• Tidak ada hasil yang ditemukan

INTERNALISASI NILAI NILAI PANCASILA SEBA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "INTERNALISASI NILAI NILAI PANCASILA SEBA"

Copied!
30
0
0

Teks penuh

(1)

INTERNALISASI NILAI-NILAI PANCASILA SEBAGAI DASAR PEMBANGUNAN PENDIDIKAN KARAKTER DAN BUDAYA BANGSA (Upaya Strategis Menciptakan Sistem Pendidikan Penangkal Degradasi Moral)

Lomba Karya Tulis Ilmiah Nasional 2014 Dies Natalis LPM Paradigma

Fakultas Tarbiyah UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta

Disusun oleh:

DIAN LARASWATI ZURIAH NIM. 135010100111046

UNIVERSITAS BRAWIJAYA FAKULTAS HUKUM

(2)

HALAMAN PENGESAHAN 1. Judul Karya Tulis :

INTERNALISASI NILAI-NILAI PANCASILA SEBAGAI DASAR PEMBANGUNAN PENDIDIKAN KARAKTER DAN BUDAYA BANGSA (Upaya Strategis Menciptakan Sistem Pendidikan Penangkal Degradasi Moral)

2. Disusun oleh :

a. Nama Lengkap : Dian Laraswati Zuriah

b. NIM : 135010100111046

c. Fakultas/ Jurusan : Hukum/ Ilmu Hukum d. Perguruan Tinggi : Universitas Brawijaya 3. Dosen Pembimbing

a. Nama : Djumikasih, SH., MH

b. NIP : 19721130 199802 2 001

(3)
(4)

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan rahmat, hidayah, serta karunia-Nya tiada henti kepada Penulis sehingga dapat menyelesaikan karya tulis dengan judul “INTERNALISASI NILAI-NILAI PANCASILA SEBAGAI DASAR PEMBANGUNAN PENDIDIKAN KARAKTER DAN BUDAYA BANGSA (Upaya Strategis Menciptakan Sistem Pendidikan Penangkal Degradasi Moral)” tepat waktu.

Karya tulis ini disusun dalam rangka mengikuti Lomba Karya Tulis Ilmiah mengenai Politik Pendidikan Dalam Era Baru Pemerintahan yang diadakan oleh Fakultas Tarbiyah UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta. Ucapan terima kasih secara khusus penulis sampaikan kepada:

1. Allah SWT atas rahmat dan hidayah-Nya sampai detik ini. 2. Orang Tua dan keluarga penulis atas doa dan dukungannya.

3. Bapak Imam Kuswahyono, S.H., M.Hum, selaku dosen pembimbing yang telah banyak membantu penulis dalam penyusunan karya tulis ini, berupa bimbingan, diskusi,dan arahan yang selalu mengiringi dalam pembuatan karya tulis.

Karya tulis ini Penulis angkat dengan dasar keprihatinan atas banyaknya kasus yang menggambarkan kerusakan moral generasi muda termasuk pelajar sehingga memerlukan perhatian khusus dan pengambilan langkah solutif yang aplikatif, salah satunya dengan internalisasi kembali nilai-nilai Pancasila.

Penulis menyadari bahwa karya tulis ini masih jauh dari kata sempurna, oleh karena itu kritik dan saran dari semua pihak yang bersifat konstruktif selalu penulis harapkan untuk perbaikan penyusunan karya tulis selanjutnya.

(5)

DAFTAR ISI

Halaman Judul... i

Halaman Pengesahan... ii

Surat Orisinalitas Karya... iii

Kata Pengantar... iv

Daftar Isi... v

Daftar Tabel... vii

Daftar Gambar...viii

Abstrak... ix

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang... 1

1.2 Rumusan Masalah... 4

1.2 Tujuan... 5

1.3 Manfaat... 5

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pendidikan Karakter dan Budaya Bangsa dalam sistem Pendidikan Nasional.... 6

2.2 Internalisasi Nilai-Nilai Pancasila dalam Sistem Pendidikan... 7

BAB III METODE PENULISAN 3.1 Jenis Penulisan... 9

3.2 Metode Pendekatan... 9

3.3 Jenis Data... 9

3.4 Teknik Mengumpulkan Data... 10

3.5 Teknik Analisis data... 10

(6)

BAB IV PEMBAHASAN

4.1 Dasar Urgensitas Internalisasi Nilai-Nilai Pancasila Dalam Upaya Pembangunan Pendidikan karakter dan Budaya Bangsa... 11 4.2 Model Internalisasi Nilai-Nilai Pancasila Sebagai Upaya Membangun Pendidikan Karakter dan Budaya... 14

BAB V PENUTUP

5.1 Kesimpulan... 19 5.2 Saran... 19

(7)

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Fakta Perkelahian Pelajar di Indonesia...3 Tabel 2. Deskripsi Nilai-Nilai Pancasila yang Terinternalisasi dalam Gagasan Pendidikan Budaya dan Karakter Bangsa... ...15

(8)

DAFTAR GAMBAR

(9)

ABSTRAK

INTERNALISASI NILAI-NILAI PANCASILA SEBAGAI DASAR PEMBANGUNAN PENDIDIKAN KARAKTER DAN BUDAYA BANGSA (Upaya Strategis Menciptakan Sistem Pendidikan Penangkal Degradasi Moral)

