• Tidak ada hasil yang ditemukan

: Sistem Informasi Penelitian Universitas Kristen Satya Wacana M02327

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan ": Sistem Informasi Penelitian Universitas Kristen Satya Wacana M02327"

Copied!
18
0
0

Teks penuh

(1)
(2)

PENDAHULUAN

Minyak bumi atau crude oil merupakan senyawa hidrokarbon yang umumnya tersusun atas 85% karbon (C) dan 15% hidrogen (H). Selain itu juga terdapat bahan organik

dalam jumlah kecil dan mengandung oksigen (O), sulfur (S) atau nitrogen (N) (Budhiarto, 2008). Minyak bumi yang dapat diolah untuk Bahan Bakar Minyak (BBM) dan Non Bahan

Bakar Minyak (NBBM) atau bahan bahan lainnya. Minyak bumi diperoleh dengan cara pengeboran yang dilakukan pada lahan tertentu. Salah satu komponen utama dalam pengeboran adalah lumpur pengeboran. Lumpur pengeboran memiliki fungsi diantaranya mengangkat dan menahan cutting dari dasar lubang, menahan tekanan formasi, menahan dinding lubang supaya tidak runtuh, menahan material pemberat saat sirkulasi berhenti,

mengurangi berat rangkaian pengeboran, sebagai pelumas dan pendingin, media logging listrik, media informasi, dan tenaga penggerak bit (Suhascaryo, 2001 dalam Rismaya ni,

2014).

Lumpur pengeboran terdiri beberapa komponen campuran yaitu komponen padat, cair, dan aditif. Ada dua jenis komponen padat yaitu yang bersifat reaktif dan lembam. Komponen padat yang bersifat reaktif merupakan zat yang dapat mudah bereaksi seperti bentonit. Komponen padat yang bersifat lembam merupakan zat yang tidak mudah bereaksi dalam sistem lumpur pengeboran seperti barit. Komponen cair merupakan zat cair yang jumlahnya lebih banyak dalam komposisi lumpur. Komponen aditif merupakan zat-zat yang dapat mengontrol sifat-sifat lumpur pengeboran (Rubiandini 2005 dalam Rismayani, 2014).

Lumpur pengeboran dibagi menjadi dua jenis yaitu lumpur yang menggunaka n bahan dasar air (Water Based Mud) dan bahan dasar minyak (Oil Based Mud). Water Based Mud (WBM) adalah lumpur pengeboran yang fase cairnya berupa air tawar yang berfungs i sebagai fase kontinyu. Oil Based Mud (OBM) adalah lumpur pengeboran yang dibuat dengan minyak sebagai fase kontinyu. OBM lebih sering digunakan karena OBM lebih stabil pada temperatur tinggi, memiliki sifat pelumasan yang baik, cocok untuk pengeboran terarah, tidak menyebabkan korosi pada peralatan pengeboran, stabil terhadap kontamina s i, dan dapat digunakan kembali lebih baik daripada WBM (Farid 2011 dalam Rismaya ni,

2014).

Pertamina merupakan salah satu Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang

(3)

biasanya digunakan pada kilang Pertamina untuk melumasi mata bor. SF-05 merupakan fraksi atas dari ekstraksi minyak bumi (Pertamina, 2012).

SF-05 memiliki kadar polisiklik aromatik yang tinggi. Senyawa aromatik mengandung berbagai senyawa aromatik lainnya seperti polisiklik aromatik hidrokarbon (PAH) yakni senyawa aromatik yang mengandung lebih dari dua cincin benzena (Lukitaningsih, Sulistyo and Neogrohati, 2001). Kualitas awal SF-05 memiliki PAH sebesar

10,75%. Kadarnya yang tinggi dapat menyebabkan korosi pada mata bor dan limbahnya dapat menyebabkan pencemaran lingkungan (bersifat karsinogen). Oleh karena itu

