• Tidak ada hasil yang ditemukan

MENSTIMULASI KEMAMPUAN KOGNITIF ATENSI F

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "MENSTIMULASI KEMAMPUAN KOGNITIF ATENSI F"

Copied!
22
0
0

Teks penuh

(1)

MENSTIMULASI KEMAMPUAN KOGNITIF (ATENSI, FOKUS-PEMAHAMAN, KONSENTRASI DAN MEMORI JANGKA PENDEK) ANAK AUTIS MELALUI

TERAPI SENAM OTAK

Case Quasi Eksperimental Study pada Siswa Autis SLB Negeri Semarang

Dinie Ratri Desiningrum Ika Febrian Kristiana Universitas Diponegoro

ABSTRAK

Penelitian dengan tujuan untuk menstimulasi kemampuan kognitif (atensi, fokus pemahaman, konsentrasi dan ingatan jangka pendek) anak autis melalui terapi senam otak, dilakukan dengan menggunakan metode Case Quasi Experimental Study, terhadap anak-anak autis di SLB Negeri Semarang. Penelitian menggunakan modul lengkap senam otak secara audio-visual, dengan lembar evaluasi yaitu Cognitive-Evaluation Test dari Tracy Vail dan Denise Freeman (2006).

Dari hasil asesmen awal dan uji coba gerakan-gerakan senam otak, ditetapkan 12 gerakan senam otak dan 5 anak dengan low spectrum autism sebagai subyek penelitian. Penelitian terdiri dari pre-test, program treatment senam otak sebanyak 10 kali dalam waktu 5 minggu, yang diberikan dengan metode IEP (Individualized Education Programme), dan terakhir adalah post-test, serta analisis data dengan menggunakan

Wilcoxon Test untuk uji beda pre-test dan post-test dua sampel dependen.

Hasilnya adalah meningkat secara signifikan, dengan skor Z = -2,023 dan taraf signifikansi 0,043 > 0,05. Hal ini berarti, senam otak yang dilakukan secara rutin 10 kali oleh anak-anak autis sebanyak 5 subyek, memiliki pengaruh dalam meningkatkan kemampuan kognitif, dengan rincian yaitu kemampuan atensi, fokus pemahaman, dan konsentrasi untuk aspek general dengan nilai Z = -2,060 dan taraf signifikansi 0,039 > 0,05, kemampuan atensi, fokus pemahaman, dan konsentrasi untuk aspek object use

dengan nilai Z = -2,032 dan taraf signifikansi 0,042 > 0,05, kemampuan atensi, fokus pemahaman, dan konsentrasi untuk puzzle dengan nilai Z = -2,203 dan taraf signifikansi 0,043 > 0,05, dan memori jangka pendek Z = -2,060 dan taraf signifikansi 0,039 > 0,05. Hal ini berarti bahwa senam otak ini juga berpengaruh terhadap semua aspek dari kemampuan kognitif subyek penelitian.

(2)

PENDAHULUAN

Polusi yang melanda kota-kota besar di Indonesia telah banyak menimbulkan berbagai dampak negatif. Ragam penyakit mulai dari penyakit saluran pernapasan, kulit dan juga stres adalah dampak negatif dari polusi. Polusi juga dianggap sebagai penyebab menurunnya kecerdasan anak, selain itu polusi juga diduga menimbulkan gangguan pertumbuhan pervasif yaitu autism (Budhiman, dkk, 2002).

Secara umum autisme adalah gangguan perkembangan yang ditandai dengan perkembangan gangguan dalam komunikasi, interaksi sosial, dan perilaku. Autisme menimpa satu dari sekitar 100 anak dan mempengaruhi kehidupan baik anak itu sendiri maupun keluarga mereka. Di Indonesia menurut data yang ada terdapat kecenderungan autisme ini meningkat, merujuk pada prevalensi di dunia, saat ini terdapat 15-20 kasus per 10.000 anak atau 0,15%-0,20%. Jika kelahiran di Indonesia enam juta per tahun maka jumlah penyandang autis di Indonesia bertambah 0,15% atau sekitar 6900 anak pertahun dengan perbandingan anak laki-laki tiga sampai empat lebih banyak dari anak perempuan. Semakin lama semakin banyak kasus gangguan autis. Pada tahun 1966, ditemukan 4,5 per 10.000 anak berumur sampai 8-10 tahun. Tahun 2002, mencapai 1 per 10.000 anak, bahkan laporan dari beberapa tempat menunjukkan angka 1 per 150 anak. Anak laki-laki 4-5 kali lebih sering dibandingkan perempuan. Setiap tahun, angka kejadian autisme meningkat pesat. Data terbaru dari Centre for Disease Control and Prevention (2010) Amerika Serikat menyebutkan, kini 1 dari 110 anak di sana menderita autis. Angka ini naik 57 persen dari data tahun 2002 yang memperkirakan angkanya 1 dibanding 150 anak (data autis di Indonesia, http://autismindonesia.org/).

(3)

tahun meningkat setiap kuartal dari Januari 1995 (0,6 per 1.000 kelahiran hidup) sampai dengan maret 2007 (4,1 per 1.000 kelahiran hidup) (Schecter & Grether, 2008).

Autisme tidak dapat disembuhkan (not curable) namun dapat diterapi (treatable). Maksudnya adalah kelainan yang ada di dalam otak tidak dapat diperbaiki, namun gejala-gejala yang ada dapat dikurangi semaksimal mungkin misalnya dengan terapi, sehingga anak tersebut bisa berbaur dengan anak lain secara normal (Widyawati, 2001).

