• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. yang membentuk suatu cerita atau juga sinema, sedangkan gambar

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. yang membentuk suatu cerita atau juga sinema, sedangkan gambar"

Copied!
7
0
0

Teks penuh

(1)

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Film merupakan sebuah media komunikasi massa yang merepresentasikan realita sosial. Film adalah rangkaian gambar bergerak yang membentuk suatu cerita atau juga sinema, sedangkan gambar bergerak atau gambar hidup adalah bentuk seni, bentuk popular dari hiburan juga bisnis, yang diperankan oleh tokoh-tokoh sesuai karakter yang direkam dibenda/lensa (kamera) atau animasi. Istilah film sendiri awalnya dimaksudkan untuk menyebut media penyimpan gambar atau biasa disebut Celluloid, yaitu lembaran plastik yang dilapisi oleh emulsi (lapisan kimiawi peka cahaya).1

Di era Orde Baru, ketika UU Perfilman dibuat, perfilman nasional ditempatkan dibawah pengawasan Departemen Penerangan (Deppen). Ketika Deppen di bubarkan oleh Presiden saat itu Abdurrahman Wahid, perfilman diasuh oleh Kementerian Negara Pariwisata dan Kesenian (sekarang bernama Departemen Kebudayaan dan Pariwisata), telah terjadi pergeseran cara pandang pemerintah terhadap film. Kemenbudpar berada dibawah asuhan Menko POLHUKKAM (Menteri Koordinasi Politik Hukum dan Keamanan). Pergeseran ini sudah selayaknya berdampak pada

(2)

2 peraturan yang dibuat untuk perfilman nasional. Saat ini film sudah selayaknya dipandang sebagai Produk Budaya.2

Setiap film disadari atau tidak oleh penontonnya mengadung isi komunikasi yang telah dikehendaki oleh pembuatnya dengan kepentingan tertentu. Seperti dikemukakan oleh van Zoest (1993:109), film dibangun dengan tanda-tanda semata. Tanda-tanda itu termasuk berbagai sistem tanda yang bekerja sama dengan baik untuk mencapai efek yang diharapkan, yang paling penting dalam film ialah gambar dan suara, kata yang diucapkan (ditambah dengan suara-suara lain serentak mengiringi gambar-gambar) dan musik film, karena rangkaian gambar dalam film menciptakan imaji dan sistem penandaan.

3

Kemunculan film Indonesia yang mengangkat latar belakang sejarah atau budaya suatu daerah menunjukan film bukan hanya semata industri yang mempunyai nilai ekonomis tetapi juga menjalankan perannya sebagai media yang mensosialisasikan warisan sejarah dan budaya, karena pembuatan film berlatar belakang budaya Indonesia juga

Dalam perspektif Marxian, film sebagai institusi sosial dianggap memiliki aspek ekonomis sekaligus ideologis. Bagaimanapun, hubungan antara film dan ideologi kebudayaannya bersifat problematik. Karena film adalah produk dari struktur sosial, politik, budaya tetapi sekaligus membentuk dan mempengaruhi dinamika struktur tersebut.

2 Heru Effendy. Industri Perfilman Indonesia. Jakarta: Erlangga 2008 hal 10 3 Alex Sobur. Semiotika Komunikasi. Bandung: Rosdakarya. 2009 hal 128

(3)

3 dapat dijadikan sebagai ajang promosi lokasi-lokasi warisan budaya di Indonesia dan hal ini juga dijadikan sebagai tonggak kemajuan dunia perfilman Indonesia.

Seperti diucapkan oleh ahli semiotika Charles S Pierce, kehidupan manusia dicirikan oleh percampuran tanda dan tugas pokok semiotika adalah mengidentifikasi, mendokumentasikan, dan mengklasifikasi jenis-jenis utama tanda dan cara penggunaannya dalam aktivitas yang bersifat representatif.4 Maksud representasif yaitu untuk menyambungkan, melukiskan, meniru sesuatu yang dirasa, dimengerti, diimajinasikan atau dirasakan dalam bentuk fisik. Marcel Danesi mendefinisikannya representasi sebagai proses merekam ide, pengetahuan atau pesan dalam beberapa cara fisik.5

