• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERATURAN KEPALA BADAN INTELIJEN KEAMANAN KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2013 TENTANG

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PERATURAN KEPALA BADAN INTELIJEN KEAMANAN KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2013 TENTANG"

Copied!
18
0
0

Teks penuh

(1)

PERATURAN KEPALA BADAN INTELIJEN KEAMANAN KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

NOMOR 3 TAHUN 2013 TENTANG

PENGGALANGAN INTELIJEN

KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN INTELIJEN KEAMANAN KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang : a. bahwa dalam rangka pelaksanaan tugas pokok Polri, perlu dilakukan upaya penciptaan kondisi dan situasi yang menguntungkan agar tercapainya tujuan dari tugas pokok tersebut. Untuk itu maka diperlukan kemampuan Penggalangan Intelijen dalam upaya penciptaan kondisi dimaksud;

b. bahwa untuk mencapai keberhasilan penyelenggaraan tugas penggalangan Intelijen Kepolisian secara optimal, maka perlu didukung oleh personel yang profesional, sarana dan prasarana serta dukungan anggaran yang memadai, aspek legalitas serta ketentuan-ketentuan/petunjuk yang menyangkut sistem, metode dan teknik yang berlaku bagi penyelenggaraan kegiatan Pengamanan Intelijen Kepolisian;

c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Kepala Badan Intelijen Keamanan Kepolisian Negara Republik Indonesia tentang Penggalangan Intelijen Kepolisian Negara Republik Indonesia;

(2)

Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 2, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4168);

2. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2011 tentang Intelijen Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 105); 3. Peraturan Presiden Nomor 52 Tahun 2010 tentang Susunan

Organisasi dan Tata Kerja Kepolisian Negara Republik Indonesia; MEMUTUSKAN:

Menetapkan : PERATURAN KEPALA BADAN INTELIJEN KEAMANAN KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TENTANG PENGGALANGAN INTELIJEN KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA.

BAB I

KETENTUAN UMUM Pasal 1

Dalam peraturan ini yang dimaksud dengan:

1. Kepolisian Negara Republik Indonesia yang selanjutnya disingkat Polri adalah alat negara yang berperan dalam memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat, menegakan hukum, serta memberikan perlindungan, pengayoman dan pelayanan kepada masyarakat dalam rangka terpeliharanya keamanan dalam negeri.

2. Badan Intelijen Keamanan Kepolisian Negara Republik Indonesia yang selanjutnya disingkat Baintelkam Polri adalah unsur pelaksana tugas pokok yang bertugas membantu Kapolri dalam membina dan menyelenggarakan fungsi intelijen keamanan bagi kepentingan pelaksanaan tugas dan manajemen Polri secara umum guna mendukung pelaksanaan tugas-tugas pemerintahan dalam rangka mewujudkan keamanan dalam negeri.

3. Intelijen Keamanan Kepolisian Republik Indonesia yang selanjutnya disingkat Intelkam Polri adalah Intelijen yang diimplementasikan dalam penyelenggaraan fungsi kepolisian sebagai salah satu fungsi pemerintahan negara, dalam rangka mewujudkan keamanan dalam negeri.

4. Bahan Keterangan adalah tanda-tanda, gejala-gejala, fakta, masalah, peristiwa sebagai hasil usaha mempelajari, mengetahui, menghayati dengan menggunakan panca indera tentang suatu situasi dan kondisi.

(3)

5. Informasi adalah keterangan, pernyataan, gagasan, dan tanda-tanda yang mengandung nilai, makna, dan pesan, baik data, fakta maupun penjelasannya yang dapat dilihat, didengar, dan dibaca yang disajikan dalam berbagai kemasan dan format sesuai dengan perkembangan teknologi informasi dan komunikasi secara elektronik ataupun nonelektronik.

6. Penggalangan intelijen adalah semua usaha, pekerjaan dan kegiatan yang dilakukan secara berencana, terarah oleh sarana Intelijen untuk membuat, menciptakan, mengubah suatu kondisi dalam masyarakat sehingga mencapai keadaan yang menguntungkan terhadap pelaksanaan tugas pokok Kepolisian Negara Republik Indonesia.

