• Tidak ada hasil yang ditemukan

Induksi hormonal maturasi gonad ikan gabus (Channa striata) (Muhammad Hunaina Fariduddin Ath-thar)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Induksi hormonal maturasi gonad ikan gabus (Channa striata) (Muhammad Hunaina Fariduddin Ath-thar)"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

# Ko re sp o n d e n si: Balai Rise t Per ikan an Bu d id aya Air Tawar d an Pe n yu lu h an Pe r ikan an . Jl. Se m p u r No . 1 , Bo g o r 1 6 1 5 4 , In d o n e s ia.

Te l. + (0 2 5 1 ) 8 3 1 3 2 0 0 E-m ail: far i dkkp@ yahoo.com

Tersedia online di: ht t p://ej ournal-balit bang.kkp.go.id/index.php/j ra

INDUKSI HORM ONAL M ATURASI GONAD IKAN GABUS (Channa striata)

M uham mad Hunaina Fariduddin At h-t har, Rudhy Gustiano, Irin Iriana Kusmini, Vit as Atm adi Prakoso, dan Fera Perm ata Putri

Balai Riset Perikanan Bu didaya Air Tawar dan Penyu luhan Pe rikanan

(Naskah dit erima: 20 Juli 2016; Revisi final: 31 Januari 2017; Diset ujui publikasi: 1 Februar i 2017)

ABSTRAK

Ikan gabus (Channa st riat a) merupakan ikan lokal air tawar potensial untuk pengembangan budidaya di In do n e sia. Se b agian be sar p ro du ksi ikan gab us b e rasal d ari t an gkap an d i alam yan g m e n ye b abkan menurunnya populasi ikan gabus. Domestikasi merupakan salah satu solusi dari masalah ini. Dewasa ini, ikan gabus telah dapat dipijahkan baik secara alami maupun buatan. Namun demikian produksi benih yang dihasilkan masih bergantung pada kondisi lingkungan. Tujuan penelitian adalah mendapatkan dosis oodev yang optimal untuk pematangan gonad ikan gabus, pemijahan alami, dan analisis performa pertumbuhan keturunan pertama. Jumlah larva yang dihasilkan dari pemijahan alami ikan gabus pada lingkungan ex sit u adalah 1.250-5.000 ekor per induk. Berdasarkan pertambahan diameter dan fase kematangan telur, induksi hormon dengan dosis 1,5 mL/kg menunjukkan hasil terbaik dibandingkan perlakuan lain (perlakuan dosis 0,5 dan 1 mL/kg). Benih ikan gabus hasil pemijahan alami di luar habitat menunjukkan populasi Bogor me mberikan perform a pe rtum buhan m utlak bo bot (1,7 ± 0,06 g); laju pe rtum buhan sp esifik (2,6% ± 0,10%); dan sintasan (86,43% ± 1,32%) lebih baik dibandingkan benih ikan gabus populasi Palembang.

KATA KUNCI: ikan gabus; induksi hormon; pemijahan alami; pertumbuhan

ABSTRACT: H ormonal induct ion for gonadal mat urat ion of the st ripped snakehead, Channa st r iat a.

By: M uhammad Hunaina Fariduddin Ath-thar, Rudhy Gustiano, Irin Iriana Kusmini, Vitas Atmadi Prakoso, and Fera Permata Putri

St riped snakehead (Channa striata) is a market pot ent ial of local fish in Indonesia. Up t o now (t o dat e), t he majorit y of product ion comes from nat ural cat ches. This condit ion, if cont inues, can lead t o t he decline in nat ural st ock. Domest icat ion offers a promising solution t o help solve t his problem. So far, nat ural spawning for seed product ion has been done succcesfully. However, cont inuit y of fish supply is st ill ver y much dependent on environment al fact ors. The present st udy aimed t o invest igat e t he optimal hormone dosage for inducing gonad maturation, nat ural spawning and t o analyze growt h performance of fry result ed from nat ural spawning. St riped snakehead broodst ock from Palembang and Bogor were induced wit h three dosages of oodev (consist ed of Pregnant M are’s Serum Gonadotropin and Aromatase Inhibitor) t reat ment for gonad mat urat ion (0.5 mL/kg; 1 mL/kg and 1.5 mL/kg) wit h three replicat ions. The reproductive parameters as oocyt e diamet er and development were measured. St riped snakehead were spawned nat urally wit h male and female rat io of 1:1. Growt h performance of seed were analyzed for 40 days of rearing. The result showed t hat oodev enabled t o speed up gonad mat urat ion process. Broodst ock induced wit h 1.5 mL/kg oodev showed the biggest egg diameter and was significantly different from other t reatments (P< 0.05). Fry count resulted from nat ural spawning ranged from 1,250 t o 5,000/broodst ock. The broodst ock from Bogor produced higher t ot al weight gain (1.7± 0.06 g) and bet t er specific growt h rat e (2.6%± 0.10%) t han t hat of Palembang as well as survival rat e (86.43%± 1.32%).

