• Tidak ada hasil yang ditemukan

INOVASI TERINTEGRASI DALAM PELAYANAN PUBLIK DI ERA OTONOMI DAERAH

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "INOVASI TERINTEGRASI DALAM PELAYANAN PUBLIK DI ERA OTONOMI DAERAH"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

266

WEDANA

Jurnal Pemerintahan, Politik dan Birokrasi

INOVASI TERINTEGRASI DALAM PELAYANAN

PUBLIK

DI ERA OTONOMI DAERAH

Martateri

Dosen Ilmu Pemerintahan Universitas Islam Riau

ABSTRAK

Tulisan ini menganalisis terhadap problematika dalam pelayanan public dalam kerangka otonomi daerah. Sebagaimana kita ketahui bahwa otonomi daerah memiliki disain yang berbeda-beda dalam dekade kepemimpinan pemerintahan, mulai dari orde lama, orde baru dan reformasi. Perbedaan paradigma dan pemahaman terhadap model implementasi otonomi daerah, maka tidak terlepas dari berbedanya system pelayanan public yang terjadi. Tulisan ini lebih memfokuskan perkembangan otonomi daerah dan oreantasinya pelayanan public pada masuknya masa reformasi, dimana banyak berubahnya perangkat hukum tentang penyelenngaraan pemerintahan daerah, terutama berkaitan dengan peraturan perundang-undangan berkaitan dengan pemerintahan daerah. Perkembangan pola otonomi daerah yang mendasarkan kepada model pelayanan publik di daerah dan pengembangannya melalui one get service, sebagai dorongan untuk menciptakan standar pelayanan publik. Kajian ini bertujuan untuk memetakan model pelayanan publik oleh pemerintah daerah dan dengan menggunakan metode kualitatif dengan pendekatan kepustakaan (liberary reaserch).

Kata Kunci : Public Service, inovasi terintegrasi dan Otonomi daerah.

This paper analyzes the problems in public service within the framework of regional autonomy. As we know that regional autonomy has different designs in decades of government leadership, ranging from old order, new order and reform. Differences paradigm and understanding of the implementation model of regional autonomy, it can not be separated from the different public service system that occurs. This paper focuses on the development of regional autonomy and the public service in the entry period of reform, in which many changes in the legal instruments of local government administration, especially in relation to the laws and regulations related to regional government. The development of regional autonomy patterns based on the public service model in the region and its development through one get service, as an incentive to create public service standards. This study aims to map out public service models by local governments and by using qualitative methods with a literary approach (liberary reaserch)

(2)

267

WEDANA

Jurnal Pemerintahan, Politik dan Birokrasi

A. PENDAHULUAN

Pelaksanaan Otonomi Daerah yang telah digulirkan oleh pemerintah sejak tahun 2001 membawa perubahan dalam pelaksanaan pemerintahan di daerah. Salah satu perubahan itu adalah pemberian wewenang yang lebih luas dalam penyelenggaraan beberapa bidang pemerintahan. Seiring dengan bertambah luasnya kewenangan ini, maka aparat birokrasi pemerintahan didaerah dapat mengelola dan menyelenggaraan pelayanan publik dengan lebih baik sesuai dengan kebutuhan masyarakat.

Otonomi daerah merupakn wewenang untuk mengatur urusan pemerintahan yang bersifat lokalitas menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat. Dengan demikian desentralisasi sebenarnya menjelmakan otonomi masyarakat setempat untuk memecahkan berbagai masalah dan pemberian layanan yang bersifat lokalitas demi kesejahteraan masyarakat yang bersangkutan. Desentralisasi dapat pula disebut otonomisasi, otonomi daerah diberikan kepada masyarakat dan bukan kepada daerah ataupun pemerintah daerah.

Namun, hingga sekarang ini kualitas pelayanan publik masih diwarnai oleh pelayanan yang sulit untuk diakses, prosedur yang berbelit-belit ketika harus mengurus suatu perjanjian tertentu, biaya yang tidak jelas serta terjadinya praktek pungutan liar, merupakan indikator rendahnya kualitas pelayanan publik di indonesia. Di mana hal ini juga sebagai akibat dari berbagai permasalahan pelayanan publik yang belum dirasakan oleh rakyat. Di samping itu, ada kecenderungan adanya ketidakadilan dalam pelayanan publik di mana masyarakat yang tergolong miskin akan sulit mendapatkan pelayanan. Sebaliknya, bagi mereka yang

memiliki “uang”, dengan sangat mudah

mendapatkan segala yang diinginkan. Untuk itu, apabila ketidakmerataan dan ketidakadilan ini terus-menerus terjadi, maka pelayanan yang berpihak ini akan memunculkan potensi yang bersifat berbahaya dalam kehidupan berbangsa. Potensi ini antara lain terjadinya disintegrasi bangsa, perbedaan yang lebar antara yang kaya dan miskin dalam konteks pelayanan, peningkatan ekonomi yang lamban, dan pada tahapan tertentu dapat meledak dan merugikan bangsa Indonesia secara keseluruhan.

Agar pelayanan publik berkualitas, sudah sepatutnya pemerintah mereformasi paradigma pelayanan publik tersebut. Reformasi paradigma pelayanan publik ini

adalah pergeseran pola penyelenggaraan pelayanan publik dari yang semula berorientasi pemerintah sebagai penyedia menjadi pelayanan yang berorientasi kepada kebutuhan masyarakat sebagai pengguna. Dengan begitu, tak ada pintu masuk alternatif untuk memulai perbaikan pelayanan publik selain sesegera mungkin mendengarkan suara publik itu sendiri. Inilah yang akan menjadi jalan bagi peningkatan partisipasi masyarakat di bidang pelayanan publik.

