commit to user
HUBUNGAN KECANDUAN ONLINE GAME DENGAN DEPRESI
PADA REMAJA LAKI-LAKI PENGUNJUNG GAME CENTRE DI
KELURAHAN JEBRES
SKRIPSI
Untuk Memenuhi Persyaratan
Memperoleh Gelar Sarjana Kedokteran
Sofi Ariani
(G 0009202)
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
Surakarta
commit to user
ii PERSETUJUAN
Skripsi dengan judul : Hubungan Kecanduan Online Game dengan Depresi
pada Remaja Laki-laki Pengunjung Game Centre di Kelurahan Jebres
Sofi Ariani, NIM : G0009202, Tahun : 2012
Telah disetujui untuk diuji di hadapan TimUjian Skripsi Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta
Pada Hari Selasa, Tanggal 14 Maret 2012
Pembimbing Utama
Djoko Suwito, dr., Sp.KJ
NIP. 195802231985111001
Penguji Utama
Istar Yuliadi, dr., M.Si
NIP. 196007101986011001
Pembimbing Pendamping
Ruben Dharmawan, dr., Ir., Sp.Park., Ph.D
NIP. 195111201986011001
Pembimbing Pendamping
Andi Yok, drg., M.Kes
NIP. 195211201986011001
Tim Skripsi
Vicky Eko Nurcahyo, dr., Sp.THT-KL., M.Kes
commit to user
iii PENGESAHAN SKRIPSI
Skripsi dengan judul : Hubungan Kecanduan Online Game dengan Depresi
pada Remaja Laki-laki Pengunjung Game Centre di Kelurahan Jebres
Sofi Ariani, NIM: G0009202, Tahun : 2012
Telah diuji dan sudah disahkan di hadapan Dewan Penguji Skripsi
Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret
Pada Hari Kamis, Tanggal 28 Juni 2012
Pembimbing Utama
NIP: 19770914 200501 1 001
Dekan FK UNS
Prof. Dr. Zainal Arifin Adnan, dr., Sp.PD-KR-FINASIM
commit to user
iv PERNYATAAN
Dengan ini menyatakan bahwa dalam skripsi ini tidak terdapat karya yang pernah
diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan
sepanjang pengetahuan penulis tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah
ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam
naskah dan disebutkan dalam daftar pustaka.
Surakarta, ...
Sofi Ariani
commit to user
v ABSTRAK
Sofi Ariani, G0009202, 2012. Hubungan Kecanduan Online Game dengan
Depresi pada Remaja Laki-laki Pengunjung Game Centre di Kelurahan Jebres. Skripsi. Fakultas Kedokteran, Universitas Sebelas Maret, Surakarta.
Latar Belakang: cukup banyak remaja yang menghabiskan waktu di game
centre. Penelitian sebelumnya mengatakan bahwa kecanduan online game
berpengaruh kepada kesehatan fisik dan mental. Penelitian ini bertujuan membuktikan adanya hubungan antara kecanduan online game dengan depresi.
Metode: Penelitian ini bersifat deskriptif analitik dengan pendekatan cross
sectional. Subjek penelitian adalah remaja laki-laki pengunjung game centre di Kelurahan Jebres. Sampel yang digunakan sebanyak 35 orang. Sampel diambil secara purposive sampling setelah diseleksi berdasarkan kriteria inklusi dan eksklusi tertentu. Teknik pengumpulan data menggunakan skala depresi BDI, skala kuesoner kecanduan online game oleh dr. Kimberley Young dan Instrumen Keintiman Keluarga (IKK) yang diberikan langsung pada subjek. Data skor kecanduan online game, depresi dan keintiman keluarga yang diperoleh dianalisis dengan model analisis regresi logistik ganda menggunakan program SPSS 17.0 for Windows.
Hasil: Hasil analisis variabel kecanduan online game menunjukkan bahwa
terdapat hubungan yang positif antara kecanduan online game dan depresi pada remaja di Kelurahan Jebres. Remaja dengan kecanduan online game memiliki risiko 1,61 kali lebih besar untuk mengalami depresi daripada remaja tanpa kecanduan online game. Meskipun secara statistik tidak signifikan (OR : 1,61 ; CI 95% 0,30 s/d 8,69) p = 0,581). Hasil analisis variabel keintiman keluarga juga menunjukkan hubungan yang secara statistik tidak signifikan antara keintiman keluarga dan depresi. Remaja dengan keintiman keluarga rendah memiliki resiko kurang dari 0,5 kali untuk mengalami depresi (OR = 0,44). Namun kecanduan
online game menimbulkan risiko lebih besar untuk mengalami depresi daripada
resiko yang ditimbulkan oleh keluarga dengan keintiman rendah.
Simpulan: Terdapat hubungan yang positif antara kecanduan online game dengan
depresi meskipun secara statistik tidak signifikan. Semakin tinggi tingkat kecanduan remaja laki-laki terhadap online game maka semakin tinggi pula risikonya untuk mengalami depresi.
commit to user
vi ABSTRACT
Sofi Ariani, G0009202, 2012.. The Relation of Online Game Addiction with
Depression on Adolescent Boys Game Centre Visitors in Jebres Village. Mini thesis, Faculty of Medicine, Sebelas Maret University, Surakarta.
Background : There was a lot of adolescents who spend their time in the game
center. Previous research said that online gaming addiction affects the physical and mental health. This study aims to prove the relationship between online game addiction and depression.
Methods: This is a descriptive analytycal research with a cross sectional
approach. Subjects were adolescent boys game centre visitor in Jebres Village . The samples were 35 people. Samples were taken by purposively sampling, the selection is based on specific inclusion and exclusion criteria. Data collection techniques using the BDI depression scale, the scale of online gaming addiction questionnaires by dr. Kimberley Young and Family Intimacy Instrument (CCI), those provided directly to the subject. Data scores of online game addiction, depression and family intimacy were analyzed with multiple logistic regression analysis model using the program SPSS 17.0 for Windows.
Result : The results of the analysis of online game addiction variables indicate
that there is a positive relationship between online game addiction and depression in adolescent boys in Jebres Village. Teens with online game addiction has 1.61 times greater risk for depression than adolescent boys without online game addiction. Although not statistically significant (OR: 1.61; 95% CI 0.30 s / d 8.69) p = 0.581). The result of analysis of family intimacy variables also indicate that the relationship was not statistically significant between family intimacy and depression. Adolescent boy with low family intimacy has less than 0.5 times risk for depression (OR = 0.44). However, online gaming addiction pose a greater risk of experiencing depression than the risks posed by families with low intimacy.
Conclusion : There is a positive relationship between online game addiction and
depression although not statistically significant. The higher the level of adolescent addiction to online games, the higher the risk for depression..
commit to user
vii PRAKATA
Alhamdulillahirobbil’alamin, atas ridho Allah SWT, meksipun dengan segala keterbatasan, penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “Hubungan Depresi dengan Kecanduan Online Game pada Remaja Pengunjung game centre di Kelurahan Jebres”.
Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat kelulusan tingkat sarjana di Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta. Penulis menyadari bahwa skripsi ini tidak lepas dari kerjasama dan bantuan dari berbagai pihak. Untuk itu, penulis menghaturkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada : 1. Prof. Dr. Zainal Arifin Adnan, dr., Sp.PD-KR-FINASIM., selaku Dekan
Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta.
2. Muthmainah, dr., M.Kes dan seluruh Tim Skripsi Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta.
3. Djoko Suwito, dr., Sp.KJ, selaku pembimbing utama yang telah berkenan meluangkan waktu memberikan bimbingan, saran, serta motivasi bagi penulis.
4. Ruben Dharmawan, dr., Ir., Sp-Park, Ph.D, selaku pembimbing pendamping atas segala bimbingan, arahan, dan waktu yang telah beliau luangkan bagi penulis.
5. Istar Yuliadi, dr., M.Si, selaku penguji utama yang telah berkenan menguji serta memberikan saran untuk menyempurnakan penulisan skripsi ini. 6. Andi Yok, drg., M.Kes, selaku anggota penguji yang telah berkenan menguji
sehingga ketidaksempurnaan skripsi ini dapat diminimalisir.
7. Prof. Bhisma Murti, dr. MPH., M.Sc., Ph.D., yang telah berkenan memberikan bimbingan tambahan.
8. Prof. Dr. Suradi dr., Sp.P(K)., MARS sebagai pembimbing akademik.
9. Pemilik dan operator game centre di Kelurahan Jebres atas ijin dan segala kerjasamanya.
10. Kedua orang tua, Bapak A.Asqoyani dan Ibu Ismiyati atas doa restu dan bimbingannya.
11. Hanifah Astrid dan Fatkhurrohmah Leo sebagai dua sahabat yang hebat atas segala bantuan, dukungan dan keceriannya.
12. Teman-teman tutorial, asisten FL, Asri Sukawati serta keluarga besar pendidikan dokter angkatan 2009 atas semangat dan bantuannya.
13. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu-persatu yang telah turut mendukung
Penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam penelitian dan penyusunan skripsi ini. Kritik dan saran yang membangun sangat penulis harapkan demi perbaikan selanjutnya. Akhir kata, semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi seluruh pembaca.
Surakarta, September 2012
commit to user
viii
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR ISI ... viii
DAFTAR SINGKATAN ... x
DAFTAR TABEL dan GAMBAR ... xi
DAFTAR LAMPIRAN ... xii
BAB 1 PENDAHULUAN ... 1
A. Latar Belakang Masalah ... 1
B. Rumusan Masalah ... 4
C. Tujuan Penelitian ... 4
D. Manfaat Penelitian ... 4
BAB II LANDASAN TEORI ... 6
A. Tinjauan Pustaka ... 6
B. Kerangka Pemikiran ... 29
C. Hipotesis ... 30
BAB III METODE PENELITIAN ... 31
A. Jenis Penelitian ... 31
B. Waktu dan Lokasi Penelitian ... 31
C. Subjek Penelitian ... 31
D. Besar Sampel ... 32
E. Identifikasi Variabel Penelitian ... 32
F. Definisi Operasional Variabel ... 32
commit to user
ix
H. Teknik Pengambilan Sampel ... 34
I. Rancangan Penelitian... 35
J. Cara Kerja ... 35
K. Teknik Analisis Data ... 36
BAB IV HASIL PENELITIAN ... 38
BAB IV PEMBAHASAN ... 43
BAB IV SIMPULAN DAN SARAN ... 49
A. Simpulan ... 49
B. Saran ... 49
DAFTAR PUSTAKA ... 50
commit to user
x
DAFTAR SINGKATAN
BDI : Beck Depression Inventory
GABA : Gamma-Aminobutyric Acid
IKK : Instrumen Keintiman Keluarga
IRC : Internet Relay Chat
L-MMPI : Lie Minnesota Multhiphasic Personality Inventory
MMORPGS : Massively Multiplayer Online Role Playing Games
MUD : Multy User Dungeun
MUD’S : Multy User Dungeuns
SMP : Sekolah Menengah Pertama
SMA : Sekolah Menengah Atas
SPSS : Statistic Program for Social Science
SSRI : Selective Serotonin Re-uptake Inhibitor
commit to user
xi
DAFTAR TABEL DAN GAMBAR
Gambar 2.1 Kerangka pemikiran
Gambar 3.1 Rancangan Penelitian
Gambar 4.1 Garis regresi tentang hubungan positif antara kecanduan online
game dengan depresi
Tabel 4.1. Distribusi sampel berdasarkan tingkat kecanduan online game
Tabel 4.2. Distribusi sampel berdasarkan tingkat depresi
Tabel 4.3. Distribusi sampel berdasarkan tingkat kecanduan online game dan
depresi
Tabel 4.4. Distribusi sampel berdasarkan tingkat keintiman keluarga
Tabel 4.5 Distribusi sampel berdasarkan tingkat keintiman keluarga dan
depresi
Tabel 4.6. Hasil analisis regresi logistik tentang hubungan antara kecanduan
online game dengan depresi pada remaja di Kelurahan Jebres
commit to user
xii
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Formulir Biodata dan Inform Consent
Lampiran 2 Kuesioner L-MMPI
Lampiran 3 Kuesioner BDI
Lampiran 4 Kuesioner Kecanduan Online Game
Lampiran 5 Instrumen Keintiman Keluarga
Lampiran 6. Dokumen Ijin Penelitian
Lampiran 7 Data Primer Mei 2012
Lampiran 8. Lembar Analisis Statistik
Lampiran 9 Gambar. 2.1. Skema Kerangka Pemikiran
Lampiran 10 Gambar 3.1. Skema Rancangan Penelitian
Lampiran 11 Tabel 4.1. Distribusi Sampel Berdasarkan Tingkat Kecanduan
Online Game
Lampiran 12 Tabel 4.2. Distribusi Sampel Berdasarkan Tingkat Depresi
Lampiran 13 Tabel 4.3. Distribusi Sampel Berdasarkan Tingkat Kecanduan
Online Game dan Depresi
Lampiran 14 Tabel 4.4. Distribusi Sampel berdasarkan tingkat Keintiman
Keluarga
Lampiran 15 Tabel 4.5. Distribusi Sampel Berdasarkan Tingkat Keintiman
Keluarga dan Depresi
Lampiran 16 Tabel 4.6. Hasil Analisis Regresi Logistik Tentang Hubungan
commit to user
1
BAB I
PENDAHULUAN
A.Latar Belakang Masalah
Setiap individu memiliki keinginan dan kebutuhan untuk dipenuhi.
Kebutuhan yang dimaksud bukan hanya kebutuhan jasmani seperti
sandang, pangan, papan. Namun juga kebutuhan rohaniah seperti rasa
kasih sayang, rasa aman, harga diri, rasa bebas dan ingin tahu. Kegagalan
dalam mencapai kebutuhan dan keinginan ini akan menimbulkan problem
kehidupan yang mampu memicu kondisi distress dan depresi (Saefulloh,
2008).
Depresi menduduki peringkat kedua setelah skizofrenia sebagai
gangguan jiwa yang paling banyak diderita oleh pasien yang dirawat di
Rumah Sakit Jiwa. Sedangkan penderita depresi yang berada di luar rumah
sakit jiwa diperkirakan lima kali lebih banyak daripada penderita
skizofrenia (Kline dalam Beck, 2009).
Masa remaja sering dilukiskan sebagai masa badai dan topan karena
adanya perkembangan psikis dan sosial yang tidak saling sejajar.
Ketidaksejajaran ini kemudian dipahami sebagai krisis psikososial
(Helmin, 2000).
Sedih dan murung merupakan hal yang biasa terjadi pada remaja. Hal
yang mengejutkan adalah bahwa suatu situasi dan kondisi yang buruk
commit to user
remaja. Kenyataannya sekitar 10%-15% dari seluruh remaja atau sebanyak
3,5 milyar anak dan remaja mengalami depresi. Bahkan WHO menyebut
depresi sebagai bagian dari krisis kesehatan masyarakat yang diderita
remaja (Roy, 2005).
Keberadaan online game membuat internet menjadi lebih menarik. Ada
beberapa jenis permaian yang akan terus berlangsung meskipun pemain
sedang offline, misalnya Mavia Wars, Vampir Wars, dan Dragon Wars
yang ada di Facebook. Selain perlu naik ke jenjang permainan yang lebih
tinggi, pemain juga harus mengalahkan pemain lain yang berasal dari
berbagai belahan dunia. Oleh sebab itu pemain menjadi sulit lepas dari
internet demi terus bertahan dan selalu menang (Elia, 2009).
Daya ikat yang lain adalah online game memungkinkan pemain
menjadi pribadi yang berbeda dengan dirinya dunia nyata, mungkin
menjadi lebih kuat dan selalu memenangkan pertarungan. Pemain juga
tidak harus mengikuti aturan-aturan di dunia nyata (Elia, 2009).
Berdasarkan observasi singkat ditemukan kenyataan bahwa game
centre di Kelurahan Jebres selalu ramai pengunjung. Sebagai contoh
adalah game centre di Sekarpace dan beberapa game centre lain di Jalan
Ngoresan. Hal ini menunjukkan bahwa peminat online game tidaklah
sedikit. Bahkan perlu mendapatkan perhatian khusus.
Kecanduan online game pada remaja telah menjadi fenomena dunia.
Beberapa negara, seperti Korea, China dan Vietnam sudah menerapkan
commit to user
menerapkan jam malam bagi para gamer atau menutup beberapa situs
online game (Rachmatunisa, 2010; Heriyanto, 2011).
