• Tidak ada hasil yang ditemukan

KARYA TULIS ILMIAH WAWASAN AL QURAN TENT

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "KARYA TULIS ILMIAH WAWASAN AL QURAN TENT"

Copied!
19
0
0

Teks penuh

(1)

Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Individu Mata Kuliah Materi Al-Quran Dosen Pengampu: Hayati Nufus, M.Pd.I

Oleh:

Nama: Safitriana Bey

NIM: 160301005

Kelas : PAI A

FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN

JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI

(IAIN) AMBON

(2)

WAWASAN AL-QURAN TENTANG MULTIKULTURAL

Safitriana Bey 160301005

Jurusan Pendidikan Agama Islam Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan

Institut Agama Islam Negeri ambon Email: safitrianabey22@gmail.com

Abstrak

Penulisan karya ilmiah ini memiliki dua fokus masalah yakni pertama, melihat

gambaran konsep multikultural dalam perpektif Quran dan kedua, pesan-pesan

Al-Quran dalam upaya menjaga dan meningkatkan kerukunan dan kedamaian dalam hidup

multikultural. Metode penelitian yang penulis gunakan adalah library researh untuk mengkaji informasi tentang konsep dasar multikultural dalam perpektif al-Quran dan mengkaji ayat–ayat al–Qur’an dengan tafsirannya yang memuat pesan-pesan dalam upaya menjaga dan meningkatkan kerukunan dan kedamaian dalam hidup multikultural.

Hasil yang didapatkan yakni pertama, keberadaan multikultural ini bukanlah wadah untuk

unjuk kesombongan dan saling menghujat antar kelompok namun untuk saling

kenal-mengenal dan saling melengkapi sebagaimana dalam QS al-Hujurat:13. Dari sekian

banyak petunjuk yang terdapat di dalam Al-Qur’an terdapat ayat-ayat yang berisi

pesan-pesan yang dapat menjadi pedoman bagi umat manusia terhadap upaya menjaga

kerukunan dan kedamaian dalam kehidupan yang multikultural. Beberapa Pesan-pesan

tersebut berisi menyatakan bahwa manusia berasal dari asal-muasal yang sama, beramar ma’ruf nahi munkar dalam keberbedaan, saling menjaga–upaya–perdamaian, menjaga silahturahmi, menjaga etika pergaulan serta tidak boleh menjatuhkan vonis atau

men-judge tanpa mengetahui dengan jelas permasalahannya.

(3)

A. PENDAHULUAN

1. Latar Belakang Masalah

Indonesia merupakan negara ke-4 terpadat di dunia dengan keberagaman yang sangat

kompleks dalam multi budaya, ras, etnis, bahasa maupun agama yang menjadi kekayaan

negeri ini. Wilayah yang sangat luas dengan beribu pulau dengan kondisi sosio-geografis

yang berbeda-beda menjadi salah satu faktor terbentuknya multikultural. Menurut kondisi

geografis, Indonesia memiliki banyak pulau di mana setiap pulau tersebut dihuni oleh

sekelompok manusia yang membentuk suatu masyarakat. Dari masyarakat tersebut

terbentuklah sebuah kebudayaan mengenai masyarakat itu sendiri.1 Dengan demikianlah

berimbas pada munculnya kebudayaan yang sangat banyak dan beragam.

Keberagaman dan kemajemukan inilah yang kadang menjadi sebuah masalah.

Masalah yang apabila dikelola dengan baik dan profesional maka keberagamaan inilah

yang dapat menjadi kekayaan dan anugerah bagi negeri. Namun apabila keberagaman

kebudayaan ini tidak dikelola akibatnya menjadi musibah kemanusiaan. Perjalanan

peradaban manusia lebih banyak dilalui dengan konflik daripada masa damai. 2 Baik itu

konflik antar bangsa, etnik, agama dan kelompok seperti yang terjadi di Maluku.3 Ketika

multikultural menjadi masalah yang tak terkendali maka timbullah konflik dan

kekerasaan yang biasanya berakar dari prasangka dan kesalahapaman. Prasangka dan

kesalapahaman suatu kaum terhadap kaum lain dapat menimbulkan kefanatikan terhadap

sesuatu menganggap budayanya lebih benar dan baik yang tentunya berdampak kepada

ketidakterimaan bahkan pegucilan terhadap budaya lain.

Islam sendiri merupakan ajaran yang universal. Al-Qur’an sebagai sumber utama

ajaran islam tentulah mengatur segala aspek kehidupan. Salah satunya dalam

1Wikipedia, “Multikulturalisme”.

Https://id.wikipedia.org/wiki/Multikulturalisme, diakses 20 November 2017.

2 Karel Albert Ralahalu, Otonomi Daerah di Tengah Konlik-Merancang Succes Story Implementasi Otonomi Daerah di Provinsi Maluku, Cet. Ke-2, Hal. 31.

3Pada tahun 1999 secara tiba-tiba terjadi konflik horizontal diantara masyrakat Maluku, padahal selama

(4)

bermasyrakat; dengan menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan, persamaan hak dan

mengakui adanya keragaman latar belakang budaya dan kemajemukan yang

mengantarkan kepada

.