Environmental Protection Agency (EPA) menetapkan 16 jenis PAH yang berbahaya dari 100 jenis PAH yang telah diketahui. Keenambelas senyawa tersebut adalah asenaftena,

benzo(a)antrasena, benzo(a)pirena, benzo(b)fluorantena, benzo(k)fluorante na, benzo(g,h,i)perilena, krisena, fluorantena, fluorena, indeno(1,2,3-cd)pirena, naftale na, fenantrena dan pirena (Lukitaningsih, Sulistyo and Neogrohati, 2001). Salah satu metode untuk menurunkan kadar PAH pada SF-05 yaitu dengan adsorpsi menggunakan clay (commercial grade). Pada penelitian Lemic et al 2007, penggunaan organozeolit dapat menghilangkan 98% fluorene, fluoranthene, pyrene, phenanthrene, dan benzo(a)antrase na. Aktivasi bertujuan untuk melarutkan pengotor-pengotor atau senyawa-senyawa yang dapat menutupi pori clay sehingga meningkatkan karakteristik adsorpsi clay (Sinta, Suarya and Santi, 2015). Pada penelitian Amstaetter etal 2012, pernggunaan karbon aktif antrasit dan batok kelapa dapat mengurangi 95% PAH. Bahan kimia yang sering digunakan sebagai zat aktivator baik secara maupun basa adalah H3PO4, CaCl2, KOH, H2SO4, Na2CO3, NaCl, K2S,

HCl, dan ZnCl2. H3PO4 merupakan salah satu asam yang tepat untuk meningkatkan ukuran

dan volume pori-pori (Acton, 2012).

Belum banyak penelitian mengenai penurunan kadar aromatik pada SF-05. Oleh karena itu, tujuan dari penelitian ini adalah menurunkan kadar polisiklik aromatik

hidrokarbon (PAH) pada Smooth F luid 05 dengan adsorpsi clay teraktivasi H3PO4 0,25 M

dan 1 M.dalam penelitian ini akan dilakukan penurunan kadar PAH pada SF-05 menggunakan clay teraktivasi H3PO4.

Berdasarkan latar belakang diatas maka tujuan dari penelitian ini adalah menurunka n

(4)

1. BAHAN DAN METODA 2.1 Bahan dan Piranti

Sampel yang digunakan adalah Smooth F luid 05 yang diambil dari. RU V Balikpapan. Bahan yang digunakan diantaranya H3PO4 p.a(E-Merck, Germany),

Isooktana (C8H18) p.a(E-Merck, Germany), H2SO4 p.a(E-Merck, Germany), aseton

(CH3COCH3) p.a(E-Merck, Germany), akuades dan bahan lainnya adalah clay

(Commercial grade).

Alat yang digunakan dalam penelitian ini diantaranya mortar, cawan porselin,

Spektrofotometer UV-Vis (PerkinElmer), neraca dengan ketelitian 0,0001 g (OHAUS), neraca dengan ketelitian 0,1 g (OHAUS), labu ukur 10, 25 dan 1000 mL

(Pyrex), pipet volume 1, 2 dan 5 mL (Pyrex), gelas ukur 250 mL (Pyrex), spatula, corong, gelas beaker 100, 800 dan 1000 mL (Duran), pipet tetes, pengaduk (IKA RW 20 Digital), kertas saring whatman 40, botol sampel, piknometer (Duran), viskometer (TAMSON), termometer, stopwatch (Casio), rubber bulb, XRD (PANanalytical DY 1074), XRF (PANanalyical), Surface Area Analyzer (ASAP 2400), Oven (LABSC, Germany), F urnace (KSL-1100X), desikator, vakum.

2.2 Metode Penelitian

2.2.1 Aktivasi Clay menggunakan H3PO4 (Indah, Sari & Wijayanti, 2016; Elysta &

Kurniati, 2014)

Larutan H3PO4 0,25 M diambil sebanyak 400 mL, dimasukkan ke dalam

gelas beaker 800 mL. Kemudian ditambah 40 gram clay dan diaduk dengan kecepatan 200 rpm selama 1 jam. Setelah proses pengadukan, campuran clay dan larutan H3PO4 dipisahkan dengan cara disaring menggunakan vakum

dengan kertas saring whatman 40. Clay yang sudah disaring dikumpulkan dalam cawan kemudian dioven pada suhu 100°C sampai kering. Setelah dioven,

didinginkan terlebih dahulu. Setelah dingin clay dihaluskan menggunaka n mortar, kemudian di kalsinasi secara bertahap seperti pada gambar di bawah ini :

50°C

100°C 100°C

400°C 400°C

50°C 15 min

60 min 30 min

(5)

Gambar 1 Grafik proses kalsinasi

Setelah suhu mencapai 400°C, clay dikeluarkan dari oven dan dimasukkan ke dalam desikator. Langkah tersebut diulangi pada larutan H3PO4

