• Tidak ada hasil yang ditemukan

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Eldridge et al. (1993), taksonomi tanaman Eucalyptus adalah. : Plantae (Tumbuhan) : Spermatophyta (Menghasilkan biji)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Eldridge et al. (1993), taksonomi tanaman Eucalyptus adalah. : Plantae (Tumbuhan) : Spermatophyta (Menghasilkan biji)"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

TINJAUAN PUSTAKA

Deskripsi Eucalyptus urograndis

Menurut Eldridge et al. (1993), taksonomi tanaman Eucalyptus adalah sebagai berikut:

Kerajaan : Plantae (Tumbuhan)

Divisi : Spermatophyta (Menghasilkan biji) Sub Divisi : Angiospermae

Kelas : Dicotyledone (berkeping dua) Ordo : Myrtales

Keluarga : Myrtaceae (suku jambu-jambuan) Marga : Eucalyptus

Jenis : Eucalyptus sp.

Genus Eucalyptus banyak dikembangkan karena memiliki jumlah jenis dan provenan yang sangat beragam, cepat tumbuh, umumnya memiliki bentuk batang yang baik dan lurus, produksi biji tinggi dan mudah bertunas serta memiliki 12 potensi adaptasi yang tinggi terhadap kondisi lingkungan yang berbeda (Campinhos et al., 1993). Persyaratan tumbuh, baik keadaan tanah maupun lingkungan berbeda-beda tergantung jenis. Eucalyptus urophylla merupakan jenis yang baik tumbuh pada tipe hujan C, D dan E dari Schmiit dan Ferguson, ketinggian 200-1500 m dpl dengan curah hujan 1300-2400 mm/tahun, tumbuh baik pada tanah allivian dan toleran terhadap tanah padat dan asam, tanah miskin zat mineral dan kandungan air kurang (Yulianti dan Kurniawati, 2003).

Jenis Eucalyptus grandis menghendaki iklim C dan D, ketinggian tempat sekitar 0- 800 m dpl, curah hujan tahunan rata-rata 1000-3500 mm/tahun dengan temperatur maksimum sekitar 24-300C. Tumbuh baik pada lahan datar atau

(2)

dengan kemiringan yang tidak curam, serta tumbuh pada tanah alluvial di tempat-tempat dekat air tetapi tidak tergenang air dan mengandung lempung (Boland et al. 1989).

Hibrid Eucalyptus urograndis merupakan hasil persilangan antara Eucalyptus urophylla S.T. Blake dan Eucalyptus grandis W.Hill ex Maid. Persilangan pertama kalinya dilakukan di Afrika Selatan dengan jenis tetua Eucalyptus grandis W.Hill ex Maid asal Australia dan Eucalyptus urophylla S.T. Blake dari Indonesia. Di Toba Pulp Lestari persilangan jenis ini dimulai sejak tahun 1994 secara terkendali dan mulai diujicobakan dalam skala lapangan tahun 1996 di daerah Aek Nauli, Sumatera Utara tumbuh baik pada daerah dengan ketinggian sekitar 250-1700 m di atas permukaan laut yang beriklim basah (tipe A) menurut Schmidt dan Ferguson (1951), curah hujan rata-rata tahunan 2824 mm dengan rata-rata bulanan 235 mm. Suhu udara berkisar 18,7- 21,1oC dengan suhu

rata-rata tahunan 19,9oC dan suhu tanah rata-rata tahunan 22,9oC serta jenis tanah

termasuk group Inceptisol (TPL, 2010).

Faktor Pertumbuhan Pohon

Kramer dan Kozlowski (1960) menyatakan bahwa pertumbuhan pohon sangat ditentukan oleh interaksi antara tiga faktor yaitu faktor keturunan/genetik, faktor lingkungan dan faktor teknik budidaya atau silvikultur yang diterapkan. Berkaitan dengan faktor lingkungan, Bruce dan Schumacher (1950) memilah faktor tersebut menjadi faktor kerapatan tegakan, faktor kondisi iklim dan faktor kondisi tanah. Sedangkan menurut Soepardi (1992), faktor yang mempengaruhi pertumbuhan tanaman adalah faktor genetik dan faktor kualitas tapak, khususnya kualitas tanah yang keduanya dapat dimanipulasi atau dirubah secara buatan.