Untuk mengaktifkan sensasi dalam tubuh seseorang termasuk anak autis perlu keadaan yang rileks dan suasana yang menyenangkan, karena dalam keadaan tegang seseorang tidak akan dapat menggunakan otaknya dengan maksimal karena pikiran menjadi kosong (Denisson, 2006). Suasana menyenangkan dalam hal ini berarti anak berada dalam keadaan yang sangat rileks, tidak ada sama sekali ketegangan yang mengancam dirinya baik fisik maupun non fisik (Papalia, 2008). Keadaan tersebut akan memberikan kenyamanan tersendiri bagi siswa untuk mengembangkan kemampuan kognitif dan membuka jalan bagi siswa dalam mendayagunakan seluruh potensi yang dimilikinya. Pengembangan kognitif yang dimaksudkan yaitu individu mampu mengembangkan kemampuan persepsi, atensi, ingatan (memory), berpikir, konsentrasi, fokus-pemahaman terhadap simbol, melakukan penalaran dan memecahkan masalah (Santrock, 2006). Dalam studi ini yang akan diteliti adalah atensi, fokus pemahaman, ingatan jangka pendek, dan konsentrasi yang juga menjadi bagian dari kemampuan kognitif individu, dan biasanya terdapat hambatan pada anak autis (Santrock, 2006). Kemampuan kognitif berpusat pada organ otak individu, sehingga untuk meningkatkan kemampuan kognitif seseorang bisa dengan mengaktifkan fungsi otak.

Salah satu upaya untuk mengaktifkan semua dimensi otak bisa dilakukan dengan senam otak atau brain gym (Dennison & Dennison, 2005). Gerakan senam otak sangat sederhana, karena tidak seperti senam badan yang menekankan pada otot dan kebugaran. Senam otak bisa dilakukan dalam waktu singkat (kurang dari lima menit), tidak memerlukan bahan atau tempat khusus, memungkinkan belajar tanpa stress, meningkatkan kepercayaan diri, memandirikan seseorang dalam hal belajar, mengaktifkan potensi dan ketrampilan, menyenangkan dan menyehatkan, serta hasilnya bisa segera dirasakan (Demuth, 2008).

(4)

jalan keluar bagi bagian-bagian otak yang “terhambat” agar dapat berfungsi maksimal. Selain itu senam otak juga dapat meningkatkan kemampuan berbahasa dan daya ingat. Orang menjadi lebih bersemangat, lebih konsentrasi, lebih kreatif dan efisien. Siapapun akan merasa lebih sehat karena stres berkurang (Tammasse, 2009).

Menurut riset yang dilakukan oleh Ayinosa, (2009) senam otak dapat memberikan pengaruh positif pada peningkatan konsentrasi, atensi, kewaspadaan dan kemampuan fungsi otak untuk melakukan perencanaan, respon dan membuat keputusan. Gerakan-gerakan dalam senam otak digunakan oleh para murid di Educational Kinesiology Foundation, California, USA untuk meningkatkan kemampuan belajar mereka dengan menggunakan keseluruhan otak (Lestarin, 2009).

TINJAUAN PUSTAKA

A. Anak Autis

1. Pengertian Autisme

Autisme berasal dari kata Yunani “autos” yang berarti self (diri). Kata autisme ini digunakan didalam bidang psikiatri untuk menunjukkan gejala menarik diri (Budhiman, 2002). Kata autism dalam arti kata seorang anak dengan gangguan spektrum autism sering diibaratkan sebagai seorang anak yang hidup dalam dunianya sendiri. Pada umumnya penyandang autisma mengacuhkan suara, penglihatan ataupun kejadian yang melibatkan mereka. Jika ada reaksi biasanya reaksi ini tidak sesuai dengan situasi atau malahan tidak ada reaksi sama sekali. Mereka menghindari atau tidak berespon terhadap kontak sosial, seperti pandangan mata, sentuhan kasih sayang, dan bermain dengan anak lain. (The London School of Public Relation of Jakarta, diakses 2011).

2. Gejala-gejala autisme (Widyawati, 2001)

Gejala- gejala pada autisme mencakup ganggguan pada:

1) Gangguan pada bidang komunikasi verbal dan non verbal, terlambat bicara atau tidak dapat berbicara.

(5)

3. Klasifikasi Autisme

Klasifikasi autisme sedang dan berat sering kali disimpulkan setelah anak didiagnosa autisme. Klasifikasi ini dapat diberikan melalui Childhood Autism Rating Scale

(CARS).(Schopler dkk dalam Gamayanti, 2012). Berikut beberapa jenis autisme:

Gangguan autistic. Gejala ini sering diartikan orang saat mendengar kata autisme. Penderitanya memiliki masalah interaksi sosial, berkomunikasi, dan permainan imaginasi pada anak di bawah usia tiga tahun.

Sindrom Asperger. Anak yang menderita sindrom Asperger memiliki problem bahasa. Penderita sindrom ini cenderung memiliki intelegensi rata-rata atau lebih tinggi. Namun seperti halnya gangguan autistik, penderita kesulitan berinteraksi dan berkomunikasi.

Gangguan perkembangan menurun (PDD). Gejala ini disebut juga non tipikal autisme. Penderita memiliki gejala-gejala autisme, namun berbeda dengan jenis autistik lainnya.

Sindrom Rett. Sindrom ini terjadi hanya pada anak perempuan. Mulanya anak tumbuh normal. Pada usia satu hingga empat tahun, terjadi perubahan pola komunikasi, dengan pengulangan gerakan tangan dan pergantian gerakan tangan.