7. Kegiatan Intelijen (Service Type Operation / STO) adalah segala usaha, pekerjaan dan kegiatan yang bersifat rutin sehari-hari, disusun/direncanakan dan diorganisasikan sesuai dengan lingkup tugas, wewenang, tanggung jawab serta struktur organisasi yang telah ditetapkan, untuk menghadapi sasaran-sasaran sepanjang tahun, dengan dukungan logistik serta anggaran yang telah diprogramkan.

8. Operasi Intelijen (Mission Type Operation / MTO) adalah segala usaha, pekerjaan dan kegiatan yang dilakukan oleh unit operasional intelijen terhadap sasaran selektif prioritas yang telah ditetapkan oleh pimpinan dengan dukungan anggaran dan logistik yang bersifat khusus.

9. Kegiatan Penggalangan Intelijen adalah semua usaha, pekerjaan, kegiatan dan tindakan yang dilakukan secara berencana dan terarah terhadap sasaran-sasaran individu sebagai informal leader maupun terhadap kelompok masyarakat baik kelompok formal maupun kelompok informal yang berpotensi terhadap keamanan dan ketertiban masyarakat guna mendukung terciptanya keamanan dan ketertiban masyarakat.

10. Operasi Penggalangan Intelijen adalah suatu operasi yang dilakukan secara berencana dan terarah untuk menanggulangi ancaman terhadap keamanan negara dengan menciptakan kondisi yang menguntungkan bagi pelaksanaan tugas Polri dalam rangka keamanan dan ketertiban masyarakat.

11. Propaganda adalah usaha dan kegiatan yang terorganisir untuk menyebarkan ide-ide, doktrin-doktrin dan prinsip-prinsip untuk mendapatkan dukungan dalam rangka menciptakan keamanan dan ketertiban masyarakat.

12. Penceraiberaian adalah suatu tahapan penggalangan yang dilakukan untuk menguraikan keutuhan kelompok/jaringan sasaran secara teratur sehingga timbul perbedaan pandangan di dalam sasaran dalam rangka keamanan dan ketertiban masyarakat.

Pasal 2

Tujuan peraturan ini sebagai pedoman dalam penyelenggaraan penggalangan Intelijen di lingkungan Intelijen Keamanan Kepolisian Negara Republik Indonesia.

(4)

Pasal 3

Kegunaan penggalangan Intelijen Kepolisian adalah tercegah dan terungkapnya usaha-usaha, pekerjaan dan kegiatan pihak lain yang berniat melakukan suatu perbuatan yang dapat menimbulkan, gangguan, ancaman terhadap stabilitas keamanan ketertiban masyarakat.

Pasal 4 Prinsip-prinsip penggalangan intelijen:

a. kerahasiaan/clandestine, yaitu penggalangan dilakukan secara tertutup dan hanya diketahui oleh orang tertentu atau yang bersangkutan saja;

b. ketelitian, yaitu penggalangan dilakukan secara cermat dan saksama;

c. kedisiplinan, yaitu penggalangan dilakukan dengan dilandasi oleh kesadaran terhadap semua peraturan dan tata tertib yang telah ditetapkan;

d. keamanan, yaitu penggalangan dilakukan secara berhati-hati;

e. keberanian, yaitu penggalangan dilakukan dengan hati yang mantap dan rasa percaya diri dalam menghadapi kesulitan; dan

f. mengutamakan sumber informasi di sasaran utama (primer) secara langsung dan hindari sumber informasi kedua (sekunder).

Pasal 5

Tujuan penggalangan intelijen, yaitu untuk mempengaruhi dan atau mengubah sikap, tingkah laku, pendapat, emosi dari sasaran tertentu yang dilakukan secara tertutup agar tercipta kondisi yang mendukung pelaksanaan tugas pokok Polri dalam rangka pemeliharaan keamanan dan ketertiban masyarakat.

BAB II

SASARAN PENGGALANGAN Pasal 6

Sasaran Penggalangan Intelijen Keamanan meliputi: a. individu; dan

b. masyarakat.

