TEKS FABEL MELALUI PERMAINAN
“DONGENG BERANTAI” DI SMP
MUHAMMADIYAH 2 YOGYAKARTA
Naning Hidayati
SMP Muhammadiyah 2 Yogyakarta Email : hidayatilast1213@yahoo.com
Abstrak
Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan kemampuan menyusun teks fabel melalui permainan “Dongeng Berantai” pada mata pelajaran Bahasa Indonesia kelas VIII H SMP Muhammadiyah 2 Yogyakarta. Penelitian ini menggunakan rancangan Model Spiral dari Kemmis–Mc Taggart yang terdiri dari 2 siklus. Masing-masing siklus terdiri dari 2 pertemuan. Teknik pengumpulan data pada penelitian ini menggunakan observasi, tes, wawancara, dan dokumentasi. Penerapan strategi permainan “Dongeng Berantai” terbukti dapat meningkatkan kemampuan siswa dalam menyusun teks fabel di kelas VIII H SMP Muhammadiyah 2 Yogyakarta. Hal ini tampak pada peningkatan keaktifan siswa dan hasil tes siswa selama pembelajaran. Pada siklus I hasil keaktifan siswa sebesar 74.48 %
(masuk dalam kualifikasi aktif), dengan nilai rata-rata test 75.88. Pada siklus II keaktifan
siswa sebesar sebesar 82.29 (masuk kategori aktif). Terjadi peningkatan sebesar 9.49 %, dengan nilai rata-rata test sebesar 83.81 sehingga ada kenaikan 9.46 %.
PENDAHULUAN
Mata pelajaran Bahasa Indonesia mencakup empat aspek ketrampilan, yaitu membaca, menulis, berbicara, d a n m e n y i m a k . K e e m p a t a s p e k tersebut merupakan satu kesatuan yang tidak bisa dipisahkan. Keterampilan membaca berkaitan sekali dengan menulis. Sedangkan keterampilan berbicara sangat erat kaitannya dengan menyimak. Dari keempat aspek tersebut, keterampilan yang paling dianggap sulit adalah menulis. Karena dalam keterampilan menulis dituntut untuk menuangkan ide-ide atau gagasan-gagasan yang cara memperolehnya pun tergolong sulit. Untuk memperoleh sebuah gagasan atau ide, penulis yang dalam hal ini adalah siswa, harus membutuhkan waktu khusus agar ide tersebut dapat muncul dalam pikirannya. Dengan kendala ini, menulis menjadi pembelajaran yang kurang disukai siswa. Jika berawal dari rasa tidak suka, siswa akan sulit untuk memahaminya. Sehingga menulis dianggap sebagai beban yang memberatkan. Hal ini akan berdampak pada kemampuan menulis siswa yang menjadi relatif rendah, selanjutnya juga akan berpengaruh pada penilaian keterampilan menulis.
Di sisi lain, metode atau strategi mengajar yang disampaikan guru menyebabkan pembelajaran menulis tidak disukai oleh sebagian besar siswa, misalnya pembelajaran menulis h a n y a b e r s i f a t t e o r i t i s . K u r a n g adanya penerapan dari teori yang disampaikan. Guru lebih menekankan teori dan pengetahuan bahasa daripada mengutamakan keterampilan atau
praktek membuat karya tulisan. Kenyataan di lapangan menunjukkan b a h w a g u r u m e n g a k u i b a h w a mengajarkan kemampuan menulis lebih sulit daripada mengajarkan pengetahuan bahasa. Hal inilah yang menyebabkan banyak guru lebih suka menghindari pembelajaran menulis atau mengarang.
Sehubungan dengan hal tersebut di atas, guru perlu membuat variasi-variasi strategi dalam proses pembelajaran, agar pembelajaran menulis tidak berkesan sulit, rumit, dan membosankan. Banyak strategi yang sebenarnya bisa dipilih untuk membantu mempermudah para guru mengajarkan keterampilan menulis pada para siswanya, tanpa harus membebani siswa namun justru menyenangkan bagi siswa.
Semakin jelas bahwa tantangan guru semakin berat. Walaupun demikian sebenarnya banyak strategi yang bisa ditempuh guru untuk mepermudah m e n y a m p a i k a n p e m b e l a j a r a n menyusun teks fabel. Salah satunya d e n g a n p e r m a i n a n “ D o n g e n g Berantai” dapat dipilih sebagai model pembelajaran dalam rangka meningkatkan kemampuan menyusun teks fabel. Model pembelajaran ini dapat mengubah paradigma lama yang semula menganggap menyusun teks fabel adalah sulit dan rumit menjadi pembelajaran yang menarik, efektif, inovatif, dan menyenangkan.
