• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGARUH JENIS KAYU TERHADAP PERTUMBUHAN DUA JENIS JAMUR SEBAGAI PRAPERLAKUAN PADA PEMANFAATANNYA UNTUK ENERGI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "PENGARUH JENIS KAYU TERHADAP PERTUMBUHAN DUA JENIS JAMUR SEBAGAI PRAPERLAKUAN PADA PEMANFAATANNYA UNTUK ENERGI"

Copied!
25
0
0

Teks penuh

(1)

LAPORAN

PENELITIAN DPP

TAHUN ANGGARAN 2013

PENGARUH JENIS KAYU TERHADAP PERTUMBUHAN

DUA JENIS JAMUR SEBAGAI PRAPERLAKUAN PADA

PEMANFAATANNYA UNTUK ENERGI

Nama Tim Peneliti

Denny Irawati, S.Hut, M.Si, Ph.D

Dr.Ir. J.P. Gentur Sutapa, M.Sc

LABORATORIUM ENERGI KAYU

BAGIAN TEKNOLOGI HASIL HUTAN

FAKULTAS KEHUTANAN

UNIVERSITAS GADJAH MADA

(2)

ii

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PENGESAHAN ... ii

DAFTAR ISI ... iii

DAFTAR TABEL ... iv

DAFTAR GAMBAR ... iv

DAFTAR LAMPIRAN ... iv

ABSTRAK ... v

I. PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Tujuan …………... 2

C. Manfaat ... 3

II. STUDI PUSTAKA 4 A.Gamal ... 4

B.Lamtoro ... 5

C.Johar ... 5

D.Jamur konsumsi ... 6

E.Media pertumbuhan jamur ... 8

III. METODE PENELITIAN ... 9

A. Bahan penelitian ... 9

B. Alat penelitian ... 9

C. Prosedur pelaksanaan ... 9

D. Analisis hasil ... 12

IV. HASIL PENELITIAN ... 14

V. PEMBAHASAN ... 16

VI. KESIMPULAN DAN SARAN ... 18

DAFTAR PUSTAKA ... 18

(3)

iii

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Nilai Rata-rata Kandungan Kimia Serbuk Kayu (%) dan Hasil Analisis Statistik 1 Faktor... 14

Tabel 2. Nilai Rata-rata Kecepatan Pertumbuhan Miselia Jamur (mm/hari)... 15

Tabel 3. Analisis Keragaman Kecepatan Pertumbuhan Miselia Jamur ... 15

Tabel 4. Analisis Tukey Nilai Rata-rata Kecepatan Pertumbuhan Miselia Jamur 15

Tabel 5. Korelasi antara Kandungan Kimia Serbuk Kayu (%) dan Kecepatan

Pertumbuhan Miselia ... 16

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Bagan alir penelitian ... 13

Gambar 2. A. Grafik pertumbuhan miselia jamur Kuping; B. Grafik pertumbuhan

miselia jamur Shiitake... 17

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Foto pertumbuhan miselia jamur Kuping ... 20

(4)

iv

ABSTRAK

Semakin berkurangnya potensi bahan bakar fosil menuntut usaha yang semakin keras untuk menemukan jenis bahan bakar pengganti yang dapat diperbaharui. Kayu dapat digunakan sebagai bahan baku bio-etanol. Sebagai bahan baku bio-etanol serbuk kayu memiliki keunggulan, yaitu potensinya berlimpah, harganya murah dan tidak bersaing dengan penggunaan manusia sebagai sumber bahan makanan. Akan tetapi sebagai materi lignoselulotik, kendala yang dihadapi serbuk kayu sebagai bahan baku etanol adalah adanya kandungan lignin di dalam kayu. Oleh karena itu untuk meningkatkan produk etanol dari kayu diperlukan tindakan untuk menghilangkan atau setidaknya mengurangi kandungan ligninnya terlebih dahulu.

Proses pendegradasian lignin dari dalam kayu dapat dilakukan secara biologi dengan menggunakan jamur pelapuk putih. Beberapa jenis jamur yang biasa dikonsumsi oleh masyarakat seperti jamur kuping (Auricularia auricula-judae) dan jamur shiitake (Lentinus edodes) ternyata juga merupakan jamur pelapuk putih dan secara selektif dapat mendegradasi lignin di dalam kayu, sehingga pembudidayaan jenis-jenis jamur yang dapat dikonsumsi tersebut dapat merupakan cara pretreatmen untuk mengurangi kadar lignin pada serbuk kayu. Pembudidayaan jamur konsumsi ini perlu terus ditingkatkan, karena selain menghasilkan jamur yang dapat dimakan, limbah medianya juga merupakan potensi yang besar untuk bahan baku bio-etanol.

Sejauh ini jenis jamur seperti yang tersebut di atas telah banyak dibudidayakan oleh masyarakat dengan menggunakan kayu Sengon sebagai medianya. Belum ada penelitian untuk menggunakan jenis kayu lain untuk budidaya jamur konsumsi tersebut. Namun sesungguhnya setiap spesies jamur memiliki persyaratan kondisi pertumbuhan yang berbeda, khususnya media, yang sangat berpengaruh terhadap kecepatan pertumbuhan miselia. Oleh karena itu penelitian ini bertujuan untuk mengkaji pengaruh interaksi antara jenis media dengan jenis jamur terhadap pertumbuhan miselia.

Penelitian ini dilakukan dengan menumbuhkan jamur kuping (A. auricula-judae) dan jamur shiitake (L. edodes) pada media yang terbuat dari kayu gliriside, lamtoro, dan johar. Sebelum diinokulasi dengan jamur, masing-masing media dianalisis kandungan kimianya (ekstraktif, holoselulosa, alfaselulosa, Klason lignin, lignin terlarut asam, dan abu). Media jamur dibuat dari serbuk kayu yang ditambah dengan nutrisi dan mineral. Kemudian ke dalam media tersebut juga ditambahkan air hingga kadar air media mencapai kurang lebih 70%. Media seberat 20 g kemudian dimasukkan kedalam petri disk, disterilisasi, dan diinokulasi dengan bibit masing-masing jamur. Pertumbuhan miselia jamur diukur dengan cara mengukur panjang miselia yang nampak pada permukaan media setiap 2 hari hingga pertumbuhan miselia memenuhi petri disk.

