• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. Program pemerintah dalam bidang pendidikan terutama pendidikan dasar di

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. Program pemerintah dalam bidang pendidikan terutama pendidikan dasar di"

Copied!
97
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Program pemerintah dalam bidang pendidikan terutama pendidikan dasar di sekolah dasar sudah banyak dilakukan seperti, pengadaan sarana dan prasarana sekolah, program pendidikan dasar 9 tahun, ada juga bantuan biaya operasional sekolah, strategi pembelajaran terpadu dan lain-lain. Tetapi yang luput dari perhatian adalah yang berkaitan dengan penggunaan huruf dalam proses mengajar yang cenderung menggunakan huruf yang ukurannya tidak beraturan pada sebuah papan tulis hitam sehingga huruf-huruf yang dihasilkan tidak nyaman dibaca, apalagi ketidaksesuaian jarak baca siswa dengan huruf yang ditampilkan oleh guru di papan sehingga susah dibaca, waktu membaca lebih lama, siswa lambat mengerti dan susah mengikuti pelajaran. Siswa dapat mengalami kelelahan akibat membaca tulisan guru, berpikir dan konsentrasi dalam waktu yang cukup lama. Tata ruang yang kurang nyaman, jarak baca siswa dengan papan tulis terlalu dekat atau terlalu jauh, waktu belajar terlalu lama akan memperparah kelelahan dan berakibat menurunnya konsentrasi belajar (Negara, 2009).

Kelelahan dapat menyebabkan seseorang kurang waspada dalam menghadapi sesuatu khususnya pada siswa yang mengikuti proses belajar mengajar. Dalam keadaan lelah dan kurang nutrisi, sinyal-sinyal yang berjalan maju mundur di antara talamus dan korteks serebri tidak berfungsi secara optimal yang menyebabkan kesiapsiagaan menurun. Kurangnya kewaspadaan pada siswa menyebabkan

(2)

konsentrasi menurun sehingga materi pelajaran yang diajarkan oleh guru tidak dapat diserap dengan baik. Games & Cybis (1988) dikutip dari (Sutajaya, 2004) menyatakan bahwa sarana pembelajaran menentukan kualitas proses pembelajaran yang akhirnya akan meningkatkan prestasi siswa.

Mata berfungsi untuk melihat, tidak dihadapkan pada beban tambahan, seperti penerangan objek yang intensitasnya kurang sesuai dengan keperluannya. Adanya kesilauan karena salah memasang objek atau sumber cahaya , kurang kontras antara objek dan latar belakang, dan sebagainya. Faktor yang berpengaruh pada kualitas pengelihatan adalah sifat cahaya dan sifat lingkungan kerja. Menurut Corwin (2001) upaya mata yang melelahkan menjadi penyebab kelelahan mental. Gejala meliputi sakit kepala, penurunan kemampuan intelektual, daya konsentrasi dan kecepatan berpikir. Lebih dari itu bila mata pekerja mencoba mendekatkan dengan objek untuk memperbesar ukuran benda, maka akomodasi dipaksa dan mungkin terjadi pandangan rangkap atau kabur. Kejadian ini menimbulkan sakit kepala di sekitar daerah atas mata. Susila (2001) juga menyatakan, apabila melihat obyek pada jarak dekat, maka mata akan mengalami konvergensi. Konvergensi mata ini berusaha menempatkan bayangan pada daerah retina yang sama di kedua bola mata. Bila usaha ini gagal mempertahankan konvergensi, maka bayangan akan jatuh pada dua tempat yang berbeda pada retina. Bila diteruskan ke otak, maka orang akan melihat dua obyek. Pengelihatan itu menyebabkan rasa tidak nyaman.

Proses mengajar merupakan aktivitas yang menuntut alokasi waktu yang cukup lama bagi siswa-siswa sekolah dasar dan menuntut kecermatan seorang guru untuk mengajar di depan kelas terutama dalam menulis di papan tulis. Dalam

(3)

melakukan aktivitas siswa dengan sikap duduk di bangku menghadap ke depan kelas dengan sebuah papan tulis tempat guru menulis pelajaran yang sedang diajarkan (Aisyah, 2008 ; Putra, 2006) .

Seorang guru dalam menulis di papan tulis lebih banyak mengandalkan kecakapan tangan dan siswa dituntut untuk konsentrasi memperhatikan tulisan di papan tulis sehingga dalam waktu lama bagi siswa bisa menimbulkan kelelahan mata jika tidak diimbangi dengan penggunaan huruf yang sesuai ukuran dan jarak pandang siswa yang selanjutnya disebut huruf ergonomis. Ada beberapa alternatif untuk mengatasi hal tersebut misalnya dengan mengajar menggunakan OHP, LCD atau dengan menuliskan huruf-huruf di papan tulis dengan ukuran huruf yang sesuai dengan jarak pandang siswa. Tetapi di sekolah dasar belum mampu menyiapkan alat seperti itu karena alasan harga yang terlalu mahal sehingga masih menggunakan papan tulis oleh karena itu, pada proses mengajar guru diharapkan menggunakan huruf-huruf dengan ukuran yang sesuai dengan jarak pandang siswa.

Sekolah Dasar ”X” di Denpasar adalah salah satu sekolah dasar negeri di Denpasar yang bernaung di bawah Dinas Pendidikan Dasar Kotamadya Denpasar. Di Sekolah Dasar ”X” terdapat 6 ruang kelas untuk kelas I sampai dengan kelas VI, semua ruang menggunakan sarana mengajar berupa papan tulis hitam yang digantung di dinding depan kelas. Penggunaan huruf pada proses mengajar di Sekolah Dasar ”X” menunjukkan, guru yang mengajar di depan kelas dan menulis materi pelajaran di papan tulis menggunakan huruf dengan ukuran yang tidak beraturan dan tidak konstan sehingga tidak sesuai dengan rumus huruf yang ergonomis (Negara, 2009). Hal ini dapat mempengaruhi mata dan konsentrasi siswa. Jarak baca dari siswa yang

(4)

duduk paling belakang dengan papan tulis adalah 6,5 meter. Ukuran huruf yang tertulis di papan tulis dengan ukuran tertinggi 6 centi meter dan ukuran terkecil 2,5 centi meter (Negara, 2009). Dari data tersebut, jika dihitung dengan rumus maka tinggi huruf seharusnya 3,25 centimeter. Dengan demikian kondisi tersebut tidak sesuai dengan konsep ergonomi yang berusaha meningkatkan kesehatan fisik dan mental menciptakan lingkungan kerja yang nyaman, aman dan sehat demi tercapainya peningkatan produktivitas dan penurunan angka kecelakaan kerja yang berhubungan dengan kerja dan kelelahan.

Akibat yang ditimbulkan oleh ukuran huruf yang tidak sesuai dengan jarak baca adalah rendahnya konsentrasi terbukti pada studi pendahuluan yang dilakukan pada 14 Oktober 2009, guru mengajar dengan menuliskan ukuran huruf yang tidak beraturan pada papan tulis kemudian dilakukan pengisian Bourdon Wiersma Test terhadap 15 orang siswa menunjukkan, bahwa rerata kecepatan 13,33 (golongan cukup), rerata ketelitian 4,26 ( golongan cukup), dan rerata konstansi 8,33 (golongan ragu-ragu). Dalam penelitian sebelumnya, Darmadi (2009) melakukan perbaikan pada posisi layar monitor liquid crystal display dan ukuran huruf yang dipakai pada mahasiswa Poltekkes Denpasar, menunjukkan hasil penurunan kelelahan mata dan meningkatkan konsentrasi secara signifikan pada obyek yang diteliti. Mengingat hal tersebut sudah pernah dilakukan, maka hal serupa bisa juga dicobakan pada siswa Sekolah Dasar ”X” di Denpasar yang menggunakan sarana papan tulis pada proses mengajar.

Keadaan tersebut dipandang perlu menerapkan kaidah-kaidah ergonomi dalam penggunaan huruf pada proses mengajar di sekolah dasar untuk mengurangi kelelahan

(5)

mata dan meningkatkan konsentrasi pada siswa. Dengan demikian perlu dilakukan penelitian mengenai huruf dan resikonya terhadap anak-anak sekolah dasar.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang tersebut dapat dirumuskan masalah penelitian sebagai berikut:

1) Apakah penggunaan ukuran huruf ergonomis di papan tulis dalam proses belajar mengajar dapat mengurangi kelelahan mata pada siswa Sekolah Dasar ”X” di Denpasar?

2) Apakah penggunaan ukuran huruf ergonomis di papan tulis dalam proses belajar mengajar dapat meningkatkan konsentrasi pada siswa Sekolah Dasar ”X” di Denpasar?

1.3 Tujuan Penelitian

1.3.1 Tujuan Umum

Untuk mendapatkan informasi mengenai penggunaan ukuran huruf ergonomis di papan tulis pada proses belajar mengajar.

1.3.2 Tujuan Khusus

1) Untuk mengetahui apakah penggunaan ukuran huruf ergonomis di papan tulis pada proses belajar mengajar dapat mengurangi kelelahan mata pada anak-anak Sekolah Dasar ”X” di Denpasar.

(6)

2) Untuk mengetahui apakah penggunaan ukuran huruf ergonomis di papan tulis pada proses belajar mengajar dapat meningkatkan konsentrasi pada anak-anak Sekolah Dasar ”X” di Denpasar.

1.4 Manfaat Penelitian

1.4.1 Manfaat Teoritis

Manfaat teoritis adalah dengan adanya penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran dalam menunjang ilmu pengetahuan dan teknologi yang berkaitan dengan ergonomi.

1.4.2 Manfaat Praktis

Dapat memberikan manfaat praktis sebagai berikut:

1) Bagi anak-anak Sekolah Dasar ”X” di Denpasar dapat mengurangi kelelahan mata dan meningkatkan konsentrasi.