Pasal 7 Individu yang dimaksud pada pasal 6 huruf a adalah:

a. individu selaku tokoh informal yakni orang perorangan yang mempunyai pengaruh dan peranan tertentu dalam suatu kelompok masyarakat tertentu di daerah tertentu yang dalam kegiatannya berpengaruh terhadap stabilitas kamtibmas; dan

(5)

b. individu selaku tokoh formal yaitu perorangan yang dilihat dari segi kedudukan fungsi dan peranannya mempunyai potensi dan pengaruh yang dominan dalam kehidupan di bidang politik, ekonomi, sosial budaya dan keamanan negara baik formal maupun informal.

Pasal 8

Masyarakat yang dimaksud pada pasal 6 huruf b meliputi: a. masyarakat umum terdiri dari:

1. masyarakat yang kooperatif dalam rangka mewujudkan dan mendukung terciptanya stabilitas keamanan dan ketertiban masyarakat yang kondusif; dan 2. masyarakat yang nonkooperatif dan diragukan dalam mendukung terciptanya

stabilitas keamanan dan ketertiban masyarakat yang kondusif;

b. masyarakat tertentu yaitu golongan atau kelompok tertentu yang dilihat dari kegiatan, status, profesi maupun pengaruhnya dapat diidentifikasikan sebagai golongan atau kelompok tertentu dalam bidang politik, ekonomi, sosial budaya dan keamanan negara, yang memiliki potensi terhadap terciptanya gangguan keamanan dan ketertiban masyarakat.

Pasal 9

Sasaran individu dan masyarakat sebagaimana dimaksud pasal 6 dipilih atas dasar pertimbangan:

a. mudah atau tidaknya dipengaruhi;

b. mudah atau tidaknya penyebaran dalam kelompok/golongan; c. kedudukan sosial ekonomi dan politiknya; dan

d. kedudukan dalam struktur kekuatan/kekuasaan (Leading personality dan key position).

(6)

BAB III

PELAKSANAAN PENGGALANGAN Bagian kesatu

Pola Pasal 10

Pola kegiatan Penggalangan Intelijen sesuai dengan sifatnya sebagai Operasi Intelijen terdiri dari:

a. Pola Konstruktif Persuasif;dan

b. Pola Destruktif Persuasif/LET THEM FIGHT. Pasal 11

Pola Konstruktif Persuasif sebagaimana dimaksud pada pasal 10 huruf a merupakan kegiatan yang dilakukan untuk dimana sasaran diarahkan untuk berfikir dan menentukan keputusan sendiri sesuai dengan arah yang telah ditentukan oleh pihak penggalang yaitu: a. biarkan sasaran berfikir sendiri/LET THEM THINK yaitu sasaran langsung dirangsang

dengan fakta dan data yang telah disusun secara terarah agar sasaran dapat berfikir sendiri dan terarah kepada keadaan yang diharapkan pihak penggalang;dan

b. biarkan sasaran mengambil keputusan sendiri/LET THEM DECIDE yaitu sasaran dirangsang dengan masalah-masalah yang tersusun dan terarah supaya sasaran mengambil suatu keputusan sendiri untuk berbuat sesuatu yang diharapkan pihak penggalang. Penciptaan masalah-masalah ini adalah dengan cara menyusun dan melemparkan permasalahan yang berkaitan dengan usaha pencapaian tujuan pihak penggalang.

Pasal 12

Pola Destruktif Persuasif/LET THEM FIGHT (biarkan sasaran berbeda pendapat) sebagaimana dimaksud pada pasal 10 huruf b yaitu sasaran diharapkan mengikuti dorongan lawan dan mengingkari kepatuhan terhadap kelompoknya. Sasaran dirangsang dengan fakta-fakta yang dibuat ada supaya emosi sasaran dieksploitir sehingga terjadi perbedaan pendapat di kalangan sendiri dan kemudian memihak kepada pihak sendiri.

(7)

Bagian kedua Tahap Pasal 13 Tahap-tahap Penggalangan Intelijen terdiri dari: a. persiapan; dan

b. pelaksanaan.

Pasal 14

Tahap persiapan sebagaimana dimaksud pasal 13 huruf a merupakan kegiatan dalam rangka mempersiapkan pelaksanaan dalam bentuk penjajakan (casing).

