1
DI INSTALASI GIZI RSUP. DR. SARDJITO
YOGYAKARTA
KARYA TULIS ILMIAH
Untuk Memenuhi Sebagian Syarat Memperoleh
Derajat Sarjana Gizi Pada Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada
Disusun Oleh :
AGUSTINA ARUNDINA TRIHARJA TEJOYUWONO 04/182671/EKU/126
PROGRAM STUDI S-1 GIZI KESEHATAN
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS GADJAH MADA
YOGYAKARTA
LEMBAR PENGESAHAN
KARYA TULIS ILMIAH
Hubungan Stres Kerja Dengan Keselamatan Kerja
Penjamah Makanan Di Instalasi Gizi RSUP. Dr. Sardjito Yogyakarta
Disusun Oleh :
AGUSTINA ARUNDINA TRIHARJA TEJOYUWONO 04/182671/EKU/126
Telah dipertahankan di depan Dewan Penguji pada tanggal 16 Januari 2006
SUSUNAN DEWAN PENGUJI
Ketua
Dra. I. Laksmi Gamayanti, M.Si NIP. 140 236 085
Tanggal ...
Anggota
Fatma Zuhrotun Nisa, STP NIP. 135 302 906
Tanggal ...
Anggota
Susetyowati, DCN,M.Kes NIP. 140 185 906
Tanggal ...
Mengetahui
a.n. Dekan
Wakil Dekan Bidang Akademik dan Kemahasiswaan
Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada Yogyakarta
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Pengasih yang telah melimpahkan rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan Karya Tulis Ilmiah yang berjudul ” Hubungan Stres Kerja Dengan Keselamatan Kerja Penjamah Makanan Di Instalasi Gizi RSUP. Dr. Sardjito
Yogyakarta ” ini yang merupakan salah satu persyaratan dalam menyelesaikan studi di Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada Yogyakarta Program Studi Gizi Kesehatan.
Pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan penghargaan dan ucapan terima kasih kepada :
1. Prof. Dr. dr. Hardyanto Soebono, Sp.KK, selaku Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada Yogyakarta
2. Prof. dr. Hamam Hadi, M.S, Sd.D., selaku Ketua Program Studi Gizi Kesehatan Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada Yogyakarta 3. Dra. I. Laksmi. Gamayanti, M.Si, selaku pembimbing utama dalam
pembuatan Karya Tulis Ilmiah ini
4. Fatma Zuhrotun Nisa, STP, selaku pembimbing pendamping dalam pembuatan Karya Tulis Ilmiah ini
5. Susetyowati, DCN, M.Kes, selaku penguji atas saran yang telah diberikan dalam pembuatan Karya Tulis Ilmiah Ini
6. Direktur RSUP. Dr. Sardjito, yang telah memberikan izin dalam penelitian ini beserta staf
7. Yeni Prawiningdyah, SKM, M.Kes, selaku Kepala Instalasi Gizi beserta staf
8. Seluruh penjamah makanan di Instalasi Gizi RS. Dr. Sardjito yang telah bersedia menjadi subjek dalam penelitian ini
9. Para Dosen dan karyawan-karyawati Program Studi Gizi Kesehatan Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada Yogyakarta
10. Ayah, Ibu, kedua abang dan segenap keluarga yang terkasih
Demikian semoga Tuhan Yang Maha Pengasih membalas kebaikan semua pihak yang telah penulis terima selama ini. Penulis juga percaya bahwa Karya Tulis Ilmiah ini sangat jauh dari sempurna oleh karena itu segala saran dan kritik sangat dibutuhkan demi menyempurnakan Karya Tulis Ilmiah ini dan penulis berharap semoga Karya Tulis Ilmiah ini dapat bermanfaat bagi kita semua.
Amin
Yogyakarta, Januari 2006 Penulis
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang B. Perumusan Masalah C. Tujuan Penelitian D. Manfaat Penelitian E. Keaslian Penelitian
……… BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Tinjauan Teori 1. Stres
2. Keselamatan Kerja
3. Keselamatan Kerja di Rumah Sakit 4. Penjamah Makanan
B. Kerangka Teori
C. Kerangka Konsep Penelitian D. Hipotesis BAB III METODOLOGI PENELITIAN
A. Jenis dan Rancangan Penelitian B. Lokasi dan Waktu Penelitian C. Populasi dan Subjek Penelitian D. Jenis dan Cara Pengumpulan Data E. Variabel Penelitian
F. Definisi Operasional Penelitian G. Alat Penelitian
H. Analisis Data
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Gambaran Umum Instalasi Gizi B. Gambaran Kegiatan K3 Instalasi Gizi C. Gambaran Umum Responden D. Stres Kerja
E. Keselamatan Kerja
F. Hubungan Antara Stres Kerja Dengan Keselamatan Kerja
……… ……… ……… ……… ……… ………
37 38 40 43 45 47
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan
B. Saran
……… ………
50 50 DAFTAR PUSTAKA
DAFTAR TABEL
Keterangan Halaman Tabel 1 : Gejala- Gejala Stres Kerja 12
Tabel 2 : Kebutuhan Tenaga Menurut Kelas Rumah Sakit
22
Tabel 3 : Kisi-kisi (blue print) kuesioner stres kerja (sebelum uji coba)
32
Tabel 4 : Kisi-kisi (blue print) kuesioner keselamatan kerja ( sebelum uji coba)
33
Tabel 5 : Kisi-kisi (blue print) kuesioner stres kerja (setelah uji coba)
34
Tabel 6 Kisi-kisi (blue print) kuesioner keselamatan kerja ( setelah uji coba)
34
Tabel 7 Jumlah Tenaga Berdasarkan Jenis Tenaga dan Status Kepegawaian di Instalasi gizi
38
Tabel 8 Uraian Tugas Gugus K3 Instalasi Gizi 39 Tabel 9 Jumlah Tenaga Kerja Pengolah Makanan 40
Tabel 10 Umur Penjamah Makanan 41
Tabel 11 Pendidikan Penjamah Makanan 41 Tabel 12 Pelatihan Keselamatan Kerja Penjamah
Makanan
42
Tabel 13 Jenis Kelamin Penjamah Makanan 42 Tabel 14 Gambaran Stres Kerja Penjamah Makanan 43 Tabel 15 Hasil Penilaian Keselamatan Kerja Penjamah
makanan
45
Tabel 16 Hubungan Antara Stres Kerja dengan Keselamatan kerja
DAFTAR GAMBAR
Keterangan Halaman Gambar 1 : Diagram Pie Penyebab Kematian Yang
Berhubungan Dengan Pekerjaan ( ILO, 1999)
16
Gambar 2 : Kerangka Teori Stres Kerja Menurut Robbins (1998) Dimodifikasi Menurut Anoraga (2001) dalam Tyas (2004)
25
DAFTAR LAMPIRAN
Keterangan Lampiran 1 : Surat Keterangan Penelitian RS. Dr. Sardjito
Lampiran 2 : Surat Keterangan Penelitian RSUD Wates Lampiran 3 : Struktur Organisasi Instalasi Gizi
Lampiran 4 : Susunan Gugus K3 Instalasi Gizi
Lampiran 5 : Pernyataan Kesediaan Menjadi Responden Lampiran 6 : Karakteristik Penjamah Makanan
Lampiran 7 : Daftar Pertanyaan Kondisi Kerja Lampiran 8 : Kuesioner Keselamatan Kerja Lampiran 9 : Kitchen Equipment Layout Lampiran 10 : Rekapitulasi Jadwal Penelitian
Lampiran 11: Laporan Distribusi Makanan Bulan Agustus Lampiran 12: Data Dasar Keselamatan Kerja
INTISARI
Hubungan Stres Kerja Dengan Keselamatan Kerja Penjamah Makanan Di Instalasi Gizi RSUP. Dr. Sardjito Yogyakarta, Agustina Arundina Triharja Tejoyuwono, I. Laksmi Gamayanti, Fatma Zuhrotun Nisa.
Latar Belakang: Stres kerja merupakan kondisi yang tidak menyenangkan di tempat kerja sebagai hasil interaksi penjamah makanan dengan lingkungan kerja. Stres kerja dapat dilihat dari segi organisasional, lingkungan dan individual. Menurut Schuller (1980) jika stres tidak dapat diatasi dengan baik dapat berakibat pada penurunan produktifitas kerja, peningkatan ketidakhadiran kerja serta tendensi mengalami kecelakaan. Instalasi Gizi merupakan salah satu daerah dengan resiko potensi kejadian kecelakaan dan penyakit yang paling tinggi di rumah sakit.
Tujuan : Mengetahui hubungan antara stres kerja dengan keselamatan kerja penjamah makanan di Instalasi Gizi RSUP. Dr. Sardjito Yogyakarta.
Metode Penelitian : Survei analitik dengan rancangan crosssectional. Penelitian dilakukan di semua bagian dapur Instalasi Gizi RSUP. Dr. Sardjito Yogyakarta. Subjek penelitian adalah seluruh petugas pelayanan gizi yang berhubungan langsung dengan penjamahan makanan mulai dari persiapan hingga pengolahan bahan makanan, dengan jumlah sampel 31 orang penjamah makanan. Penelitian dilakukan dengan pemberian kuisioner keselamatan kerja sebanyak 4 kali dalam satu bulan, kemudian dilanjutkan dengan pemberian kuisioner stres kerja. Analisis data dilakukan dengan menggunakan Uji Korelasi Spearman.
Hasil : Hasil penelitian ini adalah stres kerja pada penjamah makanan 100% stres kerja sedang, sedangkan keselamatan kerja 93,55% penjamah dengan keselamatan kerja tinggi dan 6,45 dengan keselamatan kerja sedang. Dari hasil analisa hubungan terlihat bahwa tidak ada hubungan antara stres kerja dengan keselamatan kerja yaitu dengan hasil koefisien korelasi r = 0.135 dan nilai signifikan/probabilitas 0,468.
Kesimpulan : Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa tidak ada hubungan antara stres kerja dengan keselamatan kerja pada penjamah makanan di Instalasi Gizi RSUP. Dr. Sardjito Yogyakarta.
