• Tidak ada hasil yang ditemukan

Perlindungan Korban Tindak Pidana Melalu

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Perlindungan Korban Tindak Pidana Melalu"

Copied!
6
0
0

Teks penuh

(1)

RESUME TINDAK PIDANA

A. Pengertian Tindak Pidana atau Strafbaar Feit

Pengertian tindak pidana yang di muat di dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) oleh pembentuk undang-undang sering disebut dengan strafbaarfeit. Para pembentuk undang-undang tersebut tidak memberikan penjelasan lebih lanjut mengenai strafbaarfeit itu, maka dari itu terhadap maksud dan tujuan mengenai strafbaarfeit tersebut sering dipergunakan oleh pakar hukum pidana dengan istilah tindak pidana, perbuatan pidana, peristiwa pidana, serta delik.

Moeljatno dalam bukunya Asas-Asas Hukum Pidana menggunakan istilah perbuatan pidana daripada peristiwa pidana ataupun tindak pidana untuk mengartikan tindak pidana. Perbuatan pidana menurut Moeljatno adalah perbuatan yang dilarang oleh suatu aturan hukum larangan mana disertai ancaman (sanksi) yang berupa pidana tertentu, bagi barang siapa yang melanggar larangan tersebut. Antara larangan dan ancaman pidana tidak dapat dipisahkan. Kejadian tidak dapat dilarang, jika yang menimbulkan bukan orang, dan orang tidak dapat diancam pidana, jika tidak ada kejadian yang ditimbulkan olehnya. 1

Sehingga untuk menyatakan hubungan tersebut dipakailah istilah perbuatan pidana, yaitu suatu pengertian abstrak yang menunjuk pada dua keadaan konkret: 1. Adanya kejadian tertentu 2. Adanya orang yang berbuat, yang menimbulkan kejadian itu. Oleh sebab itu, kurang tepat jika menggunakan istilah “peristiwa pidana” karena peristiwa itu adalah pengertian konkret yang hanya menunjuk kepada suatu kejadian yang tertentu saja, misalnya matinya seseorang. Sama halnya dengan tindak pidana yang menyatakan keadaan konkret bahwa tindak adalah kelakuan, tingkah laku, gerak-gerik atau sikap jasmani seseorang, hal mana lebih dikenal dalan tindak-tanduk, tindakan, bertindak, ditindak. Oleh karena itu, sebagai kata tidak begitu dikenal, maka dalam perundang-undangan yang menggunakan istilah tindak pidana baik dalam pasal-pasalnya sendiri, maupun penjelasannya hampir selalu dipakai pula kata perbuatan.2

Sedangkan Lamintang dalam bukunya Dasar-Dasar Hukum Pidana Indonesia menggunakan istilah tindak pidana karena dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana

(2)

(KUHP) istilah strafbaar feit diartikan menjadi tindak pidana. Para pembentuk undang-undang tersebut mengartikan kata strafbaar feit tanpa memberikan penjelasan mengenai apa yang sebenarnya dimaksud dengan tindak pidana.3

Tindak pidana adalah perbuatan melakukan atau tidak melakukan sesuatu yang memiliki unsur kesalahan sebagai perbuatan yang dilarang dan diancam dengan pidana, di mana penjatuhan pidana terhadap pelaku adalah demi terpeliharanya tertib hukum dan terjaminnya kepentingan umum. Menurutnya syarat –syarat pokok dari sesuatu delik itu adalah:4

1. Dipenuhinya semua unsur dari delik seperti yang terdapat dalam rumusan delik 2. Dapat dipertanggungjawabkannya si pelaku atas perbuatannya

3. Tindakan dari pelaku tersebut haruslah dilakukan dengan sengaja ataupun tidak dengan sengaja

4. Pelaku tersebut dapat dihukum

B. Unsur-Unsur Perbuatan Pidana

Unsur-unsur perbuatan pidana menurut Moeljatno terdiri dari kelakuan dan akibat, hal ikhwal atau keadaan yang menyertai perbuatan, keadaan tambahan yang memberatkan pidana, unsur melawan hukum yang objektif, dan unsur melawan hukum yang subjektif. Adapun penjelasannya sebagai berikut:5