1 M.

2.2.2 Adsorpsi Aromatik Smooth F luid 05 dengan Clay teraktivasi H3PO4 dan tanpa

aktivasi (Mara dan Kurniawan, 2015)

Smooth F luid 05 ditimbang sebanyak 200 gram dalam beaker glass 500 mL dan ditambah 40 gram clay ke dalam sampel yang sudah ditimbang. Sampel yang sudah ditambah clay di aduk selama 1 jam dengan kecepatan 300 rpm. Setelah 1 jam, sampel di saring menggunakan vakum dengan kertas saring

whatman 40. Sampel yang sudah disaring ditimbang untuk mendapatkan massa setelah diadsorpsi. Pengujian tersebut diulangi dengan perbandingan sampel dan clay yang sama tetapi berbeda variasi pada kecepatan pengadukan yaitu 300 rpm selama 2 jam dan 500 rpm selama 1 dan 2 jam. Langkah adsorpsi aromatik diulangi pada clay tanpa aktivasi.

2.2.3 Pengujian Smooth F luid 05

2.2.3.1. Pengujian Densitas (ASTM D-1217)

Penentuan densitas suatu zat cair dengan metode piknometer, dimana ditimbang lebih dahulu berat piknometer kosong dan piknometer berisi SF-05 yang telah diadsorp diuji. Selisih dari penimbangan adalah massa zat cair tersebut pada pengukuran suhu tertentu (15°C dan 20°C)

dan dalam volume konstan, tertera pada piknometer. Perhitunga n densitas dihitung menggunakan rumus dibawah ini :

� =���−�� �

�� �� (1)

dengan

ρ = densitas

ρ15 = densitas suhu 15ºC

w15 = massa sampel pada suhu 15ºC

wkosong = massa alat

2.2.3.2. Pengujian Viskositas (ASTM D - 445)

(6)

menit. Kemudian dilakukan pengujian dengan menggunakan filler dan dicatat waktu alir sampel. Viskositas dari sampel dihitung dengan rumus di bawah ini :

� = � ×

Dengan :

c = konstanta kapiler dalam (cSt/s)

t = waktu alir (s)

� = Viskositas Kinematik (cSt) 2.2.3.3. Pengujian Aromatik (SMS 2728-08)

SF-05 yang telah diadsorp diencerkan 5000 kali dengan larutan isooktana pada suhu kamar. Kemudian dimasukkan ke dalam UV-Vis dan akan terhubung dengan perangkat lunak spektrofotometer, lalu software akan membaca sampel dan dihasilkan dalam bentuk

spektrum. Spektrum yang terbentuk kemudian ditandai nilai absorbansi sesuai dengan puncak-puncak yang ditentukan. Untuk mendapatkan

kadar aromatik (%) digunakan persamaan sebagai berikut :

� � � � = − [ + , 8 × − ]

� , � �⁄ = �×�× ×�×

Dengan :

A1 = Absorbansi pada panjang gelombang terendah sebelum

puncak grafik pembacaan (biasanya pada λ 242 nm).

A2 =Absorbansi pada panjang gelombang pada puncak grafik

pembacaan (biasanya pada lambda 268 nm).

A3 =Absorbansi pada panjang gelombang setelah puncak grafik

pembacaan (biasanya pada lambda 290 nm). A =Baseline absorbance.

D =Faktor pengenceran.

b =P athlength dari sel kuarsa (s), cm, contoh. 1,00 a =Faktor absorptivitas yang ditetapkan secara empiris, L.g-1.cm

-1, viz 2,34.

ρ =Densitas dari sampel pada suhu ruangan, g/mL.

2.2.3.4. Pengujian X-Ray F luorescene (ASTM D5381-93; ASTM D7343-07; ASTM D6247-10)

(2)

(7)

Sampel ditimbang ±5 gram dan dimasukkan ke dalam wadah cup yang telah dibuat. Sampel diletakkan pada tempat yang telah disediakan pada alat XRF. Program “SuperQ Manager” dibuka lalu pilih menu Measure and Analyse dan klik Open Sample Changer. Tab Add Measurement dibuka dan dimasukkan identitas sampel dan aplikasi yang akan digunakan. Kemudian klik Measure.

