2.1.1 Pengertian bank
Menurut Undang-undang Negara Republik Indonesia Nomor 10 Tahun
1998 Tanggal 10 November 1998 tentang perbankan, pengertian bank adalah
sebagai berikut:
Bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam
bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk
kredit dan atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf
hidup rakyat banyak.
2.1.2 Jenis-Jenis Bank
Menurut undang-undang RI No. 7 tahun 1992 tentang Perbankan
sebagaimana telah diubah dengan undang-undang RI No. 10 tahun 1998 tentang
perbankan, bank di golongkan menjadi sebagai berikut:
a. Berdasarkan jenisnya
Berdasarkan jenisnya, bank di bagi menjadi:
1) Bank umum
Bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional dan atau
berdasarkan Prinsip Syariah yang dalam kegiatannya memberikan jasa
2) Bank perkreditan rakyat
Bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional atau
berdasarkan prinsip syariah yang dalam kegiatannya tidak memberikan
jasa dalam lalu lintas pembayaran.
b. Berdasarkan kepemilikannya
Berdasarkan kepemilikannya, bank dibagi menjadi:
1) Bank milik pemerintah
2) Bank milik pemerintah daerah
3) Bank milik swasta nasional
4) Bank milik koperasi
5) Bank milik asing/campuran
c. Berdasarkan bentuk hukumnya
Berdasarkan bentuk hukumnya, bank dibagi menjadi:
1) Bank berbentuk hukum perusahaan daerah
2) Bank berbentuk hukum perseroan (PERSERO)
3) Bank berbentuk hukum perseroan terbatas (PT)
4) Bank berbentuk hukum koperasi
d. Berdasarkan kegiatan usahanya:
Berdasarkan kegiatan usahanya, bank dibagi menjadi:
1) Bank devisa
2) Bank bukan devisa
e. Berdasarkan sistem pembayaran jasa
1) Bank berdasarkan pembayaran bunga
2) Bank berdasarkan pembayaran berupa pembagian hasil keuntungan
(bank dengan prinsip syariah).
2.1.3 Fungsi Bank
Fungsi perbankan Indonesia menurut Undang-undang Negara Republik
Indonesia Nomor 10 Tahun 1998 adalah sebagai penghimpun, penyalur dan
pelayan jasa dalam lalu lintas pembayaran dan peredaran uang di masyarakat yang
bertujuan menunjang pelaksanaan pembangunan nasional, dalam rangka
meningkatkan pemerataan, pertumbuhan ekonomi dan stabilitas nasional ke arah
peningkatan kesejahteraan rakyat banyak.
2.1.4 Sumber-Sumber Dana Bank
Sesuai dengan fungsi bank sebagai lembaga keuangan dimana kegiatan
sehari-harinya adalah bergerak dibidang keuangan, maka sumber-sumber dana
juga tidak terlepas dari bidang keuangan. Dana bank (loanable Fund) adalah
sejumlah uang yang dimiliki dan dikuasai suatu bank dalam kegiatan
operasionalnya (Hasibuan, 2001). Uang tunai yang dimiliki bank tidak hanya
berasal dari modal bank itu sendiri, tetapi juga berasal dari pihak lain yang
dititipkan atau dipercayakan pada bank yang sewaktu-waktu akan diambil kembali
baik sekaligus maupun secara berangsur-angsur. Adapun jenis sumber-sumber
dana bank tersebut:
1. Dana yang bersumber dari bank itu sendiri
Sumber dana yang bersumber dari bank itu sendiri merupakan sumber
dari para pemegang sahamnya. Keuntungan dari sumber dana sendiri
adalah tidak perlu membayar bunga yang relatif lebih besar daripada jika
meminjam ke lembaga lain. Kerugiannya adalah waktu yang diperlukan
untuk memperoleh dana dalam jumlah besar memerlukan waktu yang
relatif lebih lama.
2. Dana yang berasal dari masyarakat luas
Sumber dana ini merupakan sumber dana terpenting bagi kegiatan operasi
suatu bank. Untuk memperoleh sumber dana dari masyarakat luas, bank
dapat menawarkan berbagai jenis simpanan. Secara umum kegiatan
penghimpunan dana ini dibagi kedalam 3 jenis yaitu:
a. Simpanan giro (demand deposit)
Simpanan giro merupakan simpanan pada bank yang penarikannya
dapat dilakukan dengan menggunakan cek atau bilyet giro.
b. Simpanan tabungan (saving deposit)
Simpanan tabungan merupakan simpanan pada bank yang
penarikannya sesuai dengan persyaratan yang ditetapkan oleh bank.
