• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pembelajaran Menggunakan Model Discovery Learning Terhadap Kemampuan Koneksi Matematik

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Pembelajaran Menggunakan Model Discovery Learning Terhadap Kemampuan Koneksi Matematik"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

193

Pembelajaran Menggunakan Model Discovery Learning Terhadap

Kemampuan Koneksi Matematik

Denni Ismunandar

Universitas Wiralodra, Jl. Ir. H Djuanda Km.3, Indramayu;

denniismunandar@gmail.com

Abstrak

Tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui pengaruh pembelajaran menggunakan model Discovery Learning terhadap kemampuan koneksi matematik pada kelas XI IPS. Beberapa hasil pendekatan peneliti kepada beberapa guru matematika di salah satu SMA di Indramayu adalah jika soal yang diberikan dalam bentuk soal cerita maka siswa merasa kesulitan untuk menyelesaikannya; kurangnya kemampuan siswa dalam berlatih, sehingga siswa lupa cara menyelesaikan permasalahan ketika siswa diberikan permasalahan mengenai bab yang telah dipelajari; dan guru mata pelajaran matematika sepakat bahwa materi komposisi fungsi merupakan salah satu materi matematika yang dipandang sulit. Penelitian ini dilaksanakan di SMAN 1 Indramayu tahun ajaran 2013/2014, pemilihan sampel dilakukan secara cluster random sampling dan terpilih XI IPS 1 sebagai kelas dengan pembelajaran menggunakan metode ekspositori dan kelas XI IPS2 sebagai kelas dengan pembelajaran menggunakan model Discovery Learning. Metode penelitian yang digunakan adalah menggunakan metode eksperimen. Hasil dari penelitian ini adalah terdapat pengaruh model Discovery Learning terhadap kemampuan koneksi matematik pada kelas XI IPS, terlihat pada uji Independent Sample T Test dengan menggunakan software SPSS bahwa hasil output yaitu signifikan bernilai 0. Selanjutnya dengan mengambil taraf kepercayaan 0,05 dibandingkan dengan hasil output didapat nilai signifikan lebih kecil dari taraf kepercayaan, artinya terdapat pengaruh pembelajaran menggunakan model Discovery Learning terhadap kemampuan koneksi matematik pada kelas XI IPS. Dari hasil penelitian, rata – rata kemampuan koneksi matematik siswa yang mendapatkan pembelajaran menggunakan model Discovery Learning lebih baik dibandingkan dengan siswa yang mendapatkan pembelajaran menggunakan pembelajaran ekspositori.

Kata Kunci : Koneksi Matematik, Discovery Learning, Model Pembelajaran.

Pendahuluan

Kurikulum di Indonesia hampir setiap empat tahun sekali mengalami perubahan. Perubahan kurikulum ini untuk mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan dan usaha untuk meningkatkan kompetensi dari siswa, terutama siswa pada tingkat sekolah menengah atas. Karena pada tingkatan ini, siswa akan dibentuk untuk menjadi seseorang yang mempunyai kompetensi tinggi sehingga siap berkompetisi di tingkat perguruan tinggi dan di lingkungan sekitarnya. Kurikulum yang pernah dilaksanakan di Indonesia beberapa diantaranya adalah KBK (Kurikulum Berbasis Kompetensi) dan KTSP (Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan). Dengan adanya perubahan kurikulum ini, siswa dituntut pula untuk meningkatkan kompetensinya agar mencapai standar kompetensi yang diharapkan oleh pemerintah.

Peneliti melakukan penelitian di salah satu sekolah di Kabupaten Indramayu yang menggunakan dua kurikulum, yaitu kurikulum KTSP dan kurikulum 2013. Kurikulum KTSP

(2)

194

dilaksanakan pada kelas XI dan kelas XII, sedangkan kurikulum 2013 dilaksanakan pada kelas X. Beberapa hasil pendekatan peneliti kepada beberapa guru matematika di SMA tersebut adalah jika soal yang diberikan dalam bentuk soal cerita maka siswa merasa kesulitan untuk menyelesaikannya; kurangnya kemampuan siswa dalam berlatih, sehingga siswa lupa cara menyelesaikan permasalahan ketika siswa diberikan permasalahan mengenai bab yang telah dipelajari; dan guru mata pelajaran matematika sepakat bahwa materi komposisi fungsi merupakan salah satu materi matematika yang dipandang sulit. Peneliti membatasi menggali informasi pada siswa kelas XI jurusan IPS karena guru mata pelajaran matematika yang bersedia dilakukan penelitian hanya mengajar pada kelas XI jurusan IPS. Ada yang menarik pada sekolah tempat peneliti melakukan penelitian, materi komposisi fungsi pada silabus dengan kurikulum KTSP berada di kelas XI IPS semester genap dan materi komposisi fungsi juga ada pada silabus kurikulum 2013 di matematika wajib kelas X IPS semester genap.