“Dongeng Berantai” merupakan nama sebuah permainan yang dilakukan oleh sekelompok siswa (minimal 5 siswa) yang menyampaikan sebuah dongeng. Langkah pertama dimulai dengan meminta lima siswa maju ke depan kelas, berdiri berjajar dari kanan ke kiri. Guru menyampaikan penggalan dongeng bagian perkenalan atau orientasi yang terdiri dari beberapa kalimat saja. Siswa yang berdiri paling kanan melanjutkan dongeng dari guru selama minimal 30 detik dan maksimal 1 menit. Setelah satu menit habis, siswa yang berdiri di sampingnya harus melanjutkan dongeng tersebut secara spontan dengan batas waktu yang sama dengan teman yang lainnya. Begitu seterusnya sampai dengan siswa yang berdiri pada deretan terakhir atau paling kiri. Tugas siswa yang paling kiri menutup akhir cerita dongeng
dengan sebuah penyelesaian. Penyelesaian dongeng diserahkan pada siswa yang paling kiri, sehingga siswa tersebut memegang peranan penting.
Akhir cerita akan dibuat happy ending atau sad ending tergantung pada siswa yang paling kiri. Guru mencatat siswa yang tidak bisa atau kesulitan dalam melanjutkan dongeng. Siswa tersebut akan memperoleh pengurangan nilai pada fortofolio teks fabel yang nantinya akan dikumpulkan kepada guru. Hal ini bertujuan agar seluruh siswa aktif dan berpikir kritis terhadap dongeng – dongeng yang akan merekan lanjutkan ceritanya. Dongeng yang digunakan sebagai permainan berantai belum tentu berupa fabel. Namun dongeng yang masih umum. Tugas siswa selanjutnya secara individu adalah menyusun teks fabel berdasarkan dongeng yang disampaikan oleh kelompok pasangannya, dengan memperhatikan syarat-syarat atau ciri-ciri sebuah fabel. Teks fabel yang telah disusun diserahkan guru untuk dinilai.
Dongeng itu sendiri oleh Liberatus Tengsoe(1988:166) diartikansebagai cerita khayal yang sulit dipercaya k e b e n a r a n n y a . D a l a m d o n g e n g disajikan hal-hal yang ajaib, aneh, dan tidak masuk akal. Dahulu dongeng diciptakan untuk anak kecil, isinya penuh dengan nasihat. Dan karena dongeng muncul pertama kali pada zaman sastra Purba di Indonesia maka pada mulanya tergolong sastra lisan yang disampaikan dari mulut ke mulut.
Menurut Tjahjono (1988: 166) dongeng terbagi menjadi beberapa jenis yaitu:
2) Legenda adalah dongeng yang diciptakan masyarakat sehubugan dengan keadaan alam dan nama suatu daerah. Contohnya dongeng Malin Kundang dan Banyuwangi. 3) Sage adalah dongeng yang di
dalamnya mengandung unsur s e j a r a h , n a m u n t e t a p s u k a r dipercaya kebenaranya karena unsur sejarahya terdesak oleh unsur fantasi. Contohnya dongeng Ciung Wanara dan Jaka Tarub.
4) F a b e l a d a l a h d o n g e n g y a n g mengangkat kehidupan binatang sebagai bahan ceritanya. Contohnya Hikayat sang Kancil dan Hikayat Pelanduk Jenaka.
5) P a r a b e l a d a l a h d o n g e n g perumpamaan yang di dalamnya mengandung kiasan-kiasan yang bersifat mendidik. Contohnya Sepasang Selot Kulit.
6) Dongeng orang pendir adalah jenis cerita jenaka yang di dalamnya dikisahkan kekonyolan-kekonyolan yang menimbulkan gelak tawa dari tingkah laku seseorang karena kebodohannya, bahkan sering kali karena kecerdikannya. Contohnya Si Kabayan dan Aki Bolang. Dari pemaparan tersebut ditemukan permasalahan yang akan dikaji dalam penelitian ini yaitu apakah penerapan permainan “Dongeng Berantai” dapat meningkatkan kemampuan menyusun teks fabel siswa kelas VIII H di SMP Muhammadiyah 2 Yogyakarta.
Untuk membuktikan permasalahan tersebut, dilakukan penelitian tindakan kelas. Penelitian tindakan kelas dalam bahasa inggris disebut dengan istilah classroom action research.Model
penelitian yang dipakai adalah Model Spiral dari Kemmis – Mc Taggart (1988). Desain penelitian ini dibagi menjadi 2 siklus. Setiap siklus terdiri dari 4 tahapan kegiatan yaitu perencanaan,
pelaksanaan, observasi, dan refleksi.