Berdasarkan ketentuan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, desentralisasi diselenggarakan dengan pemberian otonomi yang seluas-luasnya kepada daerah untuk mengurus sendiri urusan pemerintahannya menurut asas otonomi dan tugas pembantuan. Pemberian otonomi yang luas-seluasnya kepada daerah antara lain dimaksudkan untuk mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat melalui peningkatan pelayanan, pemberdayaan dan peranserta masyarakat. Sejalan dengan prinsip tersebut dilaksanakan pula prinsip otonomi yang nyata dan bertanggungjawab, dengan pengertian bahwa penanganan urusan pemerintahan dilaksanakan berdasarkan tugas, wewenang, dan kewajiban sesuai dengan potensi dan kekhasan daerah dalam rangka memberdayakan daerah dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat.1 titik temu dasarnya adalah upaya untuk menciptakan kesejahteraan masyarakat daerah.

1

(3)

268

WEDANA

Jurnal Pemerintahan, Politik dan Birokrasi

Pembanguanan di daerah tidak terlepas dari tiga peran besar yang menjadi dasar implementasinya, yaitu :

Pemerintah daerah

Masyarakat

Swasta

Ketiganya merupakan dasar utama dari kemajuan masyarakat daerah. Peran pemerintah sebagai pemangku kebijakan dan memberikan pelayanan publik, peran swasta adalah pendorong ekonomi masyarakat melalui dunia usaha yang membutuhkan berbagai macama kebijakan dan pelayanan publik agar kegiatan bisnis dapat berjalan dan peran besar masyarakat adalah ikut serta dalam segala macam pembangunan. Dengan ketiga konsep ini, maka pembangunan didaerah akan berjalan secara maksimal.

Dalam kerangka otonomi daerah saat ini, berdasarkan ketentuan pasal 18 ayat (1) UUD RI 1945, bahwa pemerintah daerah yang tersusun dari provinisi dan kabupaten/kota menjalankan urusan rumah tangganya sendiri. Dengan konsep dasar tersebut, maka pemerintah daerah dituntut untuk mampu mengelola sumber daya dan memberikan pelayanan secara maksimal. Konsep dasar dari adanya otonomi daerah, pada dasarnya upaya untuk memperpendek proses pelayanan publik, karena dengan adanya otonomi daerah, maka peran sentral pemerintah sudah mulai berkurang, dan urusan-urusan diberikan sebagain kepada pemerintah daerah. Penguatan pelayanan publik dalam otonomi daerah, maka disipakan perangkat penguatan pelayanan public, yaitu keberadaan lembaga Ombudsmen RI, dimana berfungsi sebagai lembaga untuk menyelesaikan problematika pelayanan public termasuk di daerah, karena pada setiap provinsi terbentuk lembaga Ombdusmen provinsi.

B. KAJIAN PUSTAKA

1. PELAYANAN PUBLIK DAERAH DI ERA OTONOMI DAERAH

Banyak kepentingan umum sebagai sarana prasarana publik yang dapat dilihat, diantaranya jalan, rel kereta api, jaringan telepon, jaringan listrik, irigasi, radio, dan

televisi. Semakin maju suatu daerah akan selalu diikuti dengan semakin berkembangnya fasilitas-fasilitas publik yang ada serta bentuk pelayanan publik yang memadai. Dalam era globalisasi sekarang ini yang pelayanan kepada publik merupakan kewajiban dari seluruh komponen masyarakat, swasra, maupun pemerintah. Era global tidak bisa terlepas dari perkembangan teknologi dan informasi, masyarakat semakin kritis menginginkan setiap proses pelayanan yang berkaitan dengan pemenuhan sarana dan prasarana publik dapat berjalan secara efektif dan efisien.

Pemerintah yang responsif tentu akan segera melaksanakan kebijaksanaan yang mengarah kepada pemenuhan kebutuhan masyarakat sebagai bagian dari pelayanan dalam rangka meningkatkan kualitas pelayanan publik melalui perbaikan sistem dan prosedur yang berbasis kepada teknologi informasi. Upaya ini tidak hanya direspon oleh pemerintah, kalangan swasta juga berupaya untuk menciptakan suatu informasi yang menarik dan diminati oleh masyarakat. Fenomena tersebut dapat dilihat dengan bermunculannya televisi-televisi lokal di berbagai daerah, tercatat kurang lebih 29 televisi lokal yang menjadi anggota Asosiasi Televisi Lokal Indonesia sudah mulai bermunculan (Asosiasi Televisi Lokal Indonesia, 2008).

2. PERMASALAHAN PELAYANAN PUBLIK

(4)

269

WEDANA

Jurnal Pemerintahan, Politik dan Birokrasi

2004 tentang Pemerintahan Daerah sebagai ruh_nya otonomi daerah sampai sekarang pun masih terjadi polemik. Antara peraturan dengan implementasinya terkadang bisa berbeda, akan tetapi semangat di daerah untuk menjadikan daerahnya menjadi yang terbaik perlu didukung bersama.

Munculnya rancangan Undang-undang tentang Pelayanan Publik yang bertujuan untuk memberikan pelayanan yang sebaik-baiknya kepada masyarakat adalah upaya untuk mengatasi permasalahan tersebut. RUU tersebut bertujuan untuk meningkatkan kualitas dan menjamin penyediaan pelayanan publik serta memberi perlindungan bagi warga negara dari penyalahgunaan wewenang (abuse of power) dalam penyelenggaraan pelayanan publik oleh pemerintah. Secara konstitusional, juga merupakan kewajiban negara melayani warga negaranya untuk memenuhi kebutuhan dasarnya dalam rangka pelayanan publik. Permasalahan untuk menjadikan daerah yang mempunyai fasilitas pelayanan publik yang berkualitas dalam era globalisasi saat ini menurut Kanter (1995) diperlukan strategi concept, competence, dan connections, jejaring kerja dan kolaborasi, dan keterkaitan paradigma global dengan tindakan lokal. Pada akhirnya diharapkan pelayanan publik akan menjadi lebih baik dengan prinsip-prinsip kesederhanaan, kejelasan, kepastian dan ketepatan waktu, tidak diskriminatif, bertanggung jawab, kemudahan akses, kejujuran, kecermatan, kedisiplinan, kesopanan-keramahan, keamanan, dan kenyamanan.2