(2)

PENDAHULUAN

Ikan gabus (Channa st riat a) merupakan salah sat u ik an b u d id a ya p o t e n s ia l (Gu st ia n o et al., 2 0 1 5 ). Be be rap a p e rt im b angan p e n t in g suat u ko m o d it as dianggap pot ensial antara lain adalah bernilai ekono mis t in gg i, m e m iliki p asa r p ro s p e k t if, p ro d u k si, d an t ingkat ko nsumsi masyarakat lo kal yang t inggi. Ikan gab us m e ru pakan salah sat u ikan ko n su m si yan g digemari di India maupun Asia Tenggara (War & Alt aff, 2011). Ikan gabus juga merupakan ikan yang menarik unt uk dibudidayakan karena beberapa fakt o r ant ara lain; harga yang t inggi, p ert umbu han relat if cepat , t o leransi kepadat an yang t inggi, dan kemampuan air-breat hing (Qin & Fast , 1996).

Nilai eko no m is ikan gabu s m eliput i harga yang t inggi dan kan du ngan alb um in daging. Harga ikan gabus di Palembang mencapai Rp 55.000,00/kg (PPHP, 2 0 1 0 ) d a n d i Ka lim a n t a n Se la t a n m e n c a p a i Rp 6 0 .0 0 0 ,0 0 /k g (Ba lit b a n g Pe r t a n ia n , 2 0 1 3 ). Pe rmint aan ikan gab us se makin men ingkat kare na selain unt uk ko nsumsi (BPS, 2013), juga digunakan sebagai bahan medis. Kandungan zat albumin pada ikan gabus berfungsi unt uk penyembuhan luka dan o bat kan ker (Yako o b et al., 199 2). Ko nsumsi ikan gabus segar t ertinggi adalah Kalimantan Tengah dengan angka ko nsumsi sebesar 5,21 kg/kapit a; sedangkan serapan ikan gabus asin/diawet kan adalah Jawa Barat , sebesar 3 .19 3 t o n . Tin gkat se rap an ikan me n ggam b arkan besarnya pasar yang ada di suat u wilayah.

Sam pai saat ini, ke t ersediaan ikan gabu s masih lebih rendah dibandingkan dengan permint aan dan masih dido minasi dari hasil t angkapan alam. Sebagai gam baran , vo lum e pro du ksi p erikan an t an gkap d i perairan umum pada t ahun 2011 dido minasi oleh ikan gabus dengan vo lume pro duksi sebesar 36.837 t o n (10,68%). Mengalami peningkatan pro duksi dari 31.274 t on (2001) menjadi 36.837 to n pada 2011 at au sebesar 2 , 9 5 % (Pu s d a t in KKP, 2 0 1 3 ). Na s u t io n (2 0 1 2 ) menyat akan bahwa ikan gabus yang tertangkap di alam u ku ran n ya se m akin ke cil d an ju m lah n ya se m akin se d ikit .

Pada t ahun 2015 tekno logi domest ikasi ikan gabus t elah dinyat akan b e rh asil (An o n im , 2 0 15 ). Namu n upaya pro duksi ikan gabus dalam jumlah besar t idak mudah jika hanya bergant ung pada pro ses pemijahan secara alami. Pemijahan alami dengan aplikasi ho rmo n meru pakan alt ernat if pro duksi b enih d alam ju mlah besar.

Ik a n g a b u s m e r u p a k a n ik a n a ir t a w a r ya n g melakukan pe mijah an se cara alam i di awal at au di pert engahan musim penghujan (Wee, 1982). Beberapa p e n e lit ia n t e la h d ila k u k a n b e r k e n a a n d e n g a n repro duksinya, t et api induk yang digunakan adalah

ikan yang mat ang go nad dari penangkapan di alam (Paray et al., 2013; Ho ssain et al., 2008 ). Beberapa kajian re p ro d u ksi ikan g ab u s d i alam an t ara lain menyat akan bahwa ikan gabus di Waduk Kedo ngo mbo memijah dengan perbandingan 1:1, dari 24 individu den gan kisaran panjang t o t al ant ara 18,5-50,5 cm; kisaran bo bo t ant ara 60-1.020 g; dan kisaran bo bo t go nad ant ara 2,70-16,02 g dipero leh fekundit as t elur sebanyak 2.585-12.880 but ir (Kart amihardja, 1994). Di lingku n gan alami, p e m ijah an ikan t id ak h an ya t e r g a n t u n g p a d a p r o s e s g a m e t o g e n e s is t e t a p i berkaitan erat dengan perilaku seperti migrasi sebelum memijah, seleksi habit at , akt ivit as membangun sarang, musim kawin, dan keberadaan pasangannya. Ko ndisi p siko lo gis re pro du ksi d an t ingkah laku ikan akan m e m e n ga r u h i re g u las i sis t e m sya ra f d a n s is t e m e n d o k r in (Br o m a g e , 2 0 0 1 ). Ik a n g a b u s d a p a t melakukan pemijahan dua sampai t iga kali dalam sat u musim pemijahan (Bijaksana, 2003).