Disusun Oleh: Dian Laraswati Zuriah

Universitas Brawijaya

Pendidikan sebagai bentuk Hak Asasi Warga merupakan dasar fundamental bernegara dalam menjalankan pembangunan. Oleh karenanya, tujuan diadakannya pendidikan sebagaimana yang tertuang dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional yaitu untuk mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang selain berilmu, juga berakhlak mulia, bermartabat, serta dapat menjadi warga negara yang demokratis dan memiliki visi kepemimpinan yang transformatif. Tetapi, konsep akan pendidikan tersebut belum dapat tercapai. Di Indonesia, sekolah dan institusi pendidikan lainnya hanya mampu berperan sebatas sebagai tempat untuk "mendengar, mencatat, dan menghafal" suatu teori, bukan sebagai pusat pembudayaan nilai-nilai yang memperkuat moral dari peserta didik, sehingga terciptalah suatu kondisi yang menghasilkan manusia berilmu namun tidak diimbangi dalam menghasilkan manusia bermartabat. Terdapat banyak fakta-fakta yang memprihatinkan, salah satunya dapat dilihat dari berbagai macam kasus yang terjadi pada tataran Pelajar Indonesia. Pelajar yang merupakan generasi penerus bangsa, yang nantinya akan memegang estafet kepemimpinan bangsa ini, yang seharusnya berlomba-lomba menjadi yang terbaik, justru menunjukkan kerusakan moralnya. Dapat dilihat, diantaranya dalam persoalaan tindak asusila, perkelahian, pengguna narkoba, premanisme, dan lain sebagainya. Hal itu disebabkan karena melunturnya ideologi Pancasila, yang nilai-nilai luhur di dalamnya sudah jarang diaplikasikan dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Tidaklah heran jika fakta tersebut yang menjadi kendala kemajuan Indonesia dan kesejahteraan rakyatnya. Dari permasalahan tersebut, diperlukan penguatan kembali nilai-nilai Pancasila dengan diintegrasikannya dalam sistem pendidikan nasional Indonesia dengan berbasis pada prinsip penangkal degradasi moral sehingga dapat membudayanga good living value pada masyarakat luas, yang pada akhirnya akan menciptakan Indonesia maju yang berkarakter.

(10)

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Kemajuan suatu bangsa tidak terlepas dari bagaimana bangsa itu mendidik anak-anaknya. Pendidikan sebagai pilar pencerdasan dan pembentukan karakter kehidupan bangsa memberikan peranan penting dalam melahirkan sumber daya manusia yang berkualitas dan berdaya saing baik dari aspek jasmaniah maupun aspek ruhaniah.

Secara berkelanjutan peran penting dari penyelenggaraan pendidikan Indonesia telah diamanatkan di dalam Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional yang menegaskan bahwa pendidikan nasional didesain sebagai suatu sistem yang integral dengan aspek pembangunan nasional. Oleh karenanya, pendidikan nasional berfungsi untuk mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa. Disamping itu pendidikan bertujuan untuk mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi insan yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, menjadi warga negara yang demokratis, bertanggung jawab, serta dapat berdedikasi.

Namun, telah terjadi pergeseran paradigma pendidikan dalam pembangunan nasional dan karakter bangsa Indonesia. Sebagaimana yang diutarakan oleh Slamet Sutrisno1, bahwa peradaban manusia modern yang ditopang oleh kinerja Iptek

(diantaranya) justru menampilkan wajahnya yang dehumanized; yaitu manusia individualistik-materialistik, dan memudarkan semangat gotong-royong. Lebih lanjut kehadiran Peradaban modern-global akhirnya melahirkan paradoks, kemuliaan sebagai manusia berilmu tidak linier dalam menghasilkan manusia bermartabat, yang tejadi justru sebaliknya.

(11)

Hal tersebut ditunjukkan melalui potret perkembangan pendidikan yang kini tengah mencapai banyak kemajuan tetapi masih juga meninggalkan berbagai persoalan yang bersifat mendasar dan substansial atas konsep pendidikan itu sendiri. Banyak persoalan yang muncul meliputi kejadian tindakan asusila2 oleh pelajar,

penggunaan narkotika, ketidak patuhan terhadap orang tua, perkelahian antar pelajar serta beragam tindakan lainnya, yang kemudian turut menjadi stigma negatif dunia pendidikan di Indonesia. Dengan adanya berbagai persoalan tersebut, maka esensi dari pendidikan yang seharusnya dapat melahirkan generasi yang peka terhadap problematika kebangsaan dan bervisi kepemimpinan transformatif dirasa tidak dapat terwujud.

Sebagai dasar penguatan, berikut di paparkan keprihatinan yang muncul seiring dengan adanya fenomena generasi muda Indonesia yang cenderung tidak bersopan santun dalam kesehariannya. Persoalan tersebut tergambar pada pola komunikasi dasar antara anak dan orang tua sebagai berikut.

Gambar 1

Survei Terhadap Perilaku Sopan Santun di Kalangan Remaja

(12)

Data Litbang Kompas tersebut menunjukkan bahwa sopan santun dalam kehidupan bermasayarakat di kalangan generasi muda semakin rendah (80,7%) dan hanya 7,9% saja yang menyatakan sopan santun anak muda semakin tinggi. Hal itu menjadi salah satu indikator kegagalan penanaman moral dalam lingkup pendidikan.

Di samping itu, data mengenai praktek brutalitas pelajar dan mahasiswa di Indonesia dari tahun ke tahun dipaparkan dalam tabel sebagai berikut.

Tabel 1

Fakta Perkelahian Pelajar di Indonesia3

No Tahun Jumlah(Kasus) Korban Bentuk Kerugian dan Faktor Penyebab

1 1992 157 10 Pelajar meninggal a) Merugikan, fasilitas umum hancur, mobil dan sepeda motor milik orang lain juga jadi korban aksi anarkis. b) Kegiatan belajar mengajar terhenti, dan

yang sangat mengkhawatirkan adalah hilangnya rasa persaudaraan, nilai-nilai budi pekerti luhur antar sesama pelajar. c) Faktor yang menjadikan seringnya

tawuran pelajar ini bukan hanya dilihat dari satu sisi, melainkan banyak hal yang harus diperhatikan dalam menentukan faktor tersebut, diantaranya yaitu faktor psikologis, budaya, sosiologis dan rambu-rambu dalam sekolah.

2 1994 183 10 Pelajar meninggal

3 1995 194 13 Pelajar dan 2 anggota masyarakat lain meninggal

4 1998 230 15 Pelajar serta 2 anggota Polri meninggal

5 1999 ±230 37 korban tewas (Bimmas Polri Metro Jaya),

5 2010 28 Masyarakat, pengguna jalan

6 2011 30 Wartawan, masyarakat, penggunan jalan

Sumber: Kompasiana 2013

Berdasarkan data-data tersebut, tidaklah heran kalau indeks pembangunan manusia yang mengukur empat aspek, termasuk tingkat literasi dan kualitas pendidikan, menempatkan posisi Indonesia stag pada posisi 108 dari 187 negara.4

Artinya, tingkat pendidikan dan tingkat produktifitas manusia Indonesia masih rendah yang menunjukkan bahwa pendidikan belum dapat menghasilkan masyarakat terampil dan terdidik sehingga dapat bersaing di era global saat ini.