2) Sebagai bahan masukan bagi guru-guru Sekolah Dasar ”X” di Denpasar tentang pentingnya belajar mengajar dengan menggunakan huruf yang ergonomis dapat mengurangi kelelahan mata dan meningkatkan konsentrasi pada siswa.

(7)

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1 Huruf Ergonomis

Huruf ergonomis adalah huruf yang ukurannya sesuai dengan jarak baca sehingga mudah dibaca, cepat dibaca, tidak salah baca dan tidak menimbulkan kelelahan mata bagi pembaca. Agar sebuah tulisan dapat dibaca dengan nyaman serta memperhatikan kemampuan mata orang yang akan membacanya maka, tulisan harus tersusun oleh huruf-huruf yang sesuai dengan rumus. Besar kecilnya ukuran huruf tergantung pada jarak pembaca yang kita inginkan. Untuk menghitung tinggi huruf, para ahli mendapatkan sebuah rumus: Tinggi huruf sama dengan jarak baca (dalam ukuran melimeter) dibagi 200. Jika jarak baca yang kita inginkan dapat dibaca dari jarak 6 meter, maka tinggi huruf diperoleh 3 centimeter. Dengan mengetahui tinggi huruf maka, ukuran dari huruf yang lainnya dapat diketahui, lebar huruf: 2/3 tinggi huruf. Tebal huruf: 1/6 tinggi huruf, jarak antar huruf: 1/5 tinggi huruf (Kroemer 2000; Grandjean, 2000). Huruf besar pada awal yang diikuti oleh huruf kecil lebih mudah dibaca daripada huruf besar semua. Adapun rekomendasi tinggi huruf yang disarankan adalah seperti yang tercantum pada Tabel 2.1.

(8)

Tabel 2.1

Rekomendasi Tinggi Huruf

Jarak dari mata (mm) Tinggi huruf dan angka (mm) <50 501-900 901-1800 1801-3600 3601-6000 2,5 5,0 9,0 18,0 30,0 Sumber: Kroemer (2000); Grandjean (2000)

Penggunaan huruf pada proses mengajar di Sekolah Dasar ”X” di Denpasar menunjukkan, guru yang mengajar di depan kelas dan menulis materi pelajaran di papan tulis menggunakan huruf dengan ukuran yang tidak beraturan dan tidak konstan sehingga tidak sesuai dengan rumus huruf yang ergonomis. Jarak baca dari siswa yang duduk paling belakang adalah 6,5 meter. Ukuran huruf yang tertulis di papan tulis dengan ukuran tertinggi 6 centi meter dan ukuran terkecil 2,5 centi meter.

Dari data penggunaan huruf di Sekolah Dasar ”X”, sesuai dengan hasil observasi di lapangan yaitu, jarak baca terjauh siswa adalah 6,5 meter, jika dihitung dengan rumus maka diperoleh tinggi huruf 3,25 centimeter.

2.2 Proses Belajar Mengajar

Proses belajar mengajar tidak lepas dari kondisi yang diciptakan oleh guru kepada peserta didiknya. Perpaduan antara dua subjek antara guru dan peserta didiknya yang melahirkan interaksi edukatif dengan memanfaatkan bahan dan mediumnya. Aktivitas belajar mengajar berkaitan dengan peranan guru dengan

(9)

konteks mengupayakan terciptanya jalinan yang harmonis antara yang mengajar itu sendiri dan yang belajar. Suatu pembelajaran dapat disebut berjalan dengan baik apabila proses itu mampu mengubah diri anak didik dalam arti luas serta mampu menumbuhkembangkan kesadaran anak didik sehingga pengalaman itu dapat dirasakan untuk perkembangan pribadinya (Aisyah, 2008). Menurut Sudjana (2004) proses yang dipakai individu untuk memperoleh pengetahuan atau wawasan, atau mengembangkan sikap-sikap ataupun keterampilan-keterampilan dan merupakan segala perbuatan yang etis, kreatif, sistematis dan intensional dibantu oleh metode dan teknik ilmiah, diarahkan pada pencapaian tujuan pendidikan. Proses belajar mengajar merupakan inti dari proses pendidikan secara keseluruhan dengan guru sebagai pemegang peranan utama. Karena Proses belajar-mengajar mengandung serangkaian perbuatan pendidik atau guru dan siswa atas dasar hubungan timbal balik yang berlangsung dalam situasi edukatif untuk mencapai tujuan tertentu. Interaksi atau hubungan timbal balik antara guru dan siswa itu merupakan syarat utama bagi berlangsungnya proses belajar-mengajar.

Ada juga yang menyebutkan, proses ini merupakan interaksi antara peserta didik dengan sumber informasi pembelajaran. Interaksi yang terjadi antara seseorang dengan lingkungannya dapat juga disebut proses belajar mengajar. Upaya-upaya yang dilakukan untuk meningkatkan proses tersebut selain kemampuan pengajar adalah media pembelajaran. Media itu adalah salah satu komponen yang harus ada dalam proses itu (Putra, 2006) .

Menurut Sutajaya (2008) penempatan papan tulis dan layar OHP/ LCD meliputi batas orientasi mata: tidak lebih dari 5 derajat di atas`bidang horizontal dan

(10)

30 derajat di bawah bidang horizontal. Penempatan papan tulis/ layar mengacu tinggi mata pebelajar yang duduk paling belakang. Syarat lain: tidak mengkilat, warna terang, lebarnya sesuai orientasi mata. Panjang mengacu rumus: a = k x d, (dimana a = panjang papan tulis; k = konstanta: 0,33; d = jarak antara papan tulis dengan deret tempat duduk paling belakang.

Jadi media pembelajaran pada proses belajar mengajar amat penting sebagai sarana atau media interaksi antara pengajar dan siswa sehingga materi yang diajarkan dapat dikomunikasikan kepada siswa. Untuk mengkomunikasikan materi itu, salah satunya adalah dengan menuliskan materi di papan tulis berupa teks yang tersusun dari huruf.

2.3 Struktur Mata

(11)

Keterangan bagian-bagian mata:

1. Retina, terdapat rods cell/sel batang dan cones cell/sel kerucut, fungsi sel batang untuk melihat pada cahaya remang-remang dan sel kerucut untuk melihat pada cahaya terang, dari retina akan dilanjutkan ke saraf optikus. 2. Fovea sentralis, daerah cekung yang berukuran 0,5 mm di tengah-tengah

terdapat bintik kuning

3. Kornea dan lensa, merupakan lapisan paling depan dan berfungsi memfokuskan benda dengan refraksi/dibiaskan, tebalnya 0,5 mm, sedangkan lensa terdiri dari kristal yang mempunyai dua permukaan dengan jari-jari kelengkungan 7,8 mm berfungsi memfokuskan benda pada berbagai jarak. 4. Pupil, terdapat di tengah-tengah iris yang fungsinya mengatur cahaya masuk,

apabila cahaya terang, pupil akan mengecil dan sebaliknya.

Mata memiliki kemampuan bergerak ke kiri dan ke kanan (yaw), atas bawah (pitch) dan berputar (roll). Gerakan mata yang mengikuti fiksasi diklasifikasikan menjadi 3 yaitu: gerakan yang mengikuti garis tertentu adalah gerakan pada axis mata secara tidak beraturan dan pelan yang terjadi pada image jatuh pada fovea, gerak secara berputar (tremor) dan gerakan cepat (involuntary saccades), seperti pada aktivitas membaca (Wijaya dan Sakundarini, 2000). Mata menerima gelombang cahaya melaui pupil dan jatuh di retina, diterima oleh saraf dan mentransmisikan pesan ke otak. Untuk membantu dalam membidik dan memfokus suatu objek.

(12)

2.3.2 Daya Akomodasi

Untuk memfokuskan obyek pada retina, lensa mata memegang peranan penting, kornea mempunyai fungsi memfokuskan obyek secara tetap demikian juga bola mata. Kemampuan mata untuk memfokuskan obyek disebut daya akomodasi (Pearce, 2007). Suatu objek terlihat jelas hanya bila refleksi melalui kornea dan lensa menghasilkan suatu yang kecil namun citranya tajam di retina. Ada tiga komponen yang membentuk sistem optik:

a. Objek yang berjarak

Ketika otot siliar kendur, refraksi kornea dan lensa menyebabkan sinar paralel dari objek yang berjarak terfokus pada retina, oleh karena itu, ketika perhatian dibiarkan mengamati suatu benda yang berjarak sangat jauh, mata terfokus pada infinitas dan otot siliar tetap kabur.

b. Akomodasi yang beristirahat

Sebelumnya dianggap bahwa akomodasi terfokus pada infinitas yang dianggap posisi istirahat mata. Namun beberapa kajian menyatakan bahwa di dalam gelap posisi istirahat itu berkaitan dengan jarak yang terletak di suatu tempat titik dekat dan infinitas.

c. Kecepatan dan akurasi akomodasi

Tingkat iluminasi merupakan sebuah faktor yang kritis dalam proses akomodasi. Ketika pencahayaan sedikit, titik jauh bergerak lebih dekat dan titik dekat menurun, sedangkan kecepatan presisi akomodasi meningkat sejalan dengan usia.

(13)

Titik yang paling dekat dengan mata, dimana benda dapat difokuskan dengan jelas oleh akomodasi dinamakan titik dekat pengelihatan yang mengalami kemunduran selama hidup (Pearce, 2007). Daya akomodasi tergantung pada usia orang, makin tua usianya maka makin kurang daya akomodasinya yang disebabkan kekenyalan lensa atau elastisitas lensa semakin berkurang seperti yang ditunjukkan oleh Tabel 2.2.

