• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KAJIAN PUSTAKA 1.1 Kajian Teori 2.1.1 Perilaku Sopan Santun Anak Usia Dini a. Pengertian perilaku sopan santun - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Peningkatan Perilaku Sopan Santun Melalui Metode Bercerita pada Anak Usia

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "BAB II KAJIAN PUSTAKA 1.1 Kajian Teori 2.1.1 Perilaku Sopan Santun Anak Usia Dini a. Pengertian perilaku sopan santun - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Peningkatan Perilaku Sopan Santun Melalui Metode Bercerita pada Anak Usia"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

1.1 Kajian Teori

2.1.1 Perilaku Sopan Santun Anak Usia Dini a. Pengertian perilaku sopan santun

Ujiningsih (Niken & Siti & Sadiman : 2014) berpendapat bahwa perilaku sopan santun adalah perilaku seseorang yang menjunjung tinggi nilai-nilai menghormati, menghargai, tidak sombong, dan berakhlaq mulia. Perwujudan dari sikap sopan santun adalah perilaku yang menghormati orang lain melalui komunikasi menggunakan bahasa yang tidak meremehkan atau merendahkan orang lain. Dalam budaya jawa sikap sopan salah satunya ditandai dengan perilaku menghormati kepada orang yang lebih tua, menggunakan bahasa yang sopan, tidak memiliki sifat yang sombong.

Pembiasaan perilaku sopan santun ini perlu dilakukan di kehidupan sehari-hari, baik dalam keluarga maupun dilingkungan sekitar anak, supaya nantinya anak akan mudah bersosialisasi dimanapun anak berada. Hal ini berdasar ungkapan Kusuma ( dalam Kusbandinah : 2013), Kelak, anak yang dibiasakan dari kecil untuk bersikap sopan santun akan lebih mudah bersosialisasi. Dia akan mudah memahami aturan-aturan yang ada di masyarakat dan mau mematuhi aturan umum tersebut. Anak pun relatif mudah menyesuaikan diri dengan lingkungan baru, supel, selalu menghargai orang lain, penuh percaya diri, dan memiliki kehidupan sosial yang baik. Pendek kata, dia tumbuh menjadi sosok yang beradab.

(2)

baik dari pada orang tua kecuali dengan pemberian pendidikan yang lebih baik, menanamkan budi pekerti yang luhur, belajar mengucapkan kata-kata yang baik, dan sekaligus diajarkan untuk belajar menghormati orang lain.

b. Faktor yang mempengaruhi sopan santun

Sopan santun merupakan sebuah perilaku. Untuk dapat mengetahui faktor yang mempengaruhi sopan santun, sama pula dengan mengetahui faktor yang mempengaruhi perilaku. Faktor-faktor yang mempengaruhi sopan santun anak, adalah sebagai berikut: a. Faktor Orang Tua

Orang tua adalah faktor pertama yang menyebabkan penyimpangan dari diri anak. Karena dari orang tua pendidikan pertama didapat oleh anak. Apa yang sering diucapkan dan dilakukan oleh orang tuanya menjadi panutan atau mempengaruhi pola pikir anak tersebut.

b. Faktor Lingkungan

Lingkungan mempunyai peranan yang besar dalam membentuk karakter dan kepribadian anak jika anak tumbuh dan besar dalam lingkungan yang disharmonis, maka perilaku anak tersebut akan cenderung kepada penyimpangan-penyimpangan pada diri anak. c. Faktor Sekolah

Perilaku siswa terbentuk dan dipengaruhi oleh berbagai faktor, antara lain faktor lingkungan, keluarga dan sekolah. Tidak dapat dipungkiri bahwa sekolah merupakan salah satu faktor dominan dalam membentuk dan mempengaruhi perilaku siswa. Di sekolah seorang siswa berinteraksi dengan para guru yang mendidik dan mengajarnya. Sikap teladan, perbuatan dan perkataan para guru yang dilihat dan didengar serta dianggap baik oleh siswa dapat meresap masuk begitu dalam ke dalam hati sanubarinya dan dampaknya kadang-kadang melebihi pengaruh dari orang tuanya di rumah. Sikap dan perilaku yang ditampilkan guru tersebut pada dasarnya merupakan bagian dari upaya sopan santun siswa di sekolah. Akan tetapi jika dari lingkungan sekolah misalnya dari guru dan teman sebaya tidak memberikan contoh yang baik bagi anak, tentu anak juga akan terpengaruh pola pikirnya sehingga mudah sekali melakukan penyimpangan seperti telat, kurang sopan dan sering berkata kotor. Secara langsung dan tidak langsung sekolah adalah media belajar yang peranannya sangat besar bagi peserta didik.