Ho rmo n yang banyak berperan unt uk pemat angan go nad adalah FSH (Follicle Stimulating Hormone). Aplikasi ho rm o n al FSH ini b an yak d ilakukan de ngan PMSG (Pregnant M ar e’s Serum Gonadot r opin). Pe nggun aan PMSG ini t elah dico bakan pada ikan medaka (Oryzias lat ipes) secara in vit ro den gan do sis 100 IU/mL dan hasilnya dapat memacu pro duksi est radio l-17ß o leh fo likel dan juga meningkatkan produksi est radio l-17ß yang d iind uksi o le h t e st o st e ro n (Nagah am a et al., 1991). Penelit ian t erbaru yang t elah dilakukan o leh Put ra (2013) yang menggunakan ko mbinasi ho rmo n PMSG + AD memberikan pengaruh po sit if pada nilai IGS sebesar 100%. Pada ikan Tor soro juga dilapo rkan bahwa pemberian o o dev 1 mL dapat menghasilkan induk ikan Tor soro mat ang go nad dalam wakt u sat u minggu dan tingkat kematangan yang t erbaik (Farastuti et al., 2016). Penelit ian aplikasi ho rmo n PMSG + AD p a d a ik an g a b u s t e la h d ila k u k a n , t e t ap i b e lu m m em be rikan hasil yang o p t imal. Hut agalun g et al. (2015) menginduksikan PMSG + AD (o odev) pada ikan gabus dan menunjukkan bahwa do sis t erbaik adalah 1,25 mL/kg dengan nilai rat a-rat a IHS (Indeks Hepat o So m at ik) 1 ,37 % d an IGS (In de ks Go nad o So m at ik) 3 ,3 5 %; akan t et ap i t idak dilaku kan d ari fase awal kemat angan go nad dan t idak dilakukan pengamat an ant ar wakt u dari awal kemat angan go nad.

(3)

Gambar 1. Perbedaan bent uk kepala (gambar at as) dan uro genit al ikan gabus jant an (kiri) dan bet ina (kanan) (Kusmini et al., 2015)

Figure 1. Head shape and sex different at ion of Channa striata broodst ock, male (left ) and female (right ) (Kusmini et al., 2015)

BAHAN DAN M ETODE

Induksi Oodev untuk Pem atangan Telur

Rancangan penelit ian induksi maturasi gonad, serta o vu lasi d an pe mijahan pad a ikan gab u s dilaku kan me nggu nakan rancangan acak le ngkap. Ran cangan p e n e lit ia n in d u k s i m a t u r a s i g o n a d ik a n g a b u s menggunakan o o dev (Labo rat o rium Repro duksi dan Ge ne t ika Organism e Akuat ik, IPB) t e rd iri at as t iga perlakuan do sis dan menggunakan t iga eko r ikan uji unt uk t iap perlakuan sebagai ulangan. Do sis o o dev yang diuji adalah: 0,5 mL/kg; 1 mL/kg; dan 1,5 mL/kg.

Induk yang digunakan mempunyai kisaran bo bo t 2 5 4 ,9 1 ± 1 5 6 ,8 6 g d e n g an k o n d is i ke m at an gan go nad yang seragam. Penyunt ikan dilakukan set iap 30 hari selama dua bulan pemat angan go nad. Paramet er yang diamati pada penelit ian ini adalah perkembangan d iam e t e r t e lu r d an h ist o lo gi go n ad . Pe rt am b ahan diamet er t elur (30 but ir) diukur dengan menggunakan m ik r o m e t e r o k u le r d e n g a n p e r b e s a r a n 4 0 k a li. Pengukuran/sampling dilakukan set iap 30 hari jarak induksi. Telur diamat i perkembangan diameternya dan d iamat i h ist o lo gi d iko le ksi de n gan me n ggu nakan kat eter. Pengamatan diameter t elur dilakukan pada awal dan akhir penelit ian (minggu ke-8). Hasil pengukuran me nggu nakan len sa o ku le r (m) d ikalikan d en gan pembesaran 4 x 10 (40 kali) dan hasil dari perkalian d a la m s a t u a n m d ib a g i d e n g a n 1 . 0 0 0 , m a k a didapat kan hasil diamet er sebenarnya dalam sat uan m m . Ko n d isi t e lu r/go n a d yan g d iin d u ksi h o rm o n

k e m u d ia n d ip e r ik sa h is t o lo g in ya u n t u k m e lih a t perkembangan kemat angan go nad. Met o de hist o lo gi yang digunakan adalah t eknik fiksasi dengan met o de pewarnaan HE (Haemat oxylin Eosin).

Pem ijahan Alam i

Pe ne lit ian d ilakukan d i In st alasi Plasma Nut fah Cijeruk, Bo go r. Induk ikan gabus dipero leh dari hasil t an g kap an alam (Dan au Paru n g d an Su n gai Mu si Palembang) dipelihara di ko lam bet o n (panjang 8 m, lebar 6 m, dan tinggi 1 m). Induk yang digunakan adalah induk yang t elah dimat angkan dengan ho rmo n o o dev 1,5 mL/kg. Ko lam pemijahan dikeringkan selama 3-4 hari; dimasukkan air setinggi 30-50 cm, kemudian sat u pasang induk dimasukkan. Bagian at as permukaan air ko lam bet o n diberi t anaman eceng go ndo k (60% luas pe rmu kaan ko lam ). Indu k ikan gab us dib eri pakan berupa anak ikan nila at au anak ikan nilem (ukuran 1-3 cm) dan udang air t awar, sert a dilat ih pakan pelet apung (pro t ein 2832%) selama sat u bulan. Jumlah t o -t al pakan yang diberikan se-t iap hari adalah 3% dari bio massa t o t al. Pakan diberikan set iap hari dengan frekuensi pemberian pakan sebanyak t iga kali.