Gangguan Disintegrasi Anak. Pada gejala autisme ini, anak tumbuh normal hingga tahun kedua. Selanjutnya anak akan kehilangan sebagian atau semua kemampuan komunikasi dan keterampilan sosialnya.

4. Kondisi Otak Anak Autis

1) Kelainan pada lobus parietalis

Menurut penelitian sebanyak 43 % penyandang autis mempunyai kelainan pada lobus parietalis otaknya, yang menyebabkan anak cuek terhadap lingkungannya. Kelainan pada otak kecil, terutama lobus VI dan VII menyebabkan turunnya daya ingat, berpikir, belajar berbahasa dan proses atensi. Kurangnya jumlah sel purkinye di otak kecil menyebabkan terjadinya gangguan serotonin dan dopamin. Akibatnya terjadi kekacauan penghantaran impuls di otak (Handojo, 2004).

(6)

Sistem limbic merupakan pusat emosi yang terletak dibagian dalam otak. Dari penelitian Bauman dan Kemper, ditemukan ada kelainan yang khas di daerah sistem limbic yang disebut hippocampus dan amygdala. Pada kedua organ tersebut, sel-sel tersebut berkembang dengan sangat padat dan kecil-kecil, sehingga fungsinya menjadi kurang baik. Kelainan itu diperkirakan terjadi pada masa janin.

3) Kelainan pada cerebellum (otak kecil)

Kelainan pada cerebellum ini terutama tarjadi pada lobus ke VI dan VII. Otak kecil bertanggung jawab atas proses sensoris, daya ingat, berfikir, belajar berbahasa dan proses atensi (perhatian). Juga didapatkan jumlah sel Purkinye di otak kecil yang sangat sedikit, akibatnya terjadi gangguan keseimbangan serotonin dan dopamine, akibatnya terjadi gangguan atau kekacauan lalu-lalang impuls di otak (Beatty, 2001).

B. Senam Otak

Senam otak adalah serangkaian gerak sederhana menyenangkan digunakan untuk memadukan semua bagian otak yang berfungsi meningkatkan kemampuan belajar, membangun harga diri dan rasa kebersamaan (Dennison, 2006). Rangkaian kegiatan ini sesuai untuk semua orang. Berguna dalam mempersiapkan seorang menyesuaikan dengan kehidupan sehari-hari. Dapat menambah atau meningkatkan ketrampilan khusus dalam hal berpikir dan koordinasi, memudahkan kegiatan belajar. Merupakan inti dari educational-kinesiology, yang merupakan ilmu tentang gerakan tubuh manusia. Educatioanl kinestetik adalah metode yang dikembangkan oleh paul dennison agar individu dapat mengembangkan potensi melalui gerakan tubuh dan sentuhan-sentuhan (Brain Gym International, 2008).

Berdasarkan Brain Gym Journal (2007), prestasi belajar dari 246 siswa dengan Brain Gym pada tahun 2003-2004 (rata-rata nilainya 8,1) di bandingkan dengan siswa pada sekolah yang sama tahun 2002-2003 tanpa intervensi Brain Gym

(7)

a) Manfaat edu-k

- Penggunaan seluruh otak melalui pembaharuan pola gerakan tertentu dan latihan senam otak.

- Dengan terbukanya bagian-bagian otak yang sebelumnya tertutup atau terhambat, terjadi perubahan dalam perilaku belajar yang dimampukan unruk menerima informasi dan mengekspresikannya.

- Otak sebagai pusat aktivitas tubuh memiliki 3 dimensi : 1. lateralitas komunikasi (dimensi kiri kanan)

gerakan untuk menyeberang garis tengah, menyangkut mendengar, melihat, menulis, bergerak dan sikap positif (mis: gerakan silang).

2. pemfokusan pemahaman (dimensi depan belakang)

latihan meregangkan oak, menyangkut konsentrasi, pengertian, dan pemahaman (mis: burung manguni, pasang kuda-kuda)

3. pemusatan pengaturan (dimensi atas bawah)

latihan untuk meningkatkan enersi menyangkut mengorganisasi, mengatur, berjalan, tes atau masalah-masalah (mis: pasang telinga, penguapan berenergi).

b) Otak terbagi menjadi 4 bagian

1. Cerebral kiri

logikal, faktual, kritikal, teknikal, analitical, kuantitatif 2. Cerebral kanan

visual, holistik, intuitif, inovatif, konseptual, imaginatif 3. Sistem limbik kiri

konsevatif, terstruktur,sekuensial, terorganisasi, rinci, terencana 4. Sistem limbik kanan

interpersonal, kinestetik, emosional, spiritual, sensori, perasaan.