2.2.4 Pengujian Clay Teraktivasi H3PO4

2.2.4.1. Pengujian X-Ray F luorescene (ASTM D5381-93; ASTM D7343-07; ASTM D6247-10)

Sampel dipreparasi dengan memasukkan sampel yang telah halus

kedalam wadah cup alumunium khusus hingga padat dan press wadah tersebut dengan menggunakan alat presser. Sampel dimasukkan ke dalam wadah cup yang telah dibuat. Sampel diletakkan pada tempat yang telah disediakan pada alat XRF. Program “SuperQ Manager” dibuka lalu pilih menu Measure and Analyse dan klik Open Sample Changer. Tab Add Measurement diklik dan dimasukkan identitas sampel dan aplikasi yang akan digunakan, kemudian klik Measure. 2.2.4.2. Pengujian X-Ray Diffraction (ASTM D3906-03; ASTM D5758-01)

Sampel dihaluskan dan dimasukkan kedalam plat sample hingga permukaan plat dengan sampel sama rata dan datar. Kemudian dimasukkan pada alat XRD. Pada software disetting dan alat XRD dibiarkan menganalisa sampel sesuai waktu yang ditentukan (±1 jam). Data hasil analisa kemudian diolah.

2.2.4.3. Pengujian Surface Area (ASTM D3663-03)

Sampel ditimbang ±0,2 gram dimasukkan sample tube. Kemudian dipasang pada alat ASAP 2400 untuk dilakukan proses degassing.

2. HASIL DAN PEMBAHASAN

(8)

2015). Sifat-sifat tersebut menjadikan clay cocok dimanfaatkan sebagai adsorben. Potensi clay sebagai adsorben dapat ditingkatkan dengan proses aktivasi. Aktivasi ini dilakukan untuk menghilangkan pengotor atau senyawa yang dapat menutupi pori clay sehingga meningkatkan karakteristik dan kemampuan adsorpsi clay. Clay yang digunakan dalam penelitian ini adalah clay commercial.

Aktivasi Clay dengan H3PO4

Aktivasi clay menggunakan H3PO4 diharapkan menghasilkan clay dengan situs aktif

lebih besar dan keasaman permukaan yang lebih besar. Clay teraktivasi akan memilik i kemampuan adsorpsi yang lebih tinggi dibandingkan sebelum diaktivasi. Aktivasi dengan pemanasan (kalsinasi) akan menyebabkan bertambah besarnya ukuran pori dengan bentuk

kristal yang lebih baik, karena suhu tinggi dan dalam waktu yang lama clay cenderung mengalami rekristalisasi, menghasilkan kristal yang lebih baik dengan pori-pori yang lebih besar Proses aktivasi merupakan proses yang terpenting karena sangat menentukan kualitas clay yang dihasilkan dari segi luas area permukan maupun daya adsorpsinya. Luas permukaan berhubungan erat dengan aktivitas karena reaksi berlangsung di atas

permukaan. Luas permukaan yang besar akan menyebabkan semakin banyak pula

molekul-molekul zat pereaksi teradsorpsi pada permukaan sehingga aktivitas adsorpsinya akan bertambah besar (Indah, Sari and Wijayanti, 2016).

XRD (X-Ray Diffraction)

(9)

Gambar 1. Difraktogram Clay sebelum dan sesudah teraktivasi

Dari Gambar 1terlihat bahwa unsur oksida yang dominan adalah SiO2 dalam bentuk

quartz yakni sebesar 72,5%. Pada Gambar 1 ditunjukkan pada puncak difraksi utama terletak di sudut 2θ 26,64º dengan intensitas 100%. Puncak quartz (SiO2) lainnya terdeteksi pada sudut 2θ 20,85º; 59,22º; 50,15º; 59,96º dan 68,15º. Puncak-puncak yang tajam dengan intensitas yang tinggi memperlihatkan kristalinitas yang baik dari clay (Ruslan, Hardi and Mirzan, 2017). Jika dibandingkan sebelum dan sesudah teraktivasi, tampak pola hampir mirip hanya intensitasnya yang berbeda. Puncak difraksi utama mengalami sedikit pergeseran pada sudut 2θ yaitu hanya bergeser sekitar 1-2º. Perbandingan sudut 2θ pada clay sebelum dan sesudak\h aktivasi dapat dilihat pada Tabel 1. Hal ini menunjukkan bahwa proses aktivasi dengan H3PO4 tidak merubah struktur, tetapi hanya meningkatka n

kristalinitas clay. Jika dibandingkan antara pola kristalinitas pada clay teraktivasi H3PO4

0,25 dan 1 M terlihat bahwa intensitas dengan aktivator H3PO4 1 M lebih tinggi daripada

dengan H3PO4 0,25 M.