(4)

Pemilihan induk jant an dan bet ina ikan gabus dapat dibedakan dengan mudah. Caranya dengan melihat tanda-t anda pada tubuh. Jantan dit andai dengan kepala lo njo ng, warna t ubuh lebih gelap, dan bet ina dit andai dengan kepala membulat , warna t ubuh lebih t erang (Gambar 1). Ciri-ciri visual pada ikan gabus yang sudah m at an g go n ad a d alah in d u k jan t an ya n g m at an g dit andai dengan adanya t it ik pada lubang kelamin yang agak keme rah an d an apabila dit ekan kelu ar cairan be ning. Ind uk b et ina yang m at ang go n ad dit and ai dengan bagian perut membesar (buncit ) lembek dan lubang kelamin kemerah-merahan (Gambar 2).

Ket inggian air ko lam selama pemijahan pada awal 30 cm dinaikkan menjadi 50 cm pada minggu pert ama, kemudian dit urunkan sekit ar 40 cm pada dua minggu se lanju t n ya; sebagai p eran gsang pe mijah an , e ce ng go ndo k yang berfungsi se bagai subst rat p emijahan dimasukkan hingga menut upi 60% permukaan ko lam dan ikan dibiarkan memijah (Gambar 3).

Benih hasil pemijahan unt uk pengujian perfo rma pert umbuhan diko leksi set elah sat u minggu pro ses p e m ija h a n a t a u k e t ik a b e n ih s u d a h m u n cu l d i permukaan ko lam. Ko leksi benih dilakukan dengan

Gambar 3. Ko lam unt uk pemijahan ikan gabus

Figure 3. St ripped snakehead spawning pond

Gambar 2. Induk ikan gabus jant an (kiri) dan bet ina (kanan) yang t elah mat ang go nad (Kusmini et al., 2015)

(5)

m e m a n e n t o t a l s e lu r u h b e n ih h a s il p e m ija h a n kemudian dihit ung jumlahnya.

Per form a Pertum buhan Benih Ikan Gabus Populasi Palembang dan Bogor Hasil Pem ijahan di Luar Habitat Asli (Ex Situ)

Evaluasi keragaan benih ikan gabus menggunakan benih hasil pemijahan alami dari po pulasi Palembang d an Bo go r. Se lu ru h b e n ih d ih it u n g sat u p e r sat u kemudian dit ebar ke dalam akuarium (50 cm x 50 cm x 40 cm) dengan penebaran 50 ekor/akuarium sebanyak empat ulangan pemeliharaan set iap po pulasi. Benih dit imbang bo bo t dan diukur panjangnya sebagai t it ik pengukuran awal pemeliharaan (T0). Ukuran t ebar awal adalah 4,2 ± 0,21 cm. Pakan yang digunakan adalah cacing sut ra t iga kali sehari dan dilat ih pakan buat an (pro t ein 30%) dengan cara penyapihan menggunakan ko mbinasi 50% cacing sut ra dan 50% pakan buat an.

Pe n gu ku r an p e rt u m b u h an b o b o t d an p an jan g dilakukan set iap sepuluh hari sekali dengan jumlah sampel 20 eko r/ulangan. Bo bo t diukur menggunakan t imbangan digital dengan ketelit ian 0,01 g; sedangkan panjang diukur dengan ketelitian 0,1 cm menggunakan penggaris aluminium. Sint asan benih dihit ung pada akhir pemeliharaan unt uk set iap po pulasi.

Pengelo laan kualit as air pada media pemeliharaan benih dilakukan dengan penyifo nan yang dilakukan set iap hari. Pergant ian air dilakukan sebanyak 50% dari t o t al air p ad a akuariu m p e m e lih araan . Param e t e r kualit as air yang diukur pada penelit ian ini meliput i suhu, pH, dan o ksigen t erlarut /DO (Dissolved Oxygen). Pengukuran dilakukan pada awal, t engah, dan akhir pemeliharaan benih. Pengukuran pH dilakukan dengan pH meter dan pengukuran suhu, sert a o ksigen t erlarut menggunakan DO met er.