Berpijak pada uraian yang telah disampaikan, penulis mencoba menggambarkan

konsep multikultural dalam perpektif Al-Quran serta pesan-pesan Al-Quran yang menjadi

pedoman bagi manusia dalam upaya menjaga dan meningkatkan kerukunan dan

kedamaian dalam hidup multikultural dalam karya tulis ilmiah dengan judul “Wawasan

al-Quran tentang Multikultural”.

2. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas maka rumusan masalah:

1. Bagaimana konsep multikulturalisme dalam perpektif Al-Quran ?

2. Apa pesan Al-Quran tentang bimbingan dalam upaya menjaga dan meningkatkan

kerukunan dan kedamaian dalam hidup multikultural ?

3. Tujuan Penulisan

Berdasarkan dengan uraian rumusan masalah di atas maka tujuan penulisan:

1. Mengetahui konsep multikulturalisme dalam perpektif Al-Quran.

2. Mengetahui pesan Al-Quran tentang bimbingan dalam upaya menjaga dan

(5)

B. BAHAN DAN METODE

Penulisan karya ilmiah ini berjenis kualitatif library research dengan

menggunakan analisis isi. Sumber data yang diperoleh dari hasil penelitian yang relevan

yang terdapat pada jurnal penelitian dan buku-buku referensi dengan pengkajian teori

diperkuat dengan ayat-ayat al-Quran dengan berdasarkan tafsir kontemporer al-Mishbah

karangan M. Quraish Shihab.

C. HASIL DAN PEMBAHASAN

1. Konsep Multikulturalisme dalam Prepektif Al-Quran

Secara sederhana multikultural berarti “Keberagaman budaya”. Istilah “multikultural”, secara bahasa dibentuk dari kata “multi” yang berarti banyak, sementara kata “kultural” diartikan sebagai budaya. Pengertian tersebut secara subtansial mengandung pengakuan martabat manusia yang dapat hidup dalam keberagaman

kebudayaan yang masing-masing cenderung unik.4

Lebih lanjut dikatakan bahwa multikulturalisme berasal dari frase multi (banyak),

kultur (budaya), kemudian mendapat aksen isme (aliran, faham) yang berarti sebuah pandangan yang menekankan keberbagian budaya yang interaksi dan kebudayaan yang

satu, namun secara internal terwujud dari unsur-unsur yang berbeda.5 Akar kata yang dapat digunakan untuk memahami multikulturalisme adalah kata “kultur”. Dalam catatan M. Ainul Yaqin, ada cukup banyak ilmuan dunia yang memberikan defenisi kultur.

Walaupun pengertian kultur sedemikan beragam, tetapi ada beberapa titik kesamaan yang

mempertemukan keragaman defenisi yang ada tersebut. Conrad P. Kottak menjelaskan

bahwa kultur memiliki beberapa karakter khusus. Pertama,kultur adalah sesuatu yang general dan spesifik sekaligus. Kedua, kultur adalah sesuatu yang dipelajari. Ketiga,

kultur adalah sebuah simbol. Keempat, kultur dapat membentuk dan melengkapi sesuatu yang alami. Kelima, kultur adalah sesuatu yang dilakukan secar bersama-sama yang

4Rani Dafiah Basta, Pendidikan Multikultural dalam Al-Quran, dalam Jurnal Studi Islam Vol. XI, No.

II, 2015, Hal. 272.

5

Roswati Nurdin, Multikuturalisme dalam Tinjauan Al-Quran, Jurnal al-Asas , Vol. II, No. II, 2015,

(6)

menjadi atribut bagi individu sebagai anggota dari kelompok masyarakat. Keenam, kultur adalah sebuah model. Ketujuh, kultur adalah sesuatu yang bersifat adaptif.6

Multikulturalisme sebenarnya merupakan konsep dimana sebuah komunitas dalam

konteks kebangsaan dapat mengakui keberagaman, perbedaan dan kemajemukan budaya,

baik ras, suku, etnis dan budaya. Sebuah konsep yang memberikan pemahaman kita

bahwa sebuah bangsa yang plural atau majemuk adalah bangsa yang dipenuhi dengan

budaya-budaya yang beragam (multikultur). Bangsa yang multikultur adalah bangsa yang

kelompok-kelompok etnik atau budaya yang dapat hidup berdampingan secara damai

dalam prinsip co-existence7 yang ditandai oleh kesediaan untuk menghormati budaya lain.8

Pemahaman dan pemaknaan terhadap multikulturalisme, yaitu sebuah paham

tentang kultur yang beragam. Dalam keragaman kultur ini menisccayakan adanya

pemahaman, saling pengertian, toleransi, dan sejenisnya, agar tercipta sutu kehidupan

yang damai dan sejahtera serta terhindar dari konfli berkepanjangan.9

Berbagai macam pengertian dan kecenderungan perkembangan konsep serta praktik

multikulturalisme yang diungkapkan oleh para ahli, membuat seorang tokoh bernama

Parekh (1997:183-185) membedakan lima macam multikulturalisme:

1. Multikulturalisme isolasionis, mengacu pada masyarakat di mana berbagai

kelompok kultural menjalankan hidup secara otonom dan terlibat dalam interaksi

yang hanya minimal satu sama lain.