Penarikan tabungan dilakukan menggunakan buku tabungan, slip
penarikan, kuitansi atau kartu anjungan tunai mandiri (ATM).
c. Simpanan deposito (time deposit)
Simpanan deposito merupakan simpanan yang memiliki jangka waktu
tertentu (jatuh tempo). Penarikannya pun dilakukan sesuai jangka
3. Dana yang bersumber dari lembaga lainnya.
Sumber dana ini merupakan sumber dana tambahan jika bank mengalami
kesulitan dalam pencarian sumber dana diatas. Perolehan dana dari sumber
ini antara lain dapat diperoleh dari:
a. Kredit Likuiditas dari Bank Indonesia
Merupakan kredit yang diberikan bank Indonesia kepada bank-bank
yang mengalami kesulitan likuiditas. Kredit likuiditas ini juga
diberikan kepada pembiayaan sektor-sektor tertentu.
b. Pinjaman antar bank
Pinjaman antar bank biasanya diberikan kepada bank-bank yang
mengalami kalah kliring didalam lembaga kliring. Pinjaman ini
bersifat jangka pendek dengan bunga yang relatif tinggi. Pinjaman
antar bank lebih dikenal dengan nama call money.
c. Pinjaman dari bank-bank luar negeri
Pinjaman ini diperoleh oleh bank dari pihak luar negeri.
d. Surat berharga pasar uang (SBPU)
Dalam hal ini pihak perbankan menerbitkan SBPU kemudian
diperjualbelikan kepada pihak yang berminat, baik perusahaan
keuangan maupun non keuangan.
2.2 Kinerja Perbankan
Syofyan (2003) dalam Sukarno dan Syaichu (2006:48) menyatakan bahwa
kinerja dapat diartikan sebagai penilaian bagaimana hasil ekonomi dari kegiatan
tersebut dapat diartikan bahwa kinerja adalah seberapa baik hasil yang dicapai
oleh perusahaan dalam mencapai tujuan perekonomian, dimana tujuan
perekonomian adalah untuk memaksimumkan kesejahteraan ekonomi.
Kinerja bank pada umumnya diukur dengan menggunakan indikator tingkat
kesehatan bank sebagai ukuran kinerja (Putri dan Lukviarman, 2008). Dalam hal
ini kinerja suatu bank diukur dengan menggunakan lima indikator penilaian
mencakup Capital, Assets, Management, Earnings, Liquidity, dan Sensitivity to
Risk Market yang lebih dikenal sebagai analisis CAMELS. Empat dari enam
aspek tersebut yaitu Capital, Assets, Earnings, Liquidity menggunakan rasio-rasio
keuangan tradisional untuk mengukur kinerja dan kesehatan bank. Penggunaan
analisis CAMELS tersebut tidak lepas dari Bank Indonesia selaku regulator yang
telah mengeluarkan ketentuan tentang penilaian tingkat kesehatan bank melalui
Surat Edaran BI Nomor 26/BPPP/1993 tanggal 23 Mei 1993.
Pendekatan lain untuk mengukur kinerja bank adalah dengan menggunakan
metode Economic Value Added (EVA) dan bila bank yang bersangkutan telah
menjual sahamnya di pasar modal dapat dilengkapi dengan Market Value Added
(MVA). EVA merupakan pengukuran pendapatan sisa (residual income) yang
mengurangkan biaya modal terhadap laba operasi. Sedangkan MVA adalah selisih
antara Market Value of Capital. Sehingga dapat dikatakan sebagai total economic
surplus perusahaan (Mardiah Dkk, 2006).
Penelitian ini tidak menggunakan analisis CAMELS dan EVA maupun
MVA sebagai alat pengukuran kinerja, sebagaimana yang telah dijelaskan
pendekatan kesehatan bank dan EVA maupun MVA dengan pendekatan nilai
tambah ekonomi, sementara penelitian ini menggunakan pendekatan efisiensi
dengan teknik DEA sebagai ukuran kinerja perbankan di Indonesia.
2.3 Konsep Efisiensi
Menurut Abidin dan Endri (2009) efisiensi merupakan salah satu
parameter kinerja yang secara teoritis mendasari seluruh kinerja sebuah organisasi
dengan mengacu pada filosofi “kemampuan menghasilkan output yang optimal
dengan input-nya yang ada, adalah merupakan ukuran kinerja yang diharapkan”.