Paramet er yang diamat i adalah:

Pertumbuhan M ut lak

Pe rt u m b u h a n m u t lak p an ja n g m au p u n b o b o t merupakan selisih dari panjang at au bo bo t akhir dan panjang at au bo bo t awal pemeliharaan. Pert umbuhan mut lak dihit ung dengan rumus: mengacu kepada rumus Weat herley & Gill (1987):

d i mana:

LPH= laju p ertumbu han h arian (%/hari) Wt = b o bo t rat a-rata ikan p ad a saat akh ir (g) W0= bo bo t rata-rata ikan p ad a saat awal (g) t = lama p e rlakuan (hari)

Sint asan

Sintasan lar va adalah persent ase jumlah lar va yang hidup pada akhir pengamat an (lima hari) dibandingkan jumlah lar va pada awal pemeliharaan. Sint asan lar va dihit ung berdasar rumus:

d i mana:

Nt = ju mlah larva awal p e melih araan (eko r) N0 = jumlah larva akhir p emeliharaan (eko r)

Analisis Dat a

Data yang telah dipero leh kemudian ditabulasi dan dianalisis menggunakan bant uan pro gram M icrosoft Excel 2007 dan SPSS 22. Uji lanjut menggunakan uji Duncan pada t araf kepercayaan 95%.

HASIL DAN BAHASAN

Induksi Oodev untuk Pem atangan Telur

Induksi o o dev yang dilakukan terhadap induk ikan gabus berpengaruh t erhadap kemat angan t elur ikan gab u s yan g d it an dai de n gan ad an ya pe rt am b ahan diamet er t elur set elah dilakukan induksi. Induk yang diin duksi o o dev sebanyak 1,5 m L/kg me nghasilkan t elur dengan diamet er paling besar dan berbeda nyat a (P< 0,05 ) diband ingkan de ngan t elu r hasil in du ksi dengan do sis yang lain (Tabel 1).

Coward & Bro mage (1998) menyatakan bahwa fase pe rkemb an gan go n ad pada ikan Tilapia zilii d ib agi Tabel 2 berikut ini dit ampilkan fase o o sit ikan gabus yang diinduksi o leh ho rmo n o o dev berbagai do sis.

(6)

Tabel 1. Diamet er t elur akhir ikan gabus pada perlakuan induksi dengan o o dev dengan do sis berbeda

Table 1. Channa striata final egg diamet er induced by different dosages of oodev

Ke terang an (Not e): Hu ruf sup erskrip d i belakan g nilai stand ar d e viasi p ad a setiap ko lo m yan g sama me nunjukkan berb ed a nyata (P< 0,0 5)

Di fferent super scri pt symbol on same column showed significant ly di ffer ences (P< 0 ,05 ))

D osis i nduksi horm on Hor mone induction dosage

(m L/kg)

Pert am bahan di am et er t elur Egg diam eter addition

(m m )

D iam et er t elur akhi r Final egg diameter

(m m )

0 .5 0 .1 2 ± 0 .0 0 2a 0 .9 4 ± 0 .0 9 8a

1 0 .1 8 ± 0 .0 1 8a 1 .0 8 ± 0.1 65ab

1 .5 0 .3 8 ± 0 .0 1 5b 1 .3 2 ± 0 .0 9 3b

Tabel 2. Tin g k a t o o s it ik a n g a b u s ya n g d iin d u k s i o le h h o r m o n (0,5 mL/kg; 1 mL/kg; 1,5 mL/kg)

Table 2. St r i p ped sn a k eh ea d oocyt e st a g e i nd u ced w i t h hor m on e (0.5 mL/kg; 1 mL/kg; 1.5 mL/kg)

Sam pel

ke-Sample no. 0.5 m L/kg 1 m L/kg 1.5 m L/kg

1 Awal p erin ukloelar Early prinucleolar

Awal p erin uklo elar Early prinucleolar

Awal p er in u klo elar Early prinucleolar

2 Akh ir p er in u kloelar Lat e prinucleolar

Akh ir p erin ukloelar Lat e prinucleolar

Ko r tikal alveo lar Cortical alveolar

3 Kor tikal alveo lar Cort ical alveolar

Ko r tikal alveo lar Cort ical alveolar

Vitelo g enesis Vitellogenesis

Gambar 4. Awal perinukleo lar o o sit ikan gabus yang diinduksi o o dev sebanyak 1,5 mL/kg pada minggu ke-1

(7)

Pad a p en gam b ilan sam pe l se lan ju t nya (min ggu ke-5) diket ahui ko ndisi go nad t elur ikan gabus yang diinduksi o odev 0,5 dan 1 mL/kg memasuki fase primer (Gambar 6) sedangkan go nad t elur ikan gabus yang d iin d u ksi o o d e v 1 ,5 m L/kg su d ah m e m asu ki fase sekunder (Gambar 7). Pada fase ini sudah t erbent uk vakuo la, semakin besar ukuran vakuo la maka semakin t inggi t ingkat kemat angan t elur.

Pada pengambilan sampel t erakhir (minggu ke-8) diket ahui go nad ikan gabus yang diinduksi o o dev 1,5 m L/k g s u d a h m e m a s u k i fa s e vit e lo g e n e s is (Gambar 8). Fase ini dit andai vakuo la yang membesar dan cenderung seragam.