Fenomena ini juga menjadi masalah tersendiri bagi keluarga. Seorang
anak yang mengalami kecanduan online game akan menarik dirinya dari
lingkungan sosial dan melakukan segala cara agar dirinya dapat terus
bermain online game, salah satu contohnya yaitu seorang remaja di
Surabaya yang kedapatan menjual pil koplo untuk bermain online game
(Hadi, 2009). Selain itu juga orang tua merasa anaknya berubah setelah
bermain online game, anak menjadi lebih mudah marah, cenderung
pendiam dan menjadi penentang (Young, 2006)
Voiskounsky (2004) menyatakan bahwa anak-anak, remaja dan dewasa
(kebanyakan dewasa muda) menghabiskan banyak waktu untuk bermain
online game. Pernyataan tersebut juga sejalan dengan observasi singkat
yang dilakukan penulis bahwa kebanyakan pengunjung game centre
adalah siswa SMP, SMA hingga mahasiswa tingkat awal.
Pada tahun 2011 sebuah penelitian di Perancis menemukan adanya efek
kecanduan online game terhadap kebiasaan tidur, keadaan mood dan
kesehatan fisik maupun psikis. Seorang pecandu online game memiliki
risiko mengalami kesedihan yang lebih dalam 12,48 kali lebih tinggi dari
pada yang bukan pecandu. Pecandu juga memiliki risiko 2,56 kali lebih
tinggi lebih sensitif dari pada yang bukan pecandu. Selain itu kecanduan
commit to user
dan efek terhadap kesehatan psikis dan fisik 14,09 kali lebih besar
dibanding yang bukan pecandu (Achab, 2011).
B.Rumusan Masalah
Adakah hubungan kecanduan online game dengan depresi pada remaja
pengunjung game centre di Kelurahan Jebres?
C.Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah mengetahui ada atau tidaknya hubungan
kecanduan online game dengan depresi pada remaja pengunjung game
centre di Kelurahan Jebres
D.Manfaat Penelitian
1. Manfaat Teoritis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi ilmiah
mengenai adanya hubungan antara kecanduan online game dengan
depresi pada remaja untuk kemudian digunakan sebagai dasar
penelitian lebih lanjut.
2. Manfaat Praktis
a. Bagi Remaja : Hasil penelitian ini diharapkan dapat membuat
remaja mengerti dan memperhatikan adanya hubungan online
game dengan faktor kesehatan jiwanya dan kemudian mampu
mengurangi jumlah remaja yang kecanduan online game.
b. Bagi Orangtua : Dengan berhasilnya penelitian ini diharapkan
para orangtua mampu melindungi anak remajanya dari depresi
commit to user
c. Bagi Masyarakat : Dengan berkurangnya jumlah remaja yang
kecanduan online game diharapkan lebih banyak remaja yang
memanfaatkan waktunya untuk mengabdi pada masyarakat.
d. Bagi Pemerintah : Dengan berhasilnya penelitian ini diharapkan
akan ada kebijakan baru dari pemerintah untuk menanggulangi
commit to user
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Tinjauan Pustaka
1. Remaja
Istilah remaja dalam bahasa inggris adalah ‘Adolescence’ yang
berarti tumbuh menjadi dewasa atau perkembangan menuju
kematangan. Remaja merupakan masa transisi antara anak-anak dan
dewasa. Menururt Monks, batasan usia remaja adalah usia 12-21 tahun,
yang terbagi dalam tiga periode. Yaitu masa remaja awal (12-15 tahun);
remaja madya (15-18 tahun) dan remaja akhir (18-21 tahun) (Marliyah,
2004).
Ciri emosional remaja dibagi menjadi dua, meliputi :
a. Ciri-ciri emosional usia 12-15 tahun :
1) cenderung banyak murung dan tidak dapat diterka;
2) bertingkah laku kasar untuk menutupi kekurangan dalam hal
rasa percaya diri;
3) kemarahan biasa terjadi;
4) cenderung tidak toleran terhadap orang lain dan ingin selalu
menang sendiri;
5) mulai mengamati orang tua dan guru-gurunya secara objektif.
b. Ciri-ciri emosional remaja usia 15-18 tahun :
commit to user
1) “Pemberontakan” remaja merupakan ekspresi dari perubahan
yang universal dari masa kanak-kanak menuju dewasa;
2) banyak remaja mengalami konflik dengan orang tua mereka;
3) sering kali melamun, memikirkan masa depannya (Sunarto,
2002).
Seorang individu harus membuat kesepakatan antara kebutuhan dan
keinginannya dengan tuntutan dan harapan sosial yang ada pada
masyarakat untuk mencapai kepuasan psikologis. Kegagalan mencapai
kepuasan psikologis mengakibatkan ketidakmampuan menjalin
hubungan baik dengan lingkungan dan norma yang berlaku. Hal ini
dikenal dengan nama hambatan penyesuaian sosial. Yang perlu
diperhatikan adalah bahwa hambatan penyesuaian sosial pada masa ini
(masa remaja) akan mempengaruhi kemampuan penyesuaian sosial
pada tahap perkembangan hidup selanjutnya (Sari, 2005).
Remaja yang kurang mendapat pemenuhan kebutuhan psikis dari
lingkungannya akan tumbuh dalam kesepian dan depresi, lebih mudah
marah dan susah tidur, lebih gugup dan agresif (Shapiro dalam Sari,
2005).
Remaja seperti halnya anak-anak dan orang dewasa, seringkali
berusaha untuk mengatasi ketakutan yang timbul dari persoalan
kehidupan. Rasa takut yang disebabkan oleh sikap otoriter orang tua
akan menyebabkan kreatifitas anak tidak berkembang dan menjadi
commit to user
apatis yang ditimbulkan oleh otoritas yang berlebih dari orang tua akan
mengakibatkan anak menjadi pendiam, mengucilkan diri, dan tak
sanggup bergaul dengan orang lain (Sari, 2005) .
2. Depresi
Meyer berpendapat bahwa depresi adalah reaksi seseorang terhadap
pengalaman hidup yang menyedihkan misalnya, kehilangan orang yang
dicintai, kemunduran finansial, kehilangan pekerjaan, atau penyakit
fisik yang serius. Meyer mengatakan, pada depresi harus dicari
hubungan antara pengalaman hidup pasien dengan peristiwa yang
menjadi penyebab (Asikal, 1995).
Diantara para ahli muncul kontroversi mengenai penggolongan
depresi. Sebagian ahli mengemukakan bahwa depresi merupakan
gangguan psikogenik, kelompok yang lain secara tegas mengatakan
bahwa depresi diakibatkan oleh faktor organik. Kelompok yang terakhir
mendukung dua perbedaan tipe depresi, yaitu tipe psikogenik dan tipe
organik (Beck, 2009).
Maramis (2005) menggolongkan depresi sebagai gangguan afek dan
emosi. Afek ialah suasana perasaaan emosional yang terkait pada objek,
gagasan, atau pikiran, termasuk yang dirasakan dalam hati dan
dimanifestasikan keluar (diekspresikan), sedangkan emosi merupakan
keadaan sadar yang ditentukan oleh perasaan-perasaan subjektif yang
sering disertai perasaan fisiologis yang mendorong untuk bertindak
commit to user
dari seorang manusia (misalnya proses berpikir, psikomotor, persepsi,
ingatan) saling mempengaruhi dan menentukan tingkat fungsi dari
manusia itu pada suatu waktu (Maramis, 2005).
Seseorang yang mengalami kesedihan cukup lama mungkin saja
mengalami depresi. Penderita depresi akan merasa sedih, marah,
sensitif, lelah, bingung, bersalah dan tidak berguna. Selain itu juga
terjadi perubahan perilaku dan kebiasaan. Misalnya perubahan pola
makan, meninggalkan hal-hal yang sebelumnya menjadi hobinya, dan
gangguan tidur (Roy, 2005).
Dalam perkembangan normalpun seorang remaja mempunyai
kecenderungan untuk mengalami depresi. Oleh karena itu sangatlah
penting untuk membedakan secara jelas dan hati-hati antara depresi
yang disebabkan oleh gejolak mood yang normal pada remaja dengan
depresi yang patologik. Akibat sulitnya membedakan antara kedua
kondisi di atas, membuat depresi pada remaja sering tidak terdiagnosis.
Bila tidak ditangani dengan baik, gangguan psikiatrik pada remaja
sering kali akan berlanjut sampai masa dewasa (Sunarto, 2002).
a. Diagnosis
Pada buku Pedoman Penggolongan dan Diagnosis Gangguan Jiwa
di Indonesia edisi ke III, episode depresif termasuk dalam aksis 1
dengan kode F.32 dengan 3 gejala utama, yaitu :
1)afek depresif,
commit to user
3)berkurangnya energi yang menuju meningkatnya keadaan
mudah lelah (rasa lelah yang nyata sesudah kerja sedikit saja)
dan menurunnya aktivitas .
Untuk menentukan diagnosis sebagai episode depresif seluruh
gejala utama tersebut mutlak ada, baik pada derajat ringan, sedang,
maupun berat.