Tabel 2.2

Rata-rata Jarak Titik Dekat

Usia (tahun) Titik Dekat (mm)

16 32 44 50 60 80 120 250 500 1000 Sumber: Grandjean (2000) 2.3.3 Kapasitas Visual

Tampilan visual sering digunakan dalam eksprimen laboratorium untuk mengevaluasi efek variabel beragam seperti penerangan atau kondisi pengelihatan lainnya. Benda- benda di sekitar kita akan kelihatan apabila ada berkas-berkas cahaya pada retina kemudian dengan perantara nervus optikus mengalihkan ke pusat pengelihatan pada otak (Jonathan, 2001). Kapasitas yang paling penting menurut Grandjean (2000) adalah:

(14)

a. Ketajaman visual adalah kemampuan melihat dua garis atau titik dengan interval minimal secara nyata atau untuk melihat bentuk dan rupa tanda dan melihat rincian objek serinci-rinci. Pada umumnya ketajaman visual adalah kapasitas mata memilih rincian pemisahan yang luas antara dua tanda yang sering disebut ketajaman normal. Dalam hal ini jarak minimum antara dua titik dalam citra adalah 5x106. Namun di bawah kondisi yang cukup, seorang dengan pandangan yang bagus harus mampu memilah suatu interval setengah ukuran itu.

b. Sensitivitas kontras, adalah kemampuan mata melihat perbedaan yang terkecil dalam cahaya, dan juga hal-hal yang janggal dalam pembayangan dan nuansa terang yang paling ringan, semua itu mungkin bersifat meyakinkan dalam persepsi rupa dan bentuk. Sensitifitas dalam sehari-hari jauh lebih penting dari ketajaman visual dan ini juga berguna bagi banyak pekerjaan inspeksi dan kontrol produk.

c. Kecepatan persepsi, yaitu sebagai suatu interval waktu terlewat dari antara tampilan signal dan persepsi kesadarannya dalam otak. Kecepatan persepsi biasanya diukur dengan teknik tachitoscopy. Dalam prosedur ini seperangkat kata dihadirkan pada objek yang diuji dengan waktu yang pendek. Waktu tampilan minimum yang diperlukan untuk persepsi yang benar diukur dan digunakan parameter. Kecepatan persepsi diukur dengan prosedur yang demikian tentu pada intinya sebuah fungsi dan mekanisme mental otak. Kecepatan persepsi meningkat dengan penerangan yang meningkat dan juga kontras cahaya yang lebih tinggi antara objek dan keadaan sekitarnya. Ini

(15)

berarti pencahayaan, ketajaman visual, sensitivitas kontras dan kecepatan persepsi terkait satu sama lain. Sudut pengelihatan yang nyaman bagi mata adalah 15 menit busur, dan dalam kondisi pengelihatan yang buruk dapat dinaikkan 21 menit busur. Hal ini dapat diekuivalenkan ketika melihat objek setinggi 4,3 mm dan 6,1 mm pada jarak 1 meter. Manusia mempunyai ketajaman pengelihatan normal sewaktu melihat dua titik terang dengan jarak 10 meter. Ketajaman pengelihatan maksimal dapat terjadi 2 derajat lapang pandangan, Di luar fovea, tajam pengelihatan akan berkurang (Syaifuddin,2002). Ketajaman pengelihatan disebut visus dan untuk menentukan visus dipakai Optotype Snellen dengan berbagai ukuran huruf dan jarak yang sudah ditentukan. Visus normal adalah 6/6 (Niti,2000). Visus mata diukur dari jarak 6 meter dengan Optotype Snellen dipasang setinggi mata yang kita ukur, diukur mulai dari mata kiri, mata kanan, dan kedua mata kiri dan kanan (Departemen Kesehatan RI, 2007).

2.3.4 Faktor-faktor yang mempengaruhi pengelihatan

Faktor yang dapat mempengaruhi pengelihatan adalah sebagai berikut (Corwin, 2001)

1. Usia, bertambahnya usia maka lensa mata berangsur-angsur kehilangan elastisitasnya dan melihat pada jarak dekat akan semakin sulit. Hal ini akan menyebabkan ketidaknyamanan pengelihatan ketika mengerjakan sesuatu pada jarak dekat, demikian pula pengelihatan jauh.

(16)

2. Penerangan, pengaruh intensitas penerangan dengan pengelihatan sangat penting karena mata dapat melihat objek melalui cahaya yang dipantulkan oleh permukaan objek tersebut. Luminansi adalah banyaknya cahaya yang dipantulkan oleh permukaan objek. Jumlah sumber cahaya yang tersedia juga mempengaruhi kemampuan mata melihat objek. Pada usia tua diperlukan intensitas penerangan yang lebih besar untuk melihat objek. Tingkat luminasi juga mempengaruhi kemampuan membaca teks. Semakin besar luminansi sebuah objek maka semakin besar juga rincian objek yang dapat dilihat oleh mata. Bertambahnya luminansi sebuah objek akan menyebabkan mata bertambah sensitif terhadap kedipan (flicker) penerangan yang baik untuk membaca dan menulis adalah 500-700 lux. Faktor penerangan berpengaruh pada kualitas penerangan yang ditentukan oleh kualitas dan kuantitas penerangan, Sifat penerangan ditentukan juga oleh rasio kecerahan yaitu antara objek dan latar belakang. Penerangan bisa bersumber dari penerangan langsung misalnya dari penerangan buatan, misalnya dari bola lampu, penerangan yang bersumber dari pantulan dari tembok, langit-langit ruangan, lantai ruangan dan bagian permukaan meja kerja. (Kroemer dan Grandjean, 2000).

3. Silau (glare), adalah proses adaptasi berlebihan pada mata sebagai akibat dari retina mata terpapar sinar yang berlebihan (Grandjean, 2000).

4. Ukuran pupil, supaya jumlah sinar yang diterima retina sesuai maka otot iris akan mengatur ukuran pupil. Lubang pupil juga dipengaruhi oleh

(17)

memfokusnya lensa mata, mengecil ketika mata memfokus pada objek yang dekat.

5. Sudut dan ketajaman pengelihatan, sudut pengelihatan (visual angle) sebagai sudut yang berhadapan dengan objek pada mata.

2.3.5 Fisiologi Membaca

Ada perbedaan antara membaca sebagai penyerapan informasi dan penelitian sebagai pengalokasian informasi. Pada kedua aktivitas ini, mata bergerak garis dalam loncatan cepat dan bukan gerak lancar, ini disebut saccades. Mata bergerak begitu cepat sehingga tak satupun informasi yang berguna bisa serap dalam proses itu. Dalam loncatan itu mata tetap mengatur permukaan kecil tertentu yang diproyeksikan. Hanya dalam parafovea pandangan yang terperinci cukup akurat bagi pengenalan cetakan normal. Ada tiga bentuk saccade yaitu: Saccade membaca bagian kanan,

saccade koreksi dan saccade baris kiri.

Saccade bagian membaca kanan sepanjang satu baris yang ada di tiap loncatan

suatu area kira-kira 8 ±4 huruf. Kadang-kadang saccade bagian kiri kecil dapat terjadi. Saccade garis tepatnya sebelum akhir baris dicapai dan meloncat ke awal garis selanjutnya.

2.3.6 Pengenalan Huruf

Mata beristirahat sejenak antara saccade berlangsung sebanyak 120 dan 30 ms (Gandjean 2000). Selama masa jeda ini huruf dikenal dalam pandangan fovea dan parafovea. Untuk pengenalan yang cepat dan baik diperlukan kira-kira 3 huruf yang

(18)

dapat diterima dan diidentifikasi dengan jelas. Dapat diterima dengan jelas merupakan tingkat dimana huruf tersebut sama dengan model yang ada pada pikiran pembaca. Dapat diidentifikasi artinya memerlukan uraian huruf yang jelas dan harus dirancang dengan jelas.

2.3.7 Visual Strain

Ketegangan mata yang berlebihan dapat menimbulkan efek yaitu kelelahan mata dan kelelahan umum. Kelelahan visual terdiri dari semua gejala yang muncul setelah stres yang berlebihan. Setiap fungsi mata diantara yang paling penting adalah ketegangan otot siliar. Akomodasi yang melihat sangat dekat dengan objek yang sangat kecil dan efek kontras lokal yang kuat pada retina. Menurut Pearce (2007), kelelahan visual terbentuk karena:

1. Iritasi yang sakit (membakar) diiringi dengan lakrimasi. 2. Pandangan ganda.

3. Sakit kepala

4. Daya akomodasi dan konvergensi berkurang

5. Ketajaman visual, sensitivitas terhadap kontras dan kecepatan persepsi berkurang. Gejala yang menyakitkan secara komparatif ini terjadi khususnya karena hal-hal yang berat seperti: membaca teks yang tidak tercetak dengan baik, cahaya yang tidak cukup, pencahayaan dengan lampu berkedip-kedip atau penyimpangan optik seperti hypermetropi. Orang tua tentunya rentan terhadap kelelahan visual.

(19)

1. Berakibat kelelahan visual yaitu keadaan mata yang ditandai dengan adanya perubahan psikofisiologi berupa kelambatan aktifitas motoris, respirasi, perasaan sakit dan berat pada bola mata.

2. Terjadi banyak kesalahan kerja. 3. Kualitas kerja menjadi berkurang.

4. Menyebabkan terjadinya penurunan produktivitas. 5. Meningkatnya kecelakaan kerja.

2.3.8 Kelelahan Mata

Kelelahan mata adalah suatu keadaan mata yang ditandai dengan adanya perubahan psikofisiologi berupa kelambatan aktifitas motoris, respirasi, perasaan sakit dan berat pada bola mata, sehingga mempengaruhi kerja fisik maupun kerja mental (Grandjean 2000). Gejala yang menyakitkan secara komparatif ini terjadi khususnya karena hal-hal yang berat seperti: membaca teks yang tidak tercetak dengan baik, cahaya yang tidak cukup, pencahayaan dengan lampu berkedip-kedip atau penyimpangan optik seperti hypermetropi. Apabila kondisi seperti di atas dibiarkan berlarut maka akan menimbulkan efek: kelelahan visual, banyak salah, mengurangi kualitas, kehilangan produktivitas, kecelakaan.

