Lutfiyah Rahma
4415122364
Pendidikan Sejarah 2012 (A)
Biografi dan Pemikiran Tokoh Indonesia
S.K. Trimurti
A. Pendahuluan
S.K. Trimurti, pada masa kini tidak banyak orang yang mengetahui siapa beliau. Namanya tidak terlalu muncul di kalangan masyarakat Indonesia khususnya pada para remaja masa kini di Indoesia sendiri. Akan tetapi namanya sudah dikenal oleh para kalangan akademis, sejarahwan, dan khususnya para wartawan di Indonesia. S.K. Trimurti adalah seorang wanita pengabdi bangsa, tetapi namanya lebih dikenal sebagai seorang wartawati pada masa akhir penjajahan Belanda di Indonesia. S.K. Trimurti biasa dipanggil dengan sebutan “Zus Tri”. Panggilan Zus seperti halnya panggilan terhadap kaum laki-laki sebagai “Bung”. Panggilan ini banyak dipakai pada jaman Jepang, dan pada awal revolusi serta pada sekitar tahun 1950-an.
S.K. Trimurti nama lengkapnya adalah Surastri Karma Trimurti. Ia dilahirkan pada Sabtu Kliwon, tanggal 11 Mei 1912 di Boyolali daerah Surakarta1 dari seorang ibu bernama R.A.
Saparinten binti Mangunbisomo dan ayahnya bernama R.Ng. Salim Banjaransari Mangunsuromo.2 Nama kecilnya ialah Surastri, ia memiliki 8 orang saudara di dalam
keluarganya. Keluarga Surastri dapat dikatakan sebagai kalangan priyayi. Sewaktu Surastri lahir, ayahnya bekerja sebagai carik atau juru tulis camat, kemudian meningkat menjadi asisten
wedana atau camat. Begitupun juga kakak Surastri yang menjabat sebagai seorang wedana pula. Surastri karena merupakan anak dari kalangan pamongpraja di desanya, walaupun sebagai seorang perempuan ia dapat mengenyam pendidikan. Surastri menamatkan pendidikannya di
1 Soebagijo I.N., S.K. Trimurti:Wanita Pengabdi Bangsa, Jakarta : PT Gunung Agung, 1982, hlm.3.
Tweede Inlandsche School pada tahun 1925, ia lalu meneruskan ke Sekolah Guru Puteri, Meisjes Normaal School di daerah Jebres, Solo. Ia menamatkan sekolah gurunya di tahun 1930.
Setelah Surastri lulus dari sekolah guru, ia langsung mengajar di Sekolah Latihan, tempat para siswa Sekolah Guru. Surastri kemudian mulai tertarik dengan organisasi ketika ia bekerja di Banyumas, organisasi yang diikuti oleh Surastri ialah perkumpulan Rukun Wanita. Kemudian kecintaannya pada organisasi meningkat ketika ia menghadiri rapat yang dilaksanakan oleh Partindo dan ia memutuskan untuk menjadi anggota Partindo sehingga ia harus keluar dari pekerjaannya sebagai guru. Pengalaman pertama Surastri menulis majalah dimulai pada tahun 1933, dan ia mulai menekuni dunia jurnalistik sebagai wartawati pada saat bergabung dengan Partindo yang menerbitkan majalah dengan nama Bedug tetapi kemudian berganti nama menjadi Terompet. Surastri kemudian menjadi pemimpin redaksi dari majalah Suara Marhaeni. Pada majalah ini ia mencantumkan namanya bukan menggunakan nama aslinya, Surastri karena ia tidak berani dan takut apabila terjadi apa-apa ibunya akan segera mengetahuinya. Oleh karena itu, Surastri mencantumkan nama samarannya dengan nama Trimurti. Selain itu, ketika ia tinggal di Solo, ia pernah mengirim beberapa tulisan dengan nama samara Karma. Sejak saat itulah, ia memimpin redaksi majalah tersebut dengan mencantumkan nama Surastri Karma Trimurti disingkat menjadi S.K. Trimurti. Sampai pada masa setelah kemerdekaan hingga wafatnya, nama yang lebih dikenal ialah Trimurti.