Peneliti melakukan uji instrumen untuk meyakinkan bahwa siswa pada sekolah tersebut benar-benar kesulitan dalam menyelesaikan soal cerita dan materi komposisi fungsi adalah materi yang dipandang cukup sulit oleh siswa. Uji Instrumen dilakukan kepada siswa kelas XII IPS yang telah mendapatkan materi komposisi fungsi. Peneliti melakukan uji instrumen dengan mengambil sample pada kelas XII IPS 1 berdasarkan pemilihan dari guru pengajar kelas XII IPS. Instrumen yang akan diujikan terdiri dari 3 soal yang dikerjakan selama 45 menit. Hasil dari uji instrumen tersebut adalah rata – rata nilai siswa adalah 53.

Pada penelitian ini, peneliti telah mendapatkan ijin dari guru pengajar kelas XI dan pihak sekolah untuk melakukan penelitian pada kelas XI namun menggunakan pendekatan dan model pembelajaran pada kurikulum 2013. Kurikulum 2013 menggunakan pendekatan scientific dengan model pembelajaran yang di sarankan yaitu model pembelajaran Discovery Learning, Problem Based Learning, dan Project Based Learning. Menurut Maria Varelas and Michael Ford (2009:31), pendekatan ilmiah (scientific) adalah pendekatan belajar yang dilakukan oleh guru atau pengembang kurikulum untuk memperbaiki proses pembelajaran, dengan memperhatikan proses serta langkah – langkah detail yang terdiri dari berbagai intruksi ilmiah sehingga membawa siswa pada aktifitas belajar yang lebih baik. Proses pembelajaran dikatakan ilmiah jika memenuhi kriteria sebagai berikut (Kemendikbud, 2013a: 3): (1) Materi pembelajaran berbasis pada fakta sehingga dapat diterima dengan logika, dapat dinalar, dan dapat dibuktikan, (2) Interaksi antara guru dengan siswa berdasarkan pemikiran logis, bukan berdasarkan prasangka dan bukan pemikiran yang subyektif, (3) Memotivasi siswa berpikir secara kritis, analistis, dan tepat dalam mengidentifikasi, memahami, memecahkan masalah, dan mengimplementasikan materi pembelajaran, (4) Mendorong siswa untuk berpikir berdasarkan hipotesis dalam melihat perbedaan, kesamaan, dan hubungan satu sama lain dari substansi materi pembelajaran, (5) Mendorong siswa agar memahami, menerapkan, dan mengembangkan pola berpikir yang rasional, (6) Berbasis pada konsep, teori dan fakta empiris yang dapat dipertanggungjawabkan, (7) tujuan pembelajaran disajikan secara menarik dan dirumuskan secara sederhana dan jelas.

Langkah-langkah pada proses pembelajaran berbasis pendekatan ilmiah mengkaitkan tiga ranah, yaitu sikap, pengetahuan dan ketrampilan. Proses pembelajaran berbasis pendekatan

(3)

195

ilmiah (Kemendikbud, 2013a: 4) adalah pembelajaran yang meliputi: mengamati, menanya, mencoba, mengolah, menyajikan, menyimpulkan, dan mencipta. Pendekatan ilmiah yang dilakukan oleh peneliti pada siswa melalui kegiatan 5M (mengamati, menanya, mencoba, mengolah, menyajikan) pada rencana pelaksaan pembelajaran. Peneliti memilih salah satu model pembelajaran yang dikaitkan dengan pendekatan ilmiah, yaitu pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran Discovery Learning (DL).