1. Rancangan Tindakan
Penelitian ini dilaksanakan sesuai dengan rancangan penelitian Model Spiral dari Kemmis – Mc Taggart yang diawali dengan tindakan perencanaan, tindakan, observasi, dan refleksi. Penelitian dilakukan sebanyak 2 siklus. Hasil refleksi pada siklus I digunakan untuk menentukan langkah-langkahperbaikan pada siklus II. Tahap-tahap penelitian yang dilakukan adalah sebagai berikut.
a. Persiapan Penelitian
Kegiatan persiapan dalam peneltian ini meliputi:
1) Membuat RPP yang sesuai dengan penelitian ini
2) Membuat Lembar Kerja Siswa 3) Membuat Lembar Penilaian 4) Membuat Lembar Obervasi guru 5) Membuat Lembar Obervasi siswa 6) Membuat panduan wawancara 7) Menyiapkan media permainan
”Dongeng Berantai” yaitu kumpulan dongeng.
b. Pelaksanaan Siklus
Pelaksanaan siklus dibagi menjadi 2 yaitu :
1) Siklus I a) Perencanaan
Kegiatan yang dilakukan pada tahap perencanaan meliputi:
Pembelajaran
(2) m e n y i a p k a n m e d i a pembelajaran berupa dongeng (3) menyusun pedoman observasi; (4) menyusun alat evaluasi siswa. b) Pelaksanaan
Hal-hal yang dilakukan guru pada kegiatan iniadalah :
(1) Guru menjelaskan materi teks fabel beserta contohnya
(2) Guru menjelaskan langkah-langkah pembelajaran dengan permainan “Dongeng Berantai” kepada seluruh siswa
(3) Guru mengelompokkan siswa menjadi 6 kelompok
(4) Guru menjodohkan keenam k e l o m p o k t a d i m e n j a d i berpasang-pasangan. Kelompok 1 berpasangan dengan kelompok 2. Kelompok 3 berpasangan dengan kelompok 4. Kelompok 5 dengan kelompok 6.
(5) Guru membagikan nomor undian untuk giliran maju ke depan kelas menceritakan sebuah dongeng secara berantai. (6) Guru menugasi kelompok lain
untuk menyimak dongengyang disampaikan
(7) Setelah keenam kelompok sudah berhasil maju guru mengintruksikan pada seluruh kelompok untuk berdiskusi m e n e n t u k a n k e l e b i h a n dan kelemahan penampilan kelompok pasangannya.
(8) Guru menugasi seluruh siswa secara individu untuk menulis teks fabel berdasarkan dongeng yang disampaikan kelompok pasangannya.
(9) Guru menugasi siswa untuk membacakan teks fabelnya ke depan kelas, satu kelompok satu perwakilan siswa.
(10) Guru mengumpulkan teks fabel yang telah ditulis semua siswa. c) Pengamatan (Observasi)
Pelaksanaan pengamatan melibat-kan beberapa pihak diantaranya guru sekaligus peneliti, dan teman sejawat. Pelaksanaan observasi dilakukan pada saat proses pembe-lajaran berlangsung dengan berpe-doman pada lembar observasi yang telah dibuat oleh peneliti. Hal yang harus diamati oleh observer adalah aktivitas siswa selama berlangsung-nya proses pembelajaran, dan pro-ses pembelajaran dapat terlaksana sesuai dengan rencana pelaksanaan pembelajaran. Selanjutnya dilaku-kan analisis hasil observasi untuk mengetahui keaktifan siswa, guru dan jalannya pembelajaran.
d) Refleksi
Seluruh hasil observasi, evaluasi s i s w a , d a n c a t a t a n l a p a n g a n d i a n a l i s i s , d i j e l a s k a n , d a n disimpulkan pada tahap refleksi.
Tujuan dari refleksi adalah untuk
2) Siklus II
Siklus II merupakan tindakan perbaikan dari siklus I yang masih b e l u m b e r h a s i l . S e c a r a u m u m , penerapan pembelajaran pada siklus II sama dengan penerapan pembelajaran pada siklus I, hanya saja dilakukan lebih cermat dan memperhatikan hal-hal yang masih belum tercapai pada saat siklus I. Hal ini dilakukan untuk mencapai tujuan yang diharapkan.
HASIL DAN PEMBAHASAN 1. Deskripsi Kondisi Awal
Dalam pembelajaran menyusun teks fabel, siswa cenderung kurang berminat. Hal ini terjadi karena menyusun teks fabel merupakan aktifitas yang membutuhkan imajinasi tinggi dan berpikir kritis. Indikikasi dari kurang
berminatnya siswa terlihat dari aktifitas
siswa yang cenderung ribut dan enggan mengumpulkan tugas. Dari jumlah siswa yang 32 anak hanya mengumpulkan 85 % saja atau sekitar 27 siswa. Sisanya yang berjumlah 5 siswa tidak selesai mengerjakan atau beralasan tidak bisa menyusun teks fabel. Aktivitas pada kondisi awal diamati pada pembelajaran sebelum dilaksanakan tindakan. Pengamatan dilakukan pada aspek keaktifan, kerjasama dan diskusi dalam pembelajaran.