Selain ketiga gejala utama di atas, ada gejala lain yang menyertai,
yaitu :
1) konsentrasi dan perhatian berkurang ;
2) harga diri dan kepercayaan diri berkurang;
3) gagasan tentang rasa bersalah dan tidak berguna;
4) pandangan masa depan yang suram dan pesimistis
5) gagasan atau perbuatan membahayakan diri atau bunuh diri;
6) tidur terganggu;
7) nafsu makan berkurang (Maslim, 2001).
a) Episode Depresif Ringan
Sekurang-kurangnya dua gejala dari gejala utama depresi,
ditambah sekurang-kurangnya dua gejala lain harus ada untuk
menegakkan diagnosis pasti. Tidak boleh ada gejala yang berat
di antaranya. Lamanya episode berlangsung ialah
sekurangkurangnya sekitar 2 minggu. Individu yang
mengalami episode depresif ringan biasanya resah tentang
commit to user
biasa dan kegiatan sosial, namun mungkin ia tidak akan
berhenti berfungsi sama sekali.
Kriteria untuk episode depresif ringan telah dipenuhi, dan
tidak ada atau hanya sedikit sekali gejala somatik maka disebut
sebagai episode depresif ringan tanpa gejala somatik.
Sedangkan jika kriteria untuk episode depresif ringan telah
dipenuhi, dan empat atau lebih gejala somatik juga ditemukan
maka digolongkan sebagai episode depresif ringan dengan
gejala somatik. (jika hanya dua atau tiga gejala somatik
ditemukan tetapi luar biasa beratnya, maka penggunaan
kategori ini mungkin dapat dibenarkan).
b) Episode Depresif Sedang
Sekurang-kurangnya harus ada dua dari tiga gejala paling
khas yang ditentukan untuk episode depresif ringan, ditambah
sekurang-kurangnya tiga (dan sebaiknya empat) gejala lainnya.
Beberapa gejala mungkin amat menyolok, namun tidak
esensial apabila secara keseluruhan ada cukup banyak variasi
gejalanya. Lamanya keseluruhan episode berlangsung ialah
sekurang-kurangnya sekitar 2 minggu. Individu yang
mengalami episode depresif taraf sedang biasanya menghadapi
kesulitan nyata untuk meneruskan kegiatan sosial, pekerjaan,
commit to user
Episode depresif sedang tanpa gejala somatik jika kriteria
untuk episode depresif sedang telah dipenuhi, dan tidak ada
atau hanya sedikit sekali gejala somatik. Kemudian jika
kriteria untuk episode depresif sedang telah dipenuhi, dan ada
empat atau lebih gejala somatik juga ditemukan maka
termasuk dalam episode depresif sedang dengan gejala
somatik. (Jika hanya dua atau tiga gejala somatik ditemukan
tetapi luar biasa beratnya, maka penggunaan kategori ini
mungkin dapat dibenarkan)
c) Episode Depresif Berat tanpa Gejala Psikotik
Pada episode depresif berat, penderita biasanya
menunjukkan ketegangan atau kegelisahan yang amat nyata,
kecuali apabila retardasi mental merupakan ciri terkemuka.
Kehilangan harga diri dan perasaan dirinya tak berguna
mungkin menyolok, dan bunuh diri merupakan bahaya nyata
terutama pada beberapa kasus berat. Anggapan di sini ialah
bahwa sindrom somatik hampir selalu ada pada episode
depresif berat.
Pedoman diagnosis :
Semua ketiga gejala khas yang ditentukan untuk episode
depresif ringan dan sedang harus ada, ditambah
sekurang-kurangnya empat gejala lainnya, dan beberapa di antaranya
commit to user
(misalnya agitasi atau retardasi) menyolok, maka pasien
mungkin tidak mau atau tidak mampu untuk melaporkan
banyak gejalanya secara terinci. Dalam hal demikian,
penentuan menyeluruh dalam subkategori episode berat masih
dapat dibenarkan. Episode depresif biasanya seharusnya
berlangsung sekurang-kurangnya 2 minggu, akan tetapi jika
gejala amat berat dan beronset sangat cepat, maka mungkin
dibenarkan untuk menegakkan diagnosis dalam waktu kurang
dari 2 minggu. Selama episode depresif berat, sangat tidak
mungkin penderita akan mampu meneruskan kegiatan sosial,
pekerjaan atau urusan rumah tangga, kecuali pada taraf yang
sangat terbatas.
Kategori ini hendaknya digunakan untuk episode depresif
berat tunggal tanpa gejala psikotik, untuk episode selanjutnya
harus digunakan subkategori dari gangguan depresif berulang.
d) Episode Depresif Berat dengan Gejala Psikotik
Episode depresif berat yang memenuhi kriteria tersebut
diatas, disertai waham, halusinasi atau stupor depresif.
Wahamnya biasanya melibatkan ide tentang dosa, kemiskinan
atau malapetaka yang mengancam, dan pasien dapat merasa
bertanggung jawab atas hal itu. Halusinasi auditorik atau
olfaktorik biasanya berupa suara yang menghina atau bau
commit to user
berat dapat menuju pada stupor. Jika diperlukan, waham atau
halusinasi dapat ditentukan sebagai serasi atau tidak serasi
dengan suasana perasaan (mood) (Israr, 2009).
Alat ukur yang biasanya digunakan untuk menilai depresi adalah
skala BDI. Skala BDI merupakan skala pengukuran interval yang
mengevaluasi 21 gejala depresi (Beck, 2009).
BDI merupakan skala pengukuran interval yang mengevaluasi
gejala-gejala depresi : sedih, pesimis, merasa gagal, merasa tidak
puas, merasa bersalah, merasa dihukum, perasaan benci pada diri
sendiri, menyalahkan diri sendiri, kecenderungan bunuh diri,
menangis, mudah tersinggung, menarik diri dari hubungan sosial,
tidak mampu mengambil keputusan, merasa dirinya tidak menarik
secara fisik, tidak mampu melaksanakan aktivitas, gangguan tidur,
merasa lelah, kehilangan selera makan, penurunan berat badan,
preokupasi somatik dan kehilangan libido seks (Beck, 2009).
Masing-masing kelompok item terdiri dari empat pernyataan
dengan skor yang berkisar antara 0-3. Pernyataan yang menunjukan
tidak adanya gejala depresi diberi skor 0, skor 1 untuk pernyataan
yang menggambarkan gejala depresi ringan, skor 2 untuk pernyataan
yang menggambarkan gejala depresi sedang, sedangkan skor 3 untuk
gejala depresi berat. Skor total berkisar antara 0-63 dengan indikasi
commit to user
depresi ringan, 16-23 depresi sedang dan jumlah 24-63 depresi berat
(Beck, 2009).
b. Etiologi
Penyebab depresi tidak diketahui secara pasti, banyak usaha untuk
mengetahui penyebab dari gangguan ini. Faktor-faktor yang
dihubungkan dengan penyebab depresi dapat dibagi atas : faktor
biologi, faktor genetik dan faktor psiko sosial. Dimana ketiga faktor
tersebut juga dapat saling mempengaruhi satu dengan yang lainnya
(Kaplan, 2005).
1) Faktor biologi :
a) Faktor neurotransmitter : Dua neurotransmitter dari
biogenik amin yang paling berperan dalam patofisiologi
gangguan mood adalah norepinefrin dan serotonin (Talley,
2002).
b) Norepinefrin : berdasarkan penelitian ilmiah turunnya
regulasi reseptor b-adrenergik dan respon antidepresan
secara klinis memungkinkan indikasi peran sistem
noradrenergik dalam depresi (Kaplan, 2005). Norepinefrin
mempunyai andil besar dalam patofisiologi dan terapi pada
pasien depxxresi. Terapi yang secara sepsifik meningkatkan
norepinefrin telah menjadi antidepresan yang paling efektif
(Papakostas, 2007). Beberapa bukti menunjukkan bahwa
commit to user
pengaruhnya dalam patofisiologi dan pengobatan depresi
(Stahl, 2008) :
(1) Banyak perbedaan telah ditemukan dalam elemen
sistem Norepinefrin pada pasien dengan depresi dan
pasien kontrol (tidak depresi).
(2) Penelitian genetik menunjukkan bahwa pada tikus
yang direkayasa dengan peningkatan norepinefrin
terlindung dari perilaku depresi.
(3) Percobaan penipisan noerepinefrin dalam otak
menghasilkan kambuhnya depresi setelah sukses
dengan pengobatan menggunakan norepinefrin.
