• Tidak ada hasil yang ditemukan

HAK ASASI MANUSIA SEBUAH KAJIAN TERHADAP (1)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "HAK ASASI MANUSIA SEBUAH KAJIAN TERHADAP (1)"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

HAK ASASI MANUSIA : SEBUAH KAJIAN TERHADAP KEBEBASAN BERAGAMA DI INDONESIA

Disusun Oleh: Winarti 8111416169

FAKULTAS HUKUM

(2)

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Kebebasan beragama, suatu hal yang menjadi isu hangat sampai saat ini. Pelanggaran kebebasan beragama menjadi suatu masalah yang dihadapi banyak negara di dunia tak terkecuali Indonesia. Di negara ini pelanggaran kebebasan beragama juga kerap terjadi, paling banyak menimpa kelompok agama minoritas.

Indonesia merupakan negara dengan tingkat kemajemukan masyarakatnya yang tinggi. Masyarakatnya terdiri dari ratusan suku bangsa dan banyak ras. Dalam kehidupan beragama, ada enam agama yang diakui oleh pemerintah Republik Indonesia, diantaranya: Hindu, Buddha, Katolik, Kristen, Islam, dan Konghucu. Hampir 90% (sembilan puluh persen) masyarakat Indonesia adalah pemeluk agama Islam. Oleh karena itu, Indonesia senagai negara hokum secara tegas dalam UUD 1945, pasal 29 ayat 2, telah memberikan jaminan kemerdekaan atau kebebasan masing-masing warga negaranya untuk memeluk agama dan keyakinannya. Ini berarti bahwa hak asasi manusia Indonesia untuk memiliki agama dan keyakinan masing-masing mendapatkan jaminan konstitusional.

Selanjutnya hak beragama ini diakui sebagai Hak Asasi Manusia yang tidak dapat dikurangi dalam keadaan apapun (non-derogable) sebagaimana dinyatakan dalam TAP MPR No. XVII Tahun 1998, bab X mengenai Perlindungan dan Pemajuan HAM, pasal 37:

Hak untuk hidup, hak untuk tidak disiksa, hak kemerdekaan pikiran dan hati nurani, hak beragama, hak untuk tidak diperbudak, hak untuk diakui sebagai pribadi di hadapan hukum, dan hak untuk tidak dituntut atas dasar hukum yang berlaku surut adalah hak asasi manusia yang tidak dapat dikirangi dalam keadaan apapun (non-derogable).

(3)

Nomor 9 dan 8 tentang Pedoman Pelaksanaan Tugas Kepala Daerah/Wakil Kepala Daerah Dalam Pemberdayaan Forum Kerukunan Umat Beragama, dan Pendirian Rumah Ibadah dimana didalam beberapa syarat terdapat banyak malah pengekangan dan pembatasan untuk beribadah dan mendirikan rumah ibadah, misalnya seperti persyaratan izin lingkungan dimana dipersyaratkan harus sembilan puluh daftar nama pengguna rumah ibadah dan 60 orang yang memberi dukungan dari masyarakat yang disahkan oleh lurah/kepala desa. Masyarakat yang intoleran cenderung menggunakan alasan yuridis ini untuk mencegah umat beragama lain didalam mendirikan rumah ibadah.

Pembatasan-pembatasan lain adalah munculnya perda-perda yang secara hierarkis yuridis bertentangan dengan undang-undang dasar. Pembiaran-pembiaran pemerintah terhadap peraturan daerah yang bertentangan terhadap undang-undang dasar merupakan sikap tidak bertanggung jawab terhadap perlindungan hak asasi manusia. Misalnya saja seperti kasusu tentang penyegelan Masjid Al-Misbah di Jalan Terusan Pangrango No.44, Jatibening, Bekasi oleh Pemerintah Kota Bekasi pada tanggal 4 April 2013 sehinga mendapat perlawanan oleh Jemaah Ahmadiyah Bekasi. Tentu saja peristiwa ini menimbulkan serentetan pertanyaan-pertanyaan. Mengapa orang dilarang untuk mengespresikan keyakinan mereka, sementara UUD 1945 sangat jelas menjamin hal itu.