Tabel 1. Perbandingan Sudut 2θ Antara Clay Tanpa Aktivasi dan Sesudah Aktivasi Clay Tanpa Aktivasi Clay Aktivasi H3PO4 0,25 M Clay Aktivasi H3PO4 1 M

26,64º 26,62º 26,78º

(10)

39,45° 39,36° 39,60°

XRF digunakan untuk melihat kandungan dalam clay sebelum dan setelah diaktivas i dengan menggunakan H3PO4.

Tabel 2. Hasil XRF Sebelum dan Sesudah Aktivasi

NO Unsur

Luas Permukaan, Volume Pori dan Diameter Pori pada Clay

Pengukuran luas permukaan, volume pori, dan diameter pori ditentukan dengan alat

(11)

proses adsorpsi menggunakan prinsip adsorpsi isoterm (teori Langhmuir). Gas yang digunakan adalah nitrogen. Gas nitrogen berperan sebagai adsorbat. Ukuran pori-pori clay ditentukan oleh banyaknya gas nitrogen yang terserap.

Tabel 3. Hasil Surface Area Analyzer Clay Sebelum dan Sesudah Aktivasi

Parameter Tanpa Aktivasi H3PO4

semakin besar akan menyebabkan jumlah pori semakin sedikit sehingga luas permukaan semakin kecil.

Berdasarkan Tabel 4 dapat dilihat bahwa kandungan PAH yang ada di dalam SF-05 adalah sebesar 10,75%. Kandungan PAH ini dapat mencemari lingkungan karena bersifat

toksik (Lamichhane, Bal Krishna and Sarukkalige, 2016). Kadar PAH dapat diturunka n dengan claytreatment.

Tabel 5. Kandungan Polisiklik Aromatik Hidrokarbon pada SmoothF luid 05 Setelah Clay Treatment

Kecepatan Pengadukan Kandungan PAH (%)

Tanpa Aktivasi Teraktivasi H3PO4

0,25 M 1 M

300 rpm 1 jam 7,86 14,79 6,12

(12)

500 rpm 1 jam 27,69 5,43 5,42

500 rpm 2 jam 32,49 7,48 6,78

Tabel 5 menunjukkan hasil adsorpsi dengan clay treatment dapat menurunkan kadar PAH dalam SF-05. Penurunan kadar PAH pada SF-05 yang paling optimal pada proses adsorpsi clay tanpa aktivasi adalah pada kecepatan pengadukan 300 rpm selama 1 jam dengan kadar 7,86%. Penurunan kadar PAH yang paling optimal pada proses adsorpsi clay teraktivasi adalah pada kecepatan pengadukan 500 rpm selama 1 jam menggunakan clay teraktivasi H3PO4 1 M dengan kadar 5,42%. Kadar yang diperoleh pada proses adsorpsi

dengan menggunakan clay teraktivasi lebih kecil daripada dengan clay tanpa aktivasi. Hal ini diduga karena clay yang belum teraktivasi memiliki aktivitas yang tidak cukup tinggi dan terlalu banyaknya pengotor yang menutupi luas permukaan clay (Suarya, 2012). Penggunaan clay teraktivasi memberikan pengaruh yang signifikan terhadap penurunan kadar PAH pada SF-05. Aktivasi perlakuan asam memiliki kemampuan mendealumina s i yang lebih baik dibandingkan dengan aktivasi tanpa perlakuan asam (Moharya, 2014). Ion H+ akan memutuskan ikatan atom Al yang berada pada kerangka clay dan akan menyerang

atom oksigen yang terikat pada atom Si dan Al (Hamdan, 1992). Pemutusan ion Al3+ dapat

menaikkan perbandingan SiO2 dan Al2O3 pada clay sehingga kadar Al3+ dalam clay akan

menurun (terdealuminasi). Namun pada penelitian ini proses dealuminasi tidak berlangsung

dengan baik, karena seperti yang terlihat pada Tabel 2 ion Al3+ tidak berkurangsehingga

tidak semua ion-ion pada clay terjadi pertukaran ion (Vinal & Craig, 1999). Berikut contoh mekanisme dealuminasi :

(13)