Berpikir dan belajar, terutama pada siswa dengan asupan nutrisi yang kurang dan disertai perubahan psikofisiologi dapat menimbulkan kelelahan visual ,faktor lain seperti tata ruang kelas yang kurang baik, pencahayaan kurang memadai, tinggi kursi yang kurang sesuai dengan antropometri, jarak pandang siswa yang terlalu jauh atau dekat dengan siswa, tulisan yang kurang jelas dan waktu belajar yang terlalu lama,

(20)

kelelahan dapat diukur dengan beberapa indikator yaitu, (Kroemer dan Grandjean, 2000).

1) pengukuran kualitas dan kuantitas penampilan kerja 2) pengukuran kelelahan subjektif

3) alat electroenchephalography (EEGraph)

4) pengukuran subjektif frekuensi flicker-fusion mata 5) tes psikomotorik

6) tes kelelahan mental

Kelelahan yang dialami siswa dapat berupa kelelahan fisik dan mental. Kelelahan fisik seperti kelelahan mata diukur dengan kuisioner kelelahan mata skala likert. Kuisioner ini memiliki gradasi jawaban dari sangat positif sampai negatif. Dalam penelitian ini memakai kuisoner kelelahan mata 5 skala likert dengan pertanyaan berjumlah 8 item (kuisioner bersumber dari Ardana, 2005)

2.4 Konsentrasi Belajar

Konsentrasi belajar siswa adalah seorang siswa mengenali pikirannya dan sejalan dengan tugas-tugas yang diberikan oleh guru-gurunya dan kemampuan mengalihkan perhatiannya dari pelajaran pertama ke pelajaran berikutnya. Anak tidak mudah mengalihkan perhatian pada masalah lain di luar yang dipelajarinya. Semakin banyak informasi yang harus diserap oleh siswa maka kemampuan berkonsentrasi mutlak dimiliki dalam mengikuti proses belajar. Belajar merupakan proses perubahan tingkah laku, suatu hasil dari pengalaman motivasi dan penyesuaian daripada situasi dan lingkungan. Tingkah laku dapat bersifat jasmaniah dan intelek yang tidak mudah

(21)

dilihat. Proses belajar dapat bersifat formal dan informal. Supaya anak-anak berhasil di sekolah, maka mereka harus mengenali pikirannya agar sejalan dengan tugas-tugas yang diberikan oleh guru-gurunya, juga harus bisa segera mengalihkan perhatiannya dari pelajaran pertama ke pelajaran berikutnya. Keadaan pengelihatan dan lapar dapat menyebabkan otak kekurangan glukose dan oksigen sehingga terjadi gangguan kualitas kesadaran yang meliputi: gangguan daya berorientasi, gangguan daya intelek seperti: pengetahuan, pengertian, berhitung, dan menulis. Keadaan seperti itu mengganggu konsentrasi belajar (Susanto, 2006)

Kelelahan adalah salah satu faktor yang mempengaruhi konsentrasi belajar para siswa, keadaan lelah akan berakibat kurang waspada dan kurang siap siaga dalam mengerjakan pekerjaannya dan khususnya pada siswa akan menyebabkan makin kurang terserapnya materi pelajaran yang diberikan oleh guru. Seorang guru harus tanggap terhadap keadaan anak didiknya, sehingga tidak terjadi gejala-gejala melelahkan yang disebabkan oleh proses pembelajaran (Aisyah, 2008).

Salah satu alat untuk mengukur konsentrasi belajar adalah Bourdon Wiersma

Test, meliputi kecepatan, ketelitian dan konstansi. Hasil pengukuran dikategorikan

golongan konsentrasi dengan menggunakan nilai norma standar Wieghted Scores (WS). Tingkat kecepatan adalah kualitas atensi yang dimanifestasikan oleh angka kumulatif satuan detik dalam menyelesaikan materi tes. Kemampuan persepsi adalah menggambarkan ketelitian mencoret kelompok titik yang ditentukan. Tingkat kewaspadaan yang direkam berdasakan angka terpendek dan terpanjang penyelesaian tes, digunakan sebagai penentuan konstansi penyelesaian pekerjaan. Perubahan gerakan juga dapat dipakai sebagai acuan melihat keadaan konsentrasi. Perubahan

(22)

gerakan dicatat selama berlangsungnya penelitian , gerakan yang berubah meliputi gerakan kepala, bahu, badan, tangan, pantat, kaki dan lainnya khususnya pergeseran bangku, setiap subjek memiliki jumlah gerakan yang bervariasi. Makin banyak perubahan gerakan, maka diasumsikan konsentrasi semakin menurun dan sebaliknya (Cognitif Research Scandinavia, 2004).

2.5 Organisasi Kerja

Organisasi kerja adalah yang menyangkut waktu kerja, waktu istirahat, sistem kerja harian/borongan, musik dan insentif dapat brpengaruh terhadap produktivitas secara langsung maupun tidak langsung. Jam kerja berlebihan, jam kerja lembur dengan kemampuan berlebihan akan dapat mengakibatkan kelelahan, mengurangi kecepatan, ketepatan dan ketelitian kerja. Oleh karena setiap fungsi tubuh memerlukan keseimbangan yang ritmis antara asupan energi dan penggantian energi (kerja istirahat) maka diperlukan istirahat pendek dan kudapan (15 menit setelah 2 jam kerja) untuk mempertahankan performan dan efisiensi kerja (Wignjosoebroto, 2000). Pada siswa sekolah dasar jam belajarnya mulai 07.30 – 12.30 Wita, mendapat 2 kali waktu istirahat yaitu, istirahat pertama 09.15 – 09.30 Wita dan istirahat kedua 11.00 – 11.15 Wita. Demikian setiap hari sehingga mata siswa dipaksa konsentrasi ketika guru menyajikan pelajaran di papan tulis.

2.6 Lingkungan Kerja

Kemampuan manusia dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu faktor intern (dalam diri sendiri) dan ekstern (luar). Salah satu faktor dari luar adalah faktor

(23)

lingkungan kerja yaitu semua keadaan yang terdapat di tempat kerja seperti temperatur, kelembaban udara, sirkulasi udara, pencahayaan, kebisisngan, getaran mekanis, bau-bauan, warna dan lain-lain (Wignjosoebroto, 2000). Lingkungan kerja adalah salah satu faktor yang mempengaruhi kelelahan, keluhan subyektif dan produktivitas. Lingkungan yang nyaman dibutuhkan oleh para pekerja untuk dapat bekerja secara optimal dan produktif. Temperatur 490C, temperatur yang dapat ditahan sekitar 1 jam, tetapi jauh dari kemampuan fisik dan mental menyebabkan aktivitas dan daya tanggap mulai menurun, dapat mengurangi kelelahan fisik. Temperatur 300Cmenyebabkan daya tanggap mulai menurun dan cenderung

membuat kesalahan dalam pekerjaan dan menimbulkan kelelahan fisik. Temperatur

C

0 24

 adalah kondisi optimum dan temperatur 100Ckelakuan fisik sudah mulai muncul. Dari penyelidikan juga dapat diperoleh hasil bahwa produktivitas manusia akan mencapai tingkat paling tinggi pada temperatur 24 derajat celcius sampai 27 derajat celcius (Wignjosoebroto, 2000).

Penerangan adalah merupakan faktor penting dalam sebuah ruangan terutama pada pekerjaan membaca atau menulis. Sesuai dengan rekomendasi intensitas penerangan untuk membaca dan menulis adalah 350-700 lux (Wignjosoebroto, 2000). Faktor lainnya adalah kelembaban yaitu banyaknya air dalam udara, kelembaban ini berhubungan dan dipengaruhi oleh temperatur udaranya. Suatu keadaan di mana kelembaban udara tinggi dan udara panas akan menimbulkan pengurangan panas tubuh secara besar-besaran. Pengaruh lainnya adalah semakin

(24)

cepatnya denyut jantung karena makin aktifnya peredaran darah untuk memenuhi kebutuhan oksigen.

Sirkulasi udara dengan memberikan ventilasi akan menggantikan udara kotor dengan udara bersih, dapat juga dengan menaruh tanaman-tanaman seperti tanaman

landscape office dapat membantu memberikan oksigen yang cukup. Kalau sirkulasi

udara tidak lancar apalagi kadar oksigen terus berkurang, bercampur gas dan bau-bauan serta berlangsung lama maka dapat mempengaruhi kesehatan tubuh dan menimbulkan kelelahan.

Kebisingan adalah bunyi-bunyian yang tidak dikehendaki oleh telinga kita karena bunyi itu terlalu lama dapat mengganggu ketenangan kerja dan menimbulkan kesalahan komunikasi.

Bau-bauan juga dapat mengganggu konsentrasi kerja. Temperatur dan kelembaban udara adalah dua hal yang mengganggu indra penciuman. Oleh karena itu air conditioner adalah salah satu cara untuk menghilangkan bau-bauan.

Getaran mekanis dapat diartikan sebagai getaran-getaran yang ditimbulkan oleh alat-alat mekanis yang sebagian dari getaran-getaran itu sampai pada tubuh dan dapat menimbulkan akibat yang tidak diinginkan seperti: mempengaruhi konsentrasi kerja, mempercepat kelelahan dan gangguan anggota tubuh seperti saraf, otot-otot. Warna adalah yang bisa mempengaruhi mata untuk melihat obyek dan memberi pengaruh lain terhadap manusia. Warna ruangan harus disesuaikan dengan jenis pekerjaan, misalnya ruangan terasa sempit maka untuk mengatasi dipilih warna yang bisa memberikan kesan luas. Hal ini secara psikologis akan menguntungkan, karena kesan sempit cenderung menimbulkan ketegangan/ stress (Wignjosoebroto, 2000).

