KONVENSI TENTANG PERLINDUNGAN BENDA BUDAYA PADA WAKTU SENGKETA BERSENJATA
Den Haag, 14 Mei 1954
Pihak-Pihak Peserta Agung,
Menyadari bahwa benda budaya telah menderita kerugian besar selama konflik-konflik bersenjata belakangan ini dan bahwa karena perkembangan-perkembangan tehnik berperang, benda budaya sedang berada dalam bahaya kerusakan yang meningkat;
Diyakinkan bahwa kerusakan terhadap benda budaya milik siapapun bagaimanapun artinya adalah kerusakan terhadap warisan budaya umat manusia, karena setiap orang membuat konstribusi terhadap budaya dunia;
Menimbang bahwa pemeliharaan warisan budaya adalah kepentingan besar umat manusia di dunia dan bahwa warisan ini perlu menerima perlindungan internasional;
Dipedomani oleh prinsip-prinsip mengenai perlindungan benda budaya pada waktu sengketa bersenjata, sebagaimana
ditetapkan dalam Konvensi Den Haag 1899 dan 1977 dan dalam Pakta washington 15 April 1935;
Merupakan pendapat bahwa perlindungan tersebut tidak dapat efektif tanpa tindakan nasional serta internasional yang
dilakukan untuk mengaturnya pada waktu damai;
Ditetapkan untuk mengambil semua langkah-langkah yang memungkinkan untuk melindungi benda budaya;
Menyetujui ketentuan-ketentuan berikut ini :
BAB I : Ketentuan Umum Mengenai Perlindungan
Definisi Benda Budaya
Pasal 1
Untuk kegunaan Konvensi ini, istilah "benda budaya", tanpa memperhatikan asal dan kepemilikannya, meliputi :
secara keseluruhan mempunyai kepentingan sejarah atau artistik; karya seni; sebagaimana koleksi-koleksi ilmiah dan koleksi-koleksi penting dari buku-buku dan arsip-arsip atau reproduksi dari benda-benda yang ditetapkan diatas;
(b) bangunan-bangunan yang kegunaan utama dan efektifnya adalah untuk memelihara atau mempertunjukkan benda budaya bergerak yang ditetapkan pada sub-paragraf (a) seperti
museum-museum, perpustakaan-perpustakaan besar dan penyimpanan-penyimpanan arsip-arsip, dan, dan tempat
penampungan
untuk melindungi, pada waktu sengketa bersenjata, benda budaya bergerak yang ditetapkan dalam subparagraf (a);
(c) pusat-pusat yang berisi sejumlah besar benda budaya sebagaimana ditetapkan dalam sub-paragraf (a) and (b), untuk diketahui sebagai "pusat-pusat yang berisi monumen-monumen".
Perlindungan Benda Budaya
Pasal 2.
Untuk kegunaan Konvensi ini, perlindungan benda budaya
terdiri dari pengamanan dan penghormatan terhadap benda budaya tersebut
Pengamanan Benda Budaya
Pasal 3
Pihak-Pihak Peserta Agung berusaha pada waktu damai
untuk mempersiapkan pengamanan benda budaya yang terletak dalam
teritorinya dari efek-efek yang dapat diperkirakan terjadi pada waktu sengketa bersenjata, dengan melakukan tindakan-tindakan yang mereka anggap sepatutnya.
Penghormatan Benda Budaya
Pasal 4.
menghormati benda budaya baik yang terdapat dalam teritorinya maupun dalam teritori Pihak Peserta Agung lainnya dengan cara mencegah penggunaan benda budaya dan lingkungan sekitarnya atau penggunaan alat-alat yang digunakan untuk perlindungan benda budaya yang dapat mengakibatkan kehancuran atau kerusakannya pada waktu sengketa bersenjata; dan dengan cara mencegah setiap tindakan permusuhan yang ditujukan langsung terhadap benda budaya tersebut.
(2) Kewajiban-kewajiban yang disebutkan diatas dalam
paragraf 1 dari Pasal ini hanya dapat dikesampingkan dalam hal dimana kepentingan militer mengharuskan adanya
pengenyampingan yang demikian.
(3) Pihak-Pihak Peserta Agung selanjutnya berusaha
untuk melarang, mencegah dan, apabila perlu, menghentikan setiap bentuk pencurian, penjarahan atau penyalahgunaan, dan setiap tindakan-tindakan vandalisme yang ditujukan langsung terhadap benda budaya. Mereka seharusnya, menghentikan pengambil alihan-benda budaya bergerak yang terletak dalam teritori Pihak Peserta Agung lainnya.
(4) Mereka seharusnya mencegah setiap cara tindakan
pembalasan yang diarahkan langsung terhadap benda budaya.
(5) Tidak ada Pihak Peserta Agung, dalam kaitannya dengan Pihak Pesera Agung lainnya, yang boleh mengelak dari kewajiban-kewajiban yang ditetapkan dalam Pasal ini, dengan alasan fakta bahwa Pihak yang disebut terakhir belum menerapkan tindakan-tindakan pengamanan yang dimaksud dalam Pasal 3.
Pendudukan
Pasal 5
(1) Setiap Pihak Peserta Agung yang sedang melakukan
(2) Apabila terbukti perlu melakukan tindakan-tindakan untuk memelihara benda budaya yang terletak di teritori yang diduduki dan rusak akibat operasi-operasi militer, dan apabila otoritas nasional yang berwenang ternyata tidak dapat melakukan tindakan-tindakan dimaksud, maka Penguasa Pendudukan harus, sedapat mungkin dalam kerjasama erat dengan otoritas tersebut, melakukan tindakan-tindakan pemeliharaan yang paling diperlukan.
(3) Setiap Pihak Peserta Agung yang pemerintahnya dianggap pemerintah yang sah oleh anggota-anggota suatu gerakan perlawanan, harus, apabila mungkin, memperhatikan kewajiban-kewajiban sesuai ketentuan-ketentuan dalam
Konvensi-Konvensi yang berkaitan dengan penghormatan benda budaya.
Tanda Pembeda Benda budaya
Pasal 6
Sesuai dengan ketentuan-ketentuan Pasal 16, benda budaya boleh mengenakan suatu lambang khusus sehingga mudah dikenali.
Tindakan-Tindakan Militer
Pasal 7
(1) Pihak-Pihak Peserta Agung berusaha pada waktu damai memperkenalkan ke dalam perarutan-peraturan militer atau instruksi-instruksi mereka tentang ketentuan-ketentuan yang dapat menjamin ketaatan terhadap Konvensi ini, serta
meningkatkan semangat penghormatan terhadap budaya dan benda budaya semua orang di kalangan anggota-anggota angkatan bersenjata.