Situasi ini harus dikelola dengan baik agar tidak melemahkan karakter kebangsaan (nation and character building). Oleh karenanya dibutuhkan adanya sebuah komitmen moral dan institusional dari pemerintah yang bersinergi dengan

3Kompasiana, 2013, Tawuran adalah Realita Pelajar Indonesia, diakses dari http://sosbud.kompasiana.com/, diakses pada tanggal 11 November 2014.

(13)

stake holder lainnya untuk mewujudkan pembangunan moralitas dan karakter peserta didik demi menjamin terwujudnya Sumber Daya Manusia Indonesia yang berkualitas sebagai konsekuensi logis penguatan daya dukung dalam mewujudkan visi kepemimpinan pemuda yang transformatif.

Berdasarkan uraian diatas maka dalam konteks penguatan sistem pendidikan yang tangguh dan handal di masa yang akan datang di butuhkan adanya strategi penguatan pendidikan karakter dan budaya bangsa sebagai bentuk gagasan yang inovatif, futuristik dan solutif guna memecahkan persoalan kebangsaan khususnya dalam menyiapkan kaderisasi kepemimpinan yang transformatif. Dihadirkannya kembali pendidikan karakter dan budaya bangsa yang berlandaskan pada nilai-nilai luhur Pancasila sangat penting bagi daya dukung pembentukan moralitas, kepribadian, identitas, dan jati diri generasi muda Indonesia dalam menapaki estafet kepemimpinan bangsa.

Maka dari itu langkah dini implementasi pendidikan karaktar dan budaya bangsa tiada lain dimaksudkan guna mempersiapkan generasi-generasi muda dengan karakter pemimpin yang berkualitas di tengah percaturan dan kompetisi antar bangsa. Mengingat pentingnya hal tersebut, maka dalam penulisan karya ilmiah ini penulis mengangkat judul, “INTERNALISASI NILAI-NILAI PANCASILA SEBAGAI DASAR PEMBANGUNAN PENDIDIKAN KARAKTER DAN BUDAYA BANGSA (Upaya Strategis Menciptakan Sistem Pendidikan Penangkal Degradasi Moral).”

1.2 Rumusan Masalah

1. Apa yang menjadi dasar urgensitas internalisasi nilai-nilai Pancasila sebagai dasar pembangunan pendidikan karakter dan budaya bangsa?

(14)

1.3 Tujuan Penulisan

1. Untuk mendiskripsikan, mengkaji, dan menganalisis dasar urgensitas internalisasi nilai-nilai Pancasila sebagai dasar pembangunan pendidikan karakter dan budaya bangsa.

2. Untuk menawarkan solusi konkrit model internalisasi nilai-nilai Pancasila sebagai dasar pembangunan pendidikan karakter dan budaya bangsa.

1.4 Manfaat Penulisan 1.4.1 Manfaat Teoritis

Penulisan karya ilmiah mengenai internalisasi nilai-nilai Pancasila dalam dunia pendidikan diharapkan mampu memberi manfaat dan memperkaya khasanah keilmuan di Indonesia, khususnya dalam kemajuan di bidang pembangunan nasional berkelanjutan berbasis karakter untuk menciptakan visi kepemimpinan yang transformatif.

1.4.2 Manfaat Praktis

a. Bagi masyarakat dan LSM, diharapkan mampu menjadi katalisator, motivator dan inspirasi untuk melakukan kajian ilmiah akademik maupun riset lebih lanjut sebagai bentuk partisipasi aktif dari warga negara untuk memberikan solusi mengatasi masalah penurunan kualitas moral dari generasi penerus bangsa.

b. Bagi Pemerintah serta para pemangku kepentingan, diharapkan penulisan karya ilmiah ini mampu memberikan kajian akademik serta sebagai bahan pertimbangan dalam pengambilan keputusan terhadap kebijakan pemerintah dalam menjamin model pendidikan sebagai tempat penanaman moral yang tidak hanya dalam tataran kognitif saja.

(15)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pendidikan Karakter dan Budaya Bangsa dalam Sistem Pendidikan Nasional

Undang-Undang Republik Indonesia nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional merumuskan fungsi dan tujuan pendidikan pada Pasal 3, “Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.” Rumusan tujuan pendidikan nasional tersebutlah yang menjadi dasar dalam pengembangan pendidikan karakter dan budaya bangsa.

Pendidikan karakter sebagai pendidikan nilai menjadi upaya eksplisit mengajarkan nilai-nilai, untuk membantu peserta dididik mengembangkan disposisi-disposisi guna bertindak dengan cara-cara yang pasti. Persoalan baik dan buruk, kebajikan-kebajikan, dan keutamaan-keutamaan menjadi aspek penting dalam pendidikan karakter.5

Pengembangan karakter dan budaya bangsa hanya dapat dilakukan melalui pengembangan karakter individu itu sendiri. Akan tetapi, karena manusia hidup dalam ligkungan sosial dan budaya tertentu, maka pengembangannya hanya dapat dilakukan dalam lingkungan sosial dan budaya orang yang bersangkutan. Artinya, pengembangan karakter dan budaya bangsa dapat dilakukan dalam suatu proses pendidikan yang tidak melepaskan peserta didik dari lingkungan sosial, masyarakat, dan budaya bangsa. Dari hal ini, maka kajian pendidikan karakter akan bersentuhan dengan wilayah filsafat moral atau etika yang bersifat universal.

(16)

2.2 Internalisasi Nilai-Nilai Pancasila dalam Sistem Pendidikan

Internailsasi nilai-nilai Pancasila ke dalam sistem pendidikan sangat dibutuhkan sebagai sarana mewujudkan integritas dan karakter para generasi muda Indonesia. Maraknya gerakan radikalisme dan fundamentalisme merupakan salah satu potret belum terwujudnya sistem pendidikan yang terintegrasi dalam kesatuan sistem ideologi Pancasila.