Semakin Trimurti aktif pada kegiatan organisasi dan jurnalistiknya, semakin meningkat pula kecintaannya terhadap perjuangan kemerdekaan Indonesia.Walaupun ia seorang wanita, tetapi semangat perjuangan dalam mencapai kemerdekaan tidak kalah dengan perjuangan para kaum lelaki. Dalam menjalankan kehidupannya, Trimurti banyak mengalami cobaan yang berat. Karena tertangkap basah oleh pemerintah Belanda bahwa Trimurti adalah salah satu orang aktifis dan wartawati kemerdekaan, maka tidak jarang ia dimasukkan ke dalam bui oleh pemerintah. Sering keluar masuknya Trimurti ke dalam penjara berlanjut hingga zaman pendudukan Jepang bahkan sampai masa revolusi.
Proklamasi Kemerdekaan, ia adalah suami dari Trimurti. Mereka menikah pada 19 Juli 1938 di Solo. Trimurti dan Sayuti Melik memiliki dua orang anak yang semuanya laki-laki. Anak yang pertama bernama Moesafir Karma Budiman (M.K. Budiman) yang lahir di Solo pada 11 April 1939, anak yang kedua bernama Heru Baskoro yang lahir di Semarang pada 1 Juni 1942.
Setelah Kemerdekaan, tepatnya pada tahun 1947-1948 ia menduduki jabatan sebagai Menteri Perburuhan pertama pada Kementerian Perburuhan RI. Ia juga menjadi anggota Dewan Nasional RI pada tahun 1959. Pada tahun 1960 ia mendapatkan gelar sarjana dari Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, dan pada tahun 1962-1964 Trimurti diutus oleh Pemerintah RI ke Yugoslavia untuk mempelajari Workers’ Management dan juga ke negara-negara sosialis lainnya di Eropa untuk mengadakan studi perbandingan mengenai sistem ekonomi. Akhirnya pada tahun 1972 sampai tahun 80-an, ia kembali memimpin majalah mental spiritual bernama “Mawas Diri”.3
Surastri Karma Trimurti menghembuskan nafas terakhirnya pada hari Selasa, 20 Mei 2008 pukul 18.30 WIB di Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat (RSPAD) Jenderal Gatot Subroto. Beliau tutup usia di usia 96 tahun karena sakit.4
B. Pembahasan
Perjuangan dan Pemikiran Surastri Karma Trimurti
S.K. Trimurti selain dikenal sebagai seorang wartawati, ia juga dikenal sebagai pejuang wanita untuk merebut kemerdekaan. Perjuangannya belum selesai sampai kemerdekaan berhasil direbut oleh bangsa Indonesia, tetapi masih berlanjut hingga revolusi Indonesia. Watak keras kepala dan keberaniannya sudah terlihat sejak ia masih remaja. Dilahirkan di kalangan pejabat daerah, yakni ayahnya menjabat sebagai camat di daerah tempat kelahirannya Boyolali, ia sering diajak oleh ayahnya berkeliling desa mengamati kehidupan rakyatnya. Mulai dari situ Trimurti merasa prihatin atas kehidupan bangsa Indonesia yang melarat dan terbelakang. Bukan hanya itu, Trimurti juga merasa bahwa hak antara seorang pria dan wanita sangat dibedakan. Ia
menyaksikan bahwa kakaknya yang seorang lelaki diperbolehkan masuk sekolah di Europese Lagere School yang merupakan sekolah untuk anak-anak Belanda. Trimurti merasa bahwa
3 Ibid, hlm. 235.
semuanya terdapat sekat-sekat, baik antara anak-anak Belanda dan anak-anak pribumi, maupun lelaki dan perempuan.
Watak gigih mempertahankan keinginannya muncul setelah ia lulus dari sekolah guru puteri, Meisjes Normaal School. Ia tidak mau mengajar di tempat sekolahnya dulu karena ia menjadi teman sejawat guru-gurunya dahulu sehingga menjadi tidak bebas, lalu Trimurti menginginkan untuk mengajar jauh dari tempat tinggal, yaitu di Banyumas. Di Banyumas ia merasa bebas dan ia mulai tertarik pada kegiatan-kegiatan organisasi. Ia kemudian masuk menjadi anggota dari perkumpulan Wanita. Tidak hanya belajar organisasi, Trimurti
mendapatkan bacaan berupa majalah serta Koran yang telah membuka mata hatinya, betapa sengsaranya rakyat Indonesia yang hidup sebagai jajahan di tanah airnya sendiri yang kaya raya. Kemudian, ketika Partindo mengadakan rapat di Purwokerto Trimurti menghadiri rapat tersebut dan tertarik untuk menjadi anggota dari Partindo. Inilah awal Trimurti bergelut di bidang politik. Karena dirinya menjadi anggota partai dan aktif pada politik, maka pekerjaan sebagai guru harus ditinggalkan. Karena panggilan hatinya lebih kepada berorganisasi dan berpolitik untuk
memperjuangkan kemerdekaan bangsa Indonesia, maka Trimurti tidak segan-segan meninggalkan profesi gurunya tersebut. Hal ini menyebabkan kedua orang tuanya sangat khawatir kepadanya karena tentu saja pada masa itu apabila seseorang aktif dalam kegiatan organisasi perjuangan bakal menjadi target polisi apalagi setelah dikeluarkannya larangan bersidang dan berkumpul atau “vergaderverbod”.
