Makalah Filosofi Psikologi Pendidikan
“
Bagaimana Nasib
Kurikulum 2013?”
Christ Billy Aryanto
1406591775
Magister Ilmu Psikologi Pendidikan
Depok
Bab 1
Ada Apa Dengan Kurikulum 2013?
Joko Widodo dan Jusuf Kalla akhirnya dilantik sebagai presiden dan wakil presiden
Indonesia periode 2014 – 2019 tanggal 20 Oktober 2014. Segera setelah terpilih, Joko Widodo
membentuk sebuah kabinet pemerintahan bernama “Kabinet Kerja” yang memiliki slogan “kerja, kerja, kerja”. Belum selesai satu triwulan, beberapa keputusan telah dikeluarkan oleh presiden dan kabinetnya dan menjadi sorotan media. Salah satu keputusan yang mendapatkan
perhatian media adalah keputusan Anies Baswedan, Menteri Kebudayaan dan Pendidikan Dasar
dan Menengah, yang menunda pelaksanaan kurikulum 2013. . Kurikulum 2013 merupakan
kurikulum ke sebelas yang pernah berlaku di Indonesia sejak tahun 1947 (Fajrian, 2014) yang
telah dibuat oleh M. Nuh pada masa pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono. Pro dan kontra
muncul atas keputusan Anies Baswedan untuk menunda pelaksanaan kurikulum 2013 dari
berbagai pihak seperti guru, praktisi pendidikan, sampai politisi. Sebelum menelaah lebih lanjut
pro dan kontra apa yang muncul terkait keputusan tersebut, terdapat hal yang perlu dicermati
dalam keputusan Anies Baswedan ini adalah mengenai penggunaan kata ‘penundaan’ terkait
pelaksanaan kurikulum 2013. Bila dilakukan pencarian menggunakan mesin pencari luar jaring
seperti Google, terdapat berita yang menyatakan bahwa kurikulum 2013 ‘ditunda’ dan ada pula
yang menyatakan ‘dihentikan’. Klarifikasi perlu dilakukan agar tidak terjadi ambiguitas dalam
pembahasan mengenai kurikulum 2013.
Anies Baswedan menyatakan bahwa dirinya menghentikan pelaksanaan kurikulum 2013
bagi sekolah-sekolah yang baru menerapkannya selama satu semester (Irawan, 2014). Anies
Baswedan menginstruksikan untuk menggunakan kurikulum 2006 mulai semester genap tahun
pelajaran 2014/2015, karena konsep kurikulum 2013 telah diakomodasi dalam kurikulum 2006
(Irawan, 2014). Bagi sekolah yang sudah menetapkan kurikulum 2013 selama 3 semester,
mereka tetap diharapkan menerapkan kurikulum 2013 tersebut dan dijadikan sekolah
pengembangan dan percontohan kurikulum 2013. Jumlah sekolah yang sudah menerapkannya
sebanyak 6.221 dari 208.000 sekolah berbagai jenjang di Indonesia (Irawan, 2014). Jusuf Kalla,
tetapi akan diperbaiki penerapannya (Hasibuan, 2014). Meskipun para guru yang tergabung
dalam Federasi Serikat Guru Indonesia menuntut pemerintah untuk mencabut kurikulum
alih-alih sekedar menunda (Hasibuan, 2014).
Lebih lanjut lagi Anies Baswedan telah meminta tim evaluasi implementasi kurikulum
untuk meninjau kurikulum 2013, bila tim tersebut merekomendasikan untuk dihentikan maka
kurikulum 2013 akan dihentikan (Kompas, 2014). Hal ini dilakukan karena kurikulum 2013
dinilai Anies Baswedan terlalu cepat pelaksanaannya, dan diharapkan pelaksanaannya yang
sudah dievaluasi bisa berjalan setahap demi setahap (Kompas, 2014). Berdasarkan informasi
mengenai apa yang Anies Baswedan telah lakukan sejauh ini, maka kurikulum 2013 akan
dihentikan jika tim evaluasi implementasi kurikulum merekomendasikan untuk dihentikan.
Sehingga lebih tepat dikatakan bahwa Anies Baswedan menunda keputusannya untuk
menghentikan kurikulum 2013 sampai akhirnya dirinya mendapatkan informasi yang sahih
apakah kurikulum 2013 memang perlu dihentikan atau tidak.