(3)

Faktor genetik dapat dimanipulasi melalui kegiatan pemuliaan tanaman, sedangkan faktor tanah dapat dimanipulasi melalui kegiatan silvikultur.

Faktor kondisi iklim dan kondisi tanah digabungkan sebagai faktor kualitas tempat tumbuh (Husch et al., 1982). Dengan demikian dapat ditarik pengertian bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan meliputi faktor genetik, umur, kualitas tempat tumbuh, kerapatan tegakan dan tindakan silvikultur.

Faktor Genetik

Peningkatan produktivitas tegakan perlu dibarengi dengan peningkatan mutu genetik. Mutu genetik dapat dicapai melalui pemuliaan dengan modal utama keragaman genetik untuk tujuan pengembangan jenis dengan sifat unggul. Seleksi dilakukan dalam rangka memilih sifat-sifat yang diinginkan dari suatu pohon, seperti kecepatan pertumbuhan, kecepatan adaptasi lingkungan, dan adaptasi atau resisten hama dan penyakit dan lain-lain (Zobel dan Talbert, 1984).

Faktor Kualitas Tapak

Kualitas tapak atau tempat tumbuh adalah totalitas faktor lingkungan yang berpengaruh terhadap pertumbuhan tegakan dan menunjukkan kapasitas produksi tanah dalam menghasilkan masa kayu untuk jenis tertentu (Kramer dan Kozlowski, 1860). Menurut Daniel et al., (1997) kualitas tempat tumbuh merupakan jumlah total faktor-faktor lingkungan (tanah, iklim mikro, kelerengan dan lain-lain) yang merupakan fungsi sejarah geologis, fisiografi, iklim mikro dan perkembangan suksesi. Faktor tempat tumbuh tegakan adalah totalitas dari peubah keadaan tempat tegakan, mencakup bentuk lapangan, sifat-sifat tanah dan iklim

(4)

yang memiliki tingkat keeratan hubungan yang cukup tinggi dengan dimensi tegakan (Suhendang, 1990).

Cara mengukur kualitas tempat tumbuh dapat melalui pengukuran satu atau lebih sifat-sifat vegetasi yang mencerminkan pengaruh dari faktor lingkungan, melalui pengukuran faktor lingkungan yang berasosiasi dengan pertumbuhan atau melalui penggunaan indikator peninggi. Keadaan tempat tumbuh dicirikan oleh keadaan atau sifat-sifat tanah (Suhendang, 1990).

Menurut Tim Peneliti Puslitbang Hutan Bogor (1993), persyaratan tempat tumbuh E. urophylla berdasarkan kondisi pada sebaran alaminya antara lain adalah iklimnya termasuk tipe E dengan curah hujan rata-rata per tahun 1574,8 mm dan hari hujan 102,2 hari, topografi bergelombang sampai berbukit, dengan ketinggian tempat 1000-2400 m dpl. Jenis tanah termasuk mediteran merah dengan bahan induk endapan liat struktur gumpal bersudut, tekstur lempung liat berpasir, konsistensi teguh, melekat dan plastis.

Tanah merupakan faktor edafis penting untuk pertumbuhan tanaman karena tanah merupakan perantara penyedia faktor-faktor suhu, udara, air dan unsur-unsur hara yang mempengaruhi pertumbuhan tanaman (Wasis, 2005). Pembangunan hutan tanaman industri memerlukan tanah yang subur agar hasil tanaman dapat optimum. Produktivitas suatu ekosistem dapat dipertahankan jika tanah dapat melakukan fungsinya secara optimal. Tanah merupakan salah satu faktor lingkungan yang mempengaruhi pertumbuhan tanaman dan dapat dimanipulasi melalui teknik silvikultur dalam rangka perbaikan kesuburan tanah. Adapun fungsi tanah adalah: menunjang akar; menyerap, menyimpan dan menyediakan air; menyimpan dan menyediakan unsur-unsur hara mineral bagi

(5)

tanaman; mendorong pertukaran gas terutama O2 dan CO2 secara teratur;

mendorong aktivitas biologi dalam tanah; serta menerima, menyimpan dan melepaskan karbon (Fisher dan Binkley, 2000).