Salah satu kebudayaan Indonesia yang mendunia adalah Jawa, kebudayaan Jawa sendiri memiliki sumber yang berpusat pada lingkungan Keraton, yaitu Keraton Surakarta dan Keraton Yogyakarta, selain di berikan keanekaragaman dan keunikan membuat Jawa sebagai sebuah warisan identitas, faktor-faktor yang diakui sebagai keunikan Jawa, seperti kesenian, etos kerja, pandangan kosmologinya dan dinamika masyarakatnya sehari-hari banyak menginspirasi banyak orang yang mempunyai latar belakang budaya yang berbeda, karena kekayaan itulah membuat seorang Sutradara Hollywood Conor Allyn membuat sebuah

4 Marcel Danesi. Pesan, Tanda, dan Makna. Yogyakarta: Jalasutra. 2012 hal 29 5 Indiwan Seto. Semiotika Komunikaasi. Jakarta: Mitra Wacana.2011 hal 148

(4)

4 film action berjudul Java Heat (Jawa Membara dalam bahasa Indonesia) dengan mengeksplor sejarah dan nilai-nilai kebudayaan Jawa yang berasal dari Keraton Yogyakarta.

Film Java Heat dirilis serentak di seluruh bioskop Indonesia pada 14 April 2013, film laga ini mencoba menggabungkan budaya barat dengan budaya Jawa dalam hal ini yang bersumber pada Keraton Yogyakarta yang dikemas dalam latar belakang, setting, alur cerita, dan karakter penokohan. Film ini bercerita tentang Satuan Densus 88 dan agen khusus Amerika yang membongkar misteri tewasnya Putri Kraton (Sultana) dalam teror bom bunuh diri pada acara pesta amal. Dalam film ini diwarnai konflik perebutan tahta kekuasaan dan konspirasi yang berhubungan dengan lingkungan Keraton.

Selain judul yang menarik, tema cerita dalam film Java Heat jika diamati hampir mirip dengan sejarah terciptanya Keraton Yogyakarta, dimana pada jaman itu Belanda melalui VOC dengan cara-cara liciknya berhasil memecah belah dan meruntuhkan dominasi Kerajaan Mataram di tanah Jawa yang ditandai dengan jatuhnya wilayah Cirebon, Priyangan dan belahan timur Madura kepada penjajah. Secara terus-menerus Belanda berhasil menghadirkan pertikaian di lingkungan Kerajaan dan perlahan membuat Belanda menanamkan kekuasaan di Mataram. Melalui perjanjian Giyanti yang mengakibatkan terbelah kekuasaan membagi dua wilayah dengan pemimpin yang berbeda namun sebenarnya masih berhubungan keluarga, Susuhan Amangkurat dengan Keraton Surakarta, sedangkan

(5)

5 Pangeran Mangkubumi (Sultan Hamengku Buwono I) dengan Keraton Yogyakarta.

Sebagai penikmat film yang cerdas, perlu adanya kontrol sosial yang juga sebagai bentuk pengawasan perkembangan film khususnya di Indonesia penting untuk mencermati aktivitas representasi melalui media film dalam dua hal. Pertama, apakah seseorang, kelompok atau gagasan tersebut ditampilkan sebagaimana mestinya. Penggambaran yang tampil bisa jadi adalah penggambaran yang buruk dan cenderung memarjinalkan seseorang atau sekelompok tertentu. Kedua, bagaimana representasi tersebut ditampilkan karena dalam representasi sangat mungkin terjadi misrepresentasi atau ketidakbenaran penggambaran.6

Dengan menonton film , maka orang tersebut tengah melakukan penggunaan dan penafsiran tanda yang di hadirkan melalui film tersebut. Maka untuk mengidentifikasi, mendokumentasikan, mengklarifikasi jenis-jenis utama tanda dan cara menggunakannya dalam proses representasi kebudayaan Yogya dalam film Java Heat, diperlukan adanya sebuah penelitian untuk mengetahui dan menganalisis apa yang justru tidak terlihat, atau dengan kata lain untuk melihat isi komunikasi yang tersirat, karena film bekerja pada sistem-sistem makna kebudayaan untuk memperbaharui, mereproduski atau me-review-nya, film juga diproduksi oleh sistem-sistem makna. Maka analisis semiotika dirasa tepat sebagai metode penelitan untuk membedah film Java Heat dan mengurai sistem

(6)

6 tanda yang bekerja didalamnya karena salah satu tujuan analisis semiotika adalah untuk menyediakan metode analisis dan kerangka berfikir dalam mengatasi terjadinya salah baca (misreading) atau salah dalam mengartikan makna suatu tanda.