Ketika membicarakan mengenai pemanfaatan secara lebih baik dari setiap sumber
daya yang telah diberikan, maka hal tersebut merupakan konsep yang sangat dasar
mengenai efisiensi (Shahid, Dkk, 2010).
Ditinjau dari teori ekonomi, ada dua pengertian efisiensi, yaitu efisiensi
teknik dan efisiensi ekonomi. Efisiensi ekonomi mempunyai sudut pandang
makro yang jangkauannya lebih luas dibanding efisiensi teknik. Pengukuran
efisiensi teknik cenderung terbatas pada hubungan teknis dan operasional dalam
proses konversi input menjadi output. Akibatnya, usaha untuk meningkatkan
efisiensi hanya memerlukan kebijakan mikro yang bersifat internal, yaitu dengan
pengendalian dan alokasi sumberdaya yang optimal (Ghofur;Atmawardhana, 2006
dalam Priyonggo Suseno, 2008).
Abidin dan Endri (2009) mengatakan bahwa efisiensi teknis merupakan
salah satu dari komponen efisiensi ekonomi secara keseluruhan. Tetapi, dalam
rangka mencapai efisiensi ekonominya suatu perusahaan harus efisien secara
dapat berproduksi pada tingkat output yang optimal dengan jumlah input tertentu
(efisiensi teknis) dan menghasilkan output dengan kombinasi yang tepat pada
tingkat harga tertentu (efisiensi alokatif).
2.4 Konsep Pengukuran Efisiensi
Penghitungan efisiensi teknis sebelumnya telah dilakukan oleh Farell
(1957) berdasarkan paper dari Tim Coelli (1996) yang menggambarkan sebuah
ukuran sederhana mengenai efisiensi perusahaan dengan cara menghitung
berbagai macam input yang digunakan untuk produksinya.
Farell mengusulkan efisiensi dari dua komponen yaitu: technical efficiency
yang menggambarkan kemampuan perusahaan untuk menghasilkan output
maksimum dari serangkaian input yang telah ditentukan, dan allocative efficiency
yang menggambarkan kemampuan perusahaan untuk menggunakan berbagai
macam input dalam proporsi yang optimal, di mana masing-masing inputnya
sudah ditentukan tingkat harga dan teknologi produksinya. Kedua komponen
efisiensi tersebut dikombinasikan lalu menghasilkan total economic efficiency.
Pemikiran awal mengenai pengukuran efisiensi dari Farell di mana
analisisnya berkenaan dengan ruang input, yang berfokus pada upaya
pengurangan input (an input-reducing focus). Metode ini disebut dengan
pengukuran berorientasi input (input-oriented measures).
2.5 Efisiensi Perbankan
Efisiensi dalam perbankan, seperti halnya perusahaan juga merupakan
tolak ukur dalam mengukur kinerja bank. Dimana efisiensi merupakan jawaban
alokasi, teknis, maupun total efisiensi (Hadad et al., 2003). Sedangkan menurut
Haseeb Shahid et al. (2010), efisiensi perbankan didefinisikan sebagai perbedaan
antara jumlah variabel input dan output yang diamati dengan variabel input dan
output yang optimal. Bank yang efisien dapat mencapai nilai maksimum satu dan
bank inefisien nilainya dapat berkurang sampai nol.
Efisiensi industri perbankan dapat ditinjau dari sudut pandang mikro
maupun makro (Berger dan Mester, 1997 dalam Zaenal Abidin dan Endri, 2009).
Dari perspektif mikro, dalam suasana persaingan yang semakin ketat sebuah bank
agar bisa bertahan dan berkembang harus efisien dalam kegiatan operasionalnya.
Bank-bank yang tidak efisien, besar kemungkinan akan exit dari pasar karena
tidak mampu bersaing dengan kompetitornya, baik dari segi harga (pricing)
maupun dalam hal kualitas produk dan pelayanan.
Sementara dalam perspektif makro, industri perbankan yang efisien dapat
mempengaruhi biaya intermediasi keuangan dan secara keseluruhan stabilitas
sistem keuangan. Hal ini disebabkan peran yang sangat strategis dari industri
perbankan yakni sebagai intermediator dan produser jasa-jasa keuangan. Dengan
tingkat efisiensi yang lebih tinggi, kinerja perbankan akan semakin lebih baik
dalam mengalokasikan sumber daya keuangan, dan pada akhirnya dapat
meningkatkan kegiatan investasi dan pertumbuhan ekonomi (Weill, 2003 dalam
Zaenal Abidin dan Endri, 2009).