Tanah andisol adalah tanah yang berasal dari pelapukan abu vulkanik gunung berapi, tergolong subur dengan unsur hara yang tinggi dan baik dalam mengikat air (Jannah, 2011). Tanah oxisol lebih baik sedikit dibandingkan ultisol. Tanah oxisol dicirikan dengan warna tanahnya merah hingga kuning, sehingga sering disebut tanah merah, ketersediaan unsur P dan K di tanah Oxisol sangat rendah (Maidhal, 1993). Inceptisol merupakan tanah muda yang belum berkembang lanjut sehingga bahan organik dan unsur hara tanahnya kurang tersedia (Irawan, 2013).

Tanah berordo Ultisol kebanyakan memiliki sifat tanah yang masam, karena material di dalam profil tanah banyak mengandung mineral kuarsa dan seskuioksida besi (Fe) dan aluminium (Al), sementara mineral- mineral lainnya amat sedikit. Berdasarkan hal ini ditambah beberapa ciri lainnya. Mineral-mineral tersebut memiliki kapasitas menahan hara (KTK) yang rendah, demikian pula potensi kandungan hara rendah (Safriansyah, 2011).

Faktor Perlakuan Silvikultur

Produktivitas maksimum akan tercapai jika dalam pengelolaan hutan dilakukan tindakan silvikultur intensif bersamaan dengan pemuliaan tanaman, seperti penggunaan bibit yang mempunyai keragaman genetik tinggi. Tanpa perlakuan silvikultur yang intensif dalam pemeliharaan maka produksi maksimum tidak akan tercapai (Zobel dan Talbert, 1984).

(6)

Berbagai teknik silvikultur dapat diterapkan terhadap tanah dan pengelolaan tegakan untuk meningkatkan ketersediaan air dan unsur hara selama pertumbuhan. Pada hutan tanaman cepat tumbuh, penerapan pengelolaan dengan teknik silvikultur intensif dapat menaikkan dan mempertahankan produktivitas. Pada umumnya pengelolaan intensif dilakukan pada fase persiapan bibit, persiapan lahan dan fase pemeliharaan tegakan berupa pemberian input hara atau pemupukan (Nambiar, 1996).

Teknik silvikultur yang intensif dalam pemeliharaan perlu untuk pencapaian produksi maksimum. Teknik silvikultur dimulai dari sejak pembibitan, pemeliharaan bibit, penyiangan, penyapihan, penanaman, jarak tanam, pemangkasan dan penjarangan (Daniel et al., 1997).

Biomassa

Pengertian Biomassa

Biomassa adalah jumlah total bahan organik hidup di atas permukaan tanah pada pohon yang dinyatakan dalam berat kering oven per unit luas (Brown, 1997). Jumlah karbon yang disimpan di dalam pohon atau hutan dapat dihitung jika diketahui jumlah biomassa atau jaringan hidup tumbuhan di hutan tersebut dan memberlakukan suatu faktor konversi. Pengertian biomassa ditinjau dari asal kata bio dan massa, sehingga biomassa tanaman adalah massa dari bagian hidup tanaman. Bio mengandung pengertian bagian dari makhluk hidup. Massa mengandung pengertian yang sama dengan yang terdapat dalam fisika yaitu parameter kepadatan dari suatu benda atau zat yang memberikan unsur percepatannya bila suatu gaya diberikan. Dengan demikian biomassa tanaman adalah bahan hidup yang dihasilkan tanaman yang bebas dari pengaruh gravitasi,

(7)

sehingga nilainya tidak sama dengan berat yang tergantung kepada tempat penimbangan dan berhubungan dengan gaya gravitasi (Rusolono, 2006).