1. Kelakuan dan akibat (= perbuatan)

Setiap perbuatan pidana harus terdiri dari unsur-unsur lahiriah (fakta) oleh perbuatan, mengandung kelakuan dan akibat yang ditimbulkan karenanya. Keduanya memunculkan kejadian dalam alam lahir (dunia)

2. Hal ikhwal atau keadaan yang menyertai perbuatan

Menurut van Hamel hal ikhwal ini dibagi menjadi dua golongan. Pertama mengenai diri orang yang melakukan perbuatan, contohnya hal menjadi pejabat negara seperti dalam Pasal 418 KUHP. Kalau hal menjadi pejabat negara tidak ada, tidak mungkin ada perbuatan pidana tersebut. Kedua yang mengenai di luar diri si pelaku, contohnya dalam Pasal 332 KUHP (melarikan wanita) disebut bahwa perbuatan itu harus disetujui oleh wwanita yang dilarikan

3Lamintang dan Franciscus Theojunior L., Dasar-Dasar Hukum Pidana di Indonesia, Jakarta: Sinar

Grafika, 2014, hlm. 179.

4Ibid., hlm. 185

(3)

sedangkan pihak orang tuanya tidak menyetujuinya. Terdapat pula hal ikhawal tambahan misalnya dalam Pasal 164, 165 KUHP: kewajiban untuk melapor kepada yang berwajib jika mengetahui akan terjadinya suatu kejahatan.

3. Keadaan tambahan yang memberatkan pidana

Contohnya penganiayaan menurut Pasal 351 Ayat 1 KUHP diancam dengan pidana penjara paling lama 2 tahun 8 bulan, tetapi jika perbuatan menimbulkan luka-luka berat, ancaman pidana diberatkan menjadi 5 tahun dan jika mengakibatkan mati, menjadi 7 tahun. 4. Unsur melawan hukum yang objektif

Menunjuk kepada keadaan lahir atau objektif yang menyertai perbuatan. Misalnya dalam Pasal 406 KUHP mengenai menghancurkan atau merusak barang bukan miliknya dan tidak dapat izin dari pemiliknya untuk berbuat demikian. Selain itu dalam Pasal 335 KUHP mengenai memaksa orang lain supaya melakukan, tidak melakukan atau membiarkan sesuatu dengan cara-cara yang tertentu dianggap belum cukup untuk menyatakan bahwa perbuatan tersebut tidak boleh dilakukan.

5. Unsur melawan hukum yang subjektif

Unsur ini terletak pada hati sanubari terdakwa sendiri. Misalnya dalam Pasal 362 KUHP, perbuatan pencurian dengan maksud untuk memiliki barang tersebut secara melawan hukum. Tetapi kalau niatnya baik untuk mengembalikan barang tersebut kepada pemiliknya hal tersebut tidak dilarang. Sebaliknya, kalau niatnya jelek untuk memiliki barang tersebut tanpa memperdulikan pemiliknya, hal itu dilarang dan masuk katagori pencurian.

Sedangkan menurut Lamintang unsur-unsur tindak pidana itu dapat dibagi menjadi dua yaitu unsur subjektif dan unsur objektif. Unsur subjektif adalah unsur yang melekat pada diri si pelaku termasuk juga segala sesuatu yang terkandung di dalam hatinya. Unsur subjektif itu terdiri dari:6

a. Kesengajaan atau ketidaksengajaan (dolus atau culpa).

b. Maksud atau voornemen pada suatu percobaan atau poging seperti yang dimaksud dalam Pasal 53 ayat (1) KUHP

c. Macam-macam maksud atau oogmerk seperti yang terdapat misalnya di dalam kejahatan-kejahatan pencurian, penipuan, pemerasan, pemalsuan, dan lain-lain

(4)

d. Merencanakan terlebih dahulu atau voorbedachte raad seperti yang terdapat dalam kejahatan pembunuhan menurut Pasal 340 KUHP.

e. Perasaan takut atau vress seperti terdapat dalam rumusan tindak pidana menurut Pasal 308 KUHP.