Kondisi awal keaktifan siswa terlihat pada tabel berikut ini :
Tabel 2. Hasil Pengamatan Keaktifan Siswa
No Kelompok Nilai Kualifikasi
1. Kelompok I 62.50 Kurang Aktif
2. Kelompok 2 71.87 Aktif
3. Kelompok 3 59.38 Kurang Aktif
4. Kelompok 4 59.39 Kurang Aktif
5. Kelompok 5 62.50 Kurang Aktif
6. Kelompok 6 75.00 Aktif
7. Kelompok 7 65.62 Kurang Aktif
8. Kelompok 8 78.13 Aktif
R a t a - r a t a Keaktifan
66.79 Kurang Aktif
Dari 8 kelompok hanya 3 kelompok yang menunjukkan keaktifan. Sisanya sekitar 5 kelompok cenderung ribut dan pikiran tidak fokus pada pembelajaran yang disampaikan. Keaktifan pada kondisi awal hanya masih tergolong rendah atau kurang aktif yaitu 66.79 %.
Rendahnya kemampuan siswa dalam menyusun teks fabel juga terlihat dari nilai awal pretest yang dilaksanakan sebelum tindakan dilakukan. Pretest yang dilaksanakan berupa test esai untuk menyusun teks fabel berdasarkan penjelasan guru dan contoh yang ada di buku paket. Perolehan nilai siswa sebelum dilakukan tindakan terlihat pada tabel berikut :
Tabel 3 : Perolehan Nilai Siswa Pada Kondisi Awal
No Nilai Frekuensi Ketuntasan Persentase
1. 88 2 Tuntas
18.51 %
2. 76 3 Tuntas
3. 72 7 Tidak Tuntas
81.48 % 4. 68 10 Tidak Tuntas
N i l a i Tertinggi
88.00
N i l a i Terendah
52.00
Dari tabel tersebut dapat dijelaskan bahwa pada kegiatan pretest menyusun teks fabel rata-rata nilai kelas VIII H masih di bawah KKM yaitu 68.37. Kriterian Ketuntasan Minimal ( KKM ) KD Menyusun Teks Fabel adalah 76. Nilai tertinggi adalah 88 diraih oleh 2 siswa saja. Nilai terendahnya masih dijumpai 5 siswa dengan nilai 52.00. Jumlah siswa yang belum tuntas nilainya masih mendominasi yaitu 81.48 % dari jumlah seluruh siswa yang mengerjakan pretest. Sehingga ketuntasan pada kondisi awal ini hanya 18.52 %. Pada saat pretest ini, guru belum menerapkan strategi permainan “Dongeng Berantai” sehingga hasil yang diperoleh masih tergolong kurang baik.
2. Deskripsi Hasil Siklus I a. Tahap Perencanaan
Tahap perencanaan tindakan yang dilakukan pada siklus I meliputi penyusunan rencana pelaksanaan pembelajaran menggunakan permainan “Dongeng Berantai”. Selain itu peneliti juga menyiapkan instrumen penilaian, pedoman wawancara, media pembelajaran yang berupa kumpulan dongeng, lembar kerja siswa dan lembar observasi atau pengamatan aktivitas belajar siswa.
b. Pelaksanaan Tindakan
Tindakan yang dilakukan pada p e m b e l a j a r a n m e n g a c u p a d a perencanaan tindakan yang telah dibuat.
Siklus I dilaksanakan dalam 2 kali pertemuan (4 jam pelajaran). Pertemuan pertama pada hari Senin, 17 Oktober 2016 sebanyak 2 jam pelajaran masing-masing 40 menit. Pertemuan kedua hari Kamis 20Oktober 2016 sebanyak 2 jam pelajaran. Berikut ini adalah langkah-langkah kegiatan yang dilakukan pada siklus I:
1) Pertemuan Pertama
Pada pertemuan pertama siklus I ini dilaksanakan pada jam ke-6 dan ke-7. Atau tepatnya pada pukul 11.10 – 13.10. Pada pertemuan pertama ini terbagi menjadi 3 langkah kegiatan yaitu kegiatan awal, kegiatan inti dan kegiatan akhir. Kegiatan awal didahului dengan berdoa. Kemudian guru mengecek kehadiran siswa. Dilanjutkan dengan menyampaikan indikator dan tujuan pembelajaran. Sebelum menyampaikan materi guru melakukan apersepsi yaitu mengingatkan siswa tentang materi yang sudah pernah dipelajari kaitannya dengan fabel. Pembelajaran pertama guru memberikan contoh satu buah teks fabel. Dalam kegiatan inti Guru membagi kelompok menjadi 6 kelompok kemudian memasang-masangkan kelompok. Kelompok 1 berpasangan dengan kelompok 2, kelompok 3 dengan kelompok 4, kelompok 5 dengan kelompok 6. Pasangan-pasangan tersebut berfungsi untuk saling menuliskan teks fabel yang mereka presentasikan. Guru memberikan pengarahan tentang permainan “Dongeng Berantai”. Selanjutnya siswa mempersiapkan d i r i u n t u k m e m u l a i p e r m a i n a n .