Biomassa adalah berat bahan organik persatuan unit luas pada waktu tertentu yang dinyatakan dengan istilah berat kering (dry weight) atau biomassa dapat berupa berat bahan organik suatu organisme tertentu persatuan unit luas. Biomassa pohon merupakan ukuran yang sering digunakan untuk menggambarkan dan mempelajari pertumbuhan tanaman. Hal ini didasarkan pada kenyataan bahwa pendugaan biomassa relatif lebih rendah dan merupakan akumulasi dari total proses metabolisme yang dialami oleh tanaman sehingga hal ini merupakan indikator pertumbuhan yang cukup representatif apabila dikaitkan dengan tampilan keseluruhan pertumbuhan tanaman (Rusolono, 2006).

Menurut Whitten et al., (1984) dalam Rizon (2005), biomassa hutan adalah jumlah total bobot kering semua bagian tumbuhan hidup, baik untuk seluruh atau sebagian tubuh organisme, produksi atau komunitas dan dinyatakan dalam berat kering persatuan luas (ton/ha). Biomassa dibedakan ke dalam dua kategori yaitu biomassa di atas permukaan (above ground biomass) dan biomassa bawah permukaan (below ground biomass). Biomassa di atas permukaan tanah adalah berat bahan organik per unit area pada waktu tertentu yang dihubungkan ke suatu fungsi sistem produktifitas, umur tegakan dan distribusi organik. Diperkirakan 45%-50% komponen penyusun biomassa adalah karbon (Brown, 1997).

Pengukuran Biomassa

Pendugaan bomassa di atas permukaan tanah dapat diukur menggunakan metode langsung (destructive) dan metode tidak langsung (non destructive).

(8)

Biomassa dapat diukur secara akurat melalui penebangan, pengeringan, dan penimbangan. Akan tetapi cara tersebut tidak efisien dan membutuhkan biaya yang cukup besar.

Menurut Ewusie (1980) dalam Jayasekara (1990), pengukuran biomassa dapat dilakukan melalui pengukuran diameter setinggi dada (dbh) dan tinggi pohon serta pengukuran volume kayu yang dikonversi menjadi berat kering. Kandungan biomassa di atas permukaan tanah dari berbagai spesies pohon dapat diukur menggunakan persamaan allometrik.

Faktor yang Mempengaruhi Biomassa

Biomassa tegakan hutan dipengaruhi oleh umur tegakan hutan, sejarah perkembangan vegetasi, komposisi dan struktur tegakan. Faktor iklim seperti curah hujan dan suhu merupakan faktor yang mempengaruhi laju peningkatan biomassa pohon (Kusmana 1993). Produktivitas hibrid Eucalyptus urograndis sangat ditentukan oleh jenis tanah dan besarnya curah hujan tahunan (Goncalves et al., 1997 dalam Mindawati, 2011).

Beberapa faktor yang mempengaruhi tingkat penyerapan karbon antara lain adalah: iklim, topografi, karakteristik tanah, spesies dan komposisi umur pohon, serta tahap pertumbuhan pohon. Tingkat serapan karbon yang tinggi umumnya terjadi pada lokasi lahan dengan kesuburan yang tinggi dan tingkat curah hujan cukup, dan pada tanaman yang cepat tumbuh, walaupun tingkat dekomposisi juga cukup tinggi pada lokasi tersebut. Pengelolaan hutan yang baik seperti pengaturan penjarangan dan rotasi pohon juga mempengaruhi tingkat serapan karbon. Sebaliknya tingkat penyerapan karbon yang rendah umumnya

(9)

terjadi pada lokasi dengan tingkat curah hujan dan kesuburan tanah rendah (Dury et al., 2002).

Selain itu, faktor lain yang mempengaruhi biomassa tegakan hutan antara lain seperti perkembangan vegetasi, komposisi dan struktur tegakan hutan, suhu dan curah hujan. Suhu dan curah hujan merupakan faktor penunjang agar vegetasi atau tegakan dapat tumbuh dengan baik. Suhu yang optimal dan ketersediaan air yang cukup akan mempercepat pertumbuhan vegetasi atau tegakan itu sendiri sehingga jika dilihat perkembangan vegetasinya maka akan mengalami peningkatan dimensi baik diameter, tinggi, volume, dan lainnya. Dengan peningkatan dimensi tersebut maka biomassa vegetasi atau tegakan pun akan semakin besar.