2. Multikulturalisme akomodatif, yaitu masyarakat yang memiliki kultur dominan

yang membuat penyesuaian dan akomodasi-akomodasi tertentu bagi kebutuhan

kultur kaum minoritas. Masyarakat ini merumuskan dan menerapkan

undang-undang, hukum, dan ketentuan-ketentuan yang sensitif secara kultural, dan

memberikan kebebasan kepada kaum minoritas untuk mempertahankan dan

mengembangkan kebudayaan meraka. Begitupun sebaliknya, kaum minoritas

6Ngainum Naim dan Ahmad Sauqi, Pendidikan Multikultural-Konsep dan Aplikasi, (Jogjakarta:

Ar-Ruzz Media, 2011) Cet. III, Hal. 121-125.

7co-existence=berdampingan; multikultural ini menyusung semangat untuk hidup berdampingan secara

damai (peaceful co-existense) dalam perbedaan kultur yang ada baik secar individual maupun secara kelompok dan masyarakat.

(7)

tidak menantang kultur dominan. Multikulturalisme ini diterapkan di beberapa

negara Eropa.

3. Multikulturalisme otonomis, masyarakat plural di mana kelompok-kelompok

kultural utama berusaha mewujudkan kesetaraan (equality) dengan budaya dominan dan menginginkan kehidupan otonom dalam kerangka politik yang

secara kolektif bisa diterima. Perhatian pokok-pokok kultural ini adalah untuk

mempertahankan cara hidup mereka, yang memiliki hak yang sama dengan

kelompok dominan; mereka menantang kelompok dominan dan berusaha

menciptakan suatu masyarakat di mana semua kelompok bisa eksis sebagai mitra

sejajar.

4. Multikulturalisme kritikal atau interaktif, yakni masyarakat plural di mana

kelompok-kelompok kultural tidak terlalu terfokus (concern) dengan kehidupan kultural otonom; tetapi lebih membentuk penciptaan kolektif yang mencerminkan

dan menegaskan perspektif-perspektif distingtif mereka.

5. Multikulturalisme kosmopolitan, berusaha menghapus batas-batas kultural sama

sekali untuk menciptakan sebuah masyarakat di mana setiap individu tidak lagi terikat

kepada budaya tertentu dan, sebaliknya, secara bebas terlibat dalam percobaan-percobaan

interkultural dan sekaligus mengembangkan kehidupan kultural masing-masing.

Inti multikulturalisme adalah kesedian menerima kelompok lain secara sama sebagai

kesatuan, tanpa memerdulikan perbedaan budaya, etnik, bahasa, kelamin atau pun agama

yang demikian itu multikulturalisme memberi gambaran serta penegasan bahwa dengan

segala perbedaan dan keberagaman mereka adalah sama di dalam ruang publik.

Multikulturalisme ini juga ditangkap oleh agama, selanjutnya agama mengatur untuk

menjaga keseimbangan masyarakat yang majemuk tersebut. Islam merupakan agama

yang universal. Kemajemukan dan multikultural tentu di bahas dalam kitab sucinya, Al-Quran. Al-Quran merupakan “kompas” untuk menemukan dan memahami konsep multikulturalisme. Konsep multikulturalisme bukan konsep baru dalam wacana Islam.

Kemajemukan merupakan Sunnatullah yang tak dapat di ubah (abadi) dan tidak dapat diingkari (azali).10 Sebagaimana dalam QS Hud: 118-119, Allah telah menetapkan bahwa

(8)

manusia tidak diciptakan dalam satu tipe saja. Tetapi mereka akan terus berbeda-beda

Terjemahannya: “Dan jika Tuhanmu menghendaki, tentu Dia jadikan manusia umat

yang satu. Tetapi mereka senantiasa berselisih (pendapat). Kecuali orang yang diberi rahmat oleh Tuhanmu. Dan untuk itulah Allah menciptakan mereka. Kalimat (keputusan) Tuhanmua telah tetap. “Aku pasti akan memenuhi neraka Jahanam dengan jin dan

Terjemahannya: “Dan sekiranya Allah menghendaki, niscaya Dia jadikan mereka satu umat, tetapi Dia memasukkan orang-orang yang Ia kehendaki ke dalam rahmat-Nya. Dan orang-orang yang zalim tidak ada bagi mereka pelindung dan penolong.”12

Dalam pandangan ajaran islam, justru dalam multikultural tersebut terkandung nilai-nilai penting bagi pembangunan keimanan, “Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya

11 Kementerian Agama RI, Al-Quran Tajwid dan Terjemahannya, (Bandung: Sygma Examedia

Arkanleeme), Hal. 235.

(9)

adalah menciptakan langit dan bumi dan berlain-lain bahasamu dan warna ulitmu. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi yang

mengetahui.” (QS ar-Rum (30): 22)

Multikultural ini jelas termaktub dalam QS al-Hujurat: 13



Terjemahannya: “Wahai manusia! Sungguh, Kami telah menciptakan kamu dari

seorang laki-laki dan seorang perempuan, kemudian Kami jadikan kalian bersuku-suku agar kamu saling mengenal. Sungguh, yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah

ialah orang yang paling bertakwa. Sungguh, Allah Maha Mengetahui, Mahateliti.”13

Adapun tafsir ayat penulis ambil pada tulisan pakar tafsir Indonesia M. Quraish Shihab

dalam tafsirnya; al-Mishbah (Pesan, Kesan dan Keserasian Al-Quran).