Tim evaluasi implementasi kurikulum 2013 menurut Ramon Mohandas selaku Kepala
Pusat Kurikulum dan Perbukuan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan akan melibatkan
guru, dosen, dan ahli-ahli bidang pendidikan (BBC, 2014). Evaluasi kurikulum 2013 dilakukan
setelah ada desakan moratorium atas desakan penerapan kurikulum 2013 karena dianggap
terlalu dipaksakan (BBC, 2014). Tahun 2014, kurikulum sudah diterapkan di kelas 1, 2, 4, dan 5
untuk tingkat SD, kelas 7 dan 8 untuk tingkat SMP, dan kelas 10 dan 11 untuk tingkat SMA (BBC,
2014). Wartawan dari BBC Indonesia mewawancarai sejumlah orang tua murid dan
menyatakan materi kurikulum 2013 sudah cukup ideal, tetapi dianggap terlalu cepat diterapkan
sementara guru, siswa, dan orang tua belum siap. Orang tua murid berharap untuk tidak
membuat kurikulum baru (BBC, 2014). Anies Baswedan sendiri sudah berusaha mengakomodir
permintaan dari orang tua murid dengan tidak membuat kurikulum baru, namun kembali
menggunakan kurikulum 2006 dengan pertimbangan kurikulum 2006 telah mengakomodir apa
yang ada dalam kurikulum 2013 (Irawan, 2014).
Rencana Anies Baswedan menunda pelaksanaan kurikulum 2013 mendapat respon
positif dari kalangan pendidik. Seorang praktisi pendidikan Salatiga dan juga kelapa sekolah
lebih baik tetapi masih belum matang dari sisi persiapan dan aturan pelaksanaannya sehingga
belum saatnya diterapkan (Suara Merdeka, 2014). Hal yang dinilai timpang dalam kurikulum
2013 adalah isi kurikulum, beban kurikulum, dan sasaran kurikulum (Suara Merdeka, 2014).
Keputusan Anies Baswedan untuk menghentikan kurikulum 2013 bukanlah tanpa alasan. Anies
Baswedan menjelaskan bahwa penerapan Kurikulum 2013 tidak diimbangi dengan kesiapan
pelaksanaan dan substansi pelaksanaan kurikulum 2013 tidak jelas dan tidak terdokumentasi
dengan baik. Beliau tidak menemukan kajian atau dokumen yang membuktikan bahwa
kurikulum 2006 adalah kurikulum yang lemah. (Kompas, 2014). Pernyataan Anies Baswedan
didukung oleh Majelis Guru Besar ITB pada sidang pleno bulan April 2013 yang menyatakan
bahwa rancangan Kurikulum 2013 tidak disertai naskah akademik, yang berisi pemikiran,
konsep, tujuan, serta rancangan besar pendidikan nasional sebagai landasan (Rachman, 2014).
Tetapi di sisi lain terdapat berita yang menyatakan bahwa kurikulum 2013 sudah dinilai
pihak sekolah bagus dan mendorong pembelajaran kreatif aktif siswa dan guru, hal ini
dinyatakan oleh Kepala Sekolah SMPN 29 Jakarta Sujaelani. Dia menyatakan sekolahnya tidak
memiliki hambatan berarti, hambatan yang dialaminya ada pada guru yang belum menguasai
teknik penilaian siswa karena banyaknya aspek yang harus diperhitungkan (Wahyuni, 2014).
Sujaelani merasa bahwa perlu adanya pemantapan guru-guru sekolah dan pelatihan yang
diberikan hanya lima hari dan tidak berkelanjutan tidaklah cukup (Wahyuni, 2014). Bila ditelaah
lebih lanjut, awalnya beliau menyatakan bahwa tidak ada hambatan yang berarti tetapi dia
menambahkan pernyataan bahwa ada hambatan yaitu pada guru. Bila menggunakan teori
logika, salah satu pernyataan tersebut benar dan pernyataan lain salah sehingga dapat
dikatakan kedua pernyataan tersebut memiliki hubungan yang kontradiktif (Hurley, 2012).
M. Nuh selaku Menteri Pendidikan dan Kebudayaan sebelumnya mengkritik tindakan
dari Anies Baswedan yang telah menghentikan Kurikulum 2013. M. Nuh pernah menjelaskan
mengenai kurikulum 2013 pada tanggal 4 Mei 2013 ketika memberikan sambutan peresmian
SMK Kesehatan Darussalam di desa Gebugan, kecamatan Bergas, Kabupates Semarang.