BAB II : PERLINDUNGAN KHUSUS
Jaminan Perlindungan Khusus
Pasal 8
(1) Terhadap sejumlah terbatas tempat penampungan yang dimaksudkan untuk menyimpan benda budaya bergerak pada saat sengketa bersenjata dapat ditempatkan dibawah perlindungan khusus, dan juga terhadap pusat-pusat yang berisi monumen-monumen dan benda budaya tak bergerak lainnya yang sangat penting, apabila mereka :
(a) terletak pada suatu jarak yang memadai dari setiap pusat industri besar atau dari setiap objek militer penting yang
merupakan suatu titik rawan, seperti, misalnya, suatu aerodrome, stasiun siaran, perusahaan yang berkaitan dengan kerja pertahanan nasional, suatu pelabuhan atau stasiun kereta api yang relatif penting atau suatu jaringan utama komunikasi;
(b) tidak digunakan untuk tujuan-tujuan militer.
(2) Suatu tempat penampungan untuk benda budaya bergerak juga dapat ditempatkan dibawah perlindungan khusus, dimanapun lokasinya, jika didirikan sedemikian rupa sehingga, dalam semua kemungkinan, tidak bisa dirusak oleh bom.
(3) Suatu pusat yang berisi monumen-monumen harus dianggap digunakan untuk tujuan-tujuan militer apabila ia digunakan untuk gerakan personil atau bahan militer, walaupun dalam transit. Hal yang sama juga berlaku apabila kegiatan-kegiatan dihubungkan secara langsung dengan operasi-operasi militer, penempatan personil militer, atau produksi bahan-bahan perang yang dilakukan dalam pusat tersebut.
(5) Jika setiap benda budaya yang disebutkan dalam paragraf 1 dari Pasal ini terletak berdekatan dengan suatu objek militer yang penting sebagaimana ditetapkan dalam paragraf tersebut, maka benda budaya tersebut bagaimanapun dapat ditempatkan dibawah perlindungan khusus jika Pihak Peserta Agung yang meminta perlindungan tersebut itu berusaha, pada saat sengketa bersenjata, untuk tidak menjadikannya sebagai sasaran, dan khususnya untuk suatu pelabuhan, stasiun kereta api atau aerodrome, untuk
mengalihkan semua lalu-lintasnya daripadanya. Dalam hal yang demikian maka pengalihan tersebut harus dipersiapkan pada waktu damai.
(6) Perlindungan khusus diberikan untuk benda budaya melalui pendaftarannya dalam "Pendaftaran Internasional atas Benda budaya dibawah Perlindungan Khusus". Pendaftaran ini hanya dapat
dilakukan, sesuai dengan ketentuan-ketentuan Konvensi ini dan dibawah syarat-syarat yang ditentukan dalam Peraturan-Peraturan Pelaksanaan Konvensi ini.
Kekebalan Benda Budaya dibawah Perlindungan Khusus
Pasal 9
Pihak-Pihak Peserta Agung berusaha untuk menjamin kekebalan benda budaya dibawah perlindungan khusus yaitu mulai dari waktu pendaftarannya dalam Pendaftaran Internasional, menghentikan setiap tindakan permusuhan yang ditujukan langsung kepada benda tersebut dan, kecuali dalam kasus-kasus yang disebutkan dalam paragraf 5 Pasal 8, menghentikan setiap
penggunaan benda tersebut atau sekitarnya untuk tujuan-tujuan militer.
Identifikasi dan Pengawasan
Pasal 10
Pada waktu sengketa bersenjata, benda budaya yang berada dibawah perlindungan khusus harus ditandai dengan lambang khusus
Pencabutan Kekebalan
Pasal 11
(1) Jika salah satu dari Pihak-Pihak Peserta Agung melakukan pelanggaran atas kewajiban-kewajiban terhadap benda budaya yang berada dibawah perlindungan khusus sebagaimana diatur dalam Pasal 9, maka Pihak lawan seharusnya, selama pelanggaran tersebut masih berlangsung, dilepaskan dari kewajiban menjamin kekebalan benda budaya yang bersangkutan. Namun demikian, pada setiap waktu yang dimungkinkan, maka Pihak yang disebut belakangan
seharusnya yang pertama meminta penghentian pelanggaran tersebut dalam waktu yang wajar.
(2) Terlepas dari kasus yang disebutkan dalam paragraf 1 Pasal ini, kekebalan terhadap benda budaya yang berada dibawah
perlindungan khusus seharusnya dicabut hanya dalam hal adanya kepentingan militer yang tidak dapat dihindarkan dan pencabutan itu berlangsung hanya pada waktu kepentingan militer itu berlangsung. Kepentingan militer yang demikian hanya dapat ditetapkan
Komandan dari suatu pasukan setingkat divisi atau yang diatasnya. Apabila keadaan memungkinkan, Pihak lawan harus diberitahukan tentang keputusan pencabutan kekebalan tersebut sebelumnya dalam tenggang waktu yang cukup.
(3) Pihak yang mencabut kekebalan seharusnya, sesegara mungkin, menginformasikan secara tertulis kepada Commissioner-General untuk benda budaya yang ditetapkan dalam Peraturan-peraturan pelaksanaan dari Konvensi, dengan menyebutkan
alasan-alasannya.
BAB III : PENGANGKUTAN BENDA BUDAYA
Pengangkutan dibawah Perlindungan Khusus
Pasal.12
dengan syarat-syarat yang ditentukan dalam Peraturan-Peraturan pelaksanaan Konvensi.
(2) Pengangkutan dibawah perlindungan khusus berada dalam suatu pengawasan internasional yang ditetapkan dalam
Peraturan-Peraturan yang telah disebutkan dan dengan menggunakan lambang khusus sebagaimana yang digambarkan dalam Pasal 16.
(3) Pihak peserta Agung seharusnya menghentikan setiap tindakan permusuhan yang ditujukan langsung terhadap pengangkutan dibawah perlindungan khusus.
Pengangkutan dalam Kasus-Kasus yang Mendesak
Pasal 13
(1) Jika suatu Pihak Peserta Agung menimbang bahwa untuk kepentingan keamanan dari benda budaya tertentu memerlukan pemindahannya dan bahwa persoalannya demikian mendesak sehingga prosedur yang ditetapkan dalam pasal 12 tidak dapat diikuti, khususnya pada permulaan suatu sengketa bersenjata, transportasinyanya boleh menggunakan lambang khusus yang digambarkan dalam Pasal 16, jika suatu penerapan untuk kekebalan yang dimaksud dalam Pasal 12 belum dibuat dan ditolak. Sedapat mungkin pemindahan tersebut diberitahukan kepada Pihak lawan. Namun demikian, pengangkutan yang membawa benda budaya ke teritori dari suatu negara lain tidak boleh memperlihatkan lambang khusus tanpa adanya kekebalan yang telah diberikan secara tegas.
(2) PihakPihak Peserta Agung sedapat mungkin harus melakukan tindakan-tindakan yang diperlukan untuk menghindarkan tindakan-tindakan permusuhan yang ditujukan langsung terhadap pengangkutan yang digambarkan dalam paragraf 1 Pasal ini serta sedapat mungkin menggunakan lambang khusus.
Kekebalan dari Penyitaan, Penangkapan dan Perompakan
Pasal 14
(1) Kekebalan dari penyitaan, penawanan atau penahanan harus diberikan kepada:
(a) benda budaya yang menikmati perlindungan sebagaimana yang ditetapkan dalam pasal 12 atau yang ditetapkan dalam Pasal 13;
(b) alat transport yang secara eksklusif dilibatkan dalam pemindahan benda budaya.