Perkembangan saat ini mengarah kepada pembangunan kesejahteraan pada semua tingkatan pemerintahan. Dengan pelaksanaan otonomi daerah dan desentralisasi merupakan salah satu upaya untuk membangun paradigma yang baru untuk menuju good governance. Sebagaimana yang diungkapkan oleh Osborne dan Gaebler 1993,

bahwa paradigma baru otonomi daerah dalam menuju good governance menggunakan 10 (sepuluh) prinsip sebagai berikut :

1. Pemerintah yang digerakan oleh misi, dalam membuat program selalu berdasarkan misi yang sudah disusun. Peraturan-peraturan yang tidak sesuai dengan misi yang diemban harus dibuang, sehingga misi dapat menggerakan organisasi dengan semangat tinggi dari aparat pemerintah.

2

Kanter, R.M. 1995. World Class, Thriving Locally in The Global Economy. Simon & Schuster Inc. Rockefeller Centre, Avenue, New York

Melalui pengembangan sistem anggaran dapat diinvestasikan dana untuk merespon perubahan-perubahan dan melakukan inovasi-inovasi baru.

2. Pemerintah milik masyarakat, tugas pemerintah adaalah mendorong dan motivasi agar masyarakat dapat mengatasi masalah yang dihadapinya sendiri. Kepedulian masyarakat terhadap permasalahan yang mereka hadapi sangat penting dan dibutuhkan. Pemerintah memberikan pelayanan yang sebaik-baiknya kepada masyarakat dan swasta dan tetap bertanggung jawab sampai ada kepastian bahwa berbagai kebutuhan masyarakat terpenuhi. 3. Pemerintah yang kompetitif, pemerintah

dalam melaksanak program perlu mengundang pesaing-pesaing dengan tujuan untuk menghasilkan pelayanan terbaik sehingga tidak terdapat monopoli. Kompetisi akan mendorong inovasi dan upaya untuk mencapai kesempurnaan. Pola pengembangan kompetisi dalam pemberian pelayanan memberikan keuntungan sebagai berikut :

3.1. Efesiensi yang lebih besar 3.2. Respon terhadap kebutuhan masyarakat yang lebih baik.

3.3. Menghargai inovasi.

3.4. Semangat juang aparat lebih tinggi.

4. Pemerintah katalis, dengan memanfatkan sektor swasta untuk melakukan yang lebih baik dalam pembangunan, terjalin hubungan kemitraan dalam pengelolaan sumber daya alam yang potensial bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Kemampuan mengembangkan sebagai katalis menimbulkan keuntungan-keuntungan

sebagai pengemudi sehingga menejemen pemerintah berlangsung lebih efesien, lebih feleksibel lebih dapat dinilai kinerjanya, lebih kreatif, lebih berpengalaman dan lebih menyeluruh pemecahannya.

5. Pemerintahan yang Transparan dalam Urusan Publik, transparansi dalam urusan publik merupakan salah satu tuntutan masyarakat. Urusan publik harus ditangani secara cermat, tepat, efektif, dan efesien, sehingga terwujudnya pemerintahan yang bersih dan berwibawa.

(5)

270

WEDANA

Jurnal Pemerintahan, Politik dan Birokrasi

sangat penting, sehingga anggaran diarahkan untuk tujuan tersebut. Dengan meningkatkan mutu hasil, seperti mutu sekolah, mutu pelayanan kesehatan, mutu pelayanan hotel, dan sebaginya. Masyarakat merasa puas dalam hal sistem skoringdan ranking segala kegiatan yang menyangkut pelayanan hendaknya dapat diterapkan.

7. Pemerintah wirausaha, pemerintah bukan hanya badan yang menghabiskan dana saja, tetapi seharusnya juga dapat menghasilkan uang sebagaimana bisnis. Keuntungan dapat dimanfatkan untuk kesejahteraan masyarakat dan pegawai negeri. Dalam hal ini sebagai contoh pemanfaatan limbah yang dapat didaur ulang sehingga menghasilkan dana untuk pemerintah dalam menjalankan programnya.

8. Pemerintah Antisipatif, dengan

semboyan, “lebih baik mencegah daripada mengobati” pemerintah

meningkatkan kepekaan terhadap persoalan-persoalan yang bakal timbul di tengah-tengah masyarakat agar secara dini dapat mengatisipasinya. Dengan menerapkan peraturan pembangunan, misalnya, dapat dicegah kebakaran secara dini. Pencegahan mempunyai visi ke depan melalui rencana antisipatif. 9. Pemerintah Desentralisasi, kewenangan

desentralisasi memberikan kekuatan yang besar bagi pemerintah daerah untuk berkembang mengurus rumah tangganya sendiri. Pemerintah lokal mempunyai otoritas untuk melakukan keputusan sendiri, sesuai dengan kondisi masalah yang dihadapi, karena dalam era globalisasi, kecepatan informasi harus diimbangi dengan kecepatan keputusan. 10. Pemerintah beroreantasi pasar,

pemerintah mendorong masyarakat dan swasta untuk menghasilkan produk-produk yang beroreantasi pasar. Masyarakat diberikan insentif yang lebih produktif. Keuntungan mekanisme pasar adalah :

10.1. Pasar didesentralisasi (akan membentuk persaingan/kompetisi).

10.2. Mendukung konsumen untuk menentukan pilihan sendiri.

10.3. Mengaitkan sumber daya secara langsung kepada hasil.

10.4. Pasar memberikan respon terhadap perubahan yang cepat.

10.5. Pasar memungkinkan pemerintah mencapai skala yang dibutuhkan

untuk pemecahan masalah-masalah yang serius.