Pengaruh Kecepatan Pengadukan terhadap Adsorpsi PAH pada SF-05

Gambar 2. Grafik Pengaruh Kecepatan Pengadukan terhadap Kadar PAH pada SF-05

Gambar 2 menunjukkan bahwa kecepatan pengadukan pada proses adsorpsi baik dengan clay tanpa aktivasi dan teraktivasi memberikan pengaruh pada penurunan kadar PAH. Kecepatan pengadukan dapat mempengaruhi proses adsorpsi karena bila pengadukan terlalu lambat maka proses adsorpsi berlangsung lambat pula, tetapi bila pengadukan terlalu

cepat kemungkinan struktur adsorben cepat rusak, sehingga proses adsorpsi kurang optimal (Syauqiah, Amalia and Kartini, 2011). Kecepatan pengadukan yang terlalu lambat juga

menyebabkan kapasitas adsorpsi semakin kecil sehingga kadar PAH yang terserap hanya sedikit. Namun, kecepatan pengadukan yang terlalu cepat dapat mengakibatkan PAH yang telah teradsorpsi mengalami desorpsi karena PAH yang telah terserap, terlepas kembali (Motta, et al 2014 dalam Haryanto, dkk 2016). Selain itu, adsorbat yang terlepas kembali diduga karena ikatan yang kurang stabil antara adsorbat yang telah terserap dengan adsorben (Hidayah, Deviyani and Wicakso, 2012). Selain itu adsorpsi fisik terjadi terutama karena

adanya gaya Van der Waals yaitu apabila gaya tarik antar molekul zat terlarut dengan adsorben lebih besar dari pada gaya tarik antara molekul dengan pelarutnya maka zat terlarut

tersebut akan diadsorpsi. Ikatan tersebut sangat lemah, sehingga mudah untuk diputuskan apabila proses pengadukan terlalu cepat (Indah, Sari and Wijayanti, 2016).

(14)

Pengaruh Lama Pengadukan terhadap Adsorpsi PAH pada SF-05

Gambar 3. Grafik Pengaruh Lama Pengadukan terhadap Kadar PAH pada SF-05

Gambar 3 menunjukkan bahwa lama waktu pengadukan dapat mempengaruhi proses adsorpsi karena dalam suatu proses adsorpsi, proses akan terus berlangsung selama belum terjadi kesetimbangan. Semakin lama waktu pengadukan, memungkinkan proses difusi dan penempelan molekul zat terlarut yang teradsorpsi berlangsung dengan baik (Hidayah, Deviyani and Wicakso, 2012). Dari Gambar 3 terlihat waktu optimal pada proses adsorpsi dengan clay teraktivasi H3PO4 baik dengan konsentrasi 0,25 M maupun 1 M

dengan kecepatan pengadukan 500 rpm adalah 1 jam. Pada waktu 2 jam, kadar PAH pada SF-05 kembali meningkat. Hal ini dikarenakan banyaknya PAH yang terserap saling berjejal dalam clay dan luas permukaan adsorben semakin berkurang yang menyebabkan clay tidak mampu lagi menyerap PAH lagi sehingga PAH yang terserap terdesorpsi lagi ke dalam SF-05 (Irawan, Dahlan and Retno, 2012).

(15)

Gambar 4 menunjukkan bahwa selisih viskositas sangat kecil, baik dengan adsorpsi clay tanpa aktivasi maupun teraktivasi H3PO4 0,25 M dan 1 M. Pada Tabel 4 viskositas

kualitas awal SF-05 adalah 3,374 cSt. Jika dibandingkan dengan viskositas SF-05 setelah adsorpsi, selisihnya sangat kecil. Sehingga proses adsorpsi dengan menggunakan clay tanpa aktivasi dan teraktivasi H3PO4 0,25 dan 1 M tidak memberikan pengaruh yang berarti pada

viskositas SF-05.

Gambar 5. Grafik Densitas pada SF-05

Gambar 5 menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan densitas pada SF-05 setelah adsorpsi baik dengan clay tanpa aktivasi dan teraktivasi H3PO4 0,25 dan 1 M. Nilai densitas

yang diperoleh setelah aktivasi masih sama seperti kualitas awal pada Tabel 1 yaitu 0,82 g/cm3. Hal ini berarti proses adsorpsi dengan clay tanpa aktivasi dan teraktivasi H

3PO4 0,25

M dan 1 M tidak memberikan pengaruh pada densitas SF-05.

3. KESIMPULAN

Clay yang diaktivasi dengan H3PO4 0,25 M dan 1 M dapat menurunkan kadar PAH

pada SmoothF luid 05, yaitu dari 10,75% menjadi 5,43% (H3PO4 0,25 M) dan 5,42% pada

(H3PO4 1 M) dengan kecepatan pengadukan 500 rpm dan lama waktu pengadukan 1 jam.