(2). Tidak ada bagian dalam Pasal ini yang dapat membatasi hak memeriksa dan menggeledah benda budaya yang dimaksud.
BAB IV : PERSONIL
Personil
Pasal 15
Sepanjang masih berkaitan dengan kepentingan-kepentingan
keamanan, untuk kepentingan benda budaya yang dilindungi, maka orang-orang yang bertugas untuk melindungi benda budaya tersebut dihormati; dan jika mereka jatuh ke tangan Pihak lawan maka
mereka pada setiap saat harus diijinkan untuk terus melaksanakan tugasnya sekalipun benda budaya yang berada dibawah tanggung jawabnya telah jatuh ketangan pihak lawan.
BAB V : Lambang Pengenal
Lambang Konvensi
Pasal 16
(1) Lambang pengenal dalam Konvensi ini berupa tameng yang mengarah kebawah dengan saltir biru dan putih (sebuah tameng yang terdiri dari suatu segi empat sama sisi biru yang salah satu sudutnya merupakan ujung dari tameng, dan sebuah segitiga sama sisi biru yang berada pada bagian atas; ruang disisi kiri dan kanannya terdiri dari masing-masing sebuah segitiga warna putih)
(2) Lambang harus digunakan sebuah, atau digunakan tiga buah dalam formasi segitiga (satu tameng dibawah), menurut syarat-syarat yang ditentukan dalam Pasal 17.
Pasal 17
(1) Tanda pengenal yang digunakan tiga buah digunakan sebagai alat identifikasi dari :
(a) benda budaya tak bergerak yang berada dibawah perlindungan khusus;
(b) pengangkutan benda budaya menurut syarat-syarat yang ditetapkan dalam Pasal 12 dan 13;
(c) tempat penampungan sementara, menurut syrat-syarat yang ditetapkan dalam Peraturan-Peraturan untuk pelaksanaan Konvensi.
(2) Lambang pengenal yang digunakan satu buah digunakan sebagai suatu alat identifikasi dari :
(a) benda budaya yang tidak dibawah perlindungan khusus;
(b) orang-orang yang bertanggung-jawab untuk melaksanakan pengawasan sesuai dengan Peraturan-Peraturan untuk pelaksanaan Konvnesi;
(c) personil yang terlibat dalam tugas perlindungan benda budaya; (d) kartu-kartu identitas yang disebut dalam Peraturan-Peraturan pelaksanaan Konvensi.
(3) Selama suatu sengketa bersenjata, penggunaan lambang khusus dalam kasus-kasus lainnya dari yang disebut dalam paragraf sebelumnya dari Pasal ini, dan penggunaan untuk setiap maksud apapun dari suatu tanda yang mirip lambang pengenal, harus dilarang.
(4) Lambang pengenal tidak boleh ditempatkan pada setiap benda budaya tak bergerak kecuali pada saat yang sama ada suatu otorisasai yang dapat diperlihatkan sepatutnya dan ditandatangani oleh penguasa yang berwenang dari Pihak Peserta Agung.
BAB VI : RUANG LINGKUP PENERAPAN KONVENSI
Penerapan Konvensi
Pasal 18
tidak diakui oleh satu atau lebih dari mereka yang terlibat dalam peperangan.
(2) Konvensi juga harus berlaku terhadap semua kasus pendudukan baik terhadap sebagian atau seluruh wilayah dari suatu Pihak Peserta Agung, sekalipun jika pendudukan tersebut tidak mendapatkan perlawanan bersenjata.
(3) Jika salah satu dari pihak dalam sengketa bukan suatu pihak dari Konvensi ini, maka mereka yang merupakan Pihak pada Konvensi bagaimanapun harus terikat dalam hubungan mereka. Mereka selanjutnya harus terikat dengan
Konvensi, dalam hubungan dengan mereka yang bukan merupakan pihak pada Konvensi jika mereka yang disebut terakhir tersebut telah menyatakan bahwa ia menerima ketentuan-ketentuan Konvensi dan sepanjang ini berlaku terhadap
mereka.
Sengketa Bersenjata yang Tidak Bersifat Internasional
Pasal 19
(1) Pada saat sengketa bersenjata yang tidak bersifat internasional yang terjadi dalam teritori dari satu Pihak Peserta Agung, maka setiap pihak yang bersengketa terikat untuk memberlakukan
ketentuan-ketentuan dari Konvensi ini yang berhubungan dengan pengormatan benda budaya sebagai ketentuan minimum.
(2) Pihak-Pihak yang bersengketa harus berusaha memberlakukan semua atau sebagian ketentuan-ketentuan Konvensi ini, melalui kesepakatan-kesepakatan khusus.
(3) Badan Ekonomi, Sosial dan Science dari PBB (UNESCO) boleh menawarkan jasa-jasanya kepada pihak-pihak yang bersengketa.
(4) Penerapan dari ketentuan-ketentuan terdahulu tidak akan mempengaruhi status hukum dari para pihak yang bersengketa.
BAB VII : PELAKSANAAN KONVENSI
Pasal 20
Prosedur untuk memberlakukan Konvensi ini ditetapkan dalam Peraturan-Peraturan untuk pelaksanaannya, yang merupakan bagian yang integral dari Konvensi.
Negara-Negara Pelindung
Pasal 21
Konvensi ini dan Peraturan-Peraturan untuk pelaksanaannya harus diberlakukan dengan kerjasama dari Negara-Negara Pelindung yang bertanggung-jawab untuk kepentingan-kepentingan para Pihak yang bersengketa.
Prosedur Konsiliasi
Pasal 22
(1) Negara-Negara Pelindung harus memberikan jasa-jasa baiknya dalam semua kasus dimana mereka anggap berguna untuk
kepentingan-kepentingan benda budaya, khususnya jika terdapat ketidak-sepakatan diantara para Pihak
yang bersengketa misalnya tentang pemberlakuan dan penafsiran dari ketentuan-ketentuan Konvensi atau Peraturan-Peraturan pelaksanaannya.
(2) Untuk maksud ini, setiap Negara-negara Pelindung boleh, baik atas undangan dari satu Pihak, dari Direktur Jenderal UNESCO, atau atas inisiatif sendiri, mengusulkan kepada Pihak-Pihak yang bersengketa suatu pertemuan dari wakil-wakilnya, dan khususnya dari otoritas-otoritas yang
bertanggung-jawab terhadap perlindungan benda budaya, jika dianggap patut di teritori netral yang dipilih. Pihak-pihak yang
bersengketa terikat untuk menanggapi usulan pertemuan yang dibuat untuk mereka. Negara-negara Pelindung dapat mengusulkan
seseorang dari negara netral atau seseorang yang diusulkan oleh Dirjen UNESCO, untuk diundang mengikuti pertemuan dan bertindak sebagi ketua dalam pertemuan tersebut.