Sepuluh prinsip tersebut sebagai alat analisis, kerangka dan cara pikir merupakan paradigma baru untuk dikembangkan dalam pemerintahan sesuai dengan situasi dengan kondisi dan permasalahan yang dihadapi.3 Pembangunan daerah ditentukan oleh indicator kesejahteraan masyarakat daerah, oleh karena itu paradigma pembangunan daerah harus dibangun dengan dasar menganalisais problematika yang dimiliki oleh daerah. Peran besar pemerintah daerah mennetukan bagi kemajuan daerah, terutama pada dasar pelayanan daerah.

Dalam sistem penyelenggaraan pemerintahan khususnya penyelenggaraan pemerintahan daerah, maka instrumen pemerintahan memegang peran yang sangat penting dan vital guna melancarkan pelaksanaan fungsi dan tugas pemerintahan daerah. Instrumen pemerintahan daerah merupakan alat atau sarana yang ada pada pemerintah daerah untuk melakukan tindakan atau perbuatan pemerintahan yang memuat berbagai jenis atau macam instrumen pemerintahan daerah. Dengan kata lain, yang dimaksud dengan instrumen pemerintahan daerah adalah alat atau sarana yang dapat digunakan oleh pemerintah daerah dalam melaksanakan fungsi dan tugasnya. Instrumen pemerintahan daerah merupakan bagian dari instrumen penyelenggaraan pemerintahan negara dalam arti luas.4 Oleh karena itu peran besar pemerintah daerah berhubungan dengan model pelayanan public yang harus dibangun di daerah.

Menurut Supriyanto dan Sugiyanti, pelayanan sebagai upaya untuk membantu, menyediakan atau mengurus keperluan orang lain. Keperluan atau sesuatu yang disampaikan, disajikan atau dlakukan oleh pihak yang melayani kepada pihak yang dilayani dinamakan layanan. Layanan yang diberikan pelanggan dapat berupa :

1. Barang-barang nyata (tangible), misalnya: buku, komputer, kendaraan, dan sebagainya.

3

Bachrul Ulum, (2002). Keuangan Pemerintah Daerah Otonom di Indonesia, UI Press, Jakarta, hlm. 16-17.

4

Idrus A. Paturusi, at.al. (2009),

Esensi Dan Urgensitas Peraturan Daerah Dalam Pelaksanaan Otonomi Daerah,

(6)

271

WEDANA

Jurnal Pemerintahan, Politik dan Birokrasi

2. Barang-barang tak nyata (intangible)

seperti informasi, misalnya: keterangan cuaca, daftar menu makanan di restaurant, dan sebagainya.

3. Jasa dalam bentuk keahlian atau ketrampilan untuk mengurus keperluan dari pihak yang dilayani, misalnya : layanan yang diberikan seorang teknisi, dosen, pengemudi, konsultan, pelawak, penyiar radio, pengacara, notaris, dan lain-lain.5

Ruang lingkup pelayanan yang luas, maka sebagai bagian dari konsep kewajiban yang dimiliki oleh pemerintah daerah, pelayanan harus dibangun melalui system yang beroreantasi kepada kesejahteraan rakyat. Berdasarkan kepada UU No. 23 Tahun 2015 Tentang Pemerintah Daerah, bahwa urusan pemerintahan daerah yang tercantum dalam lampiran undang-undang tersebut tidak terpisahkan, maka memiliki hubungan yang erat dengan pelayanan public secara umum yang harus dilaksanakan oleh pemerintah daerah.

C. METODE PENELITIAN

Menurut Hillway yang dikutip oleh Kaelani, bahwa penelitian tidak lain dari suatu metode studi yang dilakukan seseorang melalui penyelidikan yang hati-hati sempurna terhadap suatu masalah, sehingga diperoleh pemecahan yang tepat terhadap masalah tersebut. Dalam penelitian ini menggunakan penelitian kualitatif dengan pendekatan kepustakaan (liberary reaserch).

D. HASIL DAN PEMBAHASAN

a. Inovasi Pelayanan Publik Daerah Berbasis Model Pelayanan Terintegrasi Di era otonomi daerah saat ini, seharusnya pelayanan publik menjadi lebih responsif terhadap kepentingan publik, di mana paradigma pelayanan publik beralih dari pelayanan yang bersifat sentralistik ke pelayanan yang lebih memberikan fokus pada pengelolaan yang berorientasi kepuasan pelanggan dengan ciri-ciri:

1. Lebih memfokuskan diri pada fungsi pengaturan melalui berbagai kebijakan yang memfasilitasi berkembangnya

5

Suratno, Konsep Pelayanan Publik, diakses melalui

http://sulut.kemenag.go.id/file/file/kepegawaia n/ ikmo1341292012.pdf.(accessed on June 2 2016).

kondisi kondusif bagi kegiatan pelayanan kepada masyarakat.

2. Lebih memfokuskan diri pada pemberdayaan masyarakat sehingga masyarakat mempunyai rasa memiliki yang tinggi terhadap fasilitas-fasilitas pelayanan yang telah dibangun bersama. 3. Menerapkan sistem kompetisi dalam hal

penyediaan pelayanan publik tertentu sehingga masyarakat memperoleh pelayanan yang berkualitas.

4. Terfokus pada pencapaian visi, misi, tujuan dan sasaran yang berorientasi pada hasil sesuai dengan masukan yang digunakan.

5. Lebih mengutamakan apa yang diinginkan oleh masyarakat.

6. Memberi akses kepada masyarakat dan responsif terhadap pendapat dari masyarakat tentang pelayanan yang diterimanya.

7. Lebih mengutamakan antisipasi terhadap permasalahan pelayanan.

8. Lebihg mengutamakan desentralisasi dalam pelaksanaan pelayanan.

9. Menerapkan sistem pasar dalam memberikan pelayanan.

Namun dilain pihak, pelayanan publik juga memiliki sifat antara lain:

1. Memeliki dasar hukum yang jelas dalam penyelenggaraannya.

2. Memiliki wide stakeholders. 3. Memiliki tujuan sosial.

4. Dituntut untuk akuntabel kepada publik. 5. Memiliki komplex and debated

performance indicators.