Dalam kancah penelitian Semiotika tak bisa begitu saja melepaskan nama Rolang Barthes (1915-1980), seorang ahli semiotika yang mengembangkan kajian konsep konotasi dan denotasi. Menurut Barthes sebuah sistem tanda primer (primary sign system) dapat menjadi sebuah elemen dari sebuah sistem tanda yang lebih lengkap dan memiliki makna yang berbeda ketimbang semula. Dengan begitu, primary sign adalah denotative sedangkan secondary sign adalah satu dari connotative semiotics. Konsep connotative inilah yang menjadi kunci penting dari model semiotika Roland Barthes. Seperti ditegaskan Van Zoest (1991) siapapun bisa menemukan ideologi dalam teks dengan jalan meneliti konotasi-denotasi yang terdapat didalamnya sehingga dengan penelitian ini diketahui apakah film Java Heat telah merepresentasikan budaya Yogyakarta secara seimbang sebagaimana mestiya, atau malah memberikan pencitraan buruk melalui film tersebut.

1.2 Perumusan Masalah

Dari uraian latar belakang masalah yang telah dijelaskan diatas, maka perumusan masalah dalam penelitian ini adalah: Bagaimanakah Representasi Budaya Yogyakarta yang gambarkan dalam film Java Heat ?

(7)

7

1.3 Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk menemu-kenali kebudayaan Yogyakarta dan mengembangkan temuan-temuan tentang bagaimana budaya Yogyakarta direpresentasikan dalam film Java Heat melalui pengungkapan tanda dan maknanya.

1.4 Manfaat Penelitian

1.4.1 Manfaat teoritis/akademis

Penelitian ini secara teoritis/akademis diharapkan dapat bermanfaat untuk menambah wacana penelitian kualitatif menggunakan analisis semiotika tentang penggambaran suatu budaya yang di sampaikan melalui media film.

1.4.2 Manfaat Praktis

Hasil penelitian ini secara praktis diharapkan bermanfaat untuk mengatahui bagaimana cara kreatif yang ada dibalik suatu upaya penggambaran budaya tertentu dalam media massa film, dan juga memahami bagaimana isi komunikasi yang tersirat dibalik sebuah film dan kemudian dijadikan sebagai bahan pertimbangan dalam mengembangkan dan lebih mengekplorasi ide pembuata film yang berlatar sejarah dan kebudayaan Indonesia yang lebih infomatif, edukatif dan menghibur.

Referensi

Dokumen terkait

Peneliti melakukan penelitian dengan menyebar dua skala sekaligus, yaitu skala kenakalan remaja dan dukungan keluarga yang ditujukan kepada siswa-siswi SMP Negeri

Penelitian ini bertujuan, pada prinsipnya untuk mengembangkan teori-teori akademis dalam rangka memberikan konstribusi pemikiran dari segi efek keilmuan dan secara akademik

• Peserta didik secara berkelompok dibimbing oleh guru untuk menggabungkan contoh gerakan-gerakan yang sudah diperagakan dipertemuan sebelumnya menjadi satu

Berdasarkan kesulitan yang dialami oleh anak tunagrahita ringan kelas VII di SLB Yapem Tarusan yakni anak mengalami kesulitan dalam menguasai keterampilan terutama keterampilan

SCTV CITRA MEREK DAN KUALITAS PRODUK TERHADAP KEPUASAN Euis Soliha PELANGGAN DAN DAMPAKNYA PADA LOYALITAS PELANGGAN Sophiyanto Wuryan Suzy Widyasari PENGARUH STRUKTUR

Beberapa ketentuan dalam Peraturan Bupati Nomor 8 Tahun 2019 tentang Standar Biaya Tugas Belajar Bagi Pegawai Negeri Sipil di Lingkungan Pemerintah Kabupaten Sanggau (Berita

Dari tabel diatas untuk indikator melek finansial pada pengetahuan umum keuangan mahasiswi memperoleh skor rata- rata 82,64 % skor rata-rata tersebut lebih tinggi

Hasil penelitian yang didapatkan dari 54 responden, secara umum kelompok lanjut usia di Kelurahan Kinilow Kecamatan Tomohon Utara Kota Tomohon paling banyak memiliki