1113
Tema: 5 (Kewirausahaan, Koperasi dan UMKM)
PEMBERDAYAAN KATAHANAN PANGAN LOKAL
DALAM PENGEMBANGAN AGROWISATA
Oleh
Adhi Iman Sulaiman, Bambang Kuncoro, Hikmah Nuraini
FISIP Universitas Jenderal Soedirman
adhi_iman@yahoo.com
ABSTRAK
Tujuan penelitian ini untuk menganalisis ketahanan pangan masyarakat dalam pengembangan agrowisata di Desa Serang. Menggunakan metode penelitian kualitatif dengan Participatory Learning and Action (PLA). Menentuan informan dengan purposif pada community worker di Desa Serang Kecamatan Kerangreja Kabupaten Purbalingga. Pengumpulan data melalui penyebaran angket, observasi, wawancara, dan Participatory Decision Making (PDM), dengan menggunakan analisis interaktif. Hasil penelitian menunjukan (1) Masyarakat Desa Serang memiliki tradisi turun temurun menjadi petani holtikultura sebagai ketahanan pangan lokal di pekarangan rumah maupun di ladang yang luas. (2) Ketahanan pangan lokal di pekarangan dapat mencukupi kebutuhan harian. (3) Memiliki solidaritas dan kekompakan atau “Guyub” dalam menentukan perencanan, pemeliharaan dan penjualan hasil panen pada komoditas massal (skala besar) sebagai kesepakatan dan komitmen bersama. Tidak ada persaingan diantara masyarakat dan kelompok tani, jika keadaan rugi maupun untung di tanggung bersama. (4) Lokasi Agrowisata memerlukan pengembangan dengan program pemberdayaan yang berkesinambungan seperti pelatihan, pendampingan dan kemitraan dalam strategi promosi, membuka jaringan akses pemasaran hasil panen serta gudang untuk penyimpanan hasil panen dengan bertahan lebih lama.
Kata kunci: agrowisata, ketahanan pangan, masyarakat desa, pembangunan, pemberdayaan
ABSTRACT
The study aims to analyze the food security of the community in agro-tourism development in the Serang village. Used qualitative research methods with Participatory Learning and Action (PLA). The informant research through purposive as a community worker in the Serang village, Karangreja subdistrict of Purbalingga Regency. Data was collected through questionnaire, observation, interviews, and Focus Group Discussion (FGD), and used interactive analysis. The results showed (1) The Serang villagers have the tradition of hereditary became farmers local food security as horticulture at the yard house or in the fields of land area. (2) Local food security in the yard can be sufficient for daily needs. (3) It have sense of solidarity and cohesion, or "Guyub" in determining the planning, maintenance and sale of crops on mass (large scale) commodities as mutual agreement and commitment. There is no competition between communities and farmer groups, if the loss or profit situation is shared. (4) The agrotourism in Serang village need requires of sustainable development and empowerment programs such as training, mentorship and partnership in the promotion strategy, open access network marketing yields as well as warehouse for storing harvest to last longer.
1114
PENDAHULUAN
Provinsi Jawa Tengah dalam Buku Pegangan Perencanaan Pembangunan Daerah 2014
bertema “Memantapkan Perekonomian Nasional bagi Peningkatan Kesejahteraan Rakyat yang Berkeadilan” yang diterbitkan oleh Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Badan
Perencanaan Pembangunan Nasional tahun 2013, telah menempatkan pada urutan pertama isu
strategis pembangunan tentang stabilisasi produksi pangan untuk keberlanjutan ketahanan pangan
dan perioritas pembangunan pada (1) Menurunkan angka kemiskinan; (2) Memantapkan ketahanan
pangan.
Berdasarkan Laporan Penerapan dan Pencapaian Standar Pencapaian Minimal Bidang
Ketahanan Pangan di Provinsi Jawa Tengah tahun 2013 bahwa pangan merupakan kebutuhan dasar
bagi kehidupan manusia. Untuk itu pemenuhan kebutuhan pangan menjadi hal penting dalam
keberlanjutan penghidupan bagi masyarakat. Pembangunan ketahanan pangan ditujukan menjamin
ketersediaan, keterjangkauan, dan konsumsi pangan yang cukup, aman, bermutu, bergizi, dan
seimbang bagi setiap individu.