BAB I PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Profesionalisme merupakan salah satu strategi yang sangat penting dalam peningkatan mutu pelayanan rumah sakit, dimulai dari pimpinan, tenaga medis, perawat dan tenaga non medis. Di lain pihak, lingkungan kerja di rumah sakit baik fisik maupun nonfisik seperti ruang kerja dan kondisi sosial psikologis yang harus ditata sedemikian rupa agar mendukung upaya pencapaian standar pelayanan rumah sakit, yang pada gilirannya akan berdampak pula terhadap produktifitas kerja ( Aditama dan Hastuti, 2002 ).
Bird dan Peterson (1970), menyatakan bahwa kecelakaan adalah akibat dari ketimpangan sistem manajemen, sedang unsafe condition dan
unsafe action, hanya merupakan gejala (Anoraga, 2001).
Stres sebagai salah satu bentuk ketidakmampuan mengatasi ancaman yang dihadapi oleh mental, fisik, emosional dan spiritual manusia, yang pada suatu saat dapat mempengaruhi kesehatan fisik manusia tersebut (National Safety Council, 2003).
Berdasarkan hasil penelitian Schuller (1980) dalam Rini (2002), stres yang dihadapi oleh karyawan berkorelasi dengan penurunan produktifitas kerja, peningkatan ketidakhadiran kerja, serta tendensi mengalami kecelakaan.
Stres yang disebabkan oleh lingkungan kerja yang kurang aman dapat menjadi faktor yang mempengaruhi produktifitas kerja. Stres pada pekerja juga bisa menimbulkan kecelakaan kerja. Berdasarkan data 50 % kecelakaan kerja disebabkan karena tindakan kurang berhati-hati (unsafe action), dan 4 % karena kondisi tidak aman (unsafe condition). (Manager dalam Anoraga, 2001)
Instalasi Gizi (cental supply and food service) merupakan daerah dengan resiko potensi kejadian kecelakaan dan penyakit yang paling tinggi, (Aditama dan Hastuti, 2002 ).
Instalasi Gizi RSUP.Dr.Sardjito hingga saat ini menyelenggarakan pelayanan makanan secara sentral, semua pelayanan makanan dikelola oleh pihak Instalasi Gizi tanpa bantuan dari pihak kedua, dengan menu makanan mulai dari makanan biasa (nasi), lunak dan cair, hal ini dimaksudkan untuk menanggulangi kejadian kesalahan dalam pemberian pelayanan gizi kepada pasien, tetapi hal ini dapat menyebabkan beban kerja yang besar pada pekerja terutama penjamah makanan yang nantinya akan mempengaruhi keadaan fisik dan psikologis penjamah makanan
Pada tahun 1997, Direktur Jenderal Pelayanan Medik menyebutkan bahwa pembinaan dan pemantauan kegiatan Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) termasuk manajemennya di rumah sakit dilakukan oleh komite K3 di Departemen Kesehatan.
Keselamatan Kesehatan Kerja Rumah Sakit (K3-RS) merupakan suatu program baru bagi Rumah Sakit, sehingga penerapan maupun pelaksanaannya masih belum terarah di beberapa rumah sakit baik yang yang sudah atau belum memiliki panitia K3, oleh karena itu data tentang angka kecacatan, kesakitan dan kematian akibat kerja belum ada di rumah sakit.
Laporan NIOSH tahun 1974 sampai dengan 1976 melaporkan bahwa hasil survey nasional terhadap lebih dari 2600 rumah sakit di USA pada tahun 1972, rata-rata setiap rumah sakit mengalami 68 pekerja cidera dan 6 orang sakit. Cidera yang paling sering terjadi di antaranya adalah strain dan
Spain, luka tusukan, abrasion, contusion, leceration, cidera punggung, luka bakar, dan fraktur. Hal ini diperkuat dengan laporan dari California State Department of Industrial Relations yang melaporkan kejadian work Injury rate
di rumah sakit sebesar 16,8 hari kerja hilang/100 pekerja, disebabkan karena
Pada tahun 2000, Susetyorini pernah melakukan pelatihan GMP (good manufacturing practice) pada penjamah makanan di Instalasi Gizi RSUP.Dr.Sardjito. GMP adalah suatu proses yang ditetapkan agar proses pengolahan makanan berjalan dengan baik, GMP yang dilakukan meliputi : unsur hygiene personal, bangunan, dan fasilitas, perlengkapan dan peralatan, pengawasan proses dan hasil. Dengan adanya dasar pelatihan GMP diharapkan pengetahuan dan sikap penjamah makanan dalam mengelola makanan meningkat dan tingkat kecelakaan kerja yang terjadi dapat dikurangi.
B. PERUMUSAN MASALAH
Berdasarkan permasalahan di atas, penulis ingin meneliti, apakah ada hubungan antara stres kerja dengan keselamatan kerja penjamah makanan.
C. TUJUAN PENELITIAN 1. Tujuan Umum
Mengetahui hubungan antara stres kerja dengan keselamatan kerja penjamah makanan.
2. Tujuan Khusus
Adapun tujuan khususnya adalah :
a. Untuk mengetahui keadaan stres kerja penjamah di Instalasi Gizi RSUP. Dr. Sardjito.
b. Untuk mengetahui keadaan keselamatan kerja penjamah makanan di Instalasi Gizi RSUP. Dr. Sardjito.
D. MANFAAT PENELITIAN
Penelitian ini diharapkan dapat berguna bagi : 1. RSUP. Dr. Sardjito
Sebagai bahan pertimbangan dan evaluasi dalam menetapkan kebijakan dalam rangka meningkatkan PGRS dengan memperbaiki sistem produksi makanan di Instalasi Gizi.
2. Bagi Instalasi gizi
psikologi penjamah makanan dan semakin meningkatkan kerja gugus K3 Instalasi Gizi.
3. Bagi peneliti
Sebagai manifestasi dari penerapan ilmu yang telah diperoleh.
E. KEASLIAN PENELITIAN
Penelitian tentang hubungan psikologi stres terhadap keselamatan kerja pada penjamah makanan di Instalasi Gizi, sepengetahuan peneliti belum pernah dilakukan. Penelitian yang berhubungan dengan stres kerja yang pernah dilakukan :
1. Singarimbun (2004). Meneliti tentang stres kerja dan beberapa faktor yang mempengaruhi pekerja perempuan industri Plywood PT. Ketapang Indah Plywood Pontianak, Kalimantan Barat. Penelitian ini merupakan penelitian survey eksploratif yaitu ingin mengetahui sejauh mana stres kerja yang dialami oleh pekerjan perempuan (masa kerja, tidak kebih dari dua tahun) dan mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi stres kerja. Penelitian ini dilakukan pada 73 orang responden dengan menggunakan metode inklusi. Instrumen yang dipergunakan dalam pengumpulan data pada penelitian ini adalah daftar pertanyaan terstruktur dan wawancara. Interprestasi data dengan menggunakan
dummy table dan analisis menggunakan analisis segresi.
Hasil rangkuman regresi antara idependent variabel (status kawin, umur, pendidikan, jarak tempat tinggal) terhadap dependent variabel (stres kerja) di PT. Ketapang Indah Plywood menunjukkan bahwa keempat independent variabel nilai koefisien menunjukkan hubungan sangat signifikan dengan dependent variabel yaitu stres kerja. Bobot sumbangsih efektif independent variabel urutan yang terbesar sampai dengan yang terkecil yaitu umur, status kawin, jarak tempat tinggal dan terakhir pendidikan.
penyakit, pembuatan keputusan dan karir(25%), serta karakteristik personal yang berpengaruh terhadap stres kerja dan jenis kelamin. Dari hasil juga ditemukan bahawa 75% perawat mengalami stres sedang, 15% stres rendah dan 10% mengalami stres tinggi. Dalam penelitian ini digunakan metode deskriptif dengan rancangan cross sectional.
3. Widiastuti (2000). Meneliti tentang faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat stres kerja perawat diinstalasi rawat inap IV jiwa (psikiatri) Rumah Sakit Umum Pusat Dokter Sardjito Yogyakarta. Dengan hasil penelitian menunjukkan bahwa faktor internal (karakteristik personal) yang mempengaruhi tingkat stres kerja perawat di IRNA IV jiwa (psikiatri) adalah tingkat pendidikan, lama kerja, dan pelatihan, sedangkan faktor eksternal yang mempengaruhi tingkat stres kerja perawat adalah kondisi kerja, beban kerja, kondisi pasien, hubungan interpersonal, pengambilan keputusan, dan karir. Tiga faktor yang paling berpengaruh adalah pengambilan keputusan, kondisi kerja dan beban kerja. Untuk tingkat stres kerja perawat di ruang IRNA IV jiwa Yogyakarta mencapai 15% dengan kategori sedang dan 42,85% dengan kategori rendah. Penelitian ini dengan menggunakan metode deskriptif dengan pendekatan survey dan rancangan cross sectional.
Berdasarkan latar belakang pendidikan, SPK ada 11 orang (36,66%) rata-rata mengalami kecemasan ringan, yang berpendidikan D III ada 19 perawat (63,33%) rata-rata mengalami kecemasan ringan, penelitian ini menggunakan metode deskriptif non experimental secara cross sectional.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. TINJAUAN TEORI 1. Stres
Dewasa ini perubahan tata nilai kehidupan berjalan begitu cepat, karena pengaruh globalisasi, modernisasi, informasi, industrialisasi, serta ilmu pengetahuan dan teknologi. Hal ini berpengaruh terhadap pola hidup, moral, dan etika, perubahan ini dapat merupakan tekanan mental (stresor) sehingga bagi sebagian individu dapat menimbulkan perubahan dalam kehidupan dan berusaha beradaptasi untuk menanggulanginya (Sunaryo, 2004).
a. Teori stres
1) Teori sindrom adaptasi umum
Menurut Selye dalam Towseri (1996) stres merupakan respon tidak spesifik tubuh terhadap tuntutan yang ada dan menyebabkan perubahan sistem biologi. Respon tubuh dalam menghadapi stres terdiri dari tiga fase :
a) Fase reaksi tanda bahaya atau peringatan (alarm reaction stage). Selama fase ini, respon fisiologi dari sindrom “melawan” atau “menghindar” dimulai.
b) Fase perlawanan (stage of resistance) individu menggunakan respon fisiologi pada fase pertama sebagai pertahanan dalam usaha adaptasi terhadap stresor. Jika terjadi adaptasi, fase ketiga tidak terjadi, gejala fisik akan menghilang
c) Fase kelelahan (stage of exhaustion). Fase ini terjadi akibat terpapar stresor yang lama, individu akan kehabisan energi. Pada fase ini akan timbul penyakit (sakit kepala, gangguan mental, penyakit jantung, colitis).