Menurut M. Nuh tujuan pendidikan adalah menghilangkan tiga penyakit masyarakat, yaitu
kemiskinan, kebodohan, dan keterbelakangan peradaban. Konsep kurikulum 2013 dibuat
yaitu Tazkiyah (attitude), Tilawah (pengetahuan), dan Ta’alim (keterampilan). Beliau berharap bahwa ketiga konsep ini bisa mengatasi tiga penyakit masyarakat tersebut (Kompas, 2013). M.
Nuh mengalami suatu kesesatan berpikir yang disebut dengan Ignoratio elenchi, karena beliau
menarik suatu kesimpulan yang sebenarnya tidak memiliki relevansi dengan argumen yang
telah dinyatakan sebelumnya (Hayon, 2000; Hurley, 2012). Beliau mengharapkan bahwa konsep
Tazkiyah, Tilawah, dan Ta’alim dapat mengatasi kemiskinan, kebodohan, dan keterbelakangan peradaban, namun beliau tidak menjelaskan penerapan seperti apa yang akan dia lakukan.
Salah seorang yang menentang penghentian kurikulum 2013 adalah seorang politisi
yang merupakan anggota Komisi X DPR dari Fraksi Partai Demokrat bernama Jeffry Riwu Kore.
Beliau menyarankan pak Anies Baswedan untuk mempertimbangkan ulang dicabutnya
penerapan kurikulum 2013. Beliau mengungkapkan bahwa pemerintahan Presiden Susilo
Bambang Yudhoyono telah menyiapkan dengan matang dan mempertimbangkan berbagai hal.
Jeffry mengatakan “Jangan-jangan karena tidak ada terobosan yang baru dari Pak Anies
sehingga kebijakan Kurikulum 2013 dihentikan dan kembalikan ke Kurikulum 2006.” (Kompas, 2014). Argumen yang disampaikan oleh Jeffry Riwu Kore bukan dilakukan untuk mengkritik
kurikulum 2013, melainkan untuk menyerang Anies Baswedan atas keputusannya. Beliau
mengalami suatu kesesatan berpikir yang disebut argumentum ad hominem di mana beliau
menolak gagasan pencabutan kurikulum 2013 dilakukan karena mengacu pada pribadi pembuat
keputusan yaitu Anies Baswedan (Hayon, 2000; Hurley, 2012).
Berdasarkan pro dan kontra tersebut, Anies Baswedan tetap berpegang teguh terhadap
keputusannya untuk menyerahkan kepada tim evaluasi kurikulum 2013 untuk bisa membuat
keputusan apakah kurikulum 2013 akan benar-benar dihentikan atau dilanjutkan. Pertanyaan
yang selanjutnya terlintas adalah apakah langkah yang Anies Baswedan sudah tepat?
Bagaimana perkara penundaan kurikulum 2013 ini jika dipandang melalui kacamata filosofi
Bab 2
Lihatlah Kurikulum 2013 Lebih Dekat
Gambar 1. Ruang Lingkup Standar Kelulusan (Sidiknas, 2012)
Pembahasan mengenai kurikulum terlebih dahulu harus mengingat filosofi dasar dari
tujuan pendidikan itu sendiri. Menurut Carr (2003), tujuan pendidikan adalah untuk
menyiapkan peserta didik agar memiliki kemampuan personal dan sosial yang baik ketika
dewasa nanti. Tujuan tersebut sudah diakomodir oleh kurikulum 2013 bila mengacu pada isi
dari kurikulumnya. Berdasarkan gambar 1, standar kelulusan berdasarkan kurikulum 2013
mengacu pada ruang lingkup mulai dari individu itu sendiri sampai lingkup negara. Peserta
didik akan secara bertahap mulai dari sekolah dasar sampai perguruan tinggi untuk menjadi
lulusan yang dapat bertahan hidup secafra mandiri sampai bertahan hidup sebagai seorang
warga negara. Hal tersebut mengacu pada teori perkembangan ekologikal dari Bronfenbrenner
yang di dalamnya terdapat lima sistem lingkungan mulai dari jarak interpresonal paling dekat
dengan makrosistem dan kronosistem (Santrock, 2011). Hal ini berarti kurikulum 2013
mempersiapkan peserta didik dengan kemampuan sosial. Secara personal, individu juga
dibekali dengan kemampuan kognitif mulai dari berpikir faktual sampai metakognitif. Bila
mengacu pada matra kognitif dari taksonomi Bloom, maka peserta didik akan dibekali dengan
kemampuan untuk memperoleh pengetahuan, memahami pengetahuan, cara mengaplikasikan
pengetahuan, menganalisa, mensintesa informasi, dan melakukan evaluasi (Santrock, 2011).