(25)

BAB III

KERANGKA BERPIKIR, KONSEP DAN HIPOTESIS

3.1 Kerangka Berpikir

Keterkaitan dengan kondisi di lapangan dengan hasil kajian pustaka yang dapat dipergunakan sebagai acuan berpikir sebagai berikut:

Pada dunia pendidikan dalam melaksanakan proses pembelajaran, untuk memberikan informasi bahan pelajaran di sekolah dasar umumnya menggunakan sarana papan tulis hitam dan menggunakan kapur untuk menulis. Penggunaan huruf di papan tulis yang tidak ergonomis akan berdampak pada pengelihatan siswa, karena huruf yang tertulis dengan ukuran yang tidak ergonomis akan sulit dibaca, menimbulkan kesalahan baca sehingga dapat menimbulkan kelelahan mata dan mengurangi konsentrasi belajar. Sarana pembelajaran sangat menentukan kualitas proses pembelajaran yang pada akhirnya akan meningkatkan prestasi belajar. Dengan memperbaiki ukuran huruf yang dibuat pada papan tulis disesuaikan dengan jarak baca siswa maka siswa tidak akan mengalami perubahan psikofisiologi berupa kelambatan aktifitas motoris, respirasi, perasaan sakit dan berat pada bola mata dan pada akhirnya mengurangi kelelahan mata dan meningkatkan konsentrasi belajar siswa. Dengan demikian maka diharapkan kualitas hasil proses belajar akan meningkat.

(26)

3.2 Konsep

Konsep dalam penelitian dapat ditunjukkan sebagai berikut:

Pengaruh Perlakuan Perlakuan

Yang Dikontrol (by design)

Bagan 3.1 Kerangka Konsep Penelitian KONDISI SUBJEK -Kesehatan fisik -Kesehatan mata Kondisi Huruf -Ukuran huruf -Jarak baca -KELELAHAN MATA -KONSENTRASI LINGKUNGAN BELAJAR

-Cahaya ruang kelas -Suhu ruang kelas -Lama membaca

-Faslitas ruang kelas (meja, bangku, papan tulis)

(27)

3.2 Hipotesis Penelitian

1) Penggunaan ukuran huruf ergonomis dalam proses belajar mengajar di papan tulis dapat mengurangi kelelahan mata pada siswa Sekolah Dasar ”X” di Denpasar.

2) Penggunaan ukuran huruf ergonomis dalam proses belajar mengajar di papan tulis dapat meningkatkan konsentrasi pada siswa Sekolah Dasar ”X” di Denpasar.

(28)

BAB IV

METODE PENELITIAN

4.1 Rancangan Penelitian

Jenis penelitian adalah eksperimen dengan rancangan sama subjek (treatment by

subject design). Pada penelitian ini dibutuhkan adanya washing out yang berguna

untuk menghilangkan efek perlakuan terdahulu agar tidak meninggalkan efek atau respon (residual effect) (Pratiknya, 2001). Rancangan penelitian dapat ditunjukkan sebagai berikut:

Bagan 4.1 Rancangan Penelitian P : Populasi

RS : Random Sampling

O1 : pendataan awal sebelum perbaikan (guru pengajar seperti biasa masih mengajar menggunakan ukuran huruf-huruf yang belum ergonomis)

O2 : pendataan akhir sebelum perbaikan (guru pengajar seperti biasa masih mengajar menggunakan ukuran huruf-huruf yang belum ergonomis)

O3 : pendataan awal setelah perbaikan (guru pengajar dengan menggunakan huruf-huruf yang ergonomis)

O4 : pendataan akhir setelah perbaikan (guru pengajar dengan menggunakan ukuran huruf-huruf yang ergonomis)

P

RS

P0

O1 O2 wo

P1 O3 O4

(29)

P0 : Subjek belajar dengan kondisi huruf lama yaitu guru pengajar masih mengajar menggunakan ukuran huruf-huruf yang belum ergonomis (periode 1)

P1 : Subjek belajar dari guru pengajar dengan menggunakan ukuran huruf-huruf yang ergonomis (periode 2)

WO : Washing Out setelah periode 1 diberikan 2 hari

Pemberian washing out bertujuan menghilangkan efek perlakuan terdahulu agar tidak meninggalkan efek atau respon.

4.2 Populasi dan Sampel

4.2.1 Populasi

Populasi dari penelitian ini adalah siswa kelas 5 Sekolah Dasar ”X” di Denpasar. Penggunaan subjek penelitian kelas 5 dimaksudkan agar subjek lebih subjektif dalam memberikan data dibandingkan dengan kelas yang ada di bawahnya dan tidak menggunakan kelas 6 dengan alasan sedang dipersiapkan untuk mengikuti ujian akhir.

Sampel

4.2.2.1 Kriteria sampel

Kriteria sampel ditetapkan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: a. Kriteria Inklusi:

1) Siswa kelas 5 Sekolah Dasar ”X” di Denpasar, jenis kelamin pria dan wanita.

(30)

4) Umur antara 10-11 tahun

5) Bersedia sebagai objek penelitian sampai selesai dengan menandatangani

informed consent.

b. Kriteria Tidak dilanjutkan sebagai Sampel

Kriteria drop out (tidak dilanjutkan sebagai sampel) yang dipertimbangkan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.

1) Tidak sempat hadir pada saat penelitian dilaksanakan. 2) Menderita sakit saat penelitian dilaksanakan.

3) Memberikan data ekstrim (data berada di luar rentangan rerata  2 kali simpang baku (SB).

4) Karena tanpa alasan mengundurkan diri sebagai sampel.

4.2.2.2 Besar Sampel

Untuk menentukan besar sampel menggunakan rumus Colton (1985), jumlah sampel minimal dalam penelitian ini dengan rancangan sama subjek dihitung dengan rumus sebagai berikut:

n =

n =jumlah sampel

=standar deviasi

=rerata produktivitas sebelum perbaikan

2 0 1 µ µ σ Z β Z α         1

(31)

=perkiraan produtivitas setelah perbaikan(periode 2) peningkatan ditetapkan 15%

Zα=Z skor untuk tingkat tipe I(α) untuk α=0,05 Zβ =Z skor untuk tingkat tipe II(β) 10 Zβ

1) Untuk skor kelelahan mata

Berdasarkan survei pendahuluan terhadap 15 siswa, didapat rerata skor subjektif pada kelelahan mata kondisi awal ( ) adalah 26,76 dengan simpang baku ( ) sebesar 9,44 Rerata kelelahan mata setelah perlakuan diharapkan turun sebesar 15 % sehingga menjadi 22,75 ( ). Kesalahan sampling tipe I ditetapkan α=0,05; dan kesalahan sampling tipe II β=0,10, maka diperoleh Zα=1,96 dan Zβ= 1,645, sehingga besar sample (n):

n={(1,96+1,645)4,94}²= 19,62 (dibulatkan menjadi 20). 26,76-22,75

2) Untuk skor kecepatan kerja

Berdasarkan survei pendahuluan terhadap 15 siswa, didapat rerata skor subjektif kecepatan kerja pada kondisi awal ( ) adalah 13,33 dengan simpang baku ( ) sebesar 0,88. Rerata kecepatan setelah perlakuan diharapkan turun sebesar 15 % sehingga menjadi 11,34 ( ). Kesalahan sampling tipe I ditetapkan α=0,05; dan kesalahan sampling tipe II β=0,10, maka diperoleh Zα=1,96 dan Zβ= 1,645, sehingga besar sample (n): n={(1,96+1,645)0,88}²= 2,49 (dibulatkan menjadi 3). 13,33-11,34 0 1 1

0 0

(32)

3) Untuk skor ketelitian

Berdasarkan survei pendahuluan terhadap 15 siswa, didapat rerata skor subjektif ketelitian pada kondisi awal ( ) adalah 4,26 dengan simpang baku ( ) sebesar 1,62. Rerata ketelitian setelah perlakuan diharapkan turun sebesar 15 % sehingga menjadi 3.63 ( ). Kesalahan sampling tipe I ditetapkan α=0,05; dan kesalahan sampling tipe II β=0,10, maka diperoleh Zα=1,96 dan Zβ= 1,645, sehingga besar sample (n):

n={(1,96+1,645)1,62}²= 8.17 (dibulatkan menjadi 9). 4,26-2.68

4) Untuk skor konstansi

Berdasarkan survei pendahuluan terhadap 15 siswa, didapat rerata skor subjektif konstansi pada kondisi awal ( ) adalah 8,33 dengan simpang baku

( ) sebesar 0,77. Rerata konstansi setelah perlakuan diharapkan turun sebesar 15 % sehingga menjadi 7,09 ( ). Kesalahan sampling tipe I ditetapkan α=0,05; dan kesalahan sampling tipe II β=0,10, maka diperoleh Zα=1,96 dan Zβ= 1,645, sehingga besar sample (n):

n={(1,96+1,645)0,77}²= 4,97(dibulatkan menjadi 5). 8,33-7,09

Berdasarkan perhitungan tersebut, maka besar sampel ditentukan berdasarkan skor kelelahan mata sehingga diperoleh besar sampel sebanyak 20 orang. Untuk menghindari apabila terjadi subjek drop out dari penelitian, maka besar sampel ditambah 20%, menjadi 24 sehingga besar sampel dalam penelitian ini adalah 24 orang. 1

1

0 0

(33)

4.2.2.3 Teknik Penentuan Sampel

Teknik penentuan sampel yang digunakan adalah teknik random sampling dengan menggunakan tabel bilangan random. Siswa kelas 5 Sekolah Dasar ”X” di Denpasar berjumlah 36 orang. Pria berjumlah 24 orang dan wanita berjumlah 12 orang. Dari jumlah tersebut akan ditinjau berdasarkan kriteria inklusi sehingga dapat ditargetkan jumlah sampel.

4.2.2.4 Kriteria tidak dilanjutkan sebagai sampel

a. Subjek mengalami cedera atau sakit saat berlangsungnya penelitian

b. Subjek tidak hadir saat proses penelitian sedang berlangsung tanpa pemberitahuan

4.3 Variabel Penelitian

4.3.1 Identifikasi dan Klasifikasi Variabel

Variabel penelitian dapat dibedakan berdasarkan fungsi dan peranannya menjadi dua yaitu variabel bebas, kendali, dan variabel tergantung.