2) Teori transaksional
koping, tergantung caranya menginterprestasikan atau mempersepsikan dan mengukur hubungan dengan kejadian lingkungan. Tipe kepribadian juga berpengaruh terhadap respon individu menghadapi stres. Perilaku tipe A atau tipe yang rentan (vulverable) memiliki resiko tinggi mengalami stress dibandingkan dengan perilaku tipe B atau tipe yang kebal (immune).
3) Teori Prespektif umum
Teori ini menyatakan dua hal utama yaitu hubungan manusia dengan lingkungan. Faktor dari manusia yang berpengaruh adalah pengalaman masa lalu, kemampuan yang dapat diperoleh dengan pendidikan dan pelatihan serta karakteristik individu meliputi perbedaan jenis kelamin, ras, umur, dan tipe kepribadian. Faktor dari lingkungan berupa lingkungan fisik dan psikososial. Sebagai akibat lebih lanjut akan terjadi gangguan fisik, perubahan prilaku atau koping.
b. Penggolongan stres
Kusmiati dan Desminiarti (1990) menggolongkan stres berdasarkan penyebabnya adalah sebagai berikut (Sunaryo,2004).
1) Stres fisik, disebabkan oleh suhu atau temperatur yang terlalu tinggi atau rendah, suara amat bising, sinar yang terlalu terang atau tersengat arus listrik
2) Stres kimiawi, disebabkan oleh asam-basa kuat, obat-obatan, zat beracun, hormon, atau gas.
3) Stres mikrobiologik, disebabkan oleh virus, bakteri, atau parasit yang menimbulkan penyakit.
4) Stres fisiologik, disebabkan oleh gangguan struktur, fungsi jaringan, organ, atau sistemik sehingga menimbulkan fungsi tubuh tidak normal.
6) Stres psikis (emosional), disebabkan oleh gangguan hubungan interpersonal, sosial, budaya, atau keagamaan.
c. Penyebab stres
Secara umum penyebab stres menurut Marasmis (1990) dalam Sunaryo (2004), ada empat sumber, yaitu :
1) Frustasi
Timbul akibat adanya kegagalan dalam mencapai tujuan. Frustasi ada yang bersifat intrinsik (cacat badan dan kegagalan usaha) dan ekstrinsik (kecelakaan, bencana alam, kematian orang yang dicintai, kegoncangan ekonomi, pengangguran, perselingkuhan dan sebagainya).
2) Konflik
Timbul karena tidak bisa memilih antara dua atau lebih macam keinginan, kebutuhan, atau tujuan. Bentuknya approach-approach conflict (mendatangkan konflik), approach-approach-avoidance conflict (mendatangkan dan menghindari konflik), atau avoidance-avoidance conflict ( menghindari konflik).
3) Tekanan
Timbul sebagai akibat tekanan hidup sehari-hari. Tekanan dapat berasal dari dalam diri individu dan tekanan yang berasal dari luar individu.
4) Krisis
Keadaan yang mendadak, yang menimbulkan stress pada individu. Keadaan stres dapat terjadi karena beberapa sebab sekaligus, misalnya frustasi, konflik, dan tekanan.
d. Stres Kerja
lingkungan yang dipersepsikan sebagai hal yang mengancam kesejahteraan individu.
Waktu merupakan salah satu penyebab penting terjadinya stres kerja terutama bila pekerjaan yang diberikan melebihi kapasitas karyawan tersebut (overload) yang dapat mengakibatkan kejenuhan kerja, disamping itu juga gejala lain meliputi kebosanan, depresi, pesimisme, kurang konsentrasi, kualitas kerja buruk, ketidakpuasan, keabsenan, dan kesakitan atau penyakit. Beban kerja yang berlebihan dikatakan sebagai penyebab paling umum dari kejenuhan kerja, kebosanan kerja cukup berpotensi untuk menyebabkan keletihan kerja.
Stres yang disebabkan oleh lingkungan kerja yang kurang aman dapat menjadi faktor yang turut mempengaruhi produktifitas kerja. Kini diyakini bahwa sekitar 80% penyakit dan kesakitan dipicu dan diperburuk oleh stres. Hal ini didukung oleh penelitian Baker, dkk (1987) yang mengatakan bahwa stres yang dialami seseorang akan merubah cara kerja sistem kekebalan tubuh, dan diperkuat dengan penelitian Plaut dan Friedman (1981) yang mengatakan bahwa stres sangat berpotensi tinggi menyebabkan infeksi penyakit, terkena alergi serta menurunkan sistem autoimmune. Penyebab stres kerja dapat digolongkan menjadi (National Safety Council, 2003)
1) Penyebab organisasional
yaitu kurangnya otonomi dan kreatifitas, harapan, tenggang waktu, dan kuota yang tidak logis, relokasi pekerjaan, kurangnya pelatihan, karier yang melelahkan, hubungan dengan majikan (penyelia) yang buruk, perkembangan teknologi, bertambahnya tanggung jawab tanpa penambahan gaji (Downsizing).
2) Penyebab individual
3) Penyebab lingkungan
yaitu buruknya kondisi lingkungan kerja (pencahayaan, kebisingan, ventilasi, suhu, dan sebagainya), diskriminasi ras, pelecehan seksual, kekerasan di tempat kerja, kemacetan saat berangkat kerja dan pulang kerja.
e. Tanda dan gejala akibat stress
Menurut Anoraga (2001), stres yang tidak teratasi menimbulkan gejala badaniah, jiwa dan sosial. Gejala ini bisa ringan, sedang maupun berat. Soewadi ( 1987) mengungkapkan bahwa menurut Wheaton stres dibedakan menjadi dua, yaitu akut dan kronik. Stres akut biasanya berlangsung cepat, mendadak, sangat menonjol dan tidak dapat dikendalikan, dan tidak diinginkan oleh individu, efek yang ditimbulkannya adalah depresi dan kecemasan. Stres kronik berlangsung sangat lama, tidak mendadak, tidak mempunyai puncak, efeknya dapat mengakibatkan skizofrenia . Gejala stres berat dapat berakibat kematian sedangkan pada stres ringan dan sedang meliputi : 1) Gejala badan
Ditandai dengan adanya gejala sakit kepala (cekot-cekot, pusing,vertigo), sakit maag, mudah kaget (berdebar-debar), banyak keluar keringat dingin, gangguan pola tidur, lesu, letih, kaku leher belakang sampai punggung, dada terasa panas, nyeri, rasa tersumbat dikerongkongan, gangguan psiko social, nafsu makan menurun, mual, muntah, gejala kulit, gangguan menstruasi, kejang, pingsan, dan gejala lain.
2) Gejala emosional
Ditandai dengan adanya gejala pelupa, sukar konsentrasi, sukar mengambil keputusan, mimpi buruk, murung, mudah marah, jengkel, mudah menangis, pikiran bunuh diri, gelisah, pandangan putus asa, dan sebagainya.
3) Gejala sosial
dari lingkungan sosial, mudah bertengkar, membunuh dan lainnya.
Sedangkan menurut Terry Beehr dan John Newman (1978) gejala stres kerja dapat dibagi dalam 3 aspek yaitu gejala psikologis, gejala psikis, dan prilaku (Rini, 2002).
Tabel 1. Gejala-Gejala Stres kerja
Gejala Psikologis Gejala Fisik Gejala Prilaku Kecemasan, ketegangan Meningkatnya detak
jantung dan tekanan darah
Menunda ataupun menghindari
pekerjaan/tugas Bingung, marah, sensitif Meningkatnya sekresi
adrenalin dan noradrenalin
Penurunan prestasi dan produktifitas
Memedam perasaan Gangguan gastrointestinal
Meningkatnya
penggunaan minuman keras dan mabuk
Komunikasi tidak efektif Mudah terluka Perilaku sabotase
Mengurung diri Mudah lelah secara fisik Meningkatnya frekuensi absensi
Depresi Kematian Prilaku makan yang tidak normal (kebanyakan atau kekurangan)
Merasa terasing dan mengasingkan diri
Gangguan kardiovaskuler
Kehilangan nafsu makan dan penurunan dratis berat badan
Kebosanan Gangguan pernafasan Meningkatnya kecenderungan perilaku beresiko tinggi, seperti ngebut, berjudi
Ketidakpuasan kerja Lebih sering berkeringat Meningkatkan agresivitas dan kriminalitas
Menurunnya fungsi intelektual
Kepala pusing dan migraine
Problem tidur (sulit tidur ataupun terlalu banyak tidur)
Menurunkan harga diri dan rasa percaya diri
f. Tahapan stres
Menurut Amberg (1979) dalam Sunaryo (2004), menyatakan bahwa tahapan stres sebagai berikut ;
1) Stres tahap pertama (paling ringan) yaitu stres yang disertai perasaan nafsu bekerja yang besar dan berlebihan, mampu menyelesaikan pekerjaan tanpa perhitungan tenaga yang dimiliki, dan penglihatan menjadi tajam.
2) Stres tahap kedua, yaitu stres yang disertai keluhan, seperti bangun pagi tidak segar atau letih, lekas capek pada menjelang sore, tidak dapat rileks, lambung atau perut tidak nyaman (bowel discomfort), jantung berdebar-debar, otot punggung atau tengkuk tegang karena cadangan tenaga tidak memadai.