Isi dari kurikulum 2013 ini sudah baik membantu proses belajar siswa, karena terjadi
kenaikan di tiap jenjang yang berarti ketika berada di jenjang yang lebih tinggi maka
pengetahuan sebelumnya yang sudah diperolehnya di jenjang lebih rendah dapat dipakai. Bila
mengacu pada teori dari Piaget (Carr, 2003; Snowman & McCown, 2012), maka secara kognitif
juga sudah disesuaikan dengan perkembangan anak. Pada tahap sekolah dasar, yang dimulai
sekitar usia enam tahun dan berakhir pada usia sekitar dua belas tahun, peserta didik berada
dalam tahap pre-operational dan concrete operational di mana peserta didik baru bisa
mempelajari hal-hal yang konkrit atau berdasarkan pengalaman nyata (Snowman & McCown,
2012). Kurikulum 2013 pada tahap sekolah dasar secara kognitif mempelajari hal-hal yang
faktual sehingga pengetahuan yang diperolehnya adalah pengetahuan-pengetahuan yang
konkrit. Memasuki tingkat sekolah menengah di mana peserta didik mulai memasuki tahap
formal operational, mereka akan mempelajari hal-hal konseptual, prosedural, serta mampu
melakukan metakognisi. Secara perkembangan kognitif, peserta sudah siap melakukan hal
tersebut karena tahap formal operational sudah mampu berhadapan degnan hal-hal abstrak,
membentuk suatu hipotesa, memecahkan masalah secara sistematis, serta melakukan
manipulasi mental (Snowman & McCown, 2012).
Menurut Carr (2003), terdapat 5 prinsip desain kurikulum yaitu seimbang, meluas,
koheren, berkelanjutan, dan maju. Kurikulum harus seimbang sehingga memperhatikan
berbagai aspek dan kurikulum sekolah sebaiknya juga mempedulikan sosial, moral, kesehatan,
waktu luang, dan aspek-aspek lainnya yang digunakan untuk pengembangan diri peserta didik.
Bila dilihat berdasarkan struktur kurikulum, kurikulum 2013 masih belum seimbang karena
hanya berfokus pada pelajaran ilmu pengetahuan alam dan ilmu pengetahuan sosial (Sidiknas,
karena perubahan proses belajar dan penilaian (Sidiknas, 2012). Padahal waktu belajar peserta
didik sudah padat dan bila ditambahkan lagi maka hal tersebut dapat mengurangi waktu luang
serta waktu untuk kegiatan pengembangan diri lainnya. Berdasarkan prinsip meluas, kurikulum
2013 sudah mengaplikasikan prinsip ini dengan konsep tematik integratif yang diusungnya.
Suatu materi tidak hanya terpaku pada satu pelajaran saja tetapi juga meluas ke beberapa
pelajaran lain.
Prinsip koherensi bila dilihat pada isi kurikulum dan teori, maka kurikulum 2013 sudah
mengakomodir prinsip ini. Mengingat kurikulum 2013 menggunakan konsep tematik integratif
maka siswa diharapkan dapat memahami kaitan antara materi satu dengan materi lainnya
untuk mengetahui suatu tema besar yang diajarkan (Carr, 2003). Tetapi sayangnya pada
kenyataannya guru belum terbiasa mengimplementasikan hal ini. Berdasarkan pengalaman dari
bu Conny Semiawan (Kontak Personal, 2014), proses pembelajaran pada kurikulum 2013
menggunakan pendekatan sains di mana siswa diharapkan melakukan proses mengamati,
menanya, mencoba, mengolah, menyajikan, menyimpulkan, dan mencipta pada semua
pelajaran (Sidiknas, 2012). Sayangnya guru tidak secara koheren menggunakan pendekatan ini
dalam suatu proses pengajaran, sehingga pendekatan sains tersebut menjadi suatu tahapan
dan bukan proses. Sehingga kenyataan di lapangan banyak guru yang menghabiskan satu tahap
terlebih dahulu baru melanjutkan tahap selanjutnya, sehingga tujuan dari koherensi ini tidak
tercapai. Berdasarkan prinsip berkelanjutan dan maju, kurikulum 2013 sudah menunjukkan
bahwa belajar tidak selesai pada satu tahap saja melainkan terus berlanjut dan mengarah maju .
