• Tidak ada hasil yang ditemukan

Balai besar Laboratorium kesehatan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Balai besar Laboratorium kesehatan"

Copied!
102
0
0

Teks penuh

(1)

Resurgence of diphtheria in East Java

where do we are ?

Ismoedijanto Balai besar Laboratorium

(2)

Propinsi versus kabupaten /kota

……….kecuali yang melakukan

ORI….

KKK (kemana kemkes kita) …...

(3)

some view of a clinician

Difteri sebagai penyakit menular (Clinical site)

Gambaran klinik, komplikasi dan pengobatan

Difteri as one of VPD (vaccine preventable

disease)

Mencegah kesakitan, kematian dan komplikasiImunisasi imunogen difteri

difteri serve as one of the indices

Indikator health services

(4)

Report and presentation on East Java

diphtheria

Presentasi KLB difteri Bangkalan th 2005 di ACPID

(Asian Congress of Pediatric Infectious Disease) ke 3, Cebu Philipina

Diramalkan menjadi klb pada PIT IDAI th 2007,

Yogyakarta

Pertemuan imunisasi, SO Jawa Timur 2007Pertemuan SO ttg PD3I, Makassar 2008

mengingatkan difteri

Laporan KLB diferi Jawa Timur di KONIKA /ACPID

4, 2008, di Surabaya

Meeting TAGI 2008,2009, ( rekomendasi Td ) ,

Satgas Imunisasi IDAI 2009, 2010 , pertemuan Kemkes selama th 2009, 2010 , (tidak ada tahun 2011), bandung , denpasar , jakarta , bogor.

Belum menjadi masalah, kedua terbanyak di dunia

Pertemuan SO Batam october 2011, Bandung

(5)

Ten years past the elimination target date and the elimination goal has not been met.

Indigenous transmission continues: Latvia, Ukraine, Lithuania, Russian Federation and other NIS countries. Sporadic cases: EU member states.

Cases and large epidemics are still occurring in other parts of the world, South East Asia (Indonesia, India), Africa, Eastern Mediterranean,

South America.

EPIDEMIC DIPHTHERIA IS STILL WITH US

WHO ELIMINATION GOAL FOR

DIPHTHERIA

“The target for European member states was the elimination of indigenous diphtheria by the year 2000. This meant the

absence of indigenous cases caused by toxigenic

(6)

Clinical picture of

diphtheria

(7)

Gambaran klinik Diphtheria

• Masa Inkubasi 2-5 days (range, 1-10 days)

• Tanda utama

– Ada pseudomembran – Menghasilkan toksin

• site of infection

– Anterior nasal

Tonsillar and pharyngeal

Laryngeal

Cutaneous

– Ocular

(8)

MANIFESTASI KLINIK

Variasi gejala: tanpa gejala hipertoksik & fatal

- Faktor-faktor:

- primer: imunitas, virulensi

- toksinogenesitas., lokasi anatomis

- lain-lain: umur, peny sistemik penyerta, kepadatan hunian, peny pada nasofaring • Masa tunas: 2-6 hari

tanda klinik :

Demam <38,50 C , tidak tinggi

nyeri telan

(9)
(10)
(11)
(12)
(13)
(14)

Other complications

Palatum molle paralisis

Paralisis saraf kranial: diplopia,

strabismus

Paralisis saraf perifer: tangan, kaki

Acute kidney injury

Endocarditis

Arthritis

(15)
(16)

Umum:

istirahat mutlak ±2 minggu,

• cairan/ diit adekuat,

• jaga nafas tetap bebas, lakukan trakheostomi bila: gelisah, iritabel

& gangguan pernafasan progresif

• komplikasi

• Lakukan sonda nasogastrik bila ada paralisis palatum molle • Tatalaksana miokarditis

• Tatalaksana AKI

• Tatalaksana paralisis

(17)

Khusus:

• karena toksin menyebabkan kerusakan sel, perlu segera diberikan antitoksin/antibodi, karena penderita tidak mempunyai antibodi

-antitoksin; serum anti difteri (ADS) segera secara intramuskuler (kadar maksimal tercapai setelah 4 hari) atau intravena diencerkan dalam 200 ml garam faali dan diberikan selama 4 jam, sediakan

adrenalin 1:1000 dalam semprit, kortikosteroid; didahului tes kulit/tes konjungtiva

Dosis ADS: 20.000 – 120.000 KI :