Allah Berfirman: Hai manusia, sesungguhnya Kami Menciptakan kamu dari Seorang laki-laki dan seorang perempuan, yakni Adam dan Hawwa atau dari sperma (benih laki-laki) dan ovum (indung telur perempuan). Serta menjadikan kamu berbangsa-bangsa juga bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal yang mengantar kamu untuk bantu-membantu serta saling melengkapi. Sesungguhnya yang paling mulia diantara kamu di sisi Allah ialah yang paling bertakwa di antara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal sehingga tidak ada sesuatu pun yang tersembunyi bagi-Nya, walau detak-detik jantung dan niat seseorang.14

13 Kementerian Agama...,Hal. 517

14 M.Quraish Shihab, Tafsir Al-Mishbah-Pesan, Kesan dan Keserasian Al-Quran, (Jakarta: Lentera

(10)

Ali Ash-Shabuni seperti dikutip Amirulloh Syarbini menafsirkan lita’arafu (saling mengenal)dengan menjalin komunikasi yang harmonis dan menebarkan cinta kasih serta

kasih sayang yang tiada pilih kasih.

Isyarat lain misalnya termaktub dalam ayat yang terjemahannya berbunyi: “….Kalau saja Allah menginginkan, niscaya Dia menciptakan manusia sebagai satu bangsa yang seragam atau ummatan wahidah. Tetapi mereka senantiasa menunjukkan perbedaan....”15

Demikianlah sekilas gambaran multikultural dalam Al-Quran. Isyarat Al-Quran

atas pengakuan terhadap keragaman manusia dan kebudayaannya. Dalam bahasa lain,

perbedaan budaya, agama, dan kepercayaan merupakan orders of nature atau

sunnatullah. Sesungguhnya semua manusia itu berasal dari Ayah dan Ibu yang sama pada awalnya. Allah Maha Agung dan Indah di atas segala keindahan oleh karena itu

Allah memberi warna pada dunia yang Ia ciptakan, maka diciptakanlah keberagaman

berbagai bentuk ras, suku, budaya bahkan bahasa yang berbeda-beda. Namun di antara

keberagaman dan keberbedaan itu bukan untuk menjadikan kita sombong dan untuk tidak

saling mengenal tapi sebaliknya, untuk selalu membangun tali silaturahmi; saling

mengenal untuk saling membantu dan saling melengkapi karena ukuran kemuliaan

seseorang terletak pada ketaqwaannya kepada Sang Khaliq. Karenanya keragamaan ini

mestinya dijadikan sarana, jalan kerja sama, dan kompetisi guna mencapai yang terbaik.

Dalam menafsirkan Alquran tentang multikulturalisme, ada dua hal yang penting

untuk diperhatikan, Pertama, Alquran tidak hanya berbicara kepada umat Islam tapi berbicara kepada banyak umat, baik Nasrani, Yahudi, dan lain-lain. Dalam Alquran

terdapat ungkapan-ungkapan seperti hai orang-orang beriman (yā ayyuḥa alladżīna

āmanū), hai manusia (yā ayyuḥa al-nās), hai orang-orang kafir (yā ayyuḥa alkāfirūn),

dan sebagainya, yang membuktikan bahwa Alquran pada saat itu memang tidak hanya

berbicara pada satu pihak saja, umat Islam, namun juga berbicara kepada banyak pihak.

Kedua, Alquran berbicara pada hal-hal yang bersifat multikulturalistik. Banyak suara yang direfleksikan oleh Alquran, berbicara kepada banyak representasi, ada suara untuk

Muhammad, ada suara yang disampaikan Allah sendiri, dan juga ada suara yang

(11)

disampaikan kepada umat manusia yang lain. Intinya, Alquran telah mengenal gagasan

multikulturalisme dalam arti keragaman budaya berbasis agama, etnisitas, dan lain-lain.

Bahkan secara normatif, Alquran mengakui bahwa manusia dijadikan berbangsa-bangsa (syu’ūban) dan bersuku-suku (qabāil) agar mereka saling mengenal dan menghargai satu sama lain sebagaimana dalam QS al-Hujurat: 13.16

Adapun tujuan multikulturalisme adalah untuk kerjasama, kesederajatan dan

mengapresiasi dalam dunia yang kian kompleks dan tidak monokultur lagi. Yang mana

mengajak kita untuk lebih arif melihat perbedaan dan usaha untuk bekerjasama secara

positif dengan yang berbeda. Disamping untuk terus mewaspadai segala bentuk-bentuk

sikap yang bisa mereduksi multikulturalisme itu sendiri karena multikultural ini tak bisa

ditolak ataupun dibungkam namun membutuhkan keterlibatan serta peleburan diri yang

baik agar kehidupan masyrakat madani dapat dicapai. Tetapi tetap memperhatikan batas

ketoleransian yakni aqidah dan pelaksanaan ibadah seseorang.