3) Stres tahap ketiga, yaitu tahapan stres dengan keluhan seperti defekasi tidak teratur (kadang-kadang diare), otot semakin tegang, emosional, insomnia, mudah terjaga dan sulit tidur kembali (middle insomnia) bangun terlalu pagi dan sulit tidur kembali (late insomnia).
konsentrasi dan daya ingat menurun, serta timbulnya ketakutan dan kecemasan.
5) Stres tahap kelima, yaitu tahapan stres yang ditandai dengan keletihan fisik dan mental (physical and psychology exhaustion), ketidakmampuan menyelesaikan pekerjaan yang sederhana dan ringan, gangguan pencernaan berat, meningkatkan rasa takut dan cemas, bingung dan konflik.
6) Stres tahap keenam (paling berat) yaitu tahapan stres dengan tanda-tanda seperti jantung berdebar keras, sesak nafas, badan gemetar, dingin dan banyak keluar keringat, loyo, serta pingsan atau kolap.
g. Model adaptasi stres 1) Stresor
Setiap individu terpapar oleh stimulus, baik yang berasal dari lingkungan, kondisi fisiologis tubuh dan pikiran (stressor) yang dapat menimbulkan perubahan atau masalah (stres) yang memerlukan upaya penyesuaian dan penaganan (koping) agar individu adaptif. Dari hasil penelitian (Lazarus dalam Keliat, 1999) mengatakan bahwa jika individu menanyakan dirinya apa yang terjadi (kondisi) dan mengapa terjadi (penyebab) kemudian menetapkan makna situasi bagi dirinya, berapa bahaya situasi dan kemudian mengidentifikasi sumber daya atau kekuatan yang dimiliki. Individu yang stres sering memutuskan; situasi ini berbahaya, sukar dan atau menyakitkan.
2) Koping (cara menyelesaikan masalah)
Koping dapat mengidentifikasikan melalui respon, manifestasi (tanda dan gejala) dan pertanyaan individu dalam wawancara. Koping dapat dikaji melalui aspek fisiologis berupa manifestasi fisiologis tubuh terhadap stres dan psikososial dikaji berbagai reaksi yang berorientasi pada ego (mekanisme pertahanan mental, reaksi yang berkaitan dengan respon verbal dan reaksi yang berorientasi pada penyelesaian masalah koping individu dan orang terdekat).
3) Adaptasi
Merupakan hasil akhir dari upaya koping, beradaptasi berarti mendapatkan persepsi, prilaku dan lingkungan yang berubah sehingga terjadi keseimbangan. Adaptasi dapat di capai melalui aspek ;
a) Adaptasi fisiologis adalah : respon terhadap kebutuhan dan usaha yang berhasil
b) Adaptasi psiko-sosial termasuk sikap dan prilaku (strategi koping, pola hidup, keyakinan)
2. Keselamatan Kerja
Keselamatan kerja adalah langkah awal untuk mencegah terjadinya kecelakaan kerja. Kecelakaan kerja yang terjadi secara langsung berakibat pada penurunan produktifitas kerja, peningkatan biaya perusahaan sebagai akibat kecelakaan, dan kerugian secara tidak langsung kepada mesin dan peralatan kerja. Penyebab kecelakaan kerja ada 2 yaitu langsung dan tidak langsung. Penyebab langsung atau faktor manusiawi seperti terantuk, terjatuh, tertimpa benda jatuh,umur, pengalaman kerja, komunikasi antar sesama pekerja, keterampilan kerja, sikap kerja dan penggunaan alat kerja yang tidak tepat, dan penyebab tidak langsung yaitu yang disebabkan karena mesin ataupun zat-zat kimia berbahaya. Berdasarkan data statistik penyebab langsung merupakan penyebab kecelakaan paling utama hal ini ditunjukkan dengan data statistik di Perancis yaitu 78,2% kecelakaan terjadi karena penyebab langsung dan 11, 5% karena mesin (Suma’mur,1989).
akibat hubungan pekerjaan. Sekitar 300.000 kematian terjadi dari 250 juta kecelakaan dan sisanya adalah kematian karena penyakit akibat hubungan pekerjaan, dimana diperkirakan terjadi 160 juta penyakit akibat hubungan pekerjaan baru setiap tahunnya (Aditama dan Hastuti, 2002). Penyebab kematian yang berhubungan dengan pekerjaan dapat dilihat pada gambar 1.
34%
25% 21%
15% 5%
Kanker 34% Kecelakaan 25% Peny. Sal. Pernapasan 21% Pen. Kardiovaskular 15%
Lain-lain 5%
Gambar 1. Diagram Pie Penyebab Kematian yang Berhubungan dengan Pekerjaan (ILO, 1999)
3. Keselamatan Kerja di Rumah Sakit
a. Pengertian
1. keselamatan kesehatan kerja merupakan suatu upaya untuk menekan atau mengurangi resiko kecelakaan dan penyakit akibat kerja yang pada hakikatnya tidak dapat dipisahkan antara keselamatan dan kesehatan.
2. Upaya kesehatan kerja adalah upaya penyerasian antara kapasitas kerja, beban kerja, dan lingkungan kerja agar setiap pekerja dapat bekerja secara sehat tanpa membahayakan dirinya sendiri maupun masyarakat di sekelilingnya.
3. Keselamatan kerja adalah keselamatan yang berkaitan dengan alat kerja, bahan dan proses pengolahannya, tempat kerja dan lingkungannya serta cara-cara melakukan pekerjaan.
4. Kecelakaan adalah kejadian yang tidak terduga dan tidak diharapkan. Tak terduga oleh karena di belakang peristiwa itu tidak terdapat unsur kesengajaan, lebih-lebih dalam bentuk perencanaan. Tidak diharapkan oleh karena peristiwa kecelakaan disertai kerugian materiil maupun penderitaan dari yang paling ringan sampai kepada yang paling berat tidak diinginkan.
b. Tujuan Keselamatan Kerja di Rumah Sakit
Menurut undang-undang Keselamatan kerja pasal 3 ayat 1 tahun 1970 mengenai syarat-syarat keselamatan kerja meliputi seluruh aspek pekerjaan yang berbahaya, dengan tujuan :
1) Mencegah dan mengurangi kecelakaan.
2) Mencegah, mengurangi dan memadamkan kebakaran. 3) Mencegah, mengurangi bahaya ledakan.
4) Memberi kesempatan atau jalan menyelamatkan diri pada waktu kebakaran atau kejadian lain yang berbahaya.
5) Memberi pertolongan pada kecelakaan. 6) Memberi perlindungan pada pekerja.
8) Mencegah dan mengendalikan timbulnya penyakit akibat kerja, baik fisik/psikis, keracunan, infeksi, dan penularan. 9) Menyelenggarakan penyegaran udara yang cukup. 10) Memelihara kebersihan, kesehatan, dan ketertiban.
11) Memperoleh kebersihan antara tenaga kerja, alat kerja, lingkungan, cara dan proses kerjanya.
12) Mengamankan dan memperlancar pengangkutan orang, binatang, tanaman, atau barang.
13) Mengamankan dan memelihara segala jenis bangunan. 14) Mengamankan dan memelihara pekerjaan bongkar muat,
perlakuan dan penyimpanan barang. 15) Mencegah tekanan aliran listris.
16) Menyesuaikan dan menyempurnakan pengamanan pada pekerjaan yang berbahaya kecelakaannya menjadi bertambah tinggi
Upaya-upaya tersebut juga berlaku bagi karyawan/ pegawai yang bekerja pada penyelenggaraan makanan atau pelayanan gizi di rumah sakit (Suma’mur, 1989).
c. Prinsip keselamatan kerja pegawai dalam proses penyelenggaraan (PGRS, 2003)
a. Pengendalian teknis mencakup:
1) Letak, bentuk dan kontruksi alat sesuai dengan kegiatan dan memenuhi syarat yang telah ditentukan
2) Ruangan dapur cukup luas, denah sesuai dengan arus kerja dan dapur dibuat dari bahan-bahan atau kontruksi yang memenuhi syarat
3) Perlengkapan alat kecil yang cukup disertai tempat penyimpanan yang praktis
4) Penerapan dan ventilasi yang cukup memenuhi syarat 5) Tersedianya ruang istirahat untuk pegawai
b. Adanya pengawasan kerja yang dilakukan oleh penanggung jawab dan terciptanya kebiasaan kerja yang baik oleh pegawai c. Pekerjaan yang ditugaskan hendaknya sesuai dengan
d. Volume kerja yang dibebankan hendaknya sesuai dengan jam kerja yang telah ditetapkan. Dan pegawai diberi waktu untuk istirahat setelah 3 jam bekerja, karena kecelakaan kerja sering terjadi setelah pegawai bekerja >3 jam
e. Maintenance (perawatan) alat dilakukan secara kontinyu agar peralatan tetap dalam kondisi yang layak pakai.
f. Adanya pendidikan mengenai keselamatan kerja bagi pegawai
g. Adanya fasilitas/ peralatan pelindung dan peralatan pertolongan pertama yang cukup
h. Petunjuk penggunaan alat keselamatan
d. Cidera dan Penyakit akibat kerja di rumah sakit
Sebagai konsekuensi dari fungsi RS maka potensi munculnya bahaya keselamatan dan kesehatan kerja tidak dihindari seperti: bahaya pemajanan radiasi, bahan kimia toksik, bahaya fisiologis, temperatur ekstrim, bising, debu, stres, dan lain sebagainya. Dibandingkan dengan pekerja sipil lainnya, pekerja RS lebih banyak mengalami masalah kesehatan dan keselamatan kerja, berdasarkan tuntutan konpensasi yang diajukan (US Department of Health and Human Service, 1990).
Berdasarkan data dari survey nasional terhadap lebih dari 2600 RS di USA tahun 1972 dilaporkan bahwa rata-rata setiap RS mengalami 68 pekerja cidera dan 6 sakit (Laporan NIOSH tahun 1974-1976). Cidera yang paling sering terjadi di antara pekerja adalah
Strain dan Sprain, luka tusukan, abrasion, contusion, laceration, cidera punggung, luka bakar, dan fraktur. Sakit yang paling sering adalah gangguan pernapasan, infeksi, dermatitis, dan hepatitis. Beberapa hazard yang teridentifikasi, antara lain gas anastesi,
mengalami cidera dan sakit, antara lain perawat, pekerja dapur,
maintenance, laundry, cleaning service, dan teknisi (Aditama dan Hastuti, 2002).