• 20.000 ringan difteri nasal dan permukaan

• 60.000 sedang : beslag sedang

• 100.000-120.000 berat: beslag luas, bullneck,toksik

(18)

Dosage of anti-toxin

Type of diphtheria Dose (units) Route

Nasal 10 - 20 000 IM

Tonsillar 15 - 25 000 IM/IV

Pharyngeal or laryngeal 20 - 40 000 IM/IV

Combined or delayed 40 - 60 000 IV

Severe diphtheria 40 - 100 000 IV/both

Details in HPA Immunoglobulin handbook available at:

(19)

-

antimikrobial: untuk menghentikan produksi toksin

Procain penic 50.000 – 100.000 KI/Kg/hari atau eritomisin 50 mg/Kg/hari selama 10 hari

-kortikosteroid: kontroversi -pengobatan penyulit:

• terutama ditujukan menjaga hemodinamika tetap baik

• mengatasi gangguan fungsi pompa jantung

• NGT pada paralisis palatum mole

• Mengatasi gangguan fungsi ginjal

(20)

Diagnosis and outbreak

Hanya 40% penderita dengan kultur pos ok:

– Mendapat antibiotika

– Salah cara pengambilan mis ditengah beslag

– Salah media pertumbuhan

– Salah tatacara kirim

– Adanya kuman lain

Adanya kasus yg terlambat, sudah dengan komplikasi

(miokarditis), beslag sdh hilang

Culture proven dan toxigenicity testPCR dengan swab

Makin langkanya expertise

(21)

RS

PKMDPS DPS

2010

2011

(22)

0

TREND BULANAN KASUS DIPHTERI DI JATIM 2008 – 2011 ( 20 SEPT 2011 )

(23)

0

2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011

JML MATI JML Kasus

DISTRIBUSI KLB DIPHTERI DI JATIM TH

2000 – 2011

Tahun

(24)
(25)

(16 Mei )

N = 31 1

N : 31

(26)

Data & Informasi BBLKSUB 2012 26

Mapping Area C. diphtheria Patogenic & Toxigenic

in East Java 2011 -2012

M

- Intermedius (I) - Belfanti (B)

SEBARAN “

C difteriae

– Toxigenic

(27)

bwk keren

KASUS DIPHTERI DAN IMUNISASI DPT3 – DT-SD DI JAWA TIMUR s/d Jan 2010

(28)

97/98 98/99 99/200 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 0

100 200 300 400 500 600 700

91 92 95.6 102 96 95 96 101 100.1 100.2 101.9 101.8 101.2 100 99.5

101 99 98.9 98 98 98 99 98.7 99 97.6 105.3 94.6 97.5 92.8 96.3

DPT3 DT-SD JML KASUS

(29)

COVERAGE SURVEY IMUNISASI 8 KAB/KOTA

DI JATIM, 2009-2010

No

Kab/Kota

Cakupan (%)

Lengkap

Valid Dose

1 Blitar

62.9

61.4

2 Jember

85.2

49.5

3 Bojonegoro

85.2

48.6

4 Malang

89.5

42.4

5 Lumajang

56.7

41.4

6 Surabaya

79.5

40.5

7 Bangkalan

68.6

31.9

(30)

Case definition

• Clinical case:

– Sore throat

– Pseudomembrane

– Kulit/conjunctiva/mukosa lainnya

• Probable:

– Clinical case

– Contact or linked to confirmed case

• Confirm case:

– Probable/clinical

(31)

case definitions /clinical criteria

WHO

• respiratory

and

• pseudomembran

e

EU

respiratory

nasal

(32)

Peran lab untuk kasus

KLB

WHO

• Isolation of

C diphtheriae

or

• 4-fold rise in

antibody titre

EU

Isolation of

toxin

producing

C.diphtheriae

(33)

arti non-toxigenic

C.diphtheriae

• Severe infections with non-toxigenic

C.diphtheriae

have been documented

• Namun , isolates sering didapat pula dari

px le pharyngitis, sometimes with other

organisms

• No need for clearance swabs or contact

tracing

(34)
(35)
(36)

Data & Informasi BBLKSUB 2012 36

Mapping Area C. diphtheria Patogenic & Toxigenic

in East Java 2011 -2012

M

- Intermedius (I) - Belfanti (B)

SEBARAN “

C difteriae

– Toxigenic

(37)