Muharam dan Pusvitasari (2007) menjelaskan bahwa secara keseluruhan
efisiensi perbankan dapat didekomposisikan dalam efisiensi skala (scale
efficiency), dan efisiensi alokasi (allocative efficiency). Bank dikatakan mencapai
efisiensi dalam skala ketika bank bersangkutan mampu beroperasi dalam skala
hasil yang konstan (constant return to scale), sedangkan efisiensi cakupan
tercapai ketika bank mampu beroperasi pada diversifikasi lokasi. Efisiensi alokasi
tercapai ketika bank mampu menentukan berbagai output yang memaksimumkan
keuntungan, sedangkan efisiensi teknik pada dasarnya menyatakan hubungan
antara input dengan output dalam suatu proses produksi. Suatu proses produksi
dikatakan efisien apabila pada penggunaan input sejumlah tertentu dapat
dihasilkan output yang maksimum atau untuk menghasilkan output sejumlah
tertentu digunakan input yang paling minimal. 2.6 Pengukuran Efisiensi
Menurut Muharam dan Pusvitasari (2007), ada tiga jenis pendekatan
pengukuran efisiensi khususnya perbankan, yaitu:
1. Pendekatan Rasio
Pendekatan rasio dalam mengukur efisiensi dilakukan dengan cara
menghitung perbandingan output dan input yang digunakan. Pendekatan
ini akan dapat dinilai memiliki efisiensi yang tinggi apabila dapat
menghasilkan output yang semaksimal mungkin dengan input yang
seminimal mungkin.
Efficiency = Output / Input ... (2.9)
Pendekatan rasio ini memiliki kelemahan apabila terdapat banyak input
dan banyak output yang akan dihitung, karena jika diperhitungkan
menghasilkan asumsi yang tidak tegas (Silkman, 1986; Ario, 2005 dalam
Muharam dan Pusvitasari, 2007).
2. Pendekatan Regresi
Pendekatan ini dalam mengukur efisiensi menggunakan sebuah model dari
tingkat output tertentu sebagai fungsi dari berbagai tingkat input tertentu.
Fungsi regresi adalah sebagai berikut:
Y=f (X1, X2, X3, X4,...Xn)... (2.10)
Dimana:
Y = Output X = Input
Pendekatan regresi akan menghasilkan estimasi hubungan yang dapat
digunakan untuk memproduksi tingkat output yang dihasilkan sebuah Unit
Kegiatan Ekonomi (UKE) pada tingkat input tertentu. UKE dapat
dikatakan efisien apabila menghasilkan output lebih banyak dari pada
output hasil estimasi (Silkman, 1986 dalam Muharam dan Pusvitasari,
2007).
3. Pendekatan Frontier
Menurut Silkman (1986) dalam Muharam dan Pusvitasari (2007),
pendekatan frontier dalam mengukur efisiensi dibedakan menjadi dua jenis
yaitu pendekatan frontier parametrik dan non parametrik. Tes parametrik
adalah tes yang modelnya menetapkan adanya syarat-syarat tertentu
tentang parameter populasi yang merupakan sumber penelitiannya,
sedangkan tes statistik non parametrik adalah tes yang modelnya tidak
induk sampel penelitiannya. Pendekatan frontier parametrik dapat diukur
dengan menggunakan metode Stochastic Frontier Analysis (SFA) dan
Distribution Free Analysis (DFA). Sedangkan pendekatan frontier non
parametrik dapat diukur dengan dengan menggunakan metode Data
Envelopment Analysis (DEA).
2.7 Hubungan Input dan Output dalam Pengukuran Efisiensi
Menurut Hadad, dkk (2003) terdapat 3 pendekatan yang lazim digunakan
baik dalam metode parametrik Stochastic Frontier Analysis (SFA) dan
Distribution Free Analysis (DFA) maupun non parametric Data Envelopment
Analysis (DEA) untuk mendefinisikan hubungan input dan output dalam kegiatan
finansial suatu lembaga keuangan yaitu :
1. Pendekatan Aset ( The asset Approach)
Pendekatan aset mencerminkan fungsi primer sebuah lembaga keuangan
sebagai pencipta kredit pinjaman (loans). Dalam pendekatan ini, output
didefinisikan ke dalam bentuk aset.
2. Pendekatan Produksi (The Production Approach)
Pendekatan ini menganggap lembaga keuangan sebagai produsen dari
akun deposito (deposit account) dan kredit pinjaman (credit accounts) lalu
mendefinisikan output sebagai jumlah tenaga kerja, pengeluaran modal
pada aset-aset tetap dan material lainya.