Dukungan terhadap pembangunan yang memperhatikan ketahanan pangan termaktub
dalam perundang-undangan diantaranya yaitu Undang-Undang Rublik Indonesia Nomor 18 tahun
2012 tentang Pangan, pada Pasal 1 bahwa ketahanan pangan adalah kondisi terpenuhinya Pangan
bagi negara sampai dengan perseorangan, yang tercermin dari tersedianya Pangan yang cukup, baik
jumlah maupun mutunya, aman, beragam, bergizi, merata, dan terjangkau serta tidak bertentangan
dengan agama, keyakinan, dan budaya masyarakat, untuk dapat hidup sehat, aktif, dan produktif
secara berkelanjutan. Pasal 3 bahwa penyelenggaraan Pangan dilakukan untuk memenuhi
kebutuhan dasar manusia yang memberikan manfaat secara adil, merata, dan berkelanjutan
berdasarkan Kedaulatan Pangan, Kemandirian Pangan, dan Ketahanan Pangan.
Kemudian menurut Undang-Undang Nomer 41 tahun 2009 tentang Perlindungan Lahan
Pertanian Pangan Berkelanjutan pada Pasal 1 bahwa Ketahanan Pangan adalah kondisi
terpenuhinya pangan bagi rumah tangga yang tercermin dari tersedianya pangan yang cukup, baik
jumlah maupun mutunya, aman, merata, dan terjangkau. Kemandirian Pangan adalah kemampuan
produksi pangan dalam negeri yang didukung kelembagaan ketahanan pangan yang mampu
menjamin pemenuhan kebutuhan pangan yang cukup ditingkat rumah tangga, baik dalam jumlah,
mutu, keamanan, maupun harga yang terjangkau, yang didukung oleh sumber-sumber pangan yang
beragam sesuai dengan keragaman lokal.
Ketahanan pangan menjadi program pembangunan pemerintah yang bukan slogan
kebijakan publik bersifat populis serta utopis yang tidak membumi. Tetapi program ketahanan
pangan ditujukan mulai dari tingkat pemerintah pusat melalui kemauan dan dukungan (political
1115
Implementasi kebijakan peningkatan produksi tanaman lokal belum optimal sehingga
masih terdapat kesenjangan yang besar antara produksi dengan potensi tanaman pangan lokal.
Beberapa masalah mendasar yang perlu mendapat perhatian yaitu masalah kurangnya pelibatan
para implementor pada tataran operasional, masalah koordinasi pelaksanaan antar unit dan masalah
anggaran yang memadai untuk program peningkatan produksi tanaman pangan lokal (Nursalam
2010). Kebijakan bidang ketahanan pangan hanya dinilai sebagai pembangunan fisik, dengan
memberikan bantuan material yang hanya bermanfaat sesaat saja. Perlu mengkaji persoalan yang
selalu muncul yaitu faktor sosial budaya dan memperhatikan kearifan lokal masyarakat sebagai
modal pembangunan (Wirawan & Nurdin 2013). Menurut Ashari et al. (2012) masalah program
pemenfaatan lahan pekarangan rumah tangga yaitu belum membudayanya budidaya pekarangan
secara intensif masih bersifat sambilan dan belum berorientasi pasar, kurang tersedia teknologi
secara spesifik untuk budidaya pekarangan dan proses pendampingan dari petugas yang belum
memadai.
Berdasarkan hal tersebut, penting dan menarik untuk melakukan penelitian lanjutan tentang
model pemberdayaan masyarakat berbasis ketahan pangan lokal dalam pengembangan Agriwisata
di Desa Serang Kecamatan Karangreja Kabupaten Purbalingga. Desa Serang sebagai lokasi
Agrowisata dan ketahanan pangan yang menerima pengahragaan Pakarti Utama I Tingkat Nasional
Pelaksana Terbaik Pemanfaatan Halaman Pekarangan Tahun 2013. Tujuan penelitian untuk
menganalisis ketahanan pangan yang dimiliki masyarakat dalam pengembangan Agrowisata di
Desa Serang Kabupaten Purbalingga.