Pembelajaran diakhiri dengan refleksi
sulit dipahami. Setelah itu guru dan siswa menarik kesimpulan tentang pembelajaran yang baru saja mereka lalui
2) Pertemuan Kedua
Pertemuan kedua ini dilaksanakan hari Kamis, 20 Oktober 2016 pada jam ke-5 dan ke-6. Atau pukul 10.30 sampai dengan 11.45. Langkah-langkah kegiatan ini diawali dengan berdoa bersama, mengecek kehadiran siswa, dan melakukan apersepsi. Kegiatan inti yang dilakukan guru yaitu membagikan lembar kerja kepada siswa, kemudian m e n j e l a s k a n t u g a s y a n g h a r u s dilakukan siswa. Secara individu siswa mengerjakan tes esai yaitu menyusun teks fabel sesuai dengan “Dongeng Berantai” yang telah mereka dengar dari kelompok pasangannya. Kemudian guru menugaskan siswa perwakilan dari masing-masing kelompok untuk mempresentasikan teks fabel yang telah mereka susun. Siswa yang lain memberikan tanggapan. Kegiatan diakhiri dengan penarikan kesimpulan.
c. Hasil Pengamatan ( Observasi )
Pada pertemuan pertama siklus 1 ini beberapa kelompok siswa terlihat masih ragu-ragu dan malu-malu dalam melanjutkan dongeng. Terutama pada kelompok-kelompok yang mendapat giliran awal maju. Selain itu juga pada kelompok siswa perempuan. Mereka masih takut jika apa yang disampaikan akan salah dan ditertawakan oleh teman-temannya. Namun pada kelompok siswa laki-laki yang biasa ramai, justru dongeng yang dilanjutkan bisa lebih berkembang ceritanya.
P a d a p e r t e m u a n p e r t a m a i n i suasana kelas sudah terlihat antusias.
Beberapa kelompok sudah terlihat aktif mengikuti kegiatan pembelajaran. Saat satu kelompok maju untuk merangkai dongeng, kelompok lain terlihat serius menyimak dongeng yang disampaikan. Bahkan tidak jarang para siswa tertawa dan bertepuk tangan karena dongeng yang disampaikan dapat diselesaikan dengan akhir cerita yang lucu dan menyimpang jauh dari akhir cerita sebenarnya.
Keaktifan siswa pada kegiatan pembelajaran ini dapat dilihat pada tabel berikut ini :
Tabel 4. Hasil Pengamatan Keaktifan Siswa
No Kelompok Nilai Kualifikasi
1. Kelompok I 81.25 Aktif
2. Kelompok 2 71.88 Aktif
3. Kelompok 3 68.75 Aktif
4. Kelompok 4 65.63 Kurang Aktif
5. Kelompok 5 75.00 Aktif
6. Kelompok 6 84.38 Aktif
R a t a - r a t a Keaktifan
74.48 Aktif
Sebagian besar siswa sudah aktif mengikuti kegiatan pembelajaran dengan persentase 83.33 % . Dari 6 kelompok masih ditemukan 1 kelompok yang kurang aktif atau sekitar 16.67 %. Sedangkan rata-rata keaktifan siswa sebesar 74.48 % masuk dalam
kualifikasi aktif.
setelah pelaksanaan siklus 1 dijelaskan dalam tabel berikut :
Tabel 5. Perolehan Nilai Siswa Pada Siklus I
No Nilai Frekue-nsi
Ketun-tasan
Persen-tase
1. 92 2 Tuntas
46.88 %
2. 88 5 Tuntas
3. 80 3 Tuntas
4. 76 5 Tuntas
5. 72 10 Tidak
Tuntas
53.13 %
6. 68 4 Tidak
Tuntas
7. 64 3 Tidak
Tuntas
Rata-rata 75.88 Nilai Tertinggi 92.00 Nilai Terendah 64.00
Pada siklus 1 ini terlihat ada
peningkatan nilai yang signifikan dari
kondisi awal. Dari 32 siswa terdapat 2 siswa yang memperoleh nilai 92 dan masih tersisa 3 siswa yang memperoleh nilai terendah yaitu 64. Rata-rata nilai pun mengalami kenaikan yang cukup pesat dari 68. 37 menjadi 75.88, atau 9.90 %.