Terbukti dari standar kelulusan yang sudah dipaparkan sebelumnya pada gambar 1 bahwa
mulai dari sekolah dasar sampai masuk perguruan tinggi peserta didik belajar untuk pada tahap
yang lebih tinggi lagi setiap masuk ke jenjang yag lebih tinggi.
Salah satu isi dari kurikulum 2013 yang perlu dievaluasi adalah filosofi dari tiga konsep
yang disampaikan oleh M. Nuh yaitu konsep Tazkiyah, Tilawah, dan Ta’alim yang dikatakan dapat mengatasi kemiskinan, kebodohan, dan keterbelakangan peradaban. Konsep ini belum
diketahui teori yang mendasarinya dan perlu ditelaah lebih lanjut terlebih dahulu sebelum
akhirnya diimplimentasikan dalam kurikulum 2013. Teori tersebut merupakan yang dapat
evaluasi maka dapat mengacu pada teori terkati. Perlu dilihat juga apakah ketiga konsep
tersebut dapat benar-benar mengatasi tiga masalah yang telah dipaparkan serta melihat
konteks keadaan di Indonesia apakah cocok dengan konsep tersebut.
Perlu diingat bahwa masalah penundaan ini bukan terletak pada isi kurikulum,
melainkan pada kesiapan guru terhadap kurikulumnya seperti yang disampaikan oleh Sujaelani
dalam reportase Wahyuni (2014). Guru memiliki suatu peran yang kompleks dalam mengajar
para peserta didik di sekolah masing-masing. Perlu diketahui yang dimaksud dengan guru dalam
konteks ini adalah guru dengan sertifikat atau dengan lain sebagai suatu profesi sehingga guru
juga memiliki tanggung jawab dalam pembentukan pribadi peserta didiknya (Carr, 2003).
Masalah yang terjadi di SMPN 29 Jakarta adalah pemantapan guru-guru sekolah dan pelatihan
yang diberikan tidak cukup (Wahyuni, 2014) untuk membekali guru-guru mengimplementasikan
kurikulum 2013 kepada peserta didik. Menurut Carr (2003), ahli pendidikan terkadang
mengabaikan ciri-ciri kontekstual, karena bila terlalu memerhatikan ciri-ciri kontekstual maka
sulit untuk mendapatkan hasil umum yang bisa di generalisasikan. Kesulitan yang dialami oleh
guru di SMPN 29 Jakarta terjadi karena terdapat ciri-ciri dari peserta didik sekolah tersebut
yang tidak dapat digeneralisasi dengan keadaan di sekolah-sekolah lain di Indonesia, oleh
karena itu guru-guru tersebut mengalami kesulitan cara melakukan teknik penilaian karena
digeneraliasi.
Pekerjaan sebagai guru meliputi tugas, tanggung jawab, dan kewajiban yang tidak hanya
mengacu pada performa mengajar sebagai sebuah aktivitas, melainkan juga memandang
pekerjaan guru sebagai suatu profesi (Carr, 2003). Profesi menjadi kunci dalam layanan
masyarakat karena erat hubungannya dengan kondisi dasar dari manusia untuk dikembangkan
dan dalam hal ini untuk mengembangkan pembelajar agar menjadi terdidik. Meningat guru
adalah sebuah profesi, guru mendapatkan pelatihan untuk menjadi profesional untuk
mendapatkan ilmu untuk tahu bagaimana mengajar (Carr, 2003). Inilah yang menjadi kritik
dalam kurikulum 2013 karena pelatihan yang diberikan belum memadai dan membuat guru
tidak siap dalam mengimplementasikan kurikulum 2013 kepada peserta didik. Di sisi lain, bila
dikembalikan pada kurikulum 2006 hal tersebut bukan jaminan bahwa guru sudah siap dengan
diakomodasi dalam kurikulum 2006 (Irawan, 2014), sehingga seharusnya bila guru sudah
menguasai cara mengimplementasikan kurikulum 2006 maka perpindahan ke kurikulum 2013
tidak mengalami kesulitan dan dengan pelatihan yang memadai maka implementasi kurikulum
2013 bukan suatu masalah besar. Sayangnya memang pelatihan yang dilakukan tidak cukup
untuk guru siap menguasainya karena terlalu cepat dalam implementasinya seperti yang
dilansir dalam BBC Indonesia (2014).