2. Pesan Al-Quran dalam Hidup Multikultural

Islam merupakan ajaran rahmatan lil’alamin dengan Al-Quran sebagai kitab universal memuat ayat-ayat tentang petunjuk dan pedoman yang sangat penting bagi

kehidupan manusia dalam hubungan kepada Allah dan juga hubungan kepada manusia

serta hubungan kepada alam sekitar. Tak ada keraguan padanya sama sekali, petunjuk

bagi orang yang bertaqwa sebagaimana Firman-Nya, “Alif La Mim. Kitab (Al-Quran) ini

tidak ada keraguan padanya; petunjuk bagi mereka yang bertakwa.”17

Dari sekian ayat-ayat petunjuk dan pedoman terdapat pesan-pesan yang seharusnya

menjadi pedoman bagi manusia untuk upayanya menjaga dan meningkatkan kerukunan

dan kedamaian dalam kehidupan multikultural. Adapaun pesan-pesan itu diantaranya:

a. Al-Quran menyatakan bahwa manusia berasal dari asal muasal yang sama.

Sebagaimana dijelaskan dalam QS al-Hujurat: 13, QS Najm: 45-46 dan QS

an-Nisa:1

16 Roswati Nurdin,..., Hal. 11.

17 Kementerian Agama RI, Al-Quran Tajwid dan Terjemahannya, (Bandung: Sygma Examedia

(12)



Terjemahannya: ““Wahai manusia! Sungguh, Kami telah menciptakan kamu dari

seorang laki-laki dan seorang perempuan, kemudian Kami jadikan kalian bersuku-suku agar kamu saling mengenal. Sungguh, yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling bertakwa. Sungguh, Allah Maha Mengetahui, Mahateliti.”18

Ayat ini menjelaskan bahwa kita dari asal-muasal yang sama dari seorang

laki-laki (Adam) dan seorang perempuan (Hawwa). Kemudian menjadikan kita bersuku-suku

tentulah dengan keragaman budaya, tradisi, etnis, rupa, warna kulit dan bahasa yang

demikian itu untuk kalian saling mengenal; tukar menukar informasi, saling membantu

dan bekerja sama bukan untuk ajang sombong-sombongan dan saling menghujat. Titik

kemuliaan seseorang bukanlah diukur dari pada sikapnya yang membangga-bangga

perbedaan itu namun bagaimana ia memanfaatkan itu semua untuk mencapai

ketaqwaannya kepada Sang Khalik.

Selain itu ayat lain yang menggambarkan tentang kesamaan asal muasal manusia

adalah QS. An-Najm (53): 45-46 sebagai berikut:

☺



✓

Terjemahnya: “Dan sesungguhnya Dialah yang menciptakan pasangan laki-laki dan

perempuan dari mani, apabila dipancarkan.”

Demikian juga pada QS an-Nisa: 1,



(13)



Terjemahannya: : “Wahai manusia! Bertakwalah kepada Tuhanmu yang telah menciptakan kamu dari diri yang satu (Adam), dan (Allah) menciptakan pasangannya (Hawa) dari (diri)nya; dan dari kedua-nya Allah memperkembangbiakkan laki-laki dan perempuan yang banyak. Bertakwalah kepada dengan nama-Nya kamu saling meminta dan (periharalah) hubungan kekeluargaan. Sesungguhnya Allah selalu menjaga dan

mengawasimu.”19.

M. Quraish Shihab dalam tafsirnya menuturkan bahwa ayat ini sebagai pendahuluan

untuk mengatakan lahirnya persatuan dan kesatuan dalam masyarakat, serta

bantu-membantu dan saling menyayangi karena manusia berasal dari satu keturunan tidak ada

perbedaan antara laki-laki dan perempuan, kecil dan besar, beragama atau tidak

beragama. Semua dituntut untuk menciptakan kedamaian dan rasa aman dalam

masyarakat serta saling menghormati hak-hak asasi manusia.20

b. Al-Qur’an menyatakan bahwa dulu manusia adalah umat yang satu. Allah

menciptakan mereka sebagai mahluk sosial yang saling membutuhkan satu sama

lain. Namun, manusia tidak mengetahui secara menyeluruh bagaimana

memperoleh kemaslahatan, tidak juga mengetahui bagaiman mengatur hubungan

antar sesama dan tidak pula mengatasai perselisihan yang ditimbulkan oleh sifat

egoisme manusia pada waktu kapan saja. Oleh karena itu saat timbul perselisihan,

Allah mengutus para Nabi, sebagai pemberi kabar gembira dan pemberi

peringatan. Agar bisa menuntun mereka kepada ke arah yang lebih baik. Allah pun

menurunkan bersama mereka kitab yang berisi petunjuk, untuk memberikan

keputusan yang benar dan lurus diantara manusia tentang perkara yang mereka

19Kementerian Agama RI,.., Hal. 77.