(5)

v

I. PENDAHULUAN

A.Latar Belakang

Krisis bahan bakar fosil tengah melanda dunia. Semakin berkurangnya potensi bahan bakar fosil menuntut usaha yang semakin keras untuk menemukan jenis bahan bakar pengganti yang dapat diperbaharui. Di Indonesia sendiri produksi minyak bumi sudah tidak mampu mencukupi kebutuhan dalam negerinya sejak tahun 2004. Jumlah kendaraan bermotor yang membutuhkan bahan bakar bensin terus bertambah. Oleh karena itu perlu dicari bahan bakar alternatif untuk kendaraan bermotor yang produksinya dapat diperbaharui (renewable).

Salah satu materi yang dapat digunakan sebagai bahan baku produksi bio-etanol adalah bahan lignoselulotik, misalnya kayu. Sebagai bahan baku produksi bio-etanol, kayu memiliki keunggulan yaitu potensinya yang cukup besar di Indonesia (kurang lebih 42,2 juta m3 untuk tahun 2010) dan tidak bersaing dengan penggunaan lain yang merupakan kebutuhan utama manusia yaitu sumber makanan (Anonimus, 2010). Akan tetapi kayu juga memiliki kelemahan sebagai bahan baku bio-etanol yaitu adanya kandungan lignin yang menyebabkan rendahnya laju hidrolisis. Hasil penelitian yang sudah kami lakukan sebelumnya yaitu pada bahan baku limbah serbuk kayu jati, meranti dan sengon, yang diberi pretreatmen biologi (menggunakan jamur P. chrysosporium yang merupakan jamur pelapuk putih untuk mendegradasi lignin) dapat meningkatkan kadar etanol yang dihasilkan sebesar 26,68-76,90%, dibanding serbuk yang tidak diberi pretreatmen (Irawati,

et al., 2009). Lignin menyebabkan aksesibilitas enzim menjadi rendah terhadap polisakarida.

Beberapa jenis jamur yang biasa dikonsumsi oleh masyarakat seperti jamur tiram (Pleurotus ostreatus), jamur kuping (Auricularia sp.), dan jamur shiitake (Lentinus edodes) ternyata juga merupakan jamur pelapuk putih. Pembudidayaan jenis-jenis jamur yang dapat dikonsumsi tersebut dapat merupakan cara pretreatmen untuk mengurangi kadar lignin pada serbuk kayu sehingga diharapkan dapat meningkatkan daya hidrolisisnya (Contreras et al., 2000; Hideno et al., 2007; Irawati et al., 2012a). Oleh karena itu pembudidayaan jamur konsumsi ini perlu terus ditingkatkan, karena selain menghasilkan jamur yang dapat dimakan, limbah medianya juga merupakan potensi yang besar untuk bahan baku bio-etanol.

(6)

vi

untuk menggunakan jenis kayu lain untuk budidaya jamur konsumsi tersebut, khususnya di Indonesia. Sebenarnya bukan hanya kayu Sengon yang dapat digunakan sebagai media. Quimio dalam Chang dan Quimio (1982) menyatakan bahwa jamur Kuping dapat tumbuh dengan baik pada media yang terbuat dari kayu Lamtoro (Leucaena leucocephala Lam de Wit) dibanding pada media yang terbuat dari kayu yang lain.

Di Indonesia terdapat beberapa pohon berkayu yang termasuk dalam famili Leguminoceae yang sama dengan Sengon yang belum diketahui sifat kesesuaiannya bila digunakan sebagai media pertumbuhan jamur, antara lain Gamal (Gliricidia sepium (Jaqc.) Steud.) , Lamtoro (L. leucocephala Lam de Wit), dan Johar (Samanea saman (Jaqc.) Merr.). Kayu dari pohon-pohon tersebut tidak banyak digunakan untuk industri karena bentuk dan ukuran batang utamanya yang tidak begitu bagus. Masyarakat banyak menanam pohon-pohon tersebut sebagai tanaman pagar dan memanfaatkan daunnya sebagai pakan ternak. Sejauh ini kayu dari batang pohon tersebut hanya digunakan sebagai kayu bakar, walaupun ada kemungkinan dapat juga digunakan sebagai media pertumbuhan jamur. Oleh karena itu perlu dilakukan penelitian untuk memanfaatan kayu-kayu tersebut sebagai media pertumbuhan jamur yang sekaligus merupakan usaha untuk mendegradasi kandungan ligninnya secara alami. Setiap spesies jamur memiliki persyaratan kondisi pertumbuhan yang berbeda, khususnya media, yang sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan, produksi badan buah, serta keefektifannya dalam mendegradasi lignin.

B.Tujuan

Tujuan dari penelitian ini adalah :

Mengkaji pengaruh interaksi antara jenis media dengan jenis jamur terhadap pertumbuhan miselia.

C.Manfaat

 Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai jenis spesies

kayu yang tepat sebagai media untuk pertumbuhan jamur kayu.

 Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai kondisi (pH,

(7)

vii

D.Landasan Teori dan Hipotesis

Jamur kuping (Auricularia sp.) dan jamur shiitake (L. edodes) merupakan jamur pelapuk putih dan dapat mendegradasi lignin di dalam kayu yang sesuai yang digunakan sebagai media pertumbuhannya. Jenis jamur yang berbeda memiliki persyaratan kondisi pertumbuhan yang berbeda, khususnya media, yang sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan, produksi badan buah, serta keefektifannya dalam mendegradasi lignin.