METODE PENELITIAN
Metode penelitian Participatory Learning and Action (PLA) sebagai salah satu bentuk
penelitian kualitatif untuk mengidentifikasi masalah dan potensi masyarakat serta mendapat
pemahaman yang mendalam tentang situasi suatu komunitas. Kemudian komunitas sebagai
community worker menganalisis dan mengambil keputusan dari permasalahan yang dihadapi. Hal
tersebut merupakan assessment, proses belajar, mengoptimalisasikan aspirasi dan partisipasi dari
kondisi atau masalah yang dihadapi dari, dengan dan untuk masyarakat (Adi 2013). Pengumpulan
data dengan angket, wawancara, pengamatan langsung, analisis dokumentasi, Focus Group
Discussion (FGD). Lokasi penelitian dipilih dari desa yang secara potenisal dan aktual berhasil
melakukan program pemberdayaan melalui pemanfaatan lahan pekarangan yaitu Desa Serang
Kecamatan Karangreja Kabupaten Purbalingga. Penentuan informan melalui purposive dengan
memilih informan dari para kelompok tani (Gapoktan), kelompok usaha kecil dan menengah
1116
petani holtikultura. Menggunakan analisis data model interaktif dari Miles dan Huberman (2007)
yaitu reduksi data, penyajian data dan penarikan kesimpulan.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Karakteristik Ketahanan Pangan Desa Serang
Desa Serang dijadikan kawasan desa wisata berbasis ketahanan pangan (Agrowisata) yang
diresmikan melalui Surat Keputusan Bupati Purbalingga Nomor 413.1/180 Tahun 2010 tentang
Penetapan Desa Serang Kecamatan Karangreja sebagai desa wisata. Berdasarkan data Monografi
Desa Serang tahun 2016, memiliki potensi alam di kawasan pegunungan yang memiliki ketinggian
tempat terrendah 650m dpl dan tertinggi 1650m dpl, udara yang sejuk terrendah 16C0 dan tertinggi
28C0. Kondis wilayah dataran 30%, miring 45 % dan berbukit 25 % dari luaas wilayah 2.878,390
Ha. Jumlah penduduk 8.379 jiwa dengan 2.575 kepala keluarga, status mata pencaharian terbanyak
sebagai petani 3.385 orang (59.40%), buruh swasta 1.499 orang (26.30%), buruh tani 509 orang
(8.93%), dan pedagang 231 orang (4.05%). Mata pencaharian masyarakat desa secara umum 90%
adalah pertanian untuk tanaman padi gogo polowijo, tanaman keras seperti kopi, cengkeh, gula
kelapa dan tanaman kayu untuk wilayah dan yang paling banyak tanaman hortikultura yaitu
komoditas terbesar stroberi dengan luas 52.4 Ha menghasilkan 2.814 ton/tahun, jenis sayuran
kentang, tomat, cabe besar, cabe rawit, kobis, wortol, sawi, bawang daun, sledri, caisim, pakcoy,
selada darat, dan jagung.
Desa Serang memiliki karakteristik ketahanan pangan baik dari segi permasalahan maupun
potensi yang dimiliki yaitu masyarakat Desa Serang memiliki pengalaman yang sudah lama dan
menjadi budaya turun temurun di bidang pertanian holtikultura termasuk penanaman dengan
pemanfaatan pekarangan disekitar rumahnya. Terdapat komoditas holtikultura unggulan dengan
produksi massal yang dapat dipasarkan secara komersil bersifat musiman artinya tergantung
permintaan pasar terhadap produk tertentu, tetapi untuk komoditas jenis sayuran tetap ada
sepanjang musim penanaman dan diproduksi di lahan pekarangan rumah. Hortikultura
(horticulture) berasal dari bahasa Latin yaitu hortus artinya tanaman kebun dan cultura/colere,
artinya budidaya. Jadi Hortikultura sebagai budidaya tanaman kebun. Komoditas di Desa Serang
lebih dominan pada sayuran seperti: cabai merah, kobis, tomat, kentang, dan stoberi, serta
komoditas lainnya.