Berdasarkan analisis resiko yaitu dengan mengidentifikasi hazard, proyeksi resiko, penilaian resiko dan manajemen resiko dari unit kerja di RS, diuraikanlah 10 tempat dengan resiko tinggi di rumah sakit berdasarkan US Dept Of Health And Human Service 1990, yaitu
Central supply, Food service, House keeping, Laundry, maintenance engineering, office area, print shop, patien care area, laboratories and surgical service. Instalasi Gizi merupakan tempat pengadaan pasokan bahan makanan dan penyelenggaraan makanan dimana resiko kecelakaan terjadi diakibatkan oleh benda-benda tajam, seperti pisau, parang, alat-alat elektronik tajam (blender), lantai yang licin dan basah, alat masak berat, alat masak yang panas, kompor, bahan-bahan kimia, dan radiasi microwave (Aditama dan Hastuti, 2002).
4. Penjamah makanan
Isu pasar global mengisyaratkan bahwa mekanisme pasar akan makin meningkat oleh organisasi bisnis yang mampu memberikan pelayanan yang memiliki daya saing yang tinggi untuk menembus pasar. Selain itu taraf pendidikan masyarakat di negara kita semakin meningkat, sehingga kemampuan untuk membedakan pelayanan yang berkualitas dan yang tidak berkualitas makin meningkat.
Oleh karena itu para pelaku pelayanan dengan produk jasa dituntut untuk meningkatkan mutu pelayanan secara prima (service exellent). Pelayanan prima adalah pelayanan yang bermutu dan dapat memuaskan pelanggan. Untuk mencapai kepuasan pelanggan diperlukan intervensi dari berbagai sisi antara lain proses pelayanan, infrastruktur fisik serta peralatan dan yang terpenting adalah perilaku atau budaya kerja SDM. Dengan kata lain kunci keberhasilan organisasi yang bergerak dibidang jasa seperti rumah sakit dimulai dari sistem SDM (sumber daya manusia)
mempengaruhi tingkat produktifitas yang diterima organisasi. Pelaksanaan sistem SDM yang baik di rumah sakit diharapkan dapat mengoptimalkan pendayagunaan SDM yang lebih efektif dan efisien.
Instalasi Gizi merupakan salah satu “strategic bussines unit ” (SBU) dalam sebuah rumah sakit, yang sangat memerlukan berbagai upaya dalam mengoptimalisasi pendayagunaan SDM yang efektif dan efisien. (Yahya dalam Prosiding kongres, 2005)
Penjamah makanan (food handler) menurut Adams (2004) dalam Him (2004), diartikan sebagai orang-orang yang menyiapkan makanan untuk dikonsumsi. Penjamah makanan merupakan salah satu dari pihak yang berperan dalam keamanan makanan selain pengambil keputusan, produsen makanan, pengelola makanan dan konsumen, karenanya keselamatan penjamah makanan harus diperhatikan. Penjamah makanan dibedakan menjadi dua kelompok yaitu penjamah makanan di rumah dan penjamah makanan professional. Penjamah makanan di rumah merupakan individu yang menyiapkan makanan untuk dikonsumsi keluarga, sedangkan penjamah makanan professional merupakan individu yang bekerja dalam pengolahan makanan di industri atau menyiapkan makanan dalam jumlah besar.
Ahli masak yang professional merupakan tolak ukur industri pelayanan makanan. Keberhasilannya ditentukan oleh cara kerja yang professional dengan dedikasi yang tinggi dan kesadaran akan tanggung jawab. Mengingat dirumah sakit, makanan merupakan salah satu upaya penyembuhan, tentunya perlu diperhatikan agar dapat memenuhi selera pasien, apalagi dengan semakin berkembangnya kuliner di Indonesia yang sudah dipengaruhi oleh makanan oriental dan continental cuisine, mau tidak mau akan berdampak pada makanan kita yang tentunya juga akan berpengaruh pada makanan rumah sakit.
sehingga melebihi jam kerja. Situasi dan kondisi menentukan berapa lama jam kerja yang harus dilalui (Soenardi dalam Prosiding Kongres, 2005).
Berdasarkan PGRS (2003), ketenagaan di Instalasi Gizi hingga saat ini masih dalam proses penyusunan, karena hal ini harus disesuaikan dengan beban kerja dan kebutuhan tenaga gizi di tiap rumah sakit. Namun demikian, terdapat beberapa kategori tenaga untuk tiap kelas rumah sakit dengan memperhatikan/ mempertimbangkan sistem shift pegawai, dapat dilihat pada tabel berikut :
Tabel 2. Kebutuhan Tenaga Menurut Kelas Rumah Sakit Kelas Rumah Sakit KATEGORI TENAGA
A/ Utama
B/Madya C/Pratama
S2-Gizi/Kesehatan dengan pendidikan dasar D3-Gizi
√ √ √
SKM dengan pendidikan dasar D3-Gizi
SMK-Administrasi √ √ √
SMU+Kursus Administrasi √ √ √
SMK-tataboga √ √ √
SMU/SLTP + kursus tataboga - - √
a) Faktor Umur dan jenis kelamin
kecekatan, kekuatan fisik dan kesehatan akan sedikit mengalami kemunduran.
Menurut selye (1976) hubungan antara umur dengan produktifitas kerja terlihat pada pekerja yang tidak terampil dalam menyelesaikan tugas banyak diantaranya kurang produktif pada umur dibawah 30 tahun. Pada pekerja diatas 30 tahun lebih produktif disebabkan karena pengalaman kerja, selama kesehatan tubuhnya memungkinkan. Faktor umur merupakan faktor yang tidak dapat diabaikan mengingat hal tersebut mempengaruhi kekuatan fisik dan psikis seseorang serta pada umur-umur tertentu seseorang pekerja akan mengalami perubahan prestasi kerja, sedangkan menurut Desmiati (2005) pada penelitian Daniel Levinson ditemukan bahwa pada pria usia 40 tahun, menemukan bahwa salah satu perubahan penting yang terjadi pada masa dewasa awal ini adalah menurunnya kekuatan fisik dan psikologis, juga terjadi penurunan fungsi penglihatan , penurunan daya ingat, dan menjadi rentan terhadap penyakit terutama penyakit yang parah sehingga memungkinkan cacat seumur hidup atau bahkan kematian
Prawirohardjo (1985) dalam Soewadi (1987) menyatakan bahwa stres lebih mudah terjadi pada wanita hal ini didukung oleh penelitian Sumarni (1999) dalam Him (2004) berdasarkan penelitiannya pada empat industri tekstil di Daerah Istimewa Yogyakarta mendapatkan 95,3% pekerja perempuan mengalami stres.
b) Faktor Pendidikan, pengalaman kerja dan pelatihan
Secara umum pendidikan bertujuan mengembangkan dan memperluas pengetahuan, pengalaman, serta pengertian individu (Djumur dan Surya, 1975 dalam Setyawati, 1994). Makin tinggi pendidikan seseorang makin mudah seseorang berpikir secara luas, makin tinggi daya inisiatifnya dan makin mudah pula untuk menentukan cara-cara yang efisien guna menyelesaikan pekerjaannya dengan lebih baik.
Hal ini didukung juga oleh pernyataan McFarlene yang mengemukakan bahwa pendidikan yang rendah dan status ekonomi yang rendah pada seseorang akan menyebabkan orang tersebut mudah mengalami stres (Soewadi, 1987).
Dampak lain pendidikan ialah bahwa pendidikan dapat bertindak sebagai penunjang dalam mengontrol diri, disertai dengan pengalaman dan kejadian penting dalam hidup seseorang. Usia juga dapat mempengaruhi pengalaman hidup seseorang, semakin tinggi usia seseorang, semakin banyak pengalaman hidupnya sehingga hal ini berpengaruh terhadap stres yang dialaminya. Individu yang sudah mempunyai pengalaman hidup yang banyak akan belajar dari pengalaman hidupnya sehingga akan tidak mudah mengalami stres dalam menghadapi berbagai tekanan.
B. KERANGKA TEORI
Gambar 2. Kerangka Teori stres Kerja Menurut Robbins (1998) Dimodifikasi*) Menurut Anoraga (2001) dalam Tyas (2004)
Faktor Lingkungan • Ketidakpastian
Ekonomi dan politik • Lingkungan kerja • Ketidakpastian
Teknologi
Faktor Organisasional • Tuntutan Pekerjaan • Tuntutan Peran • Struktur Organisasi • Kepemimpinan • Tahapan Kehidupan
Organisasi
Faktor Individual • Masalah Keluarga • Masalah ekonomi • Masalah dengan
Rekan Kerja • Sakit Jantung
Gejala Psikologis Stres kerja yang
dialami
C. KERANGKA KONSEP PENELITIAN
Keterangan :
: Variabel yang diteliti
: Variabel yang tidak diteliti
Gambar 3. Kerangka Konsep Penelitian
D. HIPOTESIS
Ada hubungan antara stres kerja dengan keselamatan kerja penjamah makanan di Instalasi Gizi RSUP. Dr. Sardjito Yogyakarta
STRES KERJA
KESELAMATAN KERJA
Umur
Pendidikan
Pelatihan
Jenis Kelamin
Lama Kerja
Organisasional
Lingkungan
Unsafe Action
Unsafe Condition
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. JENIS DAN RANCANGAN PENELITIAN
Jenis penelitian yang dilakukan adalah penelitian survey analitik yang bersifat deskriptif dan analitik, dengan rancangan crosssectional .
B. LOKASI DAN WAKTU PENELITIAN
Lokasi penelitian ini dilakukan di semua bagian dapur Instalasi Gizi RSUP. Dr. Sardjito yang melakukan kegiatan persiapan dan pengolahan makanan.
Waktu penelitian dilakukan pada bulan Agustus sampai dengan September 2005.