Bantuan UNESCO
(1) Pihak-Pihak Peserta Agung boleh meminta bantuan teknis dari UNESCO
untuk pengorganisasian perlindungan dari benda budaya mereka, atau dalam hubungannya dengan persoalan lain yang timbul dari pemberlakuan Konvensi ini atau Peraturan-Peraturan untuk pelaksanaannya. ONESCO akan memberikan bantuan yang dimaksud dalam batas-batas yang telah ditetapkan oleh program dan
sumberdayanya.
(2) UNESCO berwenang untuk membuat, dengan inisiatifnya sendiri, usulan-usulan mengenai persoalan ini kepada PIhak-Pihak Peserta Agung.
Persetujuan-persetujuan Khusus
Pasal 24
(1) Pihak-Pihak Peserta Agung boleh membuat persetujuan-persetujuan khusus untuk semua persoalan-persoalan mengenai yang mereka anggap layak untuk dibuat ketentuan yang terpisah.
(2) Tidak ada persetujuan khusus yang boleh dibuat dengan tujuan untuk mengurangi perlindungan yang diberikan oleh Konvensi ini bagi benda budaya serta terhadap orang-orang yang terlibat dalam perlindungannya.
Penyebarluasan Konvensi
Pasal 25
Pihak-Pihak Peserta Agung berusaha, baik pada waktu damai maupun pada waktu sengketa bersenjata, untuk menyebar-luaskan teks dari Konvensi ini dan Peraturan-Peraturan pelaksanaannya seluas
Terjemahan dan Laporan
Pasal 26
(1) Pihak-Pihak Peserta Agung akan berkomunikasi satu dengan yang lainnya, melalui Direktur Jenderal UNESCO, mengenai terjemahan-terjemahan resmi dari Konvensi ini serta Peraturan-Peraturan pelaksanaannya.
(2) Selanjutnya, sedikitnya setiap empat tahun sekali, mereka harus menyampaikan kepada Direktur Jenderal, suatu laporan yang
memberikan informasi mengenai setiap tindakan yang mereka lakukan, yang dipersiapkan atau dipertimbangkan oleh masing-masing administrasi mereka dalam memenuhi ketentuan Konvensi ini dan Peraturan pelaksanaannya.
Pertemuan-Pertemuan
Pasal 27
(1) Direktur Jenderal UNESCO boleh, denganpersetujuan
Executive Board, mengadakan pertemuan wakil-wakil Pihak Peserta Agung. Ia harus mengadakan pertemuan demikian jika sedikitnya seperlima dari Pihak-Pihak Peserta Agung memintanya.
(2) Dengan tidak mengabaikan fungsi-fungsi lain yang telah dibentuk dalam Konvensi ini atau Peraturan pelaksanaannya, maksud
pertemuan tersebut adalah untuk membahas masalah-masalah penerapan Konvensi ini dan
Peraturan-Peraturan pelaksanaannya, dan untuk merumuskan rekomendasi yang berkaitan dengan Konvensi ini.
(3) Pertemuan selanjtunya dapat membuat suatu revisi dari Konvensi ini atau Peraturan-Peraturan pelaksanaannya jika diwakili oleh
mayoritas Pihak-Pihak Peserta Agung, dan sesuai dengan ketentuan-ketentuan dalam Pasal 39
Pasal 28
Pihak-Pihak Peserta Agung berusaha untuk melakukan, dalam kerangka kerja yurisdiksi kriminal mereka, semua langkah-langkah yang diperlukan untuk menuntut dan mengenakan sanksi pidana atau sanksi disiplin terhadap setiap orang, apapun
kewarganegaraannya, yang melakukan atau menyuruh melakukan suatu pelanggaran terhadap Konvensi ini.
KETENTUAN-KETENTUAN PENUTUP
Bahasa
Pasal 29
(1) Konvensi ini dibuat dalam teks bahasa Inggris, Perancis, Russia dan Spanyol, yang keempatnya merupakan bahasa resmi Konvensi.
(2) UNESCO akan membuat penterjemahan Konvensi ini kedalam bahasa-bahasa resmi lainnya dari Sidang Umumnya.
Penandatanganan
Pasal 30
Konvensi ini, mulai tanggal 14 Mei 1954 sampai dengan tanggal 31 Desember 1954, terbuka untuk ditandatangani oleh negara-negara diundang untuk mengikuti Konperensi di Den Haag pada tanggal 21 April 1954 sampai dengan 14 Mei 1954.
Ratifikasi
Pasal 31
(1) Konvensi ini terbuka untuk diratifikasi oleh negara
penandatangan sesuai dengan prosedur konstitusional mereka masing-masing.
(2) Instrument-instrument ratifikasi disimpan oleh Direktur Jenderal UNESCO.
Pasal 32
Terhitung sejak tanggal berlakunya, Konvensi ini terbuka untuk diaksesi oleh semua Negara yang disebut dalam Pasal 30 yang belum menandatanganinya, juga untuk Negara lainnya yang diundang untuk ikut serta oleh Executive Board UNESCO. Aksesi akan berlaku setelah penyimpanan instrumen aksesi oleh Direktur Jenderal UNESCO.
Mulai Berlakunya Konvensi
Pasal 33
(1) Konvensi ini mulai berlaku tiga bulan setelah diterimanya lima instrumen ratifikasi.
(2) Setelah itu, Konvensi mulai berlaku, bagi setiap Pihak Peserta Agung, tiga bulan setelah penyimpanan instrumen ratifikasi atau instrumen aksesinya.
(3) Situasi-situasi yang disebut dalam Pasal 18 dan 19 akan segera memberikan pengaruh terhadap ratifikasi atau aksesi yang telah disimpankan oleh Pihak-pihak yang bersengketa baik sebelum atau sesudah permulaan permusuhah atau pendudukan. Dalam kasus demikian, Direktur Jenderal UNESCO harus meneruskan komunikasi yang ditunjuk dalam Pasal 38 dengan metoda tercepat.
Penerapan Effektif
Pasal 34
(1) Setiap Negera Peserta Konvensi pada saat berlakunya Konvensi harus melakukan semua tindakan-tindakan yang diperlukan untuk menjamin penerapan efektif dari Konvensi ini dalam waktu enam bulan setelah mulai berlakunya.
(2) Periode ini adalah enam bulan setelah tanggal penyimpanan instrumen ratifikasi atau instrumen aksesi bagi setiap Negara yang menyimpan instrumen ratifikasi atau aksesinya setelah tanggal mulai berlakunya Konvensi.
Pasal 35
Setiap Pihak Peserta Agung boleh, pada waktu ratifikasi atau
aksesi, atau pada waktu kapanpun setelah itu, menyatakan notifikasi yang dialamatkan kepada Direktur Jenderal UNESCO, bahwa
Konvensi ini akan diperluas ke seluruh atau setiap teritori dimana ia bertanggung jawab atas hubungan internasional dari teritori tersebut. Pemberitahuan berlaku efektif terhitung sejak tiga bulan setelah diterimanya pemberitahuan tersebut.