Guru dengan cara pengajaran yang baik adalah yang mampu mengaplikasikan
pengetahuannya terhadap teori pendidikan ke praktek di lapangan. Pengetahuan tersebut
adalah melalui pendidikan dan pelatihan sebelumnya yang sudah didapatkan, tetapi bukan
berarti hal ini mudah dilakukan. Sulit untuk melihat pelajaran apa yang benar-benar tepat
sejalan dengan teori yang efektif terhadap praktek pendidikan (Carr, 2003). Inilah yang dialami
guru terhadap pengimplementasian kurikulum 2013. Pada dasarnya guru sudah memahami isi
dan tujuan dari kurikulum 2013, tetapi pengetahuan dan teori-teori yang sudah dilakukannya
tidak seratus persen dapat dipraktekkan secara langsung ke lapangan. Sehingga meskipun
sudah dilakukan pelatihan sebelumnya, guru tetap mengalami kesulitan karena tidak ada tindak
lanjut dari pemerintah. Kurikulum 2013 sudah mulai diimplimentasikan sejak Juli 2013 dan pada
September 2013 dilakukan survei dan evaluasi terhadap jalannya kurikulum (Rachman, 2014).
Sayangnya survei tersebut menjadi survei pertama dan terakhir karena setelah itu tidak ada
tindak lanjut dari pemerintah sampai presiden dan menteri sudah berganti. Tidak adanya tindak
lanjut pada saat itu menyebabkan guru kesulitan karena ternyata pelatihan lima hari yang
sudah dilakukan pada saat itu masih belum mengakomodir kebutuhan guru untuk
pengimplementasian kurikulum 2013.
Membicarakan pendidikan juga tidak akan lepas dari unsur politik (Carr, 2003),
mengingat pendidikan, khususnya kurikulum, merupakan buah dari campur tangan menteri
dalam sebuah kementerian dan kementerian merupakan bagian dari pemerintahan. Bila
melihat argumen dari Jeffry Riwu Kore yang berasal dari fraksi Partai Demokrat (Kompas, 2014),
tampak bahwa beliau menentang pencabutan kurikulum 2013 karena kurikulum tersebut buah
Perlu diperhatikan apakah terdapat agenda politik dari dibalik dukungan atau penolakan suatu
keputusan khususnya dalam dunia pendidikan.
Masalah utama dari kurikulum 2013 sebenarnya tidak terletak pada isi dari kurikulum
2013 itu sendiri, melainkan terletak pada kesiapan dari guru-gurunya untuk mengaplikasikan
dan mengimplementasikan kurikulum 2013. Sayangnya pada proses pembuatan kurikulum
2013 tidak ada dokumentasi yang baik dan kajian yang mendalam terhadap kurikulum
sebelumnya dan kurikulum 2013 juga tidak dievaluasi secara memadai sehingga menerima
kritik dari berbagai pihak (Rachman, 2014). Pemerintah juga turut bertanggung jawab dalam hal
ini mengingat yang dikeluhkan oleh guru adalah karena kurangnya pelatihan yang disediakan
oleh pemerintah. Tindakan Anies Baswedan untuk melakukan evaluasi terlebih dahulu sebelum
memutuskan dicabut atau tidaknya kurikulum 2013 merupakan langkah yang tepat. Mengingat
bahwa isi kurikulum yang sudah mengacu pada tujuan pendidikan dan berdasarkan lima prinsip
kurikulum pendidikan walaupun belum sempurna (Carr, 2003), akan sangat disayangkan bila
Bab 3 Selanjutnya?
Keputusan apapun yang akan dilakukan terhadap kurikulum 2013 dapat memberikan
dampak baik secara langsung maupun tidak langsung pada kelangsungan pendidikan di
Indonesia. Pada bagian ini akan dilakukan rekomendasi terhadap hal-hal apa perlu dilakukan
oleh pemerintah bila mengacu pada teori dan filosofi psikologi pendidikan.