(8)

viii

II. STUDI PUSTAKA

A.Gamal

Gamal (Gliricidia sepium) adalah tumbuhan sejenis perdu yang sering digunakan sebagai pagar hidup atau peneduh. Tumbuhan ini merupakan tumbuhan daerah tropis dengan persebaran yang cukup luas yang dibuktikan dengan banyaknya nama daerah yang digunakan untuk menyebut tumbuhan ini. Di Laos tumbuhan ini biasa disebut dengan kh’è, no’yz, kh’è,dan fàlangx, sedangkan di Filipina biasa disebut dengan kakawate, dan di Malaysia biasa disebut dengan bunga Jepun. Taksonomi atau sistematika dari Gamal adalah sebagai berikut (Heyne, 1987):

Kingdom : Plantae

Divisio : Magnoliophyta Class : Magnoliopsida Ordo : Fabales

Famili : Legumonoceae Genus : Gliricidia

Species : Gliricidia sepium (Jaqc.) Steud.

Gamal memiliki ciri yaitu biasanya bercabang banyak, dengan tinggi pohon antara 2–15 m dan diameter batang bisa mencapai sekitar 15-30 cm. Warna kulit batangnya adalah coklat keabu-abuan hingga keputih-putihan dan kadang kala beralur dalam pada batang yang tua. Gamal memiliki daun majemuk menyirip, dengan ukuran panjang 15-30 cm. Anak daun berpasangan yang terletak berhadapan atau hampir berhadapan dengan bentuk jorong atau lanset. Karangan bunga dari tumbuhan ini berupa malai berisi 25-50 kuntum dengan panjang 5-12 cm. Bunga berkelopak 5, berwarna hijau terang, dengan mahkota bunga putih ungu dan 10 helai benangsari yang berwarna putih. Umumnya bunga muncul di akhir musim kemarau, ketika pohon tak berdaun. Tumbuhan Gamal ini memiliki buah polong berbiji 3-8 butir, bentuknya pipih memanjang, dengan ukuran 10-15 cm × 1.5-2 cm. Pada saat masih muda buahnya berwarna hijau kuning dan akhirnya coklat kehitaman bila sudah mengering (Purwanto, 2007).

(9)

ix

B.Lamtoro

Lamtoro atau yang biasa disebut juga petai cina, merupakan tumbuhan perdu yang berasal dari daerah tropis di benua Amerika. Tumbuhan ini dikenal pula dengan aneka sebutan, antara lain: petai belalang, petai jawa (Malaysia); lamandro (Papua Nugini); ipil-ipil, elena, kariskis (Filipina); dan krathin (Thailan). Sedangkan taksonomi atau sistematika dari Lamtoro adalah sebagai berikut (Heyne, 1987):

Kingdom : Plantae

Divisio : Magnoliophyta Class : Magnoliopsida Ordo : Fabales

Famili : Legumonoceae Genus : Leucaena

Species : Leucaena leucocephala Lam de Wit

Pohon Lamtoro dapat mencapai tinggi hingga 20 m, walaupun kebanyakan hanya memiliki tinggi sekitar 2-10 m. Percabangannya rendah dan banyak, dengan kulit batang berwarna kecoklatan atau keabu-abuan, berbintil-bintil dan berlentisel. Daunnya majemuk dan berbentuk menyirip rangkap. Bunganya juga berbentuk majemuk berupa bongkol bertangkai panjang yang berkumpul dalam malai berisi 2-6 bongkol. Tiap-tiap bongkol tersusun dari 100-180 kuntum bunga, membentuk bola berwarna putih atau kekuningan berdiameter 12-21 mm, di atas tangkai sepanjang 2-5 cm. Buahnya polong berbentuk pita lurus, pipih dan tipis. Buah Lamtoro mengandung 15-30 biji yang terletak melintang dalam polongan, berbentuk bulat telur sungsang atau bundar telur terbalik. Bijinya mirip petai, namun berukuran lebih kecil dan berpenampang lebih kecil (Purwanto, 2007).

Daun-daun dan ranting muda Lamtoro merupakan pakan ternak. Sedangkan buah Lamtoro biasa dikonsumsi oleh manusia. Lamtoro diketahui juga dapat menghasilkan zat penyamak dan zat pewarna merah, coklat dan hitam dari kulit batang, daun, dan polongnya. Kayu Lamtoro sangat disukai sebagai kayu bakar. Sebenarnya kayu Lamtoro memiliki sifat pengerjaan yang cukup baik (mudah dikeringkan dan mudah dikerjakan), hanya sayangnya kayu ini jarang yang memiliki ukuran besar, batang bebas cabang umumnya pendek dan banyak mata kayu, karena pohon ini banyak bercabang-cabang.

C.Johar

(10)

x

cocok pada dataran rendah tropika (dibawah 1200 m dpl) dengan iklim muson dan curah hujan antara 500—2800 mm pertahun. Tumbuhan ini berasal dari Thailan, namun saat ini sudah menyebar secara luas. Beberapa nama daerah untuk tumbuhan ini adalah ijuwar (Betawi, Sunda), johor (Malaysia), dan bujuk atau dulang (Sumatra). Taksonomi atau sistematika dari Johar adalah sebagai berikut (Heyne, 1987):

Kingdom : Plantae

Divisio : Magnoliophyta Class : Magnoliopsida Ordo : Fabales

Famili : Legumonoceae Genus : Samanea

Species : Samanea saman (Jaqc.) Merr.