Variabel bebas meliputi:

a. Proses mengajar dengan menggunakan huruf yang belum ergonomis. b. Proses mengajar dengan menggunakan huruf ergonomis.

Variabel kendali meliputi:

a. Karateristik subyek: umur, jenis kelamin, tingkatan kelas, kesehatan secara umum, kesehatan mata.

(34)

c. Lingkungan belajar meliputi: cahaya ruang kelas, suhu ruang kelas, lama membaca d. Fasilitas ruang kelas (meja, bangku, papan tulis)

Variabel tergantung yaitu: kelelahan mata dan konsentrasi.

4.3.2 Definisi Operasional

Adapun definisi operasional yang berkaitan dengan penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Proses belajar mengajar menggunakan huruf sebagaimana biasanya: siswa diajar dengan menggunakan huruf di papan tulis tanpa memperhitungkan ukuran dan jarak baca siswa. Guru mengajar seperti yang biasa dilakukan. Sesuai data yang diperoleh pada studi pendahuluan yaitu: ukuran huruf terkecil 2,5 centi meter, jarak baca siswa yang duduk paling belakang 6,5 meter.

2. Proses belajar mengajar menggunakan ukuran huruf ergonomis adalah: siswa diajar dengan menggunakan huruf yang memperhitungkan ukuran dan jarak baca siswa pada papan tulis. Mengukur jarak baca siswa terjauh sehingga dapat ditentukan ukuran huruf. Untuk dapat menulis ukuran huruf yang telah ditentukan, pada papan dibuatkan garis-garis yang samar-samar sesuai ukuran huruf. Dari studi pendahuluan diketahui jarak pandang siswa yang duduk paling belakang adalah 6,5 meter sehingga diketahui ukuran huruf terkecil yang dipakai adalah 3.25 centi meter, maka jarak garis yang satu dengan garis berikutnya ditentukan 3,25 centi meter.

(35)

3. Organisasi belajar yaitu: a) Jam belajar, adalah waktu yang dihitung saat mulai pelajaran sampai berakhirnya pelajaran. Pada penelitian ini jam belajar dimulai pukul 07.30 Wita. b) Waktu belajar adalah waktu yang dipakai untuk menyelesaikan pelajaran dalam satuan jam. c) Waktu istirahat adalah waktu istirahat siswa yaitu, 09.15 – 09.30 Wita dan istirahat kedua 11.15 – 11.30 Wita. d) Sistem pengupahan yaitu siswa belajar tanpa diberi upah.

4. Jenis pelajaran yang diikuti oleh siswa yaitu pelajaran sesuai dengan materi pelajaran yang diberikan oleh gurunya.

5. Sikap belajar yaitu sikap duduk di bangku dengan menghadap meja yang sudah tersedia di kelas.

6. Cara belajar adalah duduk di bangku dengan menghadap ke papan tulis mengikuti pelajaran yang sedang diberikan oleh guru.

7. Kelelahan mata adalah suatu keadaan mata yang ditandai dengan adanya perubahan psikofisiologi berupa kelambatan aktivitas motoris, respirasi, perasaan sakit dan berat pada bola mata, sehingga mempengaruhi kerja fisik maupun kerja mental (Grandjean 2000). Pengukuran dengan mengisi kusioner kelelahan mata skala likert dan dilakukan sebelum dan sesudah belajar.

8. Konsentrasi siswa adalah kemampuan mengenali pikiran agar sejalan dengan tugas-tugas yang diberikan oleh guru-gurunya, juga harus bisa segera mengalihkan perhatiannya dari pelajaran pertama ke pelajaran berikutnya. Pengukuran dilakukan dengan mengisi Bourdon Wiersma Test dan dilakukan sebelum dan sesudah belajar.

(36)

9. Pengukuran suhu ruang kelas yaitu suhu basah dan suhu kering dengan menggunakan sling termometer pada setiap 1 jam dan untuk mengetahui kelembaban udara memakai diagram psikometrik.

10. Subjek pada penelitian ini adalah Siswa kelas 5 Sekolah Dasar ”X” di Denpasar yang sesuai dengan kriteria.

11. Umur adalah umur siswa kelas 5 pada umumnya yaitu 10-11 tahun

12. Kesehatan adalah kondisi kesehatan secara umum dan kesehatan mata secara khusus yang diperoleh dari pemeriksaan visus oleh dokter dengan menggunakan Ottotype Snallen dan dilakukan sebelum belajar.

13. Perubahan gerakan adalah gerakan-gerakan yang dilakukan subjek saat mengikuti pelajaran meliputi gerakan kepala, bahu, badan, tangan ,pantat, kaki dan yang lainnya.

4.4 Bahan dan Instrumen Penelitian

Alat pengambil data yang digunakan dalam penelitian ini adalah:

1. Meteran logam merek Daiyu dengan ketelitian 0,1 cm untuk mengukur jarak. papan tulis dengan tempat duduk siswa paling belakang.

2. Arloji merek Alba untuk mengukur waktu belajar. 3. Kamera digital merek Yashika buatan Jepang. 4. Alat tulis untuk mencatat data penelitian.

5. Termometer suhu ruangan untuk mengukur suhu ruang kelas.

6. Diagram psikometrik (psychometric chart) untuk mengukur kelembaban udara 7. Sound level meter untuk mengukur kebisingan.

(37)

8. Optotype Snellen untuk pemeriksaan visus.

9. Kuisioner kelelahan mata untuk mendapatkan data keluhan subyektif. 10. Bourdon Wiersma Test untuk mengukur konsentrasi belajar siswa.

11. Stop watch merk Diamond untuk menghitung waktu pengisian kuisoner

Boudon Wiersma.

4.5 Tempat dan Waktu penelitian

Lokasi penelitian adalah di Sekolah Dasar ”X” di Denpasar. Waktu penelitian adalah September 2010.

(38)

4.6 Alur penelitian

Alur penelitian pada penelitian ini adalah sebagai berikut:

Bagan 4.2 Alur penelitian

Populasi Target

Populasi terjangkau

Sampel

Periode 1 (2 hari)

Sebelum belajar: Kuisioner kelelahan mata, Bourdon Wiersma test. Waktu belajar : Pencatatan perubahan gerakan subjek

Setelah belajar: Kuisioner kelelahan mata, Bourdon Wiersma test

Washing Out (2 hari)

Periode 2 (2 hari)

Sebelum belajar: Kuisioner kelelahan mata, Bourdon Wiersma test. Waktu belajar : Pencatatan perubahan gerakan subjek

Setelah belajar: Kuisioner kelelahan mata, Bourdon Wiersma test

Analisis Data

Kriteria inklusi

Random

(39)

4.7 Tata Laksana Penelitian

4.7.1 Tahap Persiapan dan Administrasi Penelitian

a. Studi kepustakaan dan buku: jurnal procceeding, internet dan lain-lain yang sesuai dan relevan dengan topik penelitian.

b. Mengurus surat-surat yang diperlukan untuk mendukung jalannya penelitian. c. Menetapkan tempat penelitian.

d. Menentukan sampel berdasarkan kriteria dan metode yang telah ditetapkan yaitu menggunakan random sampling dengan menggunakan bilangan random. e. Meminta ijin kepada kepala sekolah untuk mengadakan penelitian.

f. Mempersiapkan petugas pengumpul data dan alat-alat untuk kepentingan penelitian.

4.7.2 Jadwal Pemberian Perlakuan

Jadwal pemberian perlakuan dan pengambilan data dapat dilihat pada Tabel 4.1.

Tabel 4.1

Jadwal Pemberian Perlakuan dan Pengambilan Data

Hari Subjek

1 dan 2 Semua sampel (P0) 3 dan 4 Semua sampel (WO) 5 dan 6 Semua sampel (P1)

(40)

Keterangan: P0 : Periode 1 P1 : Periode 2 WO : Washing Out

4.7.3 Tahap Pelaksanaan Penelitian

1. Protokol untuk subjek

a. Melakukan pemeriksaan visus sebelum mulai pelajaran dengan optotype snellen yang dipasang ditembok setinggi mata orang yang akan diperiksa dan orang yang diperiksa duduk dengan jarak 6 meter. Selanjutnya diadakan pemeriksaan visus mata kiri dan kanan bergantian dan bersamaan kiri dan kanan.

b. Selanjutnya subjek mengisi Kuisioner kelelahan mata, Bourdon Wiersma Test. c. Pada periode 1, subjek mengikuti pelajaran seperti biasa, guru pengajar

memberikan materi pelajaran di papan tulis menggunakan huruf-huruf yang biasa digunakan (huruf yang belum ergonomis).

d. Tahap berikutnya subjek diberikan washing out untuk menghilangkan efek periode 1.

e. Pada periode 2 subjek mengikuti pelajaran seperti biasa, guru pengajar memberikan materi pelajaran di papan tulis menggunakan huruf-huruf yang disesuaikan ukurannya dengan jarak baca terjauh subjek dari papan tulis dengan cara memberikan garis-garis yang samar-samar sesuai ukuran bertujuan agar tulisan yang dibuat ukurannya selalu konstan.