Karena larangan berkumpul dan bersidang tersebut, organisasi mencari cara untuk mengkomunikasikan perjuangan sehingga ditetapkanlah perjuangan melalui media dengan menerbitkan majalah yang diberi nama “Bedug”. Mulai dari sinilah Trimurti kemudian
berat lagi dalam perjuangannya mencapai dan mempertahankan tanah air tercintanya. Pada tahun 1937 ia akhirnya dibebaskan dari penjara. Tantangan selanjutnya sudah menanti Trimurti.
Trimurti melakukan pernikahan pada tahun 1938 dengan teman kenalannya yang sama-sama pejuang, yaitu Mohammad Ibnu Sayuti atau yang lebih akrab dipanggil dengan Sayuti Melik. Sayuti Melik merupakan seorang Digulis dan juga sama seperti Trimurti, ia berjuang keras untuk memerdekakan Indonesia. Sayuti Melik kemudian dikenal sebagai pengetik naskah Proklamasi Kemerdekaan Indonesia. Pada hari pernikahannya itu Trimurti menyandang status sebagai tahanan luar karena tulisan di majalah Sinar Selatan. Ia berstatus sebagai tahanan luar sampai mengandung anaknya yang pertama, M.K. Budiman. Setelah anaknya lahir, Trimurti kembali masuk ke penjara tetapi tidak ada rasa takut yng terbesit di dalam hatinya, ia dengan ikhlas menjalankan hidupnya seperti itu. Bahkan karena anaknya masih memerlukan ASI, maka Budiman kecil pun ikut ibunya di penjara.
Pada masa pendudukan Jepang, perjuangan yang harus ditempuh S.K. Trimurti jauh lebih berat. Pada awal Jepang memasuki Indonesia, ia diinternir oleh Belanda karena dianggap sebagai pendukung Jepang dalam tulisannya yang dimuat di Sinar selatan. Pada 1 Juni 1942, anak kedua dari Trimurti lahir. Tidak berapa lama setelah kelahiran anaknya, Trimurti kembali ditangkap. Kali ini yang menangkapnya adalah pihak dari Jepang. Dia dikenakan tahanan rumah, tidak boleh keluar rumah dan tidak boleh menerima tamu. Beberapa hari kemudian ia dipanggil oleh Nedachi dari Kenpetai dan diwawancarai olehnya. Ia sulit membicarakan keadaan dirinya karena Nedachi tidak lancer berbahasa Indonesia. Yang Trimurti mengerti pokoknya ia didakwa oleh Kenpetai Jepang bahwa ia hendak berusaha melawan Jepang. Trimurti menjawab bahwa dia tidak membenci Jepang dan bahkan Belanda. Yang ia benci adalah sikap menjajahnya, apabila Jepang dan Belanda atau negara lainnya datang ke sini untuk bersaudara tentu akan ia sambut baik. Degan jawaban demikian, membuat Kenpetai marah dan akhirnya Trimurti mendapat siksaan keras dari Kenpetai dengan dipukul kepalanya menggunakan pentungan karet.
Hookoo Kai sama saja. Tokoh-tokoh pergerakan pada hakikatnya masih berada dalam
kerangkeng. Dan menurutnya Pemerintah Hindia Belanda masih lumayan dibandingkan dengan saat pendudukan Jepang, karena pada masa Belanda pada batas-batas tertentu kaum pergerakan masih boleh berprakarsa, boleh mendirikan partai dan organisasi menurut kemauan masing-masing golongan.