Pohon Johar dapat mencapai tinggi hingga 30 m, namun rata-rata tinggi pohon tersebut adalah 2-20 m. Pohon Johar memiliki batang lurus dan pendek, dengan diameter batang jarang melebihi 50 cm. Kulit batangnya berwarna abu-abu kecoklatan pada cabang yang muda dan percabangan melebar membentuk tajuk yang padat dan membulat. Daunnya menyirip genap, dengan panjang 10-35 cm. Memiliki tangkai daun bernemtuk bulat torak sepanjang 1,5-3,5 cm yang beralur dangkal di tengahnya. Bunga dari tumbuhan ini terkumpul dalam malai di ujung ranting, panjangnya 15-60 cm, berisi 10-60 kuntum yang terbagi lagi ke dalam beberapa tangkai (cabang) malai rata. Buahnya berbentuk polong memipih, berbiji 20-30 buah dengan tepi yang menebal. Bijinya sendiri berbentuk bundar telur pipih, dengan ukuran 6,5-8 × 6 mm, dan berwarna coklat terang mengkilap.

Johar sering ditanam di lahan masyarakat dengan sistem agroforestri. Johar juga biasa ditanam dihutan baik sebagai tanaman sela, tanaman tepi atau penghalang angin. Pohon ini juga digunakan sebagai penaung di perkebunan-perkebunan teh, kopi atau kakao. Saat ini Johar kerap juga ditanam sebagai pohon peneduh tepi jalan, pohon hias di taman-taman, dan sebagai tanaman untuk merehabilitasi lahan tambang. Daun-daun johar, bunga dan polongnya yang muda dapat dijadikan pakan ternak dan juga sebagai mulsa yang dapat menyuburkan tanah (Jensen, 1999).

D.Jamur Konsumsi

(11)

xi

merupakan tanaman yang tidak memiliki klorofil sehingga tidak bisa melakukan proses fotosintesis untuk menghasilkan makanan sendiri. Jamur hidup dengan cara mengambil zat-zat makanan, seperti selulosa, glukosa, lignin, protein dan senyawa pati dari organisme lain. Dengan bantuan enzim yang diproduksi oleh hifa, bahan makanan tersebut diuraikan menjadi senyawa yang dapat diserap untuk pertumbuhan (Parmijo dan Andoko, 2008).

Hanya beberapa jamur yang bisa dikonsumsi dari ribuan jenis jamur yang tumbuh dibumi ini. Dari sedikit jumlah tersebut, ada 5 jenis yang memiliki nilai ekonomi untuk dibudidayakan, yaitu jamur kuping, jamur tiram, jamur merang, jamur champignon dan jamur shiitake. Pemanfaatan jamur konsumsi oleh manusia bukan hanya karena lezat tetapi juga karena adanya kandungan gizi di dalam jamur tersebut, antara lain : mineral, serat, protein, serta beberapa asam amino esensial. Bahkan adapula beberapa yang dinyakini memiliki khasiat sebagai obat.

Pembudidayaan jamur telah banyak dilakukan oleh masyarakat. Tahapan dari budidaya jamur ini adalah : 1). pembuatan spawn atau inokulum, 2). pembuatan kompos yaitu substrat yang akan ditumbuhi oleh jamur, dan 3). pengaturan lingkungan pertumbuhan agar diperoleh produksi jamur yang maksimal. Berbagai limbah pertanian dan kehutanan seperti jerami, bagase dan serbuk kayu dapat digunakan sebagai media pertumbuhan jamur.

Jamur Kuping (Auricularia sp.)

Jamur ini disebut dengan jamur kuping karena memang bentuknya mirip telingan (kuping) dengan warna coklat muda hingga kemerah-merahan. Tubuh buahnya berlekuk-lekuk selebar 3-8 cm. Permukaan atas jamur ini agak mengilap, berurat dan berbulu halus mirip beludru di bagian bawahnya. Tangkai buahnya pendek, menempel dimedia tumbuh (substart) dengan cara membuat lubang di permukaannya (Parmijo dan Andoko, 2008).

(12)

xii

Jamur Shiitake (Lentinus edodes)

Jamur shiitake merupakan salah satu jenis jamur yang paling banyak dibudidayakan, dan biasanya dibudidayakan pada media berupa log kayu, namu saat ini telah banyak juga dibudidayakan dengan menggunakan bag log (Sánchez, 2010). Jamur shiitake mempunyai tudung seperti bentuk payung, warna tudung kuning kemerahan atau coklat gelap. Lebar tudung bervariasi antara 2,5-9 cm dan terdapat selaput kutikula. Bagian bawah tudung terdapat lamela yang berisi spora. Tangkai tudung berwarna seperti tudungnya dan sedikit agak keras. Panjang tangkai tudung 3-9 cm dan diameternya 0,5-1,5 cm.

Jamur shiitake baik tumbuh pada daerah dataran tinggi. Suhu dan kelembaban optimum untuk pertumbuhan jamur shiitake adalah 22-25oC dan 60-70%. Pada fase pembentukan tubuh buah kadar air media yang optimum adalah 70-80% (Suhardiman, 1998). Akan tetapi sesungguhnya terdapat juga varietas shiitake yang dapat tumbuh pada suhu rendah. Chen (2001) menyatakan bahwa terdapat 4 varietas jamur Shiitake bila dikelompokkan berdasarkan suhu pembentukan badan buahnya, yaitu: suhu rendah (berbuah pada suhu kurang dari 10oC); suhu sedang (berbuah pada suhu antara 10-18oC); suhu tinggi (berbuah pada suhu lebih dari 20oC); dan kisaran suhu yang luas (dapat berbuah pada suhu antara 5-35oC).

E. Media Pertumbuhan Jamur

(13)

xiii

III. METODE PENELITIAN

A. Bahan penelitian

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah kayu gliriside, lamtoro, dan johar yang diperoleh dari pekarangan atau hutan rakyat di daerah Yogyakarta. Dua spesies jamur konsumsi jenis pelapuk putih yaitu spesies Auricularia auricula (jamur kuping) dan spesies Lentinus edodes (jamur shiitake). Bahan kimia untuk menganalisis komponen kimia kayu dan untuk pembuatan media jamur.