(41)

Contoh penulisan dengan ukuran huruf yang dibaca dari jarak 6,5 meter

2. Protokol Untuk Surveyor

Pelaksanaan penelitian yang dilakukan oleh surveyor untuk memperoleh data-data meliputi langkah-langkah:

a. Menjelaskan kepada subjek tentang cara penelitian seperti proses kerja, cara mengisi kuisioner kelelahan mata dan Bourdon Wiersma.

b. Melaksanakan pengukuran-pengukuran terhadap variabel-variabel penelitian yang disesuaikan dengan rancangan penelitian.

c. Melakukan pengukuran variabel kendali setiap 1 jam yaitu pengukuran suhu basah, suhu kering, kelembaban relatif, penerangan dan kebisingan.

d. Melakukan observasi awal pada periode 1 terhadap variabel tergantung.

e. Memandu subjek untuk pengisian kuisioner kelelahan mata dan Bourdon Wiersma Test.

f. Melakukan observasi akhir setelah subjek selesai belajar terhadap variabel

(42)

g. Memandu subjek untuk pengisian kuisioner kelelahan mata, Bourdon Wiersma Test

4.8 Analisis Data

Data yang diperoleh selanjutnya diolah dan dianalisis dengan menggunakan program SPSS (Statistical Package for The Social Science) 14 for windows. Untuk menganalisis data hasil penelitian akan menggunakan statistik inferensial (Santoso, 2005).

a. Analisis deskriftif sehingga diperoleh rerata simpang baku dan rentangan dari variabel penelitian

b. Sebagai prasyarat uji statistik dilakukan uji Kolmogorov-Smirnov untuk menguji normalitas data pada tingkat kemaknaan (

α

=0,05)

c. Uji Komparasi beda rerata antara periode 1 dan periode 2 pada variabel kelelahan mata dan konsentrasi menggunakan uji parametrik apabila datanya berdistribusi normal dan menggunakan uji non parametrik jika variabelnya berdistribusi tidak normal pada tingkat kemaknaan

α

=0,05

d. Hipotesis yang diuji meliputi: 1. Hipotesis kelelahan mata

H0 : µ1 = µ2 (Rerata skor kelelahan mata sebelum mulai belajar pada periode 1 sama dengan rerata skor kelelahan mata pada periode 2) Ha : µ1 > µ2 (Rerata skor kelelahan mata sebelum mulai belajar pada periode

(43)

Decision rule

H0 diterima: (tidak ada perbedaan bermakna antara rerata skor kelelahan mata sebelum mulai belajar pada periode 1 dengan periode 2) dengan nilai p>0,05

H0 ditolak: ( ada perbedaan bermakna antara rerata skor kelelahan mata sebelum mulai belajar pada periode 1 dengan periode 2) dengan nilai p<0,05

2. Hipotesis Konsentrasi

H0 : µ1 = µ2 (Rerata skor konsentrasi sebelum mulai belajar pada periode 1 sama dengan rerata skor konsentrasi pada periode 2)

Ha : µ1 > µ2 (Rerata skor konsentrasi sebelum mulai belajar pada periode 1 lebih besar dibandingkan dengan rerata skor pada periode 2) Decision rule

H0 diterima: (tidak ada perbedaan bermakna antara rerata skor konsentrasi sebelum mulai belajar pada periode 1 dengan periode 2) dengan nilai p>0,05

H0 ditolak: ( ada perbedaan bermakna antara rerata skor konsentrasi sebelum mulai belajar pada periode 1 dengan periode 2) dengan nilai p<0,05

4.9 Kelemahan Penelitian

Kelemahan dan keterbatasan yang mempengaruhi hasil dari penelitian ini dan sulit diatasi adalah secara psikologis biasanya anak-anak masih terpengaruh oleh

(44)

hal-hal di luar pelajaran seperti masih teringat kegiatan bermain, kegiatan menonton televisi atau aktivitas lainnya di luar kegiatan dalam kelas. Cara mengatasinya adalah ketika pelajaran berlangsung, guru selalu mengingatkan kepada siswa agar memperhatikan pelajaran yang sedang berlangsung dan ketika di rumah atau di luar sekolah disarankan tidak menonton televisi berlebihan.

(45)

BAB V

HASIL PENELITIAN

5.1 Karateristik Subjek

Hasil analisis deskriptif subyek yang meliputi rentangan, rerata dan simpang baku pada variabel umur, berat badan, dan tinggi badan seperti yang disajikan pada Tabel 5.1.

Tabel 5.1

Karakteristik Subjek Penelitian (n=24)

No Variabel Rentangan Rerata Simpang Baku

1 Umur (th) 10-11 10,05 0,36

2 Berat Badan (kg) 25-37 31,63 3,33

3 Tinggi Badan (cm) 125-137 132,46 3,93

Berdasarkan Tabel 5.1 diketahui rerata umur subjek penelitian adalah 10,05±0,36 tahun, dengan rerata berat badan 30,67±3,33 kg dan rerata tinggi badan 132,46±3,93cm.

Kesehatan mata subjek berdasarkan pemeriksaan visus yang diadakan pada tanggal 15 September 2010 dengan hasil semua subjek memiliki visus 6/6 yang berarti semua normal. Subjek dengan jenis kelamin laki-laki 15 orang (63%) dan perempuan berjumlah 9 orang (37%).

(46)

5.2 Kondisi Lingkungan

Kondisi lingkungan yang diukur adalah kondisi ruang kelas yang meliputi suhu basah, suhu kering, kelembaban relatif, kebisingan, dan intensitas penerangan. Pengukuran dilakukan setiap 1 jam selama 4 hari yaitu 2 hari pada periode 1 dan 2 hari pada periode 2, kemudian dicari rerata, simpang baku dan nilai p. Hasil analisis uji normalitas kondisi ruang kelas seperti pada Tabel 5.2.

Tabel 5.2

Uji Normalitas kondisi Lingkungan Ruang Kelas dengan t-paired

Pada Tabel 5.2 di atas menunjukkan, suhu basah, suhu kering, kelembaban relatif, intensitas kebisingan dan intensitas penerangan pada periode 1 dan periode 2 nilai p lebih besar dari 0,05 yang menunjukkan variabel tersebut berdistribusi normal . Uji komparabilitas untuk variabel tersebut dengan t-paired karena variabelnya berdistribusi normal. Hasil analisis disajikan pada Tabel 5.3.

Variabel Periode 1 Periode 2

Rerata SB p Rerata SB p

Suhu Basah (°C) 22,60 0,52 0,110 22,60 0,52 0,110

Suhu Kering (°C) 26,50 0,52 0,110 26,75 0,53 0,230 Kelembaban Relatif (%) 76,00 5,17 0,110 78,00 4,83 0,047 Intensitas Kebisingan (dBA) 47,26 1,26 0,816 47,94 1,07 0,848 Intensitas Penerangan (lux) 353,40 10,59 0,476 351,20 10,59 0,377

(47)

Tabel 5.3

Uji Rerata Kelembaban relatif, Intensitas Kebisingan, Intensitas Penerangan Ruang Kelas dengan t-paired

Variabel Periode Rerata SB t p

Suhu basah (°C) 1 22,60 0,52 0,000 1,000 2 22,60 0,52 Suhu kering (°C) 1 26,60 0,52 0,429 0,678 2 26,50 0,53 Kelembaban relatif (%) 1 76,00 5,16 1,406 0,193 2 73,00 4,83

Intensitas Kebisingan (dBA) 1 47,32 1,26

-1,100 0,300

2 47,94 1,07

Intensitas Penerangan (lux) 1 353,40 9,07

1,077 0,309

2 351,20 10,59

Dari hasil komparabilitas suhu basah, suhu kering, kelembaban relatif, intensitas kebisingan dan intensitas penerangan dengan t-paired tersebut menunjukkan pada tingkat kepercayaan α=0,05 diperoleh hasil, p lebih besar dari 0,05 menunjukkan variabel tidak berbeda secara signifikan.

5.3 Kelelahan Mata

Kelelahan mata yang diukur dengan kuisioner kelelahan dengan mata skala

(48)

Tabel 5.4

Skor Kelelahan Mata pada Subjek (n=24)

5.3.1 Normalitas Skor Tingkat Kelelahan Mata

Uji normalitas tingkat kelelahan mata dengan menggunakan uji Kolmogorof

Smirnov dengan tingkat kepercayaan α=0,05, hasilnya dapat dilihat pada Tabel 5.5.

Tabel 5.5

Uji Normalitas Skor Kelelahan Mata dengan Kolmogorof Smirnov (n=24)

Uji normalitas dengan Kolmogorof Smirnov pada tingkat kepercayaan α=0,05 nilai p lebih besar dari 0,05 berarti semua variabel tersebut berdistribusi normal (p>0,05).

5.3.2 Uji Beda Rerata Periode 1 dan Periode 2 Skor Kelelahan Mata

Tabel 5.6

Uji Beda Rerata Periode 1 dan Periode 2 Skor Kelelahan Mata dengan Uji t-paired (n=24)

Variabel Periode Rerata SB t p

Skor Kelelahan Mata 1 6,42 3,13 6,024 0,000 2 3,10 2,00 Variabel Periode Sebelum Sesudah

Rerata SB Rentangan Rerata SB Rentangan Skor Kelelahan Mata 1 15,79 3,39 10,00-20,00 22,25 3,47 15,50-27,50 2 14,83 2,75 10,00-19,00 18,10 3,49 12,00-24,00 Variabel Periode Sebelum Sesudah Rerata SB p Rerata SB p Skor Kelelahan Mata 1 15,79 3,39 0,577 22,25 3,47 0,401 2 14,83 2,75 0,515 18,10 3,49 0,169

(49)

Hasil uji beda rerata periode 1 dan periode 2 dengan uji t-paired pada tingkat kepercayaan α=0,05 diperoleh hasil nilai p lebih kecil dari 0,05 yang menunjukkan variabel tersebut berbeda secara signifikan (p<0,05).

5.4 Konsentrasi

Untuk memperoleh data kecepatan, ketelitian dan konstansi menggunakan

Bourdon Wiersma Test.. Hasil analisis deskriptif dapat dilihat pada Tabel 5.7.