Model pembelajaran yang akan digunakan dalam proses kegiatan belajar mengajar adalah model pembelajaran Discovery Learning (DL). Akanmu, M. A & Fajegmidagba, M. O (2013: 83-84) berpendapat bahwa Pembelajaran Discovery Learning merupakan suatu pembelajaran yang berpusat pada aktivitas siswa yang membutuhkan interaksi yang kuat antara siswa dengan hal yang diteliti, siswa dengan siswa lainnya dan siswa dengan materi pelajaran. DL merupakan proses pembelajaran yang disajikan tidak dalam bentuk final, siswa diharapkan dapat berusaha sendiri untuk mengorganisasi pelajaran yang sedang dipelajari. Sebagaimana pendapat Bruner dikutip oleh Kemendikbud (2013b: 2) bahwa: ―Discovery Learning can be defined as the learning that takes place when the student is not presented with subject matter in the final form, but rather is required to organize it him self‖. Menurut Syah (2010:244) dalam mengimplementasikan model Discovery Learning di kelas, ada beberapa tahap yang harus dilaksanakan dalam kegiatan belajar mengajar yaitu stimulation, problem statement, data collection, data processing, verification, dan generalization. Stimulation atau simulasi adalah pemberian rangasangan kepada siswa. Pada langkah ini, guru memulai kegiatan belajar dengan memberikan pertanyaan kepada siswa terkait dengan materi yang akan dibahas. Problem statement atau identifikasi masalah, pada langkah ini guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengidentifikasi masalah yang relevan dengan bahan pelajaran kemudian dirumuskan sebagai jawaban sementara atas pertanyaan yang diajukan. Data Collection atau mengumpulkan data, pada tahap ini menuntut siswa untuk mengumpulkan berbagai informasi yang relevan, membaca litertur dan kegiatan lainnya yang betujuan menemukan sesuatu yang berhubungan dengan masalah yang dihadapi. Dengan demikian secara tidak sengaja siswa menghubungkan masalah dengan pengetahuan yang telah dimiliki. Data Processing atau pengolahan data, pada tahap ini, semua informasi hasil bacaan, wawancara, observasi, dan sebagainya, semuanya diolah, diacak, diklasifikasikan, ditabulasi, bahkan bila perlu dihitung dengan cara tertentu serta ditafsirkan pada tingkat kepercayaan tertentu sehingga terbentuk suatu konsep dan generalisasi. Verification atau pembuktian, menurut Syah (2010: 244) pada tahap ini siswa melakukan pemeriksaan secara cermat untuk membuktikan benar atau tidaknya hipotesis yang ditetapkan dengan temuan alternatif, dihubungkan dengan hasil data processing. Generalization (Menarik Kesimpulan/Generalisasi), pada tahap ini, siswa menarik kesimpulan berdasarkan hasil verifikasi.

Peneliti menggunakan model pembelajaran DL bertujuan membentuk siswa berperan aktif, mempunyai mental pantang menyerah, kreatif, jujur dan bertanggung jawab karena model DL ini menekankan pada penemuan konsep atau prinsip yang belum diketahui sebelumnya oleh siswa. Model pembelajaran ini sangat erat kaitannya dengan penemuan konsep yang berasal dari permasalahan yang terjadi pada kehidupan sehari – hari, permasalahan yang terkait dengan bidang studi lain, dan permasalahan yang mengkaitkan suatu materi ke materi

(4)

196

lainnya. Oleh karena itu, dibutuhkan kemampuan koneksi matematik untuk dapat menemukan konsep dari permasalahan yang terjadi.