20M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Mishbah: Pesan, Kesan dan Keserasian al-Quran, Ed. Rev.,Volume III

(14)

perselisihkan. Sebagaimana dijelaskan di dalam Surat al-Baqarah ayat 213 yang

berbunyi:

Terjemahannya: “Manusia itu adalah umat yang satu. (setelah timbul perselisihan), Maka Allah mengutus Para Nabi, sebagai pemberi peringatan, dan Allah menurunkan bersama mereka kitab yang benar, untuk memberi keputusan di antara manusia tentang perkara yang mereka perselisihkan. tidaklah berselisih tentang kitab itu melainkan orang yang telah didatangkan kepada mereka Kitab, Yaitu setelah datang kepada mereka keterangan-keterangan yang nyata, karena dengki antara mereka sendiri. Maka Allah memberi petunjuk orang-orang yang beriman kepada kebenaran tentang hal yang mereka perselisihkann itu dengan kehendak-Nya. dan Allah selalu memberi petunjuk orang yang dikehendaki-Nya kepada jalan yang lurus”21

Dari ayat ini dapat dipahami bahwa sumber perselisihan, permusuhan dan perpecahan

di kalangan umat beragama adalah bukan karena ajaran agama yang dianutnya.

Perselisihan dan penolakan bukanlah karena kitab yang di turunkan tidak jelas tetapi

mereka berselisih karena telah datang kepada mereka keterangan-keterangan yang nyata.

Penolakan dan perselisihan itu disebabkan olah rasa dengki mereka sendiri.22 Rasa

dengki yang membuat mereka mengabaikan ajaran agamanya masing-masing.

Seandainya mereka menghilangkan rasa dengkinya dan murni mengamalkan ajaran

agamanya, niscaya tidak terjadi perselisihan semacam itu. Karena, tiap-tiap agama

mengajarkan pemeluknya untuk menjadi manusia-manusia yang baik dan menghargai

orang lain.

c. Al-qur’an menekankan untuk menghindari konflik dan melaksanakan rekonsiliasi

atas berbagai persoalan yang terjadi, yakni upaya perdamaian melalui sarana

pengampunan atau memaafkan. Pemberian ampun atau maaf dalam rekonsiliasi

adalah tindakan tepat dalam situasi konflik komunal. Dalam ajaran Islam, seluruh

umat manusia harus mengedepankan perdamaian, cinta damai dan memberi rasa

aman bagi seluruh makhluk. Juga secara tegas al-Qur’an menganjurkan untuk

memberi maaf, membimbing kearah kesepakatan damai dengan cara musyawarah,

21Kementerian Agama RI,...,Hal. 33.

22M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Mishbah: Pesan, Kesan dan Keserasian al-Quran, Ed. Rev.,Volume III

(15)

duduk satu meja dengan prinsip kasih sayang. Hal tersebut terdapat dalam Surat

asy-Syuura ayat 40 yang berbunyi :

Terjemahannya: “Dan Balasan suatu kejahatan adalah kejahatan yang serupa,tetapi barang siapa memaafkan dan berbuat baik (kepada orangyang berbuat jahat) maka pahalanya dari Allah. Sungguh, Dia tidak menyukai orang-orang zalim.”23

d. Ber-amar ma’ruf nahi munkar, merupakan salah satu pesan untuk tindakan preventif lainnya yang harus ditegakkan setelah upaya perdamaian telah dilakukan.

Amar ma’ruf nahi munkar singkatnya sebagai prinsip penegak penyeru kebajikan dan upaya memerangi kemunkaran. Sebagaimana firman-Nya dalam QS

Ali-Islam: 104.

Terjemahannya: “Dan hendaklah di antara kamu ada segolongan orang yang menyuruh

kepada kebajikan, menyuruh (berbuat) yang makruf, dan mencagahdari yang munkar. Dan mereka itulah orang-orang yang beruntung.”24

Dalam ayat tersebut mengandung tiga substansi, yakni perintah menyeru kebajikan, menyuruh kepada yang ma’ruf dan mencegah dari yang mungkar. Implikasinya adalah memerintahkan kebaikan dan mencegah kemungkaran, sangat penting dalam

menegakkan masyarakat yang harmonis, karena adanya kekuatan yang secara alami

mendorongan kita kepada kebajikan yang bersumber dari hati nurani.25 Dengan cara ini

harapnya dapat menegakkan kerukunan bermasyarakat.

e. Al-Quran selalu menyuruh kita agar selalu bersilaturahmi. Silahturahmi

merupakan wadah pengawet hubungan antar sesama. Misalnya dalam

Firman-Nya pada QS Ali-Imran: 103.

Terjemahannya: “Dan berpegang teguhlah kamu semua pada tali (agama) Allah, dan janganlah kamu bercerai-berai, dan ingatlah nikmat Allah kepadamu ketika kamu dahulu (masa jahiliyah) bermusuhan, lalu Allah mempersatukan hatimu, sehingga dengan karunia-Nya kamu menjadi bersaudara, sedangkan (ketika itu) kamu berada di tepi

(16)

jurang neraka, lalu Allah menyelamatkan kamu dari sana. Demikianlah, Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu agar kamu mendapat petunjuk.”26

f. Ketika menghadapi permasalahan, Al-Qur’an mengajarkan untuk selalu

mengedepankan klarifikasi, dialog, diskusi, dan musyawarah. Tidak boleh

menjatuhkan vonis tanpa mengetahui dengan jelas permasalahannya.27

Sebagaimana dijelaskan dalam surat al-Hujurat ayat 6 yang berbunyi:

Terjemahannya : “Hai orang-orang yang beriman, jika datang kepadamu orang Fasik membawa suatu berita, Maka periksalah dengan teliti agar kamu tidak menimpakan suatu musibah kepada suatu kaum tanpa mengetahui keadaannya yang menyebabkan kamu menyesal atas perbuatanmu itu”.

g. Al-Qur’an mengajarkan untuk tidak memaksakan kehendak kepada orang lain.