Hubungan dengan Konvensi-Konvensi Sebelumnya
Pasal 36
(1) Dalam hubungan dengan Negara-Negara yang terikat dengan Konvensi-Konvensi Den Haag mengenai Hukum dan Kebiasaan Perang di Darat (IV) dan mengenai Pemboman Laut pada waktu Perang (IX), baik yang dibuat pada tanggal 29 Juli 1899 ataupun tanggal 18 Oktober 1907, dan yang juga
menjadi Pihak dalam Konvensi ini, maka Konvensi terakhir ini
merupakan pelengkap terhadap Konvensi yang disebut sebelumnya (IX) dan terhadap Peraturan-Peraturan terlampir pada Konvensi yang disebut sebelumnya (IV) dan akan menggantikan lambang yang digambarkan dalam Pasal 5 Konvensi yang disebut didepan (IX) dengan lambang yang digambarkan dalam Pasal 16 Konvensi ini, dalam kasus dimana Konvensi ini dan Peraturan-Peraturan pelaksanaannya menetapkan penggunaan lambang khusus ini.
(2) Dalam hubungan antara Negara-Negara yang terikat dengan Pakta Washington tanggal 15 April 1935 tentang Perlindungan Institusi-Institusi Seni dan Ilmiah serta Monumen Sejarah (pakta Roerich) dan yang juga merupakan Peserta-Peserta Konvensi ini, Konvensi yang kemudian ini merupakan pelengkap bagi Pakta Roerich dan menggantikan bendera pembeda yang digambarkan dalam Pasal III Pakta dengan lambang yang ditetapkan dalam Pasal 16 Konvensi ini, dalam kasus Konvensi ini dan Peraturan-Peraturan pelaksanaannya menetapkan penggunaan lambang khusus.
Pasal 37
(1) Setiap Pihak Peserta Agung dapat menolak Konvensi ini, atas namanya, atau atas nama setiap teritori dimana ia bertanggung jawab atas hubungan internasionalnya.
(2) Penolakan tersebut harus dinotifikasikan melalui suatu instrumen tertulis, yang disimpan di Direktur Jenderal UNESCO.
(3) Penolakan akan berlaku efektif satu tahun setelah penerimaan instrumen penolakan. Bagaimanapun, jika, pada waktu berakhirnya periode ini, Pihak yang menolak terlibat dalam suatu sengketa bersenjata, penolakan tidak akan berlaku sampai akhir permusuhan, atau sampai operasi-operasi pengembalian benda budaya dilengkapi, salah satu yang terjadi belakangan.
Notifikasi
Pasal 38
Direktur Jenderal UNESCO akan memberitahukan Negara-Negara yang ditunjuk dalam Pasal 30 dan 32, dan juga Perserikatan Bangsa-Bangsa, tentang penyimpanan semua instrumen ratifikasi, aksesi atau akseptasi yang ditetapkan dalam Pasal 31, 32 dan 39 dan tentang notifikasi-notifikasi dan penolakan-penolakan yang masing-masing ditetapkan dalam Pasal 35,
37 dan 39.
Revisi Konvensi dan Peraturan-Peraturan pelaksanaannya
Pasal 39
(1) Setiap Pihak Peserta Agung dapat mengusulkan amandemen terhadap Konvensi ini atau terhadap Peraturan-Peraturan
pelaksanaannya. Teks dari setiap usulan amandemen harus dikomunikasikan dengan Direktur Jenderal UNESCO yang akan menyampaikannya kepada setiap Pihak Peserta Agung dengan permintaan agar Pihak tersebut menjawabnya dalam waktu empat bulan denga menyatakan apakah ia :
(a) menginginkan suatu Konfrensi diselenggarakan untuk mempertimbangkan usulan amandemen;
(c) mendukung penolakan usulan amandemen tanpa suatu Konfrensi.
(2) Direktur Jenderal akan meneruskan jawaban-jawaban yang diterimanya menurut paragraf 1 Pasal ini kepada semua Pihak Peserta Agung.
(3) Jika semua Pihak-Pihak Peserta Agung, dalam jangka waktu yang sudah ditentukan, telah menyatakan pandangan mereka kepada Direktur Jenderal UNESCO, sesuai paragraf 1 (b) Pasal ini, memberitahukannya bahwa mereka mendukung penerimaan
amandemen tanpa suatu Konfrensi, maka notifikasi keputusan mereka dibuat oleh Direktur Jenderal sesuai dengan Pasal 38. Amandemen berlaku efektif bagi semua Pihak Peserta Agung setelah sembilan puluh hari dari tanggal notifikasi dimaksud.
(4) Direktur Jenderal akan memanggil Konfrensi Para Pihak Peserta Agung untuk mempertimbangkan usulan amandemen jika diminta demikian oleh lebih dari sepertiga dari Pihak Peserta Agung.
(5) Amandemen terhadap Konvensi atau terhadap Peraturan-Peraturan pelaksanaannya, yang berkaitan dengan ketentuan-ketentuan dalam paragraf terdahulu, akan mulai berlaku hanya setelah diterima secara bulat oleh Para Pihak Peserta Agung yang diwakili dalam Konfrensi dan diterima oleh
Para Pihak Peserta Agung.
(6). Penerimaan oleh Para Pihak Peserta Agung atas amandemen terhadap Konvensi atau terhadap Peraturan-Peraturan
pelaksanaannya, yang telah diterima oleh Konfrensi sebagaimana disebut dalam paragraf 4 dan 5, akan
berlaku efektif setelah penyimpanan satu instrumen formal pada Direktorat Jenderal UNESCO.
(7) Setelah mulai berlakunya amandemen terhadap Konvensi ini atau terhadap Peraturan-Peraturan pelaksanaannya, maka hanya teks Konvensi atau Peraturan pelaksanaan yang telah diamandemen yang terbuka untuk diratifikasi atau diaksesi.
Pasal 40
Sesuai dengan Pasal 102 Piagam Perserikatan Bangsa-Bangsa, Konvensi ini akan didaftarkan pada Sekretariat Perserikatan Bangsa-Bangsa atas permintaan Direktur Jenderal UNESCO.
Dengan penuh kepercayaan penandatangan, dengan kekuasaan penuh, menandatangani Konvensi ini.
Dibuat di Den Haag, hari ini 14 Mei 1954, dalam suatu salinan tunggal yang akan disimpan pada arsip UNESCO, dan salinan-salinan yang sudah disahkan akan dikirim kepada semua Negara-negara yang ditunjuk dalam Pasal 30 dan 32, dan juga kepada Perserikatan Bangsa-Bangsa.
PADA SAAT PERTIKAIAN BERSENJATA
Bab I : Pengawasan
Daftar Personil Internasional
Pasal 1
Pada waktu berlakunya Konvensi, Directur Jendera UNESCO membuat daftar internasional yang terdiri dari orang orang yang dinominasikan oleh Pihak Pihak Peserta Agung yang memenuhi untuk melaksanakan fungsi sebagai Komisaris jenderal untuk Benda Benda Budaya. Atas dasar usulan Directur Jenderal UNESCO, daftar ini akan direvisi secara periodk atas
dasar permintaan permintaan yang diformulasikan oleh Pihak Pihak Peserta Agung.