Menurut NCTM (2000: 4), terdapat lima standar proses dalam pembelajaran matematika, yaitu: 1) belajar untuk memecahkan masalah (mathematical problem solving); 2) belajar untuk bernalar dan bukti (mathematical reasoning and proof); 3) belajar untuk berkomunikasi (mathematical communication); 4) belajar untuk mengaitkan ide (mathematical connections); dan 5) belajar untuk mempresentasikan (mathematics representation). Peneliti memilih salah satu kemampuan yang dikemukakan oleh NCTM, yaitu kemampuan koneksi matematik. Alasan peneliti memilih kemampuan ini adalah karena kemampuan ini sangat erat kaitannya dengan pembelajaran DL, yaitu menemukan konsep dari kejadian yang terjadi pada kegiatan sehari – hari pada dunia nyata. Menurut Yani Ramdani (2012: 45) Kemampuan koneksi matematis meliputi: (1) mencari dan memahami hubungan berbagai representasi konsep bidang studi lain atau kehidupan sehari-hari; (2) memahami representasi ekuivalen konsep atau prosedur yang sama; (3) mencari koneksi satu prosedur ke prosedur lain dalam representasi yang ekuivalen; dan (4) menggunakan koneksi antar topik matematika, dan antara topik matematika dengan topik lain. Menurut Leanne R, et.al (2008: 34) untuk mempermudah siswa mempunyai kemampuan koneksi matematika, informasi tentang kemampuan siswa dibutuhkan oleh seorang guru, yaitu pemantauan dan screening. Pemantauan diartikan sebagai pengumpulan data siswa pada materi sebelumnya yang berasal dari guru, orang tua, administrasi sekolah dan sebagainya. Sreening merupakan langkah mengidentifikasi siswa. Pada umumnya siswa di identifikasikan menjadi tiga kategori berdasarkan resikonya yaitu (a) siswa yang tidak beresiko, yaitu siswa dapat memahami konsep yang diberikan, (b) siswa yang beresiko rendah, yaitu siswa berada didaerah yang kritis, artinya siswa tersebut dimungkinkan adanya tambahan pelajaran, sehingga siswa tersebut dapat memahami konsep yang diberikan, (c) siswa beresiko, yaitu siswa yang perlu mendapatkan pendampingan dari guru sebagai fasilitator untuk membawa siswa tersebut ke jalur yang tepat. Selain dari guru, faktor terbesar yang mempengaruhi siswa beresiko yaitu pengaruh dari siswa lain atau pengaruh dari teman di lingkungannya. Peneliti memodifikasi kemampuan koneksi matematis yang dikemukakan oleh Yani Ramdani dari empat indikator disederhanakan menjadi tiga indikator yang meliputi: (1) mencari dan memahami hubungan berbagai representasi konsep bidang studi lain; (2) memahami hubungan berbagai representasi konsep matematika ke dalam permasalahan kehidupan sehari-hari; (3) menggunakan koneksi antar topik matematika, dan antara topik matematika dengan topik lain. Alasan peneliti menyederhanakan indikator tersebut adalah berdasarkan kemampuan siswa kelas XI jurusan IPS yang dinilai peneliti kurang mampu untuk mempresentasikan konsep yang ekuivalen dengan materi lain. Tujuan dari penelitian ini adalah (1) untuk mengetahui kemampuan koneksi matematik siswa pada kelas yang menggunakan pembelajaran ekspositori; (2) untuk mengetahui kemampuan koneksi matematik siswa pada kelas yang menggunakan model pembelajaran DL; (3) untuk mengetahui ada tidaknya pengaruh model pembelajaran DL terhadap kemampuan koneksi matematik siswa.

(5)

197 Metode

Penelitian ini dilaksanakan di SMAN 1 Indramayu yang beralamat di Jl. Soekarno Hatta No. 2 Kelurahan Pekandangan Kecamatan Indramayu Kabupaten Indramayu. Penelitian dilaksanakan pada semester genap tahun ajaran 2013/2014. Populasi penelitian ini adalah siswa kelas XI IPS yang berjumlah 132 siswa yang terdiri dari kelas XI IPS 1 sejumlah 33 siswa, kelas XI IPS 2 sejumlah 33 siswa, kelas XI IPS 3 berjumlah 32 siswa, dan kelas XI IPS 4 berjumlah 32 siswa. Menurut Sugiyono (2013: 118), sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi tersebut. Pengambilan sampel pada penelitian ini menggunakan cluster random sampling. Informasi yang didapat dari guru pengajar keempat kelas tersebut menyatakan bahwa rata- rata kemampuan kognitif dari keempat kelas tersebut adalah sama. Tidak ada kelas yang di unggulkan dan kemampuan tiap siswa di kelas tersebut adalah heterogen. Pengambilan sampel menggunakan cara kocokan, yaitu masing – masing gulungan kertas yang bertuliskan masing – masing kelas dimasukkan ke dalam gelas dan diambil dua gulungan kertas secara langsung. Hasil pengambilan sampel adalah kelas XI IPS 1 dan XI IPS 2.