(8)

dengan dimensi otak, maka aplikasi gerakan senam otak dibagi menjadi (Dennison, Dennison, 2005):

a. Dimensi Lateralitas (otak kiri dan kanan)

Lateralitas tubuh manusia dibagi dalam sisi kiri dan sisi kanan. Sifat ini memungkinkan dominasi salah satu sisi, misalnya menulis dengan tangan kanan atau kiri, dan juga untuk integrasi kedua sisi tubuh (bilateral integration), yaitu untuk menyebrangi garis tengah tubuh untuk bekerja di “bidang tengah”. Garis tengah vertikal tubuh adalah acuan penting yang diperlukan untuk semua kemampuan dua sisi tubuh. Ketidakmampuan untuk menyebrangi garis tengah ini mengakibatkan “ketidakmampuan belajar” (Learning disabled) atau “disleksia”. Macam-macam gerakan yang dapat dilakukan untuk menyebrangi garis tengah menurut Dennison antara lain:

1) Cross/Gerakan Silang 2) Hooks Up

3) Delapan Tidur (Lazzy 8) 4) Coretan Ganda

5) Abjad 8 6) Putaran Leher 7) Pernafasan Perut

8) Membayangkan Huruf X

C. Dimensi pemfokusan

Pemfokusan adalah kemampuan menyebrangi “garis tengah partisipasi” yang memisahkan otak bagian belakang dan depan tubuh, dan juga bagian belakang (occipital) dan depan otak (frontal lobe). Garis tengah partisipasi adalah garis bayangan vertikal ditengah tubuh (dilihat dari samping). Seseorang yang mengalami fokus kurang (underfocused) disebut “kurang perhatian”, ”kurang pengertian”, “terlabat bicara” atau “hiperaktif”. Adapun gerakan yang termasuk dalam dimensi fokus (Dennison, 1994 & Elsabeth Demuth, 2005):

1) Mengaktifkan Tangan 2) Burung Manguni 3) Lambaian Kaki

4) Pompa Betis (Calf pump)

(9)

6) Pasang kuda-kuda

c. Dimensi pemusatan

Pemusatan adalah kemampuan untuk menyebrangi garis pisah antara bagian atas dan bawah tubuh dan mengaitkan fungsi dari bagian atas dan bawah otak. Ketidak mampuan untuk mempertahankan pemusatan ditandai oleh ketahutan yang tidak beralasan, cenderung bereaksi “berjuang atau melarikan diri” atau ketidakmampuan untuk merasakan atau menyatakan emosi. Gerakan yang dapat dilakukan untuk menyebrangi garis pisah antara bagian atas dan bawah tubuh, antara lain (Denison &Denison, 2003).

(10)

C. Kerangka Berpikir Penelitian

ANAK DENGAN AUTIS

Dimensi Otak Lateralitas (Otak

Kiri dan Kanan)

Dimensi Otak Pemfokusan Pemahaman

Dimensi Otak Pemusatan Pengaturan

RANGKAIAN GERAKAN SENAM OTAK

PENINGKATAN KEMAMPUAN KOGNITIF:

ATENSI, FOKUS-PEMAHAMAN, KONSENTRASI, MEMORI JANGKA

PENDEK

OPTIMALISASI KEMAMPUAN KOGNITIF

(11)

METODE PENELITIAN

1. Tempat dan Waktu Kegiatan

Penelitian dilakukan di SLB Negeri Semarang. Pelaksanaan program penelitian adalah selama 5 bulan, dan treatment berlangsung selama 10 kali treatment (kurang lebih 5 minggu).

2. Variabel

1) Variabel Independen (variabel bebas) adalah variabel yang mempengaruhi. Variabel bebas dalam penelitian ini yaitu terapi senam otak.

2) Variabel dependen (variabel tergantung) adalah variabel yang dipengaruhi oleh variabel bebas. Variabel dependen dalam penelitian ini yaitu kemampuan atensi (perhatian), fokus-pemahaman, konsentrasi dan memori jangka pendek.

3. Populasi dan Sampel

a. Populasi

Populasi dalam penelitian ini adalah siswa autis di SLB N Semarang sebanyak 25 anak.

b. Sampel

Teknik sampling yang digunakan adalah purposive sampling, jadi karakteristik khusus dibatasi oleh peneliti hanya low spectrum autism, yaitu anak-anak Autism Spectrum Disorder (ASD) dengan gejala autis ringan sebagai sampel, agar mampu mengikuti instruksi sederhana gerakan senam otak. Jumlah sampel adalah 5 orang. Penelitian dilakukan tanpa menggunakan control group mengingat keterbatasan lokasi dan waktu. Kriteria umum sampel:

a) Umur 6 - 11 tahun

b) Mampu mengikuti kegiatan belajar di sekolah c) Bersedia menjadi responden (diwakili orangtua)

4. Materi Penelitian dan Definisi Operasional

(12)

a. Atensi (perhatian), fokus-pemahaman dan konsentrasi – General. b. Atensi (perhatian), fokus-pemahaman dan konsentrasi – Object Use. c. Atensi (perhatian), fokus-pemahaman dan konsentrasi – Puzzle. d. Memori jangka pendek – Digit Span.

2) Form terdiri dari:

a) Atensi (perhatian), fokus-pemahaman dan konsentrasi menggunakan Cognitive-Observation Form yang diadaptasi dari Tracy Vail dan Denise Freeman (2006), dalam Quantum Special Need Training Center: Pedoman Diagnosis; dan menggunakan puzzle menurut Tedjasaputra, (2001), jumlah pecahan puzzle disesuaikan dengan kemampuan anak autis.

b) Memori jangka pendek menggunakan Digit Span Form dari Weschler, 1993.

Instrumen Penelitian

a. Alat senam (musik, VCD, modul), gambar, air putih, alat tulis, permainan. b. Cognitive-Observation Guidance, simple puzzle dan digit span.

5. Desain Penelitian

Penelitian ini menggunakan case quasi experimental design, dengan pre-test, treatment

dan post-test, tanpa menggunakan kelompok kontrol.

Langkah Penelitian:

1) Kepada subjek penelitian yaitu sebanyak 5 anak autis di SLB N Semarang diberikan pre-test, yaitu untuk mengukur kemampuan kognitifnya.