Pem ijahan Alam i

Pemijahan t erjadi sebanyak t iga kali dan t erjadi pada musim penghujan at au ket ika t erjadi penurunan Gambar 5. Tingkat awal perinukleo lar o o sit ikan gabus yang diinduksi o o dev do sis

1,5 mL/kg

Figure 5. Ear ly per inucleolar oocyt e st ag e of st r ipped snakehead i nduced w i t h 1.5 mL/kg hormone

Ke terangan: A) Nukleo lus, B) nu kleu s, C) vaku o la (st ukt ur sel vakuo la t id ak te rlih at jelas), D) o o sit memb ran e (sel squamo sal-kubo id ))

Not e: A) Nucleolus, B) nucleus, C) vacuola (uncl ear vacuol a cell st ruct ure), D) oocyt e membrane (squamosal-cuboid cell ))

Gambar 6. Tingkat akhir perinukleo lar o o sit ikan gabus yang diinduksi o o dev do sis 1 mL/kg

(8)

pH. Interval ant ar pemijahan adalah satu bulan. Ko ndisi t elur ikan gabus sat u bulan (Tabel 3) set elah pemijahan t elah memasuki ko ndisi mat ang ditandai dengan telur gabus yang sudah memasuki diamet er kemat angan t elur (1,33 cm). Jumlah lar va yang dihasilkan set iap pemijahan berkisar ant ara 1.250-5.000 eko r per induk (Tabel 3).

Per form a Pertum buhan Benih Ikan Gabus Populasi Palembang dan Bogor Hasil

Pem ijahan Alam i di Luar Habitat Asli (Ex Situ)

Gambar 9 dan 10 menunjukkan grafik pertumbuhan s a m p a i d e n g a n 5 0 h a r i p e m e lih a r a a n . La ju p ert um b uh an be n ih me n in gkat d e ngan ke cep at an

ant ar po pulasi yang relatif sama dan membent uk po la yang sama pada semua po pulasi.

Ik a n g a b u s d a r i s u m b e r g e n e t ik Bo g o r menunjukkan pert umbuhan panjang mut lak (2,3 ± 0,32) cm dan pert umbuhan bo bo t mut lak (1,7 ± 0,06) g yang leb ih t inggi dib an din gkan den gan p o pu lasi Palembang (Tabel 4). Sement ara it u, laju pert umbuhan harian bo bo t dan panjang t idak berbeda nyat a ant ar s u m b e r g e n e t ik . La ju p e r t u m b u h a n s p e s ifik m e n u n ju kk an p e r b e d aan n ya t a, d i m a n a s u m b e r genet ik Bo go r lebih baik (2,6 ± 0,10%) dan berbeda nyat a dibandingkan dengan po pulasi Palembang (2,4 ± 0,05%).

Gambar 7. Tingkat ko rt ical alveo lar o o sit ikan gabus yang diinduksi o o dev 1,5 mL/kg (A: vakuo la, B: nukleo lus) minggu keempat

Figure 7. Cort ical alveolar oocyt e st age of st ripped snakehead induced wit h 1.5 mL/ kg hormone (A. vacuola, B. nucleolus) at fourt h week

A B

Gambar 8. Vit elo genesis o o sit ikan gabus yang diinduksi o o dev 1,5 mL/kg

(9)

Sint asan benih ikan gab us po pulasi Bo go r lebih t inggi (P< 0,0 5) diban din gkan ikan gabu s p o p ulasi Palembang (Tabel 4). Hal ini menunjukkan kemampuan beradapt asi ikan gabus pada lingkungan pemeliharaan. St r a t e g i a d a p t a s i s u a t u p o p u la s i t e r h a d a p lingkungannya dipengaruhi o leh fakt o r genet ik yait u keragaman genet ik dan keunggulan feno t ipe masing-masing t e t ua yang diwariskan p ad a ket u ru nan nya. Po p u lasi d e n ga n k e ra gam an ge n e t ik yan g t in g gi m e miliki p elu ang h idu p yan g le b ih t inggi, kare n a banyak alt ernatif gen atau ko mbinasi gen yang tersedia unt uk merespo ns perubahan kondisi lingkungan yang dihadapi (Dunham, 2004).

Be rd asarka n an alisis g e n e t ik ikan gab u s yan g dilapo rkan o leh Gust iano et al. (2013) menunjukkan bahwa sumber genet ik Jawa memiliki po limo rfisme dan het ero zigo sit as (83,33% dan 0,3655) lebih t inggi

dibandingkan sumber genet ik asal Sumat era (69,44% d an 0 ,2 8 1 1 ). In t e raksi an t ara variasi ge n e t ik d an lingkungan diduga memengaruhi perfo rma feno t ipe dari po t ensi genet ik yang baik unt uk mendapat kan hasil yang o pt imal. Apabila po t ensi genet ik didukung o leh lingkungan yang sesuai maka akan t erekspresi secara maksim al dan m e ngh asilkan fen o t ip e yan g maksimal pula. Pada ko ndisi yang opt imal kemampuan m e t ab o lism e t u b u h akan b e rjalan secara o p t im al se hingga pe rt um buh an d an re sp o ns st res be rjalan dengan baik. Variasi lingkungan memegang peranan penting dalam memunculkan feno tipe kuantit atif (Tave, 199 3). Int eraksi gene t ik dan lingkungan ini t im bul karena adanya beberapa alel yang diekspresikan secara berkala dalam lingkungan t ert ent u (Dunham, 2004).