Karena kedua kelas mempunyai kemampuan kognitif yang sama, maka peneliti memilih kelas XI IPS 1 sebagai kelas dengan pembelajaran menggunakan metode ekspositori dan kelas XI IPS2 sebagai kelas dengan pembelajaran menggunakan metode DL. Metode penelitian yang digunakan adalah menggunakan metode eksperimen. Menurut Suharsimi Arikunto (2010: 265) Metode observasi adalah suat usaha sadar untuk mengumpulkan data yang dilakukan secara sistematis dengan prosedur yang standar. Pada penelitian ini pengumpulan data dilakukan sebanyak delapan kali, yaitu tiga kali pertemuan pada kelas dengan pembelajaran menggunakan metode ekspositori dan tiga kali pertemuan pada kelas dengan pembelajaran menggunakan metode DL dan satu kali untuk post test pada masing - masing kelas. Desain penelitian pada penelitian ini adalah sebagai berikut:

X1 Y1

X2 Y2

(Sugiyono, 2013: 66) Keterangan:

X1: kelas dengan pembelajaran menggunakan metode ekspositori

X2: kelas dengan pembelajaran menggunakan metode DL

Y1: kemampuan koneksi matematik siswa kelas eksperimen 1

Y2: kemampuan koneksi matematik siswa kelas eksperimen 2

Pada penelitian ini, analisis data menggunakan Independent Sample T Test dengan menggunakan software SPSS.

(6)

198 Hasil dan Pembahasan

Berikut ini ditampilkan hasil perhitungan tes kemampuan koneksi matematik siswa setelah materi komposisi fungsi setelah pembelajaran dilaksanakan.

Tabel 1. Hasil Perhitungan Nilai siswa Kemampuan Koneksi Matematik Siswa Ekspositori Discovery Jumlah Siswa 33 33 Rata - rata 45.3333 57.7273 Simpangan Baku 10.23678 11.30617 Varian 104.792 127.830 Minimum 22.00 37.00 Maximum 72.00 76.00 Sum 1496.00 1905.00

Berdasarkan tabel 1 terlihat adanya perbedaan pada hasil kedua kelas, pada kelas ekspositori rata – rata kemampuan koneksi matematik siswa adalah 45.3333, nilai minimum adalah 22 dan nilai maksimum adalah 72 sedangkan pada kelas yang mengguinakan pembelajaran DL adalah 57.7273, nilai minimum adalah 37 dan nilai maksimum adalah 76. Langkah selanjutnya adalah menguji normalitas dari kedua kelas eksperimen. Uji normalitas menggunakan software SPSS dan didapat output pada tabel 2.

Tabel. 2 Tests of Normality

Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk Statistic df Sig. Statistic df Sig.

Ekspositori .149 33 .059 .974 33 .608

Discovery .127 33 .192 .949 33 .120

a. Lilliefors Significance Correction

Tabel 2 diatas menunjukkan bahwa jumlah siswa pada kelas dengan pembelajaran ekspositori dan kelas dengan pembelajaran DL menunjukkan jumlah yang sama, yaitu 33 siswa. Hal ini akan mempengaaruhi cara membaca tabel diatas. Jika jumlah data tidak lebih dari 50, maka yang akan dibandingkan adalah adalah tabel dari Shapiro-Wilk, sedangkan jika jumlah data lebih dari 50, maka yang akan dibandingkan adalah adalah tabel Kolmogorov – Smirnov. Hasil uji normalitas dengan analisis Liliefors pada taraf signifikan menunjukkan kedua kelas berdistribusi normal. Hal ini terlihat dari sig = 0.608 > (kelas dengan pembelajaran ekspositori berdistribusi normal) dan sig = 0.120 > (kelas dengan pembelajaran DL berdistribusi normal) Selanjutnya akan dilakukan uji homogenitas untuk mengetahui kedua data homogen atau tidak.

Tabel. 3 Test of Homogeneity of Variances EnD

Levene Statistic df1 df2 Sig.