B. Alat penelitian

Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini meliputi :  Alutoklaf

 Cawan petri

 Meja steril untuk inokulasi

 Peralatan pengujian komponen kimia kayu  Oven

 Timbangan  Inkubator

 Ayakan 10 dan 60 mesh

C. Prosedur pelaksanaan

a. Analisis komponen kimia kayu

Kayu dan media yang akan digunakan terlebih dahulu dianalisis komponen kimianya antara lain ekstraktif, holoselulosa, alfaselulosa, lignin dan kadar abu (ASTM D-1102 s.d 1110) dengan metode sebagai berikut :

Ekstraktif

(14)

xiv

benzen dan dihisap lagi dengan pompa vakum. Selanjutnya cawan saring dan isisnya dikeringkan dalam tanur pada suhu 100-1050C dan ditimbang sampai beratnya konstan.

%

Sebanyak 0,70 g ( 0,05 g) serbuk bebas ekstraktif dimasukkan ke dalam erlenmeyer 250 ml. Kemudian ditambahkan 10 ml larutan A (60 ml HCl + 20 g NaOH, ditambahkan aquades hingga 1000 ml) dan secara hati-hati dimasukkan pula 1 ml larutan B (200 g NaClO2 dalam 1000 ml aquades). Erlenmeyer dimasukkan ke dalam penangas air dengan suhu 70  20C dan digoyang setiap 30 menit. Pada menit ke 45, 90, dan 150, ditambahkan 1 ml larutan B dan erlenmeyer digoyang-goyang setiap penambahan larutan B. Sesudah 4 jam, erlenmeyer dimasukkan ke dalam penangas air es dan ditambahkan 15 ml aquades es. Seluruh isi erlenmeyer disaring menggunakan cawan saring yang sudah diketahui berat kosongnya. Untuk membersihkan seluruh isi erlenmeyer, dilakukan pencucian dengan 100 ml larutan asam asetat 1%. Cawan saring dihisap dan dicuci dengan 2-5 ml aseton yang dibiarkan menetes keluar karena beratnya, kemudian dihisap lagi selama 3 menit. Selanjutnya cawan saring beserta isinya dikeringkan dalam tanur pada suhu 100-1050C dan ditimbang sampai beratnya konstan.

(15)

xv ukuran 1000 ml dan dicernakan dengan 400 ml air panas di atas penangas air 1000C selama 3 jam. Setelah itu serbuk disaring dengan cawan saring dan dibiarkan kering. Setelah kering dipindahkan ke dalam gelas piala dan ditutup dengan gelas arloji. Dengan perlahan sambil diaduk ditambahkan 15 ml H2SO4 72%, lalu didiamkan selama 2 jam dengan sering diaduk. Setelah 2 jam serbuk dicuci dan dimasukkan ke dalam erlenmeyer 1000 ml. Selanjutnya konsentrasi asam dibuat menjadi 3% dengan menambahkan 560 ml aquades. Larutan tersebut lalu didihkan di bawah pendingin tegak selama 4 jam dan diusahakan agar volume tetap dengan menambah air panas sewaktu-waktu. Setelah bahan-bahan yang tidak larut dibiarkan mengendap dan disaring dengan cawan saring, kemudian cawan saring tersebut dicuci dengan air panas hingga bebas dari asam. Cawan saring beserta isinya dikeringkan dalam tanur pada suhu 100-1050C dan ditimbang hingga beratnya konstan.

%

Lignin terlarut asam diukur dengan menggunakan larutan bening yang diperoleh dari

pengukuran Klason lignin. Konsentrasi H2SO4 dari larutan disesuaikan hingga menjadi 3%,

dan kemudian absorbansinya diukur dengan menggunakan spektrofotometer pada panjang

gelombang 205 nm. Larutan 3% H2SO4 digunakan sebagai blanko (Lin and Dence 1992).

Abu

Sebanyak 2 g ( 0,1 g) serbuk dimasukkan kedalam cawan porselin yang telah diketahui beratnya. Selanjutnya ditempatkan dalam tanur pada suhu 600ºC selama 4 jam. Setelah 4 jam, untuk menyempurnakan pembakaran, maka tutup tanur dibuka selama kurang lebih 1 menit sehingga sampel berubah menjadi abu secara sempurna. Setelah itu didinginkan di dalam desikator dan ditimbang sampai beratnya konstan .

(16)

xvi

b. Pembuatan media

Kayu Gamal, kayu Lamtoro, dan kayu Johar dibuat serbuk dengan ukuran 9–80 mesh dan kemudian digunakan sebagai media pertumbuhan jamur. Ke dalam serbuk kayu tersebut kemudian ditambahkan bekatul sebanyak 12,5% sebagai tambahan nutrisi. pH media diatur pada kisaran 6-7 dengan penambahan CaCO3 sebanyak 6% dari total media. Kadar air media diatur dengan menambahkan air hingga Ka mencapai 60-75%.

c. Pengukuran kecepatan pertumbuhan

Untuk mengukur laju pertumbuhan miselia, media sebanyak 20 g dengan kadar air 60%, 65%, 70%, dan 75% dimasukkan ke dalam cawan petri (diameter 90 mm). Pada setiap kombinasi jenis kayu dan jamur dibuat 5 kali ulangan. Media yang telah dimasukkan ke dalam cawan petri, kemudian di sterilisasi dalam autoclaf pada suhu 121oC selama 20 min, and diinokulasi dengan miselia jamur Kuping atau jamur Shiitake yang sebelumnya ditumbuhkan terlebih dahulu di media PDA (potato dextrose agar). Kemudian inokulum tersebut diinkubasi pada kondisi gelap (di dalam inkubator) dengan suhu pembiakan 25oC. Diameter dari koloni jamur diukur setiap 3 hari di 4 arah hingga pertumbuhan miselia memenuhi seluruh cawan petri.