Do sis o odev yang digunakan pada pematangan ikan gabus ini lebih t inggi jika dibandingkan dengan do sis Tabel 3. Wakt u pemijahan dan jumlah lar va yang dihasilkan pada pemijahan

alami ikan gabus Lar vae number r esulted fr om spawning

1 1 Febr u ari 2 0 15 Bo go r dan Palembang selama 50 hari pemeliharaan

(10)

o o dev yang dipakai pada ikan Tor soro (Farast ut i et al., 2016) dan ikan belut (Put ra, 2013). Tingkat kematangan o o sit ikan gab us p ad a pe ne lit ian ini t erlihat le bih rendah dibandingkan hasil penelit ian induksi o o dev pada ikan gabus o leh Hut agalung et al. (2015), t et api pada pen elit ian t ersebu t t idak diket ahu i fase awal induksi dan hanya dilakukan pengamat an selama 72 jam .

KESIM PULAN

Ind uksi ho rmo n o o de v den gan do sis 1,5 mL/kg ikan dapat memacu kemat angan go nad sampai dengan fase vit e lo gen e sis dan me n u nju kkan h asil t e rb aik d ib an d in gkan p e rlak u an lain . Ju m la h la r va yan g

d ih asilkan d ari p e m ijahan alam i ikan gab u s p ad a lingkungan ex sit u adalah 1.250-5.000 eko r. Benih ikan gabus hasil pemijahan di luar habit at asli (ex sit u) dari po pulasi Bo go r menunjukkan perfo rma pert umbuhan dan sintasan lebih t inggi dibandingkan benih ikan gabus po pulasi Palembang.

UCAPAN TERIM A KASIH

Tim pene lit i mengucapkan t e rima kasih kep ada Deni Irawan, Bambang Priadi, Dedi, dan Sri Sundari at as bant uan t eknis yang diberikan selama kegiat an penelit ian. Penelit ian ini dibiayai o leh DIPA Tahun 2015 Balai Penelitian dan Pengembangan Budidaya Air Tawar, Bo go r.

Gambar 10. Pert umbuhan bo bo t ant ar wakt u benih ikan gabus po pulasi Bo go r dan Palembang selama 50 hari pemeliharaan

Figure 10. Growt h performance of weight for st ripped snakehead from Bogor and Palembang on 50 days rearing

Tabel 4. Pert umbuhan mut lak, laju pert umbuhan harian, dan laju pert umbuhan spesifik benih ikan gabus po pulasi Bo go r dan Palembang selama 50 hari pemeliharaan

Table 4. Tot al growt h, daily growt h rat e, and specific growt h rat e of of st ripped snakehead from Bogor and Palembang on 50 days rearing

(11)

DAFTAR ACUAN

Ano n im . (2 01 5 ). Ke p ut u san Me nt e ri Ke lau t an dan Perikanan Republik Indo nesia Nomo r 18/KEPMEN-KP/2015 t en t ang Pele pasan ikan gabus Haru an. Jurusan Budidaya Perairan, Universit as Lambung Mangkurat . Banjarbaru, 117 hlm.

Co ward, K., & Bro mage N.R. (1998). Hist o lo gical clas-sificat io n o f o o cyt e gro wt h and t he dynamics o f o varian recru descence in Tilapia zillii. Journal of Fish Biology, 53, 285-302.

Dunham, R.A. (2004). Aquacult ure and fisheries bio -t echno lo gy: gene-t ic appro aches. (2nd Eds.). USA: CABI Publishing Cambridge.

Farast ut i, E.R., Gust iano , R., Sudradjat , A.O., Kusmini, I.I., Subagja, J., & At h-t har, M.H.F. (2016). Induksi ko mbinasi ho rmon t erhadap konsent rasi est radio l 17-â dalam plasma darah dan t ingkat kebunt ingan ikan Tor soro. Pro siding Seminar Ikan 2016 (In re-view).

Gust iano , R., Kusmini, I.I., Iskandariah, I., Arifin, O.Z., Huwo yo n, G.H., & At h-t har, M.H.F. (2013). Analisis r a g a m g e n o t ip e RAPD d a n fe n o t ip e t r u ss mo rfo met rik pada t iga po pulasi ikan gabus. Berit a Biologi, 12(3), 325-333.

Gust iano , R., Kusmini, I.I., & At h-t har, M.H.F. (2015). Mengenal sumber daya genet ik ikan spesifik lo kal air t awar Indo nesia. (1st ed.). Indo nesia: IPB Press. Ho ssain, M.K., Lat ifa, G.A., & Rahman, M.M. (2008). Obser vat io ns o n induced breeding o f snakehead murrel, Channa st riat us (Blo ch, 1793). Int ernat ional Journal of Sust ainable Crop Product ion, 3, 65-68.

Hut agalung, R.A., Wido do , M.S., & Faqih, A.R. (2015). Evaluasi aplikasi hormon PMSG (Oo dev® ) t erhadap indeks h epat o so mat ik d an go nado so mat ik ikan gabus. Jurnal Akuakult ur Indonesia, 14, 24-29.