2) Kepada subjek penelitian dilakukan terapi senam otak, yaitu sebanyak 2 kali seminggu, @ 15 menit, maka total adalah 10 kali senam otak yaitu selama 5 minggu.

3) Terakhir dilakukan post-test materi yang serupa, dan diukur perubahan skor yang terjadi.

POST-TEST

(13)

4) Metode dalam treatment dan evaluasi (pre-post test) adalah IEP (Individualized Education Programme), karena kemampuan anak autis berbeda dengan perbedaan yang tidak sesuai usia kronologis.

6. Analisis Data

(14)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil

a. Rincian Pelaksanaan Penelitian

1) Setelah Roleplay (Uji Coba) Senam Otak maka ditetapkan gerakan senam otak yang sesuai kemampuan anak autis yaitu sejumlah 12 gerakan.

2) Dilakukan pre-test untuk mengukur kemampuan kognitifnya yang langsung dilanjutkan dengan treatment senam otak, yaitu sebanyak 2 kali seminggu, @ 15 menit, maka total adalah 10 kali senam otak yaitu selama 5 minggu.

3) Dilakukan Post-test dengan materi yang serupa.

b. Hasil Analisis Data

1. Hasil Analisa terhadap Uji Beda Skor Total Kemampuan Kognitif

Wilcoxon Signed Ranks Test

Ranks

N Mean Rank Sum of Ranks

postes total - pretes total Negative Ranks 0a .00 .00

Positive Ranks 5b 3.00 15.00

Ties 0c

Total 5

a. postes total < pretes total

b. postes total > pretes total

c. postes total = pretes total

Test Statisticsb

postes total - pretes total

Z -2.023a

Asymp. Sig. (2-tailed) .043

a. Based on negative ranks.

(15)

Hasil Uji Wilcoxon menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan antara skor pre-test dan post-test. Nilai perbedaan ditunjukkan dari nilai z = -2.023 dengan taraf signifikansi 0,043 ‹ 0,05 berarti bahwa ada perbedaan rerata hasil pre-test dan post-test, dengan peningkatan pada skor post-test.

2. Hasil Analisa terhadap Uji Beda Skor Kemampuan Kognitif:

a. Atensi, Fokus-Pemahaman dan Konsentrasi –General (Komponen Sub-Test A) b. Atensi, Fokus-Pemahaman dan Konsentrasi –Object Use (Komponen Sub-Test

B)

c. Atensi, Fokus-Pemahaman dan Konsentrasi – APE SimplePuzzle (Komponen Sub-Test C)

d. Short Term Memory (Komponen Sub-Test D)

Terdapat pada tabel berikut:

Descriptive Statistics

N Mean Std. Deviation Minimum Maximum

pretest A 5 9.0000 1.41421 8.00 11.00

postes A 5 14.0000 1.00000 13.00 15.00

Descriptive Statistics

N Mean Std. Deviation Minimum Maximum

pretes B 5 12.2000 2.28035 10.00 16.00

Postes B 5 17.8000 2.77489 15.00 22.00

Descriptive Statistics

N Mean Std. Deviation Minimum Maximum

Pretes C 5 9.6000 1.51658 8.00 12.00

Postes C 5 17.8000 5.35724 14.00 27.00

Descriptive Statistics

N Mean Std. Deviation Minimum Maximum

Pretes D 5 6.6000 1.34164 6.00 9.00

(16)

Adapun nilai Z hasil Uji Wilcoxon, adalah:

No. ASPEK KOGNITIF Z Asymp. Sig.

(2-tailed)

1. Subtest A (Aspek General) -2,060a 0,039

2. Subtest B (Aspek Object Use) -2,032a 0,042

3. Subtest C (Aspek Puzzle) -2,023a 0,043

4. Subtest D (Aspek Memory) -2,061a 0,040

Masing-masing Sub-Test, yaitu Sub-Test A, B, C dan D, juga menunjukkan perbedaan hasil antara pre-test dan post-test yang cukup signifikan, dengan post-test yang meningkat.

Pembahasan

Autisme adalah gangguan perkembangan yang ditandai dengan gangguan dalam komunikasi, interaksi sosial, dan perilaku. Hasil asesmen terhadap 5 anak autis dengan Low Spectrum Autism di SLB Negeri Semarang, menunjukkan bahwa subyek memiliki keterbatasan dalam hal: menyusun bahasa dalam komunikasi, hambatan dalam eskpresi emosi sehingga sering menunjukkan amarah berlebihan, kemandirian, dan perilaku repetitif.

Hasil analisa data terhadap skor pre-test dan post-test dengan Wilcoxon Test

menunjukkan bahwa terdapat peningkatan skor pada post-test, yaitu dengan nilai Z = -2,023 dan taraf signifikansi 0,043 > 0,05 yang berarti meningkat secara signifikan. Treatment

berupa senam otak diberikan 2 kali seminggu dengan total selama 10 kali. Peningkatan skor

post-test ini menandakan bahwa treatment yang diberikan berupa rangkaian gerakan senam otak kepada subyek 5 anak autis, memberikan pengaruh terhadap peningkatan kemampuan kognitif anak.

Kemampuan kognitif anak autis memiliki beberapa keterbatasan yang bersifat individual. Menurut Penelitian di Virginia University di Amerika Serikat diperkirakan 75 – 80 % penyandang autis mempunyai kemampuan berpikir di bawah rata-rata/retardasi mental, sedangkan 20 % sisanya mempunyai tingkat kecerdasan normal ataupun di atas normal untuk bidang-bidang tertentu. Kemampuan kognitif untuk anak dengan autis, diantaranya:

(17)

Sebagian kecil memiliki kemampuan lebih pada bidang yang berkaitan dengan angka.