E.Analisis hasil

(17)

xvii

Selengkapnya prosedur penelitian yang akan dilakukan digambarkan pada bagan alir dibawah ini :

Gambar 1. Bagan alir penelitian Serbuk kayu Gamal,

Lamtoro, dan Johar Analisis kimia kayu

Pembuatan media autoklaft 121oC, 15 atm selama 20 menit

Inokulasi selama 3 dan 4 bulan, dengan diukur pertumbuhan miselianya

setiap 2 hari Analisis kecepatan

(18)

xviii

IV. HASIL PENELITIAN

A. Komponen Kimia Kayu

Kayu merupakan bahan lignoselulosa yang terdiri dari selulosa, hemiselulosa, lignin dan ekstraktif. Pada jenis kayu yang berbeda maka jenis dan komposisi masing-masing komponen kayu tersebut juga berbeda. Nilai rata-rata kandungan kimia serbuk kayu dan hasil analisis statistik 1 faktor yaitu jenis kayu disajikan pada Tabel 1.

Tabel 1. Nilai Rata-rata Kandungan Kimia Serbuk Kayu (%) dan Hasil Analisis Statistik 1 Faktor.

Sifat Kimia Gliriside Lamtoro Johar ANOVA

Kadar ekstraktif 5,18 ± 0,14 c 1,98 ± 0,20 a 3,12 ± 0,40 b ** Kadar Klason lignin 27,47 ± 0,39 c 22,00 ± 0,28 b 20,16 ± 0,79 a ** Kadar lignin terlarut asam 1,35 ± 0,05 a 1,48 ± 0,03 b 2,60 ± 0,01 c ** Kadar holoselulosa 83,85 ± 0,12 83,56 ± 1,07 84,97 ± 0,55 ns Kadar -selulosa 53,72 ± 0,55 c 43,69 ± 0,97 a 47,15 ± 0,44 b ** Kadar hemiselulosa 30,12 ± 0,43 a 39,87 ± 2,05 b 37,82 ± 0,11 b ** Kadar abu 1,79 ± 0,06 b 1,56 ± 0,11 a 1,44 ± 0,03 a ** Keterangan: hasil yang diikuti dengan huruf yang sama pada satu baris berarti tidak berbeda nyata

berdasar analisis Tukey pada  = 5%. **: berbeda sangat nyata pada  = 1%. ns: tidak berbeda nyata.

Kadar ekstraktif, kadar Klason lignin, dan kadar -selulosa tertinggi terdapat pada kayu Gliriside dan secara statistik terdapat perbedaan yang sangat nyata antara jenis kayu yang satu dengan yang lain. Kadar lignin terlarut asam tertinggi terdapat pada kayu Johar dan secara statistik terdapat perbedaan yang sangat nyata antara jenis kayu yang satu dengan yang lain. Kadar hemiselulosa dihitung berdasarkan pengurangan antara kadar holoselulosa dan kadar -selulosa. Secara statistik tidak terdapat perbedaan yang nyata antara kadar hemiselulosa pada kayu Lamtoro dan Johar, tetapi terdapat perbedaan yang nyata pada kayu

Gliriside. Demikian halnya dengan kadar abu, secara statistik tidak terdapat perbedaan yang nyata

antara kadar abu pada kayu Lamtoro dan Johar, tetapi terdapat perbedaan yang nyata pada kayu

Gliriside. Kayu Gliriside memiliki kadar abu yang paling tinggi dibanding kedua jenis kayu yang

lain.

B. Kecepatan Pertumbuhan Miselia

(19)

xix

Tabel 2. Nilai Rata-rata Kecepatan Pertumbuhan Miselia Jamur (mm/hari)

Jenis kayu Jenis jamur Rata-rata

Kuping Shiitake

Gliriside 2,16 ± 0,30 2,25 ± 0,22 2,20

Lamtoro 2,56 ± 0,02 1,41 ± 0,09 1,98

Johar 1,29 ± 0,49 2,04 ± 0,22 1,67

Rata-rata (%) 2,00 1,90 1,95

Untuk mengetahui pengaruh interaksi jenis kayu dan jenis jamur serta masing-masing faktor terhadap kecepatan pertumbuhan miselia jamur, dilakukan analisis keragaman terhadap data hasil pengukuran tersebut. Hasil analisis statistik kecepatan pertumbuhan miselia jamur ditampilkan pada Tabel 3.

Tabel 3. Analisis Keragaman Kecepatan Pertumbuhan Miselia Jamur

Sumber Variasi DB KT F. Hit Sig Keterangan

Keterangan: **: berbeda sangat nyata pada  = 1%. ns: tidak berbeda nyata.

Hasil analisis keragaman kecepatan pertumbuhan miselia pada faktor jenis jamur dan jenis kayu menunjukkan bahwa interaksi antara keduanya memberikan pengaruh yang nyata terhadap kecepatan pertumbuhan miselia pada taraf signifikansi 1%. Faktor jenis kayu juga menunjukkan kecendungan yang sama yaitu memberikan pengaruh yang nyata terhadap kecepatan pertumbuhan miselia pada taraf signifikansi 1%. Akan tetapi, faktor jenis jamur secara statistik tidak menunjukkan adanya pengaruh yang signifikan. Uji lanjut untuk mengetahui taraf-taraf dari interaksi kedua faktor yang menunjukkan perbedaan disajikan pada Tabel 4.

Tabel 4. Analisis Tukey Nilai Rata-rata Kecepatan Pertumbuhan Miselia Jamur (mm/hari)

Jenis kayu Jenis jamur

Kuping Shiitake Gliriside 2,16 ± 0,30 b 2,25 ± 0,22 b Lamtoro 2,56 ± 0,02 c 1,41 ± 0,09 a Johar 1,29 ± 0,49 a 2,04 ± 0,22 b

Keterangan: hasil yang diikuti dengan huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata berdasar analisis Tukey pada  = 5%.