Pada masa sekitar kemerdekaan, pada 14 Agustus 1945 Trimurti mendengar kekalahan dari Jepang atas Sekutu. Ketika itu suaminya, Sayuti Melik baru keluar dari penjara Ambarawa dan ia menjadi sekretaris dari Bung Karno. Pada 15 Agustus, Trimurti dan Sayuti Melik
berkunjung ke rumah Bung Karno di Pegangsaan Timur 56. Pada malam harinya, datang tiga tamu yang merupakan utusan kelompok pemuda ke rumah Bung Karno juga dan mereka kemudian berbincang-bincang di ruang tengah, tidak diketahui olh Trimurti apa yang sedang dibicarakan oleh mereka. Pada pagi harinya, 16 Agustus 1945, Trimurti mendengar bahwa Bung Karno dengan keluarga dan Bung Hatta dibawa pergi ke luar Jakarta tepatnya ke
Rengasdengklok. Ia mendengar bahwa mereka dibawa ke sana untuk mengumumkan proklamasi di Rengasdengklok. Menurut Trimurti di manapun proklmasi itu diucapkan, sama saja. Pokoknya harus segera dilaksanakan, saat yang tepat adalah sekarang. Siang hari Supeno, teman
seperjuangannya menyuruhnya untuk datang ke Kebon Sirih pada malam hari. Di sana katanya akan berkumpul tenaga-tenaga inti yang akan merebut kekuasaan, antaranya akan merebut kantor Radio Jepang.
Pada saat itu di dalam pikiran Trimurti adalah bahwa benarkah ia akan ikut merebut kekuasaan untuk memerdekakan Indonesia, ia berpikir bahwa ia tidak bisa menggunakan senjata, ia cuma tahu politik dan pada saat ini politik tidak berbicara, otot dan senjatalah yang berbicara. Dalam pikirannya terbersit kembali bahwa ia hanyalah kuli yang siap sedia menjalankan perintah pemimpin. Ia ini prajurit yang menyediakan diri untuk berbakti, meskipun buta dalam
peperangan. Mungkin nanti ia hanya bisa membantu memberi minum, makan merawat dan lain sebagainya.
Barisan Berani Hidup. Pikirnya, mulai detik ini beramacam-macam tugas yang harus dilakukan banyak sekali. Jadi, jangan buru-buru mati. Hiduplah untuk melakukan tugas mempertahankan kemerdekaan.5
Perjuangan Trimurti tidak selesai sampai kemerdekaan akhirnya dapat dicapai dari bangsa penjajah. Perjuangan selanjutnya bahkan lebih berat lagi yang dialaminya. Persoalan-persoalan yang dialaminya ialah persoalan yang langsung menyangkut nasib negara dan bangsanya. Pada masa setelah kemerdekaan, Trimurti kembali harus menghadapi Jepang. Dulu sebagai kaula jajahan, tetapi sekarang sebagai bangsa yang merdeka yan berusaha untuk mempertahankan kemerdekaannya. Dalam menghadapi pasukan Jepang yang belum menerima bahwa Indonesia merdeka, di Semarang meletuslah perang antara Jepang dan pemuda tanah air. Pada saat itu suasana sangat genting, pemimpin-pemimpin pemerintah daerah kosong, sehingga membuat perdagangan macet, terutama jual beli bahan makanan, yakni beras. Trimurti berpikir bahwa apabila keadaan seperti ini dibiarkan saja, maka lama-lama rakyat akan kelaparan. Oleh karena itu, Trimurti dengan modal nekadnya mengajak wakil-wakil Rukun Tetangga (RT) ke rumahnya untuk nanti diberi surat keterangan yang ditandatanganinya, untuk memita jatah beras dengan cara membeli kontan bagi daerah masing-masing. Jatah tersebut didapat dari gudang-gudang beras. Sungguh sangat menakjubkan jalan pikiran dan keberanian yang dilakukan oleh Trimurti tersebut.