Autisme tidak dapat disembuhkan (not curable) namun dapat diterapi (treatable). Maksudnya adalah kelainan yang ada di dalam otak tidak dapat diperbaiki, namun gejala-gejala yang ada dapat dikurangi semaksimal mungkin bisa melalui terapi, sehingga anak tersebut bisa berbaur dengan anak lain.

Untuk mengaktifkan sensasi dalam tubuh seseorang termasuk anak autis perlu keadaan yang rileks dan suasana yang menyenangkan, karena dalam keadaan tegang seseorang tidak akan dapat menggunakan otaknya dengan maksimal karena pikiran menjadi kosong (Denisson, 2006). Perkembangan kognitif pada individu yaitu meliputi kemampuan persepsi, atensi, ingatan (memory), berpikir, konsentrasi, fokus-pemahaman terhadap simbol, melakukan penalaran dan memecahkan masalah (Santrock, 2006). Kemampuan persepsi anak autis berkembang baik, namun pengolahan informasinya terhambat sehingga anak seperti dalam duniannya sendiri, sementara kemampuan penalaran dan problem solving anak autis tergantung pada kemampuan berpikirnya yang sebagian besar di bawah rata-rata/retardasi mental, sehingga agak sukar untuk dikembangkan. Dengan beberapa alasan tersebut maka dalam studi ini yang diteliti adalah kemampuan atensi, fokus pemahaman, ingatan jangka pendek, dan konsentrasi yang memungkinkan untuk mengalami peningkatan, setidaknya untuk membekali anak autis agar dapat mengikuti pembelajaran.

Hasil penelitian ini menunjukkan adanya pengaruh treatment senam otak yang dilakukan selama 10 kali terhadap kemampuan kognitif subyek. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Elisabeth Demuth dari Faculty Brain Gym International, Yayasan Kinesiologi Indonesia (Brain Gym International, 2008) yang menemukan bahwa senam otak dapat membuka bagian otak yang sebelumnya tertutup atau terhambat sehingga kegiatan belajar berlangsung baik karena seluruh bagian otak dipakai. Senam otak adalah serangkaian latihan gerak sederhana yang memudahkan kegiatan belajar dan penyesuaian dengan tuntutan sehari-hari.

(18)

berpengaruh positif dalam menambah konsentrasi, meningkatkan fokus, daya ingat, dan mengendalikan emosi anak (Lestarin, R.D, dkk, 2009).

Melalui hasil observasi ketika dilaksanakan treatment, anak-anak autis pada dasarnya menyukai aktivitas fisik seperti senam otak ini. Khususnya untuk Autism Spectrum Disorder

dengan low chategory, yang tidak disertai hiperaktivitas. Peningkatan cukup baik dalam hal atensi, fokus-pemahaman dan konsentrasi dalam general atau sesuatu yang umum yaitu peningkatan post-test, dengan nilai Z = -2,060 dan taraf signifikansi 0,039 > 0,05 yang berarti meningkat secara signifikan. Hasil observasi menunjukkan perubahan tersebut diantaranya yaitu lebih mampu memberikan perhatian saat mengerjakan aktivitas tertentu seperti menulis, menggambar dan melakukan senam otak, meskipun ada gangguan berupa suasana ramai di luar ruangan dan suara musik.

Hasil observasi juga menunjukkan bahwa untuk atensi, fokus-pemahaman dan konsentrasi dalam object use, pada subyek tampak meningkat yang terbukti dari peningkatan skor post-test, dengan nilai Z = -2,032 dan taraf signifikansi 0,042 > 0,05 yang berarti meningkat secara signifikan. Subyek lebih paham permainan seperti dokter-dokteran, balok logo dan mobil-mobilan sesuai fungsinya, yang sebelumnya ketika pre-test, rata-rata subyek hanya menggerak-gerakkan atau memasang stetoskop di telinga, sebagian besar subyek memukul-mukul balok ataupun mobil-mobilan. Ada tiga subyek yang menunjukkan perilaku ketika pre-test adalah beralih pada benda-benda di sekitar ruangan, seperti AC, dispenser dan layar LCD, namun mengalami perubahan ketika post-test, yaitu anak mampu fokus pada instruksi dan mau mengerjakan tugas tertentu.

Kemampuan kognitif untuk object use ini sangat khas pada anak dengan autis. Umumnya autism ditandai dengan perilaku repetitif seperti mengikuti putaran kipas angin, memutar-mutar atau menggerak-gerakan benda dengan gerakan yang statis, menyenangi satu buah benda secara berlebihan dan dimainkan terus menerus, misalnya menyukai sisir untuk digunakan secara tidak lazim seperti digerak-gerakkan atau dipukul-pukul secara terus menerus. Melalui rangkaian senam otak yang dilakukan secara rutin dan sungguh-sungguh, maka dapat meningkatkan kemampuan anak dalam hal atensi, fokus-pemahaman dan konsentrasi, sehingga mengurangi perilaku repetitif, dan gerakan-gerakan yang tidak lazim.

Hasil penelitian Fajriananda, dkk, (Fajriananda dkk, 2009) menunjukkan bahwa

(19)

yaitu dengan nilai Z = -2,203 dan taraf signifikansi 0,043 > 0,05 yang berarti meningkat secara signifikan. Permainan puzzle ini pada dasarnya dapat mengukur atensi, fokus-pemahaman dan konsentrasi untuk memahami maksud permainan, dan problem solving.