C. POPULASI DAN SUBJEK PENELITIAN
Populasi dalam penelitian ini adalah : petugas pelayanan gizi RSUP. Dr. Sardjito yang berhubungan langsung dengan penjamahan makanan yaitu mulai dari persiapan bahan makanan hingga pengolahan bahan makanan.
Subjek pada penelitian ini adalah keseluruhan populasi. Syarat subjek dalam penelitian ini adalah :
1. Berperan langsung pada penjamahan makanan, mulai dari persiapan bahan makanan hingga pengolahan makanan.
2. Tidak sedang dalam keadaan sakit fisik dan dapat berkomunikasi dengan baik
3. Kooperatif dan bersedia ikut dalam penelitian
D. JENIS DAN CARA PENGUMPULAN DATA 1. Data primer
Dikumpulkan dengan kuisioner yang telah dipersiapkan yaitu : a. Karakteristik responden (umur, pendidikan, pelatihan, jenis kelamin
dan lama kerja)
2. Data sekunder
Didapatkan dari data di Instalasi Gizi RSUP. Dr. Sardjito a. Struktur Organisasi Instalasi Gizi
b. Data pegawai penyaji makanan ( hari dan shift kerja) c. Kondisi lingkungan kerja instalasi gizi
d. Jumlah distribusi makanan selama pelaksanaan penelitian.
E. VARIABEL PENELITIAN
Variabel dalam penelitian ini adalah :
Variabel dependent : keselamatan kerja Variabel independent : stres kerja
F. DEFINISI OPERASIONAL PENELITIAN 1) Stres kerja
Stres kerja adalah kondisi yang tidak menyenangkan di tempat kerja sebagai hasil dari interaksi penjamah makanan dengan lingkungan kerjanya baik dari segi organisasional, lingkungan, dan individual yang nantinya akan berdampak pada kejadian kecelakaan di tempat kerja. Stres dinilai berdasarkan jumlah pertanyaan yang benar dijawab di kuisioner dengan metode Rensis Linkert (Gable, 1986 dalam Azwar, 1995).
Skala : Ordinal
Kategori penilaian yaitu : Stres kerja ringan : 13-25 Stres kerja sedang : 26-38
Stres kerja berat : 39-52
2) Keselamatan kerja
Skala : ordinal
Kategori penilaian yaitu : Keselamatan kerja rendah : 132-176 Keselamatan kerja sedang : 88-131
Keselamatan kerja tinggi : 44-87
3) Penjamah Makanan
Penjamah makanan adalah orang yang bekerja mulai dari persiapan bahan makanan dan mengolah bahan makanan hingga makanan siap untuk dikonsumsi (Adams, 2004 dalam Him, 2004).
4) Umur
Pembagian umur pekerja pada saat penelitian dalam satuan waktu yaitu tahun.
Skala : nominal
Kategori : kurang dari 40 tahun dan lebih dari sama dengan 40 tahun.
5) Pendidikan
Dinilai dengan melihat latar belakang pendidikan terakhir penjamah makanan.
Skala : Nominal
Kategori : tidak sekolah, SD, SMP, SMA, D1, D3, dan S1
6) Pelatihan keselamatan kerja
Pelatihan keselamatan kerja yang pernah didapat oleh pekerja baik dalam maupun di luar rumah sakit.
Skala : nominal
Kategori : pernah dan tidak pernah.
7) Jenis kelamin
Jenis kelamin penjamah makanan dinilai dengan : Skala : nominal
8) Lama kerja
Pengalaman kerja penjamah makanan di Instalasi Gizi dalam satuan tahun.
Skala : Nominal
Kategori : <4 tahun, 4 – 8 tahun, dan > 8 tahun ( PP no. 12 tahun 2002 yang merupakan gubahan dari PP no. 99 tahun 2000 tentang kenaikan golongan PNS dengan kurun waktu 4 tahun sekali)
G. ALAT PENELITIAN
Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah :
1. Kuisioner terstruktur untuk mengetahui keadaan stres kerja yang dialami penjamah makanan dan jumlah kejadian kecelakaan kerja yang dialami penjamah makanan.
2. Perangkat keras komputer dan perangkat lunak yang menunjang pengolahan data dan analisa statistik ( program SPSS).
3. Alat tulis dan alat lain yang mendukung penelitian.
H. ANALISIS DATA
1. Perhitungan nilai kategori stres kerja dan keselamatan kerja dengan cara
method of summated ratings (Azwar 1995).
Nilai kategori : (Nilai skor tertinggi X jumlah soal – jumlah nilai skor terkecil)
a. Skor kuisioner stres kerja dengan skala Likert , dengan penilaian untuk data yang favorable/ mendukung diberikan penilaian sebagai berikut : sangat setuju = 4, setuju= 3, tidak setuju= 2, dan sangat tidak setuju= 1. Data unfavorable/ tidak mendukung diberi penilaian sebaliknya. Dari skor tersebut maka didapatkan nilai skor maksimum adalah 4 dan yang minimum adalah 1. Dari skor diatas maka dapat dilihat bahwa skor maksimum adalah 4 dan skor minimum adalah 1, dengan jumlah pertanyaan sebanyak 13 soal maka didapatkan rentang penilaian antara 13 – 52, kemudian dibagi berdasarkan kategori didapatkan hasil sebagai berikut :
b. Skor keselamatan kerja dilakukan dengan penilaian jumlah kejadian kecelakaan sebagai berikut : tidak pernah= 1, kurang dari 2 kali = 2, 3-4 kali= 3, dan lebih dari 5 kali = 4, maka didapatkan nilai skor maksimum 4 dan skor minimum 1. Dari 11 soal keselamatan kerja maka didapatkan rentang penilaian antara 11 – 44, dikarenakan penilaian keselamatan kerja dilakukan sebanyak 4 kali maka jumlah skor dikalikan 4 sehingga didapatkan hasil rentang penilaian antara 44 – 176. Kategori penilaian keselamatan kerja adalah sebagai berikut :
Keselamatan kerja rendah : 132-176 Keselamatan kerja sedang : 88-131 Keselamatan kerja tinggi : 44-87
2. Data yang dikumpulkan akan diolah secara deskriptif dengan program SPSS 12.00 dan akan disajikan dalam bentuk tabel dan tekstular.
Untuk mengetahui hubungan antara stres dengan keselamatan kerja maka dilakukan uji statistik korelasi spearman, dengan langkah-langkah sebagai berikut :
Ho : µ1=µ2 berarti tidak ada hubungan antara stres kerja dengan keselamatan kerja
Ha : µ1 ≠µ2 berarti ada hubungan antara stres kerja dengan keselamatan kerja.
Menentukan uji hipotesis dengan rumus
n∑ Xy – (∑x) (∑ y) n r =
{n∑ n2 - (∑x) 2 } {∑ny2 - (∑y) 2 } Keterangan :
r = koefisien korelasi
n = banyaknya responden keseluruhan α = 0,05
Menentukan hasil uji hipotesis dengan rumus t = r √ n-2
Keterangan : t = t hitung n = jumlah sampel r = koefisien korelasi
Menarik kesimpulan :
Jika t hitung < t tabel ( berada di daerah penerimaan Ho), maka Ho diterima
Jika t hitung > t tabel ( berada di luar daerah penerimaan Ho), maka Ho ditolak
I. JALANNYA PENELITIAN 1. Persiapan Penelitian
Diawali dengan pembuatan proposal penelitian yang dimulai pada bulan Mei 2005, berkonsultasi dengan pembimbing, kemudian seminar proposal yang diadakan pada tanggal 29 Juni 2005 dan telah disetujui. Dalam tahap persiapan penelitian ini meliputi :
a. Pembuatan Kuesioner
Peneliti membuat dua kuesioner yaitu kuesioner untuk stres kerja dan keselamatan kerja. Untuk stres kerja terdiri dari 30 item, dan untuk keselamatan kerja sebanyak 14 item, dengan pembagian sebagai berikut. Tabel 3. Kisi-kisi (blue print) kuesioner stres kerja ( sebelum uji coba)
Nomor Butir
3 Organisasional 12,14,27,2 8
8,9,26,2 9
8 26,7
Tabel 4. Kisi-kisi (blue print) kuesioner keselamatan kerja ( sebelum uji coba)
No Aspek keselamatan
kerja
Nomor soal Jumlah %
1 Kecelakaan yang berhubungan
dengan alat kerja
1,5,7,11, dan 12
5 35,7
2 Kecelakaan yang berhubungan
dengan daerah kerja
2, 3, dan 6 3 21,4
3 Kecelakaan kerja pada saat bekerja
4,8,9,10,13,dan 14
6 42,9
Total 14 100
Keterangan : F : Favorable UF : Unfavorable
b. Pelaksanaan Uji Validitas Dan Uji Reliabilitas Kuesioner
Sebelum melakukan penelitian pada subjek sesungguhnya maka dilakukan uji coba kuesioner terlebih dahulu untuk mengetahui apakah item dalam kuesioner tersebut valid dan reliabel.
Kuesioner diujikan kepada 21 orang penjamah makanan di RSUD. Wates pada tanggal 29 Juli 2005 sampai dengan 6 Agustus 2005. Dari hasil uji validitas dengan menggunakan program SPSS 12.00 dengan analisa butir menggunakan rumus pearson dengan taraf signifikan 5% didapatkan hasil beberapa item pertanyaan yang dikatakan tidak valid yaitu pada kuesioner stres kerja pada nomor 1, 3, 4, 6,7,8,9,12,13,15,16,17,18,21,22,23 dan 24 dan pada kuesioner keselamatan kerja yaitu pada nomor 8, 11, dan 13. Jadi ada 17 item pada kuesioner stres kerja dan 3 item pada kuesioner keselamatan kerja yang dinyatakan tidak valid dan dihilangkan.
koefisien reliabilitas setinggi mungkin, yaitu diatas 0,900, dengan demikian kuesioner bersifat reliabel dan layak untuk digunakan.
Di bawah ini adalah kisi-kisi (blue print) kuesioner stres kerja dan keselamatan kerja setelah uji coba .