Pasal 15

Tahap pelaksanaan sebagaimana dimaksud pasal 13 huruf b merupakan kegiatan pelaksanaan penggalangan yang terdiri dari:

a. individu; dan b. kelompok

Pasal 16

Penggalangan individu sebagaimana dimaksud pasal 15 huruf a dilakukan melalui tahap-tahap:

a. tahap penyusupan, yaitu pendekatan ke dalam individu untuk mendapatkan kepercayaan dari sasaran melalui ide-ide sesuai dengan kegiatan sasaran;

b. tahap mempengaruhi, yaitu mempengaruhi sasaran dengan memiliki pengetahuan tentang titik kelemahan dan kekuatan sasaran;

c. tahap pengarahan dan pengendalian, yaitu sasaran dikendalikan kepada tujuan yang ingin dicapai serta tidak menyimpang dengan pengendalian yang terus menerus; dan d. tahap pemanfaatan, yaitu sasaran sudah dapat menerima konsepsi pihak penggalang

serta digerakkan sesuai dengan kehendak pihak penggalang. Pasal 17

Penggalangan kelompok masyarakat tertentu dan atau masyarakat luas sebagaimana dimaksud pasal 15 huruf b, dilakukan secara tertutup melalui tahap-tahap:

a. penyusupan; b. penceraiberaian;

(8)

c. pengingkaran; d. pengarahan; e. pengusut kesetiaan; f. penggeseran; dan g. penggabungan. Pasal 18

(1) Penyusupan sebagaimana dimaksud pada pasal 17 huruf a, yaitu:

a. dilakukan secara tertutup oleh agen penggalang ke dalam sasaran, bersamaan dengan itu sambil membangun jaringan di dalam tubuh sasaran;

b. agen penggalang dan jaringan yang dibangun disamar sedemikian rupa sehingga tidak menimbulkan kecurigaan; dan

c. penyusupan ke dalam kelompok masyarakat sasaran disesuaikan dengan kondisi sasaran.

(2) Penceraiberaian sebagaimana dimaksud pada pasal 17 huruf b dilakukan dengan cara:

a. mengidentifikasikan kelompok; dan

b. memilahkan kelompok ke dalam pro dan kontra sesuai dengan rencana penggalangan melalui kegiatan:

1. mendorong perbedaan;

2. membuat perbedaan pendapat;

3. mengarahkan untuk mematuhi kehendak penggalang; dan 4. menciptakan opini sesuai kehendak penggalang.

(3) Pengingkaran sebagaimana dimaksud pada pasal 17 huruf c yaitu mengidentifikasi pertentangan dan perpecahan, kelompok menjadi terpecah belah, kewibawaan dan kedudukan pimpinan sasaran menjadi lemah.

(4) Pengarahan sebagaimana dimaksud pada pasal 17 huruf d yaitu memberikan arahan atau motivasi bahwa untuk terciptanya dan terpeliharanya suatu keadaan yang lebih maka dilakukan hasutan-hasutan dan memperuncing perpecahan diantara kelompok sasaran dan mengganti pimpinannya.

(5) Pengusut kesetiaan sebagaimana dimaksud pada pasal 17 huruf e yaitu dilakukan untuk memberikan kepastian dan keyakinan sebagai jaminan sponsor/handler bahwa tidak akan melakukan penghianatan ataupun double agent.

(6) Penggeseran sebagaimana dimaksud pada pasal 17 huruf f yaitu terjadi perubahan dalam sasaran sesuai kehendak penggalang.

(9)

(7) Penggabungan sebagaimana dimaksud pada pasal 17 huruf g yaitu kelompok yang terpecah digabungkan kembali dan telah tercipta kondisi yang dikehendaki penggalang, sehingga merupakan bagian dari keseluruhan kekuatan.

Bagian Ketiga Taktik dan Teknik

Pasal 19 Taktik Penggalangan Intelijen terdiri dari:

a. gerakan menarik sasaran meliputi: 1 pemberian bantuan;

2 hadiah; dan 3 bujukan;

b. gerakan menekan sasaran, yaitu mempengaruhi agar objek menerima kehendak penggalang;

c. gerakan penyesatan untuk mengalihkan perhatian sasaran;

d. gerakan memecah belah, dimana sasaran dirangsang untuk meragukan kepentingan kelompoknya sehingga bersedia mengingkari kepatuhan kepada kelompoknya; dan e. gerakan mendorong dan dirangsang berpikir persuasif yakni mengutamakan golongan

intelektual sebagai sasaran dengan menyajikan fakta dan tata ilmiah yang telah disusun sehingga sasaran lebih mudah diarahkan.