Sistem Organisasi Pengawasan
Pasal 2
Segera setelah Pihak Peserta Agung terlibat pertikaian bersenjata sesuai Pasal 18 Konvensi maka :
(a) Pihak Peserta Agung menunjuk suatu perwakilan untuk benda-benda budaya yang berlokasi di daerahnya; apabila benda-benda-benda-benda budaya tersebut berlokasi di daerah yang diduduki pihak lain, maka Pihak Peserta Agung menunjuk suatu perwakilan khusus untuk benda-benda budaya yang berlokasi di daerah tersebut;
(b) Negara Pelindung yang bertindak atas nama masing-masing Pihak yang bertikai beserta Pihak Peserta Agung menunjuk delegasi delegasi yang diakreditasi oleh Pihak Peserta Agung sebagai diatur dala Pasal 3 dibawah ini ;
(c) Komisaris jenderal untuk Benda-Benda Budaya ditunjuk bagi Pihak Peserta Agung sesuai dengan ketentuan pasal 4.
Penunjukan Delegasi untuk Negara Pelindung
Pasal 3
Penunjukan Komisaris Jenderal
Pasal 4
(1) Komisaris Jenderal untuk Benda Benda Budaya dipilih dari daftar personil internasional dengan persetujuan bersama antara Pihak dimana yang bersangkutan akan diakreditasikan dan Negara Pelindung yang bertindak atas nama Pihak Pihak yang Bertikai.
(2) Apabila Pihak Pihak tersebut gagal mencapai persetujuan dalam waktu tiga minggu sejak pembicaraan dimulai, pada saat itu, Pihak-Pihak tersebut dapat meminta Presiden Mahkamah Internasional untuk menunjuk Komisaris Jenderal yang akan melaksanakan tugasnya sampai Pihak dimana dia
diakreditasikan menyetujui penunjukannya.
Fungsi Delegasi
Pasal 5
Delegasi delegasi dari Negara Pelindung mencatat pelanggaran pelanggaran Konvensi, menyelidiki, dengan persetujuan Pihak dimana mereka diakreditasikan, situasi dimana hal itu terjadi, membuat perwakilan perwakilan lokal untuk memastikan penghentian dan jika perlu, memberi tahu Komisaris Jenderal tentang pelanggaran yang terjadi. Mereka harus memastikan Komisaris Jenderal mengetahui tentang kegiatan mereka.
Fungsi Komisaris Jenderal
Pasal 6
(1) Komisaris Jenderal membahas semua masalah yang diajukan kepadanya sehubungan dengan pelaksanaan Konvensi, sesuai dengan perwakilan Pihak dimana dia diakreditasikan dan dengan delegasi yang bersangkutan.
(2) Komisaris Jenderal mempunyai kewenangan untuk memutuskan dan menunjuk pada kasus kasus yang dijelaskan pada peraturan perautran saat ini.
(4) Komisaris Jenderal membentuk perwakilan perwakilan untuk Pihak Pihak yang bertikai atau untuk Negara Pelindung yang menurut pertimbangan Komisi Jendral perlu untuk penerapan Konvensi ini.
(5) Komisaris Jenderal membuat laporan-laporan yang mungkin diperlukan untuk pelaksanaan Konvensi dan
menyebarluaskannya kepada Pihak Pihak yang berkepentingan dan kepada Negara Pelindung. Komisaris Jenderal mengirimkan tembusan laporan kepada Direktur Jendral UNESCO, yang mungkin akan memakai bagian teknisnya saja.
(6) Apabila Negara Pelindung tidak ada, Komisaris Jenderal akan berfungsi sebagai Negara Pelindung seperti dituliskan pada Pasal 21 dan Pasal 22 dari Konvensi.
Pengawas dan Para Ahli
Pasal 7
(1) Kapanpun Komisaris Jenderal Benda- Benda Budaya merasa perlu, baik atas permintaan delegasi yang bersangkutan atau setelah berkonsultasi dengan mereka, Komisaris Jenderal mengusulkan, dengan persetujuan dari Pihak dimana dia diakreditasikan, seorang pengawas Benda Benda Budaya yang bertanggung jawab untuk suatu tugas khusus. Seorang pengawas hanya
bertanggung jawab kepada Komisaris Jenderal.
(2) Komisaris Jenderal, delegasi, dan pengawas boleh meminta
bantuan para ahli, yang akan diusulkan dengan persetujuan dari Pihak yang disebutkan pada paragraf sebelumnya.
Pemberhentian Misi Pengawas
Pasal 8
Komisaris Jenderal untuk Benda Benda Budaya, delegasi dari Negara Pelindung, pengawas dan para ahli tidak boleh bertindak
melampaui mandatnya. Khususnya, mereka akan mempertimbangkan kepentingan keamanan daripada Pihak Peserta Agung dimana mereka diakreditasikan dan bertindak pada segala macam situasi sesuai dengan persayaratan situasi militer seperti
Penggantian Negara Pelindung
Pasal 9
Apabila salah satu Pihak yang bertikai tidak mendapatkan manfaat atau berhenti mengambil manfaat dari suatu Negara Pelindung, maka suatu negara yang netral dapat di minta untuk melaksanakan fungsi dari Negara Pelindung dengan memperhatikan penunjukan dari Komisaris Jenderal untuk Benda Benda Budaya sesuai dengan prosedur yang tertulis dalam Pasal 4. Jika diperlukan, Komisaris Jenderal yang ditunjuk dapat mempercayakan kepada pengawas mengenai fungsi dari delegasi Negara Pelindung seperti yang dijelaskan pada Peraturan ini.
Pembiayaan
Pasal 10
Penggajian dan Pembiayaan dari Komisaris Jenderal untuk Benda Benda Budaya, Pengawas, dan Para Ahli dibayar oleh Pihak dimana mereka diakreditasikan. Penggajian dan Pembiayaan delegasi dari Negara Pelindung bergantung pada persetujuan antara dua Negara dan Negara Negara yang kepentingannya perlu dijaga.
Bab II : Perlindungan Khusus
Penampungan sementara
Pasal 11
(1) Apabila, pada waktu pertikaian bersenjata, Pihak Peserta Agung terdorong oleh keadaan keadaan yang tidak bisa diduga harus mendirikan tempat penampungan sementara dan berkeinginan supaya benda tersebut ditempatkan dibawah perlindungan khusus, maka Pihak Peserta Agung harus mengkomunikasikan hal ini kepada Komisaris Jenderal yang diakreditkan kepada Pihak tersebut.
khusus seperti di definisikan dalam pasal 16 dalam Konvensi. Komisaris Jenderal harus segera mengkomunikasikan
keputusan ini kepada delegasi Negara Pelindung yang bersangkutan, yang masing masing boleh, dalam waktu tiga puluh hari, memerintahkan penarikan segera lambang tersebut.