Pendidikan Pancasila sendiri ditiadakan sejak Sidang Umum MPR 1999 yang mencabut Tap MPR No. II Tahun 1978 tentang Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila. Kemudian, keputusan ini lebih diformalkan dalam UU Sisdiknas yang tidak secara tegas menjelaskan tentang kurikulum Pancasila. Dalam prakteknya di institusi pendidikan, materi muatan Pancasila hanya disinggung sedikit saja. Oleh karenanya, diperlukan langkah-langkah intervensi melalui pengenalan sistem nilai-nilai Pancasila kembali dengan mengintegrasikannya melalui sistem pendidikan nasional. Internalisasi itu dapat berupa pemberian contoh nilai-nilai Pancasila yang berhubungan dengan mata pelajaran yang bersangkutan.

Pancasila sebagai suatu sistem nilai memiliki hakikat kesatuan antara masing-masing sila yang bertingkat dan dapat dijelaskan sebagai berikut:6

Sila pertama, Ketuhanan Yang Maha Esa mendasari dan menjiwai sila-sila selanjutnya. Hal tersebut berdasarkan pada hakikat bahwa pendukung pokok negara adalah manusia, karena negara adalah sebagai lembaga hidup bersama, sebagai lembaga kemanusiaan dan manusia adalah sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa.

Sila kedua, Kemanusiaan yang Adil dan Beradab didasari dan dijiwai oleh sila pertama dan menjiwai sila ketiga, keempat, juga kelima. Hal ini dapat dijelaskan bahwa negara adalah lembaga kemanusiaan, yang diadakan oleh manusia. Negara adalah dari, oleh dan untuk manusia oleh karena itu terdapat hubungan sebab dan akibat yang langsung antara negara dengan manusia.

Sila ketiga, Persatuan Indonesia didasari dan dijiwai oleh sila pertama dan kedua, serta mendasari dan menjiwai sila keempat dan kelima. Hakikat sila ketiga

6Kaelan, 2011, Relasi Negara dan Agama Dalam Perspektif Filsafat Pancasila, Makalah Disampaikan dalam Konggres Pancasila di Universitas Gajah Mada Yogyakarta, hlm 21-24.

(17)

tersebut dapat dijelaskan sebagai hakikat persatuan yang didasari dan dijiwai oleh sila Ketuhanan dan Kemanusiaan, bahwa manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa harus bersatu. Adapun hasil persatuan di antara individu-individu dalam suatu wilayah tertentu disebut sebagai rakyat sehingga rakyat adalah unsur pokok negara.

Sila keempat, adalah Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/Perwakilan. Makna pokoknya adalah kerakyatan yaitu kesesuaiannya dengan hakikat rakyat. Sila keempat ini didasari dan dijiwai oleh sila pertama, kedua dan sila ketiga. Dalam kaitannya dengan kesatuan yang bertingkat maka hakikat sila keempat itu penjumlahan manusia-manusia, semua orang, semua warga yang merupakan makhluk Tuhan Yang Maha Esa dalam suatu wilayah negara tertentu sebagai rakyat suatu negara. Adapun sila keempat tersebut juga mendasari dan menjiwai sila kelima. Hal ini mengandung arti bahwa negara adalah demi kesejahteraan rakyatnya. Maka tujuan dari negara adalah terwujudnya masyarakat yang berkeadilan dalam kehidupan bersama (keadilan sosial).

Sila kelima, Kedilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia memiliki makna pokok keadilan yaitu hakikatnya kesesuaian dengan hakikat adil. Berbeda dengan sila-sila lainnya maka sila kelima ini didasari dan dijiwai oleh keempat sila lainnya. Hal ini mengandung hakikat bahwa keadilan adalah sebagai akibat adanya negara kebangsaan dari manusia-manusia yang ber-Ketuhanan Yang Maha Esa. Sila keadilan sosial adalah merupakan tujuan dari keempat sila lainnya. Secara ontologis hakikat keadilan sosial juga ditentukan oleh adanya hakikat keadilan sebagaimana terkandung dalam sila kedua yaitu kemanusiaan yang adil dan beradab. Menurut Notonagoro, hakikat keadilan yang terkandung dalam sila kedua yaitu keadilan yang terkandung dalam hakikat manusia monopluralis, yaitu kemanusiaan yang adil terhadap diri sendiri, terhadap sesama dan terhadap Tuhan atau kausa prima.

Adanya desain internalisasi nilai-nilai Pancasila yang di susun dan di implementasikan secara komprehensif dalam sistem pendidikan nasional, khususnya pada tataran pendidikan dasar dan menengah, diharapkan akan mampu mengoptimalisasi rasa cinta dan bangga terhadap Pancasila sebagai produk luhur kesepakatan para pendiri bangsa serta menciptakan Indonesia yang berkarakter.

(18)

BAB III

METODE PENULISAN

3.1 Jenis Penelitian

Jenis penulisan karya ilmiah ini adalah penulisan kualitatif di bidang pendidikan.7 Penulis hendak menganalisis nilai-nilai pendidikan karakter dan budaya

bangsa sekaligus memformulasikannya ke dalam sistem pendidikan nasional Indonesia sebagai daya dukung dalam memperkokoh kaderisasi dan regenerasi kepemimpinan yang berbasis pada nilai-nilai Pancasila.

3.2 Metode Pendekatan

Adapun metode pendekatan yang digunakan adalah: Pertama, pendekatan filosofis yang mengkaji dasar filosofis internalisasi nilai-nilai Pancasila dalam upaya pembangunan pendidikan karakter dan budaya bangsa ke dalam sistem pendidikan Kedua, metode pendekatan yuridis (statuta approach)8 yang mengkaji aspek hukum perundang-undangan yang terkait. Ketiga, metode pendekatan konsep (Conceptual approach) yang menawarkan solusi konkrit konsep internalisasi nilai-nilai Pancasila dalam upaya pembangunan pendidikan berkarakter dan berbudaya.

3.3 Jenis Data

Adapun jenis data dalam penulisan karya ilmiah ini antara lain:

a) Data Primer terdiri dari, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Undang-Undang No 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, dan Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.

a) Data Sekunder terdiri dari data yang berbentuk informasi sebagai penunjang dalam penulisan, yang diperoleh dari dokumen, hasil penelitian serta studi

7Sukmadinata, Nana Syaodih. 2005. Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: Remaja Rosdakarya, hlm. 89-101.