Toleran dan kerukunan haruslah dibangun. Sebagaimana dijelaskan dalam

surat al-Baqarah ayat 256 yang berbunyi:

Terjemahannya: “Tidak ada paksaan untuk (memasuki) agama (Islam); Sesungguhnya telah jelas (perbedaan) antara jalan yang benar dan jalan yang sesat. Barang siapa yang ingkar kepada Thagut dan beriman kepada Allah, maka sungguuh, dia telah berpegang (tegu) pada tali yang sangat kuat yang tidak akan putus. Allah Maha Mendengar, Maha

Mengetahui.”28

Islam merupakan agama rahmat, yang dapat menyinari dan memberi perlindungan

bagi siapa pun yang memeluknya. Dalam memeluknya pun tidak ada paksaan dan tekanan

apalagi bentuk peperangan dan permusuhan. Tidak ada paksaan dalam menganut agama.

Mengapa ada paksaan, padahal Dia tidak membutuhkan sesuatu. Mengapa ada paksaan

padahal kiranya Allah menghendaki, niscaya kamu dijadikan-Nya satu umat (QS.

Al-Maidah: 48). Perlu dicatat, bahwa yang dimaksud dengan tidak ada paksaan dalam

menganut agama adalah menganut akidahnya. Ini berarti jika seseorang telah memilih

satu akidah, katakanlah saja akidah islam, maka dia terikatdengan tuntunan-tuntunannya

26 Kementerian Agama, Ibid., Hal. 63.

27Maarifudin, Multikultural dalam Pandangan Islam”.

http://maariffuadi.blogspot.co.id/2014/01/multikulturalisme-dalam-pandangan-islam.html. Diakses 23 November 2017.

(17)

dan berkeajiban melaksanakan perintah-perintahnya. Dia terancam sanksi bila melanggar

ketetapannya.29

h. Al-Qur’an menekankan akan pentingnya saling percaya, pengertian, dan

menghargai orang lain, menjauhi buruk sangka dan mencari kesalahan orang lain.

Sebagaimana dijelaskan dalam surat al-Hujurat ayat 12.

Terjemahannya: “Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan purba-sangka (kecurigaan), karena sebagian dari purba-sangka itu dosa. dan janganlah mencari-cari keburukan orang dan janganlah menggunjingkan satu sama lain. Adakah seorang diantara kamu yang suka memakan daging saudaranya yang sudah mati? Maka tentulah kamu merasa jijik kepadanya. dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Penerima taubat lagi Maha Penyayang.”30

M. Quraish Shihab menuturkan pada tafsir al-Mishbah, ayat di atas menyatakan Hai orang-orang yang beriman, jauhlah dengan upaya sungguh-sungguh banyak dugaan/prasangka, yakni yang tidak memiliki indikator memadai, sesungguhnya sebagian dugaan yakni yang tidak memiliki indicator itu adalah dosa. Selanjutnya karena tidak sama prasangka buruk mengundang upaya mencari tahu, maka ayat di atas

melanjutkan bahwa dan janganlah kamu mencari-cari kesalahan orang lain yang justru ditutupi oleh pelakunya serta jangan juga melangkah lebih luas, yakni sebagian dari kamu mengunjing yakni membicarakan aib sebagian yang lain. Sukakah salah seorang diantara kamu memakan daging saudaranya yang sudah mati ? maka tentulah jika itu disodorkan kepada kamu, kamu telah merasa jijik kepadanya dan akan menghindari makanan daging saudara sendiri itu. Karena itu, hindarilah pergunjingan karena ia sama

dengan memakan daging saudara yang telah meninggal dunia dan bertakwalah kepada Allah, yakni hindari siksa-Nya di dunia dan akhirat, dengan melaksanakan perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya serta bertaubatlah atas aneka kesalahan, sesungguhnya Allah Maha penerima taubat lagi Maha Penyayang.

29M.Quraish Shihab, Tafsir Al-Mishbah-Pesan, Kesan dan Keserasian Al-Quran, (Jakarta: Lentera

Hati, 2002)Vol. I, Hal. 668.