B

POSITIV RATE SPESIMEN DIFTERI HASIL PEMERIKSAAN LAB. DI JATIM TAHUN 2011

(38)

Year Spec

Number PositiveΣ % 2005 975 32 3.25% 2006 612 1 0,16% 2007 807 35 4,33% 2008 723 39 5,39% 2009 2146 215 10,02% 2010 4866 389 7,99% 2011 3404 154 4.52%

Performance of Diphtheria Laboratory By Outbreak

Specimens 2005-2011

2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011

(39)

POS. RATE SUSPEK

= 63 + 18/ 526 X 100% =

15.4%

POS. RATE TOX

= 63 / 526 X 100% =

11.9%

POS. RATE NPC

= 18 /526 X 100% =

3.4%

(40)

Epidemiological management

(41)

1. Isolasi ketat / barrier nursing: difteri sangat menular 2. Tatalaksana kontak untuk mencegah penyebaran:

1. Dewasa: identifikasi sebagai sumber penularan dan obati bilamana kultur pos

2. anak/saudara:

1. Amati bila dalam masa inkubasi : penderita baru 2. Tanpa gejala, imunisasi lengkap: booster

3. Tanpa gejala, imunisasi tak lengkap/tak imunisasi: imunisasi dasar dan booster

4. Kultur pos: obati

3. Erytromisin etilsuksinat untuk menekan circulating C diphtheria

4. Imunisasi penderita setelah sembuh .

(42)

Epidemiology of diphtheria: Prevaccine era

• highly endemic childhood disease in temperate

climates

– most acquired immunity by 15yrs, few adult cases

• approx. 85% developed immunity from mild or

asymptomatic infection, only 15% typical clinical

diphtheria

• gradual decline in deaths

(43)
(44)

Hasil Kultur

Tes

Schick

Tindakan

Toksoid (imunisasi

aktif)

Screening kekebalan dan Tata Laksana

(45)
(46)

mengapa ada yang tidak kebal

• Sebelum vaccine era transmisi kuman sangat kuat, sehingga dapat menimbulkan kekebalan alamiah

• Transmisi berkurang akibat

–Perbaikan sanitasi dan lingkungan hidup – kekebalan manusia akibat vaccine

• Kegagalan imunisasi –Tidak imunisasi

–Gagal imunisasi

Cakupan kurang tinggi

Cakupan SIA (supplementary Immunization Activity) harus tinggi ok

Spill over IgG di tonsil

(47)

Prevention and control of

diphtheria

Routine vaccination

• Surveillance

• Case management

• Management of close contacts

• Outbreak management

(48)
(49)

Diphtheria cases*, deaths, and vaccine coverage

England and Wales: 1914 to 2005

0

Notifications Deaths Coverage 95% coverage

*notifications up to 1985, laboratory confirmed cases 1986 to 2005

(50)

Apa yang perlu dilakukan Ja Tim

• Menekan kematian kasus

(short term)

– Deteksi dini dan rujukan

– Manajemen kasus

• Menekan transmisi & kasus baru

(short

term)

– PE

– ORI di daerah kasus

• Mencegah KLB

(long term)

– Meningkatkan cakupan

(51)
(52)

0

10

20

30

40

<1 2 4 6 8 10 12 14 16 18 20 22 24 26 28 30 32 35 37 44 50 60

UMUR

JML KASUS DISTRIBUSI UMUR KASUS DIFTERI

TAHUN 2010 - 2011 DI JATIM (april)

TH. 2010

TH. 2011

(53)

Pilihan Upaya

Penanggulangan

Alternatif upaya penanggulangan:

1. Penguatan Imunisasi rutin + Imunisasi tambahan

(massal) seperti PIN semua usia + pengobatan

kasus + propilaksis terbatas yang diperluas

(kontak, guru PAUD, TK, SD, SLP)

2. Penguatan Imunisasi rutin + Imunisasi tambahan

terbatas populasi at risk dg usia terbatas +

(54)

upaya penguatan imunisasi

Alternatif :

• Penguatan Imunisasi rutin +

Imunisasi tambahan

minimal 1x (massal) seperti PIN s/d 15 thn

• Penguatan Imunisasi rutin secara keseluruhan (semua

kabupaten kota) pada bayi kohort + imunisasi

tambahan pada semua usia

• Penguatan imunisasi + Imunisasi tambahan terbatas

populasi at risk menurut umur / survei serologik

• Penguatan imunisasi rutin + imunisasi tambahan pada

daerah kantong saja

(55)