(19)

inventarisasi masalah

Masterplan Pendidikan Berkarakter dan Berbudaya Bangsa Berdasarkan Pancasila

Tanggung Jawab Negara Terhadap Pendidikan

literatur yang berhubungan dengan sistem pendidikan nasional yaitu: doktrin, buku, jurnal, data dan informasi dari internet

b) Data Tersier terdiri dari ensiklopedia, kamus bahasa Indonesia, kamus Bahasa Inggris.

3.4 Teknik Mengumpulkan Data

Teknik pengumpulan data dalam penulisan karya ilmiah ini menggunakan teknik penelusuran bahan dan dokumentasi, yaitu dengan melakukan pengumpulan data yang diperoleh dari dokumen atau berkas yang berhubungan dengan perundang-undangan yang terkait dengan sistem pendidikan nasional serta melalui studi kepustakaan yang diantaranya berasal dari perpustakaan, penelusuran literatur, konsultasi dengan dosen pembimbing maupun penelusuran website melalui internet.

3.5 Teknik Analisis Data

Teknik analisis data dalam penulisan karya ilmiah ini menggunakan metode

Diskriptif analytis. Sumber data dan informasi yang diperoleh kemudian dianalisis simpulan serta rekomendasi terhadap data-data yang telah dianalisis tersebut ataupun berdasarkan dari hasil pembahasan yang telah dilakukan.

(20)

BAB IV PEMBAHASAN

4.1 Dasar Urgensitas Internalisasi Nilai-Nilai Pancasila Dalam Upaya Pembangunan Pendidikan Karakter dan Budaya Bangsa

Ada beberapa hal yang menjadi dasar urgensitas internalisasi nilai-nilai Pancasila dalam pendidikan karakter dan budaya bangsa dalam membangunan pendidikan nasional. Adapun dimensi urgensitas tersebut terletak pada aspek filosofis, sosiologis, yuridis, dan pendidikan. Secara detail akan dijelaskan sebagai berikut: a) Dasar Filosofis

Merupakan suatu kebanggaan tatkala di muka Kongres Amerika Serikat, dalam kunjungan pertamanya ke negeri ini (16 Mei-3 Juni 1956), Bung Karno dengan kepercayaan diri yang tinggi berpidato menguraikan Pancasila. Setiap sila disebutkan, hadirin bertepuk riuh diakhiri dengan standing ovation yang panjang. Tampak di sana, betapapun rumusan Pancasila itu digali dari bumi Indonesia sendiri, kandungan nilainya bisa diterima secara universal. Keberanian Bung Karno mengkampanyekan Pancasila pada dunia itu kembali disampaikan dalam pidatonya di depan PBB, 30 September 1960, yang berjudul “To Build the World Anew”.9

Lebih lanjut Yudi Latif10 mengutarkan bahwa, Keberadaan Pancasila itu

bukanlah pilihan oportunis yang timbul dari lemahnya kepercayaan diri, melainkan pancaran dari karakter ke-Indonesiaan. Mengacu pada paradigma Pancasila tersebut maka terdapat relevansi tekstual maupun kontekstual sebagai dasar negara yang mengandung tata nilai pembangunan di sektor pendidikan. Secara filosofis pendidikan merupakan sarana pembangunan dan pembentukan karakter sebuah bangsa. Oleh karena itu pendidikan harus mencetak generasi muda yang mengenal karkteristik, identitas, dan jati diri bangsanya sendiri. Maka, melalui pendidikanlah di tanamkan nilai-nilai budi pekerti sebagai modal dasar terbentuknya Sumber Daya

9Yudi Latif, 2012, Pancasila Sebagi Titian Pendidikan Karakter, Makalah disampaikan dalam Konggres Pancasila di Gedung Nusantara V MPR RI tanggal 30-31 Mei 2012, hlm. 2.

(21)

Manusia yang berkualitas. Pada konteks tersebut Ki Hadjar Dewantara11, selaku

Bapak Pendidikan Nasional mengungkapkan bahwa, ”…pendidikan merupakan daya upaya untuk memajukan bertumbuhnya budi pekerti (kekuatan batin, karakter), pikiran (intelect) dan tubuh anak. Bagian-bagian itu tidak boleh dipisahkan agar kita dapat memajukan kesempurnaan hidup anak-anak kita.

Sehingga, secara filosofis dasar pengarus utamaan pendidikan karakter dan budaya bangsa yang menjadi kebijakan pemerintah sesungguhnya merupakan penegasan dan pengutamaan tugas-tugas dan misi suci (mission sacre) pendidikan pada aspek pengembangan sikap (afektif) peserta didik pada ”Sistem nilai budaya” dan ”sikap” atau sikap mental peserta didik, selain aspek pengetahuan (kognitif) dan keterampilan (psikomotorik). 12 Pengetahuan (kongnitif) dan Keterampilan (psikomotorik) adalah suatu kemampuan yang penting di miliki oleh anak dalam menyambut masa depannya, akan tetapi penanaman sikap (afektif) oleh pendidik yang menjadi sikap mental anak ketika memiliki pengetahuan (kongnitif) dan keterampilan

(psikomotorik) lebih menjamin masa depan generasi bangsa Indonesia. b) Dasar Sosiologis

Secara sosiologis potret buram wajah pendidikan Indonesia di warnai dengan serangkaian tindakan meliputi kekerasan, anarkisme, penggunaan narkotika, dan perbuatan asusila, merupakan wujud ketidak selerasan antara teori yang diajarkan di institusi dengan kondisi sosial yang terjadi dan mengakibatkan buruknya kualitas pendidikan Indonesia.