6. Serta seringkali mejadi sasaran isu politik.6

Untuk memberikan kepastian bagi masyarakat dalam bidang pelayanan, maka tidak dapat terlepas dari konsep Negara hukum. Setiap pelayanan yang diberikan oleh pemerintah baik pemerintah pusat atau pemerintah daerah, maka harus memiliki dasar regulasi sebagai tonggak dalam menjalankan pelayanan publik kepada masyarakat. oleh karena itu, peran Negara

6

(7)

272

WEDANA

Jurnal Pemerintahan, Politik dan Birokrasi

hukum diperlukan untuk memaksimalkan pelayanan public terhadap masyarakat.

Konsep negara hukum modern menjadi suatu keharusan sebagaimana dikatakan oleh FJ. Stahl dalam konsepsinya mengenai negara hukum yaitu :

“Negara harus menjadi

negara hukum, itulah semboyan dan sebenarnya juga menjadi daya pendorong perkembangan pada zaman baru ini. Negara harus menentukan secermat-cermatnya jalan-jalan dan batas-batas kegiatannya sebagaimana lingkungan (suasana) kebebasan warga negara menurut hukum itu dan harus menjamin suasana kebebasan itu tanpa dapat ditembus. Negara harus mewujudkan atau

memaksakan gagasan akhlak dari segi negara, juga langsung tidak lebih jauh daripada seharusnya menurut suasana

hukum”7

Dari dimensi pemerintahan, dapat dikatakan bahwa Pemda memiliki peran kuat dalam penyediaan layanan publik (strong local government). Hal ini dapat dipastikan dari berbagai indikator, seperti luasnya fungsi yang diemban daerah karena menganut general competence principle. Indikator lainnya adalah cara penyediaan layanan publik yang bersifat positif, atau kuatnya inisiatif pemerintah dalam penyediaan layanan publik. Indikator berikutnya adalah derajat otonomi yang kuat, ditandai dengan adanya hak untuk mengatur dan mengurus sendiri setiap fungsi yang diemban. Sedangkan Indikator terakhir adalah derajat kontrol pemerintah pusat yang rendah, karena menggunakan cara represif. Ditinjau dari dimensi politik, dapat diketahui bahwa penyelenggaraan demokrasi dalam pemerintahan di daerah, mempergunakan cara demokrasi perwakilan. Ini mengandung arti bahwa penyelenggaraan pemerintahan secara intensif tidak dijalankan secara langsung oleh masyarakat sebagai stakeholder utama pemerintahan daerah, tetapi dijalankan wakil masyarakat yang dipilih setiap lima tahun sekali. Wakil masyarakat ini terdiri dari dua Administrasi Negara, Jogyakarta : UII Press ,hal.7.

Perwakilan Rakyat Daerah dengan tugas utama menjalan hak mengatur daerah (policy making); dan wakil rakyat yang duduk sebagai Kepala Daerah dan Wakil

Kepala Daerah yang tugas utamanya mengatur dan mengurus. Mengurus berarti memimpin perangkat daerah untuk menjalankan kebijakan yang sudah dibuat.8

Ciri-ciri pembangunan daerah yang memanfaatkan kewenangan otonomi dapat di identifikasi ke dalam beberapa hal, antara lain 9

a. Bahwa pembangunan itu berasal dari ide, aspirasi dan inspirasi masyarakat yang dicetuskan melalui lembaga-lembaga legislatif setempat, sebagai aspek politis.

b. Bahwa pembangunan direncanakan secara relatif tepat dengan kebutuhan dan potensi daerah, yang umumnya untuk jangka waktu sedang dan pendek.

c. Proses pembangunan akan benyak berorientasi dengan mekanisme kedaerahan, baik secara fisik maupun secara sosial budaya.

Menurut Josep Riwu Kaho, bahwa suatu daerah disebut daerah otonom apabila memiliki atribut sebagai berikut :

a. Mempunyai urusan tertentu yang disebut urusan rumah tangga daerah; urusan rumah tangga daerah ini merupakan urusan yang diserahkan pemerintah pusat kepada pemerintah daerah;

b. Urusan rumah tangga daerah itu diatur dan diurus/diselenggararak atas inisiatif/parakarsa dan kebijaksanaan daerah itu sendiri; c. Untuk mengatur dan mengurus

urusan rumah tangga daerah tersebut, maka daerah memerlukan aparatur sendiri yang terpisah dari aparatur pemerintah pusat, yang mampu untuk

Idrus A. Paturusi, et. al, (2009).

Hasil Penelitian Esensi Dan Urgensitas Peraturan Daerah Dalam

PelaksanaanOtonomi Daerah, Kerjasama Dewan Perwakilan Daerah Republik

(8)

273

WEDANA

Jurnal Pemerintahan, Politik dan Birokrasi

menyelengarakan urusan rumah tangga daerahnya;

d. Mempunyai sumber keuangan sendiri yang dapat menghasilkan pendapatan yang cukup bagi daerah, agar dapat membiayai segala kegiatan dalam rangka penyelenggaraan urusan rumah tangga daerahnya.10

Menurut Fisher yang dikutip oleh

Alamsyah mengkategorikan pelayanan publik ke dalam beberapa kelompok, antara lain :

1. Pelayanan yang dibutuhkan untuk

mengembangkan, menginformasikan, dan memproteksi individu (misalnya, pendidikan, kesehatan, dan keamanan). 2. Mendukung dan mendorong

perkembangan sektor swasta (misalnya, infrastruktur jalan, regulasi, energi).