(20)

xx

antara jenis kayu dan jenis jamur yang lain. Kombinasi antara kayu Lamtoro dengan jamur Kuping memberikan kecepatan pertumbuhan yang paling tinggi.

C. Korelasi antara Komponen Kimia Kayu dengan Kecepatan Pertumbuhan Miselia

Hasil analisis korelasi antara kandungan komponen kimia kayu dengan kecepatan pertumbuhan miselia pada masing-masing jenis jamur yaitu Kuping dan Shiitake disajikan pada Tabel 5.

Tabel 5. Korelasi antara Kandungan Kimia Kayu (%) dan Kecepatan Pertumbuhan Miselia.

Sifat Kimia r Kuping r Shiitake

Kadar ekstraktif 0,54 ns 0,39 ns Kadar Klason lignin -0,04 ns 0,85 ns Kadar lignin terlarut asam 0,68 ns -0,99 ns Kadar holoselulosa 0,86 ns -0,91 ns Kadar -selulosa 0,53 ns 0,40 ns Kadar hemiselulosa -0,40 ns -0,53 ns

Kadar abu -0,14 ns 0,89 ns

Keterangan: ns: tidak berbeda nyata. Tanda negatif (-) berati terdapat hubungan yang berlawanan.

Secara statistik tidak terlihat adanya hubungan yang signifikan antara semua jenis komponen kimia kayu dengan kecepatan pertumbuhan.

V. PEMBAHASAN

Pertumbuhan miselia kedua jenis jamur pada media yang terbuat dari 3 jenis kayu yang berbeda ditunjukkan pada Gambar 2. Secara statistik terlihat perbedaan yang signifikan pada kecepatan pertumbuhan miselia jamur pada setiap jenis kayu. Pertumbuhan miselia jamur Kuping tercepat terdapat pada media yang terbuat dari kayu Lamtoro (2,56 mm/hari), sedangkan miselia jamur Shiitake pertumbuhannya cepat pada media yang terbuat dari kayu Gliriside (2,25 mm/hari) maupun Johar (2,04 mm/hari). Pertumbuhan paling lambat dari miselia jamur Kuping terlihat pada media yang tebuat dari kayu Johar, sedangkan pertumbuhan paling lambat dari miselia jamur Shiitake terlihat pada media yang tebuat dari kayu Lamtoro.

(21)

xxi

pertumbuhan miselia. Akan tetapi apabila dilihat dari besarnya nilai korelasi (r) pada masing-masing jenis jamur, diketahui bahwa jenis jamur yang berbeda dipengaruhi oleh komponen kimia kayu yang belum tentu sama.

Gambar 2. A. Grafik pertumbuhan miselia jamur Kuping; B. Grafik pertumbuhan miselia jamur Shiitake.

Kecepatan pertumbuhan miselia jamur Kuping cenderung dipengaruhi oleh kadar holoselulosa kayu. Semakin tinggi kadar holoselulosa dalam kayu maka kecepatan pertumbuhan miselia jamur Kuping semakin tinggi pada jenis kayu tersebut. Hal ini mungkin disebabkan karena holoselulosa merupakan sumber karbon yang digunakan oleh miselia jamur Kuping untuk tumbuh.

Dilain pihak, hal ini berkebalikan dengan kecepatan pertumbuhan miselia jamur Shiitake yang cendenrung berbanding terbalik dengan kadar lignin terlarut asam dan

(22)

xxii

holoselulosa kayu. Tingginya kadar holoselulosa dalam kayu tidak menambah kecepatan pertumbuhan miselia jamur Shiitake. Kadar lignin kayu menunjukkan kecenderungan pengaruh yang berbanding lurus dengan kecepatan pertumbuhan miselia jamur Shiitake. Hal ini mungkin berarti bahwa berbeda dengan jamur Kuping, jamur Shiitake mengambil karbon yang bersumber dari lignin kayu.

VI. KESIMPULAN DAN SARAN

Dari hasil penelitian yang telah dilakukan dapat diambil kesimpulan bahwa terdapat interaksi antara jenis kayu dan jenis jamur terhadap pertumbuhan miselia. Kayu Lamtoro merupakan jenis yang terbaik untuk pertumbuhan miselia jamur Kuping, sedangkan kayu Gliriside dan Johar merupakan jenis yang terbaik untuk pertumbuhan miselia jamur Shiitake.

Saran yang untuk penelitian kedepan adalah, selain kecepatan pertumbuhan miselia sebaiknya dilakukan pula pengukuran densitas miselia, karena dari pengamatan yang telah dilakukan terlihat adanya perbedaan ketebalan miselia pada masing-masing jenis kayu.

DAFTAR PUSTAKA

Anonimus, 1984. Annual Book of ASTM Standards. D-1102 s.d 1110 Standard Method of Wood Chemistry. Philladelphia. USA.

Anonimus, 2010. Statistik Kehutanan Indonesia 2010. http://www.dephut.go.id/files/ stat2010_buk.pdf. download: 5 Mei 2012.

Chang, S.T. dan T.H. Quimio, 1982. Tropical mushrooms: biological nature and cultivation methods. The Chinese University Press. Hong Kong.

Chen, A.W., 2001. Cultivation of Lentinula Edodes on Synthetic Logs. The Mushroom

Growers’ Newsletter.

Contreras, A.M.L., P.A.M. Claassen, H. Mooibroek, dan W.M. De Vos, 2000. Utilisation of Saccharides in Extruded Domestic Organic Waste by Clostridium Acetobutylicum ATCC 824 for Production of Aceton, Butanol and Ethanol. Appl Microbiol Biotechnol 54:162-167.