Berdasarkan uraian diatas penulis akan mencoba untuk mengulas kasus tentang penyegelan Masjid Al-Misbah di Bekasi dalam kaitannya dengan jaminan konstitusi Indonesia bagi masing-masing warga negaranya untuk memeluk agama dan keyakinannya. Untuk itu penulis memberikan judul makalah ini yaitu “Hak Asasi Manusia : Sebuah Kajian Terhadap Kebebasan Beragama di Indonesia”

(4)

Dari apa yang telah diuraikan didalam latar belakang dan agar pembahasan tidak menyimpang dari permasalahan yang ada serta analisa yang akan dilakukan lebih terarah maka penulis merumuskan permasalahan yang akan dikaji yaitu:

1. Bagaimana perspektif hukum dan Hak Asasi Manusia mengenai kebebasan beragama di Indonesia?

2. Bagaimana peranan negara didalam melindungi kebebasan beragama di Indonesia mengenai kasus penyegelan Masjid Al-Misbah, Bekasi?

1.3 Tujuan

Dengan adanya makalah ini diharapkan para mahasiswa dapat mengetahui dan memahami hal-hal di bawah ini:

1. Mengetahui dan memahami perspektif hukum dan Hak Asasi Manusia mengenai kebebasan beragama di Indonesia

2. Mengetahui dan memahami peranan negara didalam melindungi kebebasan beragama di Indonesia mengenai kasus penyegelan Masjid Al-Misbah, Bekasi

1.4 Manfaat

Adapun manfaat dari penelitian ini ialah:

1. Dapat menambah pengetahuan tentang kehidupan dan kebebasan beragama yang terjadi di masyarakat Indonesia

2. Diharapkan dapat mengembangkan ilmu pengetahuan dalam bidang ilmu hukum pada umumnya.

3. Diharapkan dapat memperkaya referensi mauapuan literatur dalam kepustakaan

(5)

2.1 Perspektif Hukum dan Hak Asasi Manusia Mengenai Kebebasan Berpendapat di Indonesia

Istilah hak asasi manusia ( HAM ) merupakan suatu istilah yang relatif baru, dan menjadi bahasa sehari-hari semenjak Perang Dunia dan pembentukan Perserikatan Bangsa-Bangsa ( PBB ) pada tahun 1945. Istilah tersebut menggantikan istilah natural rights ( hak-hak alam ) karena konsep hukum alam-yang berkaitan dengan istilah natural rights menjadi suatu kontroversi, dan frasa the rights of man yang muncul kemudian dianggap tidak mencakup hak-hak wanita (Arinanto, 2008:65)

Hak asasi manusia (HAM) dalam istilah asing sering dikenal dengan sebutan human right (Inggris), droit de l’home (perancis), mensen rechten (Belanda), yang dalam bahasa Indonesia semua istilah tersebut diartikan sebagai hak-hak kemanusiaan atau hak-hak asasi manusia. Pada hakikatnya Hak Asasi Manusia terdiri atas dua hak dasar yang paling fundamental, yaitu hak persamaan dan hak kebebasan (Martitah, 2013).

Dalam perspektif hak asasi manusia, memeluk suatu agama adalah kebebasan yang tak boleh direnggut, bukan saja dalam keadaan damai, bahkan dalam keadaan perang sekalipun. Kebebasan beragama dan berkeyakinan tergolong sebagai kebebasan dasar bagi setiap manusia. Itulah sebabnya, hak atas kebebasan beragama merupakan hak kodrati yang tidak dapat dikurangi dan ditangguhkan (non-derogable) oleh Negara dalam keadaan apapun. Jaminan konstitusi dan Undang-undang terhadap hak atas kebebasan beragama dan berkeyakinan sudah sangat meyakinkan.

Hak Asasi manusia adalah hak-hak yang melekat pada setiap manusia, yang tanpa hak-hak tersebut manusia mustahil dapat hidup sebagai manusia. Pengertian ini terdapat dalam ABC Teaching Human Rights, yang merumuslkan HAM sebagai “Human rights could be generally defined as those rights which are inhenrent in our nature and without which cannot live as human being”.

(6)

kebebasan dasar manusia sebagai hak yang secara kodrati melekat pada dan tidak terpisahkan dari manusia, yang harus dilindungi, dihormati, dan ditegakkan demi peningkatan martabat kemanusiaan, kesejahteraan, kebahagiaan, dan kecerdasan serta keadilan.

Kewajiban menghormati hak asasi manusia juga tercermin dalam pembukaan UUD1945 yang menjiwai keseluruhan pasal dalam batang tubuhnya, terutama berkaitan dengan persamaan kedudukan warga negara dalam hukum dan pemerintahan, hak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak, kemerdekaan berserikat dan berkumpul, hak untuk mengeluarkan pikiran dengan lisan dan tulisan, kebebasan memeluk agama dan untuk beribadah sesuai denguai dengan agama dan kepercayaanya itu, hak untuk memperoleh pendidikan dan pengajara (Huda:224)

Untuk melaksanakan kewajiban yang diatur dalam UUD 1945 tersebut, MPR dengan Ketetapan MPR No XVII/MPR/1998 tentang Hak asasi Manusia, menugaskan kepada lembaga-lembaga tinggi Negara dan seluruh aparatur pemerintah untuk menghormati, menegakkan dan menyebarluaskan pemahaman mengenai hak asasi manusia kepada sleuruh masyarakat, serta segera meratifikasi berbagai instrument perserikatan bangsa-bangsa tentang hak asasi manusia sepanjang tidak bertentangan dengan pancasila dan UUD 1945.