3. Pendekatan Intermediasi (The Intermediation Approach)
Pendekatan ini mengasumsikan bahwa lembaga keuangan bertindak
kredit dan sekuritas sebagai output. Sedangkan deposito dengan tenaga
kerja dan modal fisik didefinisikan sebagai input (Sufian, 2006).
Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan
intermediasi. Menurut Berger dan Humphrey (1997) dalam Muharam dan
Pusvitasari (2007) menyatakan bahwa pendekatan intermediasi merupakan
pendekatan yang lebih tepat untuk mengevaluasi kinerja lembaga keuangan secara
umum karena karakteristik lembaga keuangan sebagai financial intermediation
yang menghimpun dana dari surplus unit dan menyalurkan kepada deficit unit.
Dengan menggunakan pendekatan intermediasi ini juga diharapkan dapat
menggambarkan fungsi perbankan yang sesungguhnya.
2.8 Penelitian Terdahulu
Berikut ini adalah penelitian mengenai efisiensi bank yang telah banyak
dilakukan pada bank-bank asing maupun bank-bank swasta nasional baik
domestik maupun luar negeri:
1. Muliaman D. Hadad, Wimboh Santoso, Dhaniel Ilyas, dan Eugenia
Mardanugraha (2003)
Penelitian ini berjudul “Pendekatan Parametrik Untuk Efisiensi Perbankan
Indonesia“. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan pendekatan
Stochastic Frontier Analysis (SFA) dan Data Frontier Analysis (DFA).
Penentuan variabel input-output pada penelitian ini yaitu menggunakan
pendekatan cost frontier. Variabel yang digunakan dalam penelitian ini
antara lain yaitu biaya tenaga kerja, price of funds sebagai sebagai variabel
diberikan pada pihak lainnya, surat berharga yang dimiliki sebagai
variabel output. Hasil dari penelitian ini mengemukakan bahwasanya
merger tidak semuanya meningkatkan efisiensi, bank asing campuran
menjadi bank yang paling efisien dan pada periode 2002 menggunakan
DFA bank swasta nasional devisa merupakan bank yang paling efisien.
2. Sathye (2003)
Sathye melakukan penelitian tentang efisiensi bank di India. Hasil
penelitian tersebut menunjukkan bahwa nilai efisiensi bank swasta
nasional lebih tinggi daripada bank swasta asing. Penelitian ini
menggunakan beban bunga dan beban bukan bunga sebagai input serta
pendapatan bunga dan pendapatan selain bunga sebagai output.
3. Fadzlan Sufian (2006)
Penelitian ini mengukur tingkat efisiensi relatif antara bank Islam asing
dan bank Islam domestik di Malaysia dengan menggunakan metode Data
Envelopment Analysis (DEA). Variabel yang digunakan dalam penelitian
ini yaitu total deposts, labour, fixed assets sebagai varabel input dan total
loans, income sebagai variabel output. Hasil dari penelitian ini
mengungkapkan bahwa perbankan Islam Malaysia mengalami penurunan
tingkat efisiensi pada periode 2002 dan kembali menjadi sedilkit lebih baik
pada periode 2003 dan 2004. Dan bank Islam domestik memiliki tingkat
Pengukuran Efisiensi dengan metode Data Envelopment Analysis (DEA)
dengan pendekatan intermediasi
Tingkat Efisiensi Bank Swasta Nasional Tahun 2008 - 2012
Tingkat Efisiensi Bank Asing Tahun 2008 - 2012
2.9 Kerangka Konseptual
Variabel input yang diduga mempengaruhi variabel output ditentukan
dengan mengacu pada penelitian-penelitian terdahulu dan beberapa literatur
mengenai efisiensi perbankan. Dalam penelitian ini menggunakan metode Data
Envelopment Analysis (DEA). Analisis ini kemudian akan menghasilkan
perumusan frontier interaksi antar input dalam mempengaruhi jumlah output yang
dihasilkan. Hubungan input dan output tersebutlah yang kemudian akan
menentukan nilai efisiensi, sehingga akan dapat dilihat perbedaan antara efisiensi
Bank Asing dan Bank Swasta Nasional.
Gambar 2.1
Simpanan
Aset
Biaya Tenaga Kerja
Kredit atau Pembiayaan
Pendapatan Laporan Keuangan Bank Asing dan Bank Swasta Nasional