Gandjar, I., W. Sjamsuridzal, dan A. Oetari, 2006. Mikologi : Dasar dan Terapan. Yayasan Obor Indonesia. Jakarta.

Heyne, K., 1987. Tumbuhan Berguna Indonesia Vol. II dan III, Diterjemahkan oleh Badan Litbang Dep. Kehutanan. Yayasan Sarana Wana Jaya. Jakarta.

(23)

xxiii

By Simultaneous Saccharification And Fermentation. Food Sci. Technol. Res. 13(2):111-117.

Irawati, D., N.R. Azwar, W. Syafi’I, dan I.M. Artika, 2009. Pemanfaatan Serbuk Kayu Untuk Produksi Etanol Dengan Perlakuan Pendahuluan Delignifikasi Menggunakan Jamur Phanerochaete Chrysosporium. Jurnal Ilmu Kehutanan. 3:13-22.

Irawati, D., S. Yokota,T. Niwa, Y. Takashima, C. Ueda, F. Ishiguri, K. Iizuka, dan N. Yoshizawa, 2012a. Enzymatic saccharification of spent wood-meal media made of 5 different tree species after cultivation of edible mushroom Auricularia polytricha. Journal of Wood Science. 58:180-183.

Irawati, D., C. Hayashi, Y. Takashima, S. Wedatama, F. Ishiguri, K. Iizuka, N. Yoshizawa, dan S. Yokota, 2012b. Cultivation of the edible mushroom Auricularia polytricha

using sawdustbased substrate made of three Indonesian commercial plantation species, Falcataria moluccana, Shorea sp., and Tectona grandis. Micol Aplicada Int. 24:33-41.

Jensen, M., 1999. Trees Commonly Cultivated in Southeast Asia: an illustrated field guide. 2nd Ed. FAO - RAP Publication.

Lin, S.Y. dan C.W. Dence, 1992. Methods in lignin chemistry. Springer Verlag. Berlin.

Meguro, S., E. Ishii, dan S. Kawachi, 2002. Cultivation of shiitake in sugi wood meal Ih effects of seasoning treatment for wood meal on mycelial growth. J Wood Sci. 48:516-520.

Obadi, M., J. Cleland-Okine, dan K. A. Vowotor, 2003. Comparative study on the growth and yield of Pleurotus ostreatus mushroom on different lignocellulosic by-products. J.Ind. Microbiol. Biotechnol. 30: 146-149.

Parjimo, H. dan A. Andoko, 2008. Budidaya Jamur : Jamur Kuping, Jamur Tiram dan Jamur Merang. Agromedia Pustaka. Jakarta.

Purwanto, I., 2007. Mengenal Lebih Dekat Leguminoseae. Penerbit Kanisius. Yogyakarta.

Sánchez, C., 2010. Cultivation of Pleurotus ostreatus and other edible mushrooms. Appl Microbiol Biotechnol. 85:1321–1337.

Suhardiman, P., 1998. Jamur Shitake. Penerbit Kanisius, Yogyakarta.

(24)

xxiv

LAMPIRAN 1. Foto pertumbuhan miselia jamur Kuping

A. Pada media serbuk kayu Gliriside

B. Pada media serbuk kayu Lamtoro

C. Pada media serbuk kayu Johar

Hari ke-0 Hari ke-2 Hari ke-6 Hari ke-10 Hari ke-18

Hari ke-0 Hari ke-2 Hari ke-6 Hari ke-10 Hari ke-18

(25)

xxv

LAMPIRAN 2. Foto pertumbuhan miselia jamur Shiitake

A. Pada media serbuk kayu Gliriside

B. Pada media serbuk kayu Lamtoro

C. Pada media serbuk kayu Johar

Hari ke-2 Hari ke-4 Hari ke-6 Hari ke-10 Hari ke-18

Hari ke-2 Hari ke-4 Hari ke-6 Hari ke-10 Hari ke-18

Gambar

Gambar 1. Bagan alir penelitian
Tabel 1. Nilai Rata-rata Kandungan Kimia Serbuk Kayu (%) dan Hasil Analisis Statistik 1 Faktor
Tabel 3. Analisis Keragaman Kecepatan Pertumbuhan Miselia Jamur
Tabel 5. Korelasi antara Kandungan Kimia Kayu (%) dan Kecepatan Pertumbuhan Miselia.
+2

Referensi

Dokumen terkait

Analisis kadar flavonoid total dilakukan dengan metode spektrofotometri UV-Visibel dan membandingkan kadar flavonoid total dari dua metode pembuatan ekstrak

kemampuan,kesopanan,pengetahuan dan perilaku petugas yang dapat dipercaya yang dimiliki para pegawai, tenaga medis di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Bengkalis

dibandingkan dengan vulkanisat sol karet yang menggunakan bahan pengisi carbon black, disini nampak bahwa makin besar jumlah carbon black ketahanan kikis makin

Sedangkan pemilihan jenis kegiatan usaha ekonomi produktif yang akan dibiayai oleh kredit ekonomi kerakyatan (ekor) dilakukan dengan pertimbangan- pertimbangan sebagai

Aplikasi helpdesk online dibangun dengan menganalisis proses bisnis terlebih dahulu yang digambarkan dengan activity diagram, mendefinisikan hubungan antar aktor dengan sistem

Data penelitian mengenai pengetahuan perawatan gigi pada murid kelas IV dan V yaitu, pada umumnya berpengetahuan cukup 64% responden dan ditemukan bahwa pengetahuan tentang

Untuk menghasilkan transmisi data yang cepat dan akurat dari transmitter ke receiver dengan menggunakan Switch Ethernet, maka trafik di jaringan harus diatur sedemikian rupa,

1) Mengkoordinasi berbagai kegiatan administratif dan manajemen di Puskesmas. Untuk mendukung Kepala Puskesmas menjalankan tugasdan fungsinya mengelola Puskesmas. 2)