Kondisi Umum Lokasi Penelitian

PT. Toba Pulp Lestari sektor Aek Nauli berada di Kabupaten Simalungun, Provinsi Sumatera Utara. Daerah penelitian berada 160 km dari kota Medan dan 35 km dari Pematang Siantar. Secara geografis lokasi penelitian berada antara 2040’00” – 2050’00” Lintang Utara dan 98050’00” – 98010’00” Bujur Timur

(TPL, 2008). Berdasarkan iklim Schmidt dan Fergusson (1951) di Aek Nauli termasuk tipe iklim A (basah) dengan rata-rata curah hujan 2824 mm per tahun dan 235 mm/bulan, dimana bulan tertinggi terjadi hujan berada pada bulan Oktober dan terendah bulan Agustus (TPL, 2008).

Luas areal konsesi Sektor Aek Nauli 22.533 ha terdiri dari luas efektif HTI jenis Eucalyptus 9.861 ha, hutan konservasi seluas 10.328 ha, hutan jenis unggulan pinus seluas 584 ha, kawasan dengan tanaman kehidupan seluas 1.127 ha (aren, bamboo dan lainnya) dan seluas 508 ha digunakan sebagai sarana

(10)

operasional dan 125 ha merupakan daerah enclave dimana penduduk bermukim. Areal kerja hutan tanaman dibagi ke dalam beberapa blok dan dari blok dibagi menjadi beberapa petak (compartement) dengan luasan bervariasi. Sektor Aek Nauli terdiri dari 5 blok kerja (estate) yaitu estate A, estate B, estate C, estate D dan estate E (TPL, 2010).

Jenis tanaman yang terdapat di sektor Aek Nauli sebagai HTI pulp yaitu Eucalyptus grandis, E. urophylla, E. pellita dan 22 klon Eucalyptus hybrid terseleksi hasil persilangan antara jenis Eucalyptus yang berbeda. Salah satu jenis hybrid yang telah dikembangkan secara skala operasional adalah hibrid Eucalyptus urograndis yang merupakan hasil persilangan antara Eucalyptus urophylla S.T. Blake dan Eucalyptus grandis W.Hill ex Maid. Persilangan pertama kalinya dilakukan di Afrika Selatan dengan jenis tetua Eucalyptus grandis W.Hill ex Maid asal Australia dan Eucalyptus urophylla S.T. Blake dari Indonesia.

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan kadar gula darah sewaktu pada penderita diabetes mellitus sebelum dan sesudah dilakukan terapi bekam basah

Determinasi tumbuhan bertujuan untuk memastikan bahwa sampel yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah benar buah tomat (lycopersicum esculentum Mill)

wadah kritik dan saran pengguna yang bersifat membangun. Sehingga nantinya perpustakaan digital akan melakukan perbaikan layanan secara berkelanjutan. 5) Kualitas pelayanan

Menurut Hawthorne (1987) seleksi yang dilakukan secara efektif akan sangat membantu lembaga pendidikan untuk menghemat dana karena: (a) dicapai hasil (SDM) yang

Bab II berisi analisis bentuk -bentuk narsisisme yang terdapat dalam lirik -lirik karya G-Dragon dari tahun 2012 sampai 2013, sesuai dengan teori yang digunakan, yaitu teori

Pembatasan terhadap pelaksanaan HAM ini, tercantum pada pasal 28 J ayat (2) Undang-undang Dasar NRI tahun 1945, yang menentukan: “Dalam menjalankan hak dan kebebasannya,

Susanty, Hendrawati, & Rusanti1 (2020), mengemukakan bahwa lidah buaya juga memiliki sifat anti-mikroba, kandungan vitamin C sebesar 0,4004 mg/L yang memenuhi syarat aman

Dilakukan dengan mengumpulkan berbagai referensi kepustakaan mengenai perawatan jalan tambang (hauling road) dan mempelajari laporan penelitian yang telah