(3)

c. Contoh perilaku sopan santun (yang disasar)

Berdasar Standar dan Bahan Ajar PAUD Nonformal Tahun 2007, dalam Satibi (2013: 1.15) Pada Aspek Perkembangan Moral dan Nilai-nilai Agama usia 5-6 tahun, di perkembangan dasar anak untuk terbiasa berperilaku sopan santun dan saling menghormati yang menjadi Indikator adalah:

1.Bersikap ramah; 2. Meminta tolong dengan baik; 3. Berterima kasih jika memperoleh sesuatu; 4. Berbahasa sopan dalam berbicara (tidak berteriak); 5. Mau mengalah; 6. Mendengarkan orang tua/teman berbicara; 7. Tidak mengganggu teman; 8. Memberi dan membalas salam; 9. Menutup mulut dan hidung bila bersin/batuk; 10. Menghormati yang lebih tua; 11. Menghargai teman/orang lain; 12. Mendengarkan dan memperhatikan teman bicara; 14. Menyayangi yang lebih muda dan menghormati yang lebih tua.

Indikator di atas dijelaskan ke dalam butir-butir amatan, yang menjadi contoh

perilaku sopan santun yang akan disasar untuk anak usia 5-6 tahun, untuk anak usia 5-6 tahun, yaitu:

(4)

21. Anak meresponi dengan menjawab/ dengan melakukan apa yang temannya bicarakan; 22. Anak mau berbagi mainan dengan teman yang lebih muda; 23. Anak dapat berbicara dengan lemah lembut atau tidak membentak kepada teman yang lebih muda 2.1.2 Metode Bercerita

a. Metode Bercerita

Bercerita merupakan salah satu metode pembelajaran yang sudah sering dipakai dalam pembelajaran anak, terutama pada pembelajaran anak usia dini. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (Muzdalifah:2013) cerita merupakan tuturan yang membentangkan tentang bagaimana terjadinya suatu hal atau peristiwa atau karangan yang menuturkan perbuatan, pengalaman kebahagiaan atau penderitaan orang, kejadian tersebut sungguh-sungguh atau rekaan. Sedangkan Depdiknas (Muzdalifah:2013) mendefinisikan bahwa metode bercetita adalah cara bertutur kata dalam penyampaian cerita atau memberikan penjelasan kepada anak secara lisan, dalam upaya memperkenalkan ataupun memberikan keterangan hal baru pada anak.

Conny R. Semiawan (2008:34) cara ampuh merubah anak adalah dengan memahami anak sedemikian rupa dapat menerobos ke dalam penghayatan pengalaman. Satu-satunya jalan adalah memasuki dunia anak itu melalui cerita sesuai dengan dunia anak sehingga tercadi pertemuan dan keterlibatan emosi, pemahaman keterlibatan mental antara bercerita dengan anak. Dengan demikian terwujudlah pengalaman dua sisi antara yang bercerita dengan anak.

Bercerita merupakan proses penyampaian gambaran atau kejadian secara runtut. Bercerita merupakan salah satu bentuk seni, bentuk hiburan, dan pandangan tertua yang telah dipercayai nilainya dari generasi ke generasi berikutnya. Bercerita mampu menolong kemampuan sosial anak. Selain itu, bercerita juga merupakan kegiatan yang dilakukan seseorang secara lisan kepada orang lain dengan alat atau tanpa alat tentang apa yang harus disampaikan dalam bentuk pesan, informasi, atau dongeng untuk didengarkan dengan rasa menyenangkan, menurut Heroman & Jones (Aprianti 2013:80).

(5)

terhadap dongeng yang diceritakan akan memberikan suasana yang segar, menarik, dan menjadi pengalaman yang unik bagi anak, menurut Gordon & Browne (Satibi 2013:4.24). b. Manfaat bercerita

Metode bercerita mampu mengembangkan nilai-nilai moral dan agama pada anak usia dini, karena bisa membiasakan anak untuk berperilaku sopan, mengucapkan salam, mau berbagi mainan, mau bekerjasama, tidak mudah marah, mau memaafkan dan memberikan contoh-contoh positif pada anak, menciptakan lingkungan yang baik, yang harmonis penuh ketata sopanan, menurut Siti (2013).

Cerita banyak digunakan oleh para guru untuk menyampaikan pesan kepada peserta didiknya. Penggunaan cerita ini bukan tanpa alasan. Bercerita memiliki manfaat yang banyak. Abbas (Wuri Wuryandani:2010) mengungkapkan bercerita sebagai metode atau media pendidikan yang mempunyai fungsi: 1) menyajikan kebenaran yang abstrak menjadi jelas, 2) mengembangkan imajinasi, 3) membangkitkan rasa ingin tahu, 4) mempengaruhi perasaan, 5) melatih daya tangkap dan konsentrasi, 6) membantu perkembangan fantasi, 7) menambah pengetahuan, 8) mengembangkan kemampuan berbahasa.

Satibi (2013:4.24) berpendapat bercerita mempunyai makna penting bagi perkembangan anak usia dini, karena melalui bercerita kita dapat: 1) Mengkomunikasikan nilai-nilai budaya, 2) Mengkomunikasikan nilai-nilai sosial, 3) Mengkomunikasikan nilai moral dan keagamaan, dan 4) Membantu mengembangkan fantasi anak.