Kearifan lokal masyarakat Desa Serang adalah selalu kompak dan bekerjasama (guyub)
dalam usaha holtikultura, seperti mulai dari perencanaan penanaman untuk produksi massal sesuai
permintaan pasar dan dalam proses penjualan hasil panen, semua secara kompak melakukan
koordinasi atau komunikasi dan kesepakatan bersama sebagai satu organisasi Gabungan kelompok
1117
(kepala keluarga) memiliki iuran wajib sebanyak seribu rupiah setiap hari yang dikumpulkan di
kelompok tani, sebagai dana tabungan bersama (kas kelompok) untuk dana sosial. Mujiyadi (2012)
setiap kegiatan atau usaha yang dilakukan kadangkala mengalami hambatan namun tidak tertutup
kemungkinan banyak juga faktor pendukung dalam melaksanakan kegiatan tersebut. Para petani
penggarap di lahan sementara ini mengatakan bahwa hambatan yang merka rasakan lebih banyak
pada pemasaran, harga yang pasang surut membuat mereka harus menambah modal. Karena kalau
panen secara bersamaan di beberapa tempat, bukan hanya harga yang sangat murah tetapi sebagian
sayur tidak laku dan terpaksa dibuang karena busuk. Jika terjadi kegagalan panen seperti harga
yang rendah bahkan anjlok secara ekstrim untuk satu jenis komuditas tertentu sehingga mengalami
kerugian, kelompok tani di Desa Serang tetap dapat bertahan untuk memenuhi kebutuhan sehari
hari yaitu dari komuditas lainnya yang ada dipekarangan rumah.Hal ini sangat penting
sebagaimana menurut Widodo dan Suradi (2011) organisasi dan kearifan lokal, yang tumbuh dan
berkembang di masyarakat lokal, perlu diberikan ruang gerak yang luas agar dapat
mengekspresikan dan mengartikulasikan berbagai kebutuhan masyarakat lokal sebagai
keswadayaan masyarakat dan peran aktifnya dalam pembangunan, khususnya bagi pembangunan
kesejahteraan sosial.
Memiliki pengalaman kegagalan panen yang disebabkan bukan saja oleh hama tetapi hasil
produksi berlimpah tetapi harga dipasaran anjlok secara ekstrim. Artinya biaya modal produksi
lebih besar dibandingkan dengan penghasilan penjualan, atau harga di pasaran anjlok karena
komoditas tertentu sangat banyak (belimpah). Para petani penggarap di lahan sementara ini
mengatakan bahwa hambatan yang merka rasakan lebih banyak pada pemasaran, harga yang
pasang surut membuat mereka harus menambah modal. Karena kalau panen secara bersamaan di
beberapa tempat, bukan hanya harga yang sangat murah tetapi sebagian sayur tidak laku dan
terpaksa dibuang karena busuk. Jika terjadi kegagalan panen seperti harga yang rendah bahkan
anjlok secara ekstrim untuk satu jenis komuditas tertentu sehingga mengalami kerugian, kelompok
tani di Desa Serang tetap dapat bertahan untuk memenuhi kebutuhan sehari hari yaitu dari
komuditas lainnya yang ada dipekarangan rumah. Menurut Purwanto (2012) ketahanan pangan
merupakan suatu sistem yang terdiri dari subsistem ketersediaan, distribusi, dan konsumsi.
Masing-masing subsistem terkandung fungsi yang saling berkaitan. Subsistem ketersediaan pangan
berfungsi menjamin pasokan pangan untuk memenuhi kebutuhan seluruh penduduk, baik dari segi
kuantitas, kualitas, keragaman dan keamanannya. Subsistem distribusi berfungsi mewujudkan
sistem distribusi yang efektif dan tangga dapat memperoleh pangan dalam jumlah dan kualitas
yang cukup sepanjang waktu dengan harga yang terjangkau.
Pemberdayaan Ketahanan Pangan Lokal dalam Agrowisata
Desa Serang sudah menjadi kawasan agrowisata dengan adanya lokasi sentra stowberi,
1118
negeri, instansi pemerintah, TNI atau Polri, organisasi dan sekolah untuk melakukan kegiatan
perkemahan, pelatihan/tranning, penelitian dan studi banding. Desa Serang memiliki akses jalan ke
lokasi wisata Gunung Selamet, ada rest area yang di kenal dengan sebutan “LA” atau Lembag Asri,
ada gazebo untuk beristirahat santai, arena outbond, ATV dan berkuda, kebun sayuran sambil
menikmati jalan kebun menuju hutan pinus. Namun perlu ada peningkatan daya tarik dengan
adopsi inovasi, sebagaimana menurut Marsigit (2010) memberdayakan sektor pasca panen,
pengolahan dan pemasaran hasil pertanian yang dari berbagai penelitian banyak meningkatkan nilai
tambah, baik nilai tambah ekonomi (peningkatan pendapatan) maupun nilai tambah sosial
(peningkatan dan penciptaan lapangan kerja). Menurut Purwanto (2012) inovasi tersebut meliputi
varitas unggul bergizi tinggi, teknologi pasca panen terutama penyimpanan, serta teknologi untuk
meningkatkan nilai tambah dan mengangkat citra pangan tradisional menjadi komoditas yang
bergengsi, menarik disajikan, serta enak dan praktis dikonsumsi. Hal tersebut dapat diwujudkan
dengan banyaknya pihak yang terlibat dalam pengembangan sistem ketahanan pangan untuk
membangun kerja sama yang sinergis dan terarah antar institusi dan komponen masyarakat sebagai
kunci keberhasilan. Program pengembangan ketahanan pangan yang akan dilaksanakan harus
direncanakan bersama masyarakat yang mengetahui secara persis akan kebutuhan dan potensi yang
ada dilingkungannya.