(4) Agen terapetik yang secara khusus meningkatkan
aktivitas norepinfrin merupakan antidepresan yang
efektif.
c) Serotonin : mempunyai pernanan penting dalam kondisi
kejiwaan seseorang seperti depresi, cemas dan gangguan
obsesif-kompulsif (Dayan, 2008). Banyak penelitian
mengatakan bahwa ketidakseimbangan serotonin mampu
mempengaruhi mood yang pada akhirnya akan
menjerumuskan sesorang ke dalam keadaan depresi.
Masalah yang terjadi mungkin produksi serotonin yang
rendah, rendahnya kemampuan reseptor serotonin dalam
commit to user
tryptophan (Bouchez, 2009). Dengan diketahui banyaknya
efek Selective Serotin Re-Uptake Inhibitor (SSRI) dalam
pengobatan depresi (contoh: fluoxetin), menjadikan
serotonin sebagai neurotransmitter biogenik amin yang
paling sering dihubungkan dengan depresi. (Talley, 2002)
d) Dopamine : walaupun norepinefrin dan serotonin adalah
biogenik amin. Dopamine juga sering berhubungan dengan
patofisiologi depresi (Kaplan, 2005).
e) Faktor neurokimia lainnya : GABA dan neuroaktif peptida
(terutama vasopressin dan opiate endogen) telah dilibatkan
dalam patofisiologi gangguan mood (Kaplan, 2005).
f) Faktor neuroendokrin : Hipothalamus adalah pusat regulasi
neuroendokrin dan menerima rangsangan neuronal yang
menggunakan neurotransmitter biogenik amin.
Bermacam-macam disregulasi endokrin dijumpai pada pasien gangguan
mood (Kaplan, 2005).
g) Faktor Neuroanatomi : Beberapa peneliti menyatakan
hipotesisnya, bahwa gangguan mood melibatkan patologik
dan sistem limbik, ganglia basalis dan hypothalamus
(Kaplan, 2005).
2) Faktor Genetik.
Data genetik menyatakan bahwa faktor yang signifikan dalam
commit to user
anak kembar terhadap gangguan depresi berat, pada anak
kembar monozigot adalah 50 %, sedangkan dizigot 10 – 25 %
(Asikal, 1995).
3) Faktor Psikososial.
a) Peristiwa kehidupan dan stres lingkungan : suatu
pengamatan klinik menyatakan bahwa peristiwa dalam
kehidupan yang penuh ketegangan sering mendahului
episode gangguan mood. Satu teori menjelaskan bahwa
stres yang menyertai episode pertama akan menyebabkan
perubahan fungsional neurotransmitter dan sistem pemberi
tanda intra neuronal yang akhirnya perubahan tersebut
menyebabkan seseorang mempunyai risiko yang tinggi
untuk menderita gangguan mood selanjutnya (Kaplan,
2005).
b) Faktor kepribadian Premorbid : Tidak ada satu kepribadian
atau bentuk kepribadian yang khusus sebagai predisposisi
terhadap depresi. Semua orang dengan ciri kepribadian
manapun dapat mengalami depresi, meskipun berbagai
tipe kepribadian seperti oral dependen, obsesi kompulsif,
histerik mempunyai risiko yang besar mengalami depresi
dibandingkan dengan lainnya (Kaplan, 2005)
c) Faktor Psikoanalitik dan Psikodinamik : Freud (1917)
commit to user
melankoli. Freud menyatakan bahwa kemarahan pasien
depresi diarahkan kepada diri sendiri karena
mengidentifikasikan terhadap objek yang hilang. Freud
percaya bahwa introjeksi merupakan suatu cara ego untuk
melepaskan diri dari objek yang hilang. E.Bibring
menekankan pada kehilangan harga diri. Bibring
mengatakan depresi sebagai suatu efek yang dapat
melakukan sesuatu terhadap agresi yang diarahkan ke
dalam dirinya. Apabila pasien depresi menyadari bahwa
dirinya tidak hidup sesuai dengan yang dicita-citakannya,
maka akan mengakibatkan munculnya keputusasaan dalam
diri pasien (Kaplan, 2005).
d) Ketidakberdayaan yang dipelajari : Didalam percobaan,
dimana binatang secara berulang-ulang dihadapkan
dengan kejutan listrik yang tidak dapat dihindarinya,
binatang tersebut akhirnya menyerah dan tidak mencoba
sama sekali untuk menghindari kejutan selanjutnya.
Remaja belajar bahwa dirinya tidak berdaya. Pada
penderita depresi, dapat ditemukan hal yang sama dari
keadaan ketidakberdayaan tersebut (Asikal, 1995)
e) Teori Kognitif : Beck menunjukkan menonjolnya gangguan
commit to user
kognitif utama pada depresi yang disebut sebagai triad
kognitif (Asikal, 1995), yaitu :
(1) Pandangan negatif terhadap masa depan,
(2) Pandangan negatif terhadap diri sendiri, individu
menganggap dirinya tak mampu, bodoh, pemalas, tidak
berharga,
(3) Pandangan negatif terhadap pengalaman hidup.
3. Online Game
Memainkan permainan komputer telah menjadi kegiatan yang
memasyarakat. Berbeda dengan pandangan orang selama ini, ternyata
permainan komputer bukan hanya sekedar aktifitas soliter melainkan
merupakan permainan kelompok (King, 2003). Dimulai dengan
Multi-User Dungeons (MUDs) pada akhir tahun tujuh puluhan, pemain dan
desainer segera mengambil keuntungan dari kemampuan yang
ditawarkan oleh Internet untuk membangun kompleks worlds sosial
online di mana orang-orang dapat bertemu dan memainkan permainan
yang sama. (Cherny dalam Ducheneaut, 2004).
Munculnya permainan Massively Multiplayer Online Role-Playing
Games (MMORPGs) yang merupakan turunan dari MUDs membuat
ratusan ribu orang kini berinteraksi setiap hari dengan permainan
komputer (Woodcock dalam Ducheneaut, 2004). Permainan ini mampu
commit to user
representatif. Selain itu pemain juga dapat melihat dan berinteraksi
dengan lawan atau teman mainnya di dunia maya (Brian, 2005).
Voiskounsky (2004) menyatakan bahwa online game merupakan
bagian penting dari kehidupan virtual. Anak-anak, remaja dan dewasa
(kebanyakan dewasa muda) menghabiskan banyak waktu untuk
bermain online game.
Menurut Will Wright, pencipta permainan “THE SIMS”, poin utama
dari diciptakannya banyak online game saat ini adalah terbentuknya
komunitas-komunitas baru (Ducheneaut, 2004). Namun, banyak orang
tidak memahami hal ini karena sebagian besar orang menganggap
bahwa online game hanyalah sebuah permainan biasa (Dourish, 1998).
4. Kecanduan Online Game
Kecanduan adalah konstruksi sosial yang berhubungan dengan
‘motivational system’ yang kemudian mengakibatkan perilaku atau
kebiasan menjadi tak terkendali (West, 2006).
Kecanduan secara luas dikaitkan dengan alkohol dan
penyalahgunaan narkoba (WHO, 2004). Dimasa kini kecanduan tidak
hanya dikaitkan dengan zat saja juga dikaitkan dengan video game
(Yee, 2006), internet (Charlton, 2002), dan juga perjudian (Griffiths,
1995). Beberapa kasus kematian karena kecanduan online game pernah
dipublikasikan. Seperti salah satu pecandu di Korea yang kolaps dan
meninggal dunia setelah bermain game selama 86 jam terus-menerus
commit to user
Seseorang yang sudah mengalami kecanduan baik itu terhadap
internet maupun game online akan lebih menyukai kehidupan online di
dalam dunia virtual dan mulai melalaikan kehidupan di sekitarnya
(Howard & Jacob, 2009 : Lee, 2007). Brian dan Hastings (2005)
mengungkapkan bahwa seseorang yang mengalami kecanduan game
online akan merasa cemas dan depresi ketika tidak sedang
memainkannya.
Ditinjau dari waktu yang digunakkan dalam bermain game,
seseorang dinyatakan mengalami kecanduan game online jika rata-rata
bermain game online 22,72 jam perminggu dan dapat bermain
selama 10 jam tanpa henti (Schwausch dan Chung, 2005).
Menurut Griffiths (2005) terdapat enam komponen yang dapat
menentukan apakah individu sudah digolongkan sebagai pecandu
internet. Komponen itu adalah sebagai berikut:
a. Salience.