Tabel 5. Kisi-kisi (blue print) kuesioner stres kerja ( setelah uji coba)
Nomor Butir
Tabel 6. Kisi-kisi (blue print) kuesioner keselamatan kerja ( setelah uji coba)
No Aspek keselamatan
kerja
Nomor soal Jumlah %
1 Kecelakaan yang
berhubungan dengan alat kerja
1,5,7 dan 12 4 36.4
2 Kecelakaan yang berhubungan
dengan daerah kerja
2, 3, dan 6 3 27.2
3 Kecelakaan kerja pada saat bekerja
4,9,10 dan 14
4 36.4
Total 11 100
c. Pembuatan Surat Ijin
Surat Ijin dari Prodi Gizi UGM keluar pada tanggal 6 Juli 2005, dilanjutkan mengurus surat ijin ke RSUP. Dr. Sardjito Yogyakarta, dan ijin penelitian keluar pada tanggal 23 Juli 2005.
2. Pelaksanaan Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di dapur Instalasi Gizi RSUP. Dr. Sardjito Yogyakarta pada tanggal 13 Agustus sampai dengan 7 September 2005.
Dalam penelitian ini meliputi beberapa tahap antara lain : a. Pengumpulan Data
Pengumpulan data dilakukan pada penjamah makanan di dapur Instalasi Gizi RSUP. Dr. Sardjito Yogyakarta mulai tanggal 13 Agustus sampai dengan 7 September 2005. Pengumpulan data ini dilakukan dengan 2 cara, untuk kuesioner keselamatan kerja diberikan kepada responden dan responden mengisi sendiri sambil ditunggui oleh peneliti, pengisian kuesioner ini dilaksanakan sampai dengan 4 kali dan dilakukan 7 hari setelah pengisian pertama selesai, kegiatan ini berlangsung selama 1 bulan. Kuesioner stres kerja diberikan pada minggu terakhir pengambilan data dengan cara menanyakan sendiri kepada responden.
b. Pemeriksaan Kuesioner
Setelah data terkumpul, peneliti melakukan pemeriksaan terhadap tiap kuesioner yang telah dikembalikan dan melihat apakah semua kuesioner sudah diisi.
c. Pengelompokkan Data
d. Pengolahan Data
Dari data yang ada kemudian dianalisis dengan menggunakan analisa statistik spearman untuk melihat hubungan antara hubungan antara stres kerja dengan keselamatan kerja. Analisa ini dilakukan dengan SPSS 12.00.
e. Penyusunan Hasil Penelitian
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. GAMBARAN UMUM INSTALASI GIZI RSUP.DR.SARDJITO
Instalasi Gizi RSUP. Dr. Sardjito dipimpin oleh seorang Kepala Instalasi Gizi yang bertanggung jawab kepada Direktur Umum dan Sumber Daya Manusia. Tugas pokok dan fungsi instalasi ialah menyediakan sumber daya, fasilitas, dan kompetensi untuk mendukung penyelenggaraan kegiatan pelayanan, pendidikan dan penelitian gizi di RSUP. Dr. Sardjito (S.K Direktur Utama RS. Dr. Sardjito No.OT.01.01.5.1.2341.2004)
Hubungan tata kerja Instalasi Gizi dapat dilihat pada struktur organisasi yang ada pada lampiran. Dalam menjalankan kegiatan Instalasi Gizi mempunyai visi ”Menjadi Instalasi Gizi unggulan dalam bidang pelayanan, pendidikan dan penelitian di kawasan Indonesia tahun 2010, yang bertumpu pada kemandirian”.
Sedangkan misinya adalah : 1. Memberikan pelayanan gizi yang paripurna, bermutu dan terjangkau oleh semua lapisan masyarakat, 2. Melaksanakan pendidikan dan pelatihan di bidang gizi untuk menghasilkan SDM yang berkualitas, 3. Menyelenggarakan penelitian dan pengembangan gizi terapan yang berwawasan global, 4. Meningkatkan kesejahteraan karyawan, 5. Meningkatkan pendapatan untuk menunjang kemandirian Instalasi Gizi.
Untuk dapat mewujudkan Misi dari pelayanan tersebut, maka Instalasi Gizi RSUP. Dr. Sardjito mempunyai 3 satuan kerja penunjang yang disebut pelayanan setingkat dibawah Kepala Instalasi Gizi yaitu : Pelayanan Administrasi Logistik, Pelayanan Produksi dan Distribusi, serta Pelayanan Gizi dan Pendidikan Latihan Penelitian Pengembangan
Pelayanan produksi dan distribusi adalah kegiatan penyelenggaraan makan yang merupakan bagian dari kegiatan Instalasi Gizi, termasuk di dalamnya adalah rangkaian dari perencanaan menu sampai dengan pendistribusian makanan kepada konsumen yang dilayani. Sistem penyelenggaraan makanan yang dilakukan oleh RSUP. Dr. Sardjito dilakukan secara penuh atau disebut swakelola.
dapur petugas jaga, dapur VIP dan dapur cair. Adapun shift kerja yang ada yaitu: subuh 04.30-11.00 WIB , pagi 07.30-13.00 WIB dan sore 13.00-19.00. WIB.
Dalam menjalankan kegiatan di Instalasi Gizi melibatkan 158 orang pegawai untuk melancarkan kegiatan operasionalnya, ketenagaan ini terdiri dari 78 orang Pegawai Negeri Sipil (PNS) dan 80 orang pegawai swadana/kontrak. Perincian ketenagaan di Instalasi Gizi dapat dilihat pada tabel dibawah ini.
Tabel 7. Jumlah Tenaga Berdasarkan Jenis Tenaga Dan Status Kepegawaian Di Instalasi Gizi RSUP. Dr. Sardjito.
Status Kepegawaian
4 Pelaksana Gudang BM
Sumber : Data Sekunder Instalasi Gizi, 2004
B. GAMBARAN KEGIATAN KESELAMATAN KESEHATAN KERJA(K3) INSTALASI GIZI RSUP.DR.SARDJITO
Uraian tugas gugus Keselamatan Kesehatan Kerja (K3) di Instalasi Gizi RSUP. Dr. Sardjito adalah sebagai berikut.
Tabel 8. Uraian Tugas Gugus Keselamatan Kesehatan Kerja (K3) Instalasi Gizi RSUP. Dr. Sardjito
Penanggung jawab umum
1. Memberikan arah kebijakan K3 pada gugusnya 2. Mengkoordinasikan pelaksanaan program-program
K3 pada anggota gugus dan mengevaluasi segenap program yang telah dilaksanakan dengan berbagai aspek positif dan negatifnya dalam operasional
3. Melakukan koordinasi dan melaporkan secara berkala semua kegiatan K3 kepada ketua PK3RS, berkonsultasi dengan Bidang I,II, dan III mengenai masalah penerapan K3 di tempat kerja
Penanggung jawab tenis gugus K3
1. Mempelajari seluruh dokumen tentang K3 yang berada di instalasinya
2. Menjalankan program-program K3 di instalasinya yang meliputi penggunaan aspek-aspek peralatan, perlengkapan, bahan, lingkungan, metode kerja dan tata cara kerja yang sesuai dengan standar K3 3. memimpin anggota gugus dan sebagai inspirator
dalam program-program PK3RS di instalasinya 4. Membuat laporan semua pelaksanaan program dan
kegiatan K3 kepada Kepala Instalasi
5. Bertanggung jawab atas keberadaan dan penggunaan segala fasilitas K3 yang ada di unit kerjanya
Sekretaris gugus
1. melakukan kegiatan administrasi gugus yang berkaitan dengan K3
2. menggunakan dan merawat seluruh dokumen tentang K3 yang berada di instalasinya
3. menyusun kerangka laporan pelaksanaan program dan kegiatan K3 termasuk di dalamnya laporan kecelakaan dan penyakit akibat kerja
4. Mendokumentasikan data kesehatan seluruh pekerja di instalasinya
Regu kebakaran
1. menginventarisasi, mengawasi, mengamankan dan mengecek alat-alat yang berkaitan dengan pencegahan dan penaggulangan kebakaran dan bencana
2. Mengelola alat pemadam kebakaran yang ada, mengusulkan pengadaan, penambahan maupun perbaikan
3. Mengawasi perilaku dan pekerjaan sehari-hari petugas dalam penggunaan alat-alat/bahan yang dapat mencetus terjadinya kebakaran
5. Berkoordinasi dengan gugus lain dalam hal pengawasan, pencegahan dan penaggulangan kejadian kebakaran/bencana untuk menagkal meluasnya kejadian kebakaran dan bencana
6. Bertanggung jawab kepada penganggung jawab umum gugus K3 dalam segala tugasnya dan memberikan laporan kegiatannya
Regu proteksi 1. Melakukan penyediaan dan penyaluran sarana P3K 2. Menginventarisasi, mengawasi, mengamankan dan
mengecek pada alat-alat pelindung diri yang berkaitan dengan pencegahan kecelakaan dan penyakit akibat kerja
3. Menyiapkan sarana dan alat pelindung diri untuk mencegah kecelakaan dan penyakit akibat kerja 4. Melakukan pemantauan tentang infeksi nosokomial
dan cara penganggulangannya yang dilakukan secara periodik
5. Melakukan pemantauan kualitas lingkungan kerja yang berhubungan dengan K3 (seperti kebisingan dan tegangan panas) dan cara penanggulangannya yang dilakukan secara periodik.
6. Melakukan pemantauan kesehatan pekerja dengan pemeriksaan kesehatan secara periodik
7. mencatat dan melaporkan semua kegiatan yang dilaksanakan kepada penganggungjawab gugus K3 8. mencatat dan melaporkan kepada sekretaris gugus sekali segala insiden kecelakaan kerja secara rinci 9. Mensosialisasikan protap dan SOP yang berkaitan
dengan pencegahan kecelakaan dan penyakit akibat kerja.