(7)

199

Uji homogenitas pada tabel 3 menggunakan taraf signifikan menunjukkan bahwa kedua kelas adalah homogen. Hal ini terlihat dari sig = 0.240 > . Uji homogenitas juga bisa dilakukan dengan melihat kurtosis dari statistik menggunakan SPSS. Menurut Sukestiyarno (2012 : 41) dengan melihat nilai kurtosis yang menunjukkan nilai negatif, data cenderung tumpul akan tetapi nilai yang tidak jauh dari nol bisa jadi dikatakan data cenderung homogen. Berikut ini adalah uji homogenitas menggunakan statistik.

Tabel 4. Statistics Homogenitas

Ekspositori Discovery N Valid 33 33 Missing 47 47 Skewness .238 -.002 Std. Error of Skewness .409 .409 Kurtosis .551 -.943 Std. Error of Kurtosis .798 .798 Percentiles 25 41.0000 50.5000 50 44.0000 56.0000 75 52.0000 68.5000

Berdasarkan tabel 4 diatas, dapat dideskripsikan sebagai berikut. Nilai kurtosis pada kelas ekspositori menunjukkan nilai 0.551. Artinya data cenderung lancip dan nilai tidak jauh dari nol, sehingga dapat dikatakan kelas pembelajaran dengan ekspositori cenderung homogen. Nilai kurtosis pada kelas Discovery menunjukkan nilai -0.943. Artinya data cenderung tumpul dan nilai tidak jauh dari nol, sehingga dapat dikatakan kelas pembelajaran dengan Deiscovery cenderung homogen. Langkah selanjutnya adalah menguji dengan Independent Sample T Test.

Tabel 5. Independent Samples Test

Levene's

Test for

Equality of

Variances

t-test for Equality of Means

F

Sig

.

t

Df

Sig.

(2-taile

d)

Mean

Differ

ence

Std.

Error

Differ

ence

95%

Confidence

Interval of

the

Difference

Low

er

Upp

er

En

D

Equal

varianc

es

assume

d

1.406

.24

0

-4.66

8

64

.000

-12.393

94

2.655

02

-17.6

9795

-7.08

993

(8)

200

Equal

varianc

es not

assume

d

-4.66

8

63.

37

8

.000

-12.393

94

2.655

02

-17.6

9895

-7.08

893

Tabel 5 pada sig. (2-tailed) menujukkan t nilai sig = 0.000 = 0% < , artinya rataan hasil kemampuan koneksi matematik siswa antara kelas dengan pembelajaran menggunakan metode ekspositori berberda dengan rataan hasil kemampuan koneksi matematik siswa antara kelas dengan pembelajaran menggunakan metode Discovery Learning. Lihat kembali pada tabel 1, ternyata rataan untuk kelas dengan pembelajaran menggunakan metode Discovery Learning 57.7273 lebih besar dibandingkan dengan rataan untuk kelas dengan pembelajaran menggunakan metode ekspositori 45.3333. Hal ini menunjukkan bahwa pembelajaran menggunakan metode Discovery Learning berpengaruh terhadap kemampuan koneksi matematik siswa.

Kesimpulan dan Saran

Kesimpulan berdasarkan penelitian yang telah dilakukan dan analisis data menggunakan software SPSS adalah sebagai berikut.

1. Rata – rata kemampuan koneksi matematik siswa pada kelas yang menggunakan

pembelajaran ekspositori adalah 45.3333.

2. Rata – rata kemampuan koneksi matematik pada kelas yang menggunakan

pembelajaran Discovery Learning adalah 57.7273.

3. Terdapat pengaruh model pembelajaran DL terhadap kemampuan koneksi

matematik siswa.

Dengan demikian kelas dengan pembelajaran menggunakan metode Discovery

Learning lebih baik dari pada kelas dengan pembelajaran menggunakan metode

ekspositori, dengan kata lain pembelajaran menggunakan metode Discovery

Learning mempengaruhi kemampuan koneksi matematik siswa.

Berdasarkan kesimpulan, ada beberapa hal yang peneliti sarankan. Bagi peneliti

lanjutan, pakailah indikator koneksi matematik, karena indikator tersebut memenuhi

untuk penelitian pada tingkat SMA atau sederajat. Hati – hati dalam memberikan

apersepsi, karena jika dalam apersepsi kurang menarik perhatian siswa, sangat

dimungkinkan kemampuan koneksi matematik siswa akan mengalami perubahan.