Atas amanat perintah konstitusi dan amanat Ketetapan MPR di atas, pada tanggal 23 september 1999 diberlakukanlah UU No. 39 Tahun 1999 tentang HAM ( Lembaran Negara RI Tahun 1999 ) Nomor 165 ). Didalam UU mengatur mengenai HAM yang berpedoman pada Deklarasi HAM PBB, Konvensi PBB tentang penghapusan segala bentuk diskriminasi terhadap wanita, konvensi PBB tentang Hak anak, dan berbagai instrument internasional lain yang mengatur HAM.

Lalu bagaimanakah dengan jaminan kebebasan beragama dan berkeyakinan

(7)

Di samping itu, dalam pasal pasal 29 ayat (2) disebutkan, “Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya itu”.

Sementara dalam UU No 39/1999 tentang Hak Asasi Manusia, pasal 22 ayat (1), menegaskan bahwa “Setiap orang bebas memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya itu”. Dengan redaksi yang sama juga terdapat dalam ketetapan MPR No. XVII.MPR.1998 tentang Hak Asasi manusia pasal 13.

Selain itu juga, didalam UU No. 12 Tahun 2005 Tentang Pengesahan Kovenan Internasional Tentang Hak-Hak Sipil Politik Pasal 18 ayat (1) “Setiap orang berhak atas kebebasan berpikir, berkeyakinan dan beragama. Hak ini mencakup kebebasan untuk menganut atau menerima suatu agama atau kepercayaan atas pilihannya sendiri, dan kebebasan, baik secara individu maupun bersama-sama dengan orang lain, dan baik di tempat umum atau tertutup untuk menjalankan agama atau kepercayaan dalam kegiatan ibadah, ketaatan, pengamalan dan pengajaran”. Pasal 18 ayat (2) “Tidak seorang pun boleh dipaksa sehingga mengganggu kebebasannya untuk menganut atau menerima suatu agama atau kepercayaannya sesuai dengan pilihannya”.

2.2 Peranan Negara didalam Melindungi Kebebasan Beragama di Indonesia Mengenai Kasus Penyegelan Masjid Al-Misbah, Bekasi

Jaminan kebebasan sipil di Indonesia telah mendapat pengakuan utuh secara legal dan konstitusional. Amandemen Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945 telah menegaskan setiap orang memiliki seperangkat hak dan kebebasan: bebas dari perlakuan diskriminatif, bebas dari kekerasan, jaminan kesetaraan hukum, dan lain-lain. Ketentuan-ketentuan yang memberikan jaminan konstitusional terhadap hak-hak asasi manusia itu sangat penting dan bahkan dianggap merupakan salah satu ciri pokok dianutnya prinsip negara hukum di suatu negara.

Negara hukum berkewajiban menghormati dan menjamin kebebasan beragama atau berkepercayaan semua individu di dalam wilayah kekuasaannya tanpa membedakan suku, warna kulit, jenis kelamin, bahasa, agama, dan keyakinan, politik atau pendapat, penduduk asli atau pendatang, serta asal usulnya. Dalam konsep HAM, hak kebebasan beragama masuk ke ranah hak sipil dan hak politik.

(8)

Terusan Pangrango No.44, Jatibening, Bekasi. Tindakan Pemerintah Kota Bekasi tersebut mendapatkan perlawanan dari Jemaah Ahmadiyah Bekasi. Upaya penyegelan telah dimulai dari pukul 13.00 WIB, namun dengan dikawal 200 personil TNI penyegelan dan pemagaran baru dilaksanakan pukul 18.30 WIB. Penyegelan itu dilakukan atas dasar Surat Keputusan Bersama Menteri Agama RI, Jaksa Agung RI, dan Menteri Dalam Negeri RI Nomor 3 Tahun2008, Kep-033/A/JA/6/2008, Fatwa Majelis Ulama Indonesia Nomor 11/Munas VII/MUI/15/2005, Peraturan Gubernur Jawa Barat Nomor 12 Tahun 2011, dan Peraturan Walikota Bekasi Nomor 40 Tahun 2011 (Bab IV Pasal 4). Pada akhirnya, Jemaah Ahmadiyah hanya bisa pasrah masjidnya disegel aparat.

Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) menilai tindakan Pemerintah Kota Bekasi telah bertentangan dengan UUD 1945 karena didalam Pasal 28E ayat (1) UUD 1945 ditegaskan bahwa “Setiap orang bebas memeluk agama dan beribadat menurut agamanya, memilih pendidikan dan pengajaran, memilih pekerjaan, memilih kewarganegaraan, memilih tempat tinggal di wilayah negara dan meninggalkannya, serta berhak kembali”. Selain itu, Pemerintah Kota Bekasi juga melanggar Pasal 29 ayat (2) UUD 1945, dimana ditegaskan bahwa “Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya itu”. Dengan kata lain tindakan Wlikota dan Satpol PP kota Bekasi yang melakukan penyegelan dan pemagaran Masjid Al-Misbah telah bertentangan dengan UUD 1945.

(9)

Kota Bekasi menjadi pelindung hak masyarakat untuk beribadah HAM sehingga menciptakan hubungan yang harmoni diantara masyarakat.

YLBHI juga mempertanyakan kehadiran personel TNI didalam penyegelan Masjid Al-Misdah yang bertentangan dengan tugas pokok dan fungsi didalam UU No.34 Thun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia dan Tridarma Ekakarma berdasarkan Peraturan Panglima TNI Nomor Perpang/45/VI/2010 Tanggal 15 Juni 2010.

YLBHI mendesak Walikota Bekasi dan seluruh aparatur terkait, untuk segera mencabut pagar dan segel terhadap Masjid Al-Misdah, Bekasi karena bertentangan dengan Konstitusi Negara Republik Indonesia dan Bhineka Tunggal Ika (Metro.news, 17 April 2017)

Kewajiban pemenuhan atas semua hak kebebasan beragama atau berkeyakinan adalah di pundak Negara. Seperti dijelaskan dalam pasal 2 ayat (1) “Negara-Negara Pihak diwajibkan untuk menghormati dan menjamin hak-hak yang diakui dalam Kovenan ini yang diperuntukkan bagi semua individu yang berada di dalam wilayah dan tunduk pada yurisdiksinya”. Hal ini dipertegas oleh Undang Undang HAM, bahwa kewajiban negara untuk menjamin tidak adanya pelanggaran HAM termasuk pelanggaran terhadap kebebasan beragama atau berkeyakinan adalah dalam bentuk menghormati, melindungi, menegakkan, dan memajukan. Kewajiban-kewajiban tersebut tidak hanya berarti keharusan pembuatan konstitusi atau peraturan perundang-undangan, tetapi juga kewajiban untuk menjamin penikmatan hak-hak tersebut bagi semua individu. Negara harus melakukan upaya-upaya yang dibutuhkan agar setiap orang mampu menikmati hak-hak mereka. Artinya, secara prinsip pelaksanaan hal tersebut harus dilakukan negara baik secara aktif seperti membuat undang-undang maupun peraturan yang dibutuhkan maupun secara pasif dengan menjamin tidak adanya pelanggaran kebebasan beragama atau berkeyakinan dari pihak lain.

Di sinilah tugas pemimpin Negara demokrasi yaitu menegakkan hak asasi manusia universal, memfasilitasi dan mendukung kehidupan beragama yang memeluk dan menghargai kemanusiaan. Sebab kebebasan beragama sebagai bagian HAM merupakan salah satu fundasi Negara demokrasi .

(10)

PENUTUP 3.1 Kesimpulan

Hak Asasi Manusia ( HAM ) menurut pasal 1 ayat 1 Undang Undang Nomor 39 Tahun 1999 adalah seperangkat hak yang melekat pada hakikat dan keberadaan manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa dan merupakan anugerah-Nya yang wajib dihormati, dijunjung tinggi dan dilindungi oleh Negara, hukum dan pemerintah, dan setiap orang demi kehormatan serta perlindungan harkat dan martabat manusia. Selanjutnya pada pasal yang kedua di jelaskan bahwa Negara Republik Indonesia mengakui dan menjunjung tinggi hak asasi manusia dan kebebasan dasar manusia sebagai hak yang secara kodrati melekat pada dan tidak terpisahkan dari manusia, yang harus dilindungi, dihormati, dan ditegakkan demi peningkatan martabat kemanusiaan, kesejahteraan, kebahagiaan, dan kecerdasan serta keadilan.