4. SARAN

(16)

Acton, QA. 2012. Gases: Advances in Research and Application, 2011. England: Scholarly Edition. ISBN: 146492063X-9781464920639.

ASTM International (1993) ‘Standard Test Method for Density and Relative Density ( Specific Gravity ) of Liquids by’, 14(May), pp. 1–5. doi: 10.1520/D1217-12.

ASTM International (2007) ‘Surface Area of Catalysts and Catalyst Carriers 1’, Annual Book of ASTM Standards, i, pp. 9–13. doi: 10.1520/D3663-03R08.2.

ASTM International (2010a) ‘Elemental Content of Polyolefins by Wavelength Dispersive X-ray Fluorescence Spectrometry’, Annual Book of ASTM Standards, doi: 10.1520/D6247-10.

ASTM International (2010b) ‘Standard Test Method for Kinematic Viscosity of Transparent and Opaque Liquids ( and Calculation of Dynamic Viscosity ) 1’, Annual Book of ASTM Standards, i(C), pp. 1–10. doi: 10.1520/D0445-11A.In.

ASTM International (2012a) ‘Standard Practice for Optimization , Sample Handling , Calibration , and Validation of X-ray Fluorescence Spectrometry Methods for Elemental Analysis of Petroleum Products and Lubricants 1’, Annual Book of ASTM Standards, i(September 2007), pp. 1–7. doi: 10.1520/D7343-07.This.

ASTM International (2012b) ‘Standard Test Method for Determination of Relative X-ray Diffraction Intensities of’, Annual Book of ASTM Standards, i(Reapproved 2008), pp. 1–7. doi: 10.1520/D3906-03R08.2.

ASTM International (2015a) ‘Standard Guide for X-Ray Fluorescence (XRF) Spectroscopy of Pigments and’, Annual Book of ASTM Standards, 93(Reapproved), pp. 1–2. doi: 10.1520/D5381-93R09.2.

ASTM International (2015b) ‘Standard Test Method for Determination of Relative Crystallinity of Zeolite ZSM-5 by’, Annual Book of ASTM Standards, 1(Reapproved 2011), pp. 6–9. doi: 10.1520/D5758-01R11E01.2.

Budhiarto, A. (2008) ‘Buku Pintar Migas Indonesia’, Engineering, pp. 1–30.

Elystia, S., & Kurniati, R. I. (2014). Menggunakan Tanah Lempung Dengan Metoda, (September), 69–77.

Farid, R., 2011. “Sistem Pengolahan Limbah Lumpur Pengeboran Minyak Bumi di PT Cevron Pasific Indonesia Duri” dalam: Rismayani, L. 2014. Optimasi F ormula dan P engujian Sifat F isik Oil Based Mud Drilling. Bogor: Kimia, Institut Pertanian Bogor.

Hamdan, H. (1992). Introduction to zeolit esynthesis, characterization and modifications. Universiti Teknologi Malaysia.

Hidayah, N., Deviyani, E. and Wicakso, D. (2012) ‘Adsorpsi Logam Besi ( Fe ) Sungai Barito Menggunakan Adsorben Dari Batang Pisang’, Konversi, 1(1), pp. 19–26.

(17)

Irawan, C., Dahlan, B. and Retno, N. (2012) ‘Pengaruh Massa Adsorben, Lama Kontak Dan Aktivasi Adsorben Menggunakan HCl Terhadap Efektivitas Penurunan Logam Berat (Fe)Dengan Menggunakan Abu Layang Sebagai Adsorben’, Jurnal Teknologi Terpadu, 3(2), pp. 107–117.

Lamichhane, S., Bal Krishna, K. C. and Sarukkalige, R. (2016) ‘Polycyclic aromatic hydrocarbons (PAHs) removal by sorption: A review’, Chemosphere. Elsevier Ltd, 148, pp. 336–353. doi: 10.1016/j.chemosphere.2016.01.036.

Lemic, J. et al. (2007) ‘Competitive adsorption of polycyclic aromatic hydrocarbons on organo-zeolites’, Microporous and Mesoporous Materials, 105(3), pp. 317–323. doi: 10.1016/j.micromeso.2007.04.014.