B e r d a s a r k a n j a w a b a n s i s w a melalui wawancara, sebagian siswa juga menyatakan bahwa pembelajaran Menyusun Teks Fabel menggunakan permainan “Dongeng Berantai” ini terasa lebih seru dan lebih bervariasi. Siswa yang lain menyatakan bahwa pembelajaran dengan “Dongeng Berantai” ini menjadikan mereka lebih ada gambaran untuk menyusun teks fabel.
d. Refleksi
Pada siklus I telah dilaksanakan pembelajaran dengan menggunakan permainan “Dongeng Berantai”. Hasil belajar siswa mengalami peningkatan dibandingkan dengan kondisi awal. Jika dibandingkan dengan kondisi awal, nilai terendahnya 50 berjumlah 5 siswa. Sedangkan nilai tertinggi pada kondisi awal 88 diraih oleh 2 siswa. Pada siklus I ada kenaikan 4.4% dari 88 menjadi 92. Nilai 90 diraih oleh 2 siswa. Rata-rata nilai naik 9.9% dari 68,37menjadi 75,88. Persentase jumlah siswa yang telah tuntas belajar juga meningkat dari 5 siswa menjadi 15 siswa. Berarti ada kenaikan ketuntasan belajar sebanyak 66.6 % dari kondisi awal. Ketuntasan belajar siswa pada siklus I ditunjukkan pada tabel berikut.
Tabel 6 : Ketuntasan belajar siswa pada siklus I
Jumlah
siswa Tuntas
Belum Tuntas
Persentase
ketun-tasan
32 15 17 46.88 %
Ketuntasan belajar pada siklus I mencapai 46.88 %, berarti belum memenuhi indikator kinerja penelitian yaitu 70 % siswa memperoleh nilai
hasil belajar ≥ 76 pada siklus I. Dengan
demikian perlu diadakan penelitian lagi pada siklus II.
3. Deskripsi Hasil Siklus II 1. Tahap Perencanaan
berbeda dari siklus I. Hal ini bertujuan agar siswa berpikir hal yang baru lagi. Selain itu untuk melatih siswa agar lebih kritis lagi dalam merangkai dongeng. Sedangkan lembar observasi dan pedoman wawancara masih sama dengan siklus I.
2. Pelaksanaan Tindakan
Tindakan yang dilakukan pada p e m b e l a j a r a n m e n g a c u p a d a perencanaan tindakan yang telah dibuat. Siklus II dilaksanakan dalam 2 kali pertemuan (4 jam pelajaran), pertemuan pertama pada hari Kamis,27 Oktober 2016, pertemuan kedua pada hari Jumat, 28 Oktober 2016.
a. Pertemuan Pertama
Kegiatan ini dilaksanakan pada jam ke-5 dan ke-6 atau pukul 10.30 sampai dengan 11.45. Kegiatan diawali dengan berdoa bersama. Setelah itu guru memberikan motivasi yang lebih menarik dari siklus I kemudian menghimbau pada seluruh siswa untuk kembali kepada kelompok pada siklus I. Guru menginformasikan teknis pembelajaran yang digunakan masih sama seperti pada siklus I. Pada kegiatan inti, guru memulai permainan “Dongeng Berantai” kepada kelompok 1 sampai dengan kelompok 6. Siswa yang lain menyimak dongeng yang disampaikan kelompok pasangannya. Dongeng yang digunakan untuk permainan pada siklus II berbeda dengan dongeng pada siklus 1. Hal ini bertujuan agar siswa memperoleh suasana cerita baru. Guru dan siswa menutup pembelajaran dengan berdoa.
b. Pertemuan Kedua
Pertemuan kedua dilaksanakan pada
jam ke-7 dan ke-8 atau tepatnya pukul 12.30 sampai dengan 14.50. Setelah berdoa,guru membagikan lembar kerja kepada siswa, kemudian menjelaskan tugas yang harus dilakukan siswa. Secara individu siswa mengerjakan tes esai yaitu menyusun teks fabel sesuai dengan “Dongeng Berantai” y a n g t e l a h m e r e k a d e n g a r d a r i kelompok pasangannya. Kemudian guru menugaskan siswa perwakilan dari masing-masing kelompok untuk mempresentasikan teks fabel yang telah mereka susun. Siswa yang lain memberikan tanggapan. Guru memberikan kesimpulan tentang hasil kegiatan pembelajaran yang telah mereka lakukan.