Ka r t a m ih a r d ja , E.S. (1 9 9 4 ). Bio lo g i r e p r o d u k s i

Nagahama, Y., Mat suhisa, A., Iwamat su, T., Sakai, N., & Fukada, S. (1991). A mechanism fo r t he act io n Tesis. Seko lah Pascasarjana IPB. Bo go r, 162 hlm. Pu sa t Dat a d an In fo r m as i Ke m e n t e r ia n Ke la u t an

Perikanan [Pusdatin KKP]. (2013). St at istik kelaut an dan perikanan 2011. Jakarta: Kement erian Kelaut an Perikanan.

Direkt o rat Jenderal Pengo lahan dan Pemasaran Hasil Perikanan [PPHP]. (2010). Wart a Perikanan Indo -n e s ia : b a g u s -n ya ik a -n g a b u s . Vo lu m e 8 6 . Kement erian Kelaut an dan Perikanan. 32 hlm.

Paray, B.A., Haniffa, M.A., Manikandaraja, D., & Milt o n, M.J. (2013). Breeding behavio r and parent al care o f t h e in d u ce d b r e d st r ip e d m u r r e l (Channa st riat us) under capt ive co ndit io ns. Turkish Journal of Fisheries and Aquat ic Sciences, 13, 707-711.

Pu t ra, W.A.P. (2 0 1 3 ). Induksi mat ur asi belut saw ah (M onopterus albus) secara hormonal. Tesis. Inst it ut Pert anian Bo go r.

Qin, J., & Fast , A.W. (1996). Size and feed dependent can n ib alism wit h ju ve n ile sn ake h e a d (Channa st riat us). Aquacult ure, 144(4), 313-320.

Ro t t mann, R., Shireman, J.V., & Chapman, F.A. (1991). Ho rmo nal co nt ro l o f repro duct io n in fish fo r in-duced spawning. SRAC Publicat ion No. 424. United St at es Depart emen o f Agricult ure.

Tave, D. (1993). Genet ics fo r fish hat cher y managers. Co nnect icut : AVI Publishing Co ., Inc.

War, M., & Alt aff, K. (201 1). Prelim inar y st ud ies o n t he effect o f prey lengt h o n gro wt h, sur vival and cannibalism o f lar val snakehead, (Channa st riat us) (Blo ch, 1793). Pakist an Journal Zoology, 46, 9-15. Weat herley, A.H., & Gill, H.S. (1987). The bio lo gy o f

(12)

We e , K. L. (1 9 8 2 ). Th e b io lo g y a n d cu lt u r e o f snakeheads: recent advances in aquacult ure. (1st ed.). Co lo rado : West view Press.

Gambar

Gambar 1.Perbedaan bentuk kepala (gambar atas) dan urogenital ikan gabus jantanFigure 1.(kiri) dan betina (kanan) (Kusmini et al., 2015)Head shape and sex differentation of Channa striata broodstock, male (left)and female (right) (Kusmini et al., 2015)
Gambar 2.Induk ikan gabus jantan (kiri) dan betina (kanan) yang telahFigure 2.matang gonad (Kusmini et al., 2015)Matured male (left) and female (right) of stripped snakeheadbroodstock (Kusmini et al., 2015)
Table 2.St r ipped snakehead oocyt e st age induced w it h hor mone
Gambar 5.Tingkat awal perinukleolar oosit ikan gabus yang diinduksi oodev dosis
+4

Referensi

Dokumen terkait

2 Laju pertumbuhan spesifik larva ikan gabus setelah dipelihara dengan suhu yang berbeda selama 24 hari pemeliharaan .... 3 Pertambahan panjang total larva ikan gabus

Panjang total TL rata-rata mm benih ikan gabus yang diberi pakan cacing darah beku dengan feeding rate % bobot tubuh yang berbeda selama 30 hari Pertumbuhan mutlak sebagai persentase

Hasil penelitian menunjukkan bahwa selama 11 bulan penelitian didapatkan sampel ikan gabus sebanyak 2.303 ekor dengan kisaran nilai tengah panjang antara 20 - 500 mm, Ikan gabus

Respon pemberian ekstrak hipofisa ayam broiler terhadap waktu latensi, keberhasilan pembuahan dan penetasan telur pada pemijahan ikan komet ( Carassius auratus

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh penggunaan ikan rucah air tawar dan ikan rucah air laut sebagai pakan benih ikan gabus terhadap pertumbuhan dan

perkembangan di perairan alaminya. Sedangkan fekunditas di perairan rawa berkisar 3035.4 butir ±.. Indukan ikan gabus yang digunakan memerlukan waktu untuk beradaptasi di

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui responmakan, jumlahpakan yang dikonsumsi, pertumbuhan, efisiensi pakan, kelangsungan hidup benih ikan gabus yang diberi

perkembangan di perairan alaminya. Sedangkan fekunditas di perairan rawa berkisar 3035.4 butir ±.. Indukan ikan gabus yang digunakan memerlukan waktu untuk beradaptasi di