Vaccination schedule in the UK

• Primary immunisation

at 2, 3 and 4 months

– diphtheria-tetanus-pertussis-polio-Hib (DTaP/IPV/ Hib)

• Booster immunisation

at 3½-4 years

– (dTaP/IPV or DTaP/IPV)

• School leaving booster

at 15 years

– tetanus-low dose diphtheria-polio (Td/IPV)

• Opportunistic vaccination

with Td/IPV

(56)

JADUAL PEMBERIAN IMUNISASI

PADA ANAK SEKOLAH

IMUNISASI ANAK

SEKOLAH

PEMBERIAN

IMUNISASI

DOSI

S

Kelas 1

(Juli/Agust)

Campak

0,5 cc

DT (Nop)

0,5 cc

Kelas 2

TT/

Td

(Nop)

0,5 cc

(57)

JawaMetode a Timur

BAGAIMANA MENGETAHUI ADANYA “ DAERAH KANTONG “ … ?

• Menggunakan indikator

• Indikator sederhana dan mudah dipahami

• Tidak terlalu banyak indikator

• Yang tahu persis

petugas setempat

• Informasikan secara jujur demi

(58)

INDIKATOR SURVEILANS

Adanya KLB PD3I di suatu Desa ( 5 th..?)

INDIKATOR IMUNISASI

Desa yang Non UCI (5 th…?)

INDIKATOR LAIN2X

- Adanya informasi penolakan IMM

- Adanya desa sulit dijangkau, dll …..

Metode Jawa Timur

(59)

Metode Jawa Timur

SELANJUTNYA : APA YG HARUS DI LAKUKAN PADA DESA KANTONG …?

• Cari dusun mana yang masuk kriteria

indikator tsb…

• Dilakukan survei ( RCA ) pada 20 Balita

tentang status IMM DPT 1 S/D DPT3 …

• Ditanyakan apakah sudah lengkap / sudah

di IMMM DPT1 S/D DPT3 ….

• Kalau tidak lengkap / tidak IMM

ditanyakan kenapa ….? ( dicari

(60)

Setelah diketahui permasalahannya :

• Lakukan pembahasan bersama (Liprog &

Linsek) untuk pemecahan masalah

• Buat kegiatan untuk intervensi pemecahan

masalah secara integrasi dan terukur (Mikro

planning)

• Persiapkan SDM & Dana

Metode Jawa Timur

(61)

<1 TH 4%

1-3 TH 17%

4-7 TH 32% >7 TH

37%

TAK DIKET

10%

(62)

Bagaimana hasil

penanggulangan

DIFTERI

yang telah dilakukan

124

kasus baru kasus baru di daerah ORI

kasus baru di daerah ORI yg sudah kena ORI

status > 3x

(63)

Peta kasus Difteri PKM ARJASA - SITUBONDO 2012

Lamongan Arjasa

Jatisari Ketoan KD.Dowo

Bayeman

Kayumas Curah Tatal

Bondowoso (pkm Cerme)

(64)

0 0 0 0

- ORI DILAKSANAKAN 2 MINGGU - WAKTU : MINGGU KE 7 s/d 9 - SASARAN : SEMUA UMUR - CAKUPAN : 98.6%

SITUASI KLB DIFTERI & PELAKSANAAN ORI DI PUSKESMAS ARJASA

(65)

SITUASI DIFTERI

JOMBANG

(66)

2

KECAMATAN :

1. BANDAR = 2

PENYEBARAN KASUS DIFTERI DI JOMBANG TAHUN 2012

(67)

'00 '01 '02 '03 '04 '05 '06 '07 '08 '09 '10 '11 '12

TREND KASUS & KEMATIAN DIPHTERI TAHUN 2000 – 2012

(18 JUNI)

(68)

0%

(69)

RENCANA OPERASIONAL

BERANTAS DIFTERI JATIM, 2012

1

)

• DASAR PERTIMBANGAN :

(70)
(71)

MENURUNKAN KESAKITAN

-

Ketersediaan logistik obat “ Difteri “

-

Ketersediaan Ruang khusus penderita ( Ruang

“Isolasi “ )

-

Penggunaan “ APD “ petugas Kesehatan

-

PENGUATAN IMUNISASI RUTIN & TAMBAHAN

-

Advokasi kepada SpTHT, Sp Interna, dokter IRD

-

Advokasi kepada Bupati/Walikota

langsung

-

Optimalkan SBM (Surveilans Berbasis Masy.)