Peristiwa Tiga Daerah yang terjadi di Karesidenan Pekalongan pada Oktober-November 1945, Trimurti pun tak luput dari peristiwa tersebut. Karena suaminya, Sayuti Melik pada saat itu berada di daerah Pekalongan, apalagi ia sedang berada di dalam pemerintahan. Maka hal ini tidak menenteramkan hati Trimurti yang pada waktu itu berada di Semarang. Ia sangat khawatir jika nanti takutnya warga Pekalongan akan membunuh Sayuti Melik karena ia berada dalam pihak pemerintah. Oleh karena itu, degan cara apa pun Trimurti pergi ke Pekalongan. Ia mencari segala cara agar bisa memasuki daerah tersebut. Ia kemudian berhasil memasuki daerah tersebut dan kemudian bertemu dengan Sayuti Melik dan Trimurti meminta agar sayuti Melik segera menuju Yogyakarta untuk menemui Pemerintah Pusat yang sedang berada di sana. Akhirnya kemudian pergilah Sayuti Melik ke Yogyakarta. Ketika Trimurti masih berada di Pekalongan, ia terkena pemeriksaa para pemuda daerah tersebut. Dan mereka menangkap Trimurti karena
Trimurti membawa catatan-catatan yang dicurigai oleh para pemuda. Dengan panjang lebar Trimurti menjelaskan dirinya yang sebenarnya, tetapi para pemuda yang sedang mabuk
kemerdekaan itu tidak mau tahu dan kemudian mereka mengarak Trimurti dengan meneriakkan “mata-mata musuh”. Dalam hati Trimurti, ia merasa sangat sedih bahwa dalam perasaannya selama ini bersedia mati untuk perjuangan, akankah kali ini ia akan mati dianggap sebagai mata-mata musuh yang sangat hina. Akhirnya ia menyerahkan diri segala sesuatunya kepada kuasa Tuhan. Kemudian akhirnya ia diselamatkan oleh para pejabat daerah tersebut yang ternyata merupakan kenalan lama Trimurti dan Sayuti Melik.
Trimurti kemudian menjadi anggota Pengurus Besar Partai Buruh Indonesia (PBI) di Yogyakarta. Ketika usia Republik Indonesia baru menginjak 18 bulan, Trimurti ditawari agar bersedia menjadi Menteri Perburuhan . Namun ia segera menjawab tidak dengan spontan, ia merasa dirinya tidak mampu dan beralasan bahwa ia belum pernah menjadi menteri. Akan tetapi kemudian ia memikirkan perjuangannya yang ia mulai sejak umur muda. Dan perjuangan itu harus dilanjutkan selama hayat masih dikandung badan. Kini, ia diberi tugas dan kepercayaan untuk meneruskan perjuangannya tetapi dalam bentuk sebagi pemegang kebijaksanaan yang berada di dalam pemerintahan. Ini tentu lebih berat daripada bekerja di luar pemerintahan. Dengan demikian ia akhirnya mau menerima, duduk di dalam Kabinet sebagai Menteri Perburuhan yang pertama.
Cobaan berat yang menantinya kemudian ialah peristiwa Pemberontakan Madiun yang turut pula menyeret namanya sehingga ia kemudian ditangkap meskipun ia sepenuhnya tidk bersalah dan ikut campur dalam pemberontakan tersebut, namun baginya inilah resiko politik. Ia tetap saja menerimanya dengan ikhlas dan tanggung jawab. Pada saat ia diperiksa dan
Pada akhir tahun 1950-an, Trimurti mengambil pendidikan sarjana di fakultas ekonomi Universitas Indonesia dan meraih gelar sarjananya pada tahun 1960. Dengan berhasilnya meraih gelar sarjana Ekonomi berarti bekal untuk mengabdi kepada rakyat kini menjadi bertambah baginya. Pada masa itu pula ia ditunjuk oleh Soekarno untuk menduduki jabatan Menteri Sosial, tetapi Trimurti menolaknya. Pada tahun 1962 Trimurti dikirim ke Yugoslavia dengan tugas mempelajari Worker’s Management di sana. Setelah setahun di Yugolavia dan menyelesaikan tugasnya tersebut, kemudian Trimurti juga mengunjungi negara-negara sosialis lainnya untuk mengadakan studi perbandingan tentang sistem pengelolaan ekonomi dalam masyarakat di negara-negara Eropa Timur. Pada tahun1964 ia kembali ke Indonesia. Tidak berapa lama setelah kembalinya Trimurti ke Indonesia terjadi Gerakan 30 September.