Lukitaningsih, E., Sulistyo, B. and Neogrohati, S. (2001) ‘Analysis of polycyclic aromatic hydrocarbons in some meat products’, Majalah F armasi Indonesia, 12(3), pp. 103–108. Mara, I. M. and Kurniawan, A. (2015) ‘Analisa Pemurnian Minyak Pelumas Bekas Dengan Metode Jurusan Teknik Mesin , Fakultas Teknik , Universitas Mataram Jalan Majapahit No . 62 Mataram –NTB’, Dinamika Teknik Mesin, 5(2), pp. 106–112.

Moharya, N. A. (2014). Aktivasi dan Impregnasi Logam Nikel-Molibdenum Terhadap Sifat F isika-Kimia Zeolit Alam. Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Motta., et al. 2014. “Study of electrofloation method for threatment of waste water” dalam:

Haryanto, Bode., 2016. Kajian Kemampuan Adsorpsi Batang Jagung (Zea mays.) Terhadap Ion Logam (Cd2+ ). Medan: Teknik Kimia, Universitas Sumatera Utara. Pertamina. (2012). Smooth Fluid 05. Retrieved September 13, 2017, from

Ruslan, Hardi, J. and Mirzan, M. (2017) ‘Sintesis dan Karakterisasi Katalis Lempung Terpilar Zirkonia Tersulfatasi sebagai Katalis Perengkah’, in. Yogyakarta: Prosiding Seminar Nasional Kimia UNY 2017, pp. 183–188.

Shell Method Series (2008) ‘Determination of Aromatic Hydrocarbon Content of Hydrocarbon Solvents (Ultaviolet Spectrophotometric Method)’, Shell Global Solutions International B.V, pp. 1–9.

Sinta, I. N., Suarya, P. and Santi, S. R. (2015) ‘Adsorpsi Ion Fosfat oleh Lempung Teraktivasi Asam Sulfat (H2SO4)’, Jurnal Kimia, 2, pp. 217–225.

(18)

Suhascaryo, N., Rubiandini, R., and Handayani, SR. 2001. “Studi Laboratorium Aditif Temperatur Tinggi Terhadap Sifat-Sifat Rheologi Lumpur Pemboran Pada Kondisi Dinamis” dalam: Rismayani, L. 2014. Optimasi F ormula dan P engujian Sifat F isik Oil Based Mud Drilling. Bogor: Kimia, Institut Pertanian Bogor.

Syauqiah, I., Amalia, M. and Kartini, H. A. (2011) ‘Analisis Variasi Waktu dan Kecepatan Pengaduk pada Proses Adsorpsi Limbah Logam Berat dengan Arang Aktif’, Info Teknik, 12(1), pp. 11–20.

Gambar

Gambar 1. Difraktogram Clay sebelum dan sesudah teraktivasi
Tabel 2. Hasil XRF Sebelum dan Sesudah Aktivasi
Tabel 3. Hasil Surface Area Analyzer Clay Sebelum dan Sesudah Aktivasi
Gambar 1. Mekanisme dealuminasi dengan H3PO4
+4

Referensi

Dokumen terkait

komunitas yaitu cerminan dan kesadaran kritis, membangun identitas komunitas, tindakan representasi dan politis, praktek yang berhubungan dengan budaya, asosiasi

Draft assessments for the following countries were subject to consultation: India, Lao People´s Democratic Republic, Republic of Korea, Ukraine.. Stakeholders submitted comments

Tujuan dari penulisan ini adalah mengkaji tentang keterkaitan antara matematika dan budaya khususnya rumah adat Palembang yaitu rumah Limas dimana

Otot lurik, atau yang dikenal juga dengan nama otot rangka tak lain adalah jaringan yang menempel pada bagian rangka tubuh hewan atau manusia dimana

Berdasarkan hasil analisis yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa dalam novel Surga Yang Tak Dirindukan karya Asma Nadia, didalamnya terkandung pesan moral yang

3.1 Mengenal teks deskriptif tentang anggota tubuh dan pancaindra, wujud dan sifat benda, serta peristiwa siang dan malam dengan bantuan guru atau teman dalam bahasa Indonesia

Tabel I.4 Data Jumlah Pegawai Bagian Lapangan yang Mengalami Kecelakaan Kerja Tahun 2014–2016 Pada PT.PLN (Persero) Sektor Pembangkitan Bangka

Berdasarkan uraian tersebut maka peneliti mempunyai gagasan untuk mengadakan penelitian tentang adakah korelasi kecerdasan spiritual dengan motivasi belajar siswa pada