3. Pelayanan dan mendukung dan

mendorong infrastruktur kebudayaan (misalnya, jasa penyiaran, festival budaya).

4. Pelayanan yang terkait dengan

redistribusi kesejahteraan (misalnya, pelayanan pajak, jaminan social)11

Sejauh ini Pemerintah Pusat telah mengeluarkan berbagai peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan pelayanan organisasi pemerintah. UU No. 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik mewajibkan kepada para penyelenggara pelayanan untuk menyusun dan menetapkan standar pelayanan. PP No. 65 Tahun 2005 tentang Pedoman Penyusunan dan Penerapan Standar Pelayanan Minimal memberikan pedoman kepada Menteri/Pimpinan Lembaga Non-Departemen untuk menyusun standar pelayanan minimal dan penerapannya oleh pemerintahan daerah. Permendagri No. 6 Tahun 2007 tentang

10

Josep Riwo Kaho, (2001).

Prospek Otonomi Daerah di Negara Republik Indonesia, Identifikasi Beberapa Faktoryang Mempengaruhi Penyelenggaraannya, Jakarta : Raja Grafindo Persada.hlm. 80.

11

Laporan Kegiatan, Penyusunan

Pedoman Standar Pelayanan Publik Pemerintah Propinsi DIY

2011, Pemerintah Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta Proyek Peningkatan Kapasitas Berkelanjutan Untuk Desentralisasi Sustainable Capacity Building for D

ecentralization (SCBD) Project (ADB Loan 1964-INO), hlm. 4-5.

Petunjuk Teknis Penyusunan dan Penetapan Standar Pelayanan Minimal memberikan acuan kepada Menteri/Pimpinan Lembaga Pemerintah Non-Departemen dalam menyusun dan menetapkan SPM sesuai lingkup tugas dan-fungsinya sehingga kemudian dapat diterapkan oleh Pemerintahan Daerah Provinsi dan Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota. Kepmenpan No. KEP/25/M.PAN/2/2004 tentang Pedoman Umum Penyusunan Indeks Kepuasan Masyarakat Unit Pelayanan Instansi Pemerintah yang selain dimaksudkan sebagai acuan untuk mengetahui tingkat kinerja masing-masing unit pelayanan instansi pemerintah, juga diharapkan dapat memberikan kesempatan kepada masyarakat untuk menilai secara obyektif dan periodik terhadap perkembangan kinerja unit pelayanan publik.11 Standar pelayanan public sebagai batasan-batasan untuk memenntukan pelayanan public bagi masyarakat, sehingga dengan standar pelayanan public tersebut, maka diharapkan akan memperjelas arah pelayanan pemerintah terhadap masyarakat.

Keberadaan pedoman umum untuk menyusun indeks kepuasaan masyarakat adalah bagian dari upaya untuk menciptakan objektifitas pelayanan yang diberikan kepada masyarakat, terutama dalam kerangkan otonomi daerah. amanat konstitusi dan UU No. 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan Daerah yang telah memberikan kewenangan kepada daerah untuk menjalankan urusannya pemerintahan daerah secara mendiri, menunjukan bahwa daerah dituntut untuk mampu mengembangkan kapasitas daerah, sehingga orientasi pembangunan daerah dapat dilakanskana secara maksimal oleh pemerintah daerah.

(9)

274

WEDANA

Jurnal Pemerintahan, Politik dan Birokrasi

Pelayanan Publik. Dalam ketentuan Undang Undang No 25 tahun 2009 tentang Standar pelayanan, komponen yang terdapat dalam standar palayanan minimum adalah:

1. Dasar hukum, 2. Persyaratan,

3. Sistem, mekanisme, prosedur; 4. Jangka waktu penyelesaian; 5. Biaya/tarif;

6. Produk layanan;

7. Sarana, prasarana, dan/atau fasilitas; 8. Kompetensi pelaksana;

9. Pengawasan internal;

10. Penanganan pengaduan, sarana, dan masukan;

11. Jumlah pelaksana;

12. Jaminan pelayanan yang memberikan kepastian pelayanan dilaksanakan sesuai dengan standar pelayanan; 13. Jaminan keamanan dan keselamatan

pelayanan dalam bentuk komitmen untuk memberikan rasa aman, bebas dari bahaya, dan resiko keragu raguan; dan

14. Evaluasi kinerja pelaksana

komponen-komponen tersebut memberikan batasan yang menjadi dasar dalam memberikan pelayanan publik kepada masyarakat, sehingga pelayanan tersebut dapat bersifat maksimal terhadap masyarakat.

Pada kompetisi pelayanan public 2017 yangh diselenggarakan oleh kemerntrian pendayagunaan aparatur Negara dikelompokkan ke dalam empat kategori inovasi. Pertama, kategori Tata kelola pemerintahan, yang meliputi salah satu atau lebih unsur partisipasi, akuntabilitas, transparansi, efektivitas dan efisiensi penyelenggaraan pemerintahan, kualitas regulasi, penegakan hukum, ketertiban sosial, dan kontrol terhadap korupsi dalam pelayanan publik.

Kedua, penggunaan teknologi informasi dan komunikasi dalam penyelenggaraan pelayanan publik; ketiga, perbaikan kesejahteraan sosial dalam penyelesaian masalah-masalah sosial; dan keempat,

pelayanan langsung kepada masyarakat yaitu pelayanan yang dilaksanakan melalui kontak langsung dengan masyarakat yang manfaatnya dirasakan langsung.

Peserta kompetisi adalah inovasi pelayanan publik dari kementerian/lembaga,

pemerintah daerah, badan usaha milik negara, dan badan usaha milik daerah. Setiap kementerian/lembaga, pemerintah daerah, badan usaha milik negara, dan badan usaha milik daerah dapat mengajukan lebih dari satu inovasi pelayanan publik.