Pada tahun 1970-an, Trimurti merasa bahwa dirinya ditakdirkan untuk menggeluti bidang media massa. Maka, setelah dia agak lama tidak menekuni bidang tersebut timbul rasa rindu dalam batinnya. Ia ingin menerbitkan sebuah majalah tetapi ia menemui kebingungan akan majalah macam apa yang nantinya ia akan terbitkan. Akhirnya, dia mengambil keputusan akan menerbitkan majalah yang membahas soal manusia dan kemanusiaan atau hati nurani manusia. Majalah tersebut merupakan majalah mengenai mental spiritual. Ketika Sekolah Tinggi Filsafat di Jakarta membuka kursus, Trimurti mengikuti kels filsafat tersebut. Hanya tiga tahun ia mengikuti sekolah filsafat, tidak sampai lulus menjadi sarjana filsafat. Rencana menerbitkan majalah akhirnya terwujud juga dengan majalahnya yang diberi nama Mawas Diri yang artinya melihat diri sendiri atau introspeksi. Majalah Mawas Diri memuat soal-soal keagamaan, aliran-aliran kepercayaan, soal-soal etika, moral dan sebagainya. Dari tahun 1972 sampai tahun 1980-an kegiat1980-an rutin y1980-ang dilakuk1980-an Trimurti ialah mengurusi majalah Mawas Dirinya tersebut.
Pendirian Trimurti, bahwa perjuangan kita sebagai bangsa Indonesia masih lama dan jelas masih belum selesai. Sasaran perjuangan yang dirintis puluhan bahkan ratusan tahun yang lampau untuk mencapai masyarakat yang adil dan makmur hingga kini masih belum teraih.
1980-an bahkan masih berlaku untuk masa pemerintahan sekarang ini bahwa makin terlihat adanya oknum-oknum yang menggerogoti kemerdekaan kita dengan korupsi, penyalahgunan wewenang, penyimpangan-penyimpangan dari cita-cita perjuangan semula.
Menurut Trimurti yang mengakibatkan hal yang terjadi seperti ini karena kekurangan mengenai pendidikan kejiwaan, pendidikan manusianya secara utuh. Kebersihan hati nurani, kebersihan pikiran, dan hakikat dari perjuangan untuk manusia. Trimurti berpendapat, bahwa di samping kecerdasan rasional, harus didampingi oleh ketajaman, kehalusan dan kepekaan spiritual sehingga manusia menjadi orang yang terdidik secara utuh. S.K. Trimurti adalah sosok yang sangat mengagumi Mahatma Gandhi. Karena gerakan yang digagas Mahatma Gandhi untuk mencapai kemerdekaan India tidak menamakan gerakannya sebagai partai. Dalam gerakannya, Gandhi tidak hanya menggarap kecerdasan pengikutnya, akan tetapi terlebih menggarap hati nurani manusianya supaya bersih, supaya bisa meningkatkan derajat kemanusiaannya.
Pemikiran S.K. Trimurti mengenai Masyarakat Adil dan Makmur, Pendidikan dan Bentuk Negara.
Menurut Trimurti, dari dalam lubuk hatinya mengenai adil dan makmur bagi rakyat Indonesia, ia lebih mendahulukan keadilan dulu baru kemudian kemakmuran untuk masyarakat. Dalam sebuah uangkapan juga selalu dikatakan adil dan makmur, bukan makmur dan adil. Akan tetapi yang akan diuraikan di sini mengenai kemakmuran dulu daripada keadilan. Karena
kemakmuran lebih bersifat lahiriah sedangkan keadilan menyinggung kejiwaan.
Masyarakat yang makmur menurut Trimurti ialah masyarakat yang dapat mencukupi segala kebutuhannya secara penuh bahkan bisa lebih. Unsure-unsur untuk mencapai
kemakmuran itu mencakup tiga hal, yakni kekayaan alam, masalah tenaga kerja termasuk teknologi, dan managemen. Untuk unsur yang pertama, tidak perlu ditanyakan lagi akan kekayaan alam Indonesia. Apa saja terdapat di tanah air ini, sangat kaya. Tetapi kekayaan alam saja belum bisa membuat masyarakat menjadi makmur. Harus ada yang bisa mengolah,
memanfaatkan kekayaan alam. Pengetahuan tentang mengelola setiap unit atau satuan usaha yang besar, perlu dimiliki. Dalam mendukung hal ini harus dibutuhkan pendidikan dan pengajaran managemen. Dalam pemikiran Trimurti, setidaknya ketiga hal itu yang harus ada untuk meningkatkan kemakmuran rakyat, khususnya rakyat Indonesia.