(3) Segera setelah delegasi-delegasi menunjukan persetujuannya atau apabila batas waktu tiga puluh hari telah lewat tanpa ada keberatan dari delegasi yang bersangkutan, dan apabila, dalam pandangan Komisaris Jenderal tempat penampungan tersebut memenuhi kondisi-kondis yang dinyatakan dalam pasal 8 dari Konvensi, Komisaris Jenderal dapat meminta Directur Jenderal UNESCO untuk memasukkan tempat penampungan tersebut dalam Daftar benda Benda Budaya di Bawah Perlindungan Khusus.
Daftar Internasioanl Untuk Benda Budaya Di Bawah Perlindungan Khusus
Pasal 12
(1) Suatu " Daftar Internasioanl Benda Benda Budaya Dibawah Perlindungan Khusus" akan disusun.
(2) Direktur Jenderal UNESCO akan mengurusi daftar ini. Direktur Jenderal memberikan tembusan kepada Sekretaris Jenderal PBB dan kepada Pihak Pihak Peserta Agung.
(3) Daftar tersebut dibagi menjadi bagian bagian, masing masing atas nama Pihak Peserta Agung. Setiap bagian akan dibagi lagi menjadi tiga paragraph, dengan judul : Tempat penampungan, Pusat-pusat dimana monumen berada, Benda Benda Budaya yang tidak dapat dipindahkan. Direktur Jenderal akan menentukan rincian isi dari masing masing bagian.
Permohonan untuk Pendaftaran
Pasal 13
(1) Setiap Pihak Peserta Agung dapat menyerahkan kepada
dalam daerahnya. Permohonan ini harus memberikan deskripsi lokasi dari benda benda tersebut dan harus menjelaskan bahwa benda benda tersebut sesuai dengan ketentuan ketentuan pasal 8 dari Konvensi.
(2) Pada waktu pendudukan, Penguasa Pendudukan berwenang membuat permohonan tersebut.
(3) Direktur Jenderal UNESCO, akan segera mengirim tembusan permohonan untuk pendaftaran kepada setiap Pihak Pihak Peserta agung.
Keberatan-keberatan
Pasal 14
(1) Setiap Pihak Pihak Peserta Agung, boleh melalui surat ditujukan kepada Direktur Jenderal UNESCO, memasukkan keberatan atas pendaftaran benda benda budaya. Surat ini harus diterima oleh Direktur Jenderal dalam waktu empat bulan dari hari dimana dia mengirimkan tembusan permohonan pendaftaran.
(2) Keberatan tersebut harus menyatakan alasan dibelakangnya, alasan alasan yang berlaku adalah :
(a) benda tersebut bukan benda budaya
(b) benda tersebut tidak memenuhi kondisi kondisi yang disebutkan dalam pasal 8 Konvensi.
(3) Direktur Jenderal akan segera mengirimakan tembusan surat keberatan kepada Pihak Pihak Peserta Agung. Dia harus, apabila perlu, meminta pendapat dari Komite Internasional Monumen,
daerah daerah Artistik and Historik, dan Penggalian Arkeologi dan juga, apabila menurutnya diperlukan, pendapat dari organisasi atau orang orang yang berkompetensi.
(5) Apabila Pihak Peserta Agung yang membuat permohonan pendaftaran pada masa damai menjadi terlibat dalam pertikaian bersenjata sebelum dimasukkan dalam daftar, benda benda budaya yang bersangkutan harus segera dimasukkan kedalam daftar oleh Direktur Jenderal, dengan menunda konfirmasi, pencabutan atau pembatalan dari keberatan yang mungkin akan ada atau sudah dibuat.
(6) Apabila dalam waktu enam bulan dari tanggal penerimaan surat keberatan, Direktur Jenderal belum menerima dari Pihak Peserta Agung yang menyerahkan keberatnnya sebuah komunike yang
menyatakan bahwa keberatan tersebut belum ditarik, Pihak Peserta Agung yang menyerahkan permohonan pendaftaran dapat meminta arbitrasi sesuai dengan prosedur yang disebutkan dalam paragraph berikut ini.
(7) Permohonan arbitrasi tidak boleh dibuat dalam waktu lebih dari satu tahun setelah tanggal diterimanya surat keberatan oleh Director General. Ketika lebih dari satu surat keberatan dikirimkan untuk satu permohonan pendaftaran, Pihak Pihak Peserta Agung yang memasukkan surat keberatan harus, dengan kesadarannya, menunjuk satu arbitrasi. Dua arbiter (wasit) harus memilih satu kepala arbitrasi dari daftar personil internasioanl yang disebutkan dalam pasal 1 dari peraturan ini. Apabila para arbiter tidak dapat mencapai kesepakatan untuk memilih satu, mereka harus menanyakan kepada Presiden Mahkamah Internasional untuk memilih satu kepala arbitrasi yang mungkin tidak harus dipilih dari daftar internasional. Pengadilan arbitrasi kemudian menentukan
prosedurnya sendiri. Tidak akan ada banding untuk keputusan yang diambil.
(8) Setiap Pihak Pihak Peserta Agung dapat mengumumkan , pada setiap saat suatu perselisihan untuk suatu Pihak muncul, bahwa Pihak tersebut tidak ingin melaksanakan prosedure arbitrasi yang tersebut dalam paragraf sebelum ini. Pada kasus ini, keberatan atas permohonanan pendaftaran dapat diserahkan oleh Direktur Jenderal kpada Pihak Pihak Peserta Agung. Keberatan hanya aan
dikonfirmasi apabila Pihak Pihak Peserta Agung memutuskan dengan dua pertiga mayoritas dari Pihak Pihak Peserta Agung yang mengikuti Voting. Voting ini akan dilaksanakan dengan sistem korespondense, kecuali jika Direktur Jenderal UNESCO
dibawah kekuasan yang dimiliknya sesuai dengan pasal 27 dari Konvensi. Apabila Direktur Jenderal memutuskan untuk
melaksanakannya dengan sistim korespondensi, dia harus mengundang Pihak Pihak Peserta Agung untuk mengirimkan keputusannya (vote) melalui surat tertutup
dalam waktu enam bulan dari hari mereka diminta untuk melakukannya.
Pendaftaran
Pasal 15
(1) Direktur Jenderal UNESCO harus memasukkan ke dalam Pendaftaran, dengan nomer seri, setiap benda budaya yang permohonan pendaftarannya telah dibuat, asalkan dia belum menerima surat keberatan dalam jangka waktu yang telah disebutkan dalam paragraf 1 Pasal 14.
(2) Apabila suatu keberatan sudah dimasukkan, dan dengan tidak mengabaikan ketentuan dari paragraf 5 Pasal 14, Direktur Jenderal akan memasukkan benda-benda ke dalam daftar hanya bila keberatan telah dicabut atau telah gagal untuk dikonfirmasikan setelah
mengikuti prosedur yang disebutkan dalam paragraf 7 atau paragrf 8 Pasal 14.
(3) Apabila paragraf 3 Pasal 11 berlaku, maka Direktur Jenderal akan memasukkan benda benda budaya dalam daftar apabila diminta oleh Komisaris Jenderal untuk Benda Benda Budaya.