Tabel 5.7

Skor Kecepatan, Ketelitian dan Konstansi Subjek pada Periode 1 dan Periode 2 Subjek (n=24)

Variabel Periode

Sebelum Sesudah

Rerata SB Rentangan Rerata SB Rentangan Skor Kecepatan 1 6,38 0,95 5,00-8,00 4,15 0,96 3,00-6,00 2 6,69 0,83 5,00-8,00 5,70 1,03 4,00-7,50 Skor Ketelitian 1 4,73 0,82 3,50-6,50 3,50 0,69 3,00-5,00 2 5,17 0,70 4,00-7,00 5,77 6,06 3,00-4,50 Skor Konstansi 1 6,64 0,93 4,50-8,00 4,04 0,90 3,00-5,50 2 6,37 0,97 4,50-8,00 5,98 0,96 4,00-7,50

5.4.1 Normalitas Data Skor Skor Kecepatan, Ketelitian dan Konstansi

Dari hasil uji normalitas dengan Kolmogorof Smirnov pada tingkat kepercayaan α=0,05 tampak nilai p pada skor kecepatan, ketelitian dan konstansi siswa pada periode 1 dan periode 2 lebih besar dari 0,05, menunjukkan variabel tersebut berdistribusi normal (p>0,05). Hasil analisis dapat dilihat pada Tabel 5.8.

(50)

Tabel 5.8

Uji Normalitas Skor Kecepatan, Ketelitian dan Konstansi pada Periode 1 dan Periode 2 dengan Kolmogorof Smirnov (n=24)

Variabel Periode Sebelum Sesudah Rerata SB p Rerata SB p Skor Kecepatan 1 6,38 0,95 0,134 4,15 0,96 0,252 2 6,68 0,83 0,682 5,70 1,03 0,579 Skor Ketelitian 1 4,73 0,82 0,15 3,50 0,69 0,134 2 5,17 0,70 0,077 5,77 0,60 0,167 Skor Konstansi 1 6,35 0,92 0,463 0,04 0,90 0,380 2 6,73 0,97 0,911 0,98 0,96 0,650

5.4.2. Uji Beda Rerata Periode 1 dan Periode 2 Skor Kecepatan, Ketelitian dan

Konstansi

Uji beda rerata skor kecepatan, ketelitian dan konstansi menggunakan uji

t-paired. Hasil analisis dapat dilihat pada tabel 5.9

Tabel 5.9

Uji Beda Rerata Periode 1 dan Periode 2 Skor Kecepatan, Ketelitian dan Konstansi dengan Uji t-paired (n=24)

Variabel Periode Rerata SB t p

Skor Kecepatan Skor Ketelitian Skor Konstansi 1 2,04 0,46 9,986 0,000 2 0,89 0,37 1 1,21 0,61 4,033 0,001 2 0,67 0,24 1 2,15 0,52 11,699 0,000 2 0,77 0,33

(51)

Dari uji beda rerata periode 1 dan periode 2 skor kecepatan, ketelitian dan konstansi dengan uji t-paired pada tingkat kepercayaan α=o,05 diperoleh hasil dengan nilai p lebih kecil dari 0,05 yang artinya bahwa variabel berbeda secara signifikan (p<0,05).

Perubahan gerakan subjek diukur dan dicatat pada kuisioner skor perubahan gerakan. Hasil analisis deskriptif dapat dilihat pada Tabel 5.10.

Tabel 5.10

Skor Perubahan Gerakan Sbjek (n=24)

5.4.3 Normalitas Skor Perubahan Gerakan Siswa

Uji normalitas perubahan gerakan dengan menggunakan Kolmogorof Smirnov dengan tingkat kepercayaan α=0,05, hasilnya dapat dilihat pada Tabel 5.11.

Tabel 5.11

Uji Normalitas Skor Perubahan Gerakan dengan Kolmogorof Smirnov (n=24)

Uji normalitas perubahan gerakan dengan menggunakan Kolmogorof Smirnov dengan tingkat kepercayaan α=0,05 menunjukkan variabel skor perubahan gerakan pada sebelum dan sesudah periode 1 dan periode 2 berarti variabel berdistribusi normal p>0,05.

Variabel Periode

Sebelum Sesudah

Rerata SB Rentangan Rerata SB Rentangan Skor Perubahan Gerakan 1 0,13 0,34 0,00-1,00 0,17 0,38 0,00-1,00 2 82,73 8,70 71,00-99,50 18,10 9,47 61,00-96,50 Variabel Periode Sebelum Sesudah Rerata SB p Rerata SB p Skor Perubahan Gerakan 1 0,13 0,34 0,000 87,23 8,70 0,002 2 0,17 0,38 0,000 82,22 9,47 0,003

(52)

5.4.4 Uji Beda Rerata Periode 1 dan Periode 2 Perubahan Gerakan Siswa

dengan Uji t-paired (n=24)

Uji beda rerata antara periode 1 dan periode 2 menggunakan uji t-paired, hasilnya dapat dilihat pada tabel 5.12.

Tabel 5.12

Uji Beda Rerata Periode 1 dan Periode 2 Skor Perubahan Gerakan dengan Uji t-paired (n=24)

Variabel Periode Rerata SB t p

Skor Perubahan Gerakan 1 87,10 8,68 7,727 0,000 2 81,80 9,54

Hasil uji beda rerata periode 1 dan periode 2 dengan uji t-paired pada tingkat kepercayaan α=0,05 diperoleh hasil (p<0,05)

(53)

BAB VI

PEMBAHASAN

6.1 Karakteristik Subjek

6.1.1 Umur Subjek

Umur subjek pada penelitian ini adalah antara 10 – 11 tahun dengan rerata 10,4±0,36 tahun. Rentang umur subjek menunjukkan bahwa semua subjek tergolong anak-anak yang sedang mangalami perkembangan fisik dan kognitif. Kapasitas fisik seseorang berbanding lurus dengan umur sampai batas-batas tertentu dan mencapai puncaknya pada umur 25 tahun (Syaifuddin, 2002). Penelitian yang menyangkut ketelitian, kecepatan dan konstansi juga dilakukan Partadjaya (2004) yang memakai subjek siswa sekolah dasar yang dilakukan di SDN 1 dan SDN 2 Guwang di Kabupaten Gianyar, menggunakan umur subjek berkisar antara 10-13 tahun. Ada karateristik khusus yang diperlukan sehingga subjek dalam penelitian ini dipilih. Peneliti lainnya tentang umur yang juga meneliti tingkat kecepatan, ketelitian dan konstansi: Ariati (2008) mendapatkan rerata umur pada mahasiswa Jurusan Gizi Poltekkes Denpasar berkisar antara 19-21 tahun dengan rerata 19,67±0,65 tahun. Darmadi (2009) mendapatkan umur 15 orang mahasiswa Jurusan Kesehatan Lingkungan Poltekkes Denpasar adalah 18-19 tahun dengan rerata 18,67±0,49 tahun. Menurut Kroemer (2000) bahwa daya akomodasi tergantung pada usia seseorang, makin tua usia makin menurun daya akomodasi seseorang, hal ini disebabkan oleh kekenyalan lensa atau daya elastisitas lensa semakin berkurang. Dengan demikian

(54)

artinya subjek dengan umur antara 10-11 tahun memiliki akomodasi yang baik sehingga dapat mengikuti proses belajar yang baik terutama di ruang kelas.

6.1.2 Berat Badan dan Tinggi Badan

Berat badan subjek pada penelitian ini antara 25-37 kg dengan rerata 31,6±3,33 kg dan tinggi badan antara 125-137 cm dengan rerata 132,5±3,93 cm. Kondisi seperti itu juga dilaporkan oleh peneliti lain yaitu Ariati (2008) pada mahasiswa Jurusan Gizi Poltekkes Denpasar tahun akademik 2007/2008 berat badan antara 45-58 kg dengan rerata 51,29±4,14 kg dan tinggi badan 157-166 cm dengan rerata 160,88±3,27 cm. Dari penelitian Darmadi (2009) mendapatkan berat badan antara 42-67 kg dengan rerata 54,53±7,20 dan tinggi badan 151,5-175 cm dengan rerata 163,57±6,68 cm. Jika dilakukan perbandingan antara berat badan dan tinggi badan akan didapatkan berat badan ideal. Berat badan ideal subjek yang dihitung dengan rumus tinggi badan dikurangi 100± hasil pengurangan dikalikan 10%. Setelah dibandingkan dengan rerata subjek, maka rerata subjek penelitian berada dalam kategori berat badan mendekati ideal. Dengan komposisi tubuh yang meliputi berat badan, tinggi dan berat badan ideal yang demikian menandakan bahwa ada keseimbangan energi antara energi masuk dan keluar. Berarti subjek penelitian berada dalam keadaan normal, sehat dan produktif serta dapat mengikuti proses pembelajaran secara baik.

Gambar

Grafik data kelelahan mata subjek pada periode 1 dan periode 2 dapat dilihat  pada Gambar 6.1
Grafik Skor Kecepatan, Ketelitian dan Konstansi pada Periode 1 dan Periode 2

Referensi

Dokumen terkait

Harapannya, naskah akademik yang disusun oleh Program Studi Fisika (PSF), Departemen Fisika, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam ini dapat menjadi panduan

memperbaiki posisi keuangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8B Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 14/POJK.04/2019 tentang Perubahan atas Peraturan Otoritas Jasa

Dalam pemilihan karir masih banyak siswa yang bingung, tidak dapat memilih atau menentukan karir mana yang sesuai dengan dirinya atau ada kemungkinan memilih karir

Tujuan Instruksional Umum : Mahasiswa dapat mengetahui proses terjadinya gambar pada kamera video dan menguasai dasar-dasar teknik operasional kamera video,

 Guru memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk mengidentifikasi hal- hal yang belum dipahami terkait materi menceritakan kembali teks anekdot dengan pola

Pasien pasca transplantasi hati yang mengalami re-infeksi hepatitis C harus dipertimbangkan pemberian terapi antivirus setelah diagnosis hepatitis C kronik ditegakkan dan

Ini tidaklah sejalan dengan amanat 77 SJSN dan 77 PJS yang telah memposisikan 2ementerian 2esehatan sebagai regulator dan  bukan lagi sebagai penyelenggaran pelayanan jaminan

sumber data adalah perannya dalam pertumbuhan, perkembangan dan kemajuan sastra Jawa modern. Adapun alasan pemilihan cerkak DPBLL sebagai objek penelitian adalah