Ditambahkan, inovasi pelayanan publik yang pernah diajukan dalam kompetisi periode sebelumnya, termasuk inovasi pelayanan publik yang pernah mendapat penghargaan TOP 99 pada kompetisi periode sebelumnya dapat diajukan kembali sebagai inovasi baru yang merupakan pengembangan dari inovasi sebelumnya.

Ditambahkan, satu inovasi pelayanan publik hanya boleh diikutkan dalam satu kategori. Apabila suatu inovasi memenuhi lingkup lebih dari satu kategori, harus memilih salah satu kategori yang paling dominan.

Sri Hartini juga mengatakan, inovasi yang diajukan harus memenuhi empat kriteria, yakni memperkenalkan pendekatan baru, produktif, berdampak dan berkelanjutan. Dijelaskan, yang dimaksud memperkenalkan pendekatan baru adalah memperkenalkan gagasan yang unik, pendekatan yang baru dalam penyelesaian masalah, atau kebijakan dan desain pelaksanaan yang unik, atau modifikasi dari inovasi pelayanan publik yang telah ada, dalam rangka penyelenggaraan pelayanan publik.

Sedangkan produktif, yang dimaksud adalah memberikan bukti hasil implementasi. Sedangkan yang dimaksud berdampak adalah memberikan manfaat terhadap peningkatan atau perubahan kondisi dan sebagai daya ungkit terhadap percepatan peningkatan kualitas.

(10)

275

WEDANA

Jurnal Pemerintahan, Politik dan Birokrasi

b. Sinergi Pemda dan Ombudsmen

Dalam Penguatan dan Pengawasan Publik

Bertitik tolak dari ungkapan Sabarudin di sela peringatan HUT ke-17 Ombudsman RI di kantornya, Jumat (10/3). Pelayanan publik yang paling disorot adalah Prona, dan kami sudah melakukan identifikasi permasalahan di daerah dan investigasi sistem. Selain itu, seleksi perangkat desa juga banyak dilaporkan kepada kami. Yang mau menjadi perangkat desa, diminta menyetorkan sejumlah uang ke desa. Ini padahal tidak ada dasar hukumnya.

Di era otonomi daerah saat ini, paradigma dasar masyarakat sudah mulai bergeser kepada nilai-nilai kebebasan sebagai acuannya. Dengan otonomi daerah yang seluas-luasnya dan pembagian urusan yang secara jelas dibagai atas wilayah-wilayah provinsi, kabupaten/kota, maka titik awal dari pemikiran otonomi daerah adalah sebagai upaya untuk menciptakan sistem pelayanan public yang bersifat maksimal.

Model pembagian urusan yang dibagi rata diantara tingkatan-tingkatan pemerintahan dan kemudian ddilaksanakan pada tingkat daerah oleh satuan kerja perangkat daerah (SKPD), sebagai upaya untuk memaksmalkan pelayanan public kepada masyarakat. model pelayanan publik yang digunakan saat ini lebih kepada sistem pembangunan pelayaanan publik dengan one get service.

Dalam kerangka pelayanan public, maka penguatan pelayanan public dapat dilaksanakan dengan melakukan sinergi antara pemerintah daerah dengan Perwakilan Ombdusmen RI pada setiap daerah. Ombudsman Republik Indonesia yang selanjutnya disebut Ombudsman adalah Lembaga Negara yang mempunyai kewenangan mengawasi Penyelenggaraan Pelayanan Publik baik yang diselenggarakan oleh penyelenggara Negara dan pemerintahan termasuk yang diselenggarakan oleh Badan Usaha Miliki Negara, Badan Usaha Milik Daerah, dan Badan Hukum milik Negara serta Badan Swasta atau perseorangan yang diberi tugas menyelenggarakan pelayanan publik tertentu yang sebagian atau seluruh dananya bersumber dari anggaran pendapatan dan belanja Negara dan/atau anggran pendapatan dan belanja daerah (pasal 1 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 37 Tahun 2008 Tentang Ombudsman Republik Indonesia) Ombudsman merupakan Lembaga Negara

yang bersifat mandiri dan tidak memiliki hubungan organik dengan Lembaga Negara dan instansi pemerintahan lainnya, serta dalam menjalankan tugas dan wewenangnya bebas dari campur tangan kekuasaan lainnya (pasal 2 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 37 Tahun 2008 Tentang Ombudsman Republik Indonesia) Ombudsman dalam menjalankan tugas dan wewenangnya berasaskan (pasal 3 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 37 Tahun 2008 Tentang Ombudsman Republik Indonesia) :

1. Kepatutan 2. Keadilan

3. Non-diskriminasi 4. Tidakmemihak 5. Akuntabilitas 6. Keseimbangan 7. Keterbukaan dan 8. kerahasiaan

Keberadaan Ombdumesn pada tingkat daerah merupakan bagian dari sistem yang dibangun untuk dengan pemerintah daerah untuk memperkuat posisi pelayanan public pada tingkat daerah, sehingga dengan sinergisnya, maka prospek pelayanan publik yang dilaksanakan oleh pemerintah daerah dapat berjalan secara maksimal. Selain itu langkah langkah-langkah yang dapat diambill pemda untuk peningkatan partisipasi masyarakat dalam pelayanan publik, dapat mengikuti hal berikut ini :

1. Melibatkan masyarakat/LSM dalam penilaian kinerja pelayanan, antara

lain dengan membentuk Komite Pelayanan Publik;

2. Menindaklanjuti pengaduanpengaduan

masyarakat mengenai

keluhan/saran/pendapat berkaitan

dengan pelaksanaan pelayanan;

3. Melibatkan masyarakat dalam penyelenggaraan pelayanan publik

melalui privatisasi;

4. Melibatkan partisipasi masyarakat dalam melakukan kajian/analisis

setiap penetapan kebijakan pemerintah di bidang pelayanan publik;

5. Menetapkan indeks kepuasan

(11)

276

WEDANA

Jurnal Pemerintahan, Politik dan Birokrasi

6. Penyuluhan mengenai berbagai

kebijakan pelayanan kepada

masyarakat.