Kemudian kebebasan berkeyakinan jelas dijamin oleh UUD 1945. Dalam pasal 28E ayat (1), (2) dan (3) tentang Hak Asasi Manusia hasil amendemen UUD 1945 tahun 2000. Di samping itu, juga dalam pasal pasal 29 ayat (2), termasuk UU No 39/1999 tentang Hak Asasi Manusia, pasal 22 ayat (1). Selain itu juga, didalam UU No. 12 Tahun 2005 Tentang Pengesahan Kovenan Internasional Tentang Hak-Hak Sipil Politik Pasal 18 ayat (1) dan (2).

Jaminan kebebasan sipil di Indonesia telah mendapat pengakuan utuh secara legal dan konstitusional. Amandemen Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945 telah menegaskan setiap orang memiliki seperangkat hak dan kebebasan

Negara hukum berkewajiban menghormati dan menjamin kebebasan beragama atau berkepercayaan semua individu di dalam wilayah kekuasaannya tanpa membedakan suku, warna kulit, jenis kelamin, bahasa, agama, dan keyakinan, politik atau pendapat, penduduk asli atau pendatang, serta asal usulnya. Dalam konsep HAM, hak kebebasan beragama masuk ke ranah hak sipil dan hak politik.

(11)

bagi semua individu. Negara harus melakukan upaya-upaya yang dibutuhkan agar setiap orang mampu menikmati hak-hak mereka.

Di sinilah tugas pemimpin Negara demokrasi yaitu menegakkan hak asasi manusia universal, memfasilitasi dan mendukung kehidupan beragama yang memeluk dan menghargai kemanusiaan. Sebab kebebasan beragama sebagai bagian HAM merupakan salah satu fundasi Negara demokrasi.

3.2 Saran

Untuk menegakkan Hak Asasi Manusia yang sesuai dengan Konstitusi Negara Republik Indonesia, khususnya mengenai kebebsan beragama perlu campur tangan dari semua pihak bukan hanya pemerintah saja tetapi kita sebagai masyarakat juga harus ikut serta. Selain itu, Perda-perda yang bermasalah yang melanggar hak asasi manusia dan membatasi kebebasan beragama harus di cabut oleh pemerintah. Dan aparat keamanan harus berani didalam menindak kelompok atau ormas keagamaan yang suka main hakim sendiri atas dalil agama.

(12)

Buku

Arinanto, Satya. 2008. Hak Asasi Manusia dalam Transisi Politik. Jakarta : Fakultas Hukum Universitas Indonesia.

Martitah. 2013. Mahkamah Konstitusi:Dari Negative Legislature ke Positive Legislature?. Jakarta: KONpress.

Hudal, Ni’matul. Hukum Tata Negara Indonesia. Jakarta : PT. Raja Grafindo Utama.

Undang-Undang

________TAP MPR No. XVII tahun 1998 ________UUD 1945 Amandemen ke 4 ______UU No. 39 tahun 1999 tentang HAM

______Undang-Undang (UU) Nomor 32 Tahun 2004 mengenai Pemerintahan Daerah,

______UU No. 12 Tahun 2005 Tentang Pengesahan Kovenan Internasional Tentang Hak-Hak Sipil Politik

Website

Referensi

Dokumen terkait

Dari hasil tersebut maka dapat disimpulkan bahwa ekstrak etanol Laos putih memiliki aktivitas antibakteri terhadap pertumbuhan bakteri Escericia coli mulai konsentrasi

Permasalahan yang terjadi saat ini adalah (1) dari sisi alumni, alumni tidak dapat mengetahui informasi lowongan kerja dengan segera dan informasi lowongan kerja

Untuk indikator yang pertama dapat diketahui bahwa dalam pelaksana- an Kebijakan Larangan Pembukaan Lahan Pertanian Dengan Cara dibakar yang menjadi ukuran dasar

Berdasarkan hasil penelit ian dapat dilihat bahwa t erjadi kenaikan prot ein kasar yang cukup signifikan (P< 0,05) pada tepung jagung fermentasi dibandingkan tepung jagung

International Archives of the Photogrammetry, Remote Sensing and Spatial Information Sciences, Volume XL-5/W2, 2013 XXIV International CIPA Symposium, 2 – 6 September 2013,

Penelitian ini menggunakan pendekatan Penelitian Tindakan Kelas (PTK) dengan subyek penelitian adalah siswa kelas XII TPHP SMK Putra Wilis Kecamatan Sendang

Lebih dari setengah pelaku rawat informal meng- gunakan koping adaptif selama melakukan perawatan kepada klien dengan diabetes dan sebagian pelaku rawat informal

masyarakat Mandar di Kecamatan Sendana Kabupaten Majene ialah diantaranya: (1) penentuan calon dilihat dari akhlaknya yang baik (agama); (2) penjajakan dengan maksud