(72)

MENURUNKAN KEMATIAN

-

Ketersediaan logistik obat “ Difteri “

-

Ketersediaan Ruang khusus penderita ( Ruang

“Isolasi “ )

-

Penggunaan “ APD “ petugas Kesehatan

-

PENGUATAN IMUNISASI RUTIN & TAMBAHAN

-

Advokasi kepada SpTHT, Sp Interna, dokter IRD

-

Advokasi kepada Bupati/Walikota

langsung

-

Optimalkan SBM (Surveilans Berbasis Masy.)

(73)

KEMATIAN MASIH TINGGI

Penemuan terlambat

PETUGAS TAK TAHU

Tak merujuk

PETUGAS TAK PEDULI

Nosokomial

TAK ADA RUANG ISOLASI

Status imunisasi “D”

NEGATIV

Terjadi di daerah sulit

WIL.KEPULAUAN

Pengetahuan masy.masih kurang

TERLAMBAT

(74)

Apa Yang Harus Kita Lakukan

?

1. Menanggulangi KLB

2. Menurunkan kasus di daerah endemis tinggi

3. Memperkuat imunisasi dan surveilans rutin

Disesuaikan dengan kondisi daerah

(75)

Case: history and examination

• Patient details - name, age, sex - address (school)

- hospital & physician

• Laboratory - source / date of specimen • Clinical - symptoms / onset date

- treatment

• Epidemiology- immunisation status - travel history,

(76)

Case management I

Antitoxin treatment

– clinical indication

– take serum before giving anti-toxin – pre-test for allergy (if time)

– dose depends on site, severity of disease

Isolation

– until 2 negative cultures taken 24 hours apart and 24 hours after end of antibiotic treatment

– disinfecting of soiled articles

(77)

Case management II

Antibiotics

(erythromycin or benzylpenicillin)

– to eliminate carriage and prevent spread - does not replace anti-toxin

– Nasopharyngeal swabs after treatment

Immunisation (convalescent stage)

– unimmunised: complete primary course

(78)

Management of close contacts I

• Anyone in close contact with a case of diphtheria caused by toxigenic C.diphtheriae or C.ulcerans (risk related to duration and closeness of contact)

Definition of close contacts:

household / kissing contacts/ sekolah??

– health care staff (exposed to oro-pharyngeal

secretions / wound discharge of a cutaneous case)

(79)

Management of close

contacts II

Throat swabs

Antibiotic prophylaxis

• Immunisation unless last dose <12 months ago

• Monitor contacts for signs/symptoms of diphtheria for 7 days (self-monitor)

• Inform GP

(80)

Management of close contacts

III

Contacts who are carriers should be isolated and treated until 2 negative cultures from both nose & throat/wound taken 24 hours apart and 24 hours after finishing

antibiotic treatment

• Other contacts - public transport, casual contacts -

(81)

KLB Difteri di Cianjur 2001

(Desa Cikalong)

1. Hasil pengukuran titer antibodi difteri (Ig G) yang

dilakukan terhadap 40 anak yang telah

diimunisasi DPT sebagai respon KLB difteri

diwilayah desa Cikalong Kabupaten Cianjur tahun

2001 setelah 1 bulan pasca imunisasi, Ig G yang

terbentuk memberikan hasil yang kurang

memuaskan.

2. Sebanyak 25% anak berumur diatas 5 tahun titer

antibodinya nol (0). Angka cakupan imunisasi

(82)

Gambar 1. Persentase subyek dengan Titer Serologis

diatas nilai protektfi minimum menurut umur/ kelas

57,9 48,4

34,5 37,3 35,3

(83)

Gambar 2. Persentasi Subjek dengan Titer Protektif Optimal ( > 0,1 )

Umur dan Kelas Sekolah

(84)

KLB Difteri di TK Kota Semarang (Sekolah

TK) thn 2002

Pemeriksaan titer IgG difteri dilakukan dengan teknik

Enzym Imuno Assay di Puslitbang Dep Kes. dengan cara

Diftolisa G ( bakteri tunggal).

