organisasi operasi.

Pasal 35

Pengendalian terhadap penyelenggaraan penyelidikan: a. kegiatan Intelijen (Service Type of Operation); dan

b. operasi Intelijen (Mission Type of Operation)

Pasal 36

(1) Pengendalian terhadap penyelenggaraan penyelidikan kegiatan Intelijen (Service

Type of Operation) dilakukan oleh:

a. Direktur di lingkungan Baintelkam Polri pada tingkat pusat; b. Dirintelkam pada tingkat Polda;

(18)

c. Kasatintelkam pada tingkat Polres; dan d. Kanitintelkam pada tingkat Polsek.

(2) Pengendalian terhadap penyelenggaraan penyelidikan operasi Intelijen (Mission

Type of Operation) dilakukan oleh:

a. Kabaintelkam pada tingkat pusat; dan b. Dirintelkam pada tingkat Polda.

BAB VII

KETENTUAN PENUTUP Pasal 37

Peraturan Kabaintelkam Polri ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.

Ditetapkan di Jakarta

pada tanggal 2013

KEPALA BADAN INTELIJEN KEAMANAN POLRI,

Drs. SUPARNI PARTO S, M.M. KOMISARIS JENDERAL POLISI Disahkan di Jakarta

pada tanggal 2013

KEPALA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA,

Drs. TIMUR PRADOPO JENDERAL POLISI

REGISTRASI SETUM POLRI NOMOR 10 TAHUN 2013

Referensi

Dokumen terkait

dalam pelaksanaan pengamanan menggunakan pengelabuan (desepsi) dan penyusupan (infiltrasi) untuk melakukan penggalangan terhadap pihak lawan minimal tidak mengganggu

Organisasi Polri tingkat pusat disebut Markas Besar Kepolisian Negara Republik Indonesia (Mabes Polri); sedang organisasi Polri tingkat kewilayahan disebut

Keputusan Pembebanan adalah Keputusan yang diterbitkan Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia (BPK RI) atau Kapolri untuk tingkat Mabes Polri ditujukan kepada

Kesehatan Keamanan dan Ketertiban Masyarakat yang selanjutnya disingkat Keskamtibmas adalah penerapan ilmu pengetahuan dan teknologi kedokteran untuk kepentingan tugas Polri

PADA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA YANG MENERIMA TUNJANGAN KHUSUS PADA WILAYAH PULAU-PULAU KECIL TERLUAR DAN/ATAU WILAYAH PERBATASAN.. TIMUR PRADOPO JENDERAL

(1) Deputi Bidang Intelijen Luar Negeri, selanjutnya disebut Deputi I, adalah unsur pelaksana sebagian tugas dan fungsi BIN di bidang operasi Intelijen luar negeri, yang berada

(1) Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia disingkat Kapolri adalah Pimpinan Polri yang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Presiden sesuai dengan

Pusat Kendali (Command Center) Polri yang selanjutnya disebut Pusat Kendali adalah suatu sistem terpadu berbasis teknologi informasi yang terintegrasi di