Tindakan Anies Baswedan untuk mengevaluasi kurikulum 2013 merupakan tindakan
yang sudah tepat, lalu yang selanjutnya perlu dipertimbangkan adalah apakah kurikulum 2013
sudah sesuai dengan lima prinsip desain kurikulum menurut Carr (2003). Kelima prinsip
tersebut dapat dijadikan dasar dari evaluasi yang akan dilakukan, mengingat berdasarkan kajian
yang sudah dilakukan pada bab 2 ternyata kurikulum 2013 sudah mengaplikasikan beberapa
prinsip meskipun belum sempurna secara keseluruhan. Dasar teori yang kuat perlu dijadikan
landasan dalam evaluasi kurikulum karena praktek dalam pendidikan harus mengacu pada teori
(Carr, 2003). Meskipun memang akan ada diskrepansi dalam teori terhadap praktek di
lapangan, tetapi dengan adanya dasar yang kuat maka dapat dilakukan generalisasi kurikulum
sesuai dengan kebutuhan individu meskipun memang akan sulit untuk aplikasi kurikulum secara
kontekstual.
Dari sisi guru, pendidikan dan pelatihan terhadap guru khususnya terkait kurikulum
2013 perlu ditingkatkan lagi agar guru dapat berpikir reflektif tentang apa yang sudah
dilakukannya dalam mendidik para peserta didik apa sudah sesuai dengan teori yang telah
dipelajarinya. Teori dibutuhkan untuk pendidik profesional sebagai penghargaan di mana
pendidikan memiliki dampak moral kepada peserta didik. Penggunaan teori yang secara
langsung dipraktekkan dalan pendidikan rentan terhadap dua kesulitan secara umum. Pertama,
kesulitan dalam membuat generalisasi berdasarkan penelitian pendidikan yang membutuhkan
interpretasi situasional atau konteks, sehingga terdapat masalah dengan generalisasi bukan
karena suatu penelitian tidak bisa digeneralisir. Kedua, tidak jelas apakah kebijakan pendidikan
dibuat berdasarkan penemuan pendidikan secara empiris atau statistikal. Tetapi perlu diingat
tanpa dasar teori atau berpikir reflektif. Meski dianggap tidak penting teori yang dipelajari
karena tidak praktikal, tetapi teori tersebut masih tetap dipegang (Carr, 2003). Oleh karena itu
dasar teori yang kuat juga diperlukan oleh guru agar dapat menjadi pendidik yang baik.
Evaluasi kurikulum perlu melihat seluruh pelajaran baik secara instrumental maupun
instrumental untuk mengatasi perdebatan pada penganut instrumentalis maupun
non-instrumentalis untuk mendapatkan bentuk dan isi kurikulum yang rasional dan objektif (Carr,
2003). Penilaian kurikulum dilakukan dengan melakukan pengukuran atau asesmen kepada
pembelajaran peserta didik. Tujuan dari pengukuran kurikulum ini dilakukan adalah untuk
tujuan pedagogis secara intrinsik untuk melihat kemajuan dari pengetahuan dan pemahaman
peserta didik setelah dilaksanakan kurikulum 2013. Pengukuran ini harus dilakukan secara
objektif sesuai dengan standar yang telah ditetapkan, hal ini dilakukan melalui kalibrasi
penilaian oleh seluruh guru agar nilai yang diperoleh anak sesuai dengan standar. Objektivitas
dalam evaluasi kurikulum merupakan hal yang penting unutk mengetahui seberapa efektif
kurikulum yang baru diimplementasikan tersebut dan akan lebih baik bila dapat dibandingkan
Bab 4
Awal yang Belum Berakhir
Berdasarkan seluruh hal yang telah dipaparkan, dapat disimpulkan bahwa kurikulum
2013 merupakan kurikulum yang baik tetapi kurang baik dalam implementasinya. Pihak yang
paling penting untuk dikembangkan dalam hal ini adalah guru sebagai garda terdepan yang
akan menyampaikan materi-materi pelajaran kepada peserta didik. Perlu diingat juga bahwa
tugas guru tidak hanya untuk menyampaikan materi saja tetapi juga untuk pengembangan
pribadi peserta didik agar siap menghadapi kehidupan ketika lulus dan dewasa kelak. Tujuan
dari pendidikan untuk menyiapkan peserta didik agar memiliki kemampuan personal dan sosial
yang baik merupakan hal yang perlu diingat dan menjadi dasar dalam segala tindakan yang
dilakukan dalam pendidikan (Carr, 2003).