Pasal 20 Teknik Penggalangan Intelijen terdiri dari:

a. perang Urat Saraf (PUS) atau Operasi Penggalangan Psikologis: 1. pendapat sasaran;

2. perasaan sasaran; 3. sikap sasaran; dan 4. tingkah laku sasaran;

b. propaganda melalui penyebaran pernyataan atau gagasan-gagasan; c. kampanye berbisik untuk melawan isu negatif;

d. penyebaran rumor ke dalam lingkungan kelompok masyarakat tertentu untuk menimbulkan keraguan terhadap loyalitas kelompok;

e. penggunaan isu;

(10)

f. penggunaan gosip untuk menciptakan pengingkaran kelompok terhadap integritas pimpinan kelompok;

g. mempengaruhi pikiran oknum atau kelompok yang menentang penegak hukum;

h. memanfaatkan kelemahan atau kerawanan ekonomi untuk mempengaruhi sasaran; dan

i. melakukan kegiatan untuk menimbulkan ketidakstabilan atau tindakan melawan aturan atau hukum di kalangan kelompok-kelompok sasaran.

Bagian Keempat Tema dan Media

Pasal 21 Tema penggalangan intelijen meliputi:

a. topik/masalah yang merupakan garis pengaruh dan pesan yang disampaikan pada sasaran secara psikologis;

b. sesuai dengan situasi dan kondisi, menunjukkan kebenaran dan tidak menimbulkan kontradiksi dengan tema yang ada;

c. isi ide penggalangan harus diperhitungkan untuk dapat diterima oleh sasaran dan berbuat sesuai kehendak penggalang; dan

d. pesan harus selaras dengan pola, teknik dan taktik. Pasal 22

Media Penggalangan Intelijen meliputi:

a. kontak personel, yaitu tatap muka dengan menyembunyikan identitas terhadap sasaran (terselubung), diantaranya:

1. kontak orang dengan orang;

2. kontak orang dengan kelompok; dan

3. kontak kelompok dengan kelompok (antara lain mengadakan kesenian, pertemuan, ceramah dan diskusi);

b. pamplet, selebaran, brosur, spanduk dan surat kaleng; dan c. media massa meliputi:

1. media cetak;

2. media elektronik; dan 3. media internet.

(11)

BAB IV

KEGIATAN DAN OPERASI PENGGALANGAN INTELIJEN Bagian Kesatu

Kegiatan Penggalangan Intelijen Pasal 23

Kegiatan penggalangan Intelijen meliputi:

a. menyelenggarakan pengumpulan bahan keterangan terhadap sasaran kegiatan Penggalangan Intelijen, menyangkut individu dan masyarakat kecil baik organisasi, metode, taktik dan teknik maupun kemampuan serta kelemahannya;

b. membuat rencana Penggalangan Intelijen;

c. mempersiapkan personel yang profesional dan dilatih khusus untuk tugas penggalangan serta mempersiapkan sarana prasarana pendukung dan pengarahan pelaksanaan Penggalangan Intelijen;

d. melaksanakan Penggalangan Intelijen sesuai dengan rencana yang telah ditetapkan; e. melaksanakan pengawasan dan pengendalian mulai proses perencanaan sampai

dengan pelaksanaan;

f. melaksanakan analisa evaluasi terhadap pelaksanaan Penggalangan Intelijen terdiri dari:

1. pelaporan; dan 2. metode;

g. memanfaatkan Teknologi Intelijen yang disesuaikan dengan kegiatan penggalangan dan sasaran penggalangan.

Bagian Kedua

Operasi Penggalangan Intelijen Pasal 24

Langkah-langkah Operasi Penggalangan Intelijen terdiri: a. perencanaan;

b. pelaksanaan; dan c. evaluasi.