Unsur objektif adalah unsur yang ada hubungannya dengan keadaan, yaitu di dalam keadaan mana tindakan dari si pelaku itu harus dilakukan. Unsur objektif itu terdiri dari : a. Sifat melanggar hukum atau wederrechtelijkheid;

b. Kualitas dari si Pelaku, misalnya “Keadaan sebagai seorang pegawai negeri” di dalam kejahatan jabatan menurut Pasal 415 KUHP atau “keadaan sebagai pengurus atau komisaris dari suatu perseroan terbatas” di dalam kejahatan menurut Pasal 398 KUHP. Kausalitas, yakni hubungan antara sesuatu tindakan sebagai penyebab dengan sesuatu kenyataan sebagai akibat.

C. Pembagian atau Jenis-Jenis Tindak Pidana

Baik Moeljatno maupun Lamintang dalam buku keduanya membagi perbuatan atau tindak pidana kedalam kejahatan (misdrijven) dan pelanggaran (overtredingen). Pembagian atas dua jenis tersebut didasarkan pada perbedaan prisipil. Kejahatan adalah rechtdelicten yaitu perbuatan-perbuatan yang meskipun tidak ditentuan dalam undang-undang sebagai perbuatan pidana, telah dirasakan sebagai onrecht yaitu bertentangan dengan tata hukum. Contoh : pembuhunan, pencurian, penipuan, dll Sedangkan pelanggaran adalah wetsdelicten, yaitu perbuatan-perbuatan yang sifat melawan hukumnya baru dapat diketahui setelah ada wet yang menentukan demikian. Misalnya kenakalan, mengganggu kesejahteraan di malam hari. Ancaman pidana bagi kejahatan lebih berat dibandingkan dengan pelanggaran.

Selain kejahatan dan pelanggaran Moeljatno membagi perbuatan pidana menjadi:7

1. Delik Dolus dan Delik Culpa. Bagi delik dolus diperlukan adanya kesengajaan, misalnya sengaja menimbulkan kebakaran, sedangkan delik culpa seseorang dapat dipidana karena kealpaannya. Contohnya karena kealpaannya menyebabkan orang lain mendapat luka berat.

2. Delik commissionis dan delikta commissionis. Delik commissionis yaitu delik yang melakukan perbuatan yang dilarang oleh aturan-aturan pidana seperti mencur,

(5)

menggelapkan, dan menipu. Sedangkan delikta commissionis adalah tidak melakukan sesuatu padahal mestinya berbuat, misalnya tidak segera melaporkan pihak berwajib padahal dia masih ada waktu untuk mencegah kejahatan.

3. Delik biasa dan delik yang dikualifikasi. Delik yang dikualifikasi adalah delik biasa ditambah dengan unsur lain yang memberatkan ancaman pidananya. Misal, Pasal 362 adalah pencurian biasa, dan Pasal 363 adalah pencurian yang dikualifikasi karena cara melakukannya ketika ada kebakaran atau dengan beberapa orang.

4. Delik menerus dan tidak menerus. Delik menerus yaituperbuatan yang dilarang menimbulkan keadaan yang berlangsung terus. Misalnya Pasal 333 KUHP yaitu orang yang merampas kemerdekaan orang lain akan berjalan terus sampai si korban di lepas atau mati.

Menurut Lamintang pembagian-pembagian lainnya dari tindak pidana yaitu:8

1. Delik formal dan delik material. Delik formal adalah delik yang dianggap telah selesai dengan dilakukannya tindakan yang dilarang dan diancam dengan undang-undang. Delik material adalah delik yang telah selesai dengan ditimbulkannya akibat yang dilarang dan diancam dengan hukuman oleh undang-undang.

2. Delicta commissionis, delicta omissionis dan delicta commissionis peromissionem commissa

Delicta commissionis adalah pelanggaran terhadap larangan-larangan dalam undang-undang. Delicta omissionis adalah pelanggaran terhadap keharusan-keharusan dalam undang-undang. Sedangkan delicta commissionis peromissionem commissaa adalah pelangggaran terhadap larangan dalam undang-undang yang dapat terjadi tanpa orang telah melakukan suatu tindakan.