3. Hasil Pengamatan ( Observasi )
berikut ini :
Tabel 7. Hasil Pengamatan Keaktifan Siswa pada Siklus II
No Kelompok Nilai Kualifikasi
1. Kelompok I 87.50 Sangat Aktif 2. Kelompok 2 81.25 Aktif 3. Kelompok 3 75.00 Aktif 4. Kelompok 4 75.00 Aktif 5. Kelompok 5 84.38 Aktif 6. Kelompok 6 90.63 Sangat Aktif
Rata-rata Keaktifan 82.29 Aktif
R a t a - r a t a s i s w a s u d a h a k t i f mengikuti kegiatan pembelajaran terbukti dengan rata-rata keaktifan sebesar 82.29. Dibandingkan dengan rata-rata keaktifan pada siklus I yaitu 74.48 terdapat kenaikan sebasar 9.49 %.Dari tabel terlihat semua siswa aktif, bahkan ada 2 kelompok yang tergolong sangat aktif. Dengan demikian siklus II ini benar-benar ada dampak postif terhadap peningkatan keterampilan siswa dalam menyusun teks fabel.
H a s i l t e s t e k s f a b e l y a n g dikumpulkan menunjukkan adanya peningkatan hasil yang membanggakan. Pada siklus I terdapat siswa yang belum selesai dalam menyusun teks fabel, namun pada siklus II ini semua siswa selesai mengumpulkan teks fabel. Bahkan berdasarkan kriteria penilaian
terdapat peningkatan yang signifikan.
Peningkatan nilai tersebut dapat dilihat pada tabel berikut ini :
Tabel 8. Perolehan Nilai Siswa Pada Siklus II
No Nilai Frekue-nsi
Ketun-tasan
Persen-tase
1. 96 5 Tuntas
87.50 %
2. 92 4 Tuntas
3. 88 3 Tuntas
4. 84 6 Tuntas
5. 80 6 Tuntas
6. 76 4 Tuntas
7. 70 2 Tidak
Tuntas
12.50 %
8. 66 1 Tidak
Tuntas
Rata-rata 83.81 Nilai Tertinggi 96.00 Nilai Terendah 68.00
Pada siklus II ini terlihat ada
peningkatan nilai yang signifikan dari
siklus I. Dari 32 siswa terdapat 5 siswa yang memperoleh nilai 96 dan masih tersisa 3 siswa yang memperoleh nilai belum tuntas yaitu 66 diperoleh oleh dua siswa.Rata-rata nilai pun mengalami kenaikan yang cukup pesat dari 75.88 menjadi 83.81 sehingga ada kenaikan 9.46 %.
4. Refleksi
meningkat dari 16 siswa menjadi 29 siswa. Berarti ada kenaikan ketuntasan belajar sebanyak 55.17 % dari siklus I. Ketuntasan belajar siswa pada siklus II ditunjukkan pada tabel berikut:
Tabel 9 : Ketuntasan belajar siswa pada siklus II
Jumlah
Pada siklus II masih dijumpai 3 siswa yang tidak tuntas dalam penilaian teks fabel. Ada beberapa aspek yang menyebabkan siswa tidak bisa tuntas. Jika dilihat dari pedoman penilaian teks fabel, aspek tersebut terdapat pada struktur dan isi teks fabel. Beberapa siswa yang tidak tuntas struktur teks fabelnya tidak lengkap. Masih ada unsur yang kurang yaitu unsur koda. Koda adalah perubahan sikap si tokoh jahat. Hal ini masih sering dilupakan siswa, sehingga mengurangi jumlah nilai. Selain itu juga aspek isi teks. Beberapa siswa yang belum tuntas, isi teks yang dicerikan tidak sesuai dengan apa yang disampaikan oleh kelompok lain ketika permainan “Dongeng B e r a n t a i ” b e r l a n g s u n g . N a m u n demikian ketuntasan siswa pada siklus I dan siklus II sudah menunjukkan
peningkatan yang sangat signifikan.
J i k a d i b a n d i n g k a n d e n g a n ketuntasan pada siklus I dapat dicermati pada tabel berikut :
Tabel 10 : Perbandingan Ketuntasan belajar siswa siklus I dan Siklus II
Siklus
Ketuntasan belajar pada siklus II mencapai 87.50 % berarti telah memenuhi indikator kinerja penelitian yaitu 70 % siswa memperoleh nilai
hasil belajar ≥ 76 pada siklus II.
Kegiatan sampai dengan siklus II telah mencapai target yang ingin dicapai. Proses pembelajaran menggunakan permainan “Dongeng Berantai” sudah efektif untuk meningkatkan kemampuan menyusun teks fabel sehingga untuk siklus selanjutnya tidak dilaksanakan.