Hal ini terjadi ketika penggunaan internet menjadi aktivitas
yang paling penting dalam kehidupan individu, mendominasi
pikiran individu sehingga ia menghabiskan sebagian besar
waktunya untuk berpikir mengenai internet, perasaan (merasa
sangat butuh),dan tingkah laku (kemunduran dalam perilaku
commit to user
b. Mood modification.
Keterlibatan yang tinggi saat menggunakan internet. Dimana
perasaan senang dan tenang (seperti menghilangkan stress)
saat perilaku kecanduan itu muncul.
c. Tolerance.
Hal ini merupakan proses dimana terjadinya penigkatan
jumlah penggunaan internet untuk mendapatkan efek
perubahan dari mood. Demi mencapai kepuasan, jumlah
penggunaan internet meningkat secara mencolok. Kepuasaan
yang diperoleh dalam menggunakan internet secara terus
menerus dalam jumlah waktu yang sama akan menurun secara
menyolok, dan untuk memperoleh pengaruh yang sama
kuatnya seperti sebelumnya, maka pemakaian secara
berangsur-angsur harus meningkatkan jumlah pemakaian agar
tidak terjadi toleransi, contohnya pemain tidak akan
mendapatkan perasaan kegembiraan yang sama seperti jumlah
waktu pertama bermain sebelum mencapai waktu yang lama.
d. Withdrawal symptoms.
Hal ini merupakan perasaan tidak menyenangkan yang terjadi
karena penggunaan internet dikurangi atau tidak dilanjutkan
dan berpengaruh pada fisik (seperti, pusing, insomnia) atau
psikologis seseorang (misalnya, cemas, mudah marah atau
commit to user e. Conflict.
Hal ini mengarah pada konflik yang terjadi antara pengguna
internet dengan lingkungan sekitarnya (konflik interpersonal),
konflik dalam tugas lainnya (pekerjaan, tugas, kehidupan
sosial, hobi) atau konflik yang terjadi dalam dirinya sendiri
(konflik intrafisik atau merasa kurangnya kontrol) yang
diakibatkan karena terlalu banyak menghabiskan waktu bermain
internet.
f.Relapse.
Hal ini merupakan dimana orang sebelum sembuh dari
perilaku kecanduannya sudah mengulangi kembali kebiasaannya.
Kecanduan bisa dikaitkan dengan gangguan obsesif kompulsif
dimana seseorang akan terus-menerus terobsesi terhadap sesuatu.
Penelitian terbaru telah menunjukkan bahwa kecanduan dan Gangguan
Obsesif Kompulsif memiliki kesamaan banyak dalam hal otak dan
gangguan kognitif. Seorang pecandu akan mempunyai pikiran berulang
dan merasa berkewajiban untuk melakukan sesuatu (Jairam, 2009).
Seperti pada depresi, serotonin juga memainkan peran penting
dalam keadaan obsesif kompulsif diketahui dari efek anti obsesif dari
SSRIs. Penelitian menunjukkan pada seorang pecandu terdapat
serotonin yang rendah. Digunakan pula SSRIs dalam pengobatan
commit to user
serotonin yang rendah, rendahnya kemampuan reseptor serotonin dalam
menangkap serotonin, atau mungkin juga ada gangguan pada
tryptophan (Bouchez, 2012).
Beberapa permainan seperti Everquest dan Ultima online dijuluki
sebagai ‘heroineware’ karena mengandung elemen adiktif dari IRC dan
MUD. Selain berjalan mengikuti waktu nyata, online game juga
mengantongi fitur kehidupan sosial bahkan aspek kompetisi. Maka
wajar jika online game menjadi semakin sulit untuk ditinggalkan
(Brian, 2005).
Dalam bermain onlinegame seseorang didasarkan pada motif-motif
tertentu.Motif diartikan sebagai kekuatan (energi) dalam diri seseorang
yang dapat menimbulkan tingkat persistensi dan antusiasmenya dalam
melaksanakan suatu kegiatan, dalam hal ini adalah bermain
onlinegame.Motif-motif tersebut yang mendorong seseorang untuk
terus bermain online game.Farzana (2011), berdasarkan teori West dan
Turner mengenai motivasi, membagi motif-motif yang mendasari
seorang remaja dalam bermain onlinegame sebagai berikut :
a. Motif Kognitif
Motif kognitif diartikan sebagai kebutuhan gamer untuk
mendapatkan informasi, pengetahuan, eksplorasi realitas,
pengertian, pemahaman tentang lingkungan sekitar. Indikator
commit to user
1) Bermain game untuk mencari informasi tentang peristiwa dan
kondisi yang berkaitan dengan lingkungan.
2) Bermain game untuk mencari bimbingan yang menyangkut
berbagai masalah praktis, pendapat, dan hal-hal yang
berkaitan dengan penentuan pilihan.
3) Bermain game sebagai sarana belajar.
4) Bermain game sebagai sarana untuk memperoleh rasa damai
melalui penambahan pengetahuan.
b. Motif Afektif
Motif afektif diartikan sebagai kebutuhan gamer yang berkaitan
dengan usaha untuk memperkuat pengalaman yang bersifat
keindahan, emosional, kesenangan, atau pengalaman estetika.
Motif afektif menekankan pada aspek perasaan dan kebutuhan
mencapai tingkat emosional tertentu. Suatu kebutuhan,
keinginan dan hasrat yang terpenuhi dapat berubah menjadi
ketegangan yang setelah mencapai tingkat tertentu menimbulkan
dorongan. Indikator motif afektif ini meliputi :
1) Bermain game sebagai sarana penyaluran emosi.
2) Bermain game sebagai sarana penyaluran pada seni seperti
gambar dan suara.
commit to user c. Motif Personal Integrative
Motif personal integrative diartikan sebagai kebutuhan gamer
yang berkaitan dengan peningkatan harga diri seseorang, seperti
memperkuat kredibilitas/kepercayaan, percaya diri, kesetiaan
dan status seseorang. Motif inimendorong gamer dalam bermain
untuk memperkuat atau menonjolkan sesuatu yang penting
dalam hidup. Indikator motif personal integrative meliputi:
1) Bermain game untuk memenuhi penunjang nilai-nilai pribadi.
2) Bermain game menemukan model perilaku.
3) Bermain game sebagai sarana mengidentifikasikan diri
dengan nilai-nilai lain dalam media.
4) Bermain game sebagai sarana untuk meningkatkan
pemahaman tentang diri sendiri.
d. Motif Social Integrative
Motif social integrative diartikan sebagai kebutuhan gamer
untuk bersosialisasi dengan sekelilingnya seperti peningkatan
hubungan dengan keluarga, teman dan seterusnya. Motif ini
mendorong gamer untuk bermain game demi kelangsungan
hubungannya dengan orang lain. Indikator motif social
integrative meliputi:
1) Bermain game sebagai sarana memperoleh pengetahuan
commit to user
2) Bermain game untuk mengidentifikasikan diri dengan orang
lain, dan meningkatkan rasa memiliki.
3) Bermain game untuk menemukan bahan percakapan dan
interaksi sosial.
4) Bermain game sebagai sarana memperoleh teman.
5) Bermain game sebagai sarana membantu menjalankan peran
sosial.
6) Bermain game sebagai sarana menghubungi orang lain.
e. Motif Pelepasan Ketegangan
Motif pelepasan ketegangan diartikan sebagai kebutuhan gamer
yang berkaitan dengan hasrat untuk melarikan diri dari kenyataan,
melepaskan ketegangan, dan kebutuhan akan hiburan. Seorang
gamer bermain game untuk melepaskan kepenatan. Indikator motif
pelepasan ketegangan meliputi:
1) Bermain game untuk melepaskan diri dari permasalahan.
2) Bermain game sebagai sarana bersantai.
3) Bermain game untuk mengisi waktu.
Motif-motif ini berperan dalam menentukan lama seseorang
bermain online game, sehingga pemain yang menujukkan motivasi
yang tinggi dalam bermain akan menggunakan waktu yang lebih lama
untuk bermain game yang selanjutnya dapat menunju ke arah
commit to user
B. Kerangka Pemikiran
*Depresi
Keterangan: * diteliti
Gambar 2.1 : Skema Kerangka Pemikiran
commit to user
C. Hipotesis
Hipotesis penelitian ini adalah: ada hubungan antara kecanduan online
game dengan depresi pada remaja pengunjung game centre di Kelurahan
commit to user
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
Penelitian ini bersifat deskriptif analisis dengan pendekatan cross
sectional, yaitu dinamika faktor resiko dengan efek diperoleh pada saat
dimana semua subjek diobservasi sekali saja (Arief,2004).