(12)

Pasal 25

(1) Perencanaan sebagaimana dimaksud pada pasal 24 huruf a yaitu melakukan analisa sasaran dengan maksimal untuk menentukan golongan masyarakat untuk dijadikan sasaran yang dilanjutkan dengan menyusun perencanaan penggalangan.

(2) Penyusunan perencanaan penggalangan meliputi:

a. penentuan tugas, yaitu perumusan tentang tugas apa yang akan dilaksanakan dan apa yang harus dicapai;

b. analisa tugas, yaitu menganalisa persoalan-persoalan yang timbul dari tugas pokok dan bagaimana memecahkan persoalan tersebut;

c. situasi sasaran, yaitu penilaian terhadap situasi daerah/tempat atau kejadian-kejadian yang dapat mengakibatkan kondisi tidak menguntungkan;

d. kondisi sasaran, yaitu menilai kondisi yang terjadi akibat dari situasi / kejadian-kejadian yang dialami oleh masyarakat;

e. kebutuhan informasi, yaitu informasi yang dibutuhkan tentang hal-hal yang ada hubungannya dengan kondisi sasaran;

f. hal-hal yang diubah sehingga tercipta kondisi yang diharapkan;

g. cara bertindak yaitu merumuskan cara yang digunakan di dalam pelaksanaan penggalangan terdiri dari:

1. pola; 2. taktik; 3. teknik; 4. tema; dan 5. pengendalian.

(3) Kegiatan analisa sasaran meliputi:

a. Pengumpulan bahan-bahan keterangan sasaran yang terdiri dari: 1. Sikap:

a) terhadap pendatang baru;

b) terhadap kemajuan teknologi baru; c) terhadap kebijaksanaan pemerintah;

d) kerukunan antarumat beragama, antara partai politik, antar organisasi masyarakat, golongan tua dan muda; dan

e) gotong royong atau individual.

(13)

2. Motivasi, yaitu latar belakang sasaran dalam berbuat sesuatu. 3. Emosi meliputi:

a) apatis, dinamis dan kreatif;

b) spontanitas masyarakat timbul dengan sendirinya atau menunggu perintah pimpinan kelompoknya;

c) reaksi masyarakat terhadap masalah yang timbul dalam lingkungannya dengan cara bagaimana dan kepada siapa reaksi tersebut ditujukan; dan

d) temperamen; 4. Kebiasaan meliputi:

a) profesi mayoritas masyarakat; b) kesenangan;

c) adat istiadat; d) bahasa pergaulan;

e) kegemaran akan makanan; dan

f) sikap masyarakat terhadap yang dituakan/pimpinan sosial/sesepuh;

5. Mudah atau tidaknya dipengaruhi;

6. Mudah atau tidaknya penyebaran pesan atau jaringan; 7. Kedudukan sosial ekonomi;

8. Kedudukan dalam struktur kekuatan; dan 9. Pendapat meliputi:

a) cepat percaya terhadap sesuatu berita atau tidak;

b) tanggapan masyarakat terhadap ucapan atau tingkah laku tokoh masyarakat;

c) sejauhmana pengaruh tokoh masyarakat setempat;

d) kemungkinan adanya perebutan pengaruh antartokoh; dan e) pengaruh dari mana yang sedang berlangsung/dialami;

b. Penilaian terhadap kemampuan, kelemahan dan kerawanan sasaran serta niat atau tujuan yang direncanakan oleh sasaran terdiri dari:

(14)

1. Daya terima masyarakat daerah sasaran yang dapat diukur sejauhmana pengaruh dari luar dapat diserap atau diterima oleh masyarakat.

2. Tokoh informal (pemimpin sosial) setempat meliputi:

a) golongan yang ikut menentukan tata cara kehidupan dalam masyarakat, terdiri dari :

1) berpengaruh, golongan ini mempunyai pengaruh besar dalam masyarakatnya, sehingga mereka disebut golongan penentu; dan

2) golongan yang menentukan tetapi bukan penentu terakhir. Mereka mempunyai pengaruh tetapi tidak sebesar golongan pertama;

b) golongan yang didengar tetapi tidak ikut menentukan dalam proses yang menentukan dalam tata kehidupan masyarakat, terdiri dari:

1) golongan yang didengar dan sering digunakan sebagai bahan pertimbangan dalam penentuan; dan

2) golongan yang didengar dan diperhatikan saja; c) golongan atau perorangan yang berusaha menokohkan diri;

c. Penilaian untuk mengetahui sampai sejauh mana tindakan-tindakan pengamanan yang dilakukan oleh penggalang dan jaringan guna menyempurnakan pengamanan yang diadakan.

d. Penyusunan bahan-bahan keterangan (pesan-pesan) yang diperkirakan tepat untuk diterima dan mempengaruhi sasaran.