(85)

KLB di Tasikmalaya & Garut

A. Tasikmalaya, 2005:

1. Jumlah penderita 47 orang, 15 orang meningal dan ditemukan 8 orang carrier, (CFR = 31,91%,

2. Umur penderita antara 1 s/d 14 tahun.

3. Lokasi KLB tersebar di 14 desa pada 7 kecamatan.

B. Garut, 2007 :

4. Jumlah penderita 11 suspect, 6 confirm, 2 meninggal, (CFR = 11,7 %.

(86)

Upaya yang telah dilakukan di KalTim :

• Profilaksis Erytromycin

– Samarinda seberang : 40 org – Lok Bahu : 150 org

• Di 6 lokasi KLB sebanyak 3000 sasaran

(Puskesmas Segiri, Juanda, Lempake, Air Putih, Bengkuring, Sempaja).

– Umur 7 – 15 th : dT

• Di 6 Lokasi KLB 3.515 sasaran.

(87)

Diphtheria: a review

ismoedijanto

(88)

•Mengapa Difteri

(89)

Faktor Penyebab (bag.1)

1. Sifat penyakit Difteri yang sangat mudah

menular melalui droplet atau udara

2. Adanya karier yang potensial menularkan

Difteri sampai 6 bulan bila tidak terdeteksi dan

belum mendapat obat profilaksis

3. Program imunisasi rutin pada bayi dan anak

sekolah saat BIAS (Bulan Imunisasi Anak

Sekolah) dengan cakupan per Kabupaten/Kota

tinggi tetapi kenyataan di lapangan tidak

(90)

Faktor Penyebab (bag.2)

4. Penanggulangan setiap ada kasus Difteri tidak

maksimal terutama dalam pemberian obat profilaksis

yang luas tanpa pengawasan minum obat sampai

tuntas. Kegagalan ini dikarenakan faktor efek

samping obat profilaksis (erythromicin), sementara

pasien/keluarga tidak merasa sakit.

5. Sosialisasi kepada semua tenaga kesehatan dan

masyarakat tentang penyakit Difteri belum merata,

sehingga kesadaran dan peran dalam kewaspadaan

maupun penanggulangan terhadap Difteri masih

(91)

Faktor Penyebab (bag.3)

6. Ada pergeseran epidemiologi dimana Difteri

sebelumnya banyak menyerang anak balita dan anak sekolah 7 – 14 tahun, pada beberapa daerah mulai

bergeser menyerang orang dewasa ( usia > 15 tahun)

7. Ada keterbukaan dan upaya yang sungguh-sungguh dalam penanggulangan kasus Difteri oleh Dinas

Kesehatan Kabupaten/Kota yang didukung kerjasama dengan Dinkes Prov dan para Ahli di RS Dr. Soetomo, instansi Pusat di Daerah maupun dari Pusat/WHO

(92)
(93)

Immunity to diphtheria in adults

(94)

Evaluasi Operasional

1. Evaluasi program short term : evaluasi proses dan output

 Penurunan kasus

 Penyediaan fasilitas, obat, rujukan

 Cakupan imunisasi respon KLB

 Kualitas imunisasi respon KLB

 Evaluasi (pengukuran titer IgG) pasca respon KLB (ORI)

 Pengawasan minum obat (propilaksis) bagi kontak

 Evaluasi transmisi pasca profilaksis

2. Evaluasi program longterm: evaluasi routine dan supplementary immunization

 Cakupan imunisasi rutin

 Invalid dosages

 Cakupan booster

 Cakupan BIAS

 Cakupan sweeping dan backlog fighting

(95)

Year Spec Number Σ Positive Percentage

2005 975 32 3.25%

2006 612 1 0.16%

2007 807 35 4.33%

2008 723 39 5.39%

2009 2146 215 10.02%

2010 4866 389 7.99%

2011 8012 519 6,4%

2012 20.0%

Performance of Diphtheria Laboratory

Close Contact Specimens (Old Algorithm)

2005-2011

(96)

Masalah Mutu

Rekap Hsl Supervisi Suportif

UPS

penyimpanan vaksin tdk

memenuhi syarat

cenderung beku

Penyebab :

1. LE tdk distandarisasi (RT, BOX)

(97)

Masalah Cakupan

Rekapan Hsl Coverage survey

Masy menolak, dg alasan :

Situasi

Anak tak dibawa ke tempat pelayanan krn sedang sakit = 30%.