Pada awalnya dimulai dari kurikulum baru yang muncul menggantikan kurikulum 2006,
hingga pada akhirnya yang dapat dilakukan adalah menunggu tim evaluasi implementasi
kurikulum dari Anies Baswedan untuk keputusan apakah kurikulum 2013 benar-benar akan
dihentikan, tetap dilanjutkan, atau keputusan lainnya. Evaluasi kurikulum yang dilakukan
merupakan tindakan yang tepat dilakukan, meskipun belum diketahui bentuk dari evaluasi
kurikulum seperti apa yang akan dilakukan. Pro dan kontra akan terus terjadi pada berbagai
lapisan masyarakat, dan perlu ditindak lanjuti secara kritis argumen-argumen yang telah
disampaikan dari berbagai pihak. Anies Baswedan selaku Menteri Kebudayaan dan Pendidikan
Dasar dan Menengahsudah secara tegas menindak lanjuti kurikulum 2013 ini dan ke depannya
Daftar Pustaka
BBC Indonesia (2014, 25 November). Evaluasi kurikulum 2013 ‘melibatkan guru’. BBC. Diunduh dari
http://www.bbc.co.uk/indonesia/berita_indonesia/2014/11/141125_evaluasi_kurikulu
m_2013 pada tanggal 17 Desember 2014.
Carr, D. (2003). Making sense of education: An introduction to the philosophy and theory of
education and teaching. London: Routledge Falmer.
Fajrian (2014, 8 Desember). Rekam jejak kurikulum pendidikan indonesia. CNN Indonesia.
Diunduh dari
http://www.cnnindonesia.com/nasional/20141208122212-23-16551/rekam-jejak-kurikulum-pendidikan-indonesia/ pada tanggal 22 Desember 2014.
Hasibuan, N. A. (2014, 9 Desember). JK tegaskan tak ada penghentian kurikulum 2013. CNN
Indonesia. Diunduh dari
http://www.cnnindonesia.com/nasional/20141209130128-20-16921/jk-tegaskan-tak-ada-penghentian-kurikulum-2013/ pada tanggal 22 Desember
2014.
Hayon, Y. P. (2000). Logika: Prinsip-prinsip bernalar tepat, lurus, dan teratur. Jakarta: ISTN.
Hurley, P. J. (2012). A concise introduction to logic (11th ed.). USA: Wadsworth Cengage
Learning.
Irawan, D. (2014, 5 Desember). Mendikbud anies baswedan putuskan kurikulum 2013
dihentikan. Detik News. Diunduh dari
http://news.detik.com/read/2014/12/05/200449/2769275/10/mendikbud-anies-baswedan-putuskan-kurikulum-2013-dihentikan pada tanggal 17 Desember 2014.
Kompas (2014, 5 Desember). Mulai semester genap kurikulum 2013 dihentikan. Kompas.com.
Diunduh dari
http://edukasi.kompas.com/read/2014/12/05/20042411/Mulai.Semester.Genap.Kurikul
um.2013.Dihentikan pada tanggal 17 Desember.
Rachman, T. (2014, 8 Desember). Seputar keputusan mendikbud tentang penghentian
kurikulum 2013. Republika Online. Diunduh dari
http://www.republika.co.id/berita/kemendikbud/berita-
kemendikbud/14/12/08/ng9bi6-seputar-keputusan-mendikbud-tentang-penghentian-kurikulum-2013 pada tanggal 22 Desember 2014.
Santrock, J. W. (2011). Educational psychology (5th ed.). New York: McGraw-Hill Companies,
Inc.
Sidiknas (2012, 3 Desember). Perkembangan implementasi kurikulum 2013. Kementerian
Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia. Diunduh dari
http://www.kemdiknas.go.id/kemdikbud/depan pada tanggal 17 Desember 2014.
Suara Merdeka (2014, 26 November). Penundaan kurikulum 2013 didukung. Suara Merdeka
Cetak. Diunduh dari
http://berita.suaramerdeka.com/smcetak/penundaan-kurikulum-2013-didukung/ pada tanggal 22 Desember 2014.
Snowman, J., & McCown, R. (2012). Psychology applied to teaching (13th ed.). China:
Wadsworth, Cengage Learning.
Wahyuni, T. (2014, 10 Desember). Sekolah sesalkan penundaan kurikulum 2013. CNN
Indonesia. Diunduh dari