(4) Direktur Jenderal akan segera mengirimkan kepada Sekretaris Jenderal PBB, kepada Pihak Pihak Peserta Agung, dan atas
permintaan Pihak yang membuat permohonan, kepada semua Negara yang disebutkan pada pasal 30 dan 32 dari Konvensi, tembusan yang telah disertifikasi dari setiap ijin pendaftaran. Ijin akan mulai efektif berlaku tiga puluh hari sesudah pengiriman tembusan tersebut.
Pasal 16
(1) Direktur Jenderal UNESCO akan membatalkan pendaftaran dari benda benda budaya bila :
(a) atas permintaan Pihak Peserta Agung yang menguasai daerah dimana benda benda budaya itu terletak.
(b) apabila Pihak Peserta Agung yang meminta pendaftaran telah menolak konvensi, dan ketika penolakan itu telah berlaku.
(c) dalam situasi khusus seperti tertuang dalam pasal 14 paragraf 5, ketika suatu keberatan diterima setelah melalui prosedur yang tersebut dalam paragraph 7 atau paragraph 8 Pasal 14.
(2) Direktur Jenderal akan segera mengirimkan kepada Sekretaris Jenderal PBB dan semua Negara yang menerima tembusan ijin pendaftaran, tembusan yang disertifikasi dari pembatalan. Pembatalan akan mulai efektif berlaku tiga puluh hari sesudah pengiriman tembusan tersebut.
Bab III : Pemindahan Benda Budaya
Prosedur untuk memperoleh Imunitas/Kekebalan
Pasal 17
(1) Permohonan yang tersebut dalam paragraf 1 Pasal 12 dalam Konvensi ini akan ditujukan kepada Komisaris Jenderal untuk Benda Benda Budaya. Permohonan itu harus menyebutkan alasan yang mendasarinya dan menjelaskan perkiraan jumlah dan mengenai pentingnya benda benda itu untuk dipindahkan, lokasinya saat ini, lokasi yang dipertimbangkan, alat transportasi yang digunakan, rute perjalanan yang akan dilewati, tanggal pemindahan yang
diajukan, dan informasi-informasi relevan lainnya.
(3) Komisaris Jenderal akan memilih satu atau lebih pengawas, yang akan memeriksa bahwa hanya benda benda yang tertulis dalam permohonan yang akan dipindahkan dan bahwa transportasinya akan dilakukan dengan cara yang disetujui dan memakai lambang lambang khusus. Pengawas atau para pengawas akan mendampingi benda benda tersebut sampai ditempat tujuannya.
Transportasi Ke Luar Negeri
Pasal 18
Apabila pemindahan dibawah perlindungan khusus dilakukan ke negara lain, pemindahan ini harus diatur tidak saja berdasarkan pada pasal 12 dari Konvensi dan pasal 17 dari peraturan ini, tetapi juga dengan mengikuti ketentuan ketentuan berikut ini :
(a) Sementara benda benda budaya tersebut tetap berada dalam teritori negara lain, negara dimana tempat benda budaya tersebut disimpan akan memberikan perlakuan secermat mungkin pada benda tersebut sebagaimana mereka memperlakuan benda budaya mereka yang nilainya seimbang.
(b) Negara penyimpan harus mengembalikan benda benda tersebut hanya pada akhir pertikaian; pengembalian tersebut dilakukan dalam waktu enam bulan dari tanggal permintaan.
(c) Pada saat operasi pemindahan, dan sementara masih berada di dearah negara lain, benda benda budaya tersebut harus dibebaskan dari penyitaan dan tidak dapat diberikan baik oleh pemberi benda ataupun penyimpan. Akan tetapi, jika pertimbangan keamanan keamanan benda memerlukannya, maka negara penyimpan dapat, dengan persetujuan pemberi barang, memindahkan benda benda tersebut ke daerah negara ketiga, dibawah kondisi kondisi yang disebutkan dalam pasal pasal ini,
(d) Permohonan untuk perlindungan khusus harus menunjukkan bahwa negara yang daerahnya dipakai untuk pemindahan benda tersebut menerima ketentuan ketentuan dari pasal ini.
Pasal 19
Jika suatu Pihak Peserta Agung yang menduduki daerah Pihak Peserta Agung lainnya memindahkan benda benda budaya ke tempat penampungan dimanapun di daerah tersebut, tanpa dapat mengikuti prosedur yang termuat dalam pasal 17 dari peraturan ini, pemindahan seperti itu tidak dapat dianggap bertentangan dengan ketentuan pasal 4 dari Konvensi, asalkan Komisaris Jenderal untuk Benda benda Budaya memberi sertifikasi dalam bentuk tertulis, setelah berkonsultasi dengan pemelihara yang seharusnya, pemindahan tersebut penting dilaksanakan karena situasinya.
Bab IV : Lambang Khusus
Pembubuhan Lambang
Pasal 20
(1) Penempatan lembang khusus dan tingkatan ketampakannya harus diserahkan pada kebijaksanaan dari otoritas yang berwenang dari setiap Pihak Peserta Agung. Hal ini ini bisa dipertunjukkan pada bendera-bendera atau ban lengan , boleh dicat pada suatu benda atau ditampilkan dalam setiap bentuk yang pantas.
(2) Bagaimanapun, tanpa mengabaikan setiap tanda-tanda yang
mungkin lebih besar, lambang harus, pada saat sengketa bersenjata dan dalam kasus-kasus yang disebut dalam pasal 12 dan 13 dari Konvensi, ditempatkan pada kendaraan-kendaraan
pengangkutan sehingga menjadi jelas terlihat pada siang hari dari udara maupun dari darat.
Lambang yang harus terlihat dari darat :
(a) pada selang waktu tertentu cukup untuk mengindikasikan secara jelas garis keliling dari suatu pusat yang berisi monumen-monumen dibawah perlindungan khusus;
(b) pada pintu masuk menuju benda budaya tak bergerak lainnya yang berada dibawah perlindungan khusus.
Pasal 21
(1) Orang-orang yang disebut dalam pasal 17 , paragraf 2 (b) dan (c) dari Konvensi boleh memakai suatu ban lengan yang memuat lambang khusus, yang dikeluarkan dan dicap oleh otoritas yang berwenang.
(2). Orang-orang tersebut harus membawa kartu identitas khusus yang memuat lambang khusus. Kartu ini harus menyebutkan
sedikitnya nama keluarga dan nama kecil, pangkat, dan fungsi dari si pembawa. Kartu harus memuat foto si pembawa serta tanda
tangannya atau cap jarinya, atau keduanya. Kartu ini harus memuat cap timbul dari otoritas yang berwenang.
3. Setiap Pihak Peserta Agung harus membuat kartu identitas jenisnya sendiri, yang dipedomani oleh model terlampir, contoh dari Peraturan ini. Pihak-Pihak Peserta Agung harus menyampaikan satu sama lainnya suatu contoh dari model yang mereka gunakan. Kartu-kartu identitas harus dibuat, jika
memungkinkan, sedikitnya dalam duplikat, satu salinan yang dijaga oleh Kekuasaan yang mengeluarkannya.