Disebutkan di awal pembahasan ini bahwa sebagian kecil individu autis mempunyai daya ingat yang sangat kuat terutama yang berkaitan dengan obyek visual (gambar), dan ingatannya cenderung membutuhkan pengulangan lebih banyak sehingga masuk ke dalam

long term memory. Senam otak yang dilakukan untuk meningkatkan kemampuan memori anak autis ini lebih ditujukan pada short term memory, ketika atensi dan konsentrasi anak autis baik maka dapat membuat ingatan jangka pendek lebih berfungsi dengan baik. Hasil penelitian, ketika pre-test dengan digit span, semua subyek rata-rata hanya mampu mengingat dua digit angka, dan pada saat post-test, meningkat menjadi dapat mengulang 3-5 digit angka. Peningkatan ini ditunjukkan dengan uji beda skor pre-test dan post-test dengan nilai Z = -2,060 dan taraf signifikansi 0,039 > 0,05 yang berarti meningkat secara signifikan. Pada anak normal usia 6-12 tahun, ingatan jangka pendek bisa berada pada skor pengulangan 6-8 angka. Pada anak autis terdapat kendala yaitu kurang mampu menangkap informasi cepat dari pendengaran yang tidak dibarengi visual, sehingga tidak mampu mengulang langsung setelah mendengarkannya. Senam otak rutin ini terbukti mampu meningkatkan kemampuan atensi dan konsentrasi yang juga meningkatkan kemampuan ingatan jangka pendek pada anak autis.

Dari penelitian ini ditemukan juga bahwa adaptasi pada anak-anak autis membutuhkan waktu yang lebih panjang dibandingkan dengan anak pada umumnya. Terbukti dari pelaksanaan treatment, yaitu pada tiga treatment pertama, terdapat kendala perilaku anak-anak autis yang sebagian besar menunjukkan keengganan menemui tim peneliti dan melakukan senam otak. Pada pertemuan-pertemuan treatment selanjutnya, sebagian besar subyek justru datang sendiri, akrab dengan tim peneliti dan mau langsung melakukan senam otak bahkan menghafal beberapa gerakan senam otak.

Penelitian ini juga menemukan bahwa senam otak dengan gerakan-gerakan yang sederhana, mudah dan singkat ini, tidak dirasakan demikian bagi anak-anak autis yang masih merasa kesukaran dalam mengikutinya. Dalam pelaksanaannyapun suasana hati (mood) dan kemampuan anak autis berbeda satu sama lain, sehingga subyek memiliki perbedaan kualitas dalam hal mengikuti gerakan senam otak secara optimal, maka peneliti meminimalisir kendala ini dengan metode Individualized Education Programme (IEP), yaitu treatment

(20)

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

a. Senam otak dapat dijadikan salah satu alternatif terapi bagi anak Autism Spectrum Disorder (ASD) dengan low chategory tanpa gangguan hiperaktivitas. Hal ini dapat dilihat dari hasil penelitian yang menunjukkan bahwa terdapat perbedaan skor pada pre-test dan post-test yang meningkat cukup signifikan. Peningkatan yang signifikan juga tampak dari hasil analisa data seluruh komponen kemampuan kognitif, yaitu:

1. Atensi, fokus-pemahaman dan konsentrasi dalam general. 2. Atensi, fokus-pemahaman dan konsentrasi untuk object use.

3. Puzzle Test yang juga untuk mengukur atensi, fokus-pemahaman dan konsentrasi. 4. Ingatan jangka pendek melalui digit span test.

b. Dari penelitian ini ditemukan juga bahwa adaptasi pada anak-anak autis membutuhkan waktu yang lebih panjang dibandingkan dengan anak pada umumnya.

c. Penelitian menemukan model terapi senam otak yang sesuai untuk anak autis sebagai salah satu upaya meningkatkan kemampuan kognitif pada anak dengan autis yaitu hanya 12 gerakan dari total 23 gerakan senam otak menurut Dennison (2006) yang dapat diterapkan dalam penelitian ini.

Saran

Melihat kesimpulan hasil penelitian dan keterbatasan penelitian ini, maka dapat disarankan bahwa:

1. Bagi Orangtua Subyek dan Masyarakat

Orangtua dapat menjadikan senam otak sebagai alternatif terapi sederhana dan praktis yang bisa diterapkan di rumah. Manfaat senam otak dapat berpengaruh positif dalam menambah atensi, konsentrasi, meningkatkan fokus-pemahaman, daya ingat pada anak. Masyarakat umum dapat pula melakukan senam otak di rumah atau dimanapun untuk diri dan putra-putrinya, karena sudah banyak penelitian yang membuktikan banyaknya manfaat senam otak.

2. Bagi Instansi Sekolah

(21)

ringan, dan umumnya ditujukan untuk seluruh siswa yang dapat mengikutinya sesuai kemampuan. Selain di SLB, senam otak ini juga bermanfaat bagi anak pada umumnya, sehingga dapat pula diterapkan di sekolah-sekolah secara berkala demi meningkatkan kemampuan pembelajaran. Bagi guru, senam otak dapat mengurangi stres pada guru sehingga lebih sehat, sabar dan mengajar dalam kondisi yang senang.

3. Bagi Peneliti Lain

Peneliti lain yang tertarik pada masalah Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) termasuk autis, dan hubungannya dengan senam otak, peneliti menyarankan untuk mempertimbangkan kemampuan adaptasi anak-anak ABK sehingga dapat melakukan pendekatan dengan waktu yang lebih lama, dan pelaksanaan senam otak atau treatment

lain dengan lebih santai, mengikuti kemampuan anak secara individu.