3. Opzettelijke delicten dan culpooze delicten

Opzettelijke delicten delik yang harus dilakukan “dengan sengaja” sedangkan culpooze delicten adalah delik yang dapat terjadi “dengan tidak sengaja” agar pelakunya dapat dihukum

4. Zelfstandige delicten dan voortgezetta delicten

(6)

Zelfstandige delicten adalah delik yang berdiri sendiri sedangkan voortgezetta delicten adalah delik yang merupakan kumpulan dari delik yang berdiri sendiri karena sifatnya yang dianggap sebagai satu delik.

5. Enkelvoudige delicten dan samengestelde delicten

Enkelvoudige delicten adalah delik yang pelakunya dihukum satu kali saja melakukan tindakan yang dilarang, sedangkan samengestelde delicten delik yang pelakunya dapat dihukum apabila telah berulangkali melakukan tindakan yang sama yang dilarang oleh undang-undang.

6. Aflopende delicten dan voortdurende delicten

Aflopende delicten adalah delik terdiri dari tindakan untuk menyelesaikan suatu kejahatan sedangkan voortdurende delicten adalah delik yang terdiri dari tindakan untuk menimbulkan sautu keadaan yang bertentangan dengan suatu norma.

7. Klacht delicten dan gewone delicten

Klacht delicten adalah tinjak pidana yang dapat dituntut apabila ada pengaduan dari orang yang dirugikan sedangkan gewone delicten adalah kebalikannya.

8. Gemene delicten dan politieke delicten 9. Delicten communia dan delicta propria

Delicten communia adalah deik yang dapat dilakukan oleh setiap orang, sedangkan delicta propria adalah delik yang dapat dilakukan oleh sifat tertentu, misalnya sifat sebagai pegawai negeri, nahkoda, ataupun anggota militer.

10. Eenvoudige delicten, gequalificeerde deficten, dan gepriviligieerde delicten

Eenvoudige delicten adalah delik yang sederhana dalam bentuk pokok seperti yang telah dirumuskan undang-undang. Gequalificeerde deficten adalah delik dengan pemberatan maka hukuman yang diancamkan menjadi diperberat. Dan gepriviligieerde delicten adalah delik dengan keadaan meringankan maka hukumannya juga diperingan.

Daftar Pustaka

Lamintang dan Franciscus Theojunior L..2014. Dasar-Dasar Hukum Pidana di Indonesia. Jakarta: Sinar Grafika.

Referensi

Dokumen terkait

Perubahan ini berkaitan dengan suatu sikap mental orang Madura; kera- pan sapi yang pada mulanya mempunyai simbol religius seperti kesopanan dan ra- sa hormat (introspeksi

dengan baik. Para pekerja akan merasa bangga apabila mereka dapat menunjukkan secara kongkret hasil pekerjaannya. Jika hasil pekerjaan tidak mendapat penghargaan

Mulla> S{adra> di sini nampak sejalan dengan Suhrawardi yang menyatakan bahwa ilmu h}ud}u>ri> hanya bisa diperoleh manusia dengan observasi ruhani berdasarkan

Perencanaan dimensi perahu surya a(6)solut3 - polineri ini berdasarkan pada dimensi yang dibutuhkan panel surya untuk dapat menggerakan motor listrik juga untuk

Kode Etik Advokat Indonesia adalah hukum tertinggi dalam menjalankan profesi, yang selain menjamin dan melindungi namun juga membebankan kewajiban kepada setiap

Berdasarkan fenomena, peneliti tertarik untuk menguji lebih dalam dan melakukan penelitian dengan judul Pengaruh Kinerja Keuangan Pemerintah Daerah terhadap

 Pasien dalam tahap terminal dapat mengalami gejala  Pasien dalam tahap terminal dapat mengalami gejala yang berhubungan dengan proses penyakit atau terapi kuratif atau