Orang tua terlalu sibuk = 13%

Anak hadir tetapi dalam keadaan sakit = 9%

Kurangnya vaksin = 9%.

Biaya tidak terjangkau (transport menuju

tempat pelayanan) = 6%

Tempat pelayanan imunisasi terlalu jauh = 6%.

(98)

Masalah Cakupan

Rekapan Hsl Coverage survey

Masy menolak, dg alasan :

Kurang Informasi

– Kurangnya pengetahuan ibu tentang kebutuhan imunisasi = 20%.

– Kurangnya pengetahuan ibu tentang kelengkapan imunisasi bagi bayinya = 13%.

– Takut efek samping = 13%

– Kurangnya pengetahuan ibu tentang jadwal

(99)

Masalah Cakupan

Rekapan Hsl Coverage survey

Masy menolak, dg alasan :

Motivasi

Penundaan imunisasi = 12%.

Kurang percaya ttg manfaat imunisasi = 4%.

(100)

Masalah Mutu

Rekap Hsl Supervisi Suportif

Puskesmas & Posyandu

krg patuh thdp SOP (umur

minimal DPT-HB1 & Campak, interval min dosis

berikutnya).

Penyebab :

1. Ptgs m’vaksinasi berdasarkan jadwal Posyandu,

bukan tgl lahir bayi.

2. Bayang-bayang target K-4, Kn1 dll

record di

kohort bayi tdk sama dg di buku KIA / KMS

(101)

HASIL ASSESMENT

KUALITAS PELAYANAN “ IMM SWASTA “ (UPS)

DI 9 KOTA DI JATIM (2009)

56.3% LE belum distandarisasi

40.6% LE digunakan menyimpan barang

selain

vaksin

40.6% LE tak dilengkapi termometer (ada

tapi

tak berfungsi)

34.4% LE suhunya tidak memenuhi syarat

2-8%

50% Vaksin belum ditoto sesuai sifat

vaksin

18.8% Vaksin dengan VVM CD masih

disimpan

15.5% Vaksin kadaluwarso masih disimpan 9.4% Vaksin ditemukan kondisi beku 68.3% Vaksin sisa tak dilengkapi

tanggal

(102)

HASIL ASSESMENT

KUALITAS PELAYANAN “ IMM SWASTA “ (UPS)

DI 9 KOTA DI JATIM (2009)

56.3% Pelarut vaksin belum disimpan di LE minimum 12 jam

21.9% Petugas belum tahu penyebab vaksin

rusak

37.5% Petugas belum tahu tanda2 vaksin

rusak

43.8% Petugas belum tahu jenis vaksin

berdasarkan sifatnya

50% Petugas belum tahu batas

waktu

maksimum penyimpanan vaksin SISA

37.5% Petugas yg membersihkan

lokasi

Gambar

Gambar 1. Persentase subyek dengan Titer Serologis
Gambar 2. Persentasi Subjek dengan Titer Protektif Optimal ( > 0,1 )

Referensi

Dokumen terkait

End of Part A – SECTION 1 – continued TEXT 3 – Answer the following questions in ENGLISH.. Responses in the wrong language will receive

&lt;agal 'antung dapat mempengaruhi 'antung kiri, 'antung kanan, atau keduanya (biventrikel), namun dalam praktik 'antung kiri yang sering terkena&#34; Maniestasi

PENGARUH PENERAPAN COST REDUCTION TERHADAP PROFITABILITAS : Studi Empiris pada Perusahaan Daerah Bank Perkreditan Rakyat Jawa Barat, Jawa Tengah dan Jawa Timur

Perjanjian kinerja merupakan suatu dokumen pernyataan kinerja/kesepakatan kinerja antara atasan dan bawahan dalam hal ini antara Direktur Utama RSUP Persahabatan

Social media are online platforms that are used by children and adolescents to connect with friends and family, share media content, and form social networks.. Some of the

Rajah 7 di ruang jawapan menunjukkan sebuah segi empat sama PQRS dengan sisi 8 unit yang dilukis pada grid segi empat sama bersisi 1 unit.O. adalah adalah tiga titik yang bergerak

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan mengenai peranan Kegiatan Kepramukaan dalam meningkatkan kemandirian dan tanggung jawab siswa kelas XI di SMA Negeri

Dalam buku Leininger dan McFarland (2002) “Transcultural Nursing: Concepts, Theories, Research and Practice” Third Edition, keperawatan transkultural adalah suatu