Pasal 26

(1) Pelaksanaan sebagaimana dimaksud pada pasal 24 huruf b, yaitu melakukan penciptaan kondisi atau keadaan yang diinginkan

(2) Pelaksanaan sebagaimana dimaksud ayat (1) meliputi: a. persiapan; b. pendasaran (penyusupan); c. mempengaruhi/eksploitasi; d. intensifikasi; dan e. evaluasi/konsolidasi. Pasal 27 . . .

(15)

Pasal 27

(1) Persiapan sebagaimana dimaksud dalam pasal 26 ayat (2) huruf a, meliputi: a. tugas pokok;

b. tujuan yang ingin dicapai;

c. organisasi pelaksanaan dan personil; d. komando dan pengendalian;

e. dukungan sarana/biaya;

f. pemasangan jaringan penggalangan; dan g. koordinasi yang diperlukan.

(2) Pendasaran (penyusupan) sebagaimana dimaksud dalam pasal 26 ayat (2) huruf b, meliputi:

a. mengadakan penyusupan ke dalam tubuh sasaran/penetrasi baik melalui pelemparan pesan terhadap sasaran dan untuk mendapatkan bahan penilaian tentang sasaran.

b. penyusupan jaring-jaring ide penggalangan terhadap sasaran, yang dilakukan dengan klasifikasi sasaran:

1. terhadap lingkungan sasaran digunakan teknik persuasif, dengan taktik gerakan yang menarik dan sarana yang menarik serta sarana yang digunakan adalah propaganda guna menarik lingkungan sasaran inti/pokok, sehingga sasaran inti/pokok dapat dipisahkan dari lingkungan/simpatisannya;

2. sasaran inti/pokok baik individu ataupun kelompok yang telah dipisahkan dari lingkungan/ simpatisannya, digunakan teknik koersif dimana dalam tahap awal diciptakan benih-benih kecurigaan di antara mereka, yang kemudian dikembangkan menjadi pertentangan.

(3) Mempengaruhi/eksploitasi sebagaimana dimaksud dalam pasal 26 ayat (2) huruf c, meliputi:

a. pengingkaran sasaran terhadap kelompok/golongannya;

b. pengarahan untuk mengikuti pihak penggalang dan diadakan penggeseran baik pimpinan kelompok/golongannya maupun tokoh-tokoh di kelompok/golongan sasaran itu.

(4) Intensifikasi sebagaimana dimaksud dalam pasal 26 ayat (2) huruf d, meliputi:

a. pemantapan hasil yang telah dicapai dalam kegiatan tahap eksploitasi (penggabungan) dan selanjutnya pengawasan dan tindakan-tindakan pengamanan untuk memelihara dan membina yang telah berhasil;

b. variasi penggunaan teknik penggalangan serta pertimbangan kekuatan.

(16)

(5) Evaluasi/konsolidasi sebagaimana dimaksud dalam pasal 26 ayat (2) huruf e, meliputi: a. akibat operasi tersebut;

b. tepat/tidaknya yang dibuat pada langkah menganalisa sasaran; c. menganalisa daya terima masyarakat setelah operasi dilaksanakan; d. menganalisa tokoh-tokoh masyarakat daerah sasaran;

e. penilaian hasil dan kegunaan/manfaat dari operasi tersebut;

f. jika evaluasi menunjukkan hasil yang positif dan mendekati pencapaian tujuan, pelemparan pesan/ide berakhir pada tahapan konsolidasi;

g. pelemparan pesan/ide diarahkan untuk memulihkan kondisi yang telah tercipta; h. akomodasi bagi sasaran yang telah berubah kondisinya sesuai yang

diharapkan; dan

i. akomodasi harus diteruskan oleh fungsi pembinaan setelah penggalangan dihentikan.