B. Waktu dan Lokasi Penelitian
Penelitian dilaksanakan di sejumlah game centre di Kelurahan Jebres
pada bulan Maret 2012 sampai dengan Mei 2012.
C. Subjek Penelitian
1) Populasi sumber pada penelitian ini adalah remaja pengunjung game
centre di Kelurahan Jebres.
2) Kriteria Inklusi :
a. Remaja (usia 12-21 tahun) pengunjung game centre wilayah
Jebres.
b. Memenuhi kriteria kecanduan online game menurut Dr. Kimberly
c. Telah memainkan online game secara berkesinambungan minimal
selama tiga bulan.
d. Bersedia mengisi formulir pribadi dan kuesioner.
3) Kriteria Eksklusi :
a. Tidak melengkapi formulir dan kuesioner secara lengkap.
b. Skor LMMPI > 10.
commit to user
c. Mengalami stressor yang berat baik secara mental dalam tiga bulan
terakhir.
D. Besar Sampel
Penelitian ini menggunakan analisis multivariat untuk mengontrol
pengaruh faktor perancu (confounding factor) yang dapat menurunkan
validitas penelitian. Rasio yang dianjurkan antara ukuran sampel dan
jumlah variabel independen (Murti, 2010) :
n : jumlah sampel
Penelitian ini menggunakan dua variabel independen yaitu kecanduan
online game dan keintiman keluarga. Dengan demikian sampel yang
dibutuhkan untuk penelitian ini sebesar 30 hingga 40 subyek.
E. Identifikasi Variabel Penelitian
1. Variable Bebas : Kecanduan online game
2. Variable Terikat : Depresi
3. Variable Perancu : Keintiman keluarga
F. Definisi Operasional Penelitian
1. Variabel bebas : Kecanduan online game
a. Definisi : Kecanduan online game adalah anak usia
remaja yang memenuhi kriteria kecanduan
online game. Dan memenuhi standar
validitas jawaban yang dinilai dengan
commit to user
b. Cara pengukuran : Alat ukur yang digunakan adalah kuesioner
kecanduan online game.
c. Skala : Numerik.
2. Variabel terikat : Depresi
a. Definisi : Memenuhi kriteria depresi ringan atau
sedang atau berat berdasarkan kuesioner
BDI. Dan memenuhi standar validitas
jawaban yang dinilai dengan kuesioner
L-MMPI.
b. Cara pengukuran : Alat ukur yang digunakan adalah kuesioner
Beck Depression Inventory (BDI) .
c. Skala pengukuran : Kategorik Ordinal
3. Variabel Perancu : Keintiman Keluarga
a. Definisi : Keintiman Keluarga adalah nilai kedekatan
responden dengan keluarga intinya.
b. Cara Pengukuran : Instrumen Keintiman Keluarga (IKK)
c. Skala Pengukuran : Kategorik Ordinal
G. Instrumen Penelitian :
1. Kuesioner L-MMPI.
2. Kuesioner BDI.
3. Kuesioner Kecanduan online game
commit to user
H. Teknik Pengambilan Sampel
Pengambilan sampel dimulai dengan pengisian formulir biodata dan
kuesioner oleh remaja pengunjung game centre di Kelurahan Jebres ,
kemudian dari sampel tersebut dilakukan Purposive Sampling.
Purposive Sampling merupakan pemilihan sampel berdasarkan pada
karakteristik tertentu yang dianggap mempunyai sangkut paut dengan
karakteristik populasi yang sudah diketahui sebelumnya (kriteria inklusi)
(Hariwijaya, 2007).
Peneliti menggunakan tes L-MMPI untuk menghindari penghitungan
hasil yang invalid karena ketidakjujuran responden dalam pengisian
kuesioner . Tes L-MMPI terdiri dari 15 soal dengan jawaban “ya” atau
“tidak” atau “tidak menjawab” dengan nilai batas skala adalah 10, artinya
commit to user
I. Rancangan Penelitian
J. Cara Kerja
1. Peneliti datang ke Sejumlah game centre yang berada di Wilayah Jebres
dan memohon ijin serta kerjasama untuk melakukan pengambilan
sampel penelitian.
2. Peneliti meminta responden untuk bersedia mengisi data dan kuesioner
untuk penelitian (dengan informed consent)
3. Mencari 42 responden remaja.
4. Responden mengisi formulir biodata, Kuesioner L-MMPI, Kuesioner
BDI, Kecanduan Online Game dan Instrumen Keintiman Keluarga.
Gambar 3.1. Skema Rancangan Penelitian
Remaja Pengunjung Game Centre di Kelurahan Jebres
Sampel Purposive
sampling Formulir biodata, kuesioner L MMPI
Kuesioner
Keintiman Keluarga Kuesioner Kecanduan
online game
commit to user
5. Memilih 35 Responden yang memenuhi kriteria inklusi dan hasil
Kuesioner L-MMPI nya tidak lebih dari 10 untuk dijadikan sampel
penelitian.
6. Melakukan uji statistik dari hasil Kuesioner BDI, Kuesioner kecanduan
online game dan Instrumen Keintiman Keluarga.
7. Menganalisa hasil uji statistik untuk mengetahui adakah hubungan
antara kecanduan online game dengan depresi pada remaja.
K. Teknik Analisis data
Analisis multivariate yang digunakan adalah model analisis regresi logistic
ganda menggunakan program Statistical Program for Social Science (SPSS)
versi 17.0 for mwindows. Analisis regresi logistik adalah salah satu bentuk
analisis data dengan menggunakan teknik regresi yang dapat diaplikasikan
ketika ingin mengetahui hubungan antara variabel terikat (depresi) dengan
satu atau lebih variabel bebas (kecanduan online game dan keintiman
keluarga) dimana variabel terikat berbentuk kategorik (Kutner et.,al, 2007).
Penelitian ini menggunakan model analisis regresi logistik dengan
program Statistical Program for Social Science (SPSS) versi 17 for
windows untuk mengetahui apakah terdapat hubungan antara depresi dengan
kecanduan online game pada remaja dengan memperhitungkan variabel
commit to user
Probabilitas untuk depresi = a + b1 (kecanduan online game ) + b2 (keintiman keluarga)
Persamaan model analisis regresi linear berganda:
Keterangan:
p = probabilitas untuk depresi.
x1 = kecanduan online game
x2 = keintiman keluarga
b1 = koefisien regresi online game
b2 = koefisien regresi keintiman keluarga.
a = konstan adalah perkiraan besarnya rata-rata variabel p ketika nilai
variabel xi = 0. Dengan kata lain, meskipun tanpa pengaruh suatu variabel
independen, variabel p sudah memiliki suatu nilai tertentu yang konstan
sifatnya.
Persamaan regresinya menjadi:
Analisis regresi logistik ganda ini merupakan alat statistik yang sangat
kuat untuk menganalisis hubungan antara paparan (kecanduan online game)
dan efek (depresi) dengan mengendalikan pengaruh sejumlah faktor perancu
potensial (keintiman keluarga). Dengan menggunakan analisis regresi
logistik berganda diharapkan penelitian akan lebih valid karena telah
commit to user
BAB IV
HASIL PENELITIAN
A.Hasil Penelitian
Responden dalam penelitian ini adalah remaja pemain online game (gamer)
usia 12-21 tahun yang bermain di game centre di Kelurahan Jebres, Surakarta.
Pada 20 Maret 2012 sampai dengan 5 Mei 2012 telah dilakukan penyebaran
kuesioner penelitian di seluruh game centre di Kelurahan Jebres yang
berjumlah 5 (lima) game centre.
Dalam proses inklusi didapatkan 42 responden, setelah proses eksklusi
didapatkan 35 data responden yang kemudian keseluruhannya dianalisis. Dari 7
responden yang eksklusi di antaranya karena skor LMMPI 蹰 10 dan tidak
mengisi kuesioner secara lengkap.
Tabel 4.1. Distribusi sampel berdasarkan tingkat kecanduan online game
No Skor Kuesioner
Sumber : Data Primer Mei 2012
commit to user
Dari skor kuesioner kecanduan online game yang diperoleh dibagi menjadi 2
(dua) kelompok, yaitu tingkat kecanduan rendah dengan skor 0-4 dan tingkat
kecanduan tinggi dengan skor 5-8 (Lampiran 1). Tabel di atas menunjukkan
sebanyak 10 subjek penelitian masuk ke dalam kelompok tingkat kecanduan
online game tinggi dan 25 subjek penelitian termasuk ke dalam kelompok
tingkat kecanduan rendah.