Program pemberdayaan yang diberikan berupa proses penanggulangan hama, peningkatan
produksi pertanian, program adopsi dan difusi inovasi seperti penanaman dengan teknik
hidroponik, rekayasa penanaman untuk mengantisipasi perubahan cuaca yang ekstrim dengan
membangun greenhouse, pembibitan komoditas stroberi unggulan, dan pembuatan pupuk organik
serta penyimpanan hasil panen dalam mesin pendingin kapasitas besar. Lebih lanjut program pasca
panen seperti pengolahan dan pengemasan untuk buah stroberi menjadi minuman sirup dan teh
daun stroberi, makanan olahan dodol serta getuk.
Namun produk holtikulturan sebagai ketahanan pangan lokal yang menjadi komoditas
unggulan dan ciri khas yang unik, belum secara maksimal dijadikan produk yang dapat dijual
secara komersil kepada pengunjung. Fasilitas produk holtikultura yang ditawarkan kepada
pengunjung yaitu petik langsung di kebun stroberi, tetapi untuk jenis produk sayuran lainnya belum
dikomersilkan seperti membuat Agrimart yaitu mini market yang menjual produk-produk sayuran
dan buah-buahan unggulan yang segar dengan pengemasan yang bagus menggunakan mesin plastik
vakum sealer. Begitupun produk makanan dan minuman olahan sebagai hasil pasca panen untuk
memberikan nilai tambah bagi petani, hasil produksinyanya belum berskesinambungan, sehingga
tidak menjadi makanan khas yang tersedia setiap saat untuk dinikmati langsung dan menjadi
oleh-oleh yang dapat dinikmati dan bawa wisatawan.
Kurangnya memanfaatkan keunggulan potensi produk holtikultura sebagai ketahananan
1119
disebabkan oleh: (1) Hasil panen holtikultura terutama buah stroberi lebih diorientasikan untuk
dijual langsung kepada pengepul atau tengkulak, karena sudah ada ikatan persaudaraan yang lama
sebagai tradisi dengan tengkulak dan keuntungan yang didapatkan bisa langsung diterima, daripada
diolah lagi menjadi makanan atau minuman yang membutuhkan proses dan waktu untuk lama
untuk dijual kepada pengunjung. Keuntungan melakukan transaksi dengan tengkulak adalah hasil
panen sudah jelas dan pasti akan ada yang membeli atau menampung, tidak ada beban ongkos
transportasi dan resiko distribusi hasil panen untuk dikirimkan ke luar lokasi desa yang jauh,
karena langsung di ambil oleh tengkulak. Ikatan saling membantu antara masyarakat petani dengan
pihak tengkulak yang bisa memberikan jaminan pinjaman baik modal usaha untuk pembibitan dan
pupuk serta kebutuhan lainnya. Rasyadian (2013) menegaskan, tengkulak ternyata sangat berperan
besar dalam menentukan sirkulasi kapital yaitu jalur pasar dan modal serta sebagai perantara
(middlemen). Azizah (2016) menyatakan tengkulak memiliki posisi strategis dalam
menghubungkan petani dengan pembeli agar tercapainya tujuan-tujuan ekonomi bagi semua pihak.