Pasal 26

(1) Evaluasi sebagaimana dimaksud pada pasal 24 huruf c yaitu mengevaluasi terhadap hasil operasi yang telah dilaksanakan.

(2) Evaluasi sebagaimana dimaksud ayat (1) meliputi:

a. analisa efek yang timbul dari operasi yang diadakan;

b. kecocokan dari perkiraan yang dibuat dalam langkah-langkah perencanaan; c. analisa daya terima masyarakat setelah diadakan operasi;

d. analisa peranan dari suatu masyarakat;

e. penilaian hasil guna dan daya guna dari langkah-langkah pelaksanaan; dan f. pelaporan hasil pelaksanaan tugas.

BAB V

KOORDINASI, ADMINISTRASI, PENGAWASAN DAN PENGENDALIAN Pasal 27

(1) Pelaksanaan koordinasi dalam penggalangan dilakukan secara internal di lingkungan pelaksana tugas.

(2) Pelaksana penggalangan Intelijen menerima instruksi dan Unsur-unsur Utama Keterangan dari pimpinan.

(17)

Pasal 28

(1) Penyelenggaraan administrasi penggalangan dan pelaporan berpedoman pada administrasi produk Intelijen.

(2) Dukungan logistik menggunakan sarana dan prasarana sesuai kebutuhan.

(3) Dukungan anggaran disesuaikan dengan indeks dan kebutuhan kegiatan/Operasi Pengamanan Intelijen.

Pasal 29

(1) Pengawasan dan pengendalian dalam penyelenggaraan penggalangan intelijen secara struktural dilakukan oleh pejabat Intelkam Polri.

(2) Pengawasan dan pengendalian dalam penyelenggaraan penggalangan intelijen secara fungsional dilakukan mulai dari sponsor (SP), Agen Pengendali / Agent

Handler (AH), Agen Utama / Principal Agent (PA), Agen Pendukung / Support Agent

(SA) dan Agen Pelaksana / Agent Action (AA).

BAB VI

KETENTUAN PENUTUP Pasal 30

Peraturan Kabaintelkam Polri ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan. Ditetapkan di Jakarta

pada tanggal 2013

KEPALA BADAN INTELIJEN KEAMANAN POLRI,

Drs. SUPARNI PARTO S, M.M. KOMISARIS JENDERAL POLISI Disahkan di Jakarta

pada tanggal 2013

KEPALA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA,

Drs. TIMUR PRADOPO JENDERAL POLISI

(18)

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan hasil survey awal yang dilakukan peneliti di ruang rawat inap Rumah Sakit Umum Permata Bunda, Jumlah pasien rawat inap seluruh ruangan pada tahun 2016 sebanyak

RKA - SKPD 2.2.1 Rincian Anggaran Belanja Langsung Menurut Program dan Per Kegiatan Satuan Kerja Perangkat Daerah.. RKA - SKPD 3.1 Rincian Penerimaan Pembiayaan Daerah

Optimasi kinerja dilakukan dengan pengaturan di Jalan Minor yaitu di jalan Kalibaru timur 6, yaitu dengan pemberlakuan jalan satu arah.sedang untuk pengguna jalan dari arah

Metode analisis spektrofotometri yang menggunakan zat warna o-carboxyphenyl diazoamino p- azobenzene dapat digunakan untuk menganalisis hasil ektraksi merkuri dalam larutan

Pada teori ini hubungan timbal balik antara belajar sebagai proses pembentukan pengalaman secara empiric dan proses pembentukan konsep secara rasional dalam menghasilkan

Perairan Sabang - Banda Aceh, Selat Malaka, Perairan Lhokseumawe, Perairan P.Simeulue - Meulaboh, Perairan Kep.Nias dan Kep.Mentawai, Perairan Bengkulu, Samudera Hindia Barat

Hasil analisi duncant pada pengamatan jumlah pong per tanaman dan bobot pong per tanaman menunjukkan adanya interaksi, dimana secara garis besar terlihat bahwa

Hasil analisis menunjukkan bahwa awal tanam dan masa tanam pertama (Gardu) cenderung mengalami pergeseran lebih awal satu bulan atau tiga bulan dari patokan masa