E. KESIMPULAN

Pelayanan publik merupakan bagian yang utama dalam pembangunan dan peningkatan kesejahteraan, standar

pelayanan public harus dibangun dalam kerangka otonomi daerah, oleh karena itu penyusunan standar pelayanan publik di daerah harus dirumuskan oleh seluruh steakholder sehingga dengan merumuskan standar pelayanan publik dengan menggunakan inovasi-inovasi pelayanan publik seperti dengan cara menggunakan one get service atau

weekend service merupakan bagian dari pembangunan sistem pelayanan yang berorintasi kepada nilai-nilai pelayanan pablik. Pemerintah daerah sebagai bagian dari pemerintahan Indonesia, diberikan kewenangan untuk mengurus rumah tangganya sendiri, kewenangan tersebut adalah amanat konstitusi dan UU No. 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan Daerah. Oleh karena itu, maka sebagai pemerintahan yang menyelenggarakan urusan rumah tangganya sendiri, pemerintah daerah memeiliki kewajiban untuk membangun sistem pelayanan pada tingkat daerah, dengan asumsi dasar kepada UU No. 25 Tahun 2009 Tentang Standar Pelayanan Publik.

Selain itu, dalam rangka untuk meningkatkan pelayanan public dan membangun sistem pengawasan terhadap perlayanan public, maka eksistensi Ombdusmen RI pada tingkat wilayah perlu disinergikan sebagai upaya untuk memperkuat tingkat pelayanan public yang diselenggarakan oleh pemerintah daerah.

DAFTAR PUSTAKA

Bachrul Ulum, (2002). Keuangan Pemerintah

Daerah Otonom di Indonesia, UI

Press, Jakarta, hlm. 16-17.

H. Kaelani, (2012), Metode Penelitian

Kualitatif Interdisipliner Bidang

Sosial, Budaya, Filsafat, Seni, Agama

danHumaniora. Yogyakarta :

Penerbit Paradigma. hlm. 1.

Idrus A. Paturusi, at.al. (2009), Esensi Dan

Urgensitas Peraturan Daerah Dalam

Pelaksanaan Otonomi Daerah,

Kerjasama Dewan Perwakilan

Daerah Republik Indonesia Dan

Universitas Hasanuddin hlm. 1.

Idrus A. Paturusi, et. al, (2009). Hasil

Penelitian Esensi Dan Urgensitas

Peraturan Daerah Dalam

PelaksanaanOtonomi Daerah,

Kerjasama Dewan Perwakilan

Daerah Republik Indonesia Dan

Universitas Hasanuddin. hlm. 4.

Josep Riwo Kaho, (2001). Prospek Otonomi

Daerah di Negara Republik

Indonesia, Identifikasi Beberapa

Faktoryang Mempengaruhi

Penyelenggaraannya, Jakarta : Raja

Grafindo Persada.hlm. 80.

Kanter, R.M. 1995. World Class, Thriving

Locally in The Global Economy.

Simon & Schuster Inc. Rockefeller

Centre, Avenue, New York

Laporan Kegiatan, Penyusunan Pedoman

Standar Pelayanan Publik

Penejelasan Peraturan Pemerintah Republik

Indonesia Nomor 65 Tahun 2005

Tentang Pedoman Penyusunan dan

Penerapan Standar Pelayanan

Minimal.

SF Marbun dkk (ed), (2001).

Dimensi-Dimensi Pemikiran Hukum

Administrasi Negara, Jogyakarta :

UII Press ,hal.7.

Suratno, Konsep Pelayanan Publik, diakses

melalui

(12)

277

WEDANA

Jurnal Pemerintahan, Politik dan Birokrasi

pegawaian/

ikmo1341292012.pdf(accessed on

June 2 2016).

Pemerintah Propinsi Daerah Istimewa

Yogyakarta Proyek Peningkatan

Kapasitas Berkelanjutan Untuk

Desentralisasi Sustainable Capacity

Building for D ecentralization

(SCBD) Project (ADB Loan

1964-INO), hlm. 4-5.

http://www.bappenas.go.id/files/7813/5228/18

48/8pelayanan-pubik-di-era-desentralisasi-studi-tentang-variasi

cakupan-dan-peranan-pemerintah-

daerah-dalam-pelayan__20081123002641__7.pdf(a

ccessed on June 1 2016).

https://kinandika.wordpress.com/2013/02/04/6

Referensi

Dokumen terkait

dengan menggunakan metode ilmiah. 6) mahasiswa memiliki kemampuan untuk pengumpulan dan pengolahan data atau informasi tentang masalah yang ingin dipecahkan dengan

Seluruh dosen di lingkungan Pascasarjana Magister Sains Psikologi, yang telah membimbing penulis selama studi di Universitas Kristen Satya Wacana.. Staf

Untuk itu, metode pendekatan yang ditawarkan untuk mengatasi permasalahan tersebut; pertama upaya perubahan perilaku dari anggota kelompok mitra yaitu pendampingan

Penelitian ini bertujuan untuk memetakan kondisi layanan informasi publik pada website pemerintah dan merancang model web portal informasi publik Jawa Tengah sebagai model

Pengelompokan dari tiga jenis pohon menghasilkan dua komposisi jenis yang memiliki nilai F hitung lebih kecil dibanding dari F tabel pada α=1%, yaitu : komposisi jenis

Makalah yang berjudul “ Tata cara penanandaan udang lobster pasir (Panulirus homarus) di pantai timur Kabupaten Pangandaran, Jawa Barat” adalah bagian dari kegiatan

harus diakui bahwa pasar-pasar yang ada di Indonesia khususnya Tanjung Balai Karimun Kecamatan Karimun Kabupaten Karimun masih belom dikelola dengan baik. Seperti