Ucapan Terima Kasih

Terima kasih kepada kepala SMAN 1 Indramayu dan Guru pengajar kelas XI IPS SMAN 1 Indramayu yang telah memberikan ijin dan membantu dalam pelaksanaan penelitian ini. Terima kasih pula kepada Dr. Rochmat, M.Si dan Prof. Dr. H. Hardi Suyitno, M.Pd yang telahbersedia membimbing peneliti dalam penelitian ini.

(9)

201 Daftar Pustaka

Akanmu, M. A & Fajegmidagba, M. O. 2013. Guided-discovery Learning Strategy and Senior School Students Performance in Mathematics in Ejigbo, Nigeria. Journal of Education and Practice. Vol. 4(12), 82-89.

Kemendikbud 2013a. Konsep Pendekatan Scientific. Jakarta: Kemendikbud.

Kemendikbud 2013b. Model Pembelajaran Penemuan (Discovery Learning). Jakarta: Kemendikbud.

Leanne R, et.all. 2008. Making Connections in Mathematics: Conceptual Mathematics Intervention for Low Performing Student. Remedial and Special Education. Vol (29): 1, 33-45

Maria Varelas and Michael Ford.2009. The Scientific Methods and Scientific Inquiry: Tensions in Teaching and Learning. Willey Periodicals, Inc. Sci Ed 94: 29 -47. NCTM. 2000. Principles and Standarts for School Mathematics. Reston, VA: NCTM. Sugiyono. 2013. Model Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D.

Bandung: Alfabeta.

Suharsimi Arikunto. 2013. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik.Jakarta. Rineka Cipta.

Sukestiyarno. 2012. Olah Data Penelitian Berbantua SPSS. 2012. UNNES

Syah, M. 2010. Psikologi Pendidikan Suatu Pendekatan Baru. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.

Yani Ramdani. 2012. Pengembangan Instrumen dan Bahan ajar untuk meningkatkan kemampuan komunikasi, Penalaran, dan Koneksi Matematis dalam konsep Integral. Jurnal Penelitian Pendidikan. Vol. 13(1), 44-52.

Gambar

Tabel  2  diatas  menunjukkan  bahwa  jumlah  siswa  pada  kelas  dengan  pembelajaran  ekspositori  dan  kelas  dengan  pembelajaran  DL  menunjukkan  jumlah  yang  sama,  yaitu  33  siswa
Tabel 4. Statistics Homogenitas
Tabel 5 pada sig. (2-tailed) menujukkan t nilai sig = 0.000 = 0% &lt;         , artinya rataan  hasil kemampuan koneksi matematik siswa antara kelas dengan pembelajaran menggunakan  metode  ekspositori  berberda  dengan  rataan  hasil  kemampuan  koneksi

Referensi

Dokumen terkait

dalam waktu yang tepat dan dengan kualitas yang dapat dipertanggungjawabk an Penggunaan Perbekalan Farmasi Penggunaan Perbekalan Farmasi Menjamin keamanan obat dari mulai

Karakter keluarga bugis menurut kebanyakan orang itu bersifat otoriter, namun ke otoriteran dari karakter bugis itu sendiri bukan otoriter menurut pemaknaan

Saat ini, perkebunan sawit selain selain milik masyarakat lokal Ngabang, juga banyak dimiliki oleh karyawan PTPN XIII, mulai dari 2 hektar hingga 10 hektar, bahkan ada yang

MENJELANG SAAT BERBUKA / CUKUP BANYAK MASYARAKAT YANG DATING UNTUK BERBUKA PUASA BERSAMA SETELAH SEBELUMNYA. MENGIKUTI

Meningkatkan Kecerdasan Interpersonal Anak Usia Dini Melalui Kegiatan Out Door Learnina Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu.. Rachmani, F

Hasil penelitian ini adalah; (1) terdapat pengaruh yang signifikan penerapan pendekatan kontekstual berbasis budaya lokal terhadap kemampuan pemecahan masalah matematika, (2)

Pihak kepala sekolah dan pengawas pun dapat mengetahui secara langsung kecenderungan guru dalam menjalankan tugas pembelajaran selama satu tahun ajaran, baik terkait dengan

Penelitian mengenai hubungan kadar low-density lipoprotein (LDL) cholesterol dengan stroke akut masih sangat sedikit, dengan hasil yang tidak konsisten.. Tujuan :