Menurut Moeslichatoen (1999:168) Guru dapat memanfaatkan kegiatan bercerita untuk menanamkan sikap-sikap positif dalam kehidupan di lingkungan keluarga, sekolah, dan luar sekolah. Kegiatan bercerita dapat memberikan sejumlah pengetahuan sosial, nilai-nilai moral, dan keagamaan. Bercerita dapat memberikan pengalaman belajar untuk berlatih mendengarkan. Melalui mendengarkan anak memperoleh bermacam informasi tentang pengetahuan, nilai, dan sikap untuk dihayati dan diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. Melihat hal ini maka bercerita merupakan salah satu cara yang ditempuh Guru untuk memberi pengalaman belajar agar anak memperoleh penguasaan isi cerita yang disampaikan lebih baik.

(6)

Banyaknya teknik bercerita bertujuan membuat adanya variasi dalam penyampaian cerita pada anak usia dini. Pentingnya pemilihan metode yang tepat juga berpengaruh pada seberapa tertariknya anak-anak untuk mendengar cerita itu sendiri. Satibi (2013: 4.25) menggolongkan teknik bercerita menjadi lima, yaitu diantaranya: Teknik bercerita dengan membaca langsung dari buku, Teknik bercerita dengan menggunakan ilustrasi dari buku, Teknik bercerita dengan menceritakan dongeng, Teknik bercerita dengan menggunakan papan flannel, dan Teknik bercerita dengan menggunakan media boneka.

Peneliti memilih teknik bercerita dengan menggunakan media boneka, dalam penyampaian cerita yang akan disampaikan. Teknik menggunakan media boneka adalah proses penyampaian cerita dengan menggunakan boneka sebagai tokoh-tokoh yang mewakili cerita yang sedang disampaikan. Pemilihan bercerita dengan menggunakan boneka tergantung pada usia dan pengalaman anak. Karena boneka yang digunakan akan mewakili tokoh-tokoh cerita yang disampaikan, maka penting menyiapkan terlebih dahulu boneka yang akan digunakan. Sebagai contoh, jika akan menceritakan tentang keluarga, maka perlu menyiapkan boneka yang terdiri atas ayah, ibu, anak, kakek, nenek, dan yang lain sebagainya disesuaikan dengan tokoh yang diinginkan, menurut Satibi (2013: 4.27).

2.2Kerangka Berpikir

Moeslichatoen (2004:157) metode bercerita merupakan salah satu metode pemberian pengalaman belajar bagi anak TK dengan membawakan cerita kepada anak secara lisan. Satibi (2013:4.24) mengungkapkan, bercerita mempunyai makna penting bagi perkembangan anak usia dini, karena bercerita kita dapat 1.) Mengkomunikasikan nilai-nilai budaya, 2.) Mengkomunikasikan nilai-nilai sosial, 3.) Mengkomunikasikan nilai moral dan keagamaan, dan 4.) Membantu mengembangkan fantasi anak.

(7)

Kerangka berpikir dari metode penelitian ini adalah:

2.3Penelitian Relevan

Penelitian ini didasarkan pada hasil penelitian yang dilakukan oleh Niken Popy, dkk (2015) berjudul “Peningkatan Perilaku Sopan Santun Melalui Cerita Fiksi Modern Pada Anak Kelompok B TK Islam Permata Hati Surakarta” , dengan metode PTK yang dilaksanakan dalam dua siklus. Dari penelitian tersebut didapatkan hasil presentase perilaku sopan santun yang signifikan pada siklus ke dua. Dengan kata lain penggunaan metode bercerita dapat meningkatkan perilaku sopan santun anak.

(8)

Referensi

Dokumen terkait

IV. PENINGKATAN PROFESIONALISME POLRI MENUJU KEUNGGULAN 16. Peningkatan Pelatihan Fungsi Teknis Pada Suatu Kewilayahan. - Melakukan Evaluasi terhadapa perangkat dan

Berdasarkan hasil analisis statistic deskriptif dan statistic inferensial yang diperoleh serta hasil observasi yang telah dilakukan, dapat disimpulkan bahwa penggunaan

a) The total time of the five flights is taken for the final classification. b) In order to decide the individual placings when there is a tie, additional deciding flights shall

Yang pertama, temuan mengenai adanya kelompok-kelompok kecil dalam organisasi IPNU. kelompok-kelompok kecil yang dimaksud peneliti.. disini adalah ada semacam gap

Atas kehendak-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif dengan Pendekatan Struktural Think-Pair-Share (TPS) untuk

Upaya yang dilakukan pabrik agar dapat tetap beroperasi pada saat suplai dari perkebunan karet rakyat merosot, adalah memasok kayu dari perkebunan besar baik perkebunan

Program aplikasi rekam medis pasien poli umum yang dibangun dapat mengefisienkan pekerjaan petugas rekam medis sekitar 61,4% serta dapat meningkatkan

Hasil analisis regresi substruktural kedua mendapatkan hasil bahwa variabel Investasi berpengaruh langsung sebesar 0,139 terhadap Kesempatan Kerja dengan pengaruh