Agar lebih jelas perbandingan hasil penelitian yang telah dilakukan dapat dilihat pada tabel berikut ini :
Tabel 11 : Perbandingan Perkembangan Hasil Kegiatan
Penelitian
No Data Kondisi Awal
68.37 75.88 83.81 menin-gkat
5. Nilai Teren-dah
52.00 64.00 68.00 menin-gkat
Jika dibentuk diagram, perbandingan perkembangan hasil kegiatan penelitian dapat dilihat pada diagram batang berikut :
PENUTUP
Berdasarkan pembahasan yang telah dilakukan, dapat disimpulkan hal-hal sebagai berikut :
1. Permainan “Dongeng Berantai” dapat meningkatkan keterampilan menyusun teks fabel siswa kelas VIII H SMP Muhammadiyah 2 Yo g y a k a r t a . K e s i m p u l a n i n i diperkuat dengan hasil penelitian sebagai berikut :
a. Peningkatan keterampilan menyusun teks fabel terlihat dari nilai rata-rata test kondisi awal 68.37 ke siklus I meningkat menjadi 75.88 dan terakhir ke siklus II menjadi 83.81 atau meningkat sekitar 18.42% terhitung dari kondisi awal. b. Rata-rata ketuntasan hasil
belajar dari kondisi awal 18.52% ke siklus I menjadi 46.88% dan terakhir siklus II menjadi 87.50 %. Sebuah peningkatan yang
signifikan.
c. Peningkatan aktifitas siswa dari kondisi awal 66.79 % ke siklus I menjadi 74.48 % dan terakhir siklus II menjadi 82.29 % artinya terjadi perbaikan ketertarikan siswa terhadap materi menyusun teks fabel.
2. Kegiatan penelitian ini meliputi 2 tahapan siklus. Siklus I terdiri dari 2 pertemuan. Pertemuan pertama yaitu tanggal 17 Oktober 2016 sedangkan pertemuan kedua tanggal 20 Oktober 2016. Masing-masing pertemuan terdiri dari dari kegiatan awal, kegiatan inti, dan kegiatan akhir. Sedangkan masing-masing siklus terdiri dari 4 kegiatan, yaitu perencanaan, pelaksanaan
tindakan, observasi, dan refleksi.
Pada siklus I belum terbukti tentang permainan “Dongeng Berantai” dapat meningkatkan keterampilan penyusunan teks fabel. Hal ini terjadi karena tingkat ketuntasan siswa belum memenuhi indikator kinerja penelitian. Siklus 2 dilaksanakan pada 2 pertemuan yaitu tanggal 27 dan 28 Oktober 2016. Pada siklus 2 kegiatan sama dengan siklus I. Hasil yang dicapai menunjukkan sebuah
peningkatan yang signifikan. Hasil
pada siklus 2 telah memenuhi indikator kinerja penelitian yaitu 70 % siswa mencapai ketuntasan. Kegiatan sampai dengan siklus 2 telah mencapai target yang ingin dicapai. Sehingga dapat disimpulkan proses pembelajaran menggunakan permainan “Dongeng Berantai” sudah efektif untuk meningkatkan kemampuan menyusun teks fabel .
DAFTAR PUSTAKA
Danandjaja.2007. PengantarSastra I n d o n e s i a. S u r a k a r t a : P T. TigaSerangkaiPustakaMandiri. Depdikbud.1999. KamusBesarBahasa
J a l i l , J a s m a n . 2 0 1 4 . P e n e l i t i a n TindakanKelas ( PTK ). Jakarta : Prestasi Pustaka
K e m e n d i k b u d . 2 0 1 3 . PedomanPelatihanKurikulum 2 0 1 3. J a k a r t a : B a d a n Pengembangan Sumber Daya Manusia Pendidik dan Kebudayaan dan Penjaminan Mutu Pendidikan. Kemendikbud. 2013. Materi Pelatihan
Guru Implementasi Kurikulum 2013 SMP/MTs. Bahasa Indonesia. Jakarta : Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia Pendidik dan Kebudayaan dan Penjaminan Mutu Pendidikan.
Kemendikbud. 2014. Bahasa Indonesia Wahana Pengetahuan Kelas VIII. Jakarta :Pusat Kurikulum d a n P e r b u k u a n , B a l i t b a n g , Kemendikbud.
Nurgiyantoro, Burhan. 2011. Penilaian Otentik Dalam Pembelajaran Bahasa. Yogyakarta : Gadjah Mada University Press.
Pardjonodkk. 2007. Panduan Penelitian Ti n d a k a n K e l a s. Yo g y a k a r t a :Lembaga Penelitian Universitas Negeri Yogyakarta.
Website :