(18)

D. PENUTUP 1. Kesimpulan

Multikultural merupakan istilah singkat untuk keberagaman budaya yang menjadi

corak kehidupan bermasyarakat. Multikulturalisme sebagai sebuah ideologi dimana

sebuah komunitas dalam konteks kebangsaan dapat mengakui keberagaman, perbedaan

dan kemajemukan budaya, baik ras, suku, etnis dan budaya. Sebuah konsep yang

memberikan pemahaman kita bahwa sebuah bangsa yang plural atau majemuk adalah

bangsa yang dipenuhi dengan budaya-budaya yang beragam (multikultur). Dalam Islam

multikultural adalah Sunnatullah yang tidak dapat dirubah ataupun diingkari. Pantaslah Tuhan berujar bahwa manusia dari berbagai suku dan bangsa yang memiliki keberagaman

budaya, rupa, bahasa bahkan agama agar saling kenal-mengenal (QS Al-Hujurat: 13) dan

tukar informasi, saling berdialog, prestasi, saling berlomba-lomba dalam kebaikan (QS

Al-Baqarah: 148) dan bekerja sama. Ini semua karena manusia merupakan mahluk yang

serba terbatas dalam bingkai kesempurnaan, ketergantungan antara satu sama lainnya

yang menjadi suatu yang tak terbantahkan; sebagai mahluk sosial. Ini fitrah hukum

kemanusiaan agar terjadi saling kontak dan berkomunikasi. Islam memandang itu sebagai

anugerah Tuhan yang begitu besar yang harus disyukuri (QS. Ar-Rum: 22). Banyak

ayat-ayat dalam Al-Quran yang harusnya dapat menjadi pesan bagi kita agar tetap rukun dan

toleransi dalam kehidupan yang multikultural. Diantaranya memahami bahwasanya

manusia dari asal-muasal yang sama (QS. Al- Najm: 45-46) tak berhaklah kita berlaku

sombong antar sesama, kebebasan beragama (Al-Baqarah: 256), selalu ber-amar ma’ruf

nahi munkar (Ali-Imran: 104), selalu menjaga etika pergaulan (QS. Al-Mumtahanah 8-9), selalu membangun silaturahmi, serta tidak selalu memvonis dan menjudge individu

atau kelompok seenaknya (QS. Al-Hujurat: 6-12) karena dapat berakibat kepada musibah

kemanusiaan yang berkepanjangan. Intinya, Islam mengajarkan suatu konsep bahwa

perbedaan seharusnya membuat umat manusia bisa saling melengkapi antara satu umat

dan umat lainnya bukan malah menjadi faktor yang menjadi penyebab perselisihan dan

(19)

DAFTAR PUSTAKA

Aripudin, Acep. 2012. Dakwah Antarbudaya. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.

Basta, Rani Dafiah. 2015. Jurnal Studi Islam: Pendidikan Multikultural dalam Al-Quran (Kajian Tafsir QS Al-Hujurat). Ambon: Pascasarjana IAIN Ambon.

Bolong, Bertolomous. Fredrik. 2013. Mencintai Perbedaan-Renungan Lintas Iman Pluralisme dan Kerukunan. Kupang: Bonet Pinggupir.

Kementerian Agama RI, Al-Quran Tajwid dan Terjemahannya. Bandung: Sygma Examedia Arkanleeme.

Niam, Ngainum. Sauqi, Achmad. 2011. Pendidikan Multikultural-Konsep dan Aplikasi.

Jogjakarta: Ar-Ruzz Media.

Nurdin, Roswati. Jurnal al-Asas, “Multikulturalisme dalam Tinjauan Al-Qur’an”.

Http://Portalgaruda.org/article.php=MultikulturalismedalamTinjauanAl-Quran.

Diakses 23 November 2017.

Ralahalu, Karel Albert. 2012. Otonomi Daerah di tengah Konflik (Merancang Success Story Implementasi Otonomi Daerah di Provinsi Maluku).

Shihab, M. Quraish. 2002. Tafsir Al-Mishbah-Kesan, Pesan, dan Keserasian Al-Quran.

Jakarta: Lentera Hati.

- - - -. 2016. Tafsir Al-Mishbah-Kesan, Pesan, dan Keserasian Al-Quran, Ed. Revisi. Tengerang: Lentera Hati.

Referensi

Dokumen terkait

Dalam hal konflik sosial dapat terjadi dalam bentuk protes warga masyarakat atas kebijakan publik yang diambil oleh negara/pemerintah yang dianggap tidak adil dan merugikan

Tetapi untuk menciptakan proses pembelajaran yang lebih baik lagi pada siklus II dilakukan perubahan tindakan yaitu geru menlibatkan siswa dalam pembelajaran

Dengan memanjatkan puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa karena berkat rahmat dan karunia-Nya, sehingga dapat diselesaikan skripsi ini dengan judul “STUDI

Komplikasi yang sering terjadi pada penyakit rheumatoid arthritis adalah penyakit sistim pencernaan misalnya gastritis dan ulkus peptic yang merupakan komlikasi utama penggunaan

Stallings, Jr., (1981), mengugkapkan bahwa suatu sistem adalah suatu jaringan kerja dari prosedur-prosedur yang saling berhubungan, berkumpul bersama- sama untuk

Sifat dasar metode ilmiah ini, menurut Archei J. Bahm harus dipandang sebagai hipotesa untuk pengujian lebih lanjut. “Esensi ilmu pengetahuan adalah metodenya”, sedang

Peserta didik diminta mengidentifikasi informasi yang telah didapat (apa yang mereka ketahui, apa yang perlu mereka ketahui, dan apa yang perlu dilakukan

Selain itu tanaman lidah mrtua dapat memproduksi oksigen yang lebih banyak dari tanaman atau tumbuhan lain, oleh karena itu tanaman lidah mertua cocok untuk memenuhi kebutuhan