Salah satu indikator rendahnya kualitas pendidikan di Indonesia dibandingkan dengan negara-negara berkembang seperti Malaysia, India atau negara-negara maju seperti Amerika Serikat, Jepang, dan Jerman adalah minimnya penerapan pendidikan karakter dan budaya bangsa. Selain itu, nilai-nilai solidaritas sosial, kekeluargaan, keramah-tamahan sosial, dan rasa cinta tanah air yang pernah dianggap sebagai kekuatan pemersatu dan ciri khas bangsa Indonesia makin pudar bersamaan dengan

(22)

menguatnya nilai-nilai materialisme. Maka dari itu pengutan karakter dan budaya bangsa merupakan secercah optimisme untuk membangun bangsa Indonesia yang bermartabat di tengah arus globalisasi dan percaturan antar bangsa.

c) Dasar Yuridis

Secara yuridis maka dasar urgensitas internalisasi nilai-nilai Pancasila melalui pemberlakuan konsep pendidikan karakter dan budaya bangsa di letakkan pada aspek kebijakan dan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Mengacu pada ketentuan hukum maka Bangsa Indonesia sebagai bangsa yang merdeka dan berdaulat meletakkan cita-cita luhurnya dalam bernegara di dalam alinea ke empat UUD NRI Tahun 1945 yang berbunyi:“Melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial”.13

d) Pendidikan

Dasar penerapan internalisasi nilai-nilai Pancasila dalam pendidikan karakter dan budaya bangsa tiada lain di letakkan pada empat fondasi pendidikan modern. Empat pilar sebagaimana dimaksud meliputi kemampuan learning to know/learn, learning to do, learning to be, learning to live together.14 Pendidikan karakter dan

budaya bangsa merupakan penopang kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi yang merupakan sumber keilmuan. Dalam kondisi demikian, tuntutan terhadap kualitas menusia terdidik, baik kemampuan intelektual, kemampuan vokasional dan rasa tanggung jawab kemasyarakatakan, kemanusiaan dan kebangsaan juga meningkat sesuai dengan perkembangan masyarakat. Berdasarkan empat pilar dasar urgensitas penerapan nilai-nilai Pancasila dalam upaya membangun pendidikan karakter dan budaya bangsa sebagaimana telah di uraikan diharapkan mampu menghasilkan sebuah model implementasi yang efektif dan efisien di masyarakat. Sebagai

13Jimly Asshidiqie, Bahan disampaikan pada acara acara Konferensi Mahasiswa Indonesia dengan tema "Kondisi, Harapan dan Konstribusi Nyata dari Pemuda"-BEM KM UGM, diakses dari http://www.jimly.com, diakses pada tanggal 21 November 2014.

(23)

keberlanjutan dari empat pilar yang telah dijelaskan maka model pelaksanaan yang di tawarkan oleh penulis adalah sebagai berikut ini.

4.2 Model Internalisasi Nilai—Nilai Pancasila sebagai Upaya Membangun Pendidikan Karakter Dan Budaya

Amanah UU Sisdiknas tahun 2003 bermaksud agar pendidikan tidak hanya membentuk insan Indonesia yang cerdas, namun juga berkepribadian atau berkarakter, sehingga nantinya akan lahir generasi bangsa yang tumbuh berkembang dengan karakter yang bernafas nilai-nilai luhur bangsa serta agama.15

Beberapa negara yang telah menerapkan pendidikan karakter sejak pendidikan dasar di antaranya adalah Jepang, Cina, Korea, Inggris, dan Amerika Serikat. Hasil penelitian di negara-negara ini menyatakan bahwa implementasi pendidikan karakter yang tersusun secara sistematis berdampak positif pada pencapaian prestasi akademis. Lebih lanjut studi J. Mark Halstead dan Monica J. Taylor pada tahun 2000 di Inggris menunjukkan dua poin penting peran sekolah terhadap pembentukan karakter yaitu: 16

to build on and supplement the values children have already begun to develop by offering further exposure to a range of values that are current in society (such as equal opportunities and respect for diversity); and to help children to reflect on, make sense of and apply their own developing values” (Halstead dan Taylor, 2000: 169)

Mengacu pada konteks tersebut maka sejalan dengan program nasional maka nilai-nilai luhur Pancasila yang terinternalisasi dalam konsep pendidikan karakter dan budaya bangsa di jabarkan sebagaimana berikut ini:

a) Sila Ke-I: religius, jujur, toleransi, semangat kebangsaan, cinta tanah air, cinta damai, peduli lingkungan, peduli sosial, serta tanggung jawab.

b) Sila Ke-II: rasa ingin tahu, cinta tanah air, menghargai prestasi, bersahabat/ komunikatif, cinta damai, gemar membaca, peduli lingkungan, peduli sosial,

15Doni Koesoema A, 2011, Urgensi Pendidikan Karakter, http://www.mandikdasmen.depdiknas.go.id, diakses pada tanggal 22 November 2014.

(24)

tanggung jawab, integritas, kritis, responsif dan progresif, inovatif, non-provokatif, serta kompetitif.

c) Sila Ke-III: semangat kebangsaan, cinta tanah air, menghargai prestasi, bersahabat/ komunikatif, cinta damai, peduli lingkungan, peduli sosial, tanggung jawab, responsif dan progresif, non-provokatif, serta kompetitif.

d)

Sila Ke-IV: disiplin. kerja keras, kreatif, demokratis, semangat kebangsaan, cinta tanah air, menghargai prestasi, bersahabat/komunikatif, cinta damai, gemar membaca, peduli sosial, tanggung jawab, integritas, kritis, responsif dan progresif, non-provokatif, serta kompetitif.

e) Sila Ke-V: mandiri, demokratis, semangat kebangsaan, cinta tanah air, menghargai prestasi, bersahabat/komunikatif, cinta damai, peduli lingkungan, peduli sosial, tanggung jawab, kritis, responsif dan progresif, inovatif, entepreneurship, serta kompetitif.

Berdasarkan uraian diatas maka penjabaran karakter dan budaya bangsa dapat dijelaskan berikut ini:

Tabel 2

Deskripsi Nilai Pancasila yang terinternalisasi dalam Gagasan Pendidikan Budaya dan Karakter Bangsa

No Nilai Deskripsi

1 Religius sikap dan perilaku yang patuh dalam melaksanakan ajaran agama yang dianutnya, toleran terhadap pelaksanaan ibadah agama lain, dan hidup rukun dengan pemeluk agama lain.

2 Jujur Perilaku yang didasarkan pada upaya menjadikan dirinya sebagai orang yang selalu dapat dipercaya dalam perkataan, tindakan, dan pekerjaan.