Selanjutnya dilakukan penghitungan skor BDI untuk mengetahui kategori
depresi subjek penelitian. Skor total berkisar antara 0-63 dengan indikasi
sebagai berikut : jumlah nilai 0-9 dianggap normal, jumlah nilai 10-15 depresi
ringan, 16-23 depresi sedang dan jumlah 24-63 depresi berat (Beck, 2009).
Indikasi depresi ringan, depresi sedang dan depresi berat digolongkan ke dalam
satu kategori yaitu kategori depresi. Sehingga diperoleh 2(dua) kategori
deperesi yaitu normal (tidak depresi) dan depresi.
Tabel 4.2. Distribusi sampel berdasarkan tingkat depresi
Sumber : Data Primer Mei 2012
Berdasarkan Tabel 4.2 dapat diketahui bahwa dari 35 subjek penelitian 25 di
antaranya tidak mengalami depresi dan 10 lainnya mengalami depresi. No Skor BDI Kategori Depresi Frekuensi Persentase
1 0-9 Normal (Tidak Depresi) 25 71,4 %
2 10-63 Depresi 10 28,6 %
commit to user
Tabel 4.3. Distribusi sampel berdasarkan tingkat kecanduan online game dan
depresi
Sumber : Data Primer Mei 2012
Dari tabel distribusi sampel berdasarkan tingkat depresi dan kecanduan online
game dapat diketahui bahwa dari 25 subjek dengan tingkat kecanduan online
game rendah, 19 di antaranya tidak mengalami depresi dan 6 di antaranya
mengalami depresi. Sedngkan dari 10 subjek yang dengan tingkat kecanduan
online game tinggi, 6 di antaranya tidak mengalami depresi dan 4 di antaranya
mengalami depresi.
Dalam penelitian ini juga diperhitungkan faktor lain yang diduga dapat
menyebabkan kecemasan pada remaja, yaitu keintiman keluarga. Keintiman
keluarga dalam penelitian ini digolongkan sebagai variabel perancu yang
dinilai menggunakan kuesioner IKK. Berdsarkan skor kuesioner IKK,
commit to user
rendah dan keintiman tinggi. Responden dikatakan tergolong ke dalam kategori
keintiman rendah jika skor kuesioner IKK kurang dari 25, dan responden
dikatakan tergolong ke dalam kategori keintiman tinggi jika skor kuesioner
IKK lebih dari 25.
Angka 25 diperoleh dari :
= skor tertinggi dari seluruh sampel + skor terendah dari seluruh sampel
2
= 45+6
2
= 25,5 à 25
Tabel 4.4. Distribusi sampel berdasarkan tingkat keintiman keluarga
No Skor IKK Tingkat Keintiman
Keluarga
Frekuensi Persentase
1 0-25 Keintiman Rendah 9 25,7 %
2 26-63 Keintiman Tinggi 26 74,3 %
Jumlah 35 100 %
Sumber : Data Primer Mei 2012
Tabel 4.4 menunjukkan bahwa sebanyak 9 remaja mempunyai tingkat
keintiman keluarga rendah dan sebanyak 26 remaja mempunyai tingkat
commit to user Sumber : Data Primer Mei 2012-05-31
Tabel 4.5 menjabarkan distribusi sampel berdasarkan tingkat keintiman
keluarga dan depresi. Diketahui bahwa dari 9 subjek dengan keintiman
keluarga rendah, 5 di antaranya tidak mengalami depresi dan 4 lainnya
mengalami depresi. Sedangkan dari 26 sampel dengan keintiman keluarga
tinggi 20 di antaranya tidak mengalami depresi dan 6 sisanya mengalami
depresi.
B.Hasil Uji Analisis Regresi Logistik Ganda
Penelitian ini menggunakan model analisis regresi logistik dengan program
Statistical Program for Social Science (SPSS) versi 17.0 for windows untuk
mengetahui apakah terdapat hubungan antara depresi dengan kecanduan online
Tabel 4.5. Distribusi sampel berdasarkan tingkat keintiman keluarga dan
depresi.
Depresi
Total tidak ya
Keintiman rendah (<25) Count 5 4 9
% of Total 14.3% 11.4% 25.7%
tinggi (>=25) Count 20 6 26
% of Total 57.1% 17.1% 74.3%
Total Count 25 10 35
commit to user
game pada remaja dengan memperhitungkan variabel perancu yakni keintiman
keluarga.
Tabel 4.6. Hasil analisis regresi logistik tentang hubungan antara kecanduan
online game dengan depresi pada remaja di Kelurahan Jebres
dengan memperhitungkan variable keintiman keluarga.
Variabel OR
CI 95%
P batas bawah batas atas
Kecanduan 1,61 0,30 8,69 0,581
Keintiman Keluarga Tinggi 0,44 0,08 2,45 0,350
N Observasi 35
Nagelkerke R Square 0,069
-2 Log Likehood 40,156
Ada hubungan yang secara statistik tidak signifikan antara kecanduan
online game dengan depresi. Hasil ini telah mengendalikan faktor keintiman
keluarga. Anak dengan kecandua online game memiliki resiko depresi 1,6 kali
lebih besar daripada anak yang tidak kecandan online game. (OR : 1,61 ; CI
95% 0,30 s/d 8,69) P = 0,581). Nagelkerke R Square 6,9% menggambarkan
model dengan kecanduan dan keintiman keluarga hanya 6.9 % dari varian
commit to user
BAB V
PEMBAHASAN
Brian dan Hastings (2005) mengungkapkan bahwa seseorang yang
mengalami kecanduan online game akan merasa depresi dan cemas ketika
tidak sedang memainkannya.
Ketika seseorang mengalami kecanduan atau ketergantungan terhadap
suatu zat maupun aktivitas, dalam hal ini penggunaan online game, maka orang
tersebut akan membutuhkan waktu lebih banyak untuk bermain online game
agar mendapat kepuasan yang sama. Karena kepuasaan yang diperoleh dalam
bermain online game secara terus-menerus dalam jumlah waktu yang sama
akan menurun secara mencolok, maka secara berangsur-angsur pemain harus
meningkatkan jumlah waktunya untuk bermain online game. Saat aktivitas
bermain online game ini dikurangi ataupun dihentikan, seseorang yang
mengalami kecanduan online game, akan terpengaruh secara fisik maupun
psikologis (Griffiths, 2005).
Pada tahun 2011 sebuah penelitian di Perancis menemukan adanya efek
kecanduan online game terhadap kebiasaan tidur, keadaan mood dan kesehatan
fisik maupun psikis. Seorang pecandu online game memiliki risiko mengalami
kesedihan yang lebih dalam 12,48 kali lebih tinggi dari pada yang bukan
pecandu. Seorang pecandu juga memiliki risiko 2,56 kali lebih tinggi lebih
sensitif dari pada yang bukan pecandu. Selain itu kecanduan online game
memiliki efek terhadap kesehatan psikis 3,23 kali lebih besar dan efek terhadap
commit to user
kesehatan psikis dan fisik 14,09 kali lebih besar dibanding yang bukan pecandu
(Achab, 2011).
Pada penelitian ini didapatkan jumlah responden yang memenuhi kriteria
untuk dianalisisx c sebanyak 35 responden, dan 35 responden tersebut
seluruhnya digunakan sebagai subjek penelitian. Dari 35 responden, sebanyak
25 responden mengalami tingkat kecanduan online game rendah dan 10
responden mengalami tingkat kecanduan online game tinggi (Tabel 4.1.).
Sedangkan dari hasil skor kuesioner BDI didapatkan 25 responden tidak
mengalami depresi dan 10 subjek mengalami depresi (Tabel 4.2.). Pada Tabel
4.3, dapat dilihat distribusi responden berdasarkan tingkat kecanduan online
game dan depresi. Dari kelompok yang dinyatakan mengalami kecanduan
online game rendah sebanyak 19 responden tidak mengalami depresi dan 6
responden mengalami depresi. Sedangkan, dari kelompok yang dinyatakan
mengalami kecanduan tinggi sebanyak 6 responden tidak mengalami depresi
dan 4 responden mengalami depresi.
Dalam penelitian ini terdapat variabel perancu, yaitu keintiman keluarga.
Keintiman keluarga adalah derajat kedekatan responden dengan orang tuanya
(keluarga inti) yang diukur dengan menggunakan Instrument Keintiman
Keluarga (IKK) (Sudiyanto dkk, 1992). Perhitungan skor keintiman keluarga
sebagai variabel perancu ini dilakukan untuk mengendalikan variabel lain
penyebab depresi pada remaja selain kecanduan online game. Dari hasil skor
IKK, didapatkan 9 orang responden memiliki keintiman keluarga yang rendah