(2) Khusus panen buah stroberi terkadang tidak bisa mempertahankan keberlanjutan
kuantitasnya karena terkendala curah hujan yang lama dan serangan hama. Permasalahan ini sudah
diantisipasi dengan meminta bantuan pada dinas pertanian pemerintah daerah untuk meneliti dan
menanggulangi hama, tetapi belum ada hasil yang diinformasikan atau disosialisasikan dan
keberlanjutannya. Antisipasi berikutnya yaitu mendapat bantuan pembuatan greenhouse dari
pemerintah pusat dan daerah serta perguruan tinggi sebanyak empat zona. Namun keberlangsungan
penggunaan dan pemeliharaannya greenhouse tidak optimal, karena penyuluhan dan pelatihan yang
diberikan kepada kelompok tani dari alih pengetahuan serta adopsi teknologi kurang maksimal,
tidak ada pendampingan, keberlanjutan, monitoring dan evaluasi. Implementasi program
penenaman dengan greenhouse memerlukan pelatihan dan pemerliharaan secara komprehensif,
karena cukup rumit dan kompleks. Sehingga kelompok tani kembali lagi kepada proses
penanaman konvensional, lebih tertarik dan menguntungkan ikut menjadi pengelola atau pengurus
tempat wisata. Menurut Sudarmodjo dan Sutioso (2002) yang mejadi kendala dalam implementasi
greenhouse adalah mengontrol lingkungan antaranya suhu dan kelembaban udara serta kontrol
distribusi air dan pupuk. Kebutuhan terhadap sistem monitor dan kontrol lingkungan ini yang
menyebabkan bangunan greenhouse tergolong bangunan yang mahal. Abbas et al. (2015)
pemeliharaan greenhouse membutuhkan ketekutan karena sistem kontrol pengkondisian suhu dan
kelembaban sangat menentukan, dibuat sesuai dengan faktor iklim yang dapat mempengaruhi
pertumbuhan tanaman, termasuk teknik penyiraman baik secara manual atau konvensional dan
otomatis.
(3) Kurangnya ada pemerataan penerima manfaat (beneficiaries) dari pelaksanaan program
pemberdayaan, sehingga terdapat dominasi dari beberapa kelompok binaan (community worker)
1120
koordinasi kepada masyarakat aksesnya lebih dimiliki oleh kelompok yang dekat dan bagian dari
kekuasaan pemerintah desa. Pihak perempuan kurang mendapat kesempatan yang sama untuk ikut
berpartisipasi dalam proses pengambilan keputusan baik di desa, rencana panen dan program
pemberdayaan. Menurut Sulaiman et al. (2015) rendahnya partisipasi perempuan dalam proses
pembuatan keputusan karena peran dan aktivitas kelembagaan di masyarakat masih didominasi
laki-laki, perempuan lebih disibukkan untuk mengurusi kegiatan rumah tangga serta perempuan
masih kurang berani berpendapat dan berfikir kritis.
Program pemberdayaan pasca panen berupa penyuluhan dan pelatihan yang diberikan
untuk meningkatkan nilai tambah dari hasil holtikultura kurang mendapat pendampingan dan
jaringan kemitraan untuk strategi pemasaran, sehingga belum mencapai kemandirian. Lokasi wisata
yang ditawarkan telah dinilai sangat cukup dalam memenuhi tambahan keuntungan selain dari hasil
panen, sehingga tidak lagi tertarik untuk melanjutkan program pemberdayaan pasca panen dengan
membuat dan menjual produk minuman dan makanan olahan
KESIMPULAN
Strategi komunikasi pemasaran terintegarasi di agrowisata Desa Serang dapat diwujudkan
dengan membuka forum dialog sambung rasa atau sarasehan sebagai komunikasi partisipatif yang
melibatkan semua pihak atau stakeholder antara lain masyarakat kelompok usaha dan kelompok
tani, pemerintah desa, pemerintah daerah, perguruan tinggi dan lembaga swadaya masyarakat
untuk: (1) Membuat perencanaan dan pelaksanaan promosi serta pemasaran secara terpadu melalui
kajian dan riset untuk mengidentifikasi permasalahan, menganalisis potensi dan prospek untuk
peningkatan kesejahteraan masyarakat. (2) Melaksanakan progam pemberdayaan untuk
menjalankan strategi pemasaran dengan sosialisasi, pelatihan, dan pendampingan pada masyarakat
kelompok usaha, kelompok tani, pengurus BUMDes dan agrowisata dapat bekerjasama menjadi
tim untuk meningkatkan pengelolaan kepengurusan, keuangan, tempat wisata, pengembangan
usaha, pelayanan publik, pembuatan iklan promosi di media baik website, facebook, iklan di koran,
membuat brosur, papan informasi, baliho dan spanduk di tempat strategis. (3) Menyelenggarakan
pergelaran seni, budaya, panen raya, dan pasar rakyat untuk menjadi agenda rutin tahunan yang
didukung pemasaran, promosi secara langsung maupun melalui media sosial. (4) Membentuk tim
promosi dan pemasaran agrowisata supaya dapat dikembangkan serta membuka akses kerjasama
atau kemitraan dengan pemerintah, swasta atau investor dan perguruan tinggi.