DAFTAR PUSTAKA

Beatty, J. (2001). The Human Brain: Essentials of Behavioral Neuroscience. Thousand Oak. Sage Publicaion. CA

Budhiman, M. (2002). Makalah: Autistic spectrum disorder. Jakarta: Yayasan Autisma Indonesia.

Budhiman, M., Shattock, P, & Ariani, E. (2002). Langkah Awal Menanggulangi Autisme dengan Memperbaiki Metabolisme Tubuh. Jakarta: Nirmala.

Brain Gym International, (2008). Diakses 22 Juni 2011, dari http://braingym.org/studies

Data Autis di Indonesia, http://autismindonesia.org/, diakses 9 Maret 2012.

Demuth, E. (2005). Brain Gym, Pedoman Senam Otak Bagi Guru dan Peminat, Yayasan Kinesiology Indonesia. Sulawesi Utara.

Dennison. (2006). Brain Gym. PT Gramedia. Jakarta

Dennison, P.E & Dennison, G.E. (2005). Brain Gym. PT Grasindo. Jakarta.

Fajriananda, Siregar Y. dan Aslamiyah S. (2009). Efektifitas Alat Permainan Edukatif Produksi BPPLSP Regional I dalam Peningkatan Multiple Intelligence Anak Usia Dini, Jurnal Pendidikan.

Gamayanti, (2012), Better Future with Child with Autistic, Modul: Comprehensive Programme Training, IPK dan Kemuning Kembar.

Hadiyanto, Yanwar. (2003). Autisme. www.autism.society.org. 2002 diakses tanggal 09 Maret 2012

(22)

Kelana, A & Diah, E. (2007). Kromosom Abnormal Penyebab Autis. DiaksesJuni 2009, dari http://www.litbang.depkes.go.id/aktual/anak/autis130307.html

Kemampuan kognitif anak autis, http://sekolahautismeal-ihsan.com/artikel/sekilas-tentang-autisme.html diakses 7 Maret 2012.

Lestarin, R.D, dkk, (2009). Pengaruh Senam Otak (Brain Gym) Terhadap Kualitas Komunikasi, Interaksi Sosial Dan Pemfokusan Pemahaman Pada Anak Di Yogyakarta, Proposal Program PKMP, UMY, Yogyakarta.

McCandless, J. (2003). Children with starving brains (2nd ed) atau Anak-anak dengan otak yang lapar, terj. Wibowo, F., dkk. Jakarta: Grasindo.

McClelland, B. (2008). Statistical analysis of study on Concentration and Behaviour for autistic 3 to 5 yr-olds from Dustow. Di akses 22 Februari 2012, dari

Penyebab Autisme, http://autis.info.com/ , diakses 9 Maret 2012.

Portalinfaq, (2007). Diakses 2 Juni 2009, dari

http://portalinfaq.org/p01_program_view.php?

Santrock, J. W. (2006). Psychology (8th ed.). New York, NJ: McGraw Hill.

Schecter & Grether. (2008). Continuing Increases in Autism Reported to California’s

Developmental Services System. Arch Gen Psychiatry.

Suryana, A. (2004). Terapi autisme, anak berbakat dan anak hiperaktif. Jakarta: Progres Jakarta.

Tammasse, J. (2009). Lakukan Senam Otak. Harian Fajar. Edisi 19 Juli 2009.

Tedjasaputra, Mayke. S. (2001). Bermain, Mainan, dan Permainan. Jakarta: Grasindo. The London School of Public Relation of Jakarta, cares for autism. Diakses Februari

(2012), dari http://www.lspr.edu/csr/autismawareness/index.php?option=com _content&view

Tracy Vail dan Denise Freeman. (2006). Makalah. Verbal Behaviour Training Manual. The Mariposa School for Autistic Children, North Carolina.

Wechsler, D. (1997). Wechsler adult intelligence scale– Third edition. San Antonio, TX Widyawati, Ika, (2001). Permasalahan Autis di Indonesia. Seminar: An Overview of

Children Behavior and Development.

Referensi

Dokumen terkait

Dalam hal ini model atau metode pembelajaran yang digunakan oleh guru tidak hanya terpaku pada satu model pembelajaran saja, akan tetapi harus bervariasi yang

Hasil penelitian ini konsisten dengan penelitian terdahulu yang relevan yang dilakukan oleh Siti Wardani Bakri Katti (2018) , penelitian ini dilakkukan untuk mengetahui

The difference in entropy of the incoming solar energy and the outgoing radiative heat flow con- stitutes a natural resource (a potential for entropy production).. A key question is

[r]

Pengetahuan ibu hamil yang kurang tentang anemia serta kepatuhan ibu hamil dalam mengkonsumsi tablet besi menjadi salah satu faktor yang mempengaruhi terjadinya

tujuh kandang ayam dengan kapasitas maksimum 22000 ekor ayam. Dalam melakukan monitoring DOC, PT. Sierad mengalami kesulitan dalam pendataan. Pendataan yang dilakukan

Target dan luaran dalam kegiatan ini adalah mengenalkan siswa-siswa kelas 1 SD IBA Palembang pembelajaran melalui mendongeng. Pembelajaran melalui mendongeng

Melalui fokus biaya dalam kegiatan sumber daya manusia maka perlu dilakukan peningkatan sistem kerja dengan menambah staf karyawan agar lingkup pekerjaannya semakin