3 Toleransi Sikap dan tindakan yang menghargai perbedaan agama, suku, etnis, pendapat, sikap, dan tindakan orang lain yang berbeda dari dirinya.

4 Disiplin Tindakan yang menunjukkan perilaku tertib dan patuh pada berbagai ketentuan dan peraturan.

5 Kerja Keras Perilaku yang menunjukkan upaya sungguh-sungguh dalam mengatasi berbagai hambatan belajar dan tugas, serta menyelesaikan tugas dengan sebaik-baiknya

6 Kreatif Berpikir dan melakukan sesuatu untuk menghasilkan cara atau hasil baru dari sesuatu yang telah dimiliki.

7 Mandiri Sikap dan perilaku yang tidak mudah tergantung pada orang lain dalam menyelesaikan tugas-tugas.

8 Demokratis Cara berfikir, bersikap, dan bertindak yang menilai sama hak dan kewajiban dirinya dan orang lain.

9 Rasa Ingin Tahu Sikap dan tindakan yang selalu berupaya untuk mengetahui lebih mendalam dan meluas dari sesuatu yang dipelajarinya, dilihat, dan didengar.

(25)

11 Cinta Tanah Air Cara berfikir, bersikap, dan berbuat yang menunjukkan kesetiaan, kepedulian, dan penghargaan yang tinggi terhadap bahasa, lingkungan fisik, sosial, budaya, ekonomi, dan politik bangsa.

12 Menghargai Prestasi Sikap dan tindakan yang mendorong dirinya untuk menghasilkan sesuatu yang berguna bagi masyarakat, dan mengakui, serta menghormati keberhasilan orang lain.

13 Bersahabat/Komunikatif Tindakan yang memperlihatkan rasa senang berbicara, bergaul, dan bekerja sama dengan orang lain.

14 Cinta Damai Sikap, perkataan, dan tindakan yang menyebabkan orang lain merasa senang dan aman atas kehadiran dirinya.

15 Gemar Membaca Kebiasaan menyediakan waktu untuk membaca berbagai bacaan yang memberikan kebajikan bagi dirinya.

16 Peduli Lingkungan Sikap dan tindakan yang selalu berupaya mencegah kerusakan pada lingkungan alam di sekitarnya, dan mengembangkan upaya-upaya untuk memperbaiki kerusakan alam yang sudah terjadi.

17 Peduli Sosial Sikap dan tindakan yang selalu ingin memberi bantuan pada orang lain dan masyarakat yang membutuhkan.

18 Tanggung jawab Sikap dan perilaku seseorang untuk melaksanakan tugas dan kewajibannya, yang seharusnya dia lakukan, terhadap diri sendiri, masyarakat, lingkungan (alam, sosial dan budaya), negara dan Tuhan Yang Maha Esa.

19 Integritas

sikap dan tindakan yang penuh kesadaran bahwa hal-hal kecil itu penting, mampu menemukan yang benar (saat orang lain hanya melihat warna abu-abu), bertanggung jawab, menciptakan budaya kepercayaan, menepati janji, peduli terhadap kebaikan yang lebih besar, jujur namun rendah hati, bertindak bagaikan tengah diawasi, mempekerjakan integritas, konsisten.

20 Kritis

sikap dan tindakan yang kritis dalam ucapan, pemikiran sebagai konsekuensi atas kebebasan berpendapat yang diloandasi dengan semangat dan ide yang konstruktif, solutif, kontributif bagi kemajuan bangsa dan negara.

21 Responsif dan Progresif

suatu sikap dan tindakan yang bersifat visioner memikirkan yang terbaik untuk masa depan bangsa dan negara

22 Inovatif

suatu sikap dan tindakan yang penuh dengan semangat dan jiwa pembaharu dalam melakukan pengabdian kepada masyarakat

23 Entepreneurship

suatu sikap dan tindakan mengembangkan potensi diri untuk berwirausaha yang berorientasi pada kemajuan bangsa dan negara.

24 Non-provokatif

suatu sikap dan tindakan yang mencerminkan perilaku fair tidak buruk sangka dan selalu berfikir positif

25 Kompetitif

(26)

berpandangan bahwa jikalau bangsa lain bisa besar maka bangsa Indonesia harus bisa mensejajarkan diri dengan anak-anak bangsa di berbagai belahan dunia.

Sumber: Kementerian Pendidikan Nasional RI (Dan dikompilasikan dengan gagasan Penulis)

Tabel diatas menunjukkan bahwa nilai-nilai Pancasila yang terinternalisasi dalam gagasan pendidikan karakter dan budaya yang sangat relevan dengan upaya penanaman nilai-nilai luhur agama, UUD NRI Tahun 1945 kepada generasi muda Indonesia di setiap jenjang pendidikan. Maka langkah efektif mengembangkan pendidikan karakter di sekolah baik tingkat dasar sampai perguruan tinggi harus memperhatikan 4 (empat) prinsip dasar penangkal degradasi moral yang penulis gagas sebagai berikut:

a) Prinsip Moral

Fokus pendidikan harus menitikberatkan pada pentingnya moral. Moral yang didasarkan pada nilai-nilai luhur Pancasila harus dijadikan fondasi yang ditanamkan secara sengaja pada generasi muda. Peserta didik harus diajarkan untuk memiliki nilai-nilai positif dalam dirinya sendiri meliputi jujur, rasa malu, toleransi, memiliki harga diri, kemandirian, menghargai, kebersahajaan, disiplin, dan sebagainya. Tak kalah penting mereka dididik untuk menghargai sistem nilai, bukan materi atau harta. Pelajaran tentang moral pada umumnya dimuat dalam pelajaran Agama dan Kewarganegaraan. Alangkah baiknya apabila nilai moral yang diajarkan dapat diserap pada seluruh mata pelajaran dan kehidupan.

b) Prinsip Komunikasi Keluarga-Sekolah

(27)

penanaman nilai-nilai yang diajarkan di sekolah dan di lingkup keluarga dapat tercapai.