Sumber : Data Sekunder Instalasi Gizi, 2004
C. GAMBARAN UMUM RESPONDEN
Pada tabel 7 dari 47 petugas pemasak maka yang termasuk dalam penelitian ini adalah petugas yang berhubungan langsung dengan persiapan hingga pengolahan makanan yaitu sebanyak 33 responden dengan rincian sebagai berikut.
Tabel 9. Jumlah Tenaga Kerja Pengolah Makanan
No Dapur Pengolahan Jumlah Tenaga Kerja
1 Dapur Snack 9
Dari 33 orang responden 2 orang dinyatakan keluar dari penelitian yaitu dari dapur snack disebabkan karena 1 orang pensiun dan 1 orang cuti kerja. Jadi total jumlah responden dalam penelitian ini adalah sebanyak 31 orang dengan karakteristik sebagai berikut :
1. Umur
Gambaran umur penjamah makanan di Instalasi Gizi RSUP. Dr. Sardjito sebagian besar berumur diatas 40 tahun yaitu 83,9% dan yang kurang dari 40 tahun sebesar 16,1%. Umur penjamah makanan yang termuda berumur 37 tahun dan yang tertua 53 tahun (lampiran 12 data dasar keselamatan kerja). Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel 10 berikut ini.
Tabel 10. Umur Penjamah Makanan Jumlah
Gambaran umum pendidikan penjamah makanan di Instalasi Gizi RSUP. Dr. Sardjito adalah sebagian besar berpendidikan akhir SMA yaitu 74,2%, dimana pendidikan penjamah makanan yang paling tinggi adalah S1 yaitu 6,5% dan yang terendah adalah SD 3,2 % dan sisanya berpendidikan akhir SMP yaitu 16,1%. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel 11 berikut ini.
3. Pelatihan Keselamatan Kerja
Kegiatan pelatihan keselamatan dan kesehatan kerja pada penjamah makanan di Instalasi Gizi RSUP. Dr. Sardjito didapatkan bahwa sebagain besar penjamah makanan belum mendapatkan pelatihan yaitu sebesar 67,7% dan yang sudah pernah mendapatkan pelatihan sebesar 32,3 %. Hal ini lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel 12 di bawah ini.
Tabel 12. Pelatihan Keselamatan Kerja Penjamah Makanan Jumlah Kategori Pelatihan
N %
Pernah 10 32.3
Tidak Pernah 21 67.7
Total 31 100
4. Jenis Kelamin
Hasil gambaran umum berdasarkan jenis kelamin pada penjamah makanan di Instalasi Gizi RSUP. Dr. Sardjito didapatkan hasil bahwa 64,5% penjamah makanan berjenis kelamin perempuan dan 35,5% berjenis kelamin laki-laki. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel 13 di bawah ini.
Tabel 13. Jenis Kelamin Penjamah Makanan Jumlah Kategori Jenis Kelamin
N %
Laki-Laki 11 35.5
Perempuan 20 64.5
Total 31 100
5. Lama Kerja
D. STRES KERJA
Pengukuran stres kerja tenaga penjamah makanan dilakukan dengan cara pengisian kuisioner yang telah dibuat oleh peneliti. Pengukuran stres kerja ini dilakukan ketika peneliti telah selesai melakukan pengukuran keselamatan kerja pada masing-masing responden. Hasil pengukuran stres kerja tenaga penjamah makanan adalah sebagai gambaran stres kerja yang dialami penjamah makanan di tempat kerja Instalasi Gizi. Berdasarkan rekapan kuesioner yang telah diisi, didapatkan hasil sebagai berikut :
Tabel 14. Gambaran Stres Kerja Penjamah Makanan Jumlah
cukup tinggi dimana sebagian besar penjamah makanan berpendidikan akhir SMA 74,2% dan SMP 16,1%, menurut McFarlene dalam Soewandi (1987) menyatakan bahwa pendidikan yang rendah akan menyebabkan seseorang lebih mudah stres, hal ini dikarenakan dengan semakin tingginya pendidikan seseorang maka daya pikir dan inisiatif serta menentukan cara-cara yang efisien dalam menyelesaikan pekerjaannya lebih baik. Kurangnya pelatihan juga menurut teori prespektif umum stres dapat menyebabkan stres karena pelatihan merupakan salah satu cara untuk pencegahan stres yang berasal dari manusia berinteraksi dengan lingkungan kerjanya. Selain itu juga dikarenakan penjamah makanan di Instalasi Gizi RSUP. Dr. Sardjito sebagain besar adalah perempuan maka kemungkinan kejadian stres lebih besar hal ini dikarenakan menurut Kasandrawati (2005) yang menyatakan bahwa wanita karir adalah kelompok orang yang mempunyai kapasitas stres kerja lebih tinggi, hal ini disebabkan karena wanita memiliki beban baik di rumah maupun di kantor, beban yang ada akan berpengaruh pada konsentrasi dalam pekerjaan dan keadaan fisik pekerja yang nantinya akan mempengaruhi produktifitas kerja yang berakibat pada kejadian kecelakaan di tempat kerja.
tenaga yang ada sekitar 3 sampai 4 orang penjamah makanan/shift, hal ini dirasakan cukup membebani kerja penjamah makanan, hal ini juga diakui oleh salah satu penjamah makanan yang menyatakan bahwa merasakan cukup terbebani dengan kondisi tersebut, selain itu juga pengamat melihat bahwa pada salah satu dapur beban kerja yang ada juga ditambah dengan bervariasinya jenis masakan berdasarkan permintaan makanan untuk pasien (order).
E. KESELAMATAN KERJA
Pengukuran keselamatan kerja pada penjamah makanan dilakukan dengan cara pengisian kuesioner yang telah dibuat oleh peneliti sebanyak 4 kali pengukuran yang diberikan setiap minggunya kepada responden. Hasil keselamatan kerja penjamah makanan adalah sebagai gambaran keadaan kerja yang mereka lakukan dikaitkan dengan jumlah kecelakaan yang terjadi.
Berdasarkan rekapan kuesioner yang telah diisi, didapatkan hasil sebagai berikut.
Tabel 15. Hasil Penilaian Keselamatan Kerja Penjamah Makanan Jumlah Kategori Penilaian
N %
Keselamatan kerja rendah 0 0
Keselamatan kerja sedang 2 6.5
Keselamatan kerja tinggi 29 93.5
Total 31 100
diadakan observasi tidak terencana yang hasilnya akan dicocokkan dengan jawaban dari responden.
makanan pada saat mengangkat wajan atau panci berisi makanan dari atas kompor menggunakan celemek atau sutil.
F. Hubungan Antara Stres Kerja dengan Keselamatan Kerja
Hasil hubungan silang antara stres kerja dengan keselamatan kerja dapat dilihat pada tabel dibawah ini :
Tabel 16. Hubungan Antara Stres Kerja Dengan Keselamatan Kerja Keselamatan Kerja
Rendah Sedang Tinggi
TOTAL
Pada tabel 16 terlihat bahwa hubungan antara stres kerja dengan keselamatan kerja didapatkan hasil dari 31 responden, sebagian besar memiliki keselamatan kerja tinggi dengan stres kerja sedang yaitu sebesar 93,55% atau 29 responden, sedangkan yang memiliki keselamatan kerja sedang dengan stres kerja sedang sebesar 6,45% atau 2 responden
Dari hasil analisa data menggunakan spearman dengan alpha (α) 0,05 didapatkan hasil r = 0,135 dimana nilai r lebih kecil daripada nilai tabel rho = 0.364 atau nilai signifikan/probabilitas 0.468 lebih besar dari pada nilai alpha 0.05, artinya tidak ada hubungan antara stres kerja dengan keselamatan kerja.
seseorang dan pelatihan yang pernah didapatkan. Hal ini juga didukung oleh Looker dan Gregson (2005), yang menyatakan bahwa stres kerja yang dialami seseorang kasitasnya berbeda-beda, perkembangan dan kepribadian sebagian besar menentukan sikap dan pengharapan kita terhadap pekerjaan tersebut. Selain itu juga beban kerja yang dialami seorang pekerja selain disebabkan karena pekerjaan tersebut juga disebabkan oleh lingkungan di luar pekerjaan seperti di rumah dengan keluarga maupun dengan lingkungan sosial disekitarnya. Beban dalam keluarga juga menjadi salah satu pemicu seseorang menjadi stres, karena beban yang ada dan tidak terselesaikan dibawa sampai ke tempat pekerjaan, sehingga nantinya akan mempengaruhi kondisi kerja seseorang yang berpengaruh pada produktifitas kerjanya. Hasil penelitian ini tidak senada dengan hasil penelitian Schuller (1980) dalam Rini (2002) yang menyatakan bahwa stres yang dialami oleh seorang pekerja berkorelasi dengan produktifitas kerja, peningkatan ketidakhadiran kerja serta tendensi mengalami kecelakaan.
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. KESIMPULAN
Dari hasil dan pembahasan maka dapat diambil beberapa kesimpulan yaitu sebagai berikut.
1. Penjamah makanan di Instalasi Gizi RSUP. Dr. Sardjito keseluruhannya memiliki stres kerja sedang yaitu 100%.
2. Kondisi keselamatan kerja penjamah makanan di Instalasi Gizi RSUP. Dr. Sardjito yang dilihat dengan pendekatan jumlah kejadian kecelakaan didapatkan hasil 93,55% memiliki keselamatan kerja tinggi dan 6,45% memiliki keselamatan kerja sedang.
3. Hasil analisa hubungan antara stres kerja dengan keselamatan kerja dengan menggunakan analisa korelasi spearman didapatkan hasil tidak ada hubungan antara stres kerja dengan keselamatan kerja pada penjamah makanan di Instalasi Gizi RSUP. Dr. Sardjito (P = 0,468; r = 0,135).
B. SARAN
1. Dilihat dari hasil yang ada maka untuk mengatasi stres kerja maka diperlukan pemantauan keadaan psikologis penjamah makanan.
2. Perlu adanya pelatihan keselamatan kerja untuk meningkatkan kondisi aman di Instalasi Gizi dan memperhitungkan beban kerja dibandingkan dengan jenis kelamin dan umur penjamah makanan, serta penyediaan alat keselamatan kerja di Instalasi Gizi.