UCAPAN TERIMA KASIH
Kami menghaturkan banyak terima kasih atas segala kebijakan dari Lembaga Penelitian
1121
sebagai dosen melakukan penelitian khusunya pada skema penelitian Unggulan Unsoed 2017.
Kemudian kepada Pemerintah Desa Serang Kecamatan Karangreja Kabupaten Purbalingga,
kelompok usaha, kelompok tani dan pengurus Agrowisata Lembag Asri (LA) yang telah
bekerjasama dan mendukung proses penelitian.
DAFTAR PUSTAKA
Abbas, H., Syam, R., & Jaelani, B. 2015. Rancang Bangun Smart Greenhouse Sebagai Tempat Budidaya Tanaman Menggunakan Solar Cell Sebagai Sumber Listrik. Prosiding. Seminar Nasional Tahunan Teknik Mesin XIV. Banjarmasin, 7-8 Oktober 2015
Adi, IR. 2013. Intervensi Komunitas dan Pengembangan Masyarakat : sebagai Upaya Pemberdayaan Masyarakat. Jakarta : Rajawali Pers
Ashari., Saptana., Purwantini, T.B. 2012. Potensi dan Prospek Pemanfaatan Lahan Pekarangan untuk Mendukung Ketahanan Pangan. Forum Penelitian Agro Ekonomi. Volume 30 No. 1, Juli 2012: 13-30
Azizah, E.N. 2016. Peran Positif Tengkulak dalam Pemasaran Buah Manggis Petani: Studi Jaringan Sosial Tengkulak di Desa Karacak, Kecamatan Leuwiliang, Kabupaten Bogor. Indonesian Journal of Sociology and Education Policy. Vol.1, No.1:80-102
Hanifah, A., dan Unayah, N. (2011). Kontribusi Organisasi Sosial dalam Pembangunan Kesejahteraan Sosial: Studi Kasus Organisasi Sosial di Kota Palembang Sumatera Selatan. Jurnal Penelitian dan Pengembangan Kesejahteraan Sosial. 16(1):85-100 Marsigit, W. (2010). Pengembangan Diversifikasi Produk Pangan Olahan Lokal Bengkulu untuk
Menunjang Ketahanan Pangan Berkelanjutan. Agritech. 30(4): 256-264
Miles, MB, Huberman AM. 2007. Analisis Data Kualitatif. Rohidi TR, penerjemah. Jakarta : UI Press. Terjemahan: Qualitative Data Analysis
Mujiyadi, B. (2012). Pemberdayaan Masyarakat Miskin Pinggiran Kota: Studi Pekerjaan Sosial tentang Petani Penggarap di Lahan Sementara. Sosiokonsepsia. 17(2).
Nursalam. 2010. Implementasi Kebijakan Peningkatan Produksi Tanaman Pangan Lokal dan Ketahanan Pangan di Provinsi Nusa Tenggara Timur. Jurnal Administrasi Publik. 1(1): 66-77
Purwanto, AB. (2012). Penguatan Kapasitas Masyarakat dalam Ketahanan Pangan di Daerah Tetinggal: Studi Kasus di Distrik Agimuga, Mimika, Papua. Sosiokonsepsia. 17(3) Rasyadian, Y. 2013. Merajut dengan Tanah, Menjejak dengan Sekolah: Gerakan Perlawanan atas
Neoliberalisme di Desa Pertanian Sarimukti. Jurnal Ranah. Vol 3, No.1: 12-39
Sudarmodjo, S.K. & Sutioso, Y. 2002. Hidroponik Skala Rumah Tangga. Jakarta: Agro Media Pustaka
Sulaiman, AI., Lubis DP., Susanto D., & Purnaningsih, N. 2015. Komunikasi Stakeholder dalam Musyawarah Perencanaan Pembangunan (Musrenbang). Mimbar (Jurnal Sosial dan Pembangunan). Vol. 31, No. 2:367-378
Undang-Undang Nomer 41 tahun 2009 tentang Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan
Undang-Undang Rublik Indonesia Nomor 18 tahun 2012 tentang Pangan
Widodo, N & Suradi. 2011. Profil dan Peran Organisasi Lokal dalam Pembangunan Masyarakat.
Sosiokonsepsia. 16(2): 197-208