Tulisan Trimurti mengenai pemikirannya tentang tenaga kerja Indonesia, dalam hal ini khususnya buruh yang dimuat dalam majalah Prisma pada 9 September tahun 1976, untuk dilakukan perbaikan nasib kaum buruh yang masih dibayar murah, tetapi hasil yang
diproduksinya sangat jauh mahal. Semisal para buruh pembatik yang pada masa tahun 70-an bekerja sehari hanya menerima upah Rp 250,00. Bandingkan dengan harga batik tulis asli tersebut atau dengan bayaran peragawan dan peragawati yang mempromosikan produk batik tersebut yang hanya dalam tempo beberapa menit tetapi mendapatkan bayaran yang sangat besar.6 Hal itu yang sangat perlu diperbaiki di Indonesia agar kemakmuran bagi rakyat bisa
tercapai.
Mengenai keadilan, adil dalam garis besarnya berarti serasi, harmoni, seimbang dalam membagi tugas dan membagi hak kepada rakyat banyak. Trimurti menggolongkan keadilan menjadi dua, yaitu keadilan secara lahiriah dan keadilan secara batin. Keadilan secara lahiriah mengenai keadilan atau hak yang sama ialah bahwa semenjak manusia lahir sampai mati, berhak mendapatkan hasil dari produksi masyarakat untuk hidupnya. Tetapi harus terdapat perbedaan antara yang bekerja rajin dan yang tidak. Hal ini diperlukan untuk menarik rangsangan supaya mereka yang tidak rajin menjadi giat bekerja. Jadi, hak itu diberikan menurut hasil kerjanya atau menurut prestasinya. Dalam hal ini juga ada pengecualian bagi orang-orang yang betul-betul tidak mampu, seperti anak-anak dan orang-orang tua atau lanjut usia.
Adil menurut perhitungan batin, yaitu rasa adil harus muncul dari dalam diri manusianya sendiri. Haruslah ada kesadaran batin dalam dirinya. Dan untuk memunculkan kesadaran batin ini harus melalui pendidikan, khusunya pendidikan mental, pendidikan rohani. Perasaan adil harus didahului oleh rasa manunggal. Artinya, diri kita masing-masing ini dalam rangka susunan atau sistem masyarakat terikat oleh satu ikatan yang menyatukan segalanya.
Trimurti berpendapat bahwa untuk setiap orang memiliki rasa manunggal dan selanjutnya timbul dalam diri rasa adil, harus melalui pendidikan. Tahapan pendidikan tersebut adalah pendidikan dari keluarga, pendidikan dari lingkungan, dan pendidikan melalui masyarakat dan negara. Pendidikan dalam keluarga tentu sangat pertama dan penting karena yang berperan sebagai pendidiknya ialah kedua orang tuanya sendiri. Tergantung orang tuanya bahwa anaknya nanti akan dicetak seperti apa perilakunya, tentulah orang tuanya yang memberikan contoh kepada anak-anaknya. Pendidikan lewat keluarga ini juga bisa diberikan oleh orang tua dalam keadaan santai, makan bersama keluarga atau pada waktu bertamasya. Pendidikan melalui lingkungan bisa dilakukan dengan musyawarah dalam pertemuan RT atau RW atau organisasi yang sifatnya sosial.
Pendidikan melalui masyarakat, ini lebih sukar. Bisa melalui organisasi-organisasi massa, seperti perkumpulan-perkumpulan sosial, arisan dan lainnya. Pendidikan lewat negara tentu saja dijalankan denga melalui lembaga-lembaga yang ada. Yaitu lembaga legislatif, lembaga
eksekutif, lembaga yudikatif. Akan tetapi tidak langsung kepada lembaganya, melainkan lewat pelaku-pelakunya,yakni pegawai, anggota, pemimpin dan sebagainya yang ada di dalam lembaga-lembaga itu.
Pandangan Trimurti dalam bentuk negara ialah pada prinsipnya, negara kesatuan adalah bentuk yang paling ideal. Sebab dalam bentuk negara ini akan lebih cepat dilaksanakan rasa manunggal itu. Akan tetapi bentuk negara yang cocok untuk negara yang luas daerahnya dan bermacam-macam golongan sosialnya, maka bentuk negara serikat akan lebih baik. Menurut pandangannya terhadap bentuk negara Indonesia ialah bentuk negara Kesatuan bagi Indonesia adalah tepat. Menurut pengalaman, bentuk serikat akan memudahkan berkembangnya
separatisme di Indonesia. Dan apabila terjadi demikian, Indonesia akan menjadi lemah.