c) Prinsip Sehat-Bahagia

Setiap program yang dibuat harus mempertimbangkan kesehatan pertumbuhan anak didik. Kesehatan yang dimaksud adalah kesehatan jasmani, rohani, dan psikologis. Peserta didik harus diajarkan bagaimana cara menjaga kesehatan diri mereka melalui pelaksanaan pola hidup sehat. Selain itu membuat peserta didik merasa nyaman adalah syarat utama lingkungan belajar yang baik. Model pembelajaran yang diselingi dengan ice breaking melalui berbagai macam jenis permainan, dinamika kelompok, atau hal lainnya yang ditujukan agar peserta didik merasa bahagia sangat diperlukan. Karena berdasarkan Teori Limbic, otak yang terbuka ketika peserta didik merasa enjoy terhadap apa yang dipelajarinya, menjadikan materi pembelajaran yang disampaikan lebih mudah terserap.

d) Prinsip Mendidik Lalu Membudayakan

Lembaga pendidikan adalah sebuah tempat di mana peserta didik menghayati nilai-nilai dari proses belajar. Karena proses pembelajaran dan pembentukan karakter sulit diajarkan apabila hanya sebatas teori saja, maka juga harus diimplementasikan. Metode learning by doing seperti itu sangat efektif dilaksanakan dengan membudayakan nilai-nilai apa saja yang telah ditanamkan kepada peserta didik dalam kegiatan sehari-hari. Tentu saja hal ini harus didukung oleh lingkungan sekolah, rumah, maupun masyarakat sehingga implementasi dari pendidikan berkarakter jelas.

(28)
(29)

BAB V PENUTUP

5.1 Kesimpulan

1. Bahwa, dasar urgensitas internalisasi nilai-nilai Pancasila sebagai dasar Pembangunan pendidikan karakter dan budaya bangsa dalam sistem pendidikan nasional Indonesia di letakkan pada empat aspek yaitu aspek filosofis, aspek sosiologis, aspek yuridis, dan aspek pendidikan.

2. Bahwa, pembangunan di sektor pendidikan nasional sebagai garda depan pembangunan dan pencerdasan kehidupan bangsa memilik peran strategis dalam rangka mewujudkan moralitas dan karakter generasi muda Indonesia yang berjati diri dan beridentitas. Secara berkelanjutan bahwa model pendidikan karakter hadir dalam setiap metode pembelajaran dan pengajaran melalui saluran institusi pendidikan, keluarga, dan masyarakat. Lebih lanjut bahwa gagasan internalisasi nilai-nilai Pancasila dalam membangun pendidikan karakter tidak membutuhkan suatu kurikulum baru akan tetapi terintegrasi sebagai good living value.

5.2 Saran

1. Seyogyanya pemerintah sebagai pengambil kebijakan segera mengaplikasikan gagasan internalisasi nilai-nilai Pancasila sebagai dasar pembangunan pendidikan karakter dan budaya bangsa dengan melibatkan koordinasi antara institusi terkait sebagai bentuk komitmen moral dan politik membangun karakter, jati diri, dan identitas di kalangan generasi muda bangsa Indonesia.

2. Secara simultan di harapkan adanya partisipasi aktif segenap warga negara dalam rangka memberikan pencerahan dan pencerdasan bagi kelangsungan tegak dan berdirinya sistem pendidikan nasional yang bermartabat.

(30)

DAFTAR PUSTAKA

Buku:

Johny Ibrahim, 2006, Teori dan Metode Penelitian Hukum Normatif, Malang: Bayumedia.

Sukmadinata, Nana Syaodih. 2005. Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: Remaja Rosdakarya.

Makalah, Jurnal, Artikel Ilmiah Lainnya:

Yudi Latif, 2012, Pancasila Sebagi Titian Pendidikan Karakter, Jakarta. Kaelan, 2011, Relasi Negara dan Agama Dalam Perspektif Filsafat Pancasila, Yogyakarta.

Kementerian Pendidikan Nasional RI, 2012, Pengembangan Pendidikan Budaya dan Karakter Bangsa), Jakarta: Kemendiknas RI.

Slamet Sutrisno, 2011, Nation and Character Building Melalui Pendidikan Yang Meng-Indonesia, Yogyakarta.

Samsuri, 2012, Mengapa (Perlu) Pendidikan Karakter?, Yogyakarta.

Peraturan Perundang-Undangan:

UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 UU No 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia

UU No 20 TAhun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional

Surat Kabar dan Website: Kompas, 2013.

http://sosbud.kompasiana.com/ http://www.jimly.com

http://www.kemdiknas.go.id/

http://www.mandikdasmen.depdiknas.go.id/ http://www.psikologi-islam.com/

Gambar

Gambar 1Survei Terhadap Perilaku Sopan Santun di Kalangan Remaja
Tabel 2Deskripsi Nilai Pancasila yang terinternalisasi dalam Gagasan Pendidikan

Referensi

Dokumen terkait

Tujuan yang ingin dicapai Yayasan Wisnu tahun 2006 diuraikan dalam setiap program kerja, di mana secara umum sama dengan tujuan sebelumnya: 1.. Masyarakat mampu mengelola

Karyawan/dosen/Pengajar/mahasiswa dengan kriteria kontak erat, kasus suspek atau konfirmasi positif COVID-19). 1) Tutup ruangan/ area kerja/kantor/kampus/sekolah yang pernah

Oleh karena itu pembentukan karakter mempunyai tujuan menumbuhkan nilai-nilai yang membentuk karakter bangsa berkepribadian Pancasila yang meliputi; menumbuhkan potensi peserta

Pengujian ini dilakukan untuk mengetahui apakah activity OrderReport dapat berjalan di aplikasi Android. Activity ini berfungsi untuk menampilkan data pesanan dari

Berdasarkan hasil penelitian tindakan kelas yang dilaksanakan melalui beberapa tindakan, dari siklus I, II bahwa dapat diambil kesimpulan dengan metode bermain kartu angka

PLN (Persero) Salatiga dalam hal ini Divisi Pelayanan Pelanggan rata-rata berada pada level Managed and Measurable (proses telah dimonitor dan diukur) dengan score

Oleh karena itu ada yang perlu di catat dari pemikiran Omid Safi adalah kesetaraan dan keadilan gender harus diberikan kepada kaum perempuan bukan sebagai hadiah atau