C. Penutup
Setelah mengetahui kisah kehidupan dan pemikiran dari S.K. Trimurti, saya sangat mengagumi semangat perjuangan beliau. Dari kehidupannya semenjak kecil sudah terlihat semangat beliau untuk mengubah bangsa ini dari cengkeraman penjajah. Trimurti yang disekolahkan oleh kedua orang tuanya, khususnya oleh ayahnya yang menjadi pejabat desa di sekolah guru wanita menginginkan agar Trimurti bekerja pula pada pemerintahan sebagaimana halnya ayah dan kakaknya yang bekerja di bawah pemerintahan. Akan tetapi hati kecil Trimurti menolaknya karena apabila ia bekerja di bawah pemerintahan maka secara tidak langsung ia menikmati jajahan dan merasa menghianati rakyat Indonesia yang masih berada dalam penjara kesengsaraan.
Trimurti mulai bergabung dengan organisasi dan jatuh cinta pada perjuangan negeri Indonesia pada waktu ia menjadi pengajar di luar kota. Setelah sering menghadiri rapat-rapat organisasi seperti Partindo dan ia sangat kagum kepada Bung Karno yang dikenal sebagai Singa Podium, maka Trimurti mulai bergabung dan aktif dalam organisasi Partindo. Karena ia
mengikuti organisasi, maka pekerjaan sebagai guru harus ia tinggalkan dan ia pun pindah ke Bandung. Terlihat sangat keras kepala Trimurti ini, meskipun ayah dan ibunya melarang dirinya terjun dalam dunia politik karena takut nanti akan ditangkap oleh polisi antek-antek penjajah tetapi jiwanya bersikukuh tidak akan meninggalkan perjuangan ini. tidak ada sedikit pun rasa takut dalam dirinya. Ia sangat bersungguh-sungguh membebaskan rakyat Indonesia dari
cengkeram penjajahan dan kemiskinan. Hal ini ia lakukan tentu saja karena ia begitu mencintai perjuangan ini.
Setelah aktif dalam berorganisasi, ia mulai aktif menulis pada majalah-majalah.
Tulisannya yang berisi perjuangan dan kemerdekaan menyebabkan ia ditangkap oleh polisi dan dipenjara. Tetapi tetap saja tidak ada rasa jera dalam dirinya apalagi mau berhenti dan
Pada saat setelah kemerdekaan, ia pun bisa menempuh pendidikan sarjana dan mendapat tugas ke Yugoslavia dalam rangka mempelajari Worker’s Management dan ke negara Eropa lainnya untuk studi perbandingan bidang ekonomi. Ia mendapat jabatan sebagai Menteri Perburuhan pertama di Indonesia, karena ia memahami dan bergabung dalam Partai Buruh. Tulisan-tulisannya juga banyak yang memuat tentang buruh dan ekonomi Indonesia.
Menurut saya, S.K. Trimurti patut dijadikan sebagai salah satu pahlawan wanita
Indonesia. Karena selain ia berjuang meningkatkan harkat dan martabat wanita melalui perilaku yang dilakukan oleh dirinya sendiri dan juga ia berjuang sekuat tenaga, harta dan bahkan nyawa sebagai taruhannya untuk memerdekakan, mempertahankan, dan memperbaiki keadaan Republik Indonesia ini. Sayang sekali tidak banyak yang mengetahui sosok wanita hebat ini selain orang-orang sejamannya, sampai tahun 1980-an, sedangkan orang-orang-orang-orang saat ini terutama para remaja maupun pelajar tidak banyak yang mengenal sosok S.K. Trimurti ini. Begitu pun saya, sebelum mendapatkan tugas untuk menulis mengenai tokoh Indonesia dan pemikirannya saya sangat buta dan tidak siapakah S.K. Trimurti ini, apa peranannya untuk negeri kita ini. Tetapi setelah saya membaca buku tentang kehidupannya, saya dibuat sangat kagum akan sikap, pendirian dan pemikirannya tentang negeri ini.
http://news.liputan6.com/read/189697/sk-trimurti-wafat . Diakses pada 01 Juni 2014 pukul 14.14 WIB.